EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH
DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI
KANAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN
TESIS
Oleh
BURHANUDDIN HARAHAP 087033015/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH
DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI
KANAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BURHANUDDIN HARAHAP 087033015/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT
TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI KANAN, KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN Nama Mahasiswa : Burhanuddin Harahap Nomor Induk Mahasiswa : 087033015
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Dra. Syarifah, M.S) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji pada Tanggal: 28 Juli 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S
2. Dra. Tukiman, M.K.M
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH
DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI
KANAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diajukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 28 Juli 2010
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini dengan judul “Efektivitas Metode Simulasi terhadap
Pengetahuan dan Sikap Tokoh Masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan Tahun 2010“
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Dra. Syarifah, M.S dengan
telah memberikan perhatian dukungan dan pengarahan sejak awal penulisan
hingga selesai Tesis ini.
4. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Drs. Tukiman, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes sebagai tim
penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini
lebih baik.
6. Istriku Maris Simamora dan anak-anak tercinta, Elisa Rebecca Harahap, Barto
Rollan Harahap, Apriana Harahap, Raja Pardomuan Harahap atas segala
dukungan, kesabaran dan pengertiannnya.
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan
dr. Pardamean S. M.Kes (sekretaris) yang memberikan izin penelitian.
8. Drg. Zuniarti sebagai Kepala Puskesmas Langga Payung dan jajarannya yang
membantu melaksanakan pelatihan dengan metode simulasi.
9. Daniel H. Manurung, S.K.M, M.M dan Drg. Jubeltim Lumbangaol, M.Kes
sebagai fasilitator dalam pelatihan PHBS
10.Para Tokoh Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Langga Payung yang
telah membantu peneliti dalam pengumpulan data
11.Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat
mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.
Medan, 28 Juli 2010
RIWAYAT HIDUP
Burhanuddin Harahap, lahir di Gunung Tua Baru Kabupaten Tapanuli
Selatan pada tanggal 23 April 1962, anak ke-6 dari 6 bersaudara. Pada saat ini
bertempat tinggal di Rantau Parapat Kabupaten Labuhanbatu.
Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1974 di SD Negeri Gunung Tua,
selanjutnya di SMP Negeri 1 Gunung Tua tamat tahun 1977. Kemudian melanjutkan
sekolah di SMA Negeri 1 Gunung Tua tamat tahun 1982 dan sekolah LCPK tahun
1984. Dan melanjutkan pendidikan DIII Keperawatan di Kabupaten Labuhan Batu
tamat tahun 2004 dan telah menyelesaikan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat
pada tahun 2006 pada Stikes Sumatera Utara di Medan.
Penulis menikah pada tahun 1988, dan dikaruniai 4 orang anak dan penulis
bekerja sebagai PNS pada Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Utara hingga
saat ini.
Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...11
2.1. Pendidikan Kesehatan ...11
2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan ...12
2.3. Teori Perubahan Perilaku ...18
2.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat...29
2.5. Strategi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat...31
2.6. Landasan Teori ...39
2.7. Kerangka Konsep Penelitian ...41
BAB III METODE PENELITIAN ...42
3.1. Jenis Penelitian ...42
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...43
3.3. Populasi dan Sampel...43
3.4. Metode Pengumpulan Data ...45
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ...45
3.5.1 Variabel Penelitian ...45
3.5.2 Definisi Operasional ...45
3.6. Metode Pengukuran...46
BAB IV HASIL PENELITIAN...49
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ...49
4.2. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian...50
4.3. Analisis Univariat...50
4.3.1. Karakteristik Tokoh Masyarakat ...51
4.3.2. Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Simulasi ...53
4.3.3. Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum Intervensi...54
4.3.4. Gambaran Pengetahuan Setelah Intervensi Simulasi ...55
4.3.5. Pengetahuan Tokoh Masyarakat Setelah Intervensi ...56
4.3.6. Gambaran Sikap Sebelum Intervensi Simulasi...57
4.3.7. Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum Intervensi ...59
4.3.8. Gambaran Sikap Setelah Intervensi Simulasi ...60
4.3.9. Sikap Tokoh Masyarakat Setelah Intervensi ...63
4.4. Analisa Bivariat ...64
4.4.1. Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi ...64
4.4.2. Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi ...65
BAB V PEMBAHASAN...67
5.1. Gambaran Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...67
5.2. Gambaran Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...69
5.3 Perbedaan Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...72
5.4. Perbedaan Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...74
5.5. Efektivitas Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Tokoh Masyarakat ...76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...78
6.1. Kesimpulan...78
6.2. Saran ...78
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Distribusi Jumlah Sampel pada masing-masing Kelurahan ...44 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tokoh Masyarakat di
Wilayah Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu
Selatan...51 4.2. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Pengetahuan
setelah Intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di
Wilayah Puskesmas Langga Payung...53 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum Intervensi Simulasi
pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga Payung
Kabupaten Labuhanbatu Selatan...54 4.4. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Pengetahuan
setelah Intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di
Wilayah Puskesmas Langga Payung...55 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Setelah Intervensi Simulasi
pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga Payung
Kabupaten Labuhanbatu Selatan... 56 4.6. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Sikap
sebelum intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu
Selatan...57 4.7. Distribusi Frekuensi Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum Intervensi
Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga
Payung Kabupaten Labuhanbatu Selatan ...60 4.8. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Sikap
setelah Intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu
Selatan...61 4.9. Distribusi Frekuensi Sikap Tokoh Masyarakat Sesudah Intervensi
Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga
Payung Kabupaten Labuhanbatu Selatan ...63 4.10. Perbedaan Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum dan
Sesudah Intervensi Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah
Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu Selatan...64 4.11. Perbedaan Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah
Intervensi Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 82
2. Master Data... 88
3. Output Uji Instrumen... 96
4. Modul Pelatihan... 102
5. Bahan Pelatihan ... 109
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran kemauan
dan kemampuan bagi setiap orang dalam mewujudkan drajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Dalam mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan kebijakan dan Visi “
Indonesia Sehat “ yang terdiri dari tiga pilar yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat
dan pelayanan kesehatan yang bermutu.
Upaya perubahan perilaku sehat telah dilaksanakan melalui program
Pendidikan Kesehatan (Health Education) atau Penyuluhan Kesehatan Masyarakat,
yang kemudian berkembang menjadi Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan
merupakan upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh dan bersama masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat dalam upaya kesehatan,
sesuai dengan sosial budaya setempat.
Menurut pendapat para ahli (seperti Muninjaya, 2004; McKenzie, 2007)
dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan sebagai kombinasi terencana dari
mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun mekanisme
organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang kondusif untuk
kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Promosi kesehatan adalah upaya
dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang didukung oleh sumberdaya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat, dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Menurut pendapat McKenzie (2007) dan Sarwono (2004), dapat
disimpulkan bahwa untuk mengatasi persoalan kesehatan yang dihadapi oleh
masyarakat, ada dua kemampuan penting yang harus dikuasai, yaitu ketrampilan
untuk mengatur suatu masyarakat dan ketrampilan untuk merencanakan sebuah
program promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai kekuatan untuk merubah
perilaku masyarakat. Perilaku merupakan reaksi individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (berfikir,
berpendapat, bersikap) dan aktif (melakukan tindakan). Dengan demikian promosi
kesehatan dapat menjadi faktor penting dalam perubahan perilaku masyarakat menuju
perilaku hidup sehat, baik dalam ukuran sifat perilaku pasif maupun perilaku aktif.
Kebijakan nasional promosi kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar
promosi kesehatan yaitu penggerakan dan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi,
dan ketiga strategi tersebut diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana
komunikasi yang tepat. Kebijakan nasional promosi kesehatan sangat diperlukan di
era desentralisasi agar upaya promosi kesehatan di semua tingkatan administrasi
berjalan selaras dan sinergis. Kebijakan nasional promosi kesehatan ini dapat
dimamfaatkan sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan upaya promosi
kesehatan di pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Promosi kesehatan juga berperan
kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Dengan demikian dapat dikatakan dari Visi
tersebut diatas yaitu pilar Perilaku Sehat. Kebijakan nasional promosi kesehatan
diharapkan dapat berfungsi sebagai acuan bagi penyelenggaraan kegiatan promosi
kesehatan dan program-program kesehatan lainnya.
Program promosi kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan di
bidang kesehatan yang merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannnya melalui peningkatan perilaku hidup
bersih dan sehat. Oleh karena itu Dinas kesehatan Kabupaten /Kota merupakan
penanggung jawab promosi kesehatan di tingkat kabupaten serta bertugas
mengkoordinasikan, meningkatkan dan membina pemberdayaan masyarakat yang
diselenggarakan oleh puskesmas, rumah sakit dan sarana-sarana kesehatan lain
diwilayahnya (Depkes RI, 2006).
Tiga strategi dasar promosi kesehatan yaitu pemberdayaan, bina suasana dan
advokasi pada dasarnya mengharapkan peran aktif masyarakat untuk menyelesaikan
permasalahan kesehatan di wilayahnya dengan melakukan perubahan perilaku hidup
bersih dan sehat. Ketiga stategi diatas tidak akan terlaksana dengan baik tanpa ada
dukungan dari tokoh masyarakat yang merupakan early adapter atau pengadosi awal
yang merupakan acuan bagi masyarakat lain dalam mengadopsi nilai-nilai dari
promosi kesehatan.
Perilaku hidup bersih dan sehat hakikatnya adalah dasar pencegahan
orang. Prinsip perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ini menjadi salah satu
landasan dan program pembangunan kesehatan di Indonesia.
Peningkatan PHBS dilaksanakan melalui 5 tatanan, diantaranya adalah
tatanan rumah tangga. Terdapat 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga, yaitu : (1)
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, (2) Bayi diberi ASI ekslusif, (3)
Menimbang balita setiap bulan, (4) Ketersediaan air bersih, (5) Ketersediaan jamban
sehat, (6) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, (7) Membasmi jenjik di
rumah sekali seminggu, (8) Tidak merokok di dalam rumah, (9) Melakukan aktifitas
fisik setiap hari, dan (10) Makan buah dan sayur setiap hari. Keberhasilan program
PHBS tatanan rumah tangga, didasarkan kepada 10 indikator yang dibagi menjadi 4
tingkatan atau kategori : Sehat I, Sehat II, Sehat III, Sehat IV; dengan target
pemerintah yaitu tercapainya penduduk Indonesia yang ber – PHBS pada tingkat
Sehat IV (Depkes RI, 2008).
Tingkat keberhasilan PHBS di Indonesia cenderung belum maksimal. Hasil
Survei Kesehatan Nasional (2004), menunjukkan bahwa : (1) Cakupan penolong
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 64%, dengan target nasional 90%, (2) Bayi
diberi ASI eksklusif 39,5%, dengan target nasional 80%, (3) Cakupan JPKM 19%,
target nasional 80%, (4) Jenis sumber air yang paling banyak digunakan adalah air
sumur terlindung sebesar 35% dan ketersediaan air bersih 81%, target nasional 85%;
(5) Rumah tangga yang menggunakan jamban sehat 49%, target nasional 80%; (6)
Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni 35% dengan targer nasional 80%; (7)
Indonesia yang tidak merokok dalam rumah; (9) Hanya 18% penduduk yang
melakukan aktifitas fisik; (10) Hanya 16% yang makan buah dan sayur setiap hari.
Survei Kesehatan Nasional (2004) menunjukkan bahwa pencapaian rumah
yang melaksanakan PHBS (klasifikasi IV) baru berkisar 24,38 %. Di Sumatera Utara,
rumah tangga yang ber PHBS baru mencapai 55,32 %. Salah satu kabupaten yang
termasuk rendah dalam rangka pelaksanaan rumah tangga yang ber-PHBS adalah
Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan tingkat pencapaian 13,49 %, masih jauh dari
target minimal pemerintah, yaitu 65 % pada tahun 2010.
Cakupan promosi kesehatan tentang program PHBS di Kabupaten
Labuhanbatu merupakan salah satu yang terendah di propinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2007) dan berdasarkan
profil kesehatan Kabupaten Labuhanbatu (2007), di ketahui cakupan promosi
kesehatan tentang program PHBS Kabupaten Labuhanbatu, antara lain : pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan 76,02%; bayi diberi ASI Eksklusif 43,72%;
mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 37,41%; ketersediaan air bersih
75,00%; ketersediaan jamban sehat 52,7%; kesesuaian luas lantai dengan jumlah
penghuni/menggunakan ruangan bergabung 46,01%; lantai rumah bukan lantai tanah
50,88%, 91,35% penduduk yang merokok melakukannya di dalam rumah; melakukan
aktifitas fisik sedang setiap hari 38,19%; pada indikator makan buah dan sayur setiap
hari dijumpai 11,15% masyarakat yang mengkonsumsi buah; dan 86,58%
Salah satu kecamatan yang mempunyai cakupan rumah tangga yang tidak
ber – PHBS di Kabupaten Labuhanbatu Selatan adalah kecamatan Sungai Kanan
wilayah Puskesmas Langga Payung (dari 5 kecamatan), berdasarkan profil kesehatan
Kabupaten Labuhanbatu Selatan (2009)
Promosi kesehatan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten
Labuhanbatu Selatan, dibiayai dengan dana yang relative terbatas, sebab proporsi
anggaran kesehatan baru mencapai 6,2% dari total APBD, masih jauh dari target 15%
dari APBD sesuai rekomendasi Depkes RI. Pelaksanaan promosi kesehatann juga
mendapat dukungan dari organisasi non pemerintah, khususnya dari USAID denga
Health Service Programe (HSP), dalam program kesehatan seperti program cuci
tangan pakai sabun dalam peningkatan program PHBS. Namun seluruh upaya ini
belum mampu memenuhi target capaian tersebut (Dinas Kesehatan Kabupaten
Labuhanbatu Selatan, 2007).
Saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan memprioritaskan
promosi kesehatan di bidang program PHBS, pada tatanan rumah tangga dengan
menerapkan strategi pencapaian PHBS melalui kegiatan : Bina suasana, Advokasi
dan Gerakan pemberdayaan masyarakat. Promosi kesehatan PHBS pada tatanan
rumah tangga menjadi salah satu tugas pokok Puskesmas (Dinkes Labuhanbatu,
2007).
Ketiga strategi pencapaian PHBS ini memiliki kesamaan pada sasaran
awalnya yaitu melakukan pendekatan kepada stakeholders atau tokoh masyarakat
dilakukan upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari tokoh masyrakat formal maupun informal
(stakeholders). Pada strategi bina suasana dilakukan upaya menciptakan opini atau
lingkungan yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan
perilaku yang diperkenalkan, dimana pendekatan awal dilakukan adalah Bina
Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat agar mereka akan
menjadi panutan dan menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang
sedang diperkenalkan. Pada strategi pemberdayaan dilakukan upaya pemberian
informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude),
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice), tentunya peran penting tokoh masyarakat untuk terus memotivasi dan
mengerakkan kelompok-kelompok dalam masyarakat sangat di perlukan dalam
proses pemberdayaan masyarakat.
Melihat pentingnya peran tokoh masyarakat, langkah awal yang harus
dilakukan adalah peningkatan pengetahuan dan pemahaman secara individu bagi
tokoh masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Tokoh masarakat
memiliki pemahaman yang komprehensif tentang PHBS tatanan rumah tangga,
sehingga mudah untuk menyampaikan kepada masyarakat.
Upaya pendidikan kesehatan yang dilakukan kepada tokoh masyarakat
kepada orang belum dewasa. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara
penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan, dan mengemukakan
pengalaman-pengalamannya dalam hal yang sedang dibahas.
Pada tahun 2008, Puskesmas Langga Payung telah melaksanakan pelatihan
kepada 30 orang tokoh masyarakat dengan metode ceramah dan diskusi. Namun
pelatihan ini belum memberi dampak lebih untuk peningkatan pelaksanaa PHBS di
wilayah Puskesmas tersebut. Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang
sering dilakukan misalnya penyuluhan dan ceramah, namun kenyataan metode ini
bersifat satu arah, monoton, dan cendrung membosankan, apalagi bagi oarang
dewasa, sehingga belum memberika kontribusi pengetahuan yang memadai. Maka
perlu dilakukan metode lain seperti simulasi, metode ini lebih bersifat dinamis, tidak
monoton, melibatkan objek secara menyeluruh dan aktif, serta berdasarkan analisa
kasus.
Hasil penelitian Buyung (2007) telah membuktikan dengan metode simulasi
memberi perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang
kesehatan reproduksi pada siswa SMU Angkola Tapanuli Selatan. Sejalan dengan
penelitian Firman Syah (2005) bahwa terdapat hubungan signifikan metode simulasi
dan peer education dengan perilaku siswa terhadap penggunaan narkoba dan sex
bebas pada remaja SMU di Kota Sibolga
Metode simulasi memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk meniru
suatu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang
menjalankan tugasnya. Sehingga pembelajar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap,
kemampuan komunikasi, kepedulian terhadap lingkungan dan lebih menghayati
berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan.
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
evektivitas metode simulasi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap tokoh
masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di
wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten
Labuhanbatu Selatan
Diharapkan hasil analisis ini dapat memberi kontribusi bagi pemecahan
masalah PHBS di lokasi penelitian, dan dapat memberi kontribusi bagi
pengembangan pengetahuan strategi dan managemen promosi kesehatan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
penelitian, yaitu: bagaimana efektivitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan
sikap tokoh masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan
rumah tangga di wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan,
Kabupaten Labuhanbatu Selatan
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas metode simulasi
Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di wilayah Puskesmas Langga Payung
Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten Labuhanbatu Selatan
1.4. Hipotesis Penelitian
Adanya efektivitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap tokoh
masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di
wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten
Labuhanbatu Selatan
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat, sebagai berikut :
1.5.1.Sebagai masukan untuk Dinas Kesehatan dalam menyusun program
promosi kesehatan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan
PHBS.
1.5.2.Masukan untuk Puskesmas untuk memilih metode yang baik dan efektif
dalam promosi kesehatan dalam kegiatan PHBS.
1.5.3.Diharapkan dapat memberi masukan dalam pengembangan konsep dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan Kesehatan
Konsep dasar pendidikan adalah proses belajar yang berarti dalam pendidikan
itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang
lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu, kelompok atau masyarakat
dari tidak tahu nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu
mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri. Selanjutnya dalam kegiatan belajar
terdapat tiga persoalan pokok yang saling berkait yaitu: (Notoatmodjo, 2004)
1. Persoalan masukan (input) yang menyangkut sasaran belajar itu sendiri dan
latar belakangnya.
2. Proses (process) yaitu mekanisme dan interakasi terjadinya perubahan
kemampuan pada diri subjek belajar, dalam proses ini terjadi pengaruh timbal
balik antara berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar, metode dan
teknik belajar, alat bantu belajar dan materi yang dipelajari.
3. Keluaran (output) merupan hasil dari proses belajar.
Pendidikan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik
individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan
yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan
mempunyai unsur masukan-masukan yang telah diolah dengan teknik-teknik tertentu
tersebut. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang
dinamis. Tidak dapat disangkal pendidikan bukanlah satu-satunya cara mengubah
perilaku, tetapi pendidikan juga berperan juga mempunyai peran yang cukup penting
dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004)
2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan
Metode simulasi adalah pembelajaran yang memerikan kesempatan kepada
pembelajar untuk meniru suatu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari
atau berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau berkaitan dengan tanggung
jawabnya.
Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan akselerasi pemikiran dan perasaan dengan sikap dan
psikomotorik pembelajar, kemampuan pembelajar ditingkatkan dalam
keterampilan berkomunikasi sederhana dan kepekaan terhadap aksi orang lain
agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya
2. Menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang
dimainkan
3. Menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi
4. Memperoleh persepsi, pandangan ataupun mengalami perasaan kejiwaan dan
batin tertentu
6. Memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi
buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya.
Kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut:
A. Kelebihan
1. Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan
tanpa menanggung kerugian
2. Melibatkan pembelajar secara aktif dan memberikan kesempatan kepada
pembelajar terlibat secara langsung dalam kegiatan belajar dan melakukan
eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam
lingkungan yang sesungguhnya.
3. Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran
4. Belajar memahami suatu kegiatan tertentu
5. Dapat meningkatkan motivasi pembelajar
6. Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek
tidak memadai
7. Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak
dapat dilakukan dalam situasi nyata
8. Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan
berdasarkan kemungkinan yang muncul
B. Kekurangan
1. Kurang efektif untuk menyampaikan informasi umum
2. Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya kan efektif bila
dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil
3. Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat
latihan, karena diperlukan alat bantu
4. Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajaran harus melakukannya
5. Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan
situasi sebelumnya, baik dalam kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya
6. Memerlukan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002)
Dalam pelatihan metode simulasi dapat diterapkan dalam beberapa teknik
sebagai berikut: (Smeru,2006)
1. Ceramah Bergambar, adalah ceramah dengan kombinasi teknik yang
bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan dengan
ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat,
disko, pleno, penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud
disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta
melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan
pengalaman peserta. Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan
(handouts), transparansi yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang
2. Diskusi Umum (Diskusi Kelas) bertujuan untuk tukar menukar gagasan,
pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan
pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan
tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta
lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi.
Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan
berbagai teknik lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi
kelompok, permainan, dan lain-lain.
3. Curah Pendapat (Brainstorming) adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka
menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari
semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat
ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta
lain, pada penggunaan teknik curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk
ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan)
pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda.
Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan
(mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.
4. Diskusi Kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran
antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan
untuk mencapai tujuan tertentu. Teknik ini dapat membangun suasana saling
menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang
penggunaan teknik ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau
kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu
persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno.
Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang
merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil
diskusi kelompok.
5. Bermain Peran (Role-Play), merupakan teknik untuk ‘menghadirkan’
peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran-peran’ di dalam
kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta
memberikan penilaian terhadap peran tersebut. Misalnya: menilai keunggulan
maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan
saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Teknik ini
lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan
bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
6. Sandiwara, teknik ini seperti memindahkan ‘sepenggal cerita’ yang menyerupai
kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan teknik ini
ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus).
Tujuannya adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan
pada suatu tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian
masalah. Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis
7. Demonstrasi adalah teknik yang digunakan untuk membelajarkan peserta
dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan
sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta.
Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses
untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk
memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses. Biasanya, setelah
demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil,
peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat,
melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang
dikombinasikan dengan praktek adalah membuat perubahan pada ranah
keterampilan.
8. Praktek Lapangan, teknik ini bertujuan untuk melatih dan meningkatkan
kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‘lapangan’, yang bisa berarti di tempat
kerja, maupun di masyarakat. Keunggulan dari teknik ini adalah pengalaman
nyata yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat
memicu kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuannya. Sifat
teknik praktek adalah pengembangan keterampilan.
9. Permainan (Games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan
(ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah
‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi
membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme.
Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk
penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab),
dan dari jenuh menjadi riang (segar). Teknik ini diarahkan agar tujuan belajar
dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun
membahas hal-hal yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai
bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau
sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau
kejadian yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses
refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau
pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.
2.3. Teori Perubahan Perilaku
Mengubah perilaku seseorang agar dapat mengikuti keinginan yang
disampaikan tidaklah mudah. Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dari
pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktivitas dari manusia
itu sendiri. Untuk kepentingan analisis perilaku perlu diketahui apa yang dikerjakan
oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
Menurut Sarwono (1993) dan Notoatmodjo (2003), perilaku manusia
merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsang
yang masih bersifat terselubung, dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan
nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah
merupakan overt behavior.
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah
suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.
Berdasarkan batasan ini, Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan, yaitu :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu perilaku atau
usaha – usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.
b. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), yaitu upaya atau
tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Perilaku ini
mulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke pelayanan
kesehatan tradisional maupun modern.
c. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon
lingkungan, baik fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut
d. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) berupa
kecerdasan, persepsi, motivasi, minat dan emosi untuk memproses pengaruh –
pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) meliputi objek,
orang kelompok, dan hasil – hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam
mewujudkan bentuk perilakunya.
Perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif
(tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).
Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala
bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang
menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat
(overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan,
persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk – bentuk perilaku kedalam
tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan
istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Ada 6 tingkatan
pengetahuan yang tercakup dalam ranah kognitif ini, yaitu : (1). Tahu (know)
diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
telah dapat mengenterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut;
(3). Aplikasi (application), diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya pada
situasi yang lain; (4). Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/
atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen – komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui; (5). Sintesis menunjukkan
kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan
yang logis dari komponen – komponen pengetahuan yang dimiliki; (6). Evaluasi ,
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap
suatu stimulus atu objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Dengan kata lain sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2005).
Selanjutnya berdasarkan pendapat Notoadmodjo (2003), dapat dijelaskan
bahwa proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berasal dari dalam individu (internal) berupa kecerdasan, persepsi, motivasi,
minat dan emosi untuk memproses pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar
(eksternal) meluputi objek, orang kelompok, dan hasil – hasil kebudayaan yang
berisi nilai – nilai kesehatan yang berasal dari luar diri individu, cenderung dapat
mempengaruhi kondisi internal dan eksternal individu atau masyarakat.
Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Achmadi, menjelaskan
jenis sikap, yaitu : (a) Sikap positif, yang menunjukkan atau memperlihatkan
menerima, menyetujui terhadap norma – norma yang berlaku dimana individu itu
beda; (b) Sikap negative, menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap
norma – norma yang berlaku dimana individu itu berbeda. Setelah seseorang
mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau
pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan
melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya / dinilai baik.
Menurut Green (1980), dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality
of life) dapat dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya
hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan atau environment. Faktor paling besar
pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan gaya hidup serta
lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena minum air yang tidak masak
(masalah perilaku) atau seorang yang tidak merokok terkena kanker paru akibat
berada lingkungan orang yang merokok (masalah lingkungan). Faktor perilaku dan
gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya aksi dan reaksi seseorang
atau organisme terhadap lingkungan nya. Faktor perilaku akan terjadi apabila ada
rangsangan, sedangkan pola kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang
Ada 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilakku tertentu,
yaitu : (a). Faktor pemungkin ( predisposing factor), adalah faktor pemicu terhadap
perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di
dalamnya keterampilan petugas kesehatan, ketersediaan sumber daya dan komitmen
pemerintah dan masyarakat terhadap masyarakat, (b). Faktor – faktor pemudah
(reinforcing factor), adalah faktor pemicu yang menjadi dasar atau motivasi bagi
perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang,
dan (c). Faktor penguat (enabling factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat. Ketiga
faktor ini dipengaruhi oleh faktor penyuluhan (regulation) serta organisasi
(organization). Semua faktor – faktor tersebut merupakan ruang lingkup promosi
kesehatan (Green, 1980).
Anggota masyarakat yang memiliki potensi besar untuk mengubah system
nilai dan norma adalah mereka yang disebut dengan pemuka masyarakat atau tokoh
masyarakat. Tokoh masyarakat ini terdiri atas dua kategori, yaitu tokoh masyarakat
yang formal dan tokoh masyarakat yang informal. Tokoh masyarakat formal adalah
orang yang memiliki posisi menentukan dalam sistem pemerintahan (disebut juga
penentu kebijakan), seperti gubernur, bupati/walikota, anggota dewan perwakilan
rakyat, dan lain – lain. Adapun tokoh masyarakat informal ada berbagai jenis,
misalnya tokoh atau pemuka adat, tokoh atau pemuka agama, tokoh politik, tokoh
pertanian, dan lain – lain. Pemuka atau tokoh adalah seseorang yang memiliki
bagi masyarakat karena ia merupakan figur yang menonjol. Di samping itu, ia dapat
mengubah sistem nilai dan norma masyarakat secara bertahap, dengan terlebih dulu
mengubah sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya (Depkes RI,
2006).
Kemampuan penting yang harus dikuasai dalam upaya mengatasi
persoalan kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat, adalah : ketrampilan untuk
mengatur suatu masyarakat dan ketrampilan untuk merencanakan sebuah program
promosi kesehatan (McKenzie, 2007).
Sejak era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma
pembangunan kesehatan. Dengan paradigma ini berarti pembangunan kesehatan
harus lebih mengutamakan upaya – upaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian program promosi kesehatan
mendapat tempat yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan.
Berdasarkan pendapat Green (1980), dapat disimpulkan bahwa promosi
kesehatan merupakan determinan penting dari perilaku hidup sehat dalam
masyarakat. Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab mengapa
seseorang melakukan perilaku tertentu, yaitu :
1. Faktor pemungkin atau predisposing faktor, sebagai faktor pemicu perilaku
2. Faktor pemudah atau reinforcing faktor, adalah faktor dasar atau motivasi
bagi perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang
dimiliki seseorang;
3. Faktor penguat atau enabling faktor, yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat.
Teori perubahan perilaku difusi inovasi menjelaskan proses bagaimana suatu
inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang
waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan
pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is
communicated through certain channels over time among the members of a social
system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang
bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan
baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a
new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4
(empat) elemen pokok, yaitu:
(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan
individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia
adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus
(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu
memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik
penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang
lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi
dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal,
maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap
keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu
terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan
seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c)
kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan
argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori
tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap
tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.
Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1)
of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4)
kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change
agents).
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit
pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan
keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi
atau penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau
penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter
(penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam
menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah
pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah diuji oleh Rogers (1961).
1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.
Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan
ekonomi tinggi
2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang
dihormati, akses di dalam tinggi
3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi
atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum
kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders,sumberdaya terbatas.
2.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS adalah upaya memberikan
pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan
membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan bina suasana
(Social Support) advokasi dan gerakan masyarakat (Empowerment) sehingga dapat
kesehatan masyarakat. Adapun sasaran dari program PHBS tersebut mencakup lima
tatanan, yaitu : tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat
umum dan sarana kesehatan (Depkes RI, 2002 dan Depkes RI, 2006).
Menurut Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2006), PHBS di rumah
tangga adalah mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif
dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Adapun tujuan PHBS di rumah tangga
adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan dukungan dan peran aktif petugas kesehatan, petugas
lintas sektor, media massa, organisasi masyarakat, LSM, tokoh masyarakat,
tim penggerak PKK dan dunia usaha dalam pembinaan PHBS di rumah
tangga,
2. Meningkatkan kemampuan keluarga untuk melaksanakan PHBS dan
berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
Sasaran PHBS tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga
yaitu : pasangan usia subur, ibu hamil dan atau ibu menyusui, anak dan remaja, usia
lanjut, dan pengasuh anak (Depkes RI, 2006).
Indikator adalah suatu petunjuk yang membatasi fokus perhatian suatu
penilaian. Adapun indikator PHBS tatanan rumah tangga, adalah :
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, yaitu pertolongan pertama
pada persalinan balita termuda dalam rumah tangga dilakukan oleh tenaga
2. Bayi diberi ASI eksklusif, adalah bayi termuda usia 0 – 6 bulan mendapat
ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan:
3. Menimbang Balita setiap bulan, Adalah keuarga yang menimbangkan
Balitanya ke Posyandu setiap bulannya.
4. Ketersediaan air bersih, adalah rumah tangga yang memiliki akses terhadap
air bersih dan menggunakannya untuk kebutuhan sehari – hari yang berasal
dari air dalam kemasan, air leding, air sumur terlindung dan penampungan
air hujan. Sumber air pompa, sumur dan mata air terlindung berjarak minimal
10 meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah.
5. Ketersediaan jamban sehat, adalah rumah tangga yang memiliki atau
menggunakan jamban leher angsa dengan tangki septik atau lubang
penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir;
6. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Setai Anggota keluarga
mencuci tangan pakai sabun setelah melakukan buang air besar, memegang
uang, memegang binatang, berkebun menceboki bayi, sebelum makan,
sebelum menyusui.
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu,
8. Tidak merokok di dalam rumah, adalah penduduk/anggota keluarga umur 10
tahun keatas tidak merokok di dalam rumah selama ketika berada bersama
9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari, adalah penduduk/anggota keluarga
umur 10 tahun keatas dalam 1 minggu terakhir melakukan aktifitas fisik
(sedang maupun berat) minimal 30 menit setiap hari.
10. Makan buah dan sayur setiap hari, adalah anggota rumah tangga umur 10
tahun keatas yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran
atau sebaliknya setiap hari dalam 1 minggu terakhir (Depkes RI, 2006).
Pada Renstra Depkes 2005 – 2009, PHBS merupakan salah satu program
prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2006).
2.4. Strategi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep
pendidikan, sejak mulai dilaksanakan konsep promosi kesehatan di Indonesia, banyak
upaya telah dilakukan. Yang terpenting adalah diterbitkannya kebijakan teknis
promosi kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan program promosi kesehatan baik
di pusat maupun di daerah. Kebijakan kebijakan yang telah berhasil dikembangkan
antara lain adalah. (1) Perilaku sehat sebagai salah satu vilar dari visi Indonesia,
(2) Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu subsistim dari sistem kesehatan
nasional, (3) Penyuluhan perilaku sehat sebagai salah satu standar pelayanan minimal
bidang kesehatan untuk kabupaten/kota, (4) Promosi kesehatan sebagai salah satu
pelayanan wajib bagi puskesmas, (5) Kebijakan perkuatan social dalam rangka
(7) Kebijakan penyelenggaraan kabupaten/kota sehat, (8) Kebijakan program langit
biru.( Depkes RI,2005)
Committee on Health Education and Promotion Terminology yang dikutip
oleh McKenzie (2007) menyatakan bahwa promosi kesehatan sebagai kombinasi
terencana apapun dari mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun
mekanisme organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang
kondusif untuk kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Pada Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk,
dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Dalam melaksanakan promosi kesehatan tidak terlepas dari perilaku.
Perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan
norma, melainkan juga dimensi ekonomi. Sistem nilai dan norma merupakan rambu –
rambu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sistem nilai
dan norma “dibuat” oleh masyarakat untuk dianut oleh individu – individu anggota
masyarakat tersebut. Namun demikian sistem nilai dan norma, sebagai sistem sosial,
adalah sesuatu yang dinamis. Artinya, sistem nilai dan norma suatu masyarakat akan
berubah mengikuti perubahan – perubahan lingkungan dari masyarakat yang
Hasil Konferensi Internasional ke-4 tentang Promosi kesehatan, yang
dikutip oleh Liliweri (2007), menyatakan bahwa prioritas promosi kesehatan dalam
abad 21 adalah ; (1). Mempromosikan tanggung jawab sosial bagi kesehatan; (2).
Meningkatkan modal untuk pengembangan kesehatan; (3). Konsolidasi dan perluasan
kemitraan untuk kesehatan; (4) Meningkatkan kapasitas komunitas dan memperkuat
individu dan ; (5) Melindungi keamanan infrastruktur promosi kesehatan.
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah mentapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan,
yaitu (1) gerakan pemberdayaan masyarakat (2) bina suasana dan (3) advokasi, yang
diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI,
2006).
1. Advokasi
Menurut Notoadmodjo (2003) yang mengutip pendapat Hopkins, definisi
advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam –
macam bentuk komunikasi persuasive. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau
proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari
pihak – pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi
diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam
bentuk peraturan perundang – undangan), dana, sarana, dan lain – lain sejenis.
Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang
pemerintah. Juga dapat berupa tokoh – tokoh masyarakat informal seperti tokoh
agama, tokoh adat, dan lain – lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu
“kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya. Tidak boleh dilupakan pula tokoh – tokoh
dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana
non-pemerintah, swasta maupun pemuka masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
2. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang – orang yang
menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain – lain, dan
bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya
dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu
dilakukan Bina Suasana (Depkes RI, 2006).
Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana, yaitu
(1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan (3) Pendekatan Masyarakat
Umum (Depkes RI, 2006), dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui
pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif
menjadi individu – individu panutan dalam hal perilaku yang sedang
diperkenalkan dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang
sedang diperkenalkan tersebut misalnya seorang pemuka agama yang rajin
melaksanakan 3 M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah
munculnya wabah demam berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan
agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi
guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
2. Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok – kelompok dalam
masyarakat, seperti, pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga
(RW), kelompok keagamaan, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi
wanita, organisasi siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, dan lain – lain.
Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama – sama dengan
pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Diharapkan kelompok –
kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang
diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini
dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku
yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak – pihak yang terkait, dan
atau melakukan control sosial terhadap individu – individu anggotanya.
3. Bina Suasana Masyarakat Umum, dilakukan terhadap masyarakat umum
dengan membina dan memanfaatkan media – media komunikasi, seperti radio,
pendapat umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media – media massa
tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.
Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai
pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu – individu anggota
masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang
sedang diperkenalkan. Strategi bina suasana dilakukan melalui : (1)
Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan mengembangkan kerja
sama lintas sektor termasuk organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda,
wanita serta kelompok media massa; dan (2) Pengembangan penyelenggaraan
penyuluhan, mengembangkan media dan sarana, mengembangkan metode dan
teknik serta hal – hal lain yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan.
3. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoadmodjo, 2003).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta
kelompok masyarakat. Dalam mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar,
kuncinya terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami bahwa
sesuatu (misalnya diare) adalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang orang
masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih
lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya
harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan
(Depkes RI, 2006).
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan
fakta – fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan
harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat
dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan;
misalnya tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah
terserang diare karena perilaku yang dipraktikkannya (Depkes RI, 2006).
Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu
melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini
kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali
dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian
masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community
development).
Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan
serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai
Lembaga – lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan
atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara
mereka maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan
Menurut Azwar (1996), Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional
yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang menyelenggarakan kegiatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Puskesmas mempunyai tiga fungsi utama dalam menjalankan kegiatannya, yaitu : (1)
Pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, (2) Pusat pelayanan
kesehatan strata pertama dan (3) Pusat pemberdayaan masyarakat.
Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, puskesmas harus selalu
berupaya agar individu, keluarga dan masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk melayani diri sendiri dan masyarakat di bidang kesehatan dengan
memperhatikan kondisi dan situasi perilaku sosial budaya masyarakat setempat
(Depkes, 2006).
2.4. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka peneliti dapat merumuskan
beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Pelatihan dengan
metede simulasi adalah suatu metode efektif dalam meningkatkan pengetahuan
objek/sasaran, di mana ada interaksi antara fasilitator (penyampai informasi) dengan
objek (penerima informasi) dengan objek (penerima informasi).
Menurut Rogers dan Shoemaker (1978) dapat disimpulkan bahwa, proses
proses yang panjang, proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1)
mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian
terhadap ide itu (interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba
memakainya (tried), dan kalau menyukainya maka; 5) menerima ide baru (adoption).
Dalam penelitian ini, dari teori tersebut hanya tiga tahap awal saja yang
menjadi ruang lingkupnya. Dengan pelatihan dengan metode simulasi memberikan
pengetahuan atau ide baru (awareness) sehingga tokoh masyarakat tertarik untuk
melakukan pembahasan (interest) dan memberikan penilaian atau mengemukakan
sikapnya terhadap pengetahuan tersebut (evaluation).
Secara skematis, proses Adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:
Early Adaptor
Later Adaptor