• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tokoh Masyarakat Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga Di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tokoh Masyarakat Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga Di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH

DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI

KANAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

TESIS

Oleh

BURHANUDDIN HARAHAP 087033015/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH

DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI

KANAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BURHANUDDIN HARAHAP 087033015/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT

TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI KANAN, KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN Nama Mahasiswa : Burhanuddin Harahap Nomor Induk Mahasiswa : 087033015

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Dra. Syarifah, M.S) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji pada Tanggal: 28 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Dra. Tukiman, M.K.M

(5)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH MASYARAKAT TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH

DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PUSKESMAS LANGGA PAYUNG KECAMATAN SUNGAI

KANAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diajukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 28 Juli 2010

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini dengan judul “Efektivitas Metode Simulasi terhadap

Pengetahuan dan Sikap Tokoh Masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan Tahun 2010“

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan

bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Dra. Syarifah, M.S dengan

(7)

telah memberikan perhatian dukungan dan pengarahan sejak awal penulisan

hingga selesai Tesis ini.

4. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

5. Drs. Tukiman, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes sebagai tim

penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini

lebih baik.

6. Istriku Maris Simamora dan anak-anak tercinta, Elisa Rebecca Harahap, Barto

Rollan Harahap, Apriana Harahap, Raja Pardomuan Harahap atas segala

dukungan, kesabaran dan pengertiannnya.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan

dr. Pardamean S. M.Kes (sekretaris) yang memberikan izin penelitian.

8. Drg. Zuniarti sebagai Kepala Puskesmas Langga Payung dan jajarannya yang

membantu melaksanakan pelatihan dengan metode simulasi.

9. Daniel H. Manurung, S.K.M, M.M dan Drg. Jubeltim Lumbangaol, M.Kes

sebagai fasilitator dalam pelatihan PHBS

10.Para Tokoh Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Langga Payung yang

telah membantu peneliti dalam pengumpulan data

11.Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi

(8)

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

dukungan moril dan materil kepada penulis.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan

yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat

mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, 28 Juli 2010

(9)

RIWAYAT HIDUP

Burhanuddin Harahap, lahir di Gunung Tua Baru Kabupaten Tapanuli

Selatan pada tanggal 23 April 1962, anak ke-6 dari 6 bersaudara. Pada saat ini

bertempat tinggal di Rantau Parapat Kabupaten Labuhanbatu.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1974 di SD Negeri Gunung Tua,

selanjutnya di SMP Negeri 1 Gunung Tua tamat tahun 1977. Kemudian melanjutkan

sekolah di SMA Negeri 1 Gunung Tua tamat tahun 1982 dan sekolah LCPK tahun

1984. Dan melanjutkan pendidikan DIII Keperawatan di Kabupaten Labuhan Batu

tamat tahun 2004 dan telah menyelesaikan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat

pada tahun 2006 pada Stikes Sumatera Utara di Medan.

Penulis menikah pada tahun 1988, dan dikaruniai 4 orang anak dan penulis

bekerja sebagai PNS pada Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Utara hingga

saat ini.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(10)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...11

2.1. Pendidikan Kesehatan ...11

2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan ...12

2.3. Teori Perubahan Perilaku ...18

2.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat...29

2.5. Strategi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat...31

2.6. Landasan Teori ...39

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ...41

BAB III METODE PENELITIAN ...42

3.1. Jenis Penelitian ...42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...43

3.3. Populasi dan Sampel...43

3.4. Metode Pengumpulan Data ...45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ...45

3.5.1 Variabel Penelitian ...45

3.5.2 Definisi Operasional ...45

3.6. Metode Pengukuran...46

(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN...49

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ...49

4.2. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian...50

4.3. Analisis Univariat...50

4.3.1. Karakteristik Tokoh Masyarakat ...51

4.3.2. Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Simulasi ...53

4.3.3. Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum Intervensi...54

4.3.4. Gambaran Pengetahuan Setelah Intervensi Simulasi ...55

4.3.5. Pengetahuan Tokoh Masyarakat Setelah Intervensi ...56

4.3.6. Gambaran Sikap Sebelum Intervensi Simulasi...57

4.3.7. Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum Intervensi ...59

4.3.8. Gambaran Sikap Setelah Intervensi Simulasi ...60

4.3.9. Sikap Tokoh Masyarakat Setelah Intervensi ...63

4.4. Analisa Bivariat ...64

4.4.1. Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi ...64

4.4.2. Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi ...65

BAB V PEMBAHASAN...67

5.1. Gambaran Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...67

5.2. Gambaran Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...69

5.3 Perbedaan Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...72

5.4. Perbedaan Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ...74

5.5. Efektivitas Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Tokoh Masyarakat ...76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...78

6.1. Kesimpulan...78

6.2. Saran ...78

(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Distribusi Jumlah Sampel pada masing-masing Kelurahan ...44 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tokoh Masyarakat di

Wilayah Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu

Selatan...51 4.2. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Pengetahuan

setelah Intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di

Wilayah Puskesmas Langga Payung...53 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum Intervensi Simulasi

pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga Payung

Kabupaten Labuhanbatu Selatan...54 4.4. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Pengetahuan

setelah Intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di

Wilayah Puskesmas Langga Payung...55 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Setelah Intervensi Simulasi

pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga Payung

Kabupaten Labuhanbatu Selatan... 56 4.6. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Sikap

sebelum intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu

Selatan...57 4.7. Distribusi Frekuensi Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum Intervensi

Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga

Payung Kabupaten Labuhanbatu Selatan ...60 4.8. Distribusi Tokoh Masyarakat Berdasarkan Indikator Sikap

setelah Intervesi Simulasi tentang PHBS tatanan rumah tangga di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu

Selatan...61 4.9. Distribusi Frekuensi Sikap Tokoh Masyarakat Sesudah Intervensi

Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah Puskesmas Langga

Payung Kabupaten Labuhanbatu Selatan ...63 4.10. Perbedaan Pengetahuan Tokoh Masyarakat Sebelum dan

Sesudah Intervensi Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah

Puskesmas Langga Payung Kabupaten Labuhanbatu Selatan...64 4.11. Perbedaan Sikap Tokoh Masyarakat Sebelum dan Sesudah

Intervensi Simulasi pada Tokoh Masyarakat di Wilayah

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 82

2. Master Data... 88

3. Output Uji Instrumen... 96

4. Modul Pelatihan... 102

5. Bahan Pelatihan ... 109

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran kemauan

dan kemampuan bagi setiap orang dalam mewujudkan drajat kesehatan masyarakat

yang optimal. Dalam mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan kebijakan dan Visi “

Indonesia Sehat “ yang terdiri dari tiga pilar yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat

dan pelayanan kesehatan yang bermutu.

Upaya perubahan perilaku sehat telah dilaksanakan melalui program

Pendidikan Kesehatan (Health Education) atau Penyuluhan Kesehatan Masyarakat,

yang kemudian berkembang menjadi Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan

merupakan upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,

oleh dan bersama masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri serta

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat dalam upaya kesehatan,

sesuai dengan sosial budaya setempat.

Menurut pendapat para ahli (seperti Muninjaya, 2004; McKenzie, 2007)

dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan sebagai kombinasi terencana dari

mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun mekanisme

organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang kondusif untuk

kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Promosi kesehatan adalah upaya

(16)

dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta

mengembangkan kegiatan yang didukung oleh sumberdaya masyarakat, sesuai sosial

budaya setempat, dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Menurut pendapat McKenzie (2007) dan Sarwono (2004), dapat

disimpulkan bahwa untuk mengatasi persoalan kesehatan yang dihadapi oleh

masyarakat, ada dua kemampuan penting yang harus dikuasai, yaitu ketrampilan

untuk mengatur suatu masyarakat dan ketrampilan untuk merencanakan sebuah

program promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai kekuatan untuk merubah

perilaku masyarakat. Perilaku merupakan reaksi individu terhadap stimulus yang

berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (berfikir,

berpendapat, bersikap) dan aktif (melakukan tindakan). Dengan demikian promosi

kesehatan dapat menjadi faktor penting dalam perubahan perilaku masyarakat menuju

perilaku hidup sehat, baik dalam ukuran sifat perilaku pasif maupun perilaku aktif.

Kebijakan nasional promosi kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar

promosi kesehatan yaitu penggerakan dan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi,

dan ketiga strategi tersebut diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana

komunikasi yang tepat. Kebijakan nasional promosi kesehatan sangat diperlukan di

era desentralisasi agar upaya promosi kesehatan di semua tingkatan administrasi

berjalan selaras dan sinergis. Kebijakan nasional promosi kesehatan ini dapat

dimamfaatkan sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan upaya promosi

kesehatan di pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Promosi kesehatan juga berperan

(17)

kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Dengan demikian dapat dikatakan dari Visi

tersebut diatas yaitu pilar Perilaku Sehat. Kebijakan nasional promosi kesehatan

diharapkan dapat berfungsi sebagai acuan bagi penyelenggaraan kegiatan promosi

kesehatan dan program-program kesehatan lainnya.

Program promosi kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan di

bidang kesehatan yang merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu

memelihara dan meningkatkan kesehatannnya melalui peningkatan perilaku hidup

bersih dan sehat. Oleh karena itu Dinas kesehatan Kabupaten /Kota merupakan

penanggung jawab promosi kesehatan di tingkat kabupaten serta bertugas

mengkoordinasikan, meningkatkan dan membina pemberdayaan masyarakat yang

diselenggarakan oleh puskesmas, rumah sakit dan sarana-sarana kesehatan lain

diwilayahnya (Depkes RI, 2006).

Tiga strategi dasar promosi kesehatan yaitu pemberdayaan, bina suasana dan

advokasi pada dasarnya mengharapkan peran aktif masyarakat untuk menyelesaikan

permasalahan kesehatan di wilayahnya dengan melakukan perubahan perilaku hidup

bersih dan sehat. Ketiga stategi diatas tidak akan terlaksana dengan baik tanpa ada

dukungan dari tokoh masyarakat yang merupakan early adapter atau pengadosi awal

yang merupakan acuan bagi masyarakat lain dalam mengadopsi nilai-nilai dari

promosi kesehatan.

Perilaku hidup bersih dan sehat hakikatnya adalah dasar pencegahan

(18)

orang. Prinsip perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ini menjadi salah satu

landasan dan program pembangunan kesehatan di Indonesia.

Peningkatan PHBS dilaksanakan melalui 5 tatanan, diantaranya adalah

tatanan rumah tangga. Terdapat 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga, yaitu : (1)

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, (2) Bayi diberi ASI ekslusif, (3)

Menimbang balita setiap bulan, (4) Ketersediaan air bersih, (5) Ketersediaan jamban

sehat, (6) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, (7) Membasmi jenjik di

rumah sekali seminggu, (8) Tidak merokok di dalam rumah, (9) Melakukan aktifitas

fisik setiap hari, dan (10) Makan buah dan sayur setiap hari. Keberhasilan program

PHBS tatanan rumah tangga, didasarkan kepada 10 indikator yang dibagi menjadi 4

tingkatan atau kategori : Sehat I, Sehat II, Sehat III, Sehat IV; dengan target

pemerintah yaitu tercapainya penduduk Indonesia yang ber – PHBS pada tingkat

Sehat IV (Depkes RI, 2008).

Tingkat keberhasilan PHBS di Indonesia cenderung belum maksimal. Hasil

Survei Kesehatan Nasional (2004), menunjukkan bahwa : (1) Cakupan penolong

persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 64%, dengan target nasional 90%, (2) Bayi

diberi ASI eksklusif 39,5%, dengan target nasional 80%, (3) Cakupan JPKM 19%,

target nasional 80%, (4) Jenis sumber air yang paling banyak digunakan adalah air

sumur terlindung sebesar 35% dan ketersediaan air bersih 81%, target nasional 85%;

(5) Rumah tangga yang menggunakan jamban sehat 49%, target nasional 80%; (6)

Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni 35% dengan targer nasional 80%; (7)

(19)

Indonesia yang tidak merokok dalam rumah; (9) Hanya 18% penduduk yang

melakukan aktifitas fisik; (10) Hanya 16% yang makan buah dan sayur setiap hari.

Survei Kesehatan Nasional (2004) menunjukkan bahwa pencapaian rumah

yang melaksanakan PHBS (klasifikasi IV) baru berkisar 24,38 %. Di Sumatera Utara,

rumah tangga yang ber PHBS baru mencapai 55,32 %. Salah satu kabupaten yang

termasuk rendah dalam rangka pelaksanaan rumah tangga yang ber-PHBS adalah

Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan tingkat pencapaian 13,49 %, masih jauh dari

target minimal pemerintah, yaitu 65 % pada tahun 2010.

Cakupan promosi kesehatan tentang program PHBS di Kabupaten

Labuhanbatu merupakan salah satu yang terendah di propinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2007) dan berdasarkan

profil kesehatan Kabupaten Labuhanbatu (2007), di ketahui cakupan promosi

kesehatan tentang program PHBS Kabupaten Labuhanbatu, antara lain : pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan 76,02%; bayi diberi ASI Eksklusif 43,72%;

mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 37,41%; ketersediaan air bersih

75,00%; ketersediaan jamban sehat 52,7%; kesesuaian luas lantai dengan jumlah

penghuni/menggunakan ruangan bergabung 46,01%; lantai rumah bukan lantai tanah

50,88%, 91,35% penduduk yang merokok melakukannya di dalam rumah; melakukan

aktifitas fisik sedang setiap hari 38,19%; pada indikator makan buah dan sayur setiap

hari dijumpai 11,15% masyarakat yang mengkonsumsi buah; dan 86,58%

(20)

Salah satu kecamatan yang mempunyai cakupan rumah tangga yang tidak

ber – PHBS di Kabupaten Labuhanbatu Selatan adalah kecamatan Sungai Kanan

wilayah Puskesmas Langga Payung (dari 5 kecamatan), berdasarkan profil kesehatan

Kabupaten Labuhanbatu Selatan (2009)

Promosi kesehatan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten

Labuhanbatu Selatan, dibiayai dengan dana yang relative terbatas, sebab proporsi

anggaran kesehatan baru mencapai 6,2% dari total APBD, masih jauh dari target 15%

dari APBD sesuai rekomendasi Depkes RI. Pelaksanaan promosi kesehatann juga

mendapat dukungan dari organisasi non pemerintah, khususnya dari USAID denga

Health Service Programe (HSP), dalam program kesehatan seperti program cuci

tangan pakai sabun dalam peningkatan program PHBS. Namun seluruh upaya ini

belum mampu memenuhi target capaian tersebut (Dinas Kesehatan Kabupaten

Labuhanbatu Selatan, 2007).

Saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan memprioritaskan

promosi kesehatan di bidang program PHBS, pada tatanan rumah tangga dengan

menerapkan strategi pencapaian PHBS melalui kegiatan : Bina suasana, Advokasi

dan Gerakan pemberdayaan masyarakat. Promosi kesehatan PHBS pada tatanan

rumah tangga menjadi salah satu tugas pokok Puskesmas (Dinkes Labuhanbatu,

2007).

Ketiga strategi pencapaian PHBS ini memiliki kesamaan pada sasaran

awalnya yaitu melakukan pendekatan kepada stakeholders atau tokoh masyarakat

(21)

dilakukan upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan

komitmen dan dukungan dari tokoh masyrakat formal maupun informal

(stakeholders). Pada strategi bina suasana dilakukan upaya menciptakan opini atau

lingkungan yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan

perilaku yang diperkenalkan, dimana pendekatan awal dilakukan adalah Bina

Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat agar mereka akan

menjadi panutan dan menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang

sedang diperkenalkan. Pada strategi pemberdayaan dilakukan upaya pemberian

informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan

sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu

menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude),

dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek

practice), tentunya peran penting tokoh masyarakat untuk terus memotivasi dan

mengerakkan kelompok-kelompok dalam masyarakat sangat di perlukan dalam

proses pemberdayaan masyarakat.

Melihat pentingnya peran tokoh masyarakat, langkah awal yang harus

dilakukan adalah peningkatan pengetahuan dan pemahaman secara individu bagi

tokoh masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Tokoh masarakat

memiliki pemahaman yang komprehensif tentang PHBS tatanan rumah tangga,

sehingga mudah untuk menyampaikan kepada masyarakat.

Upaya pendidikan kesehatan yang dilakukan kepada tokoh masyarakat

(22)

kepada orang belum dewasa. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara

penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan, dan mengemukakan

pengalaman-pengalamannya dalam hal yang sedang dibahas.

Pada tahun 2008, Puskesmas Langga Payung telah melaksanakan pelatihan

kepada 30 orang tokoh masyarakat dengan metode ceramah dan diskusi. Namun

pelatihan ini belum memberi dampak lebih untuk peningkatan pelaksanaa PHBS di

wilayah Puskesmas tersebut. Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang

sering dilakukan misalnya penyuluhan dan ceramah, namun kenyataan metode ini

bersifat satu arah, monoton, dan cendrung membosankan, apalagi bagi oarang

dewasa, sehingga belum memberika kontribusi pengetahuan yang memadai. Maka

perlu dilakukan metode lain seperti simulasi, metode ini lebih bersifat dinamis, tidak

monoton, melibatkan objek secara menyeluruh dan aktif, serta berdasarkan analisa

kasus.

Hasil penelitian Buyung (2007) telah membuktikan dengan metode simulasi

memberi perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang

kesehatan reproduksi pada siswa SMU Angkola Tapanuli Selatan. Sejalan dengan

penelitian Firman Syah (2005) bahwa terdapat hubungan signifikan metode simulasi

dan peer education dengan perilaku siswa terhadap penggunaan narkoba dan sex

bebas pada remaja SMU di Kota Sibolga

Metode simulasi memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk meniru

suatu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang

(23)

menjalankan tugasnya. Sehingga pembelajar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap,

kemampuan komunikasi, kepedulian terhadap lingkungan dan lebih menghayati

berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan.

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

evektivitas metode simulasi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap tokoh

masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di

wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten

Labuhanbatu Selatan

Diharapkan hasil analisis ini dapat memberi kontribusi bagi pemecahan

masalah PHBS di lokasi penelitian, dan dapat memberi kontribusi bagi

pengembangan pengetahuan strategi dan managemen promosi kesehatan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan

penelitian, yaitu: bagaimana efektivitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan

sikap tokoh masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan

rumah tangga di wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan,

Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas metode simulasi

(24)

Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di wilayah Puskesmas Langga Payung

Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1.4. Hipotesis Penelitian

Adanya efektivitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap tokoh

masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di

wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten

Labuhanbatu Selatan

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat, sebagai berikut :

1.5.1.Sebagai masukan untuk Dinas Kesehatan dalam menyusun program

promosi kesehatan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan

PHBS.

1.5.2.Masukan untuk Puskesmas untuk memilih metode yang baik dan efektif

dalam promosi kesehatan dalam kegiatan PHBS.

1.5.3.Diharapkan dapat memberi masukan dalam pengembangan konsep dalam

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

Konsep dasar pendidikan adalah proses belajar yang berarti dalam pendidikan

itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang

lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu, kelompok atau masyarakat

dari tidak tahu nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu

mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri. Selanjutnya dalam kegiatan belajar

terdapat tiga persoalan pokok yang saling berkait yaitu: (Notoatmodjo, 2004)

1. Persoalan masukan (input) yang menyangkut sasaran belajar itu sendiri dan

latar belakangnya.

2. Proses (process) yaitu mekanisme dan interakasi terjadinya perubahan

kemampuan pada diri subjek belajar, dalam proses ini terjadi pengaruh timbal

balik antara berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar, metode dan

teknik belajar, alat bantu belajar dan materi yang dipelajari.

3. Keluaran (output) merupan hasil dari proses belajar.

Pendidikan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik

individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan

yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan

mempunyai unsur masukan-masukan yang telah diolah dengan teknik-teknik tertentu

(26)

tersebut. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang

dinamis. Tidak dapat disangkal pendidikan bukanlah satu-satunya cara mengubah

perilaku, tetapi pendidikan juga berperan juga mempunyai peran yang cukup penting

dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004)

2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan

Metode simulasi adalah pembelajaran yang memerikan kesempatan kepada

pembelajar untuk meniru suatu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari

atau berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau berkaitan dengan tanggung

jawabnya.

Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan akselerasi pemikiran dan perasaan dengan sikap dan

psikomotorik pembelajar, kemampuan pembelajar ditingkatkan dalam

keterampilan berkomunikasi sederhana dan kepekaan terhadap aksi orang lain

agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya

2. Menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang

dimainkan

3. Menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi

4. Memperoleh persepsi, pandangan ataupun mengalami perasaan kejiwaan dan

batin tertentu

(27)

6. Memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi

buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya.

Kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut:

A. Kelebihan

1. Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan

tanpa menanggung kerugian

2. Melibatkan pembelajar secara aktif dan memberikan kesempatan kepada

pembelajar terlibat secara langsung dalam kegiatan belajar dan melakukan

eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam

lingkungan yang sesungguhnya.

3. Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran

4. Belajar memahami suatu kegiatan tertentu

5. Dapat meningkatkan motivasi pembelajar

6. Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek

tidak memadai

7. Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak

dapat dilakukan dalam situasi nyata

8. Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan

berdasarkan kemungkinan yang muncul

(28)

B. Kekurangan

1. Kurang efektif untuk menyampaikan informasi umum

2. Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya kan efektif bila

dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil

3. Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat

latihan, karena diperlukan alat bantu

4. Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajaran harus melakukannya

5. Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan

situasi sebelumnya, baik dalam kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya

6. Memerlukan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002)

Dalam pelatihan metode simulasi dapat diterapkan dalam beberapa teknik

sebagai berikut: (Smeru,2006)

1. Ceramah Bergambar, adalah ceramah dengan kombinasi teknik yang

bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan dengan

ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat,

disko, pleno, penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud

disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta

melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan

pengalaman peserta. Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan

(handouts), transparansi yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang

(29)

2. Diskusi Umum (Diskusi Kelas) bertujuan untuk tukar menukar gagasan,

pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan

pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan

tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta

lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi.

Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan

berbagai teknik lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi

kelompok, permainan, dan lain-lain.

3. Curah Pendapat (Brainstorming) adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka

menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari

semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat

ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta

lain, pada penggunaan teknik curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk

ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan)

pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda.

Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan

(mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.

4. Diskusi Kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran

antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan

untuk mencapai tujuan tertentu. Teknik ini dapat membangun suasana saling

menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang

(30)

penggunaan teknik ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau

kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu

persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno.

Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang

merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil

diskusi kelompok.

5. Bermain Peran (Role-Play), merupakan teknik untuk ‘menghadirkan’

peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran-peran’ di dalam

kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta

memberikan penilaian terhadap peran tersebut. Misalnya: menilai keunggulan

maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan

saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Teknik ini

lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan

bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

6. Sandiwara, teknik ini seperti memindahkan ‘sepenggal cerita’ yang menyerupai

kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan teknik ini

ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus).

Tujuannya adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan

pada suatu tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian

masalah. Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis

(31)

7. Demonstrasi adalah teknik yang digunakan untuk membelajarkan peserta

dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan

sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta.

Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses

untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk

memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses. Biasanya, setelah

demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil,

peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat,

melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang

dikombinasikan dengan praktek adalah membuat perubahan pada ranah

keterampilan.

8. Praktek Lapangan, teknik ini bertujuan untuk melatih dan meningkatkan

kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang

diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‘lapangan’, yang bisa berarti di tempat

kerja, maupun di masyarakat. Keunggulan dari teknik ini adalah pengalaman

nyata yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat

memicu kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuannya. Sifat

teknik praktek adalah pengembangan keterampilan.

9. Permainan (Games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan

(ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah

‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi

(32)

membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme.

Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk

penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab),

dan dari jenuh menjadi riang (segar). Teknik ini diarahkan agar tujuan belajar

dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun

membahas hal-hal yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai

bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau

sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau

kejadian yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses

refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau

pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.

2.3. Teori Perubahan Perilaku

Mengubah perilaku seseorang agar dapat mengikuti keinginan yang

disampaikan tidaklah mudah. Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dari

pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktivitas dari manusia

itu sendiri. Untuk kepentingan analisis perilaku perlu diketahui apa yang dikerjakan

oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak

(33)

Menurut Sarwono (1993) dan Notoatmodjo (2003), perilaku manusia

merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan

lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsang

yang masih bersifat terselubung, dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan

nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah

merupakan overt behavior.

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah

suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.

Berdasarkan batasan ini, Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan, yaitu :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu perilaku atau

usaha – usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak

sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.

b. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), yaitu upaya atau

tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Perilaku ini

mulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke pelayanan

kesehatan tradisional maupun modern.

c. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon

lingkungan, baik fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut

(34)

d. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) berupa

kecerdasan, persepsi, motivasi, minat dan emosi untuk memproses pengaruh –

pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) meliputi objek,

orang kelompok, dan hasil – hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam

mewujudkan bentuk perilakunya.

Perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus

yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif

(tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala

bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang

menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat

(overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan,

persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk – bentuk perilaku kedalam

tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan

istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Ada 6 tingkatan

pengetahuan yang tercakup dalam ranah kognitif ini, yaitu : (1). Tahu (know)

diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya

(35)

telah dapat mengenterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut;

(3). Aplikasi (application), diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya pada

situasi yang lain; (4). Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen – komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui; (5). Sintesis menunjukkan

kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan

yang logis dari komponen – komponen pengetahuan yang dimiliki; (6). Evaluasi ,

berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap

suatu stimulus atu objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Dengan kata lain sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2005).

Selanjutnya berdasarkan pendapat Notoadmodjo (2003), dapat dijelaskan

bahwa proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang berasal dari dalam individu (internal) berupa kecerdasan, persepsi, motivasi,

minat dan emosi untuk memproses pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar

(eksternal) meluputi objek, orang kelompok, dan hasil – hasil kebudayaan yang

(36)

berisi nilai – nilai kesehatan yang berasal dari luar diri individu, cenderung dapat

mempengaruhi kondisi internal dan eksternal individu atau masyarakat.

Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Achmadi, menjelaskan

jenis sikap, yaitu : (a) Sikap positif, yang menunjukkan atau memperlihatkan

menerima, menyetujui terhadap norma – norma yang berlaku dimana individu itu

beda; (b) Sikap negative, menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap

norma – norma yang berlaku dimana individu itu berbeda. Setelah seseorang

mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau

pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan

melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya / dinilai baik.

Menurut Green (1980), dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality

of life) dapat dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya

hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan atau environment. Faktor paling besar

pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan gaya hidup serta

lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena minum air yang tidak masak

(masalah perilaku) atau seorang yang tidak merokok terkena kanker paru akibat

berada lingkungan orang yang merokok (masalah lingkungan). Faktor perilaku dan

gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya aksi dan reaksi seseorang

atau organisme terhadap lingkungan nya. Faktor perilaku akan terjadi apabila ada

rangsangan, sedangkan pola kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang

(37)

Ada 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilakku tertentu,

yaitu : (a). Faktor pemungkin ( predisposing factor), adalah faktor pemicu terhadap

perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di

dalamnya keterampilan petugas kesehatan, ketersediaan sumber daya dan komitmen

pemerintah dan masyarakat terhadap masyarakat, (b). Faktor – faktor pemudah

(reinforcing factor), adalah faktor pemicu yang menjadi dasar atau motivasi bagi

perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang,

dan (c). Faktor penguat (enabling factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat. Ketiga

faktor ini dipengaruhi oleh faktor penyuluhan (regulation) serta organisasi

(organization). Semua faktor – faktor tersebut merupakan ruang lingkup promosi

kesehatan (Green, 1980).

Anggota masyarakat yang memiliki potensi besar untuk mengubah system

nilai dan norma adalah mereka yang disebut dengan pemuka masyarakat atau tokoh

masyarakat. Tokoh masyarakat ini terdiri atas dua kategori, yaitu tokoh masyarakat

yang formal dan tokoh masyarakat yang informal. Tokoh masyarakat formal adalah

orang yang memiliki posisi menentukan dalam sistem pemerintahan (disebut juga

penentu kebijakan), seperti gubernur, bupati/walikota, anggota dewan perwakilan

rakyat, dan lain – lain. Adapun tokoh masyarakat informal ada berbagai jenis,

misalnya tokoh atau pemuka adat, tokoh atau pemuka agama, tokoh politik, tokoh

pertanian, dan lain – lain. Pemuka atau tokoh adalah seseorang yang memiliki

(38)

bagi masyarakat karena ia merupakan figur yang menonjol. Di samping itu, ia dapat

mengubah sistem nilai dan norma masyarakat secara bertahap, dengan terlebih dulu

mengubah sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya (Depkes RI,

2006).

Kemampuan penting yang harus dikuasai dalam upaya mengatasi

persoalan kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat, adalah : ketrampilan untuk

mengatur suatu masyarakat dan ketrampilan untuk merencanakan sebuah program

promosi kesehatan (McKenzie, 2007).

Sejak era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

pembangunan kesehatan. Dengan paradigma ini berarti pembangunan kesehatan

harus lebih mengutamakan upaya – upaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikan

upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian program promosi kesehatan

mendapat tempat yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan.

Berdasarkan pendapat Green (1980), dapat disimpulkan bahwa promosi

kesehatan merupakan determinan penting dari perilaku hidup sehat dalam

masyarakat. Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab mengapa

seseorang melakukan perilaku tertentu, yaitu :

1. Faktor pemungkin atau predisposing faktor, sebagai faktor pemicu perilaku

(39)

2. Faktor pemudah atau reinforcing faktor, adalah faktor dasar atau motivasi

bagi perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang

dimiliki seseorang;

3. Faktor penguat atau enabling faktor, yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat.

Teori perubahan perilaku difusi inovasi menjelaskan proses bagaimana suatu

inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang

waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan

pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is

communicated through certain channels over time among the members of a social

system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang

bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan

baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a

new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4

(empat) elemen pokok, yaitu:

(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.

Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan

individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia

adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus

(40)

(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber

kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu

memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik

penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi

kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang

lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi

dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal,

maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai

memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap

keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu

terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan

seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c)

kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam

kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan

argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori

tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap

tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.

Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1)

(41)

of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4)

kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change

agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:

1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit

pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan

keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi

2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil

keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik

3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil

keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi

atau penolakan sebuah inovasi.

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit

pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil

keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau

penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter

(penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam

menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah

pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah diuji oleh Rogers (1961).

(42)

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.

Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan

ekonomi tinggi

2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam

penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang

dihormati, akses di dalam tinggi

3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:

penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.

4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam

penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi

atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum

kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion

leaders,sumberdaya terbatas.

2.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS adalah upaya memberikan

pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan

membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna

meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan bina suasana

(Social Support) advokasi dan gerakan masyarakat (Empowerment) sehingga dapat

(43)

kesehatan masyarakat. Adapun sasaran dari program PHBS tersebut mencakup lima

tatanan, yaitu : tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat

umum dan sarana kesehatan (Depkes RI, 2002 dan Depkes RI, 2006).

Menurut Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2006), PHBS di rumah

tangga adalah mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif

dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Adapun tujuan PHBS di rumah tangga

adalah sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan dukungan dan peran aktif petugas kesehatan, petugas

lintas sektor, media massa, organisasi masyarakat, LSM, tokoh masyarakat,

tim penggerak PKK dan dunia usaha dalam pembinaan PHBS di rumah

tangga,

2. Meningkatkan kemampuan keluarga untuk melaksanakan PHBS dan

berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

Sasaran PHBS tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga

yaitu : pasangan usia subur, ibu hamil dan atau ibu menyusui, anak dan remaja, usia

lanjut, dan pengasuh anak (Depkes RI, 2006).

Indikator adalah suatu petunjuk yang membatasi fokus perhatian suatu

penilaian. Adapun indikator PHBS tatanan rumah tangga, adalah :

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, yaitu pertolongan pertama

pada persalinan balita termuda dalam rumah tangga dilakukan oleh tenaga

(44)

2. Bayi diberi ASI eksklusif, adalah bayi termuda usia 0 – 6 bulan mendapat

ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan:

3. Menimbang Balita setiap bulan, Adalah keuarga yang menimbangkan

Balitanya ke Posyandu setiap bulannya.

4. Ketersediaan air bersih, adalah rumah tangga yang memiliki akses terhadap

air bersih dan menggunakannya untuk kebutuhan sehari – hari yang berasal

dari air dalam kemasan, air leding, air sumur terlindung dan penampungan

air hujan. Sumber air pompa, sumur dan mata air terlindung berjarak minimal

10 meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah.

5. Ketersediaan jamban sehat, adalah rumah tangga yang memiliki atau

menggunakan jamban leher angsa dengan tangki septik atau lubang

penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir;

6. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Setai Anggota keluarga

mencuci tangan pakai sabun setelah melakukan buang air besar, memegang

uang, memegang binatang, berkebun menceboki bayi, sebelum makan,

sebelum menyusui.

7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu,

8. Tidak merokok di dalam rumah, adalah penduduk/anggota keluarga umur 10

tahun keatas tidak merokok di dalam rumah selama ketika berada bersama

(45)

9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari, adalah penduduk/anggota keluarga

umur 10 tahun keatas dalam 1 minggu terakhir melakukan aktifitas fisik

(sedang maupun berat) minimal 30 menit setiap hari.

10. Makan buah dan sayur setiap hari, adalah anggota rumah tangga umur 10

tahun keatas yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran

atau sebaliknya setiap hari dalam 1 minggu terakhir (Depkes RI, 2006).

Pada Renstra Depkes 2005 – 2009, PHBS merupakan salah satu program

prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2006).

2.4. Strategi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep

pendidikan, sejak mulai dilaksanakan konsep promosi kesehatan di Indonesia, banyak

upaya telah dilakukan. Yang terpenting adalah diterbitkannya kebijakan teknis

promosi kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan program promosi kesehatan baik

di pusat maupun di daerah. Kebijakan kebijakan yang telah berhasil dikembangkan

antara lain adalah. (1) Perilaku sehat sebagai salah satu vilar dari visi Indonesia,

(2) Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu subsistim dari sistem kesehatan

nasional, (3) Penyuluhan perilaku sehat sebagai salah satu standar pelayanan minimal

bidang kesehatan untuk kabupaten/kota, (4) Promosi kesehatan sebagai salah satu

pelayanan wajib bagi puskesmas, (5) Kebijakan perkuatan social dalam rangka

(46)

(7) Kebijakan penyelenggaraan kabupaten/kota sehat, (8) Kebijakan program langit

biru.( Depkes RI,2005)

Committee on Health Education and Promotion Terminology yang dikutip

oleh McKenzie (2007) menyatakan bahwa promosi kesehatan sebagai kombinasi

terencana apapun dari mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun

mekanisme organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang

kondusif untuk kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Pada Kebijakan

Nasional Promosi Kesehatan disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah upaya

untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk,

dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya

setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Dalam melaksanakan promosi kesehatan tidak terlepas dari perilaku.

Perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan

norma, melainkan juga dimensi ekonomi. Sistem nilai dan norma merupakan rambu –

rambu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sistem nilai

dan norma “dibuat” oleh masyarakat untuk dianut oleh individu – individu anggota

masyarakat tersebut. Namun demikian sistem nilai dan norma, sebagai sistem sosial,

adalah sesuatu yang dinamis. Artinya, sistem nilai dan norma suatu masyarakat akan

berubah mengikuti perubahan – perubahan lingkungan dari masyarakat yang

(47)

Hasil Konferensi Internasional ke-4 tentang Promosi kesehatan, yang

dikutip oleh Liliweri (2007), menyatakan bahwa prioritas promosi kesehatan dalam

abad 21 adalah ; (1). Mempromosikan tanggung jawab sosial bagi kesehatan; (2).

Meningkatkan modal untuk pengembangan kesehatan; (3). Konsolidasi dan perluasan

kemitraan untuk kesehatan; (4) Meningkatkan kapasitas komunitas dan memperkuat

individu dan ; (5) Melindungi keamanan infrastruktur promosi kesehatan.

Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat

paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan

Nasional Promosi Kesehatan telah mentapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan,

yaitu (1) gerakan pemberdayaan masyarakat (2) bina suasana dan (3) advokasi, yang

diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI,

2006).

1. Advokasi

Menurut Notoadmodjo (2003) yang mengutip pendapat Hopkins, definisi

advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam –

macam bentuk komunikasi persuasive. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau

proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari

pihak – pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi

diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam

bentuk peraturan perundang – undangan), dana, sarana, dan lain – lain sejenis.

Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang

(48)

pemerintah. Juga dapat berupa tokoh – tokoh masyarakat informal seperti tokoh

agama, tokoh adat, dan lain – lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu

“kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya. Tidak boleh dilupakan pula tokoh – tokoh

dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana

non-pemerintah, swasta maupun pemuka masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

2. Bina Suasana

Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan yang

mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang

diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila

lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang – orang yang

menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain – lain, dan

bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.

Oleh karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya

dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu

dilakukan Bina Suasana (Depkes RI, 2006).

Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana, yaitu

(1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan (3) Pendekatan Masyarakat

Umum (Depkes RI, 2006), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui

pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif

(49)

menjadi individu – individu panutan dalam hal perilaku yang sedang

diperkenalkan dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang

sedang diperkenalkan tersebut misalnya seorang pemuka agama yang rajin

melaksanakan 3 M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah

munculnya wabah demam berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan

agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi

guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.

2. Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok – kelompok dalam

masyarakat, seperti, pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga

(RW), kelompok keagamaan, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi

wanita, organisasi siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, dan lain – lain.

Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama – sama dengan

pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Diharapkan kelompok –

kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang

diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini

dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku

yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak – pihak yang terkait, dan

atau melakukan control sosial terhadap individu – individu anggotanya.

3. Bina Suasana Masyarakat Umum, dilakukan terhadap masyarakat umum

dengan membina dan memanfaatkan media – media komunikasi, seperti radio,

(50)

pendapat umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media – media massa

tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.

Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai

pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu – individu anggota

masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang

sedang diperkenalkan. Strategi bina suasana dilakukan melalui : (1)

Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan mengembangkan kerja

sama lintas sektor termasuk organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda,

wanita serta kelompok media massa; dan (2) Pengembangan penyelenggaraan

penyuluhan, mengembangkan media dan sarana, mengembangkan metode dan

teknik serta hal – hal lain yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan.

3. Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus

dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu

sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek

knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu

melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoadmodjo, 2003).

Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta

kelompok masyarakat. Dalam mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar,

kuncinya terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami bahwa

sesuatu (misalnya diare) adalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang orang

(51)

masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih

lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya

harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan

(Depkes RI, 2006).

Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan

fakta – fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan

harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat

dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan;

misalnya tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah

terserang diare karena perilaku yang dipraktikkannya (Depkes RI, 2006).

Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu

melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini

kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali

dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian

masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community

development).

Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan

serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai

Lembaga – lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan

atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara

mereka maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan

(52)

Menurut Azwar (1996), Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional

yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta

masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama

yang menyelenggarakan kegiatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan

pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Puskesmas mempunyai tiga fungsi utama dalam menjalankan kegiatannya, yaitu : (1)

Pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, (2) Pusat pelayanan

kesehatan strata pertama dan (3) Pusat pemberdayaan masyarakat.

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, puskesmas harus selalu

berupaya agar individu, keluarga dan masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan

kemampuan untuk melayani diri sendiri dan masyarakat di bidang kesehatan dengan

memperhatikan kondisi dan situasi perilaku sosial budaya masyarakat setempat

(Depkes, 2006).

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka peneliti dapat merumuskan

beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Pelatihan dengan

metede simulasi adalah suatu metode efektif dalam meningkatkan pengetahuan

objek/sasaran, di mana ada interaksi antara fasilitator (penyampai informasi) dengan

objek (penerima informasi) dengan objek (penerima informasi).

Menurut Rogers dan Shoemaker (1978) dapat disimpulkan bahwa, proses

(53)

proses yang panjang, proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1)

mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian

terhadap ide itu (interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba

memakainya (tried), dan kalau menyukainya maka; 5) menerima ide baru (adoption).

Dalam penelitian ini, dari teori tersebut hanya tiga tahap awal saja yang

menjadi ruang lingkupnya. Dengan pelatihan dengan metode simulasi memberikan

pengetahuan atau ide baru (awareness) sehingga tokoh masyarakat tertarik untuk

melakukan pembahasan (interest) dan memberikan penilaian atau mengemukakan

sikapnya terhadap pengetahuan tersebut (evaluation).

Secara skematis, proses Adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Early Adaptor

Later Adaptor

Gambar

Gambar 2.1. Skema Teori Inovasi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Desain Peneltian
Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Sampel pada masing-masing Kelurahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, Kinerja Dinas Kesehatan Dalam Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam Tatanan Rumah Tangga di Kecamatan Teluknaga kabupaten

Berdasarkan hasil penelitian tentang factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih dn sehat pad tatanan rumah tangga dapat disimpulkan mayoritas pengetahuan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara PHBS Tatanan Rumah Tangga (ASI eksklusif, menggunakan air bersih, jamban sehat dan mencuci tangan) dengan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan Guru UKS terhadap penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga dilakukan untuk mencapai rumah tangga sehat, rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10

Sedangkan berdasarkan indikator perhatian, responden juga mempunyai perhatian dalam kategori tinggi untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) rumah

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa total debit air limbah domsetik di Kelurahan Langga Payung adalah 1,65 m3/detik dengan perkiraan kapasitas IPAL

Materi-materi yang diberikan dalam penyu- luhan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga meliputi materi mengenai perilaku kesehatan ibu dan anak, perilaku