• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Pendampingan Dan Penanganan Terhadap Anak Jalanan Yang Berkonflik Dengan Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Pendampingan Dan Penanganan Terhadap Anak Jalanan Yang Berkonflik Dengan Hukum"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN AN Y AY ASAN PU SAK A I N DON ESI A DALAM

PEN DAM PI N GAN DAN PEN AN GAN AN T ERH ADAP

AN AK J ALAN AN Y AN G BERK ON FLI K DEN GAN

H U K U M

PROPOSAL PENELITIAN DIAJUKAN OLEH :

ZAIRINA

020902027

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………i

KATAPENGANTAR……….……… ………...iv

DAFTAR TABEL ………...………..vi

ABSTRAK……….……. ……….………xi

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. PERUMUSAN MASALAH ... 9

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 9

D. SISTEMATIKA PENULISAN ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP LEMBAGA ... 12

B. PENGERTIAN ANAK JALANAN ... 14

C. KEKERASAN TERHADAP ANAK JALANAN ... 19

D. FAKTOR PENYEBAB ... .22

E. PELAKU DAN KORBAN KEKERASAN ... .24

F. DAMPAK KEKERASAN ... 25

G. KERANGKA PEMIKIRAN ... 30

(3)

BAB III. METODE PENELITIAN

A. TIPE PENELITIAN ... 35

B. LOKASI PENELITIAN ... 35

C. POPULASI DAN SAMPEL ... 36

D. TEHNIK PENGUMPULAN DATA ... 37

E. TEHNIK ANALISA DATA ... 37

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. SEJARAH LEMBAGA ... 38

B. VISI DAN MISI LEMBAGA ... .39

C. STRUKTUR LEMBAGA ... .40

D. PROGRAM LEMBAGA ... 42

BAB V. ANALISA DATA A. KARAKTERISTIK RESPONDEN ... .49

B. PANDANGAN KORBAN MENGENAI PERANAN PUSAKA... 55

B.1 INVESTIGASI ... 55

B.2 PENJEMPUTAN DAN PENYELAMATAN KORBAN ... 64

B.3 PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN ... 70

B.4 KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS ... 76

B.5 PELAPORAN KEPADA PIHAK YANG BERWAJIB ... 82

B.6 PROSES PERLINDUNGAN ... .89

(4)

BAB VI. PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 102 B. SARAN ... 104

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas berkat rahmat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya kepada penulis yang akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat serta salam atas Nabi besar Muhammad SAW semoga kita semua mendapat ada di barisannya dan mendapat syafa’at darinya di hari akhir nanti, amin.

Adapun judul skripsi ini adalah “PERANAN YAYASAN PUSAKA INDONESIA DALAM PENDAMPINGAN DAN PENANGANAN TERHADAP ANAK JALANAN YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM”, dimana alasan pengambilan judul ini didasarkan bahwa anak jalanan yang rentan terhadap kekerasan merupakan salah satu dari sekian banyak masalah-masalah social yang kita hadapi sekarang ini.

Selama penulisan ini banyak pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fisip USU. 2. Bapak Drs. Humaizi, MA selaku Pembantu Dekan I atas segala

fasilitas yang diberikan kepada penulis.

3. Bapak Drs. Matias Siagian, Msi selaku Ketua Departeemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

(6)

5. Yayasan Pusaka Indonesia yang telah banyak memberikan masukan dan kerjasama dalam pembuatan skripsi ini.

6. Buat orang tuaku tercinta, terima kasih atas dukungannya.Dan juga buat my brother Fasa, Nurdin, en Chandra, serta my sister Halimah. Thank’s ya atas semuanya,MY BEST FAMILY.

7. Buat My Beloved Husband, Sunaryo, ST, makasih banyak atas smuanya ya.

8. Buat teman-temanku, k’na, zulfa, serta yang banyak banget bantuannya tari en suami.Makasih ya temanku atas smuanya, u are my best friend en tetangga yang baik bangets.

9. Buat teman-teman en adek-adek junior Kessos’04 yang udah banyak memberikan masukannya.

10. Serta semua pihak yang sudah banyak membantu penulis yang tidak bias disebutkan satu persatu.Penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis, Juni 2008

(7)

DAFTAR TABEL

TABEL1. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN UMUR TABEL2. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN

TABEL3.KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN.

TABEL 4.KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN AGAMA TABEL5.KARAKTERISTIK JAWABAN RESPONDEN MENGENAI DARIMANA DIPEROLEH INFORMASI TENTANG PUSAKA INDONESIA

TABEL 6.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH PUAS DENGAN INFORMASI YANG DIBERIKAN OLEH PUSAKA INDONESIA TABEL7.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI CARA PENGADUAN KASUS KEPADA PUSAKA

TABEL 8.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI DENGAN SIAPA DATANG KE PUSAKA INDONESIA

TABEL9.DISTRIBUSI JAWABAN RESPOONDEN APAKAH PENGADUAN LANGSUNG DIRESPON OLEH PUSAKA INDONESIA

TABEL10.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI RESPON YANG DIBERIKAN OLEH PUSAKA INDONESIA

TABEL11.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH RESPON SESUAI DENGAN HARAPAN

(8)

TABEL 13. DISTRIBUSI JAWABAN PERNAH ATAU TIDAKNYA PUSAKA MELAKUKAN PENJEMPUTAN

TABEL14. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN DIMANAKAH DITEMPATKAN

TABEL15. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI LAMANYA DI DIC

TABEL16. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH MERASA AMAN DI DIC

TABEL17. DISTRIBUSI JAWABAN MENGENAI PERLAKUAN STAFF PUSAKA INDONESIA SELAMA DI DIC

TABEL18. DITRIBUSI JAWABAN MENGENAI KEBUTUHAN DI DIC TABEL19. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI KEGIATAN

SELAMA DI DIC

TABEL20. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN PERNAH TIDAKNYA MENGIKUTI PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN

TABEL21. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI BENTUK PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN

TABEL22. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN DIMANAKAH PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN

TABEL23. DISTRIBUSI JAWABAN MENGENAI PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN

TABEL24.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN

(9)

MANFAAT DARI PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN TABEL26.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH STAFF

PUSAKA INDONESIA MENDAMPINGI SAAT PEMERIKSAAN KONDISI KESEHATAN

TABEL27. DISTRIBUSI RESPONDEN PERNAH TIDAKNYA MENGIKUTI KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS YANG

DILAKUKAN OLEH PUSAKA INDONESIA

TABEL29. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH SENANG MENGIKUTI KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS TABEL30. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH

DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS SANGAT MEMBANTU TABEL31. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI WAKTU

KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS

TABEL32. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI CARA PEMBERIAN KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS TABEL33. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN KONDISI SETELAH

MENGIKUTI KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS TABEL34. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH PENGADUAN

DILAPORKAN KEPADA PIHAK YANG BERWAJIB

TABEL35. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI WAKTU YANG

(10)

SETELAH PENGADUAN

TABEL37. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH DIDAMPINGI OLEH KUASA HUKUM DARI PUSAKA INDONESIA

TABEL38. DISTRIBUSI JAWABAN APAKAH KASUS DILIMPAHKAN KE KEJAKSAAN DAN PENGADILAN

TABEL39.DISTRIBUSI JAWABAN APAKAH PUAS DENGAN KEPUTUSAN PENGADILAN

TABEL40.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH PROSES HUKUM SESUAI DENGAN HARAPAN

TABEL41.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI

PENANGANAN KASUS YANG DILAKUKAN OLEH PUSAKA INDONESIA

TABEL42. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN PERNAH TIDAKNYA MENDAPATKAN PERLINDUNGAN DARI

INDONESIA

TABEL43. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI BENTUK PERLINDUNGAN

TABEL44.DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH

MENDAPATKAN KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS SELAMA DALAM PERLINDUNGAN

TABEL45. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN PERLU TIDAKNYA KONSELING DAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS DIBERIKAN TABEL46. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH AMAN

(11)

TABEL47. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI PERASAAN SETELAH KASUS SELESAI DAN DAPAT KEMBALI KEDALAM LINGKUNGAN

TABEL48. DISTRIBUSI JAWABAN REPONDEN ADAKAH KESULITAN SETELAH KEMBALI KE DALAM LINGKUNGAN

TABEL49. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN PERNAH TIDAKNYA STAFF

PUSAKA INDONESIA MELAKUKAN MONITORING

TABEL50. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI FREKUENSI MONITORING

TABEL51. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI BENTUK MONITORING

TABEL52. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH PUAS DENGAN MONITORING YANG DILAKUKAN OLEH STAFF PUSAKA INDONESIA

TABEL53. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN PERNAH TIDAKNYA MEMPEROLEH BANTUAN DARI PUSAKA INDONESIA TABEL54. DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN APAKAH BANTUAN

YANG DIBERIKAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN

(12)

PERANAN YAYASAN PUSAKA INDONESIA DALAM

PENDAMPINGAN DAN PENANGANAN TERHADAP ANAK

JALANAN YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

ABSTRAK

Persoalan anak jalanan dan anak terlantar di Sumatera Utara tidak jauh berbeda dengan beberapa kota-kota besar di Indonesia. Gambaran situasi anak jalanan di Sumatera Utara digambarkan dengan situasi anak jalanan di kota Medan. Setiap harinya kita dapat melihat 6-7 orang anak jalanan berada di persimpangan jalan protocol di kota Medan baik sebagai pengemis, pengamen, tukang semir sepatu, penjual dagangan asongan dan lain-lain

Berkonflik dengan hukum, seperti dituduh, disangka, didakwa, dan divonis bersalah atas tindak kejahatan, merupakan salah satu resiko yang sering dihadapi anak jalanan. Alasan umum yang dikemukakan anak jalanan atas tindakan tersebut adalah tuntutan perut atau kebutuhan mendesak lainnya. Hal ini terjadi ketika pekerjaan yang biasa dilakukan tidak bias lagi menhasilkan uang seperti yang diharapkan.

(13)

PERANAN YAYASAN PUSAKA INDONESIA DALAM

PENDAMPINGAN DAN PENANGANAN TERHADAP ANAK

JALANAN YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

ABSTRAK

Persoalan anak jalanan dan anak terlantar di Sumatera Utara tidak jauh berbeda dengan beberapa kota-kota besar di Indonesia. Gambaran situasi anak jalanan di Sumatera Utara digambarkan dengan situasi anak jalanan di kota Medan. Setiap harinya kita dapat melihat 6-7 orang anak jalanan berada di persimpangan jalan protocol di kota Medan baik sebagai pengemis, pengamen, tukang semir sepatu, penjual dagangan asongan dan lain-lain

Berkonflik dengan hukum, seperti dituduh, disangka, didakwa, dan divonis bersalah atas tindak kejahatan, merupakan salah satu resiko yang sering dihadapi anak jalanan. Alasan umum yang dikemukakan anak jalanan atas tindakan tersebut adalah tuntutan perut atau kebutuhan mendesak lainnya. Hal ini terjadi ketika pekerjaan yang biasa dilakukan tidak bias lagi menhasilkan uang seperti yang diharapkan.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Fenomena anak hidup dijalan sudah mulai menjadi perbincangan sejak awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari keluarga, dan menempati tempat-tempat umum dibagian-bagian tertentu dari kota-kota besar.

Berkonflik dengan hukum, seperti dituduh, disangka, didakwa dan divonis bersalah atas tindak kejahatan, merupakan salah satu resiko yang sering dihadapi anak jalanan. Tindak kejahatan yang sering kali dituduhkan atau memang dilakukan oleh anak jalanan adalah tindakan kejahatan kecil-kecilan, seperti mencuri, mencopet, dan menjambret. Alasan yang umum dikemukakan anak jalanan atas tindakan tersebut adalah tuntutan perut atau kebutuhan mendesak lainnya. Hal ini terjadi ketika pekerjaan yang biasa dilakukan tidak bisa lagi menghasilkan uang seperti yang diharapkan.

(15)

dan kekerasan negara dalam operasi tertib sosial, anak hidup di jalan tidak memiliki strategi yang ampuh untuk menghadapinya.

Tidak jarang anak jalanan juga sangat rentan untuk mendapat kekerasan seksual. Kekerasan tersebut juga adakalanya dilandasi motif ekonomi dengan memanfaatkan seksualitas anak-anak. Seperti di Binjai dijumpai indikasi kuat mengenai adanya sindikat perdagangan anak untuk tujuan seksual dimana salah satu sasarannya adalah anak jalanan perempuan. Kurangnya informasi tentang seluk beluk tindak penculikan dan bayangan tentang kondisi hidup yang lebih baik, membuat seorang anak perempuan yang hidup sendirian di jalanan akan mudah percaya kepada pihak yang menjanjikan pekerjaan yang layak.(Gempita, 2005:5)

(16)

Pada awal kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi keluarga sering disebut sebagai penyebab utama munculnya anak jalanan (Putranto, 1992). Hubungan kemiskinan dengan faktor-faktor lain yang membuat anak-anak beresiko turun ke jalan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang membuat anak beresiko menjadi anak jalanan antara lain; faktor keluarga dan faktor lingkungan.

Hasil pengumpulan survei dilapangan menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi dalam keluarga menjadi faktor penting yang mendorong anak untuk turun ke jalan disamping faktor lingkungan. Motif kekerasan terhadap anak dapat terkait dengan masalah ekonomi. Hal ini bisa terjadi ketika sebuah keluarga mengalami berbagai masalah akibat beban ekonomi yang tidak tertahankan.Sebagian atau seluruh masalah keluarga kemudian terpaksa dibebankan pada anak-anak mereka. Bentuk pelimpahan beban itu bukan saja memaksa anak bekerja,tetapi bisa juga menjadikan anak sebagai sasaran pelampiasan kekesalan terhadap keadaan. Ketika si anak sudah menjadi sasaran pelampiasan kekesalan, maka tindak kekerasan sangat mungkin akan dilakukan orangtua terhadap anak-anak mereka.

Ada kalanya kekerasan dalam keluarga berkaitan dengan kasus perceraian orangtua, atau orangtua yang kawin lagi menyebabkan si anak tidak merasa nyaman hidup bersama orangtua tiri. Ketidaknyamanan itu selain memang nyata dirasakan si anak, juga akibat mitos-mitos tentang kekejaman ibu/ayah tiri.

(17)

tinggal di kampung tersebut. Anak seperti ini merasa dikucilkan dan tidak mampu lagi bersosialisasi dengan masyarakat. Dalam kondisi seperti ini anak akan lebih mudah untuk terseret dalam kehidupan jalanan, apalagi bila si anak tersbut memang memiliki relasi yang relatif tetap dengan komunitas jalanan. Dalam kasus yang lain ditemukan juga bahwa seorang anak “baik-baik” saja terpengaruh teman atau orang dewasa di kampung tersebut memang bekerja di jalanan.

Anak yang mengalami masalah dirumah atau disekolah akan semakin rentan apabila ia memiliki relasi yang relatif tetap dengan orang-orang yang beraktifitas di jalanan. Misalnya si anak tersbut memiliki tetangga yang bekerja di jalan atau memiliki teman-teman yang selama ini telah akrab dengan dunia jalanan.

Persoalan anak jalanan dan anak terlantar di Sumatra utara tidak jauh berbeda dengan beberapa kota-kota besar di Indonesia. Gambaran situasi anak jalanan di Sumatra Utara dapat digambarkan dengan situasi anak jalanan di kota Medan. Setiap hari kita dapat menyaksikan lebih kurang 6-7 orang anak jalanan berada di beberapa persimpangan jalan protokol di kota Medan baik sebagai pengemis, pengamen, tukang semir sepatu, jualan asongan dan lain-lain yang menghabiskan waktu di jalan lebih dari 4 jam satu hari. Mereka seakan tidak pernah mengerti resiko dan bahaya yang dapat menghambat perkembangan mereka baik secara fisik, mental maupun sosial mereka yang mengharuskan mereka mampu bersaing dalam dunia jalanan yang penuh kebebasan.

(18)

Utara. Jika dibandingkan dengan data 2003, jumlah anak jalanan di Sumatra Utara berjumlah 5.025 orang. Secara kuantitas terlihat bahwa jumlah anak jalanan meningkat sekitar 12% dalam kurun waktu 4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan anak jalanan di Sumatera Utara belum menunjukkan keberhasilan yang cukup signifikan. Faktor fisik, mental dan spritual seorang anak yang belum sempurna menjadikan anak belum matang dalam mengendalikan emosionalnya, kemudian kelemahan seoramg anak yang sering dimanfaatkan oleh orang yang lebih kuat untuk mengeksploitasi mereka.

Selama ini telah terbangun labelisasi status mereka yang menjadi anak jalanan dengan stigma negative seperti anak nakal, preman, penodong dan lain-lain. Tetapi ketika berfikir positif dalam membina mereka sesungguhnya mereka adalah generasi yang potensial, cerdas dan mandiri jika mereka dibina dan diarahkan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Munculnya stigma negative masyarakat yang memojokkan keberadaan dan menyalahkan kemiskinan mereka merupakan beban mental bagi seorang anak. Mereka adalah anak-anak yang rentan berkonflik dengan hukum dan pada posisi membutuhkan perlindungan khusus. Faktor kebebasan, budaya persaingan hidup dijalanan, memacu kedewasaan (dewasa premature) dan pendidikan rendah membuat mereka tidak berfikir akibat/resiko mereka berada di jalanan.

(19)

kehidupan yang keras. Kenyataan hidup dalam persoalan miskin kota, kekacauan politik dan krisis ekonomi yang berkepanjangan akan memperjelas pemetaan dalam lingkungan sosial, dimana kekuatan ekonomi masyarakat dari golongan menengah ke bawah yang tidak mampu bertahan akan ambruk dengan kerasnya kehidupan di kota. Begitu juga sebaliknya, yang mampu bertahan dan menempatkan diri pada posisi yang aman akan tetap maju dan berkembang walaupun tantangan krisis ini masih berlanjut. Bagi anak-anak miskin perkotaan seperti halnya di kota Medan, konsep kemiskinan yang dialami tidak hanya dari faktor ekonomi saja, tetapi juga mengalami kemiskinan dalam bentuk tekanan dan pengurusan yang merupakan korban dari beberapa kebijakan yang tidak terlalu melihat kepentingan mereka yang seharusnya mendapat perhatian khusus untuk dapat bangkit dari keterpurukan ekonomi.

(20)
(21)

B.Perumusan masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu kegiatan peneitian. Dalam suatu rancangan atau usulan penelitia perlu dibuat suatu perumusan masalah, yang bertujuan agar seluruh proses penelitia dapat berjalan sesuai arah dari mendapatkan hasil yang tepat pula. Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : “Bagaimanakah peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam pendampingan dan penanganan terhadap anak jalanan yang berkonflik dengan hukum ?”

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

C.1 Tujuan Penelitian

- Untuk memperoleh informasi dan fakta mengenai peranan Yayasan pusaka indonesia terhadap anak jalanan korban kekerasan, khususnya dalam proses pendampingan dan penanganan kasus tersebut.

- Untuk mengetahui apakah peranan yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia sudah tergolong efektif dalam memberikan pelayanan (pendampingan dan penanganan) terhadap anak yang berkonflik dengan hukum).

C.2 Manfaat Penelitian

- Bagi penulis dapat mempertajam kemampuan menulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berfikir penulis dalam menyikapi dan menganalisa masalah-masalah sosial, khususnya masalah anak jalanan.

- Bagi Fakultas, dapat meberikan sumbangan yang positif terhadap keilmuan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, dan dapat bermanfaat dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dalam menyikapi masalah sosial khususnya masalah anak jalanan.

(22)

terhadap anak jalanan korban kekerasan. Menjadi masukan bagi lembaga lain dan pemerintah.

D. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci dan untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisikan uraian dan konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah-masalah dan objek-objek yang diteliti dan juga berisikan kerangka berfikir, defenisi konsep, serta defenisi operasional.

Bab III : Metode Penelitian

(23)

Bab IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan sejarah singkat tentang berdirinya Yayasan Pusaka Indonesia dan gambaran mengenai lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

Bab V : Analisis Data

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisis pembahasannya.

Bab VI : Penutup

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Lembaga Kemasyarakatan

A.1 Pengertian lembaga Kemasyarakatan

Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya (Soekanto. 2000 : 219).

Lembaga-lembaga sosial sebagai wadah pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial memiliki tujuan, sasaran dan misi yang disesuaikan dengan bidang kegiatannya. Oleh karena itu badan-badan atau lembaga sosial memiliki klasifikasi dan karakteristiknya masing-masing, sehingga bentuk-bentuk intervensi sosial berbeda satu dengan yang lainnya. Demikian pula dengan organisasi-organisasi sosial, baik yang bersifat formal maupun non-formal, merupakan lembaga yang menjalankan fungsi sosial dalam bidang kesejahteraan sosial.

(25)

sanksi-sanksi, dan sumber-sumber yang diperlukan pekerja sosial dan profesi lainnya yang terkait dalam menjalankan kegiatan praktek( Nurdin, 1989 : 41).

A.2 Fungsi Lembaga Kemasyarakatan

1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokoknya.

2. Menjaga kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (Social control), artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya (Soekanto, 2000 : 245).

A.3 Ciri-ciri Umum lembaga Kemasyarakatan

Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul General features of social institution, telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga

kemasyarakatan sebagai berikut :

1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.

(26)

3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.

4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.

5. Lembaga biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan.

6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi tertulis atau tidak tertulis ( Soekanto, 2000: 230)

B.Pengertian Anak Jalanan

Pengertian anak jalanan menurut Odi Shalahudin adalah” seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan waktunya atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya”(www. Bpk.go.id)

UNICEF memberi batasan mengenai anak jalanan yaitu: anak jalanan merupakan anak-anak berumur 16 tahun yang telah melepaskan diri dari keluarga,sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya larut dalam kehidupannya yang berpindah-pindah di jalan ray

(27)

jalanan berkaitan langsung dengan kemiskinan dan lemahnya kondisi sosial ekonomi keluarga.

Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada dijalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada di jalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orangtua atau atas dasar pilihannya sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian Depsos RI dan UNDP di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1996, anak jalanan terbagi kedalam 4 kategori, yakni :

1. Anak jalanan yang hidup di jalanan Karakteristiknya adalah :

a. Telah putus hubungan dengan orangtuanya atau lama tidak bertemu dengan orangtuanya minimal setahun sekali.

b. Berada dijalan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja serta sisanya untuk menggelandang dan tidur.

c. Bertempat tinggal dijalan dan tidur disembarang tempat seperti emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun, dll.

d. Tidak bersekolah lagi.

e. Pekerjaan pada umumnya adalah mengamen, mengemis, pemulung, dan serabutan (melakukan apa saja) yang hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

(28)

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan Karakteristiknya adalah sebagai berikut :

a. berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali dan tidak tentu. Mereka umumnya bekerja diluar kota yang bekerja dijalanan.

b. Berada di jalanan sekitar 8-10 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16 jam.

c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri, mengikuti orangtuanya/saudaranya, atau ditempat kerjanya di jalanan, tempat tinggal mereka umumnya pada lingkungan kumuh yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari lingkungan yang sama.

d. Tidak bersekolah lagi.

e. Pekerjaan mereka pada umumnya adalah penjual koran, pengasong, pencuci bis, pemulung sampah, penyemir sepatu, dll yang hasilnya untuk memenuhi dirinya sendiri dan orangtuanya. Bekerja tujuan utama anak stelah tidak sekolah lagi terlebih sebahagian diantaranya harus memenuhi kebutuhan orangtuanya karena miskin, cacat atau tidak mampu bekerja. f. Rata-rata usianya dibawah 16 tahun.

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan. Karakteristiknya adalah :

a. Berhubungan teratur yakni setiap hari bertemu dengan keluarganya. b. Berada dijalanan sekitar 4-6 jam untuk bekerja.

(29)

d. Masih bersekolah.

e. Pekerjaan mereka pada umumnya adalah menjual koran, menjual penganan, alat tulis, plastik untuk bawaan barang, menyemir sepatu, pengamen, dll untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan orangtuanya.

f. Usia rata-rata dibawah 14 tahun.

Menurut Yayaasan Kesejahteraan Anak Indonesia anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :

1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orangtuanya(children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka. 2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya. Mereka

adalah anak yang bekerja di jalanan(children on the street). Mereka seringkali diidentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orangtuanya dikampung. Umumnya mereka bekerja dari pagi hingga sore seperti menyemir sepatu, pengasong,pengamen, dan menjadi kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara-saudara atau teman-temannya senasib.

(30)

mandiri, membantu orangtua dan disuruh orangtua. Aktivitas usaha mereka yang palling mencolok adalah berjualan koran.

4. Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada dijalanan untuk mencari kerja, atau masih labil disuatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa( orangtua ataupun saudaranya) ke kota.Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan(kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan

pemulun

Himpunan Mahasiswa pemerhati Masyarakat marjinal kota (Himmata) mengelompokkan anak jalanan menjadi 2 kelompok :

1. Anak semi jalanan. Anak semi jalanan adalah anak-anak yang hidup dan yang hidup mencari penghidupan dijalanan, tetapi tetap berhubungan dengan keluarga.

(31)

C.Kekerasan Anak

C.1 Pengertian Kekerasan

Istilah kekerasan dalam bahasa Inggris berasal dari kata “Violence” secara etimologi kata “Violance” merupakan gabungan dari 2 kata yaitu “Vis”yang berarti daya atau kekuatan dan “Latus” yang berasal dari kata “Ferre” yang berarti membawa. Jadi yang dimaksud dengan violance adalah membawa kekuatan (Windhu, 1992 : 62 dalam Manik, 1999 : 19).

Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam kamus besar , kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yag menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan diartikan juga dengan tindakan pemaksaan. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa kekerasan adalah tindakan yang membawa kekuatan untuk melakukan ataupun tekanan berupa fisik maupun non fisik.

Dalam pengertian yang sempit, kekerasan mengandung makna sebagai serangan atau penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang, atau serangan penghancuran perasaan yang sangat keras, kejam dan ganas atas diri atau sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang (Windhu, 1992 : 62 dalam Manik, 1999 : 20).

(32)

C.2Klasifikasi Kekerasan Anak

Menurut organisasi kesehatan dunia(WHO),ada beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu :

a. Kekerasan Fisik, yaitu tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali, seperti dipukul, ditenang, dijewer, dicubit, dilempar dengan bena keras serta dijemur dibawah terik sinar matahari.

b. Kekerasan Seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual ini dapat juga berupa:

a. Perlakuan tidak senonoh dari orang lain. b. Kegiatan yang menjurus pada pornografi.

c. Perkataan-perkataan porno dan tindak pelecehan organ seksual anak

d. Perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak-anak yang dilakukan oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab. e. Tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam

kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkannya anak pada kegiatan prostitusi.

c.Tindak Pengabaian dan Penelantaran adalah ketidakpedulian orangtua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka seperti :

a. Pengabaian pada kesehatan anak

(33)

d. Penelantaran pada pemenuhan gizi

e. Penelantaran dan pengabaian pada penyediaan perumahan f. Pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan.

d.Kekerasan Emosional berupa segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa :

a. Kata-kata yang mengancam b. Menakut-nakuti

c. Berkata-kata kasar d. Mengolok-olok anak

e. Perlakuan diskriminatif dari orangtua, keluarga, pendidik, dan masyarakat

f. Membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan lingkungannya

e.Kekerasan Ekonomi(Eksploitasi Komersial) berarti penggunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orangtuanya atau oranglain seperti :

a. Menyuruh anak bekerja secara berlebihan

(34)

Dalam pasal 5 undang-undang NO. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga(PKDRT) mengkategorikan bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah:

a. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (pasal 6).

b. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7).

c. Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, dan/atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tanggnya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

d. Penelantaran rumah tangga.

D. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak

Dalam sebuah model yang disebut “The Abusive Environment Model’ Ismail (1995) menjelaskan banwa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak-anak sesungguhnya dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu:

(35)

watak, adanya proses kehamilan atau kelahiran yang sulit, kehadiran anak yang tidak dikehendaki, anak yang mengalami cacatbaik mental dan fisik, anak yang sulit diatur sikapnya dan anak yang meminta perhatian khusus.

2.Faktor pada orangtua meliputi; pernah mengalami kekerasan/penganiayaan sewaktu kecil, menganggur/pendapatan tidak mencukupi, pecandu narkotika atau peminum alkohol, pengasingan sosial atau dikucilkan, waktu senggang yang terbatas, karakter pribadi yang belum matang, mengalami gangguan emosi atau kekacauan urat syaraf lain, mengidap penyakit jiwa, seringkali menderita gangguan kepribadian, berusia terlalu muda, sehingga belum matang, terutama sekali mereka yang mendapatkan anak sebelum berusia 20 tahun. Kebanyakan orang tua dari kelompok ini kurang memahami kebutuhan anak dan mengira bahwa anak dapat memenuhi perasaanya sendiri dan latar belakang pendidikan orang tua yang rendah.

3.Faktor lingkungan sosial seperti ; kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis, kondisi sosial ekonomi yang rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak merupakan milik orang tua sendiri, status wanita yang rendah, sistem keluarga patriakhi, nilai masyarakat yang terlalu individualistis dan sebagainya (Suyanto, 2000 : 32).

Cukup banyak faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak, setidaknya ada lima faktor secara internal dan eksternal yaitu :

1Kurang harmonisnya hubungan kekeluargaan dalam rumah tangga.

(36)

5.Sarana dan pra-sarana hiburan yang sangat menonjolkan unsur kekerasan dan topik negatif lainnya (Manik, 1999 : 35)

E. Korban Dan Pelaku Kekerasan Terhadap Anak

E.1 Korban

Pada dasarnya setiap anak dan perempuan dapat menjadi korban tindak kekerasan termasuk:

1. Anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan.

2. Anak-anak dengan pendidikan terbatas.

3. Anak-anak yang tinggal dengan masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius.

4.Anak-anak yang putus sekolah.

5.Korban kekerasan(fisik, psikis, seksual)

6.Anak-anak yang mendapat tekanan untuk bekerja dari orangtua atau lingkungannya.

7.Anak-anak yang ingin mencari pekerjaan (anak yang beraktifitas di jalan, terminal, stasiun kereta api, pelabuhan, lampu merah dan pasar).

(37)

E.2. Pelaku

Pelaku atau orang yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak jalanan adalah semua orang yang berada di lingkungan kehidupan anak tersebut, seperti : 1. Orang tua kandung (karena kasus perceraian, ketidakmampuan ekonomi dan kurangnya pendidikan).

2. Orang tua yang tidak menghendaki kelahiran anak. 3. Orang tua tiri atau saudara tiri.

4. Teman-teman sebaya.

5.Orang-orang yang berinteraksi di lingkungan jalanan (terminal, stasiun kereta api, pasar, pelabuhan, penjual asongan).(Rosenberg, 2003 : 23).

G. Dampak Kekerasan

Akibat yang ditimbulkan dari kekerasan pada anak jalanan dapat dilihat dalam dua bagian, yaitu yang dilihat dalam jangka waktu pendek dan akibat baru muncul setelah melewati rentang waktu panjang/ lama.

a. Dampak jangka pendek, adalah dampak yang muncul seketika itu juga ketika anak mengalami tindak kekerasan, hal ini dapat berupa :

• Munculnya rasa takut yang berlebihan

• Anak yang menjadi korban akan menarik diri dari kehidupan sosial.

• Bila kekerasan merupakan kekerasan emosional, maka akan muncul ketidaknyamanan (merasa tertekan batin), stress bahkan frustasi.

(38)

• Dalam kasus pelecehan seksual dan perkosaan, anak perempuan korban kekerasan dapat menderita kehamilan tidak diinginkan, dan beban mental menanggung rasa malu kepada lingkungan sosialnya.

b. Dampak jangka panjang, adalah kondisi yang muncul dalam jangka waktu yang cukup lama setelah kejadian kekerasan atau bahkan dapat melekat selama hidup korban, hal ini dapat berupa :

• Trauma terhadap hal-hal yang dirasakan berhubungan dengan kekerasan yang pernah dialaminya.

• Perasaan curiga yang berlebihan(paranoid) pada orang-orang yang disekitarnya.

• Hilangnya kepercayaan diri dan stress berat sampai dengan depresi.

• Kecacatan fisik permanen, bila kekerasan dilakukan disertai dengan kekerasan fisik yang berlebihan.

H.Kerangka Pemikiran

Dalam memaparkan pengertian anak jalanan ini, perlu adanya batasan tentang anak. Anak jalanan merupakan suatu pribadi dan dunia tersendiri yang berbeda dengan dunia anak-anak lain. Sebagai suatu dunia di dalamnya terdapat mekanisme hidup yang khas seperti cara berinteraksi, berkomunikasi, berperilaku, berkelompok, dan bertahan hidup.

(39)

mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan harus memahami mekanisme hidup mereka tersebut ( Gempita, 2005: 13).

Anak jalanan sering diidentifikasikan sebagai anak yang bebas, liar, tidak mau diatur, melakukan kegiatan negatif seperti mencuri, berkelahi, mabuk, menggunakan obat-obatan terlarang, melakukan hubungan seks dan lain-lain. Kondisi ini muncul karena hubungan dengan orangtua renggang bahkan sebahagian telah putus. Mereka berada dijalanan tanpa kontrol dan perhatian, bahkan diantaranya ada yang justru diusir orangtua atau sengaja meninggalkan rumah. Hidup tanpa adanya orangtua memungkinkan anak bebas melakukan apa saja(www.komisihukum.co.id).

Budaya dalam kehidupan anak jalanan terbangun dari interaksi mereka selama berada di jalanan yang sudah pasti berbeda dengan budaya yang ada di masyarakat”normal”. Sub kultur menjadi sebutan bagi budaya yang lahir tersebut sering menjadi pegangan bagi orang yang masih hidup dalam komunitas tersebut menjadi hukum todak tertulis yang patut dipatuhi. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan beberapa pendamping di Medan, ada beberapa sifat khas yang dimiliki oleh anak jalanan yaitu : rasa solidaritas yang tinggi, ulet dalam bekerja walaupun usia mereka masih tergolong muda, mandiri, tidak perlu identitas dalam bentuk formal, rasa ingin tahu dan kreatifitas yang tinggi, keinginan akan kebebasan yang tinggi tanpa aturan formal yang mengikat (Edy Ikhsan, dkk, 2004 : 1).

(40)

anak-anak beresiko turun ke jalan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang membuat anak beresiko menjadi anak jalanan antara lain; faktor keluarga dan faktor lingkungan.

Hasil pengumpulan survei dilapangan menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi dalam keluarga menjadi faktor penting yang mendorong anak untuk turun ke jalan disamping faktor lingkungan. Motif kekerasan terhadap anak dapat terkait dengan masalah ekonomi. Hal ini bisa terjadi ketika sebuah keluarga mengalami berbagai masalah akibat beban ekonomi yang tidak tertahankan.Sebagian atau seluruh masalah keluarga kemudian terpaksa dibebankan pada anak-anak mereka. Bentuk pelimpahan beban itu bukan saja memaksa anak bekerja,tetapi bisa juga menjadikan anak sebagai sasaran pelampiasan kekesalan terhadap keadaan. Ketika si anak sudah menjadi sasaran pelampiasan kekesalan, maka tindak kekerasan sangat mungkin akan dilakukan orangtua terhadap anak-anak mereka.

Ada kalanya kekerasan dalam keluarga berkaitan dengan kasus perceraian orangtua, atau orangtua yang kawin lagi menyebabkan si anak tidak merasa nyaman hidup bersama orangtua tiri. Ketidaknyamanan itu selain memang nyata dirasakan si anak, juga akibat mitos-mitos tentang kekejaman ibu/ayah tiri.

(41)

memang memiliki relasi yang relatif tetap dengan komunitas jalanan. Dalam kasus yang lain ditemukan juga bahwa seorang anak “baik-baik” saja terpengaruh teman atau orang dewasa di kampung tersbut memang bekerja di jalanan.

(42)

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Lingkungan

Keluarga

Anak Jalanan

Mengalami kekerasan

Aktivitas Pusaka Indonesia - Investigasi

- Penempatan Korban - Pemeriksaan Kondisi

Kesehatan

- Proses Perlindungan - Monitoring

(43)

I.Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

I.1. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33).

Konsep penelitian sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kekacauan atau kesalahpahaman yang dapat mengaburkan tujuan penelitian .Konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Penanganan adalah proses, cara, perbuatan menangani.

2. Anak jalanan adalah anak yang berusia mulai dari 0-18 tahun dan melakukan kegiatan di jalan, terminal, dan tempat-tempat umum, baik tinggal dengan orangtua ataupun tidak.

3. Kekerasan terhadap anak jalanan adalah segala bentuk tindak kekerasan terhadap anak jalanan yang berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap anak jalanan termasuk ancaman, pemaksaan, atau perampasan semena-mena, kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun pribadi.

(44)

I.2. Defenisi Operasional

Defenisi Operasional merupakan penguraian indicator-indikator yang termasuk penjabaran lebih lanjut tentang konsep dan keterikatan konsep yang telah diterangkan. Menurut Masri Singarimbun, defenisi operasional adalah merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel diukur, dengan membaca defenisi operasional dalam suatu penelitian seorang peneliti akan tahu pengukuran suatu variabel, sehingga ia dapat mengetahui baik buruknya pengukuran tersebut (Singarimbun 1989 : 46).

Adapun dalam penelitian ini yang menjadi indikator peranan, yang akan diukur adalah aktivitas yang dilakukan oleh Pusaka Indonesia dalam proses pendampingan dan penanganan korban, meliputi :

1. Investigasi; adalah serangkaian tindakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dalam mencari kebenaran informasi tentang keberadaan korban/pelaku.Investigasi dapat dilakukan berdasarkan ; penerimaan laporan langsung (berasal dari keluarga/korban), penerimaan laporan tidak langsung(berasal dari LSM lain/media massa/rujukan polisi), dengan indikator :

a. Kunjungan ke rumah korban; untuk mengetahui tempat tinggal korban dan kondisi sosial dan ekonomi keluarga. b. Meminta korban/keluarga untuk melakukan kunjungan ke

(45)

2. Penjemputan/Penyelamatan korban : adalah tindakan yang dilakukan untuk memindahkan korban dari lokasi kejahatan/pelaku dan memberi rasa aman kepada korban, dengan indikator :

a. Melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian; untuk mendapatkan bantuan/ perlindungan hukum.

b. Menempatkan korban di rumah aman sementara (Drop In Center); untuk menjauhkan korban dari pelaku.

3. Pemeriksaan kondisi kesehatan korban : adalah melakukan langkah-langkah medis yang dipandang perlu untuk korban, misalnya Visum et Repertum, rekam medic(bagi korban kekerasan), dengan indikator :

a. Membawa korban ke RS, dengan merujuk ke Pusat Layanan Terpadu di RS Polda; untuk mengetahui kondisi kesehatan korban; adapun pendampingan saat pemeriksaan kesehatan dengan tujuan agar korban serasa terlindungi.

4. Konseling dan pemberian bimbingan psikologis : adalah tindakan yang dilakukan sebagai upaya penguatan psikologis korban, dengan indikator :

a. Melakukan wawancara terhadap korban, berkaitan dengan latar belakang masalah, kejadian kasus, sampai harapan-harapan korban ke depannya.

(46)

apabila pihak keluarga korban menginginkan kasusnya dilanjutkan, dengan indikator :

a. Proses hukum mulai dari Polisi, Jaksa sampai Pengadilan; unruk memperoleh bantuan/perlindungan hukum.

6. Proses perlindungan : adalah langkah yang kepada korban yang kasusnya telah selesai ditangani, dengan indikator :

a. Rehabilitasi : untuk pemulihan kondisi korban (penguatan secara psikologis, apabila diperlukan oleh korban).

b. Reintegrasi : untuk mengembalikan korban kepada lingkungan keluarga, masyarakat dan pendidikan.

7. Monitoring : adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan kondisi (fisik, psikoligis, sosial, ekonomi) dari korban, dengan indikator :

a. Melakukan kunjungan ke rumah korban, atau melalui telepon; untuk mengetahui kondisi korban selanjutnya, memantau perkembangan dari modal usaha yang telah diberikan

b. Mengikutsertakan korban dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Pusaka Indonesia; untuk melibatkan dalam kegiatan yang dilakukan Pusaka Indonesia.

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Deskriptif yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, masyarakat, dan lain-lain) pada saat ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi 1990: 63).

Dalam hal ini menggunakan tipe penelitian deskriptif ingin membuat gambaran atau melukiskan secara sistematis, actual dan akurat tentang peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam penanganan terhadap anak jalanan yang berkonflik dengan hukum.

B. Lokasi Penelitian

(48)

C. Populasi dan Sampel

C.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti (Bailey, 1994 ; 83 dalam Prasetyo, 2005 : 119). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak jalanan yang mendapat program penanganan kekerasan terhadap anak jalanan yang ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia mulai tahun 2005-2007 dengan usia dibawah 18 tahun yang berdomisili di Medan, yang berjumlah yang berjumlah 20 orang, yang terdiri dari korban pelecehan seksual 5 orang, penganiayaan 5 orang, penjualan anak (trafiking ) 7 orang, dan korban pemerkosaan 3 orang.

C.2 Sampel

(49)

D. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan, tehnik pengumpulan data dan informasi dengan mempelajari dan menelaah buku, surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yanga da relevansinya dengan masalah yang diteliti.

2. Studi Lapangan, pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian yang ditempuh dengan cara:

a. Observasi, mengumpulkan data dan informasi dengan mengamati, mendengar dan mencatat yang menjadi sasaran penelitian.

b. Wawancara, mengumpulkan data dan informasi dengan :

- Menggunakan alat bantu kuesioner yang diajukan kepada responden yaitu, anak jalanan yang berkonflik dengan hukum (korban), usia dibawah 18 tahun, dan berdomisili di Medan

E. Tehnik Analisa Data

(50)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lembaga

Pusaka Indonesia (PI) adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) berbadan hukum yayasan. Lembaga ini didirikan pada 10 Desember 2000,

bertepatan dengan hari Hak Azasi Manusia (HAM) sedunia, oleh sejumlah aktivis LSM, dosen dan advokat di Sumut.

Struktur lembaga ini terdiri dari tiga yakni : 1. Badan Pembina

2. Badan Pengawas 3. Badan Pengurus

Di Badan Pengurus duduk seorang Ketua badan Pengurus dan dibantu empat divisi yakni :

• Divisi Anak dan Perempuan

• Divisi Litigasi

• Divisi Lingkungan dan Demokratisasi

• Divisi Riset

B. Yayasan Pusaka Indonesia memiliki visi :

(51)

2. Membangun sebuah kultur pengorganisasian organisasi non politik dalam bidang perlindungan anak yang demokratis, transformatif dan accountable terhadap segenap stakeholdernya

3. Sebagai ikhtiar untuk turut serta mempercepat tumbuh dan berkembangnya kekuatan sipil di Indonesia.

Misi yang diemban oleh Yayasan Pusaka Indonesia adalah :

1.Memberikan bantuan hukum (di dalam dan di luar pengadilan) terhadap anak-anak,khususnya anak-anak yang membutuhkan perlindungan

khusus(children in need special protection) dan masyarakat pencari keadilan.

2. Merancang konsep tanding (legal drafting, counter draft dan judicial revieuw) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di bidang anak dan peradilan yang independen (Independent judicil)

3. Melakukan upaya mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan (lobi, negosiasi, kolaborasi dan lainnya) dalam perlindungan anak dan justiabelen

4. Mempengaruhi pendapat umum( kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset, dan lainnya) untuk mempengaruhi perubahan kebijakan perlindungan anak dan justiabelen.

5. Dan melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian

(52)

C. Struktur Lembaga Yayasan Pusaka Indonesia :

1.Badan Pembina Yayasan:

Ketua Badan Pembina : Marasamin Ritonga, SH

Sekretaris Pembina : Mahadi, SH

Bendahara : Prof. DR. Ningrum

: Natasya Sirait, SH

Anggota : Denny Purba, SH, MLI

: Ariffani, SH

1. DR. Mahmul Siregar, SH, Mhum 2.Badan Pengawas:

2. Drs. Zahrin Piliang, MAP

3. Rusdiana, SE

Ketua Badan Pengurus : Edy Ikhsan, SH, MA

Deputi Badan Pengurus: Drs. Prawoto

(53)

Audit Internal : Kristina Perangin-angin, SE

Bendahara : Irma Sari, Amd

Kasir : Nur Azmi

Office boy : Suhendra

Security : Indra

Koordinator : Ifwardi, SH

Anggota : Helen Napitupulu, SH

: Fatwa Fadillah 4.Divisi Anak dan Perempuan

Koordinator : Marjoko, SH

Anggota : Burhanuddin, MSP 5.Divisi Lingkungan dan Demokratisasi

6.Divisi Litigasi

Koordinator : Elisabeth J. Perangin-angin, SH

Anggota : Widya Susanti, S,Psi

(54)

Koordinator : Khairul Amri

Anggota : Yulhasni, SS

Pusaka Indonesia juga memiliki sekitar 30 staf di empat perwakilan CC (Child Centre), yakni :

7.Divisi Riset, Pengembangan dan Indok

1. Di Lamno (NAD), Banda Aceh

2. Di Gunung Sitoli, Nias

3. Teluk Dalam, Nias Selatan

4. Pulau Simeulue dan Lhoksumawe.

Pusaka Indonesia memiliki lima program besar, yakni :

1. Melakukan Perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

Aktivitas :

D. Program Yayasan Pusaka Indonesia :

(55)

b. Melakukan kajian dan kritisi terhadap peraturan yang berkaitan dengan anak yang berhadapan dengan hukum.

c. Mendorong terbentuknya lembaga restoratif dan diversi bagi anak-anak sebagai pelaku tindak pidana.

d. Penyusunan dokumentasi kasus-kasus kekerasan yang dialami anak dan perempuan.

2. Melakukan upaya untuk melawan dan mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan, termasuk Perdagangan anak dan perempuan.

Aktivitas:

a. Penguatan kapasitas organisasi masyarakat dalam memerangi perdagangan anak dan perempuan di Sumatera Utara.

b. Kampanye kesadaran publik tentang bahaya praktek perdagangan anak dan perempuan di Sumatera Utara.

c. Penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan dukungan bagi Komite Aksi Propinsi dalam melakukan pencegahan praktek perdagangan anak dan perempuan.

(56)

e. Melakukan pendampingan hukum bagi korban tindak kekerasan dan trafiking.

3. Melakukan pencegahan anak-anak yang bekerja di sektor terburuk.

Aktivitas:

a. Penyusunan draft peraturan daerah Sumatera Utara dalam mencegah anak-anak bekerja di sektor terburuk di Sumatera Utara.

b. Penyusunan buku proses pembuatan dan pengesahan peraturan daerah dalam mencegah anak bekerja di sektor terburuk.

c. Monitoring terpadu dengan aparat pemerintah dan penegak hukum terhadap anak-anak yang bekerja di jermal.

d. Bantuan hukum bagi anak-anak yang bekerja di sektor terburuk.

e. Pembuatan publikasi untuk kampanye public menentang pekerja anak di sektor terburuk dan keluarga.

f. Program pencegahan anak bekerja di sektor terburuk melalui progran PKBM.

4. Melakukan Penyelamatan anak-anak korban Tsunami dan Gempa Bumi di Aceh dan Nias.

Aktivitas:

(57)

b. Pemberian logistik (child food, hygiene kits dan school kit) kepada anak-anak korban Tsunami dan Gempa di Aceh dan Nias.

c. Pemberian/pelayanan perwalian (guardian-ship) bagi anak-anak korban Tsunami.

d. Program Lifeskill dan livehood bagi kelompok perempuan konflik dan Tsunami di Aceh dan Nias.

e. Pelayanan traumatic, pendidikan emergency (psikososial) bagi anak-anak korban tsunami dan gempa di Aceh dan Nias.

5. Melakukan Penguatan Kapasitas Kelompok Anak dan Perempuan dalam Isu Lingkungan dan Demokratisasi.

Aktivitas :

a. Program penguatan komunitas anak dan lingkungan.

b. Program pendidikan politik bagi perempuan.

c. Program penguatan kapasitas kelompok rakyat dalam konservasi hutan dan orang utan.

(58)

D.1 Program yang telah dijalankan oleh Yayasan Pusaka Indonesia :

1. Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia (ICMC).

2. Monitoring Penyusunan Draft Ranperda Tentang bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak(ILO-OPEC).

3. Perlindungan Hukum dan HAM serta Penyadaran Hukum Bagi Anak-Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

4. Pendokumentasian Kasus dan Pembuatan Buku Saku Pendamping (Save the Children).

5. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan Anak Korban Trafiking di Sumatera Utara(US. Embassy).

6.Advokasi Pengembangan Kapasitas Propinsi Sumatera Utara Untuk

Memberantas Perdagangan Anak Jalanan Berkonflik dengan Hukum(Save the Children).

7.Peningkatan Kapasitas Peer Group Dalam Penanganan Anak Jalanan Berkonflik dengan Hukum(Save the Children).

8. Workshop Penyusunan Program Bagi Anak Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

(59)

10. Workshop Evaluasi dan Refleksi Penanganan Anak Jalanan di Sumatera Utara(Save the Children).

11. Pencetakan Buku”Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian Perlindungan Hukum” (Save the Children).

12. Kampanye Anti Trafiking di Propinsi NAD (ICMC).

13. Penanganan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara (Uni Eropa-EIDHR).

14. Pemberdayaan Anak Berkonflik dengan Hukum yang dibina di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Tanjung Gusta Medan (APBD Sumut).

15. Program penguatan Good Governance di Tingkat Desa (PGRI-UNDP).

16. Program Bantuan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan Trafiking (APBD Sumut).

17.Program Penguatan Masyarakat di TNBG( CEPF, Bitra Konsorsium).

18. Program Fasilitasi pembuatan Ranperda ADD (TIFA Foundation).

D.2 Program yang sedang berjalan:

• Program Penanggulangan dan Penegakan Hak-Hak Anak Korban Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh dan Nias (UNICEF)

:

(60)

• Program Pengembangan Children Center di NAD dan Nias (UNICEF).

• Program Disaster Risk Reduction di Lhoksumawe, Aceh Utara dan Simeuleu.

• Program Penguatan PKBM di NAD (Save the Children).

• Program Pengembangan Media Anak di NAD dan Nias (UNICEF)

• Program pengurangan resiko Bencana berbasis sekolah di kabupaten Simeuleu-NAD (CORDAID).

(61)

BAB V

ANALISIS DATA

Pada bab ini penulis akan menguraikan data-data hasil penelitian di lapangan yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara.Penelitian ini dilakukan terhadap anak jalanan yang berkonflik dengan hukum (sebagai korban) yang kasusnya ditangani oeh Pusaka Indonesia, terhitung mulai tahun 2005-2007. Berjumlah 20 orang yang terdiri dari 5 orang korban pelecehan seksual, 5 orang korban penganiayaan, 7 orang korban penjualan anak(trafiking), 3 orang korban pemerkosaan.Adapun data-data yang dianalisis dalam bab ini adalah sebagai berikut:

A.Karakteristik Umum Responden

Tabel 1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Umur F %

(62)

pelecehan seksual, 3 orang korban penjualan anak(trafiking), 2 orang korban pemerkosaan dan 2 orang korban penganiayaan.Responden berikutnya berumur 9-13 tahun sebanyak 6 orang (30%), terdiri atas 3 orang korban penganiayaan dan 3 orang korban penjualan anak(trafiking). Sedangkan responden yang berumur 4-8 tahun sebanyak 2 orang (10%), yang terdiri dari 1 orang korban pemerkosaan dan 1 orang korban trafiking.

(63)

Faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak, dapat dilihat dari 3 aspek yaitu; aspek kondisi sang anak sendiri seperti anak yang mengalami cacat fisik maupun mental, kehadiran anak yang tidak diinginkan, dan lain-lain. Faktor orangtua seperti; pernah mengalami kekerasan/penganiayaan sewaktu kecil, menganggur/pendapatan tidak mencukupi, dan lain-lain. Faktor lingkungan sosial seperti; kondisi sosial ekonomi yang rendah, status perempuan yang rendah, danlain-lain.

Umumnya anak jalanan yang berkonflik dengan hukum (sebagai korban) adalah perempuan anak jalanan korban kekerasan, dan juga anak jalanan yang mendapat tekanan untuk bekerja dari orang tua atau lingkungan, dan lain-lain.

(64)

karena itu kebanyakan anak jalanan yang mendapat pelecehan seksual memilih untuk bungkam.

Tabel 2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin F %

(65)

Tabel 3

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan F %

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 7 orang (35%), sedangkan tingkat SMP sebanyak 6 orang (30%), belum sekolah sebanyak 3 orang (15%), SMU sebanyak 2 orang ( 10%) dan tidak sekolah 2 orang ( 10%).

(66)

mendapat pelecehan seksual terutama dari teman-temannya. Walaupun belum memahami sepenuhnya tentang sesuatu yang telah terjadi pada dirinya, sebagai manusia seorang anak mempunyai naluri dan mencium ketidakberesan yang telah diperbuat orang terhadap dirinya.Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan SD,SMP,SMU, dan tidak sekolah dikarenakan kondisi keluarga yang tidak mampu sehingga tidak dapat melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi lagi.

Tabel 4

Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

No Agama F %

(67)

dikarenakan masyarakat/lingkungan tempat tinggal dan cara bergaul yang mengabaikan segi keimanan/keagamaan.

Dari hasil pengamatan di lapangan, tidak jarang dari pelaku adalah orang-orang yang taat beragama, orang-orang-orang-orang yang disegani, dan diberi kepercayaan oleh masyarakat.Dapat dilihat bahwa cara pandang seseorang terhadap agama berbeda-beda, ada yang berpikir agama sebagai ajaran yang harus ditaati, ada yang berpikir agama hanya sebuah kepercayaan yang memang harus dimiliki oleh setiap manusia, sebagian lagi menjadikan agama sebagai simbol tanpa adanya implementasi dari ajaran agama itu sendiri. Dan pada akhirnya lahirlah orang-orang yang beragama tapi tidak bermoral.

B.Pandangan Korban Mengenai Peranan Pusaka Indonesia

B.1 Investigasi

Tabel 5

Karakteristik Jawaban Responden Mengenai Darimana Diperoleh Informasi Tentang Pusaka Indonesia

No Jawaban F %

1 2 3

Teman, Orang Tua Staf Pusaka Indonesia

Lain-Lain

(68)

dan LSM lain. Investigasi adalah serangkaian tindakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dalam mencari kebenaran dan informasi tentang keberadaan korban. Investigasi dapat dilakukan berdasarkan penerimaan laporan langsung, yaitu laporan/pengaduan yang berasal dari korban/keluarga. Penerimaan laporan tidak langsung, yaitu laporan dari LSM lain, media massa dan rujukan polisi.

Investigasi yang dilakukan oleh staf Pusaka Indonesia dengan melakukan kunjungan langsung ke rumah korban, tujuannya untuk mengetahui tempat tinggal korban dan mengetahui kondisi sosial dan ekonomi keluarga korban. Kemudian meminta korban/keluarga untuk melakukan kunjungan ke Pusaka Indonsia, apabila investigasi yang dilakukan berdasarkan pengaduan tidak langsung, tujuannya untuk mengetahui posisi kasus yang dialami korban (pembuatan kronologis kasus).

Tabel 6

Distribusi Jawaban Responden Apakah Puas dengan Informasi yang

Diberikan Oleh Pusaka Indonesia

No Jawaban F %

(69)

mengetahui harus kemana mengadukan masalahnya. Umumnya tidak terungkapnya kasus dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat dalam pemenuhan haknya dan masih beranggapan bahwa masalah itu adalah urusan intern keluarga.

Sebagaimana Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan –hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.

Tabel 7

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Cara Pengaduan Kasus kepada

Pusaka

No Jawaban F %

1 2

Secara Langsung Secara Tidak Langsung

15 5

75 25

Jumlah 20 100

Data Primer 2008

(70)

untuk mengetahui kebenaran informasi tentang korban. Kemudian responden diminta untuk datang langsung ke Pusaka Indonesia guna melengkapi kronologis kasus. Sedangkan responden dengan pengaduan tidak langsung sebanyak 5 orang ( 25%), menyatakan memperoleh informasi tentang keberadaan Pusaka Indonesia dari LSM lain dan rujukan Polda, menyatakan setelah melaporkan kasusnya terlebih dahulu kepada pihak polisi dan LSM lain. Kemudian pihak kepolisian dan LSM lain tersebut merujuk kepada Pusaka Indonesia. Dimana antara pihak kepolisian dan LSM lain tersebut memiliki jaringan kerja. Berdasarkan informasi/rujukan tersebut responden membuat pengaduan kepada Pusaka Indonesia.

(71)

Tabel 8

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Dengan Siapa Datang ke Pusaka

Indonesia

(72)

Tabel 9

Distribusi Jawaban Responden Apakah Pengaduan Langsung Direspon Oleh

Pusaka Indonesia

No Jawaban F %

1 2

Langsung Direspon Tidak Langsung Direspon

20 0

100 0

Jumlah 20 100

Data Primer 2008

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa responden sebanyak 20 orang (100%) yang membuat pengaduan kasus kepada Pusaka Indonesia menyatakan bahwa pengaduannya langsung direspon oleh Pusaka Indonesia. Lembaga-lembaga sosial pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk program pelayanan yang bervariasi. Ini dapat dilihat dari bidang pelayanan sosial dalam praktek pekerjaan sosial. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya, lembaga sosial dapat memberikan sanksi-sanksi, dan sumber-sumber yang diperlukan pekerja sosial dan profesi lainnya yang tekait dalam menjalankan kegiatan prakteknya.

(73)

Tabel 10

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Respon yang Diberikan Oleh

Pusaka Indonesia

No Jawaban F %

1 2 3

Baik Kurang Baik

Tidak Baik

20 0 0

100 0 0

Jumlah 20 100

Data Primer 2008

(74)

Tabel 11

Distribusi Jawaban Apakah Respon Sesuai dengan Harapan

No Jawaban F %

1 2 3

Sesuai dengan harapan Kurang sesuai dengan harapan

Tidak sesuai dengan harapan

20

(75)

Tabel 12

Distribusi Jawaban Responden Adakah Kesulitan Saat Pengaduan Kasus

kepada Pusaka Indonesia

No Jawaban F %

1 2

Mengalami kesulitan Tidak Mengalami kesulitan

0 20

0 0

Jumlah 20 100

Data Primer 2008

(76)

B.2 Penjemputan dan Penyelamatan Korban

Tabel 13

Distribusi Jawaban Responden Pernah atau Tidaknya Pusaka Melakukan

Penjemputan/Penyelamatan

No Jawaban F %

1 2

Pernah melakukan penjemputan Tidak pernah melakukan

penyelamatan

(77)

Tabel 14

Distribusi Jawaban Responden Dimanakah Ditempatkan

No Jawaban F %

1 2 3

Drop In Centre Rumah Singgah

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa responden sebanyak 7 orang (100%) menyatakan ditempatkan di Drop In Centre (DIC). DIC sebagai tempat penampungan bagi anak yang sedang direhabilitasi akibat trauma dan gangguan kejiwaan. Bentuk kekerasan pada anak jalanan tidak sebatas pukulan dan tamparan, tetapi berkembang pada pelecehan seksual dan pemerkosaan. Untuk itu perlunya memindahkan korban, dengan tujuan untuk menjauhkan korban dari ancaman pelaku sehingga merasa aman.

(78)

Tabel 15

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Lamanya Berada di DIC

No Jawaban F %

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa responden sebanyak 7 orang (100%) menyatakan selama lebih dari seminggu berada di DIC (Drop In Centre).Umumnya korban berada di DIC selama kasusnya diproses secara hukum dan dianggap korban perlu memperoleh konseling dan bimbingan psikologis.

Berdasarkan hsil wawancara, lamanya responden berada di DIC tergantung dari lamanya proses penyelesaian kasus sampai ke pengadilan.

Tabel 16

Distribusi Jawaban Responden Apakah Merasa Aman di DIC

(79)

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa responden sebanyak 7 orang (100%) menyatakan merasa aman selama berada di DIC (Drop In Centre). Sebagaimana tujuan dari penempatan korban untuk menjauhkan korban dari para pelaku juga untuk memberikan rasa aman.

Tabel 17

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlakuan Staf Pusaka Indonesia

Selama Di DIC

No Jawaban F %

1 2 3

Mendapat perlakuan yang baik Mendapat perlakuan yang

kurang

Mendapat perlakuan yang tidak baik

(80)

Tabel 18

Distribusi Jawaban Mengenai Kebutuhan Selama Di DIC

No Jawaban F %

1 2

Kebutuhan Terpenuhi Kebutuhan Tidak Terpenuhi

7

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa responden sebanyak 7 orang (100%) menyatakan terpeuhi kebutuhannya selama berada di DIC. Mulai dari kebutuhan makan, minum, MCK dan lain-lainnya di fasilitasi oleh Pusaka Indonesia. Dari hasil pengamatan di lapangan, bagi korban yang tidak memiliki atau tidak membawa barang-barang miliknya maka kepada korban akan diberikan 1-2 pasang baju. Sebagaimana fungsi dari lembaga kemasyarakatan yaitu menjaga kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Pusaka Indonesia sebagai sebuah lembaga kemasyarakatan berupaya menjalankan fungsinya.

Tabel 19

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kegiatan Selama Di DIC

No Jawaban F %

1 Mengikuti Konseling dan Bimbingan Psikologis

7 100

Jumlah 7 100

Data Primer 2008

(81)

mengikuti konseling dan bimbingan psikologis yang dilakukan oleh Pusaka Indonesia.

Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul General features of social

institutions, telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan

sebagai berikut:

1.Suatu lembaga kemsayarakatan adalah organisasi pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.

2. Suatu rangkaian kekekalan tertentu merupakan cri semua lembaga kemasyarakatan.

3. Lembaga masyarakat mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. 4.Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.

Gambar

Tabel 1
Tabel 3
Tabel 6
Tabel 7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Peneliti Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diperngaruhi oleh gejala penurunan nafsu makan pada klien karena nutrisi merupakan kesehatan

Demikian pengumuman ini kami sampaikan dan bagi peserta pengadaan yang keberatan atas penetapan hasil kualifikasi dapat mengajukan sanggahan secara tertulis kepada

 Pastikan segala aktiviti pembelajaran yang anda lakukan dalam melaksanakan kurikulum Bahasa Melayu mencetus minda murid untuk menakul dan berfikir secara kreatif.  Sekiranya, anda

Bagaimana Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Menjatuhkan Putusan Terkait Dengan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) / Sekolah

 Menghuraikan langkah yang praktikal dan relevan untuk mengekal dan memantapkan perpaduan kaum dengan tepat dan sangat lengkap..  Mengemukakan contoh yang

, a high protein meal based on selected ingredients, were determined for juvenile silver perch. Experimental diets comprised a reference diet plus meat meal products at either 15%

[r]

Ž. There was no significant difference between the performance of silver perch fed the two test diets. The diet ingredient cost to produce 1 kg fish was significantly lower for