Skripsi
GAY : KEKERASAN SEKSUAL SESAMA PASANGAN
DI KOTA MEDAN
(Studi Deskriptif Life History pada Enam Orang Gay di Kota Medan)
d
i
s
u
s
u
n
Oleh :
MARTINUS ALFREDO MUNTHE 070901062
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Keberadaan kaum homoseksual terutama kaum gay di dunia termasuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir ini mendapat sorotan dari berbagai pihak terutama media massa. Hal ini dikarenakan berbagai kasus yang melibatkan kaum gay termasuk kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh kaum gay itu sendiri. Salah satunya adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di United Kingdom atau Inggris yang dilakukan oleh Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al Saud kepada pasangan gaynya Bandar Abdulaziz yang menyebabkan kematian pada bulan Februari tahun 2010. Masih jelas juga dalam ingatan masyarakat Indonesia tentang kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Veri Idham Henyansyah alias Ryan terhadap Heri Santoso yang disebabkan oleh kecemburuannya terhadap korban yang jatuh hati pada pasangan gaynya Novel. Beranjak dari fakta-fakta kekerasan seksual di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “GAY : Kekerasan seksual Sesama Pasangan di Kota Medan (Studi Deskriptif Life History pada Enam Orang Gay di Kota Medan)”.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini menggunakan studi life history dengan maksud untuk memperoleh data yang maksimal. Studi life history adalah suatu metode yang mengungkap riwayat hidup seseorang atau sekelompok orang baik secara menyeluruh maupun hanya aspek tertentu yang digambarkan secara rinci, multi faset dan cakrawala pandang yang luas dari interaksi seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungan dan masyarakat tanpa batas ruang dan waktu. Studi life history dalam penelitian ini digunakan untuk meneliti gay di kota Medan. Life history yang dimaksudkan dalam penelitian ini dimulai semenjak informan telah mengambil keputusan untuk menjadi gay dan telah menyatakan dirinya sebagai gay sampai pada pengalaman melakukan kekerasan seksual ataupun mengalami kekerasan seksual.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, anugerah dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan proses perkuliahan di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, mulai dari semester pertama sampai pada
penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dengan judul : “GAY : Kekerasan Seksual
Sesama Pasangan di Kota Medan (Studi Deskriptif Life History pada Enam Orang Gay
di Kota Medan)”.
Skripsi ini secara khusus penulis persembahkan kepada kedua orangtua tercinta,
Ayahanda A.H. Munthe (+) dan Ibunda S.M. Situmorang. Beribu-ribu ucapan terimakasih
tidak akan dapat membalas setiap doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayang mereka
yang telah diberikan kepada penulis sampai saat ini. Terlebih lagi pengorbanan mama yang
sangat luar biasa kepada penulis setelah papa meninggal dunia pada saat penulis masih duduk
di bangku TK (Taman Kanak-kanak). You are my everything mom, i love you more. Penulis
bisa seperti sekarang ini karena mama. Nasehat mama agar penulis selalu disiplin,
bertanggungjawab, menghargai waktu, belajar dengan giat, tekun dan sungguh-sungguh,
mencintai dan menyayangi keluarga, takut akan Tuhan, saling membantu dan berbagi dengan
sesama, serta selalu bersikap rendah hati akan selalu penulis ingat dan menjadi kemudi atau
kendali bagi penulis dalam menjalani hidup ini. Mama adalah anugerah terindah yang penulis
miliki. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
saudara-saudari kandung penulis yang tersayang, Abangda Donatus Mario Munthe, Amd. dan
penulis selama ini. Terimakasih banyak juga kepada lae atau ipar penulis, Tulus Pardosi, S.Pi
yang telah memberikan banyak masukan dan juga solusi kepada penulis. Penulis bangga
memiliki keluarga seperti kalian. Love you all my little family.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima saran, masukan, motivasi,
dukungan dan bantuan dalam bentuk apapun. Oleh sebab itu dalam kesempatan yang
berbahagia ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M.Si selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Rizabuana, M.Phil., Ph.D selaku dosen penasehat akademik sekaligus
dosen pembimbing penulis yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis di tengah-tengah kesibukan beliau yang cukup padat. Beliau senantiasa sabar
dalam membimbing penulis hingga penulisan skripsi ini selesai. Berkat beliau
penulis memperoleh banyak pengetahuan baru mengenai sistematika penulisan,
metode penelitian dan hal-hal baru yang berkaitan dengan penyusunan skripsi. Beliau
menjadi inspirasi bagi penulis karena selain menyandang gelar yang tinggi di dunia
akademik, beliau juga merupakan pribadi yang rendah hati, ramah dan mau
berinteraksi dengan siapa saja tanpa melihat latar belakang kehidupan seseorang.
Sangat sedikit manusia seperti beliau. Penulis bangga dibimbing langsung oleh
beliau. Terimakasih Pak.
6. Kak Fenni Khairifa, S.Sos, M.Si selaku staf administrasi di Departemen Sosiologi.
Terimakasih atas segala bantuannya.
7. Kak Nurbaiti selaku pegawai pendidikan bagian Departemen Sosiologi. Terima kasih
atas bantuannya selama ini.
8. Seluruh dosen di Departemen Sosiologi dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai materi
kuliah selama penulis menjalani perkuliahan di kampus ini.
9. Bapak Uskup Keuskupan Sibolga Mgr. Ludovikus Simanullang, OFM, Cap. yang
telah memberikan bantuan materi kepada penulis.
10. Seluruh keluarga besar penulis mulai dari keluarga mama hingga keluarga papa yang
selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. I love you all my big family.
11. Abangda Troy Sirait, S.Sos, Kakanda Natalie Barus, Jamie dan Tara yang telah
memberikan semangat dan pengalaman-pengalaman baru kepada penulis. Thanks for
everything brada and sistha.
12. Senior-senior penulis yang telah menjadi alumni maupun yang masih menyelesaikan
studinya : bang Jordan Panggabean, S.Sos (01), mas Dedi Putera, S.Sos (01), kak
Devy Juwita Sirait, S.Sos (02), bang Roy Spender, S.Sos (02). bang Ferdinan
Delessed Girsang, S.Sos (03), kak Grace Simanullang, S.Sos (03), kak Eva Siboro,
S.Sos (03), bang Risky Alfarisi Siregar, S.Sos (03), kak Asri Manihuruk, S.Sos (03),
kak Krisma Munthe, S.Sos (03), bang Ilham, S.Sos (03), bang Benny, S.Sos (04), kak
Reni Ensusi, S.Sos (04), kak Jeniwati, S.Sos (04), bang Alex, S.Sos (04) , bang Indra
Antian Sitompul, S.Sos (05), kak Ade Rahma Ayu Siregar, S.Sos (05), kak
(05), kak Novalia, S.Sos (05), kak Twince, S.Sos (05), bang Purnawan (05), kak
Gorenty Okseva Manurung (05), bang John Anggredy Sitio (06), bang Prabu Tamba
(06), bang Herbin (06), bang Chandra (06), bang Riandiko (06), Fitria Widya Lestari
(06) dan senior-senior lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih
buat kebersamaan dan semangatnya selama ini. Semoga kita menjadi orang yang
berhasil dan berguna untuk masyarakat luas. Amin.
13. Untuk rekan-rekan satu stambuk dan seperjuangan penulis : Lia Lidia Saragih, Ester
Novita Sari, Romaito Siregar, Puteri Atika, Adrian Tarigan, Royan Prayudie, Neko
Harada, Lestari Nova Marbun, Helen Siahaan, Bertha Mekha, Jefri, Bonny
Sembiring, Ester Verawaty Pasaribu, Mutiara Ginting, Evi Era Michalta, Shanty
Murni Zebua, Aspipin Sinulingga, Maya Lestari, Ayu, Martogi, Muhammad Rizky
Ananda, Rizky Ramadhani, Dini, Emby Wemsky, Muhammad Ridwan, Ngadino,
Hadi Syahputera, Oslen dan kawan-kawan. Terimakasih banyak buat kebersamaan
kita selama ini. Banyak hal yang telah kita lewati bersama selama menjalani
perkuliahan di kampus tercinta. Terimakasih juga karena telah memberikan
sumbangan pemikiran dan motivasi kepada penulis.
14. Junior-junior penulis di Departemen Sosiologi :
Stambuk 08 : Yolanda Hutauruk, Dian Siallagan, Iyuth, Grace Sinambela, Hendra
Hutagalung, Riama Siringo-ringo, Desi Manalu, Dicky Handika, Vanny, Shanty JV,
Ricky, Ratih, Pipit, Burhan, Richat, Evelyn, Arman Silalahi, Belman Siagian, Berlin,
Octa Virna Saragih, Frina Simanungkalit, Wistin, Giovani, Poibe, Sylvia, Judika,
Robby, Rizal, Nari, Raja Bako, Salmen, Lia, Enita, Bram, Reny, Lenny, Vera,
Bresman, Dicky Eko, Rudy, Shahrul, Gusnimar, Amos Pasaribu dan kawan-kawan.
Stambuk 09 : Ledy Yakin Ambarita, Lydia Melisa Bukit, Bertha Ramona, Tombos,
Stambuk 10 : Agusta Bancin, Dian Sinambela, Hening Kinasih, Natalia, Angel, Rina,
Veby, Johan, Sonya, Indra, Gabriel, Sumani, Dendri, Ribel, Yamin, Tri Quari
Handayani, Yolanda, Melisa, Waren, Yolanda, Sri, Yoga, Syurman dan
kawan-kawan.
Stambuk 2011 : Rency, Icha, Rio, Evan, Doddy, Prana, Kathy, Brenda, Joana, Aidil,
Natanael Ketaren, Ega, Banny dan kawan-kawan.
Terima kasih buat doa dan dukungannya kepada penulis.
15. Rekan-rekan visioner : Bang Dudex Acun Syah Nasution, Zulva, Fandhy Siregar,
Dorthy Silalahi, Yansen Ozy Sihotang, Aditya Baratayuda, Agnes Margaretha, Angel
Lase, Juliana Hutagalung dan Alex Manalu. Thanks for our friendship.
16. Sahabatku Alfred yang telah menjadi media atau sarana penghubung antara penulis
dengan informan.
17. Keenam informan yang telah berbagi kisah hidup dengan penulis.
18. Semua pihak yang turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih buat bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna adanya. Untuk itu penulis
mengharapkan masukan dari para pembaca sekalian dalam bentuk kritik dan saran yang
cukup membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih banyak.
Medan, Desember 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI ... ... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Manfaat Penelitian ... 12
1.5 Defenisi Konsep ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Homoseksualitas dalam Buku Memberi Suara pada yang Bisu ….…... 21
2.1.1 Pola Hubungan, Identitas Diri dan Perilaku Seksual Gay ……… 22
2.2 Studi Homoseksualitas dalam Buku HASRAT PEREMPUAN, Relasi
Seksual Sesama Perempuan dan Praktek Perempuan Transgender di
Indonesia ………... 26
2.3 Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Gay dalam Jurnal Pengambilan Keputusan Menjadi Homoseksual pada Laki-laki Usia Dewasa Awal ……….. 28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ……….… 31
3.2 Lokasi Penelitian ………... 33
3.3 Unit Analisis dan Informan ……….. 33
3.3.1 Unit Analisis ……… 33
3.3.2 Informan ……….. 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data ………... 36
3.5 Interpretasi Data ……….... 38
3.6 Keterbatasan Penelitian ……….... 39
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Medan ………. 41
4.2 Letak Geografis Kota Medan ……….. ... . 47
BAB V PROFIL INFORMAN DAN LIFE HISTORY INFORMAN
5.1 JS (Gay Kelas Atas yang Pernah Melakukan Kekerasan Seksual
kepada Pasangan Gaynya) ... 54
5.1.1 Profil Informan ... 54
5.1.2 Life History Informan ... 55
5.2 AA (Gay Kelas Menengah yang Pernah Melakukan Kekerasan Seksual
kepada Pasangan Gaynya) ... 67
5.2.1 Profil Informan ... 67
5.2.2 Life History Informan ... 67
5.3 TB (Gay Kelas Bawah yang Pernah Melakukan Kekerasan Seksual kepada
Pasangan Gaynya) ……….... 77
5.3.1 Profil Informan ……….… 77
5.3.2 Life History Informan ……….. 77
5.4 JP (Gay Kelas Atas yang Pernah Mengalami Kekerasan Seksual dari
Pasangan Gaynya) ………..……….. 87
5.4.1 Profil Informan ……….… 87
5.4.2 Life History Informan ………... 88
5.5 GA (Gay Kelas Menengah yang Pernah Mengalami Kekerasan Seksual
dari Pasangan Gaynya) ... 98
5.5.1 Profil Informan ... 98
5.6 FH (Gay Kelas Bawah yang Pernah Mengalami Kekerasan Seksual dari
Pasangan Gaynya) ... 109
5.6.1 Profil Informan ... 109
5.6.2 Life History Informan ... 109
BAB VI INTERPRETASI DATA 6.1 Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Gay ... 113
6.2 Perbedaan Gay dan Waria ... 114
6.3 Pola Hubungan, Identitas Diri dan Perilaku Seksual Gay ... 117
6.3.1 Pola Hubungan Gay ... 117
6.3.2 Identitas Diri Gay ... 119
6.3.3 Perilaku Seksual Gay ... 121
6.4 Hubungan Pacaran pada Gay ... 125
6.5 Kekerasan Seksual pada Gay ... 128
6.6 Gay dalam Sudut Pandang Sosiologi ... 133
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 136
7.2 Saran ... 138
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Daftar Nama Informan ... 35
Tabel 2 Luas Wilayah Kota Medan ... 47
Tabel 3 Penduduk Kota Medan Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2009 ... 51
Tabel 4 Pola Hubungan Gay ... 119
Tabel 5 Perilaku Seksual Gay ... 122
Tabel 6 Gay yang Melakukan Kekerasan Seksual kepada Pasangannya ... 129
Tabel 7 Gay yang Mengalami Kekerasan Seksual dari Pasangannya ... 131
ABSTRAKSI
Keberadaan kaum homoseksual terutama kaum gay di dunia termasuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir ini mendapat sorotan dari berbagai pihak terutama media massa. Hal ini dikarenakan berbagai kasus yang melibatkan kaum gay termasuk kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh kaum gay itu sendiri. Salah satunya adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di United Kingdom atau Inggris yang dilakukan oleh Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al Saud kepada pasangan gaynya Bandar Abdulaziz yang menyebabkan kematian pada bulan Februari tahun 2010. Masih jelas juga dalam ingatan masyarakat Indonesia tentang kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Veri Idham Henyansyah alias Ryan terhadap Heri Santoso yang disebabkan oleh kecemburuannya terhadap korban yang jatuh hati pada pasangan gaynya Novel. Beranjak dari fakta-fakta kekerasan seksual di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “GAY : Kekerasan seksual Sesama Pasangan di Kota Medan (Studi Deskriptif Life History pada Enam Orang Gay di Kota Medan)”.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini menggunakan studi life history dengan maksud untuk memperoleh data yang maksimal. Studi life history adalah suatu metode yang mengungkap riwayat hidup seseorang atau sekelompok orang baik secara menyeluruh maupun hanya aspek tertentu yang digambarkan secara rinci, multi faset dan cakrawala pandang yang luas dari interaksi seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungan dan masyarakat tanpa batas ruang dan waktu. Studi life history dalam penelitian ini digunakan untuk meneliti gay di kota Medan. Life history yang dimaksudkan dalam penelitian ini dimulai semenjak informan telah mengambil keputusan untuk menjadi gay dan telah menyatakan dirinya sebagai gay sampai pada pengalaman melakukan kekerasan seksual ataupun mengalami kekerasan seksual.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Keberadaan gay, lesbian dan biseksual di dunia ini sebenarnya sudah ada sejak lama termasuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Namun beberapa tahun terakhir ini keberadaan gay menjadi sorotan berbagai media di dunia dikarenakan berbagai kasus yang melibatkan kaum gay termasuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh kaum gay itu sendiri. Salah satunya adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al Saud kepada pasangan gaynya Bandar Abdulaziz di United Kingdom atau Inggris sehingga menyebabkan kematian pada bulan Februari tahun 2010. Dalam persidangan kasus ini diketahui bahwa selama kurang lebih 3 - 4 tahun Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al Saud memukul Bandar Abdulaziz dengan keras sebelum melakukan hubungan seksual ala kaum gay. Para ahli yang mengikuti persidangan tersebut mengatakan bahwa pemukulan yang dilakukan oleh Pangeran Saudi Saud Abdulaziz bin Nasser al Saud sebelum melakukan hubungan seksual mengandung sebuah “unsur seksual”
yang memberikan kepuasan tersendiri kepada si pelaku
diakses Selasa/08
seksual yang dilakukan oleh seorang gay kepada pasangan gaynya juga terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Sangat mencengangkan ketika mengetahui fakta bahwa kekerasan seksual bukan saja dilakukan oleh pasangan heteroseksual atau pasangan normal (laki-laki dan perempuan) tetapi juga dilakukan oleh pasangan homoseksual (yang dalam hal ini adalah gay).
Jumlah kekerasan seksual yang terjadi pada pasangan gay juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Secara lebih jauh bahkan disebutkan oleh Garbo dalam penelitiannya tahun 1999 bahwa sekitar 45% korban kekerasan seksual berasal dari ras Kaukasian, 17% dari ras Latin, 11% dari ras Afrika-Amerika dan 4% dari Asia. Sedangkan 44% korban kekerasan seksual berusia antara 33 sampai 44 tahun, 21% berusia antara 23 sampai 29 tahun, 12% berusia antara 45 sampai 64 tahun, 4% berusia antara 18 sampai 22 tahun dan 1% berusia di bawah 18 tahun atau di atas 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pria yang mengalami kekerasan seksual berasal dari berbagai etnis terutama dari ras Kaukasian dan paling banyak terjadi pada pasangan dewasa madya (Garbo, 2000).
Kasus kekerasan seksual pada pasangan gay sangat sulit dideteksi. Hal ini dikarenakan ketertutupan mereka dalam menjaga identitas dan orientasi seksual mereka dalam masyarakat. Publik sendiri yang mengetahui hal ini kebanyakan terkejut karena tidak terlintas sedikitpun dalam benak mereka bahwa kekerasan seksual bias terjadi pada pasangan gay (Spindle, 2003). Kekerasan seksual yang terjadi pada pasangan gay seringkali mengakibatkan hal yang lebih fatal dibandingkan pada pasangan heteroseksual. Beberapa kasus dilaporkan pernah terjadi dengan melibatkan penggunaan senjata seperti senapan sehingga mengakibatkan luka serius dan bahkan kematian (Barnes, 2003).
Kekerasan seksual lainnya bisa diakibatkan karena pengkonsumsian alkohol sehingga mengakibatkan pihak agresor mabuk. Kekerasan seksual yang terjadi biasanya adalah pemaksaan hubungan seksual. Kekerasan seksual yang terjadi sangat bervariasi mulai dari pemaksaan ciuman sampai pemaksaan penetrasi. Selain pengkonsumsian alkohol, kekerasan seksual juga bisa terjadi karena pihak agresor menggunakan beberapa taktik, antara lain seperti :
1. ancaman pemutusan hubungan 2. berbohong
3. pemberian janji palsu
4. ancaman penggunaan kekerasan 5. ancaman penggunaan senapan
Hanya saja karena ketertutupan yang mereka lakukan, maka sangat sulit bagi gay yang mengalami tindak kekerasan seksual untuk meminta pertolongan kepada orang lain. Biasanya reaksi yang tidak mereka harapkan justru terjadi dari orang yang diminta pertolongan saat mengetahui bahwa kekerasan seksual tersebut terjadi dalam konteks hubungan homoseksual yaitu gay (Waldner-Haugrud dan Gratch, 1997).
Fakta lain yang terjadi adalah bahwa yang menjadi agresor pada saat kekerasan seksual terjadi belum tentu dilakukan oleh gay yang memiliki sifat lebih maskulin. Kadang kala gay yang lebih kecil dan lemah yang justru sanggup melakukannya. Jika seorang lesbian mengalami tindak kekerasan seksual, maka dia bisa mengadu pada kelompok perlindungan wanita. Sebaliknya seorang gay akan mengalami kebingungan karena mereka tidak bisa melakukan hal yang sama ketika mengalami tindak kekerasan seksual tersebut (Davidson, 1997).
Ada 3 faktor kemungkinan penyebab seseorang menjadi gay
diakses Selasa/08 Februari 2011, pukul
10.10 WIB). Hal ini sedikit banyaknya mempengaruhi seorang gay untuk melakukan kekerasan seksual kepada pasangan gaynya, yaitu :
1. Biologis
mempengaruhi seseorang menjadi gay ini masih terus-menerus diteliti dan dikaji lebih lanjut oleh para pakar di bidangnya.
2. Lingkungan
Lingkungan diperkirakan turut mempengaruhi seseorang menjadi gay. Faktor lingkungan ini terdiri atas :
1. Budaya / Adat Istiadat
Pada dasarnya budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak mempengaruhi pribadi masing-masing orang dalam kelompok masyarakat tersebut. Demikian pula dengan budaya dan adat istiadat yang mengandung unsur homoseksualitas dapat mempengaruhi seseorang menjadi gay. Mulai dari cara berinteraksi dengan lingkungan, nilai-nilai yang dianut, sikap, pandangan maupun pola pemikiran tertentu terutama berkaitan dengan orientasi, tindakan dan identitas seksual seseorang.
2. Pola Asuh
Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi seseorang menjadi gay. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada identitas mereka sebagai seorang pria atau perempuan. Pengenalan identitas diri ini tidak hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna di balik sebutan pria atau perempuan tersebut, yang meliputi :
2. Karakteristik fisik : perbedaan alat kelamin pria dan wanita. Pria pada umumnya memiliki kondisi fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan wanita. Pria pada umumnya tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang mengandalkan tenaga atau otot kasar sementara wanita pada umumnya lebih tertarik pada kegiatan-kegiatan yang mengandalkan otot halus.
3. Karakteristik sifat : pria pada umumnya lebih menggunakan logika atau pikiran sementara wanita pada umumnya cenderung lebih menggunakan perasaan dan emosi. Pria pada umumnya lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang membangkitkan adrenalin, menuntut kekuatan dan kecepatan, sementara wanita lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang bersifat halus, menuntut kesabaran dan ketelitian.
3. Figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis. Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan melihat pada orangtua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya. Anak laki-laki melihat pada ayahnya dan anak perempuan melihat pada ibunya. Kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya. Homoseksual terbentuk ketika anak-anak ini gagal mengidentifikasi dan mengasimilasi apa, siapa dan bagaimana menjadi dan menjalani peran sesuai dengan identitas seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita. Kegagalan mengidentifikasi dan mengasimilasi identitas seksual ini dapat dikarenakan figur yang dilihat dan menjadi contoh untuknya tidak memerankan peran identitas seksual mereka sesuai dengan nilai-nilai universal yang berlaku. Misalnya, ibu yang terlalu mendominasi dan ayah yang tidak memiliki ikatan emosional dengan anak-anaknya. Ayah tampil sebagai figur yang lemah dan tidak berdaya atau orang tua yang homoseksual.
4. Kekerasan Seksual dan Pengalaman Traumatik
1. Hasrat seksual / nafsu 2. Fantasi seksual
3. Pelampiasan kemarahan / dendam
4. Ajang ngerjain orang, seperti : perpeloncoan dari senior kepada junior, ngerjain teman yang culun dan sebagainya.
untuk merusak atau "menyakiti" dirinya sendiri. Hal ini dinamakan trauma psikologis atau pengalaman traumatik. Pengalaman traumatik tidak hanya terbatas pada mengalami kekerasan seksual. Melihat seseorang yang melakukan kekerasan seksual ataupun melakukan hubungan homoseksual juga dapat menjadi sebuah pengalaman traumatik bagi seseorang.
3. Interaksi antara biologis dan lingkungan
Faktor biologis dan lingkungan berkontribusi terhadap orientasi seksual. Lingkungan turut mengambil bagian dan bukan semata-mata pilihan dari seseorang untuk menjadi gay. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan seseorang (faktor lingkungan) dikombinasikan dengan rangkaian genetik (faktor biologis) yang mempengaruhi persepsi, maka secara keseluruhan akan menumbuhkan atau membentuk seseorang menjadi gay.
sebagainya. Berdasarkan fakta-fakta di atas mengenai kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang gay kepada pasangan gaynya dan juga dikarenakan Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang diyakini keberadaan gaynya cukup banyak, maka peneliti tertarik untuk meneliti gay di Kota Medan dari aspek kekerasan seksual.
1.2Perumusan Masalah
Hal yang sangat penting untuk memulai suatu penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya dengan jelas sehingga akan jelas bagi peneliti dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 2006). Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan oleh peneliti, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah bentuk-bentuk kekerasan seksual yang pernah dilakukan dan dialami oleh gay di Kota Medan?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.4Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih lagi untuk ilmu pengetahuan. Oleh karena itu manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai kekerasan seksual pada gay dan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dilakukan dan dialami oleh gay, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, serta bermanfaat dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial khususnya Ilmu Sosiologi.
2. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pengetahuan dalam bentuk bacaan untuk memperkaya wawasan setiap individu yang membaca hasil penelitian ini dan menjadi bahan evaluasi diri bagi para gay itu sendiri.
1.5 Definisi Konsep
1. Homoseksual
Pada awalnya istilah homoseksual digunakan untuk mendeskripsikan seorang pria yang memiliki orientasi seksual terhadap sesamanya. Namun dalam perkembangannya, istilah homoseksual digunakan untuk mendefinisikan sikap seorang individu (pria maupun wanita) yang memiliki orientasi seksual terhadap sesamanya. Adapun ketika seorang pria memiliki orientasi seksual terhadap sesama pria maka fenomena tersebut dikenal dengan istilah gay, sementara fenomena wanita yang memiliki orientasi seksual terhadap sesamanya disebut lesbian. Baik gay maupun lesbian, keduanya memiliki citra yang negatif dalam masyarakat.
Pada dasarnya pembahasan mengenai homoseksualitas juga mencakup fenomena kaum gay. Atas dasar tersebut, maka setiap kajian mengenai homoseksualitas dapat mencakup kajian mengenai gay. Ditinjau dari jenis-jenisnya, maka homoseksualitas dalam kajian gay terdiri dari empat macam, yaitu :
1. Homoseksualitas pertumbuhan
Homoseksualitas pertumbuhan adalah homoseksualitas yang bersifat sementara. Homoseksualitas ini sangat singkat dan terjadi dalam masa pertumbuhan anak. Pada masa pubertas anak mulai mengalihkan perhatiannya dari orangtua kepada orang lain. Namun ketika seorang anak laki-laki belum berani kepada seorang gadis, maka ia dapat mengarahkan seksualnya kepada teman lelakinya yang sebaya. Dalam homoseksualitas pertumbuhan tidak harus terjadi perbuatan-perbuatan seksual, walaupun terkadang terjadi tindakan seksual tertentu seperti masturbasi berdua. 2. Homoseksualitas darurat
3. Pseudohomoseksualitas
Pseudohomoseksualitas lebih bersifat melayani seorang homoseksual karena alasan keuangan maupun memiliki ketergantungan terhadap seorang homoseksual tersebut. Ketika seorang pria berada dalam tekanan ekonomi dan seorang homoseksual mampu memberikan jaminan ekonomi kepadanya, maka ia dapat melakukan hubungan homoseksual demi jaminan ekonomi tersebut.
4. Homoseksualitas kecenderungan
Homoseksualitas ini sangat dipengaruhi oleh pembawaan seseorang. Jika seorang pria berada dalam keluarga yang mempunyai banyak anggota keluarga yang homoseksual, maka ia dapat turut melakukan hubungan homoseksual.
2. Gay
3. Pasangan Gay
Pasangan gay adalah dua orang gay yang menjalin hubungan dalam suatu ikatan emosional dan seksual. Hal ini dikenal dengan istilah “BF (Boy Friend)”. Pada kaum gay identitas hubungan seksual sangat penting untuk diketahui karena hal tersebut membantu bagi seorang gay untuk mencari tipe pasangan yang diinginkan. Perlu diketahui bahwa pola hubungan seksual pada gay mempunyai tiga bentuk, antara lain top, bottom dan fire style. Top merupakan salah satu bentuk hubungan seksual dimana seorang gay hanya bisa menyodomi dan tidak mau disodomi. Kebalikannya adalah bottom, dimana seorang gay hanya bisa disodomi dan tidak dapat menyodomi. Untuk pola hubungan seksual kedua-duanya adalah fire style, dimana seorang gay mampu menyodomi dan bisa disodomi. Ketika seorang gay sudah mengetahui dirinya termasuk fire style, top atau bottom, maka dia akan lebih mudah dalam mencari pasangannya. Hal ini karena ketika seorang gay mencari pasangan untuk menjalin hubungan baik secara emosional dan seksual biasanya menanyakan terlebih dahulu calon pasangannya, apakah fire style, top atau bottom.
4. Kekerasan Seksual
yang dimaksudkan adalah kekerasan seksual yang dilakukan maupun yang dialami oleh gay. Ada beberapa jenis bentuk-bentuk kekerasan seksual yang pernah dilakukan oleh gay di seluruh dunia, antara lain : memukul, menendang, menampar, menyulut rokok, memasukkan benda-benda keras ke dalam dubur atau anus, mencambuk, mencekik leher, menyayat-nyayat kulit dengan silet, menodong senapan, menggigit dan melukai alat kelamin, pemaksaan hubungan seksual, menarik rambut dengan kasar, mengancam, memaki, meludahi dan lain-lain. Berdasarkan pemaparan di atas, ternyata kekerasan seksual juga bisa terjadi pada pasangan gay. Memang secara empiris, penelitian-penelitian mengenai masalah ini baru banyak dilakukan di luar negeri yang juga masih sering terbentur oleh ketertutupan mereka dan tekanan masyarakat yang ada. Suatu studi terbaru menunjukkan bahwa satu dari lima orang gay mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh pasangannya, dimana hal ini menunjukkan fakta bahwa kekerasan seksual yang biasa terjadi pada wanita dalam hubungan atau pasangan heteroseksual juga bisa terjadi pada pasangan gay (Spindle, 2003). Sekitar 25% sampai 33% terjadi kekerasan seksual pada pasangan gay (Barnes, 2003).
5. Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial adalah
sosial karena fenomena gay bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat. Jadi ukuran yang menjadi dasar bahwa gay adalah penyimpangan sosial bukan karena baik atau buruk dan benar atau salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran norma dan nilai sosial dalam suatu kelompok masyarakat.
Dalam kaitannya sebagai bentuk perilaku menyimpang, secara sosiologis maupun umum gay dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dalam sudut pandang masyarakat luas maupun masyarakat tempat pelaku penyimpangan berada. Jika ditinjau dari sudut pandang etimologis, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menerjemahkan perilaku menyimpang sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang ada dalam masyarakat.
Penilaian masyarakat yang mengecam homoseksual diberikan dalam beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama, homoseksualitas dianggap sebagai dosa. Dari sudut pandang hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut pandang medis terkadang masih dianggap sebagai penyakit. Dari sudut pandang opini publik, dianggap sebagai penyimpangan sosial. Sementara itu, kelompok masyarakat yang memiliki pandangan berlawanan dengan persepsi di atas, menganggap homoseksualitas sebagai suatu gaya hidup.
Berdasarkan uraian tentang seksualitas kaum gay di atas, dapat dilihat persoalan moral yang timbul dari fenomena kaum gay tersebut. Persoalan moral pertama adalah praktek seks bebas (extra marital). Pasangan homoseksual masih belum bisa mendapatkan pengesahan dalam bentuk perkawinan legal. Oleh karena itu, praktek seks yang mereka lakukan dapat digolongkan sebagai praktek seks bebas karena dilakukan di luar lembaga perkawinan yang resmi. Persoalan moral kedua yang dialami kaum gay adalah bahwa hubungan seksual yang mereka lakukan adalah perbuatan homoseksual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Homoseksualitas dalam Buku Memberi Suara pada yang Bisu.
contructionism), banyak dianut oleh kalangan ilmuwan sosial yang terpengaruh oleh ide-ide Michel Foucault dari tahun 1970-an. Para ilmuwan sosial ini merujuk pada posisi perilaku homoseksual dalam berbagai budaya non barat yang tidak dikategorikan sebagai suatu kategori tertentu yang menyeluruh sebagaimana dikonseptualisasikan oleh para esensialis.
2.1.1 Pola Hubungan, Identitas Diri dan Perilaku Seksual Gay
Dari penelitian kelompok “Psyche” di Surabaya, didapati bahwa 30% dari kaum gay yang diwawancarai (N=100) memilih berpasangan monogam, dengan alasan bahwa adanya pasangan tetap merupakan perwujudan kebutuhan akan cinta dan rasa aman dan pasti. Namun lebih banyak (70%) yang tidak punya pasangan tetap, karena mempunyai pasangan tetap dianggap terlalu banyak mengajukan tuntutan dan tanggung jawab. Juga dikemukakan alasan sulitnya proses adaptasi antara dua orang yang baru kenal dan kurangnya kebebasan kalau berpasangan tetap.
nonkonformitas gender, walaupun sebagian kemudian mengadopsi identitas gay dan menampakkan nonkonformitas gender. Dalam kaitan ini, yang menarik adalah laki-laki yang berhubungan seks dengan waria, yang jelas tidak memandang diri atau dipandang sebagai gay/homoseksual. Hal identitas diri ini ternyata tidak ada sama sekali hubungannya dengan perilaku seksual mereka dengan partnernya: ada laki-laki “asli” yang dalam hubungan seksual minta disemburit (dipenetrasi di anus oleh penis laki-laki gay atau waria) atau yang dengan senang hati melakukan seks oral. Akan halnya perilaku seksual pada umumnya, semua tipe kontak langsung genital didapati di kalangan mereka yang berperilaku homoseksual di Indonesia modern. Pada laki-laki gay, dikenal teknik masturbasi mutual, fellatio (seks oral), koitus interfemoral dan “gesek-gesek” (frottage), serta koitus genito-anal (semburit). Secara umum didapatkan kesan bahwa orang Indonesia lebih berinhibisi dalam melakukan hubungan seksual apabila dibandingkan dengan orang barat.
2.1.2 Kaum Gay di Tengah Ancaman AIDS
kajian-kajian antropologi juga diketahui adanya budaya-budaya yang mengenal senggama penis-anus dan / atau penis-mulut sebagai bagian ritus inisiasi (Marind-Anim, Asmat). Para pemuka masyarakat ini tentu saja menolak mengakui masih adanya perilaku termaksud atau menganggap sudah tidak ada lagi, tetapi laporan-laporan dari “dalam” menunjukkan masih adanya perilaku itu.
Kesadaran akan pentingnya berpindah ke perilaku seks yang resiko rendah masih belum ada dalam komunitas gay, waria dan laki-laki pejantan mereka. Memang pada beberapa kalangan ada keengganan berhubungan seks dengan pria barat, karena dianggap hanya pria barat yang membawa HIV. Karenanya timbul mitos bahwa selama hubungan seks dilakukan dengan sesama laki-laki Indonesia, maka resiko tertular HIV tidak ada. Dapat dikatakan pada umumnya pengetahuan gay, waria dan pejantannya tentang AIDS sangat minim dan penuh kesesatan. Hingga akhir-akhir ini, pada umumnya mereka mengabaikan AIDS, dengan menganggapnya penyakit luar negeri yang tidak ada penderitanya di Indonesia. Pada umumnya pengetahuan mereka sangat minim atau keliru tentang bahaya AIDS, cara penularannya, gejala-gejala komplikasi serta penderitaan sebelum ajal, dan perjalanan penyakitnya. Kalaupun mereka membicarakan AIDS, kebanyakan dengan bercanda dan mencerminkan minim atau kelirunya pengetahuan itu, tetapi yang jelas tanpa rasa khawatir yang terlampau tinggi.
berganti mitra seks. Kenyataan menunjukkan bahwa sekali saja berhubungan seks dengan pembawa virus HIV dengan melakukan perilaku resiko tinggi sudah cukup untuk menularkannya. Selain itu, kebanyakan orang menganggap bahwa perilaku homoseksual, kalaupun ada terpusat pada kota-kota besar dan pusat-pusat wisata seperti Bali. Kenyataan menunjukkan bahwa setiap kota kecil, setiap desa, dihuni oleh orang-orang yang gemar menjalankan perilaku homoseksual resiko tinggi. Mereka hanyalah tidak terlihat dari permukaan. Kelompok gay dan waria yang tampak mencolok itu hanyalah “puncak gunung es”.
2.2 Studi Homoseksualitas dalam Buku HASRAT PEREMPUAN, Relasi Seksual Sesama Perempuan dan Praktek Perempuan Transgender di Indonesia.
menurutnya saling terkait untuk mengangkat status sosial perempuan (Karlen dalam Wieringa & Blackwood, 2009).
perbedaan ini kemungkinan karena status lebih tinggi yang diberikan kepada laki-laki dibandingkan kepada perempuan dalam kebanyakan tatanan masyarakat khususnya dalam peran melindungi yang dimainkan laki-laki dalam sepanjang sejarah dimana mereka biasanya melindungi anak-anak dan perempuan. Penegasan Carrier bahwa status sosial laki-laki yang lebih tinggi dan perempuan di bawahnya merupakan alasan mengapa lebih banyak ditemukan bukti dan visibilitas homoseksualitas laki-laki karena berkaitan dengan budaya patriarkat, tetapi juga menjadi alasan umum yang kurang dapat diterima (Carrier dalam Wieringa & Blackwood, 2009).
2.3 Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Gay dalam Jurnal Pengambilan Keputusan Menjadi Homoseksual pada Laki-laki Usia Dewasa Awal.
Proses pengambilan keputusan menjadi gay dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri subjek dan faktor lingkungan yang ada di sekitar subjek. Pemahaman diri subjek sebagai seorang gay tidak akan terbentuk menjadi orientasi seksual yang aktif apabila dari dalam diri subjek tidak ada keinginan untuk menjadi seorang gay. Pada awalnya subjek belum memiliki pengetahuan yang benar tentang orientasi seksual. Subjek hanya mengikuti perasaan dan menikmati sensasi ketertarikan pada sesama jenis tanpa memikirkan konsekuensinya lebih lanjut. Rasa ketertarikan yang awalnya hanya dipendam kemudian diwujudkan dalam komitmen untuk menjalin hubungan. Ketertarikan secara fisik maupun seksual kemudian berubah menjadi keinginan untuk menjalin hubungan secara intim. Hubungan ini yang kemudian menentukan subjek akan meneruskan orientasi seksualnya sebagai gay atau mengubah orientasi seksualnya menjadi heteroseksual. Ternyata hubungan yang dijalani subjek dengan pasangannya membuat subjek merasa menemukan sesuatu yang hilang dari dalam keluarganya seperti rasa nyaman dan kepuasan batin. Subjek merasakan adanya kepuasan dan terpenuhinya kebutuhan seksual maupun kebutuhan emosional dalam hubungan sejenis cenderung akan semakin memantapkan identitas seksual gay.
identitas ini biasanya akan menjalani kehidupannya dengan usaha mencari tahu kebenaran tentang orientasi seksualnya. Subjek kemudian memasuki tahapan perbandingan identitas. Pada tahapan ini subjek berusaha menerima orientasi seksualnya. Meskipun penerimaan diri yang dirasakan masih bersifat sementara, tetapi subjek mulai memikirkan konsekuensi yang harus ditanggung. Tahapan ini merupakan langkah awal pada komitmen bahwa subjek memiliki gambaran diri sebagai seorang gay. Di tahap selanjutnya subjek memasuki tahap toleransi. Pada tahap ini subjek akan memiliki komitmen yang besar atas identitas gaynya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Di dalam penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu gejala atau keadaan (Arikunto, 2009).
menggunakan metode life history ini adalah kebudayaan suatu kelompok masyarakat, perubahan kebudayaan dan norma-norma yang berlaku, riwayat hidup tersembunyi seseorang, menggali perbandingan secara retrospektif dan inter generasional, penelitian terhadap kasus yang mengalami gangguan penyimpangan dan perubahan
perkembangan yang mencolok
history dalam penelitian ini digunakan untuk meneliti gay di kota Medan. Life history yang dimaksudkan dalam penelitian ini dimulai semenjak informan telah mengambil keputusan untuk menjadi gay dan telah menyatakan dirinya sebagai gay sampai pada pengalaman melakukan kekerasan seksual ataupun mengalami kekerasan seksual.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan, Sumatera Utara. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi tersebut di atas adalah :
1. Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang menuju kota metropolitan, terindikasi sebagai salah satu kota yang keberadaan gaynya cukup
banyak setelah Surabaya dan Jakarta.
2. Peneliti dapat memanfaatkan waktu, tenaga, pikiran dan dana atau biaya yang diperlukan untuk dimaksimalkan dalam penelitian ini karena peneliti juga berada di
kota yang sama dengan lokasi penelitian.
3.3 Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis yang dimaksudkan dalam suatu penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2006). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah kaum gay di kota Medan.
3.3.2 Informan
1. Pernah melakukan kekerasan seksual kepada pasangan gaynya.
Berdasarkan kriteria yang pertama ini diambil sebanyak tiga orang informan dari latar belakang pekerjaan yang berbeda. Latar belakang pekerjaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan jumlah penghasilan atau pendapatan yang diperoleh dalam sebulan, yaitu :
1. Gay yang berpenghasilan Rp. 4.000.000,- ke atas (gay kelas atas), diambil satu orang informan.
2. Gay yang berpenghasilan Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 4.000.000 (gay kelas menengah), diambil satu orang informan.
3. Gay yang berpenghasilan di bawah Rp. 2.000.000,- (gay kelas bawah), diambil satu orang informan.
2. Pernah mengalami kekerasan seksual dari pasangan gaynya.
Berdasarkan kriteria yang kedua ini diambil sebanyak tiga orang informan dari latar belakang pekerjaan yang berbeda. Latar belakang pekerjaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan jumlah penghasilan atau pendapatan yang diperoleh dalam sebulan, yaitu :
1. Gay yang berpenghasilan Rp. 4.000.000,- ke atas (gay kelas atas), diambil satu orang informan.
2. Gay yang berpenghasilan Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 4.000.000 (gay kelas menengah), diambil satu orang informan.
Dalam penelitian ini pemberian nama bagi para informan gay adalah dengan menggunakan inisisal nama informan. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena masalah yang akan diteliti merupakan suatu realita sosial yang sensitif dan dapat dikategorikan sebagai suatu perilaku yang menyimpang dari norma sosial yang ada di tengah masyarakat Indonesia khususnya di Kota Medan yang merupakan lokasi dimana penelitian ini dilakukan. Dengan demikian privasi para informan dapat terjaga dan mereka merasa aman dari publikasi identitas mereka sehingga hubungan yang baik antara peneliti dan informan dapat terjaga selama penelitian ini berlangsung guna memperoleh data yang diinginkan oleh peneliti dari para informan. Adapun daftar nama informan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini :
Tabel 1
Daftar Nama Informan
No. Nama Usia Pekerjaan Kriteria Informan
1. JS 53 tahun Pengusaha travel Melakukan kekerasan seksual
2. AA 24 tahun Simpanan dokter Melakukan kekerasan seksual
3. TB 22 tahun Penyiar radio swasta Melakukan kekerasan seksual
4. JP 26 tahun Eksekutif muda Mengalami kekerasan
seksual
5. GA 25 tahun Karyawan asuransi Mengalami kekerasan seksual
6. FH 22 tahun Mahasiswa Mengalami kekerasan
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama di lokasi penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara :
1. Observasi Partisipasi
Hubungan yang baik, arif dan harmonis antara keduanya merupakan prasyarat utama agar objek pengamatan dapat menerima pengamat tanpa harus mencurigainya. Tetapi kadangkala hubungan yang baik tersebut membuat pengamat lupa pada keterbatasan waktu dan keterbatasan partisipasi itu sendiri yang diberikan padanya. Karena itu kesadaran diri pengamat sangat diharapkan dalam mengendalikan semua keterbatasan ini.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatan pewawancara dalam kehidupan informan.
2. Data Sekunder
referensi, dokumen pemerintah maupun swasta, majalah, buletin, koran, jurnal, artikel, otobiografi dan dari internet (data online) yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.
3.5 Interpretasi Data
3.6 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang dialami oleh peneliti ketika berada di lapangan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Topik yang diangkat dalam penelitian ini merupakan realitas sosial yang sangat sensitif di tengah-tengah masyarakat sehingga para informan pada awalnya tidak bersedia untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Para informan pada dasarnya merasa khawatir akan identitas seksual mereka yang akan terkuak dan diketahui oleh orang banyak. Namun dengan menggunakan pendekatan yang sangat persuasif, seperti mendekatkan diri dengan para informan dan menjadi teman bagi mereka, akhirnya empat orang informan bersedia untuk menceritakan kisah hidup mereka mulai dari perkenalannya dengan dunia gay sampai pada melakukan dan mengalami kekerasan seksual sesama jenis.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Kota Medan 1. Medan Tanah Deli
Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan– Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.
spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei. Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
2. Kampung Medan dan Tembakau Deli
pelabuhan transit yang sangat penting. Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik. Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara. Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu. Kemudian pada tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".
3. Legenda Kota Medan
4.2 Letak Geografis Kota Medan
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara yang dibagi ke dalam 21 kecamatan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2
Luas Wilayah Kota Medan
No. Kecamatan Luas (km2)
1. Medan Tuntungan 20,68
2. Medan Selayang 12,81
3. Medan Johor 14,58
4. Medan Amplas 11,19
5. Medan Denai 9,05
6. Medan Tembung 7,99
7. Medan Kota 5,27
8. Medan Area 5,52
9. Medan Baru 5,84
10. Medan Polonia 9,01
11. Medan Maimun 2,98
12. Medan Sunggal 15,44
14. Medan Barat 6,82
15. Medan Petisah 5,33
16. Medan Timur 7,76
17. Medan Perjuangan 4,09
18. Medan Deli 20,84
19. Medan Labuhan 36,67
20. Medan Marelan 23,82
21. Medan Belawan 26,25
TOTAL 265,10
Sumber : BPS Kota Medan
Dengan demikian, dibandingkan dengan kota / kabupaten lainya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah Kota Medan adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut : 1. Pemukiman 36,3 %
2. Perkebunan 3,1 % 3. Lahan Jasa 1,9 % 4. Sawah 6,1 % 5. Perusahaan 4,2 %
6. Kebun Campuran 45,4 % 7. Industri 1,5 %
8. Hutan Rawa 1,8 %
Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Kota Medan juga merupakan jalur sungai. Sedikitnya ada sembilan sungai yang melintasi kota ini, yaitu :
7. Sungai Sulang-Saling/Sei 8. Sungai Kera
9. Sungai Tuntungan
Manfaat terbesar dari sungai-sungai ini adalah sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai.
4.3 Gambaran Umum Kota Medan
Sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menuju kota metropolitan. Kota Medan dijadikan sebagai barometer dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan di segala bidang yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini didukung oleh posisi Kota Medan yang cukup strategis sebagai gerbang atau pintu masuk dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor) melalui dua jalur masuk utama Kota Medan, yaitu Bandara Polonia dan Pelabuhan Belawan.
Tabel 3
Penduduk Kota Medan Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2009
No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Medan Tuntungan 34.153 35.919 70.073
2. Medan Johor 57.495 58.725 116.220
3. Medan Amplas 57.127 58.029 115.156
4. Medan Denai 69.746 70.194 139.939
5. Medan Area 53.866 55.386 109.253
6. Medan Kota 41.298 42.994 84.292
7. Medan Maimun 28.212 29.646 57.859
8. Medan Polonia 26.389 27.038 53.427
9. Medan Baru 20.822 23.394 44.216
10. Medan Selayang 42.434 43.244 85.678
11. Medan Sunggal 54.452 56.216 110.667
12. Medan Helvetia 71.713 73.662 145.376
13. Medan Petisah 32.795 35.325 68.120
14. Medan Barat 38.513 40.585 79.098
15. Medan Timur 56.201 57.673 113.874
16. Medan Perjuangan 51.752 53.950 105.702
17. Medan Tembung 70.628 71.158 141.786
19. Medan Labuhan 53.522 53.399 106.922
20. Medan Marelan 64.183 62.436 126.619
21. Medan Belawan 48.908 47.791 96.700
TOTAL 1.049.457 1.071. 596 2.121.053
Sumber : BPS Kota Medan
BAB V
PROFIL INFORMAN DAN LIFE HISTORY INFORMAN
5.1 JS (Gay Kelas Atas yang Pernah Melakukan Kekerasan Seksual kepada Pasangan Gaynya)
5.1.1 Profil Informan
Inisial nama : JS
Usia : 53 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Pengusaha travel
Penghasilan/bulan : Rp. 10.000.000,-
Kategori informan : gay kelas atas
5.1.2 Life History Informan
Informan yang satu ini (JS) adalah seorang pengusaha travel di Kota Semarang. Walaupun bekerja sebagai pengusaha travel di Kota Semarang, JS merupakan salah satu warga Kota Medan yang bertempat tinggal di salah satu perumahan mewah di daerah Marelan Medan. Dalam sebulan ia harus membagi waktunya untuk bekerja di Kota Semarang dan beristirahat serta liburan di Kota Medan. JS dilahirkan di salah satu kota kecil di Sumatera Utara. Bandar Pulau nama kota itu. Ia dilahirkan dari keluarga yang sederhana pada tanggal 12 September 1958. Hal inilah yang menjadikan JS sebagai pribadi yang keras dan tangguh untuk mengubah nasib hidupnya dan keluarganya menjadi lebih baik. Masa kanak-kanaknya dilewati dengan membantu kedua orangtuanya bekerja di sawah garapan milik orang lain. Hal ini dilakukan untuk membantu perekonomian keluarganya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membantu biaya sekolah dirinya dan keempat adik-adiknya.
dapat disediakan orangtuanya dalam memenuhi perkuliahan anak mereka nantinya. Namun karena keinginan JS yang sudah kuat dan tekadnya yang sudah bulat, JS pun akhirnya nekad untuk berangkat merantau ke Pulau Jawa tepatnya ke Kota Semarang dengan biaya yang sangat minim. JS pun mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Berkat kerja keras dan usahanya akhirnya JS pun diterima di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Selama kuliah di Kota Semarang, JS tidak pernah meminta duit sepeserpun dari kedua orangtuanya karena JS sangat tahu bagaimana kehidupan ekonomi keluarganya. JS adalah anak yang tahu diri. Ia sadar bahwa ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Oleh karena itu JS tidak mau menyusahkan kedua orangtuanya, apalagi JS sadar bahwa melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi adalah keinginan besarnya dan bukan keinginan kedua orangtuanya yang tidak mampu membiayai perkuliahannya. Jadi JS harus berusaha semaksimal mungkin untuk melihat berbagai peluang yang ada yang bisa menghasilkan uang untuk membiayai perkuliahan dan kehidupan sehari-harinya. Begitu berat perjuangan JS dalam menjalani perkuliahan dan kehidupannya di Kota Semarang. Walaupun demikian hal tersebut bukan menjadi penghalang bagi JS untuk bergaul dengan teman-temannya di kampus yang rata-rata dan mayoritas berasal dari keluarga yang kehidupan ekonominya menengah ke atas.
mudah bergaul dengan siapa saja. Kepribadian RA yang lemah lembut mampu meluluhkan JS yang notabene adalah seorang pribadi yang keras. Masa-masa pacaran antara JS dan RA dilalui dengan berbagai cerita dan kenangan. RA menjadi semangat tersendiri bagi JS dalam mengikuti dan menyelesaikan perkuliahannya. JS dan RA merupakan pasangan kekasih yang saling mendukung dan saling menguatkan dalam berbagai hal, misalnya dalam perkuliahan dan dalam menghadapi berbagai masalah atau persoalan kehidupan lainnya yang sedang mereka hadapi. Berbagai suka dan duka mereka lalui bersama hingga akhirnya mereka menamatkan atau menyelesaikan perkuliahan mereka.
adik-adiknya terutama dalam membiayai pendidikan adik-adik-adiknya yang masih sekolah dan yang sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Kota Medan. Hal tersebut dilakukan JS karena ia merasa bahwa sebagai seorang sulung dari lima bersaudara atau sebagai anak yang paling besar, ia berkewajiban untuk membantu keluarganya dan hal tersebut merupakan tanggung jawabnya. Hal yang sangat membanggakan bagi JS bila ia bisa membantu keluarganya dari segi materi.
Kebanggaan yang sama juga dirasakan oleh JS di tempat ia bekerja karena JS merupakan salah satu karyawan yang memiliki prestasi gemilang sehingga membantu JS dalam percepatan jenjang kariernya. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran serta RA, kekasih hati JS yang selalu ada untuk memberikan semangat baginya. Setelah menamatkan kuliahnya, RA diterima bekerja di salah satu bank yang ada di Kota Semarang. Dengan demikian hubungan asmara antara JS dan RA tetap terjalin bahkan semakin erat. Mereka saling menguatkan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya dalam hal pekerjaan mereka. Tiba saatnya ketika JS merasa bahwa kehidupannya secara finansial sudah lebih dari cukup maka JS pun memutuskan untuk melamar RA.
mereka berdua akhirnya JS dan RA pun membeli rumah kelas menengah yang cukup bagus untuk pasangan muda yang baru menikah. Untuk membiayai pesta pernikahan mereka dan membeli rumah baru, tabungan yang sudah mereka kumpulkan selama ini pastinya habis. Hal ini tentunya memaksa mereka berdua terutama JS untuk mengisi kembali tabungan mereka. JS berusaha semaksimal mungkin bekerja dengan giat guna mengumpulkan pundi-pundi rupiah dan begitu pula dengan isterinya. Kehidupan rumah tangga yang mereka lalui sama seperti pasangan suami – isteri lainnya. Terkadang ada kerikil-kerikil kehidupan yang menghampiri perjalanan rumah tangga mereka. Namun mereka berusaha menyikapinya dengan bijaksana.
usaha travelnya yang sukses dan cemerlang berbanding terbalik dengan kehidupan rumah tangganya.
Hal yang lebih membuat JS sangat kecewa dan marah kepada RA adalah ketika RA sudah sangat jarang sekali melayani JS terutama dalam hubungan seksual. Setiap kali JS mengajak RA untuk berhubungan badan, RA selalu menolak dengan alasan capek. Padahal saat itu JS ingin sekali berhubungan intim dengan isterinya. JS merasakan kasih sayang RA yang sudah berkurang kepada dirinya dan juga kepada ketiga orang anaknya. Berbulan-bulan JS mengalami situasi seperti itu dalam keluarganya hingga JS tidak mampu lagi untuk menahan diri dan terus bersabar dan akhirnya pertengkaran mulut antara JS dan RA pun semakin sering terjadi hingga kekakuan keluarga yang akhirnya dirasakan oleh JS dan ketiga orang anaknya. Dengan pertimbangan yang cukup matang dan melalui pergumulan batin, akhirnya pada tahun 2004, JS memutuskan untuk berpisah dari RA dengan resmi bercerai. Masalah pengasuhan anak diserahkan sepenuhnya oleh JS kepada RA.
gay karena rasa kecewa yang dialaminya kepada mantan isterinya selama berumah tangga dulu.
seorang heteroseksual menjadi seorang homoseksual semenjak mengenal FS. Sejak melakukan hubungan seksual dengan FS itu, akhirnya JS pun merajut hubungan asmara dengan FS. Mereka selalu menghabiskan malam bersama dan tentunya dilanjutkan dengan melakukan hubungan seksual yang sangat ditunggu oleh JS.
“….Dalam membangun hubungan itu yang diutamakan adalah kasih sayang, dalam artian saling. Gak perduli siapa pasangan kita, ntah laki-laki ntah perempuan. Laki-laki sama Laki-laki-Laki-laki pun bisa lebih berkasih sayang dibandingkan laki-laki sama perempuan. Begitu pula dalam hubungan intim, yang penting saling memuaskan pasangan kita, gak perduli gimana caranya, yang penting puas….”.
(Berdasarkan hasil percakapan personal, Agustus 2011)
“….Ntah kenapa kalo sudah melihat puting susu pasangan Saya memerah atau berdarah malah semakin menaikkan libido Saya untuk melakukan hubungan seksual. Makanya kalo puting susu pasangan Saya belum memerah atau berdarah langsung cepat-cepat Saya gigit puting susunya itu. Kadang kalo kesakitan dia kalo kugigit puting susunya malah makin Saya gigit lagi kuat-kuat. Kalo sudah merah atau berdarah barulah Saya mencumbui dia sampai Saya klimaks….”.
(Berdasarkan hasil percakapan personal, Agustus 2011)
5.2 AA (Gay Kelas Menengah yang Pernah Melakukan Kekerasan Seksual kepada Pasangan Gaynya)
5.2.1 Profil Informan
Inisial nama : AA
Usia : 24 tahun
Suku : Batak Toba
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Simpanan dokter
Penghasilan/bulan : Rp. 2.500.000,-
Kategori informan : gay kelas menengah
Kriteria informan : pernah melakukan kekerasan seksual
5.2.2 Life History Informan
campur, mie, bubur dan kue-kue tradisional. Penghasilan yang diperoleh ayahnya sebagai seorang buruh bangunan dan ibunya sebagai penjual sarapan pagi belum bisa mencukupi kebutuhan kehidupan keluarga AA sesuai dengan standard kebutuhan keluarga yang ideal pada umumnya. Apalagi bila ayahnya sedang tidak ada pekerjaan karena tidak ada bangunan yang dikerjakan, akan sangat terasa kesulitan ekonomi dalam keluarga mereka. Walaupun demikian AA dan keempat orang saudaranya tidak pernah mengeluh kepada kedua orangtua mereka. Mereka sadar dan tahu diri bagaimana keadaan ekonomi keluarga mereka.
Dalam segi pendidikan, AA juga merupakan anak yang cukup pintar. AA mengecap bangku pendidikan mulai dari SD, SMP dan SMA di sekolah negeri yang ada di kampungnya tempat dia dilahirkan dan dibesarkan. Mulai dari SD, SMP dan SMA, AA selalu masuk dalam ranking atau peringkat sepuluh besar walaupun tidak pernah mendapatkan ranking atau peringkat pertama di kelasnya. Meskipun demikian AA tetap bangga dengan prestasi yang diperolehnya selama mengecap bangku pendidikan di sekolah negeri yang ada di kampungnya. Banyak pengalaman kehidupan yang diperoleh AA selama menikmati bangku pendidikan mulai dari SD, SMP dan SMA di kampungnya, seperti prestasi belajar, bergaul dengan banyak orang, kebersamaan dengan teman-temannya, bertanggung jawab terhadap perbuatan sendiri, mencintai dan menyayangi keluarga, menghargai jerih payah orangtua, saling berbagi, setia kawan, berani melakukan hal yang semestinya, tertarik terhadap lawan jenis dan pengalaman suka duka lainnya, termasuk pengalaman yang tidak terlupakan dalam hidupnya, yaitu mimpi basah.
pubertas inilah AA mulai tertarik melirik lawan jenisnya yakni perempuan-perempuan yang ada di sekolahnya. Perasaan suka pada perempuan-perempuan-perempuan-perempuan yang dianggapnya mampu mencuri hatinyapun mulai muncul. Hingga kemudian AA melakukan pendekatan-pendekatan dengan seorang perempuan berinisial W yang juga satu kelas dengan AA pada saat itu. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan AA pada W berujung pada pengungkapan cinta (sekarang dikenal dengan istilah “tembak”). Hasilnya adalah cinta AA diterima oleh W. Inilah pertama kalinya AA berpacaran. Pacaran ala ABG (Anak Baru Gede) atau yang sering disebut dengan istilah “cinta monyet”.