KADAR FIBRONECTIN PLASMA
PADA PENDERITA SIROSIS HATI BERDASARKAN KEPARAHAN
PENELITIAN DI DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
RSUD Dr PIRNGADI / RSUP H ADAM MALIK
MEDAN
DESEMBER 2007 – MARET 2008
TESIS
OLEH
CHRISTINA J R ESMARALDA LUMBANTOBING
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DI DEPAN SIDANG LENGKAP
DEWAN PENILAI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN
KEAHLIAN DALAM BIDANG PENYAKIT DALAM
PEMBIMBING TESIS
Prof.dr.Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH
Disahkan Oleh
Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam Ketua Program Studi Fakultas kedokteran USU PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU
DEWAN PENILAI
1. Prof.dr.Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH
2. Dr.Mabel Sihombing, SpPD-KGEH
3. Dr.Josia Ginting,SpPD-KPTI
4. Dr.Refli Hasan,SpPD-SpJP (K) FIHA
5. Dr.R.Tunggul Ch.,SpPD-KGH
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan rahmatNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul: KADAR FIBRONECTIN PLASMA PADA PENDERITA SIROSIS HATI
BERDASARKAN KEPARAHAN yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan dokter ahli di bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
Dengan selesainya karya tulis ini maka penulis ingin menyampaikan
terimakasih, hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr.Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK-USU/ RS H.Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan
dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.
2. Dr.Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr. Dharma Lindarto sebagai Ketua dan
Sekretaris Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam yang
membina penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berilmu dan berbudi luhur.
3. Seluruh staf Depertemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD
Dr.Pirngadi Medan; Prof.Harun Rasyid Lubis, Prof Bachtiar Fanani Lubis,
Prof Habibah Hanum Nasution, Prof Pengarapen Tarigan, Prof OK Moehadsjah,
Prof Lukman Hakim Zain, Prof Sutomo Kasiman, Prof Azhar Tanjung,
Prof M Yusuf Nasution, Prof Azmi S Kar, Prof Gonthar A Siregar, Dr Nur Aisjah,
Dr A Adin St Bagindo, Dr Sjafii Piliang, Dr Lufti Latief, Dr Abdurrahim Lubis,
Dr Betthin Marpaung, Dr Abiran Nababan, Dr Sri Sutadi, Dr Rustam Effendi YS,
Dr Harris Hasan, Dr Salli R Roseffi Nasution, Dr Mabel Sihombing, Dr Alwinsyah,
Dr Refli Hasan, Dr Pirma Siburian, Dr Dharma Lindarto, Dr Umar Zain,
Rahimi, Dr R Tunggul Ch, Dr Zuhrial, dr Tambar Kembaren, Dr Mardianto,
Dr Dairion Gatot , Dr Sugiarto Gani, Dr Santi Syafril dan Dr Savita Handayani
yang merupakan guru saya dan telah banyak memberikan bimbingan dan
petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.
4. Terimakasih juga kepada para guru yang berjasa dalam mendidik saya,
Prof Kariman S, Dr Rusli Pelly (alm), Dr Chairul Bachri (alm) serta Dr OK Alfien
Sjukran (alm).
5. Para Dokter Kepala Ruangan:Dr A Rahim Lubis, Dr Armon Rahimi, Dr R Tunggul
Ch, Dr Tambar Kembaren, Dr Calvin Damanik, Dr Zuhrial, Dr Mardianto, Dr
Maringan Lumban Gaol, Dr Saut Marpaung, Dr Daud Ginting, Dr Blondina
Marpaung, Dr Dasril, Dr Hariyani Adin, Dr Jerahim Tarigan, Dr Ilhamd, Dr Dairion
Gatot , Dr Sugiarto Gani, Dr Santi Syafril dan Dr Savita Handayani yang telah
membimbing saya selama mengikuti pendidikan.
6. Direktur RSUP H Adam Malik Medan/ RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah
memberikan keizinan dalam menggunakan fasilitas dan sarana rumah sakit
dalam menunjang pendidikan keahlian.
7. Manajer RS Pamela Tebing Tinggi yang telah memberikan kesempatan kepada
saya selama ditugaskan sebagai konsultan Ilmu Penyakit Dalam di RS Pamela
dalam rangka pendidikan ini.
8. Para sejawat peserta PPDS-I Ilmu Penyakit Dalam, perawat, paramedis dan
seluruh karyawan/karyawati di lingkungan SMF / Departemen Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr Pirngadi Medan /RSUP H.Adam Malik Medan atas kerjasama
yang baik selama ini.
9. Para pasien rawat inap dan rawat jalan di SMF / Departemen Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr Pirngadi Medan / RSUP H Adam Malik Medan, yang tanpa
10. Saya mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara dan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang menerima saya
sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.
11. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia, yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan ini.
12. Laboratorium Prodia Wilayah Sumatera Utara dan Laboratorium Prodia Pusat
Jakarta atas kerjasamanya dalam pengerjaan pemeriksaan laboratorium
terhadap sampel dalam penelitian ini.
13. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof.Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH sebagai
Kepala Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan
sebagai Pembimbing Penelitian, atas segala bimbingan bagi penulis selama
melaksanakan penelitian hingga selesainya karya tulis ini.
14. Drs Abd Jalil Amri Amru, MKes yang telah membimbing dalam analisa data
statistik penelitian ini hingga selesai.
Kepada kedua orangtua saya, ayahanda Ir Sahat Lumban Tobing (alm)
yang semangat dan ketabahannya menjadi inspirasi bagi saya, saya berterimakasih
dan akan tetap mengingat ketauladanan beliau. Bagi ibunda Edith Dumasi
Tobing-Nababan,SH yang telah membesarkan dan senantiasa mendoakan, saya mengucapkan
rasa terima kasih yang dalam, kiranya Allah Yang Maha Kuasa senantiasa memberkati.
Kepada suamiku dr Horas Rajagukguk, SpB FinAc, terimakasih atas
segenap kesabaran, pengertian dan dukungannya selama saya menjalani pendidikan
ini. Demikian juga terima kasih untuk segenap putra saya, Joseph Johansen Albert
Christian Pandapotan Maruliasi Rajagukguk, yang telah bekerjasama sehingga
ibundanya dapat menyelesaikan penelitian ini.
Kepada segenap pihak yang telah menolong saya secara langsung dan
tidak langsung, namun tidak mungkin saya sebutkan namanya satu persatu, izinkanlah
saya menghaturkan rasa terimakasih secara menyeluruh.
Medan, Maret 2008
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………... i - iv
Daftar Isi……….. v - vi
Daftar Tabel ...………. vii
Daftar Singkatan ……… viii
Abstract/Abstrak ……… ix - x BAB I PENDAHULUAN ………. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIROSIS HATI……… 3
2.1.1 Definisi Sirosis Hati...……… 3
2.1.2 Skor Penentu Keparahan dan Prognosis Sirosis Hati... 3
2.1.3 Gangguan opsonisasi pada Sirosis Hati... 3
2.2 FIBRONEKTIN PLASMA ... 4
2.2.1 Fibronectin plasma……… 4
2.2.2 Fungsi fibronectin ... ……… 4
2.2.3 Kadar fibronectin dan hal-hal yang mempengaruhinya…… 5
BAB III PENELITIAN SENDIRI 3.1 Latar Belakang ……… 8
3.2 Perumusan Masalah ………. 9
3.3 Hipotesa………... 9
3.4 Tujuan Penelitian……… 9
3.5 Manfaat Penelitian………. 9
3.6 Kerangka Konsepsional……… 9
3.7 Bahan dan Cara………. 10
3.7.1 Desain Penelitian……….. 10
3.7.2 Waktu dan Tempat Penelitian………. 10
3.7.3 Subjek penelitian /Populasi Terjangkau……… 10
3.7.4 Perkiraan Besar Sampel ……… 10
3.7.5 Kriteria Yang Diikutkan Dalam Penelitian ……… 10
3.7.7 Cara Penelitian ………. 11
3.7.8 Analisa Data……… 11
3.7.9 Definisi Operasional ………. 11
3.7.10 Kerangka Operasional ………. 12
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……… ...…….... 13
4.1.1 Karakteristik Pasien Penelitian ………... 13
4.1.2 Kadar Fibronectin Plasma Pada Sirosis Hati Yang Berbeda Keparahanya ... 14
4.2 Pembahasan ... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 22
LAMPIRAN 1. TABEL MASTER PENELITIAN ... 26
2. PERSETUJUAN KOMITE ETIK ... 28
3. FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN ... 29
4. FORMULIR DATA PESERTA PENELITIAN ... 30
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data karakteristik peserta penelitian... 14 Tabel 2 Kadar fibronectin plasma pada sirosis hati berdasarkan
keparahan... 14 Tabel 3 Kadar fibronectin plasma pada pasien sirosis hati dengan asites, PSMBA, splenomegali serta varises esofagus... 15 Tabel 4 Korelasi rerata kadar pFN dengan komponen skor CTP dan
Daftar Singkatan
SH : Sirosis Hati
CTP : Child Turcotte Pugh
MELD : Model for end stage liver disease
FN : fibronectin
aFN : fibronectin asites
pFN : fibronectin plasma
cFN : cellular fibronectin
PSMBA : perdarahan saluran makanan bagian atas
VE : varises esofagus
INR : international normalized ratio
Kreat : kreatinin
Abstract
PLASMA FIBRONECTIN CONCENTRATION IN LIVER CIRRHOSIS PATIENT
ACCORDING TO SEVERITY
Christina J R E Lumbantobing*, Lukman Hakim Zain**
Gastroenterohepatology Division Departement of Internal Medicine
Faculty of Medicine University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik General Hospital
Background:
Patients with liver cirrhosis experienced dysfunction in their immune system, and the increased susceptibility to infection had relationship with the level of liver dysfunction. About 25-50% death among liver cirrhosis (LC) patients is due to infection. In human body defence mechanism, plasma fibronectin acts as opsonin for Kuppfer cells. Patients with liver disease frequently have pFN deficiency and decreased of pFN availability is an important factor causing Kuppfer cells failure. Concentration of pFN between patients with LC with different severity according to CTP and MELD score, had never been studied before.
Aim:
To obtain the pFN concentration among LC patients with different severity according to CTP and MELD score.
Material and Method:
This cross sectional study, in the period of August 2007 until March 2008, included male gender outpatients and inpatients with LC admitted to Division of Gastroenterohepatology- Departement of Internal Medicine/ H Adam Malik General Hospital –Medan, and private clinic of the Gastroenterohepatology consultant in Medan. Diagnosis was made by history, physical examination, laboratory examination and USG.
Result:
Among 38 patients (male gender), the patients with mild LC (CTP score < 8, MELD score < 14) were 20 and 17 patients consecutively, and severe LC (CTP score ≥ 8, MELD score ≥14) were 18 and 21 patients. Concentration of pFN of the severe LC patients were lower significantly from the mild LC patients (p<0,05). The pFN concentration had significant negative correlation with prothrombin time and INR. Concentration of pFN was lower among patients with splenomegaly, but no significant correlation was found between pFN and spleen length.
Conclusion:
Plasma fibronectin concentration was lower among the severe cirrhotic patients. Low pFN concentration in LC patients is more relevant due to synthetic failure of the liver.
Keyword: Plasma fibronectin. liver cirrhosis,MELD score, Child Turcotte Pugh score.
* Internal Medicine Resident, Faculty of Medicine University of Sumatera Utara / H. Adam Malik General Hospital Medan -Indonesia
Abstrak
KADAR FIBRONECTIN PLASMA PADA PENDERITA SIROSIS HATI
BERDASARKAN KEPARAHAN
Christina J R E Lumbantobing*, Lukman Hakim Zain**
Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H.Adam Malik
Latar Belakang:
Pada SH yang sudah lanjut terjadi defek dan disfungsi pada sistem imunnya dan peningkatan kerentanannya terhadap infeksi berkaitan dengan tingkat disfungsi hati. Sebanyak 25-50% kematian penderita SH disebabkan oleh infeksi.Dalam mekanisme pertahanan tubuh, fibronektin plasma (pFN) merupakan opsonin bagi sel-sel Kuppfer.Penderita penyakit hati sering mengalami defisiensi pFN dan berkurangnya ketersediaan FN merupakan faktor penting kegagalan sel-sel Kuppfer. Kadar pFN pada SH yang berbeda keparahannya berdasarkan skor CTP dan MELD belum pernah diteliti sebelumnya.
Tujuan:
Untuk memperoleh data kadar FN pada penderita SH yang berbeda keparahannya menurut skor Child-Turcotte Pugh dan skor MELD.
Bahan dan Cara:
Penelitian ini dilakukan secara potong lintang mulai Desember 2007 – Maret 2008, dan mengikutsertakan pasien laki-laki penderita SH rawat jalan poliklinik dan rawat inap di Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik Medan serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Gastroenterohepatologi di Medan. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, USG dan pemeriksaan laboratorium .
Hasil:
Dari 38 pasien SH laki-laki, penderita sirosis hati ringan (skor CTP< 8, skor MELD< 14) masing-masing 20 dan 17 orang secara berurutan, dan sirosis hati berat (skor CTP≥ 8, skor MELD ≥14) 18 dan 21 orang. Kadar pFN pasien sirosis hati berat lebih rendah bermakna daripada penderita sirosis hati ringan (p<0,05). Kadar pFN berkorelasi negatif bermakna dengan waktu prothrombin dan international normalized ratio (INR) Kadar pFN juga lebih rendah di antara pasien dengan splenomegali, namun tidak ditemukan korelasi yang bermakna di antara pFN dengan panjang lien.
Kesimpulan:
Kadar pFN lebih rendah pada pasien sirosis hati berat. Rendahnya kadar pFN pada penderita sirosis hati berat lebih relevan disebabkan oleh gangguan sintesis oleh hati.
Kata Kunci: Fibronectin plasma, sirosis hati, skor MELD, skor Child Turcotte Pugh.
* PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan-Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif.1
Penderita SH merupakan 4,1-5,2 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam.2 Di Medan, penderita penyakit hati merupakan 5% dari penderita yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam, sebanyak 72,7% di antaranya menderita SH.3 Sebanyak 25-50% kematian penderita SH disebabkan oleh infeksi.4,5 Mortalitas pasien SH yang mengalami infeksi 2 kali lebih besar daripada pasien tanpa infeksi.5 Infeksi yang paling sering terjadi pada SH ialah peritonitis bakterialis spontan (PBS), infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran nafas, serta bakteremia.5
Fibronectin (FN) adalah famili glikoprotein fungsional yang berperanan penting pada proses fundamental yang berhubungan dengan sifat migrasi dan adesi sel-sel, misalnya embriogenesis, keganasan, homeostasis dan penyembuhan luka. Fibronectin terdapat dalam dua bentuk, yaitu sebagai fibronectin plasma (pFN) dan fibronectin seluler (cFN).6 Fibronectin plasma merupakan opsonin bagi sel-sel Kuppfer.7 Fibronectin ini adalah glikoprotein dimerik8 yang memiliki bentuk terlarut di dalam darah dan cairan jaringan tubuh.dikutip dari 9 FN opsonik berfungsi memodulasi klirens partikel nonbakterial, monomer fibrin, sejumlah spesies bakteri dan debris sel serta opsonisasi sebelum proses fagositosis.10,11 Opsonisasi adalah molekul besar yang diikat permukaan mikroba dan dapat dikenal oleh reseptor permukaan netrofil dan makrofag, sehingga meningkatkan efisiensi fagositosis.12 Fibronectin opsonik mengaugmentasi fagositosis oleh netrofil dan makrofag peritoneal.10
Berbagai penelitian terhadap pFN pada berbagai penyakit hati telah dilakukan. Rerata kadar pFN pada SH (nilai ± 2SD) menurut Jitoku dkk ialah 246,7 ± 90,0 μg/ml.14 Pada penelitian Jitoku dkk, kadar pFN pada SH signifikan
lebih rendah daripada subjek normal, sedangkan menurut Matsuda dkk, kadar pFN meningkat signifikan pada SH dan berkurang signifikan pada sirosis dekompensata seperti asites.Dikutip dari 14 Menurut Fountas dkk, kadar FN plasma ini tidak dipengaruhi oleh sumber kanker dan tidak ada perbedaan signifikan kadar FN di antara penderita kanker dengan kontrol yang matching, namun kadarnya berkurang pada kasus yang mengalami metastasis luas neoplasma pada hati.15 Rerata kadar FN plasma (pFN) pada gagal hati fulminan lebih
rendah, yaitu 117,9 ± 19,4 μg/mL (Fok dkk). 13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SIROSIS HATI
2.1 .1 Definisi Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif.1
2.1.2 SKOR PENENTU KEPARAHAN DAN PROGNOSIS SIROSIS HATI
Keparahan serta prognosis SH dapat ditentukan menurut sistem skor Child - Turcotte Pugh (CTP) dan Model for End Stage Liver Disease (MELD). Pada sistem skor CTP penderita SH distratifikasi berdasarkan pemeriksaan objektif dan subjektif terhadap adanya asites, ensefalopati hepatik, kadar bilirubin, kadar albumin dan masa prothrombin.16 Skor MELD dikalkulasi berdasarkan pemeriksaan objektif terhadap kadar bilirubin total, INR, kreatinin serum serta etilogi penyakit hati. Skor Model for End Stage Liver Disease pada mulanya dikenal sebagai skor the Mayo-End Stage Liver Disease.16 Menurut penelitian, progresifitas penyakit pada skor CTP 8 atau lebih menandai adanya dekompensasi dini, pasien perlu dipertimbangkan untuk dirujuk ke sentra transplantasi hati. dikutip dari 17 Pada penelitian Botta dkk ditemukan bahwa cut off skor MELD 14 memiliki sensitifitas, spesifisitas dan c-statistic6 month survival sebesar 75%, 72 % dan 0,82. 18
2.1.3 GANGGUAN OPSONISASI PADA SIROSIS HATI
Tidak semua penderita SH mengalami komplikasi yang mengancam jiwa19, namun sekitar 25-50% kematian SH disebabkan oleh infeksi.4,5 Infeksi yang paling sering terjadi pada SH ialah peritonitis bakterialis spontan (PBS), infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran nafas, serta bakteremia. 5
Pada SH tahap lanjut terjadi defek dan disfungsi sejumlah sistem kekebalan tubuh.20 Peningkatan kerentanan penderita SH terhadap infeksi berkaitan dengan tingkat disfungsi hati.21 Abnormalitas mekanisme defensif yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi oleh flora usus sendiri ialah defisiensi aktivitas opsonin dan bakterisidal, gangguan fungsi monosit dan netrofil, penekanan aktivitas fagositik the
berkurang,penurunan aktivitas opsonisasi cairan asites dan faktor-faktor iatrogenik. 5,21 Opsonin adalah molekul besar yang diikat permukaan mikroba dan dapat dikenal oleh reseptor permukaan netrofil dan makrofag, sehingga meningkatkan efisiensi fagositosis.12
Sebanyak 40% penderita SH dan nyaris seluruh penderita koma akibat gagal hati fulminan, mengalami gangguan fungsi sel Kuppfer. dikutip dari 7 Gangguan aktivitas fagositik RES menyebabkan infeksi bakteri akut lebih sering terjadi daripada pasien yang normal aktivitas fagositik RES-nya. 21 Eliminasi endotoksin terutama dilakukan oleh sel Kuppfer sebagai RES hepatik yang memodulasi hampir seluruh efek endotoksin terhadap hati.21 Peningkatan konsentrasi endotoksin secara klinis bisa meningkatkan gangguan sirkulasi sistemik dan regional, koagulopati dan ensefalopati, mengakibatkan gagal hati maupun gagal ginjal yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.21
2.2. FIBRONECTIN PLASMA
2.2.1 Fibronectin Plasma
Fibronectin dimerik yang terlarut disekresikan oleh hepatosit ke dalam aliran darah, sedangkan cFN diproduksi secara lokal dan dideposit sebagai fibril-fibril tak larut pada matriks ekstraselluler jaringan. 6 Fibronectin disintesis oleh sel-sel endotel 22, makrofag 23 dan hepatosit 8. Penelitian Baralle dkk menemukan bahwa sebahagian dari FN jaringan, dalam jumlah yang kira-kira sama dengan yang dibentuk oleh jaringan itu sendiri, berasal dari pFN, sehingga mengesankan bahwa plasma merupakan sumber penting FN jaringan. 6 Kadar FN plasma ditentukan oleh kecepatan sintesis FN oleh hepatosit.8 Kecepatan sintesis FN pada subjek normal ialah 0,61 – 0,87 mg/kg/jam. Fibronectin dikatabolisme dengan cepat, dengan fractional catabolic rate (CFR) 4,81% per jam, waktu paruh (t½) 25 jam. Pada subjek penelitian diperlihatkan adanya katabolisme ekstravaskuler. Pasien penyakit kritis yang rendah kadar pFNnya memperlihatkan kecepatan sintesis yang mengalami penurunan nyata.24
2.2.2 Fungsi Fibronectin Plasma
FN plasma berperan pada opsonisasi debris sel, fibrin dan protein denaturasi sebelum difagositosis.11 Opsonin adalah molekul besar yang diikat permukaan mikroba dan dapat dikenal oleh reseptor permukaan netrofil dan makrofag, sehingga meningkatkan efisiensi fagositosis.12 FN opsonik berfungsi memodulasi klirens partikel nonbakterial, monomer fibrin dan sejumlah spesies bakteri. Makrofag peritoneal dan fagositosis netrofil pun diaugmentasi oleh FN opsonik.10
Penurunan ketersediaan FN merupakan faktor penting kegagalan sel-sel Kuppfer pada saat kegagalan hati fulminan, hal ini menyebabkan endotoksemia karena hati yang rusak gagal membersihkan endotoksin yang berasal dari usus dari darah porta. Endotoksin terlibat pada patogenesis gagal ginjal pada pasien dengan kerusakan hati. dikutip dari 13
2.2.3 Kadar Fibronectin Plasma dan Hal-hal Yang Mempengaruhinya
asites per magna kadar fibronectinnya signifikan lebih rendah dibandingkan dengan pasien dengan asites yang sedang.25
Kwon melaporkan bahwa bahwa pFN eksogen melindungi terhadap kerusakan hati yang diinduksi oleh endotoksin sesudah hepatektomi partial pada tikus percobaan. Pemberian FN eksogen menyebabkan sitokin dan nitric oxide (NO) serum signifikan menjadi lebih rendah dari kontrol, mengurangi ekspresi inducible nitric oxide synthase
(iNOS) hepatosit, apoptosis dan nekrosis pada hati yang tersisa juga lebih rendah secara bermakna. Fibronectin plasma mencegah kerusakan hati yang diinduksi oleh endotoksin melalui inhibisi aktivasi NF-κB, yang mereduksi ekspresi iNOS dan produksi NO oleh hepatosit, serta downregulation sitokin inflamasi. 26
Pemulihan dari defisiensi memberikan manfaat pada penderita. Menurut Blumenstock, kadar pFN pasien sepsis lebih rendah secara bermakna dibandingkan pasien non sepsis, pemberian kriopresipitat yang mengandung banyak fibronectin memulihkan fibronectin imunoreaktif serta defisiensi opsonisasi.9 Pada penelitian Doran dkk, pemberian fibronectin murni secara eksogen kepada penderita infeksi berat abdomen tidak mengurangi mortalitas secara bermakna, namun penderita tersebut hidup lebih lama dibandingkan pasien kontrol yang tidak diberi fibronectin eksogen.27
Kadar pFN pada dewasa normal ialah 325±76 μg/ml.15 Kadar pFN pada dewasa normal sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia. Konsentrasi pFN pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, namun konsentrasi pFN serupa pada laki-laki berusia 31-50 tahun serta laki-laki kelompok usia > 51 tahun.15
dalam plasma karena albumin dan masa prothrombin tidak berkorelasi dengan penurunan pFN.14
Kadar pFN tidak dipengaruhi oleh sumber kanker dan tidak ada perbedaan kadar FN penderita kanker dengan kontrol normal yang matching, namun kadar pFN lebih rendah jika terdapat metastasis luas pada hati.15 Kadar pFN paling rendah pada koagulasi intravaskuler diseminata jika dibandingkan dengan kontrol (p<0,001).15 Menurut Fok dkk, rerata kadar FN plasma (pFN) pada gagal hati fulminan lebih rendah daripada normal. Fibronektin plasma berkorelasi negatif dengan aktifitas aspartate
aminotransferase (AST) (r=-0,766, p<0,001), hal ini mengesankan bahwa FN
dikonsumsi selama proses klirens debris hepatosit. Kadar FN tidak berkorelasi dengan konsentrasi albumin serum ataupun masa protrombin.13 Konsentrasi awal FN cenderung lebih rendah pada penderita gagal ginjal dibandingkan dengan penderita dengan fungsi ginjal normal. 13
BAB III
PENELITIAN SENDIRI
3.1 LATAR BELAKANG
Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif.1
Penderita SH merupakan 4,1-5,2 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam.2 Di Medan, penderita penyakit hati merupakan 5% dari penderita yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam, sebanyak 72,7% di antaranya menderita SH.3 Sebanyak 25-50% kematian penderita SH disebabkan oleh infeksi.4,5 Mortalitas pasien SH yang mengalami infeksi 2 kali lebih besar daripada pasien tanpa infeksi.5 Infeksi yang paling sering terjadi pada SH ialah peritonitis bakterialis spontan (PBS), infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran nafas, serta bakteremia.5
Fibronectin plasma (pFN) merupakan opsonin bagi sel-sel Kuppfer.7 Fibronectin ini adalah glikoprotein dimerik8 yang memiliki bentuk terlarut di dalam darah dan cairan jaringan tubuh.dikutip dari 9 FN opsonik berfungsi memodulasi klirens partikel nonbakterial, monomer fibrin, sejumlah spesies bakteri dan debris sel serta opsonisasi sebelum proses fagositosis.10,11 Selain itufibronectin opsonik mengaugmentasi fagositosis oleh netrofil dan makrofag peritoneal.10 Deplesi FN berkorelasi dengan penekanan klirens oleh fagositik retikuloendotel, sedangkan pemulihan kadar FN berhubungan dengan pemulihan fungsi retikuloendotel.10 Penderita penyakit hati sering mengalami defisiensi pFN.7 Berkurangnya availabilitas FN merupakan faktor penting kegagalan sel-sel Kuppfer dan menyebabkan endotoxemia karena hati gagal membersihkan endotoksin yang berasal dari ususdan dari darah porta. dikutip dari: 13
Berbagai penelitian terhadap pFN pada berbagai penyakit hati telah dilakukan. Rerata kadar pFN pada SH (nilai ± 2SD) menurut Jitoku dkk ialah
kadar FN di antara penderita kanker dengan kontrol yang matching, namun kadarnya berkurang pada kasus yang mengalami metastasis luas neoplasma pada hati.15 Rerata kadar FN plasma (pFN) pada gagal hati fulminan lebih
rendah, yaitu 117,9 ± 19,4 μg/mL (Fok dkk). 13
Keparahan serta prognosis sirosis hati dapat diprediksi dengan Skor CTP dan Skor MELD, namun bagaimana kadar FN plasma pada SH yang berbeda keparahannya berdasarkan sistem skor CTP serta sistem skor MELD sepengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya, hal ini menyebabkan peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran fibronektin plasma pada penderita SH berdasarkan keparahannya.
3.2 PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana perbedaan kadar FN plasma di antara penderita sirosis hati parah dibandingkan dengan sirosis hati ringan.
3.3 HIPOTESIS
Kadar FN plasma pada penderita sirosis hati parah lebih rendah daripada kadarnya pada penderita sirosis hati yang ringan.
3.4 TUJUAN PENELITIAN
Untuk memperoleh data kadar FN pada penderita SH yang berbeda keparahannya menurut skor Child-Turcotte Pugh dan skor MELD.
3.5 MANFAAT PENELITIAN
Mengetahui kadar FN plasma agar dapat memperkirakan keparahan sirosis hati yang dialami penderita sirosis hati.
3.6 KERANGKA KONSEPSIONAL
Sirosis Hati Defisiensi pFN
Skor CTP Skor MELD Gangguan
opsonisasi
3.7 BAHAN DAN CARA
3.7.1 Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang.
3.7.2 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan mulai Agustus 2007 – Maret 2008, di RS H Adam Malik-Medan, RS Dr Pringadi Medan dan Praktek Dokter Spesialis Penyakit Dalam– Konsultan Gastroenterohepatologi di Medan.
3.7.3 Subjek penelitian/populasi terjangkau
Penderita SH yang rawat jalan poliklinik ataupun rawat inap di Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik/ RS Dr. Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Gastroenterohepatologi di Medan.
3.7.4 Perkiraan besar sampel
Perkiraan besar sampel = 2 (Zα+Zβ) x S 2 X1 – X2
α = 5% (ditetapkan peneliti) Zα (hipotesis 1 arah) = 1,64 β = 20% (ditetapkan peneliti) Zβ = 0,84
S (Simpang baku bersama) = 86 X1 – X2 = 70
2
= 2 (1,64+0,84)86 n1, n2=18,5 N= 38 70
3.7.5 Kriteria yang diikutkan dalam penelitian (kriteria inklusi)
a. Seluruh penderita sirosis hati, laki-laki, berusia 31– 65 tahun, yang berobat jalan di poliklinik dan dirawat inap Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik Medan dan RSU Dr Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Gastroenterohepatologi di Medan.
3.7.6 Kriteria yang dikeluarkan dalam penelitian (kriteria eksklusi) a. Gagal ginjal kronik
b. Sepsis
3.7.7 Cara Penelitian
Setiap pasien sirosis hati yang datang berobat jalan di poliklinik Gastroenterohepatologi Penyakit Dalam, maupun yang dirawat inap, dianamnesis serta dilakukan pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi abdomen atas. Juga dilakukan pemeriksaan laboratorium faal ginjal. Setelah memenuhi kriteria penelitian, dan diberikan penjelasan pasien ataupun keluarga dekat yang mewakilinya mengisi formulir persetujuan, kemudian dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar fibronectin plasma.
Skor CTP dihitung dengan menghitung poin yang diperoleh dari pemeriksaan subjektif dan hasil laboratorium menurut tabel Child-Turcotte Pugh (Tabel 1).
Skor MELD dihitung dengan kalkulator skor MELD yang diperoleh dari sumber di internet.
Sampel darah diambil dari vena sebanyak 3 ml dengan antikoagulan EDTA dan fibronectin plasmanya diperiksa dengan menggunakan The BTI Human Fibronectin
ELISA Kit (Biomedical Technologies Inc. Stoughton MA, USA) di Laboratorium Prodia
Medan.
3.7.8 Analisa data
Untuk perbandingan data numerik yang tidak berpasangan, jika memenuhi syarat digunakan uji t tidak berpasangan, dan jika tidak memenuhi syarat digunakan uji Mann-Whitney. Untuk data numerik yang berpasangan, jika memenuhi syarat digunakan uji t berpasangan, jika tidak memenuhi syarat digunakan uji alternatifnya. Data kwalitatif dibandingkan dengan Chi square test. Manajemen data dan analisa statistik dilakukan dengan program komputer, tingkat kemaknaan p< 0,05.
3.7.9 Definisi operasional
Skor MELD : skor yang diperoleh dengan memasukkan angka objektif dari hasil pemeriksaan bilirubin, kreatinin dan International Normalized Ratio (INR) ke dalam perhitungan formula sebagai berikut16:
Skor MELD= 3,8* log e (bilirubin (mg/dL) ) + 11,2 * log e (INR) + 9,6 * log e (kreatinin mg/dL) + 6,4
Skor MELD ≥ 14 dikelompokkan sebagai sirosis hati parah
Skor CTP : adalah skor yang ditetapkan berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif terhadap pasien SH, kemudian dihitung skornya menurut tabel 1 berikut.
Tabel 1 . Child-Turcotte dengan modifikasi Pugh. 16
Skor 1 2 3
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1. Karakteristik Pasien Penelitian.
Penelitian ini dilakukan dari Desember 2007 hingga Maret 2008, melibatkan
pasien sirosis hati rawat jalan di poliklinik Gastroenterohepatologi Penyakit Dalam RSUP
H. Adam Malik Medan dan praktek spesialis Penyakit Dalam Konsultan
Gastroenterohepatologi, dan rawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan serta RS
swasta di Medan.
Pada awalnya dalam penelitian ini terlibat 40 orang pasien, namun 2 orang
dikeluarkan karena masalah pengiriman sampel darah dan hilangnya data laboratorium.
Pasien yang diikut sertakan berjenis kelamin laki-laki (38,100%), dengan usia termuda
32 tahun hingga usia tertua 65 tahun. Diagnosis sirosis hati ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
ultrasonografi abdomen. (Tabel 1) Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan
darah rutin, fungsi hati, protein serum elektroforesis, waktu prothrombin (W Prot),
international normalized ratio (INR), dan kreatinin. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan
untuk mendeskripsikan kelainan yang menyertai sirosis hati, yaitu adanya asites serta
untuk mengukur panjang lien.
Seluruh pasien dalam keadaan kompos mentis. Perdarahan saluran makanan
bagian atas (PSMBA) melalui anamnesis hematemesis, melena ataupun yang
ditemukan pada saat endoskopi, PSMBA dialami oleh 8 pasien, sedangkan yang asites
banyaknya 19 orang. Pemeriksaan endoskopi yang dilakukan pada 20 orang
menemukan adanya varises esofagus (VE). Setiap pasien dibagi atas sirosis hati ringan
dan berat menurut skor Child Turcotte Pugh dan MELD, dan diperoleh penderita sirosis
sirosis hati berat (skor CTP≥ 8, skor MELD ≥14) 18 dan 21 orang. Jika berdasarkan
grade CTP maka penderita dengan CTP grade A sebanyak 16 orang, grade B 19 orang
dan grade C 3 orang. (Tabel 1)
Tabel 1. Data karakteristik peserta penelitian.
N 38
4.1.2 Kadar Fibronectin Plasma Pada Sirosis Hati Yang Berbeda Keparahannya.
Setelah dilakukan analisis, ternyata rerata kadar pFN pada pasien sirosis hati
berat berdasarkan skor CTP dan MELD lebih rendah secara bermakna (p= 0,001 dan
0,012) dibandingkan dengan kadarnya pada sirosis hati ringan. Jika penderita sirosis
hati yang dikelompokkan menurut grade CTP, ternyata dijumpai perbedaan rerata kadar
pFN di antara penderita dengan grade A, B dan C (p= 0,002). Dengan analisa post hoc,
diketahui bahwa perbedaan tersebut terdapat di antara CTP grade A dan grade B
(p=0,00
hati
engan asites, perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA), serta adanya
Tabel 3. Kadar fibronectin plasma pada pasien sirosis hati dengan asites, PSMBA,
adanya va s es
5) serta di antara grade A dan C(p=0,053). Sedangkan di antara grade B dan C
perbedaan rerata pFN tidak bermakna (p= 0,70). (Tabel 2)
Peneliti menghitung juga rerata kadar pFN di antara penderita sirosis
d
varises esofagus (VE) yang ditemukan dengan pemeriksaan endoskopi. (Tabel 3)
splenomegali serta rise ofagus.
PSMBA, perdarahan saluran makanan bagian atas, VE, varises esofagus.
Pada Tabel 3 tampak bahwa rerata kadar pFN perbedaannya tidak bermakna di antara
pasien dengan ataupun tanpa asites, PSMBA, VE, namun secara statistik terdapat
erbedaan yang bermakna kadar pFN di antara penderita yang splenomegali p
Tabel 4. Korelasi a ara r a pF ga ag p sko
ilirubin berkorelasi negatif tidak bermakna (rho -0,21, p 0,37). (Tabel 4)
abel 5. Korelasi a ara rata kad N dengan skor CTP, MEL panjang
Skor CTP Skor MELD Panjang Lien
* kemaknaan pada p 0,05 (2-tailed) # kemaknaan pada p 0,01 (2-tailed) Bil, bilirubin, Alb,albumin, INR international normalized ratio, Kreat, kreatinin.
Dengan uji korelasi, kadar pFN kelompok CTP berat berkorelasi negatif kuat
dengan waktu prothrombin (p 0,03) dan INR (p 0,04), pada MELD berat pFN berkorelasi
negatif dengan waktu prothrombin (p 0,003) dan INR (p 0,004). Pada sirosis ringa
* signifikan pada p 0,05 (2-tailed) # signifikan pada p 0,01 (2-tailed)
Setelah diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar pFN di antara
enderita yang splenomegali dibandingkan pada pasien yang liennya berukuran normal
ji korelasi dan ternyata kadar pFN berkorelasi negatif tidak
bermak
efek dan disfungsi sejumlah sistem imun
Tubuh20
21
7
dikutip dari 7
14
juga menyebabkan penurunan pFN pada penderita penyakit hati,
sedang
14
rat dibandingkan kadarnya pada sirosis ringan.
Kadar p p
(p 0,02), dilakukan u
na dengan panjang lien . (Tabel 5).
4.1. PEMBAHASAN
Pada SH yang sudah lanjut terjadi d
, peningkatan kerentanan penderita SH terhadap infeksi berkaitan dengan
tingkat disfungsi hati. Dalam mekanisme pertahanan tubuh, fibronectin plasma
merupakan opsonin bagi sel-sel Kuppfer.7
Penderita penyakit hati sering mengalami defisiensi pFN dan sebanyak 40%
penderita SH mengalami gangguan fungsi sel Kuppfer. Menurut Matsuda dkk,
kadar pFN berkurang signifikan pada sirosis dekompensata, yaitu sirosis dengan
asites.Dikutip dari 14 Menurut Jitoku dkk, kadar pFN pada SH signifikan lebih rendah
daripada subjek normal. Kemungkinan penurunan pFN ini disebabkan oleh
pendamparan FN di daerah fibrotik dan nekrotik serta peningkatan katabolisme FN,
peningkatan konsumsi FN sebagai opsonin sebagai akibat aktivasi berlebihan sistem
retikuloendotel bisa
kan produksi FN di sel parenkim hati hanya sedikit efeknya terhadap konsentrasi
FN di dalam plasma karena albumin dan masa prothrombin tidak berkorelasi dengan
penurunan pFN.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa kadar pFN signifikan lebih
rendah pada penderita sirosis hati be
antara kadar pFN dengan jumlah skor CTP semakin kuat dan bermakna di antara
pasien dengan CTP berat (Tabel 5).
Penelitian Baracchino dkk menemukan bahwa kadar pFN pasien sirosis hati
kompensata dan dekompensata lebih rendah daripada pFn kontrol normal dan kadar
pFN le
eningkatan aktifitas RES, karena pada studi
pendah
n
tara variabel yang
sirosis hati ringan. bih rendah di antara pasien yang asites dibandingkan dengan sirosis tanpa
asites.28 Demikian juga dengan penelitian ini yang menemukan bahwa penderita sirosis
hati yang asites juga lebih rendah kadar pFNnya dibandingkan dengan yang tidak
asites, namun perbedaannya tidak bermakna (p 0,58).
Penelitian Carter dkk menemukan bahwa kadar pFN lebih rendah signifikan di
antara penderita yang mengalami perdarahan varises esofagus. 29 Menurut Carter,
rendahnya kadar pFN di antara pasien yang mengalami perdarahan varises esofagus
kemungkinan merupakan akibat dari p
uluannya Carter membuktikan terjadinya endotoksemia pada sejumlah pasien
setelah 48 jam mengalami perdarahan varises esofagus. 29 Pada penelitian ini, rerata
kadar pFN pada pasien yang PSMBA lebih rendah namun tidak bermakna dibandingka
dengan pasien tanpa PSMBA (p 0,64).
Pada penelitian ini dijumpai perbedaan yang bermakna (p 0,02) di antara kadar
pFN pasien yang splenomegali dibandingkan dengan pasien yang normal ukuran
liennya dan tampak bahwa kadar pFN lebih rendah pada pasien yang splenomegali.
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana korelasi an
diteliti dalam penelitian ini untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi perbedaan
kadar pFN di antara kelompok sirosis berat dengan yang ringan. Dalam analisa statistik,
diuji korelasi antara kadar pFN dengan komponen hasil pemeriksaan laboratorium
bilirubin, albumin serum elektroforesis, waktu prothrombin, dan INR.
Pada penelitian ini kadar pFn berkorelasi negatif namun tidak bermakna dengan
Hal ini
ak memiliki korelasi yang bermakna dengan
kadar a
gkan pada penelitian ini kadar
pFN b
jang lien ternyata tidak signifikan(Tabel 5), sehingga penelitian ini tidak bisa terjadi karena keterbatasan penggunaan skor CTP yang tetap memberikan
skor 3 walaupun kadar bilirubin sudah sangat tinggi, sedangkan dalam kelompok MELD
berat tampak bahwa sebenarnya korelasi negatif antara pFN dengan bilirubin jauh lebih
kuat dibandingkan dengan korelasinya pada kelompok CTP berat.30
Pada penelitian ini kadar pFN tid
lbumin serum, hal ini serupa dengan hasil penelitian Barracchino dkk yang juga
tidak menemukan korelasi antara pFN dengan albumin di antara penderita sirosis hati.
Di samping itu, Barrachino juga tidak menemukan korelasi antara pFN dengan
pembesaran lien dalam penelitiannya.31
Dalam penelitiannya Angelis dkk menemukan bahwa pFN berkorelasi lemah
dengan albumin serum dan waktu prothrombin, sedan
erkorelasi negatif tidak bermakna dengan waktu prothrombin dan INR pada saat
sirosis hati masih ringan, dan korelasi negatif ini menjadi kuat bermakna sesudah sirosis
hati menjadi berat. (Tabel 4). Hal ini mengesankan bahwa kadar pFN dipengaruhi oleh
kemampuan sintesis hati maupun keparahan penyakit.
Menurut penelitian Angelis reduksi pFN tidak dipengaruhi oleh kegagalan fungsi
hati. Angelis menduga ada hubungan antara metabolisme fibronektin dengan
pembesaran lien dalam keadaan hipertensi porta. 32 Menurut Angelis kadar pFN tidak
berhubungan dengan keparahan penyakit yang dikelompokkan menurut kriteria Child,
dan pFN tidak berkorelasi dengan aliran darah hepatik yang merupakan indeks reliabel
volume residual hati.32 Menurut Bowen dkk, rendahnya kadar pFN di antara sirosis hati
dengan hipertensi porta dan splenomegali kemungkinan disebabkan oleh konsumsi
yang meningkat oleh lien yang membesar.33 Pada penelitian ini ditemukan bahwa kadar
pFN penderita yang mengalami splenomegali lebih rendah secara bermakna
dibandingkan dengan pasien yang normal ukuran liennya, namun korelasi antara kadar
mendu
erlihatkan kadar kreatinin serum
normal. Menurut penelitian, blood urea nitrogen (BUN) merupakan indikator yang lebih
sensitif ndingkan kreatinin serum untuk menilai fungsi ginjal pada sirosis hati yang
telah lanjut, dan evaluasi klinis dengan kreatinin serum saja menyebabkan prevalensi
sindroma hepatorenal menjadi lebih rendah. dikutip dari 35
kung dugaan bahwa konsumsi pFN oleh lien yang membesar sebagai penyebab
uatam kadar pFN berkurang pada sirosis hati. Di samping itu, menurut Forbes dkk
dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa pengaruh splenektomi terhadap kadar pFN
tidaklah kuat.34
Pada penelitian ini kadar pFN tidak berkorelasi dengan kadar kreatinin pasien
SH ringan serta SH berat. Merujuk pada The International Ascites Club mengenai
diagnosis sindroma hepatorenal pada sirosis hati yang menggunakan batasan kadar
kreatinin serum > 1,5 mg/dl atau laju filtrasi glomerulus (LFG) <40 ml/menit, ternyata
banyak pasien dengan LFG <40 ml/menit masih memp
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Kadar fibronectin plasma pada pasien sirosis hati berat lebih rendah
dibandingkan kadarnya pada penderita sirosis hati ringan.
.1.2. Kadar fibronectin plasma berkorelasi negatif signifikan dengan waktu
in dan INR pada pasien sirosis berat.
.2.1. Perlu penelitian lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan nilai
normal yang dapat digunakan sebagai standar pada pasien sirosis hati.
.2.2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk pemanfaatan
pemeriksaan kadar fibronectin plasma bagi stratifikasi keparahan sirosis hati.
5
prothromb
5.1.3. Rendahnya kadar fibronektin plasma lebih relevan disebabkan oleh gangguan
kemampuan sintesis oleh hati.
5.2. Saran
5
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Alwi I, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta : Pusat
2. Hadi S.Sirosis Hati.Dalam:Gastroenterologi.Ed.7. Bandung: Penerbit PT Alumni;
u Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta Balai Penerbit FK UI.1996:271-9.
sao G, Hoefs J Christman B, Moreau R, Navasa M, Patch D, Soriano G, Wong F. Sepsis in Cirrhosis: Report in The 7th Meeting of
s. J Chin Med
Assoc 2005;68(10):447–51
han AK, Iaconcig A, Moretti FA, Muro AF, Porro F. A major fraction of fibronectin present in the extracellular matrix of tissues is plasma
7. Wyke RJ. Problems of bacterial infection in patients with liver disease.Gut
sma fibronectin is synthesized and secreted by hepatocytes.The Journal of Biological Chemistry 1983;258:4641-7
M, Kaplan JE, Newell J, Rahm R, et al. Reversal of fibronectin and opsonic deficiency in patients. A controlled study.
10. Lanser ME, Saba TM. Opsonic fibronectin deficiency and sepsis. Cause or effect? Ann Surg 1982; 195;340-5
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.445-8
2002.h. 613-51
3. Tarigan P. Sirosis Hati. Dalam: Sjaifoellah N(ed). Buk
4. Balk R, Bernardi M, Garcia-T
The International Ascites Club Gut 2005;54:718–25
5. Yang YY , Lin HC. Bacterial Infections in Patients with Cirrhosi
6. Baralle FE, Chau
derived. The Journal of Biological Chemistry.2006;282:28057-62.
1987;28:623-41
8. Hynes RO, Tamkun JW. Pla
9. Blumenstock FA, Cho E, Gottlieb
11. Mosesson MW, Amrani DL. The structure and biologi activity of plasma fibronectin. Blood 1980;56:145-58
necrotic changes of liver tissue. Acta Med Okayama 1986;40: 189-94
in in normal subjects and in various disease states. J Clin Pathol 1981;34:504-8
or cirrhosis: Child-Pugh versus MELD. Journal of Hepatology.2005; 42 Suppl 1:100-7.
18. Botta F, Giannini E, Romagnoli P, Fasoli A, Malfatti F, Chiarnonello B, et al.
Pathophysiology of disease. An introduction to clinical medicine. 4th ed. New
20. Runyon BA. Early events in spontanelus bacterial peritonitis.Gut 2004; 53:780-2 12. Baratawidjaja KG. Pertahanan selular. Dalam:Imunologi Dasar.Jakarta:Balai
Penerbit FKUI;2006
13. Fok J, Gimson AES, Gonzales-Calvin J, Hughes RD, Kakkar VV, Sanger Y, Scully MF, Williams R. Fibronectin in fulminant hepatic failure. British Medical Journal 1982; 285: 1231-2
14. Jitoku M, Koide N, Nagashima H. Decreased plasma fibronectin in liver disease correlated to the severity of fibrotic, inflammatory and
15. Fountas A, Stathakis NE, Tsianos E. Plasma fibronect
16. Durand F, Valla D. Assessment of the prognosis
17. Herrera JL, Rodriguez R. Medical care of the patient with compensated cirrhosis. Gastroenterology & Hepatology 2006,2:124-33
MELD scoring system is useful for predicting prognosis in patients with liver cirrhosis and is correlated with residual liver function: A European Study.Gut 2003;52:134-9
19. Lingappa VR. Liver disease. In:Ganong WF, Lingappa VR, McPhee SJ, editors.
21. Burrough AK, Patch D, Samonakis DN, Thalheimer U, Triantos CK. Infection, coagulation, and variceal bleeding in cirrhosis. Gut 2005;54: 556-63
22. Jaffe E, Saba TM. Plasma fibronectin (opsonic glycoprotein): its synthesis by vascular endothelial cells and role in cardiopulmonary integrity after trauma as related to reticuloendothelial function. Am J Med 1980;68 (4):577-94.
produced by human macrophages.J Exp Med 1980;151:602-13
-7
e 2007;232:895-903
urg 1985;202:745-59.
. Clin Chim Acta. 1986;160(3):289-96.
Fibronectin as a prognostic indicator in portal hypertension. HPB Surgery 1992;5:229-34
23. Alitalo K, Hovi T, Vaheri A.Fibronectin is
24. Brown MA, Charlesworth JA, Peake PW, Pussel BA. Human fibronectin metabolism.J Clin Invest1985;76:143-8
25. Leite-Moor MMB, Mesquita RCA, Parise ER. Fibronectin in the ascitic fluid of cirrhotic patients: correlation with biochemical risk factors for the development of spontaneous bacterial peritonitis. Braz J Med Bio Res 1997;30:843
26. Kwon A, Miyaso T, Okumura T, Qiu Z, Tsuji K.Fibronectin prevents endotoxin shock after partial hepatectomy in rats via inhibition of Nuclear Factor-κB and apoptosis. Experimental Biology and Medicin
27. Doran JE, Lundsgaard-Hansen PER, Morgenthaler JJ, Papp E, Späth P, Rubli E. Purified fibronectin administration to patients with severe abdominal infections. A controlled trial. Ann S
28. Baracchino F, Bellisola G, Bonazzi L, Casaril M, Corrocher R,Gabrielli GB. Plasma fibronectin in liver cirrhosis and its diagnostic value
30. Durand F, Valla D. Assessment of the prognosis of cirrhosis: Child Pugh versus MELD.Journal of hepatology.2005 :42:Suppl 100-7.
31. Baracchino F, Bonazzi L, Capra F, Casaril M, Corrocher R, Corso F, Gabrielli
32. Angelis V, Donada C, Molaro GL, Toffolo L, Zambon M, Zuin R, Fibronectin
34. Forbes SR, Greenburg AG, Hirano T Robinson GT, Velky TS. The effects of
35. Arroyo V, Colmenero J. Ascites and hepatorenal syndrome in cirrhosis: pathophysiological basis of therapy and current management. Journal of Hepatology 2003;38:Suppl 69-39.
GB.Fibronectin is related to prealbumin in plasma of decompensated cirrhotics. Ric Clin Lab 1989;19(3):245-9
decrease in liver cirrhosis is related to spleen size.Klin Wochenschr 1988;66:524-6.
33. Bowen M, Foster PN, Howdle PD, Losowsky MS.Low fibronectin in portal hypertension. Digestion. 1983;28(2):122-4.
Lampiran 3
n Ilmu Penyakit Dalam/ Fakultas Kedokt RSUD dr Pirngadi Medan/ RSUP H Adam
S
ndata n di bawah ini sebagai Pasien:
enis Kelamin :
mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko AN KEPARAHAN ” yang dilakukan oleh :
ro
engan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian ini. Bila suatu waktu aya sebagai p ak ya g diteliti mera a diru kan ol
embatalkan persetujuan ini, tanpa menuntut ganti rugi.
Medan, 2007
Peneliti, Peserta Penelitian
r.Christina J.R.Esmaralda Lumbantobing) ( _______________________ ) Saya yang berta nga
penelitian dengan judul “KADAR FIBRONEKTIN PLASMA PADA PENDERITA SIROSIS HATI BERDASARK
Nama : dr.Christina J.R.Esmaralda Lumbantobing
Pembimbing : Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH (Konsultan Gastro Ente Hepatologi)
d
s ih n s gi eh pihak peneliti maka berhak
m
VII. Gastroskopi : VIII. Skor CTP
IX. Skor MELD
Lampiran 5
AFTA IDUP
I.
ristina J.R. Esmaralda Lumbantobing
m at/tan gal la r
Pangkat/Golongan : III a
a Tanjung Sari Blok A-15, Psr 2 Setia
II.
Ta jung Morawa
. SMP Perguruan Kristen Immanuel Medan : Ijazah 1982 : Ijazah 1985
Tetap Puskesmas Sarimatondang Kabupaten
Diagnostik Terpadu dan Laboratorium RSU
an Universitas Methodist Indonesia- Medan, 2002 - sekarang
I dpk. Fakultas Kedokteran Methodist ng.
EANGGOTAAN PROFESI
nesia (IDI)
2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
D R RIWAYAT H
4. Fakultas Kedokteran USU : ijazah 1993
III. PENGALAMAN KERJA
1. Dokter Pegawai Tidak
Simalungun Prop. Sumatera Utara, 1993
2. Dokter Pegawai Tidak Tetap Puskesmas Cisarua Kabupaten Bandung Prop Jawa Barat, 1994
3. Dokter Rumah Sakit Rajawali- Bandung, 4. Dokter Honorer Instalasi
Tarutung, Tarutung Kab.Tapanuli Utara, 5. Dosen Tetap Fakultas Kedokter
6. Dosen KOPERTIS Wilayah Indonesia- Medan, – sekara
IV. K
V. KARYA ILMIAH
1. Christina JRELT, Erwin Sopacoa, Josia Ginting. Partial Thromboplastin Time as a predictor of massive bleeding in dengue haemorrhagic fever
I VII, PKWI VIII, PIT II PAPDI
Refli Hasan. Hypertropic Obstructive Cardiomyopathy
iety of Internal Medicine
(KOPAPDI XIII), Palembang, 6-9 Juli 2006.
New Approach in Internal Medicine Year
Profesionalisme
ist Indonesia. Kecamatan Muara Tapanuli Utara 30 Mei – 1 Juni
Emerging and
ng survival in Type 2 Diabetic A New
ium Management of Diabetic Dyslipidemia. Medan 28
ngendalian Infeksi Menuju Indonesia
Gastroenterohepatology Update II 2004.Medan 17-18 September
um Penyakit Kardiovaskuler pada Dokter Umum. Medan
grade II.
VI. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH
1. Peserta Pertemuan Ilmiah III
2002. Medan 7-9 Maret 2002.
2. Peserta Fundamental Critical Care Support Course. Jakarta 4 Mei 2002. 3. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Peningkatan
Menyambut Era Globalisasi. Medan 6-8 Februari 2003.
4. Peserta Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Method
2003.
5. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2004 Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU dalam Awareness of
Reemerging Infectious Disease. Medan 4-6 Maret 2004.
6. Peserta simposium sehari Improvi
Strategies.Medan 20 Maret 2004.
7. Peserta simpos Agustus 2004.
8. Peserta simposium Strategi Pe Sehat 2010. Medan 24 Juli 2004. 9. Peserta
2004.
11. Peserta Gastroenterohepatology Update III 2005. Medan 5-6 Agustus 2005.
12. Peserta simposium Agent for Liver Diseases for Improvement of Liver
Function.Medan 16 Juni 2005.
13. Peserta simposium Infection Update II 2005. Mengenal dan Menata Penyakit Infeksi Secara Rasional. Medan 13 Agustus 2005.
III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cab
.
tion Faculty of Medicine Universitas
23-24 Maret 2007.
2007.
-10 November 2007.
lar
2008. 14. Peserta simposium Recent Advances in HIV Diagnostic.Medan 24
September 2005.
15. Peserta Current Obstacles and The Road Ahead for Pain Management.
Medan 25 Maret 2006.
16. Peserta Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII, PKWI IX dalam simposium Infection Update
SUMUT dalam Meraih Pengetahuan Mutakhir Untuk Indonesia Sehat 2010. Medan 28-29 Juli 2006
17. Peserta The 2nd Symposium on Critical Care and Emergency Medicine.
Medan 30 Juni-2 Juli 2006.
18. Peserta Panel Discussion on Medical care and Medical services in the
era of Globalization. Medan 9 September 2006.
19. Peserta Continuing Medical Educa
Padjajaran Hasan Sadikin General Hospital in Total Nutritional Therapy
Course. Medan
20. Peserta Road Show PAPDI 2007 Workshop ECG in Daily Practice.Medan 14 April 2007.
21. Peserta Road Show PAPDI 2007 in Which Anti Hypertension’s Giving
The SMART Solution for Asian? Medan 14 April
22. Peserta Bakti Sosial Desa Meat Kecamatan Tampahan Toba Samosir. Toba Samosir 21-22 April 2007.
23. Peserta Workshop Hepatitis & Symposium . Gastroentero-hepatology
Update V 2007.Medan 09
24. Peserta PAPDI Road Show 2008 in Eli Lilly Insulin Traing for Excellence.
Medan 26 Januari 2008.
25. Peserta Pletaal Symposium on Update on Management of Vascu
Events. Medan 2 Februari 2008.
a J, Ginès P, Anibarro L, et al. Diagnosis of functional kidney pler sonography: prognostic value of resistive index. H
AKULTA TERAN
UNIVERSITAS TERA UTARA
MEDAN
2008
17. Artikel original: Kamath PS, Wiesner RH, Malinhoc M, et al. A model to predict survival in patients with end stage liver disease. Hepatology.2001;33:464-70
35. Artikel original: Maroto A, Ginès A, Saló J, Clàr failure of cirrhosis with Dop epatology.1994;20:839-44.
S KEDOK