PERSEPSI PENGGUNA JALAN TERHADAP JALUR PEJALAN
KAKI DI JALAN GATOT SUBROTO MEDAN
TESIS
Oleh
Y U S R A
097020019/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSEPSI PENGGUNA JALAN TERHADAP JALUR PEJALAN
KAKI DI JALAN GATOT SUBROTO MEDAN
TESIS
untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik (MT) dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
Y U S R A
097020019/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
JUDUL TESIS : PERSEPSI PENGGUNA JALAN TERHADAP JALUR PEJALAN KAKI DI JALAN GATOT SUBROTO MEDAN
NAMA MAHASISWA : Y U S R A
NIM : 097020019/AR
PROGRAM STUDI : TEKNIK ARSITEKTUR
BIDANG KEKHUSUSAN : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Beny O.Y Marpaung, ST, MT, PhD Ketua
) (Wahyuni Zahrah, ST, MS Anggota
)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Telah diuji pada Tanggal: 05 Juni 2014
Ketua Komisi Penguji : Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD
Anggota Komisi Penguji : 1. Wahyuni Zahra, ST, MS
2. DR. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc
3. Ir. Rudolf Sitorus, MLA
4. Imam Faisal Pane, ST, MT
PERNYATAAN
PERSEPSI PENGGUNA JALAN TERHADAP JALUR PEJALAN KAKI DIJALAN GATOT SUBROTO MEDAN
TESIS
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Mei 2014
Penulis
ABSTRAK
Jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto memiliki posisi ekonomis yang cukup tinggi dan signifikan di kota Medan akan tetapi telah dialih manfaatkan menjadi tempat parkir sementara bagi pengguna kendaraan bermotor yang beraktifitas di kawasan tersebut. Fenomena yang terjadi saat ini adalah pertumbuhan di Jalan Gatot Subroto Medan yang tidak teratur dan kepadatan perabot kota pada jalur pedestrian yang cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari kondisi arus lalu lintas yang cukup padat di sepanjang Jalan Gatot Subroto Medan berakibat pada kamacetan jalan dan sirkulasi lalu lintas yang kurang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pejalan kaki terhadap jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik, dengan jumlah responden 100 orang.
Hasil penelitian yang diperoleh dari perhitungan analisis deskriptif prosentase, (dalam 5 lokasi pengambilan sampel) mengenai persepsi pejalan kaki tentang kenyamanan yang ditinjau dari seluruh faktor, baik itu dari faktor sirkulasi, cuaca, bising, aroma, bentuk, kebersihan, dan keindahan, keamanan atau keselamatan, dan kelengkapan fasilitas penunjang, adalah diperoleh bahwa jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto Medan menurut persepsi sebagian besar pejalan kaki masih belum memenuhi syarat-syarat dalam suatu pedestrian dan belum mampu mengakomodir kebutuhan penggunanya.
Rekomendasi yang disarankan dalam penelitian ini adalah bagi pemerintah kota Medan, sebaiknya melakukan upaya-upaya agar dimensi jalur pejalan kaki yang berada di jalan Gatot Subroto Medan mampu memenuhi kebutuhan penggunanya, sehingga pejalan kaki merasa nyaman ketika berjalan pada jalur pejalan kaki tersebut.
ABSTRACT
Pedestrian lane on Jalan Gatot Subroto has an adequately high and significant economic position in the city of Medan but its function has been changed into a temporary parking lot by the the users of motor vehicles activating in that area. This existing phenomenon is the irregular growth on Jalan Gatot Subroto and the adequately high density of city furniture on the pedestrian path. This is clearly seen from the condition of traffic whih is dense enough along Jalan Gatot Subroto Medan that resulted in the traffic jam and poor traffic circulation.
The purpose of this study was to find out the perception of the pedestrians on the pedestrian path on Jalan Gatot Subroto. The samples of this study using qdescriptive qualitative method and qualitative rationalistic method were 100 respondents.
The result of this study showed that the percentage calculation descriptive analysis (in five locations of where samples were taken) about the perception of pedestrians on the comfort viewed from all factors such as the factors of circulation, weather, noise, aroma, shape, sanitation and beauty, security or safety and the completeness of supporting facilities revealed that the pedestrian path on Jalan Gatot Subroto Medan according to most of the pedestrians has not yet met the the requirements required by a pedestrian path/lane and not yet able to meet the need of its users.
Through this study it was recommended that the city government of Medan should make the efforts in order to make the demensions of the pedestrian path/lane on Jalan Gatot Subroto Medan able to meet the need of its users that the pedestrians feel comfortable when walking along the pedestrian path/lane.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat serta pertolongan-Nya
sehingga terselesaikannya penulisan tesis ini dengan judul “Persepsi Pengguna Jalan
Terhadap Jalur Pejalan Kaki Di Jalan Gatot Subroto Medan” dalam rangka memenuhi
persyaratan pada Program Studi Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.
Pada Kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada yang terhormat Ibu Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD selaku Pembimbing I dan
Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS selaku Pembimbing II, atas masukan dan pengarahannya
sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal.
Selanjutnya kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU, Dr. Ir. Dwira
Nirfalini Aulia M.Sc. dan para dosen Magister Teknik Arsitektur beserta staf.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga
tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
Medan, Mei 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
• KETERANGAN PRIBADINama Lengkap : YUSRA
Unit Kerja : Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Jumlah Anak : 3 (tiga)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 6 September 1971
Alamat Rumah : Jln. Karya Kasih Bukit Johor Mas Blok E. No.14
Agama : Islam
• KETERANGAN PENDIDIKAN
Sekolah Dasar (SD) : Negeri 03 Pagi Jakarta (Tamat 1984)
SMP : Negeri 86 Jakarta (Tamat 1987)
STM : Negeri 29Jakarta (Tamat 1990)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Landasan Teori ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.6 Batasan Penelitian ... 8
1.7 Sistematika Penulisan ... 8
1.8 Kerangka Berfikir (Frame of Mind) ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Persepsi ... 11
2.1.1 Konsep yang mempengaruhi persepsi dalam arsitektur ... 12
2.1.2 Karakteristik persepsi ... 14
2.1.4 Faktor–faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan
2.4.2 Faktor-faktor pendukung jalur pejalan kaki ... 32
2.4.3 Aksesbilitas ... 34
3.4 Langkah–langkah Penelitian ... 51
BAB IV DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN ... 54
4.1 Alasan Pemilihan Lokasi ... 54
4.2 Gambaran Koridor Jalan Gatot Subroto Medan ... 55
4.2.2 Titik keramaian di Jalan Gatot Subroto Medan ... 58 4.2.3 Kondisi non fisik ... 62
4.3 Data Person Centered Mapping dan Place Centered Mapping .. 62
4.3.1 Data Person Centered Mapping ... 62 4.3.2 Data Place Centered Mapping ... 63
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
5.1 Persepsi Pejalan Kaki di Jalan Gatot Subroto Berdasarkan Aspek Kebutuhan Dasar Pengguna ... 64
5.2 Persepsi Pejalan Kaki di Jalan Gatot Subroto Berdasarkan Aspek Jarak Tempuh ... 77
5.3 Keberadaan Fasilitas Jalur Pejalan Kaki dalam Mendukung Kecepatan Berjalan Kaki ... 88
5.4 Keberadaan Fasilitas Jalur Pejalan Kaki di Tinjau dari Aspek Keamanan dan Kenyamanan ... 97
5.5 Persepsi Pejalan Kaki di Jalan Gatot Subroto Berdasarkan Faktor-faktor Pendukung Jalur Pedestrian ... 98
5.6 Frekewnsi Lintas Harian Kaki di Jalan Gatot Subroto Medan .... 109
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 112
6.1 Kesimpulan ... 112
6.2 Saran ... ... 117
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Jarak Halte dan Tempat Perhentian Bis ... 39
2.2 Tingkatan Pelayanan Trotoar ... 44
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
1.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 10
2.1 Proses Pembentukan Persepsi ... 16
2.2 Jarak Aman Pejalan Kaki Ketika Berpapasan ... 23
2.3 Jarak Ruang yang Dibutuhkan Antar Pejalan Kaki di Depannya Sesuai Lokasi (Harris dan Dines, 1988) ... 23
2.4 Beberapa Model Halte yang Ada di Perkotaan ... 37
2.5 Perletakan Halte di Pertemuan Jalan Simpang Empat ... 39
2.6 Perletakan Halte di Pertemuan Jalan Simpang Tiga ... 40
4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 55
4.2 Potongan dan Dimensi Ruas Jalan Gatot Subroto Medan ... 56
4.3 Zona-zona Titik Crowded Pada Jalan Gatot Subroto Medan ... 57
4.4 Titik Keramaian di Jalan Gatot Subroto Medan ... 58
4.5 Titik Keramaian Sedang di Depan Plaza Medan Fair pukul 09.00 – 18.00 . 59 4.6 Titik Keramaian Tertinggi di Depan Plaza Medan Fair pada Siang Hari Pukul 08.00–18.00 Setiap Hari Kerja ... 60
4.7 Titik Keramaian Tertinggi di Depan Plaza Medan Fair Pada Malam Hari Pukul 19.00–23.00 Pada Hari Libur ... 61
5.1 Persepsi pengguna jalan terhadap kondisi permukaan jalur pejalan kaki yang naik turun dan terputus-putus mengganggu rasa nyaman ketika menggunakannya ... 65
5.3 Jalur pejalan kaki yang dipenuhi kenderaan bermotor roda dua dan roda empat ... 66
5.4 Jalur pejalan kaki yang naik turun akibat berpotongan dengan persimpangan ... 67
5.5 Persepsi pejalan kaki ditinjau dari aspek yang harus dipenuhi suatu jalur pejalan kaki agar terhindar dari kendaraan bermotor ... 68
5.6 Persepsi pejalan kaki pada saat berjalan bersama keluarga/teman ketika berada di jalur pejalan kaki di jl. Gatot Subroto Medan ... 68
5.7 Jalur pejalan kaki yang ditempatkan pot bunga dan rambu-rambu sehingga menyempitakn ruas pejalan kaki ... 69
5.8 Ketika anda berada di jalur pejalan kaki dan berpapasan dengan pengguna jalur pejalan kaki yang lain, apakah yang anda lakukan pada saat itu ... 70
5.9 Persepsi pejalan kaki terhadap bagian mana yang dianggap paling aman ketika berjalan kaki di jalur Jalan Gatot Subroto Medan ... 71
5.10 Persepsi pejalan kaki untuk berhati-hati ketika berjalan dijalur pejalan kaki Jalan Gatot Subroto Medan ... 72
5.11 Persepsi pejalan kaki terhadap kebutuhkan pada jalur pejalan kaki Jalan Gatot Subroto Medan agar bisa memandang lingkungan disekitarnya pada malam hari ... 73
5.12 Persepsi pejalan kaki terhadap kondisi jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto Medan apakah sudah mengakomodir kebutuhan penyandang cacat 74
5.13 Persepsi pejalan kaki terhadap penyebab sulitnya untuk mengenali atau mengetahui fungsi bangunan yang dilewati ketika berada dijalur pejalan kaki Jalan Gatot Subroto Medan ... 75
5.14 Persepsi pejalan kaki terhadap hal yang dapat di lakukan ketika berada dijalur pejalan kaki Jalan Gatot Subroto Medan ... 76
5.16 Persepsi pejalan kaki terhadap keberadaan jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto Medan apakah telah memenuhi kebutuhan untuk mancapai tempat tujuan yang diinginkan ... 78
5.17 Moda transportasi yang digunakan pejalan kaki untuk sampai ke tempat tujuan dikawasan Jalan Gatot Subroto Medan ... 79
5.18 Persepsi pejalan kaki terhadap keberadaan fasilitas layanan jasa angkutan yang ada di sepanjang jalur pejalan kaki jalan Gatot Subroto Medan ... 80
5.19 Persepsi pengguna jalan terhadap keberadaan tanaman atau taman-taman yang ada di sepanjang jalur Jalan Gatot Subroto Medan ... 81
5.20 Keberadaan Tanaman, pot bunga dan rambu-rambu pada jalur pejalan kaki di ruas Jalan Gatot Subroto ... 81
5.21 Rata-rata usia pengguna jalan di jalan Gatot Subroto Medan ... 82
5.22 Kategori fisik tubuh/ berat badan pengguna jalan Gatot Subroto Medan .... 83
5.23 Kondisi fisik pengguna jalan di jalur jalan Gatot Subroto Medan ... 83
5.24 Persepsi pengguna jalan terhadap penggunakan jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan ... 84
5.25 Persepsi pengguna jalan terhadap papan tanda informasi yang ada di sekitar jalur pejalan kaki, apakah sudah dapat menuntun pengguna jalan untuk mengenal rute perjalanan yang akan dituju ... 85
5.26 Persepsi pengguna jalan terhadap aspek yang mempengaruhi kecepatan berjalan kaki ketika berada di jalan Gatot Subroto Medan ... 86
5.27 Rata-rata kecepatan berjalan kaki pengguna jalan ketika menuju tempat tujuan dengan menggunakan jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto Medan ... 87
5.28 Persepsi pengguna jalan terhadap keberadaan jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto Medan memiliki kesinambungan atau Kontiniutas rute sampai tempat tujuan ... 88
5.30 Persepsi pengguna jalan terhadap keberadaan rambu-rambu yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Medan di jalan Gatot Subroto Medan .... 90
5.31 Persepsi pengguna jalan terhadap lampu penerangan yang ada pada jalur pejalan kaki jalan Gatot Subroto Medan sudah memadai untuk memberikan rasa aman bagi pejalan kaki di malam hari ... 91
5.32 Persepsi pengguna jalan terhadap kualitas permukaan jalur pejalan kaki jalan Gatot Subroto Medan yang ada saat ini ... 92
5.33 Kondisi Kualitas Permukaan Jalur Pejalan Kaki Jalan Gatot Subroto Medan Saat ini ... 92
5.34 Persepsi pengguna jalan terhadap kondisi tanaman peneduh di jalur pejalan kaki jalan Gatot Subroto Medan pada saat ini ... 93
5.35 Kondisi tanaman peneduh di jalur pejalan kaki Jalan Gatot Subroto Medan pada saat ini ... 94
5.36 Persepsi pengguna jalan terhadap pengguna kendaraan bermotor yang dapat memanfaatkan jalur pejalan kaki yang ada di Jalan Gatot Subroto sebagai tempat perlintasannya ... 95
5.37 Persepsi pengguna jalan terhadap elemen yang dapat memberikan daya tarik bagi pengguna jalan untuk mau berjalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan ... 96
5.38 Persepsi pengguna jalan ditinjau dari keleluasan memandang secara visual, keberadaan rambu dan marka jalan di jalan Gatot Subroto Medan ... 97
5.39 Persepsi pengguna jalan terhadap keberadaan jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto Medan pada malam hari bila ditinjau dari aspek keamanannya ... 98
5.40 Persepsi pejalan kaki terhadap keberadaan tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum (halte) yang ada di jalan Gatot Subroto Medan ... 99
5.41 Persepsi pengguna jalan terhadap lokasi parkir yang disediakan oleh Pemerintah Kota Medan serta akses jalur pejalan kaki untuk menuju ke tempat tujuan anda ... 100
5.43 Persepsi pengguna jalan terhadap pola perkerasan yang diinginkan untuk jalur pejalan kaki pada jalur jalan Gatot Subroto Medan ... 102
5.44 Persepsi pengguna jalan terhadap warna perkerasan yang diinginkan bagi jalur pejalan kaki yang ada di jalur jalan Gatot Subroto Medan ... 103
5.45 Persepsi pengguna jalan terhadap lebar jalur pejalan kaki yang ideal untuk jalur jalan Gatot Subroto Medan ... 104
5.46 Persepsi pengguna jalan terhadap lebar jalur pejalan kaki yang ideal untuk jalur jalan Gatot Subroto Medan ... 105
5.47 Persepsi pengguna jalan terhadap jenis pohon dan bentuk fungsi vegetasi yang cocok di jalur jalan Gatot Subroto Medan ... 106
5.48 Penempatan utilitas hidran, boks kabel listrik, penutup saluran air, drainase dan saluran air bersih yang berada di jalur jalan Gatot Subroto Medan ... 107
5.49 Persepsi pengguna jalan terhadap penempatan utilitas hidran, boks kabel listrik, penutup saluran air, drainase dan saluran air bersih yang sesuai di jalur Jalan Gatot Subroto Medan ... 108
ABSTRAK
Jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto memiliki posisi ekonomis yang cukup tinggi dan signifikan di kota Medan akan tetapi telah dialih manfaatkan menjadi tempat parkir sementara bagi pengguna kendaraan bermotor yang beraktifitas di kawasan tersebut. Fenomena yang terjadi saat ini adalah pertumbuhan di Jalan Gatot Subroto Medan yang tidak teratur dan kepadatan perabot kota pada jalur pedestrian yang cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari kondisi arus lalu lintas yang cukup padat di sepanjang Jalan Gatot Subroto Medan berakibat pada kamacetan jalan dan sirkulasi lalu lintas yang kurang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pejalan kaki terhadap jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik, dengan jumlah responden 100 orang.
Hasil penelitian yang diperoleh dari perhitungan analisis deskriptif prosentase, (dalam 5 lokasi pengambilan sampel) mengenai persepsi pejalan kaki tentang kenyamanan yang ditinjau dari seluruh faktor, baik itu dari faktor sirkulasi, cuaca, bising, aroma, bentuk, kebersihan, dan keindahan, keamanan atau keselamatan, dan kelengkapan fasilitas penunjang, adalah diperoleh bahwa jalur pejalan kaki di jalan Gatot Subroto Medan menurut persepsi sebagian besar pejalan kaki masih belum memenuhi syarat-syarat dalam suatu pedestrian dan belum mampu mengakomodir kebutuhan penggunanya.
Rekomendasi yang disarankan dalam penelitian ini adalah bagi pemerintah kota Medan, sebaiknya melakukan upaya-upaya agar dimensi jalur pejalan kaki yang berada di jalan Gatot Subroto Medan mampu memenuhi kebutuhan penggunanya, sehingga pejalan kaki merasa nyaman ketika berjalan pada jalur pejalan kaki tersebut.
ABSTRACT
Pedestrian lane on Jalan Gatot Subroto has an adequately high and significant economic position in the city of Medan but its function has been changed into a temporary parking lot by the the users of motor vehicles activating in that area. This existing phenomenon is the irregular growth on Jalan Gatot Subroto and the adequately high density of city furniture on the pedestrian path. This is clearly seen from the condition of traffic whih is dense enough along Jalan Gatot Subroto Medan that resulted in the traffic jam and poor traffic circulation.
The purpose of this study was to find out the perception of the pedestrians on the pedestrian path on Jalan Gatot Subroto. The samples of this study using qdescriptive qualitative method and qualitative rationalistic method were 100 respondents.
The result of this study showed that the percentage calculation descriptive analysis (in five locations of where samples were taken) about the perception of pedestrians on the comfort viewed from all factors such as the factors of circulation, weather, noise, aroma, shape, sanitation and beauty, security or safety and the completeness of supporting facilities revealed that the pedestrian path on Jalan Gatot Subroto Medan according to most of the pedestrians has not yet met the the requirements required by a pedestrian path/lane and not yet able to meet the need of its users.
Through this study it was recommended that the city government of Medan should make the efforts in order to make the demensions of the pedestrian path/lane on Jalan Gatot Subroto Medan able to meet the need of its users that the pedestrians feel comfortable when walking along the pedestrian path/lane.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu bentuk keberhasilan pembangunan sebuah ruang kota adalah tersedianya
sarana dan prasarana berupa jalur yang baik bagi pejalan kaki di kawasan tersebut. Selain
berperan dalam menunjang kelancaran kegiatan sosial dan ekonomi, jalur bagi pejalan kaki
juga dapat mempercepat kehidupan ruang kota.
Pemerintah Kota Medan memiliki target untuk mewujudkan ruang yang aman,
nyaman produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai
daerah tujuan investasi. Kota Medan telah berkembang dengan pesat dalam pengertian
intensitas aktivitas sosial-ekonomi dan luas wilayah perkotaannya seiring dengan kemajuan
ekonomi yang telah terjadi. Kecenderungan saat ini memperlihatkan bahwa tahun-tahun
yang akan datang perkembangan serupa akan terus terjadi. Pola aktivitas masyarakat
berubah baik dalam jenis maupun kuantitasnya. Peningkatan jumlah pergerakan yang
terjadi yang ditimbulkan oleh berkembangnya aktivitas masyarakat perkotaan menuntut
penambahan sarana dan prasarana jalur pejalan kaki.
Dinamika kehidupan kota dan vitalitas kota terlihat dari adanya aktifitas pejalan
kaki di ruang kota. Berjalan kaki merupakan bagian dari sistem transportasi atau sistem
penghubung kota (linkage system) yang cukup penting. Karena dengan berjalan kaki setiap
bermotor. Menurut Sirvani (1985), jalur pejalan kaki merupakan elemen penting dalam
perancangan kota. Ruang pejalan kaki dalam konteks kota dapat berperan untuk
menciptakan lingkungan manusiawi.
Pejalan kaki adalah orang yang bergerak dalam satu ruang dengan berjalan kaki.
Semua orang adalah pejalan kaki, bahkan pengendara kendaraan bermotor pun termasuk
pejalan kaki untuk dapat berpindah dari kendaraan lainnya, untuk menuju ke tempat lain
atau sebaliknya. Lang (1994) mengatakan bahwa jalur pejalan kaki mempunyai kaitan
antara asal dan tujuan pergerakan orang. Adanya hubungan antara fungsi jalur pejalan kaki
dengan fungsi lainnya. Pada umumnya perilaku yang terjadi terhadap pejalan kaki dalam
suatu ruang publik antar lain bergerak dari satu tempat menuju ke tempat lain, berinteraksi
sosial, dan lain-lain.
Selain itu pejalan kaki juga merupakan salah satu bentuk lalu lintas dalam sistem
transportasi yang sangat dominan di daerah perkotaan dan melibatkan banyak kegiatan dan
akan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Dewar, 1999). Jalur pejalan kaki di
perkotaan merupakan bagian ruang kota dalam perancangannya mengutamakan
kepentingan pejalan kaki untuk melakukan aktivitasnya dan seperti diketahui, kita sangat
sering berjalan kaki walau tidak disadari itu merupakan suatu aktivitas kegiatan sehari-hari.
Kawasan Jalan Gatot Subroto Medan merupakan kawasan komersial yang menjadi
bagian dari area CBD di Kota Medan. Pada Kawasan Jalan Gatot Subroto Medan ini, setiap
orang yang akan menuju ke pusat kota dapat melintasi Jalan Gatot Subroto Medan. Jalur
jalan ini cukup strategis karena dapat dicapai oleh segala lapisan masyarakat dari berbagai
pesat, diawali dengan jalan satu arah yang diterapkan saat ini dibeberapa penggalan ruas
jalannya, saat ini sudah dihiasi dengan berbagai macam lampu sebagai daya tarik.
Strategisnya lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan tradisional maupun pusat
perbelajaan modern dengan pusat aktivitas komersil dan kegiatan campuran mengundang
pelaku aktivitas lainnya untuk menjadikan area sebagai kawasan komersil. Hal ini menjadi
daya tarik masyarakat untuk sekedar melewati atau berkunjung di kawasan ini.
Kawasan ini dikunjungi oleh berbagai macam lapisan masyarakat dan berbagai
tujuan di dalam berbagai waktu sehingga mampu menghidupkan kawasan sepanjang hari.
Perkembangan ini tidak dibarengi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai.
Hal ini ditandai dengan meluapnya parkir di tepi jalan. Pengguna ruang publik tersebut
menempati sebagian badan jalan sebagai tempat parkir kendaraan, berjualan pedagang kaki
lima, pemberhentian angkutan kota atau pengguna jalan yang sekedar menghabiskan waktu
di kawasan ini. Jalur pedestrian Jalan Gatot Subroto Medan selain digunakan sebagai
wadah sirkulasi pejalan kaki juga digunakan sebagai peletakan street furniture, tempat
pedagang kaki lima berjualan dan parkir kendaraan bermotor. Sebagian besar kegiatan
pedagang kaki lima ini berlangsung dari mulai sore hingga larut malam.
Pada jalur Jalan Gatot Subroto Medan terdapat kecenderungan pejalan kaki tidak
menggunakan jalur pedestrian sebagai sarana sirkulasi dan lebih memilih berjalan di badan
jalan dan di atas ruas jalan raya. Adanya berbagai macam masalah tersebut menyebabkan
aktivitas yang ada tidak berjalan sebagaimana mestinya. Berbagai masalah yang ada terkait
dengan pejalan kaki menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah jalur pedestrian telah
beraktifitas di dalamnya? Apakah kondisi tersebut mempengaruhi perilaku pejalan kaki
dalam menggunakan jalur pedestrian untuk sirkulasi?
Kawasan ini berpotensi untuk terus berkembang, tetapi perkembangan tersebut
dapat berdampak negatif terhadap berjalannya fungsi jalur pedestrian sebagai wadah
aktivitas pejalan kaki dapat berjalan dengan baik. Hal ini penting untuk menjaga agar jalur
pedestrian dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap kegiatan sehari-hari
masyarakat Kota Medan. Beranjak dari berbagai pertanyaan tersebut maka penting
dilakukan penelitian tentang fungsi jalur pedestrian pada kawasan Jalan Gatot Subroto
Medan ditinjau dari aspek kenyamanan penggunanya. Dapat dilihat secara fisik bahwa
sepanjang Jalan Gatot Subroto banyak kendaraan roda empat dan roda dua yang seenaknya
parkir di daerah jalur pejalan kaki, bahkan sama sekali tidak menyisakan ruang perlintasan
bagi pejalan kaki.
Perencanaan jalur pedestrian harus mencakup berbagai aspek dan menjawab
tantangan di atas. Untuk itu diperlukan penelitian yang mengkaji rasa nyaman bagi
pengguna jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan khususnya dalam aspek
kenyamanan berdasarkan persepsi masyarakat yang menggunakan fasilitas tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Dari paparan mengenai latar belakang masalah di atas, jalur Jalan Gatot Subroto
memiliki posisi ekonomis yang cukup tinggi dan signifikan di Kota Medan akan tetapi
terdapat banyak hal yang mengganggu kwalitasnya. Fenomena yang terjadi saat ini adalah
kota pada jalur pedestrian yang cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari kondisi arus lalu
lintas yang cukup padat di sepanjang jalur Jalan Gatot Subroto Medan berakibat pada
kemacetan jalan dan sirkulasi lalu lintas yang kurang baik.
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah ruang pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto sudah memenuhi kebutuhan
dasar penggunanya?
2. Bagaimanakah persepsi pejalan kaki terhadap jalur pedestrian di Jalan Gatot
Subroto ditinjau dari jarak tempuh?
3. Bagaimanakah fasilitas pada jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto dapat
memenuhi aspek kecepatan dalam berjalan kaki?
4. Apakah fasilitas yang ada di jalur pejalan kaki memenuhi aspek keamanan dan
kenyamanan bagi penggunanya?
5. Bagaimanakah persepsi pejalan kaki mengenai faktor-faktor pendukung yang
harus dipenuhi untuk jalur pedestrian di Jalan Gatot Subroto Medan?
1.3 Landasan Teori
Dalam perancangan fasilitas pejalan kaki, perlu diketahui bahwa kebutuhan pejalan
kaki yang harus dipenuhi cukup bervariasi sehingga perancangan yang dilakukan juga
harus fleksibel untuk mengakomodir perbedaan kebutuhan pengguna jalur pejalan kaki
tersebut. Standar perencanaan fasilitas pejalan kaki terkadang harus dapat diaplikasikan
untuk memenuhi kebutuhan rata-rata dari populasi pengguna fasilitas tersebut, contohnya
orang-orang yang lebih tua memiliki kelemahan tertentu, dimana mereka berjalan dengan
kecepatan di bawah 3,2 km/jam.
Harris dan Dines (1988) mengartikan bila kelengkapan dan perlengkapan jalan
(street furniture) secara kolektif sebagai elemen-elemen yang ditempatkan dalam sebuah
streetscape untuk kenyamanan, kesenangan informasi, kontrol sirkulasi dan perlindungan
bagi penggunan jalan. Elemen-elemen ini harus merefleksikan karakter lingkungan
setempat dan menyatu dengan karakter kawasan tempatnya berada.
Pada umumnya pejalan kaki berjalan dari tempat parkir atau pemberhentian umum
yang tidak terlalu jauh. Tujuan orang berjalan kaki biasanya dikaitkan dengan asal dan
tujuan perjalanan. Sejumlah perjalanan ditarik oleh aktifitas berdasarkan tipe dan skala
kegiatan yang di kawasan tersebut. Pertokoan yang ada pada suatu kawasan biasanya akan
menarik lebih banyak pejalan kaki untuk berada di sana.
Menurut Rubenstein (1992), pola penataan sirkulasi dapat mempengaruhi atau
mengkondisikan pejalan kaki untuk melakukan pergerakan atau aktifitas di suatu tempat.
Peletakan parkir dan pemberhentian angkutan umum akan berpengaruh pada fasilitas parkir
yang tersedia sehingga dapat menjadi salah satu generator aktivitas pada kawasan tersebut.
Hamid Shirvani (1985) menjelaskan bahwa kegiatan berbelanja, makan, menonton,
bersantai, pergi, kembali dari bekerja merupakan ciri utama dari suatu kota yang makmur,
sedangkan adanya aktifitas pendukung akan menempatkan poros-poros aktifitas utama dan
kemudian menghubungkannya satu sama lain dengan sebuah jalur pejalan kaki yang aman
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji persepsi pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto berdasarkan aspek
kebutuhan dasar penggunanya.
2. Mengkaji persepsi pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto berdasarkan aspek jarak
tempuh.
3. Mengkaji pedestrian atas keberadaan fasilitas pada jalur pedestrian di Jalan Gatot
Subroto berdasarkan aspek kecepatan dalam berjalan kaki.
4. Mengkaji persepsi terhadap fasilitas-fasilitas pada jalur pedestrian di Jalan Gatot
Subroto berdasarkan aspek keamanan dan kenyamanan penggunanya.
5. Mengkaji persepsi pejalan kaki tentang faktor-faktor pendukung yang harus ada
di jalur pedestrian Gatot Subroto Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Pemerintah Kota Medan dalam melakukan evaluasi kebijakan terhadap
penyempurnaan pelayanan publik di waktu yang akan datang sehingga jalur
pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Akademisi dalam mengembangkan studi kepustakaan dan sebagai bahan
1.6 Batasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai batasan wilayah dan ruang lingkup. Kawasan
yang akan diteliti yaitu jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan dari bundaran tugu
jam majestik sampai dengan simpang Jalan Iskandar Muda Medan yaitu sepanjang ± 900
meter (Dinas Perhubungan, 2012), secara khusus ruang lingkup penelitan ini meliputi:
1. Pertemuan antara simpang jalan Guru Patimpus dengan, Jalan Gatot Subroto
Medan.
2. Jalan Rajak Baru/Petisah.
3. Pertemuan antara Jalan Nibung dengan Jalan Gatot Subroto Medan.
4. Pertemuan antara Jalan Gatot Subroto dengan Jalan Iskandar Muda Medan.
5. Pertemuan antara Jalan Waringin dengan Jalan Gatot Subroto Medan.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tesis ini sistematika yang digunakan adalah:
Bab I, Pendahuluan, berisi latar belakang permasalahan yang diajukan dan
gambaran umum tentang kondisi jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan untuk
mengidentifikasi jawaban atas fenomena yang ada.
Bab II, Tinjauan Pustaka,berisi uraian kajian literatur dari berbagai sumber pustaka
yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi disiplin ilmu arsitektur dan perancangan
kota yang akan digunakan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Bab III, Metodologi Penelitian, berisi metode yang digunakan dalam penelitian
yang berhubungan dengan persepsi pengguna jalan. Tujuan utama dengan diperolehnya
pemahaman tentang persepsi masyarakat yang diteliti dengan pendekatan menyeluruh,
maka cakupan dan kedalaman dalam meneliti kualitatif diutamakan.
Bab IV Deskripsi Kawasan Penelitian, Berisi tentang keadaan lokasi wilayah
penelitian dan kondisi jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan, serta data fisik
maupun non fisik kawasan yang diambil untuk objek penelitian.
Bab V Hasil dan Pembahasan, Berisi uraian tentang hasil survei lapangan dan
pengolahan/analisa data dan pembahasan terhadap hasil analisa data, terkait persepsi
masyarakat tentang jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan. Analisa ini membahas
pengelolaan hasil uji responden serta variabel-variabel yang diangkat dari tinjauan pustaka
dengan menggunakan metode kualitatif.
Bab VI Kesimpulan Dan Saran, Berisi kesimpulan akhir dari penelitian tentang
persepsi pengguna jalan terhadap jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan dan
diikuti dengan memberikan rekomendasi.
1.8 Kerangka Berpikir
Untuk lebih lengkapnya secara diagramatis kerangka pemikiran dalam penelitian ini
Perumusan Masalah Sesuai Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian
Pemilihan dan Penetapan Lokasi Penelitan : - Jalur Pejalan Kaki di Kawasan Jalan Gatot
Subroto Medan
- Panjang Pedestrian Pada Lokasi Penelitian Melintang 900 m Pada Sisi Timur - Barat
TAHAP PENGUMPULAN DATA Pengambilan Data Primer dan Sekunder
Mengenai Lokasi Penelitan
Aspek Fisik Ruang Pejalan Kaki :
- Iklim
Aspek Kenyamanan Pengguna Jalur Pejalan Kaki di Jalan Gatot Subroto Medan :
- Data terkait persepsi pengguna jalur pejalan kaki
Aspek Kebijakan dan Pengelolaan Pemerintah Daerah :
- Kebijakan-kebijakan terkait penyediaan dan pengelolaan ruang bagi pejalan kaki - Pengelolaan ruang pedestrian
Analisis Keterkaitan antara aspek fisik dan aspek kenyamanan pengguna jalur pejalan kaki di Jalan Gatot Subroto Medan
TAHAP SURVEI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
Istilah persepsi berasal dari Bahasa Inggris yakni dari kata “perception” yang
berarti penglihatan, keyakinan dapat melihat atau mengerti (Muchtar, T.W., 2007:13).
Selanjutnya Muchtar mengemukakan: “Persepsi adalah pengamatan tentang objek-objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi,
menafsirkan pesan dan memberikan makna pada stimulus indrawi (sensory stimuli)”.
Persepsi merupakan proses memperoleh atau menerima informasi dari lingkungan
(Laurens, 2004:56), dimana hasil akhir dari informasi yang ditangkap individu atas dasar
sensasi dan memori yang berasal dari lingkungan dan ditangkap oleh suatu individu
(Neiser, 1976). Suatu rangsangan dipandang sebagai kejadian-kejadian yang ada dalam
lingkungan eksternal individu yang ditangkap oleh indera penglihatan dengan
menggunakan alat sel syaraf yang selanjutnya akan terjadi proses pengolahan sensasi.
Ketika sejumlah sensasi masuk kedalam struktur yang lebih dalam dari sistem susunan
syaraf (misal otak) maka sensasi ini akan diolah, proses pengolahan sensasi inilah yang
disebut sebagai persepsi (Neiser, 1976 dalam Sukmana, 2003).
Berdasarkan definisi di atas terdapat persamaan bahwa persepsi muncul oleh adanya
rangsangan (dari luar atau lingkungan) yang diproses di dalam susunan saraf dan otak (di
persepsi muncul akibat rangsangan dari lingkungan, persepsi lebih merupakan proses yang
terjadi pada struktur fisiologis dalam otak (Sukmana, 2003).
2.1.1 Konsep yang mempengaruhi persepsi dalam arsitektur
Gifford dalam Ariyanti (2005), juga menyebutkan bahwa persepsi manusia
dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Personal Effect
Dalam hal ini kebiasaan yang dilakukan masing-masing individu akan
dihubungkan dengan perbedaan persepsi terhadap lingkungan. Hal tersebut,
sudah jelas akan melibatkan beberapa faktor antara lain kemampuan perseptual
dan pengalaman atau pengenalan terhadap kondisi lingkungan. Kemampuan
perseptual masing-masing individu akan berbeda-beda dan melibatkan banyak
hal yang berpengaruh sebagai latar belakang persepsi yang keluar. Proses
pengalaman atau pengenalan individu terhadap kondisi lingkungan yang
dihadapi, pada umumnya mempunyai orientasi pada kondisi lingkungan lain
yang telah dikenal sebelumnya dan secara otomatis akan menghasilkan proses
pembandingan yang menjadi dasar persepsi yang dihasilkan. Pembahasan
terhadap hal-hal yang berpengaruh sebagai latar belakang terbentuknya persepsi
akan mencakup pembahasan yang sangat luas dan kompleks.
b. Cultural Effect
Gifford memandang bahwa konteks kebudayaan yang dimaksud berhubungan
dan tinggal seseorang akan membentuk cara yang berbeda bagi setiap orang
tersebut dalam “melihat dunia”. Selain itu, Gifford menyebutkan bahwa faktor
pendidikan juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap lingkungan
dalam konteks kebudayaan.
c. Physical Effect
Kondisi alamiah dari suatu lingkungan akan mempengaruhi persepsi seseorang
yang mengamati, mengenal dan berada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan
dengan atribut dan elemen pembentuknya yang menghasilkan karakter atau
tipikal tertentu akan menciptakan identitas bagi lingkungan tersebut. Misalnya,
ruang kelas secara otomatis akan dikenal bila dalam ruang tersebut terdapat meja
yang diatur berderet, dan terdapat podium atau mimbar dan papan tulis dibagian
depannya.
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa persepsi selain terjadi akibat rangsangan
dari lingkungan eksternal yang ditangkap oleh suatu individu, juga dipengaruhi oleh
kemampuan individu tersebut dalam menangkap dan menterjemahkan rangsangan
tersebut menjadi suatu informasi yang tersimpan menjadi sensasi dan memori atau
pengalaman masa lalu. Oleh karena itu, persepsi yang terbentuk pada
masing-masing individu dapat berbeda-beda. Selanjutnya menurut Laurens, dikemukakan
bahwa persepsi sangat diperlukan oleh perencana dalam menentukan apa saja yang
dibutuhkan oleh masyarakat baik secara personal maupun sebagai kelompok
pengguna. Sebagian besar arsitektur dibentuk oleh persepsi manusia (Laurens,
Oleh karena itu, dalam menciptakan karya-karya arsitektur faktor persepsi
sebagai salah satu bentuk respon yang keluar secara personal setelah menangkap,
merasakan dan mengalami karya-karya tersebut menjadi salah satu pertimbangan
yang cukup penting. Respon tersebut mencerminkan sesuatu yang diinginkan oleh
individu pengguna dan penikmat hasil karya yang ada. Respon yang keluar
berdasarkan pengalaman ruangnya, pengetahuan akan bentuk dan simbolisasi yang
didapat dari pendidikannya (Laurens, 2004:92).
2.1.2 Karakteristik persepsi
Istilah yang digunakan oleh Laurens bagi pengalaman ruang, pengetahuan akan
bentuk dan simbolisasi adalah peta mental (mental image). Peta mental tersebut akan
berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Beberapa pendapat dari
ahli yang dirangkum oleh Laurens menyebutkan beberapa karakteristik yang membedakan
peta mental seseorang adalah sebagai berikut:
a. Gaya Hidup (Milgram, 1977)
Gaya hidup seseorang menyebabkan timbulnya selektivitas dan distorsi peta
mental (Laurens, 2004). Hal tersebut erat kaitannya dengan tempat (jenis,
kondisi, jumlah, dan lain sebagainya) yang pernah dikunjungi sesuai dengan gaya
hidup yang dimiliki.
b. Keakraban dengan lingkungan (Evan, 1980)
Hal ini menyangkut pada seberapa baik seseorang mengenal lingkungannya.
Semakin kuat seseorang mengenal lingkungannya, semakin luas dan rinci peta
c. Keakraban Sosial (Lee, 1980)
Semakin luas pergaulannya, semakin luas wilayah yang dikunjungi, dan semakin
ia tahu akan kondisi wilayah tertentu maka semakin baik peta mentalnya.
d. Kelas Sosial (Michelson, 1973)
Semakin terbatas kemampuan seseorang, semakin terbatas pula daya geraknya
dan semakin sempit peta mentalnya.
e. Perbedaan Seksual (Appleyard, 1970)
Laki-laki biasanya mempunyai peta mental yang lebih baik dan terinci dari pada
perempuan karena kesempatan pergaulan dan ruang geraknya juga lebih luas.
Terlebih lagi, dalam kondisi masyarakat yang ada pada umumnya akan lebih
memberi peluang kepada kaum pria untuk bergerak dengan berbagai aktivitas.
Hal-hal inilah yang akan memberi pengertian bagaimana menciptakan bangunan
atau lingkungan yang mudah dilihat dan diingat, sekaligus membangkitkan
kekayaan pengalaman orang yang memakainya terutama pada fasilitas publik
(Laurens, 2004). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian disertakan
persepsi masyarakat sekitar, dalam hal ini adalah masyarakat yang tinggal dan
beraktivitas di kawasan studi, yaitu di jalur Jalan Gatot Subroto Medan.
Pemilihan jenis peta mental masyarakat tersebut dikarenakan bahwa dengan tinggal
ataupun beraktivitas di lingkungan atau kawasan studi dapat diartikan bahwa mereka
mengenal kondisi lingkungan tersebut. Berdasarkan faktor peta mental seseorang perlu
diketahui jika karakteristik masyarakat meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, mata
Pengklasifikasian karakteristik masyarakat berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan,
mata pencaharian untuk mengetahui aktivitas utama sehari-hari dan tingkat pendapatan
tersebut merupakan pendekatan terhadap kemungkinan terbentuknya persepsi yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah diungkapkan diatas.
2.1.3 Proses terjadinya persepsi
Damayanti (2000) dalam Prasilika, Tiara H. (2007:12-13) menggambarkan proses
pembentukan persepsi pada Gambar 2.1.
Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari berbagai
sumber melalui panca indera yang dimiliki, setelah itu diberikan respon sesuai dengan
penilaian dan pemberian arti terhadap rangsang lain. Setelah diterima rangsangan atau data
yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian yang digunakan rangsangan-rangsangan
yang terlah diterima diseleksi lagi atau diproses pada tahapan yang lebih lanjut. Setelah
diseleksi rangsangan diorganisasikan berdasarkan bentuk sesuai dengan rangsangan yang
telah diterima. Setelah data diterima dan data diatur, proses selajutnya individu menafsirkan Gambar 2.1 Proses Pembentukan Persepsi
Sumber: Damayanti(2000) dalam Prasilika, Tiara H.(2007:12-13) Rangsangan/Sensasi
Lingkungan
Pengalaman
Seleksi Input
Persepsi
Proses Pengorganisasian
Interpretasi
data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data atau
rangsang tersebut berhasil di tafsirkan.
2.1.4 Faktor–faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang berkenaan dengan keberadaan individu yang bersangkutan,
sedangkan faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang diakibatkan oleh keberadaan
rangsangan tersebut.
Mar’at menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu:
a. Pengalaman, tiap individu akan dapat memberikan persepsi yang berbeda-beda
dan hal itu tergantung kepada bagaimana pengalaman yang diterima terhadap
objek yang dipersepsi.
b. Proses belajar, persepsi yang akan diberikan setiap individu itu selain
berdasarkan pengalaman juga melalui proses belajar, maksudnya selama ia
bergaul dengan objek yang diteliti, maka akan turut memberikan penilaian dan
hal ini bisa saja menjadi tidak sama antara yang dipersepsi saat itu dengan yang
akan datang.
c. Cakrawala dan pengetahuan, persepsi yang diberikan seseorang itu sebenarnya
tidak terlepas dari pengetahuan yang diterimanya mengenai objek yang sedang di
d. Manusia mengamati suatu objek psikologi, dengan kaca matanya sendiri yang
diwarnai oleh nilai dan kepribadiannya, misalnya jika seseorang yang memiliki
kepribadian yang selalu berfikiran negative terhadap orang lain, ia akan
memberikan persepsi negative juga terhadap objek yang akan di persepsi.
Jalaludin Rakhmat (1999) dengan rinci mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut:
a. Faktor yang bersifat fungsional, diantaranya kebutuhan, pengalaman, motivasi,
perhatian, emosi dan suasana hati.
b. Faktor yang bersifat struktural diantaranya intensitas rangsangan, ukuran
rangsangan, perubahan rangsangan dan pertentangan rangsangan.
c. Faktor kultural atau kebudayaan yaitu norma-norma yang dianut oleh individu.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Sarlito Wirawan (1984) yang mengemukakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
a. Kuat lemahnya rangsangan, yang ditemukan oleh kejelasan, pengulangan gerak,
ukuran dan bentuk rangsangan. Makin kuat rangsangan, makin kuat pula kerja
indera.
b. Cara kerja alat indera menentukan cepat tepatnya dan lancarnya proses
terjadinnya persepsi.
c. Kadar intensitas kebutuhan, besarnya perhatian, kebutuhan dan kesiapan yang
dimiliki individu menyebabkan terjadinya persepsi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh
faktor rangsangan yang datang dari objek maupun peristiwa, dan faktor individu yang
bersangkutan dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dapat diasumsikan dari persepsi ini
bahwa individu akan menyimpulkan pendapat dan kesan berupa senang atau tidak
senangnya, baik ataupun buruk dan adanya kesiapan untuk menerima ataupun menolak
rangsangan yang diterimanya.
2.2 Pejalan Kaki (Pedestrian)
Pejalan kaki atau pedestrian adalah setiap orang yang bergerak menggunakan kaki,
kursi, roda, atau alat dengan tenaga manusia diluar pengguna sepeda (Washington State
Departement of Transportation, 1997). Sedangkan istilah pedestrian berasal dari bahasa
latin pedesterpedestris atau pedos yang berarti kaki. Pedestrian juga dapat diartikan sebagai
pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang dari satu tempat titik asal (origin)
ketempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein, 1992).
Pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah seseorang yang bergerak atau berpindah
dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin
penutup alas kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis. Berdasarkan penjelasan yang
disampaikan maka pejalan kaki dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai orang yang
melakukan perjalanan atau aktivitas di ruang terbuka publik tanpa menggunakan
2.2.1 Karakteristik perjalanan
Pada umumnya perjalanan yang dilakukan oleh pejalan kaki relatif dekat, karena
biasanya pejalan kaki berjalan dari tempat parkir atau dari tempat pemberhentian umum
yang tidak terlalu jauh pula. Jika maksud perjalanan (purpose trip) dan tipe perjalanan
pejalan kaki dipahami maka suatu fasilitas pejalan kaki yang lebih baik dapat
dikembangkan atau dibangun. Maksud pejalan kaki terkait dengan tipe pengguna lahan
yang dikaitkan dengan asal dan tujuan perjalanan. Sejumlah perjalanan ditarik oleh aktifitas
berdasarkan tipe dan skala, pertokoan eceran biasanya menarik lebih banyak pejalan kaki
pada suatu kawasan.
Menurut Weisman (1981) kenyamanan adalah suatu keadaan lingkungan yang
memberi rasa yang sesuai kepada panca indera dan antropemetry disertai fasilitas yang
sesuai dengan kegiatannya. Antropemetry adalah proporsi dan dimensi tubuh manusia serta
karakter fisiologis lain-lainnya dan sanggup berhubungan dengan berbagai kegiatan
manusia yang berbeda-beda dan mikro lingkungan. Kenyamanan terjadi setelah ditangkap
menurut panca indera. Ukuran penting lainnya menurut Utterman (1984) adalah tingkat
kenyamanan (comfort level) dan kapasitas sistem ruang pejalan kaki. Namun terpenuhinya
kriteria menurut Richard Utterman tersebut dipengaruhi oleh latar belakang kondisi dan
persepsi pejalan kaki.
Tingkat Kenyamanan pejalan kaki dalam melakukan aktifitas dipengaruhi oleh
faktor cuaca dan jenis aktivitas, kondisi ruang pejalan. Tingkat kenyamanan dihubungkan
dengan kondisi kesesakan dan kepadatan, dipengaruhi oleh keamanan dan persepsi manusia
persatuan waktu seperti orang berjalan, orang perhari. Adapun kapasitas jalur pejalan kaki
(walkway capasity) dipengaruhi oleh penghentian, lebar jalur pedestrian, ruang pejalan
kaki, volume, tingkat pelayanan, harapan pemakai dan jarak berjalan.
2.2.2 Pola pergerakan pejalan kaki
Pergerakan penduduk berdasarkan tempat kegiatan dalam hubungannya dengan
jaringan lalu lintas digolongkan dalam tempat kegiatan yang terbebas dari jaringan lalu
lintas dan tempat kegiatan yang tidak terbebas dari jaringan lalu lintas. Pola pergerakan
dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu pergerakan rutin dan pergerakan tidak rutin.
Terkait dengan pola jaringan jalan dan adanya perbedaan tingkat penggunaan moda
angkutan berjalan sebagai moda utama dan moda antara, maka pengguna moda berjalan
dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama (Syaifudian dalam BS Kusbiantoro,
2007), yaitu:
1. Kelompok pejalan penuh adalah mereka yang menggunakan moda angkutan
berjalan sebagai moda utama dan digunakan sepenuhnya dari tempat asal ke
tempat tujuan, sehingga jarak yang ditempuh relative lebih besar.
2. Kelompok pejalan pengguna kendaraan umum, yaitu mereka yang
menggunakan moda angkutan jalan kaki sebagai moda antara pada jalur-jalur
berikut:
a. Dari tempat asal ke tempat pemberhentian kendaraan umum.
b. Pada jalur perpindahan rute kendaraan umum.
c. Di dalam terminal atau di dalam stasiun.
3. Kelompok pejalan pemakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi adalah
mereka yang menggunakan moda berjalan sebagai moda antara dari:
a. Tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat perhentian kendaraan umum.
b. Di dalam terminal atau stasiun.
c. Dari tempat perhentian kendaraan umum ke tempat tujuan akhir pepergian.
4. Kelompok pejalan pemakai kendaraan pribadi penuh adalah mereka yang
menggunakan atau memiliki kendaran pribadi dan hanya menggunakan moda
angkutan berjalan sebagai moda antara dari tempat parkir kendaraan pribadinya
ke tempat akhir pepergian yang hanya dapat ditempuh dengan berjalan.
2.3 Kebutuhan Pejalan Kaki
Perencanaan dan perancangan fasilitas pejalan kaki sebaiknya dapat memenuhi
kebutuhan penggunanya dari semua kelompok usia dengan karakteristik yang
berbeda-beda. Dalam mendefinisikan kebutuhan pengguna jalur pejalan kaki, perancang harus
mempertimbangkan makna sosial yang mendasari perilaku dan persepsi pengguna jalur
pejalan kaki atau kelompok penggunanya dan bukan semata-mata hanya berdasarkan apa
yang dikatakan oleh pengguna jalur pejalan kaki mengenai apa yang mereka butuhkan.
2.3.1 Kebutuhan ruang berjalan kaki
Kebutuhan ruang berjalan kaki menurut Rapoport (1977) dibagi menjadi dua
macam yaitu ruang gerak dan ruang istirahat. Ruang gerak bersifat dinamis, kegiatannya
antara lain berjalan dan bergerak walaupun dengan sangat lambat atau perlahan-lahan.
sama maupun berbeda, dimensi minimun yang dibutuhkan sewaktu pengguna jalur
berpapasan adalah 1,5m x 1,5m (Gambar 2.2).
Gambar 2.2. Jarak Aman Pejalan Kaki Ketika Berpapasan Sumber: Washington State Department Of Transportation (1997)
Menurut Haries dan Dines (1988) kriteria fisik dalam merencanakan sirkulasi
pedestrian, diantaranya yaitu:
1. Kriteria dimensional ruang pedestrian, seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Jarak Ruang Yang Dibutuhkan Antar Pejalan Kaki di Depannya Sesuai Lokasi (Harris dan Dines,1988)
2. Kriteria Pergerakan
Faktor kecepatan pergerakan akan mengalami penurunan bila jumlah pejalan
kaki meningkat, ada persimpangan dan naik atau turun tangga.
3. Kriteria Visual
Persyaratan visual (pemandangan) disesuaikan dengan sudut pandang mata atau
tinggi sudut pandang pejalan kaki yang nyaman untuk melihat pandangan normal
setinggi mata.
Karateristik lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki dapat diatur dengan membuat
batasan atau perancangan fasilitas pejalan kaki yang terintegrasi dengan moda transportasi
lainnya serta dapat menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini dan masa akan datang. Tata
guna lahan berupa pengaturan sirkulasi dan akses jalur pejalan kaki yang diarahkan ke
pusat kota, tempat-tempat perbelanjaan, perkantoran, sekolah-sekolah, taman, dan kawasan
lainnya dapat dilakukandengan menggunakan pengaturan pola guna lahan berbentuk grid
atau blok-blok pendek pada kawasan perkotaan, hal ini dimaksudkan untuk memperpendek
jarak tempuh perjalanan.
Kontinuitas jaringan jalan perkotaan, jalur pejalan kaki, dan fasilitas pejalan kaki
dapat meningkatkan pergerakan pejalan kaki dengan menggunakan teknik yang bisa
memperlambat laju kendaraan misalnya dengan merancang bundaran, kerb dan sebagainya.
Selain itu perletakan tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum (TPKPU) yang
penerangan, tong sampah akan mampu menciptakan lingkungan yang menarik dan
bermanfaat bagi pejalan kaki.
Setiap jalur pejalan kaki sebaiknya mempunyai arah tujuan yang jelas dan
menyediakan rute-rute yang dapat dipilih sesuai kebutuhan penggunanya dan menyediakan
jalan pintas bila keadaan memungkinkan. Pertimbangan dalam perencanaan kebutuhan
pejalan kaki di kawasan pusat kota adalah sebagai berikut (New Jersey Department of
Transportation/NJDOT Pedestrian Compatible, 1999):
a. Pertimbangan asal, tujuan dan jalur pejalan kaki untuk menentukan letak akses
pejalan kaki dan dibagian mana akses yang harus ditutup dan menyediakan jalur
alternatif.
b. Pejalan kaki pada umumnya memilih rute terpendek. Oleh sebab itu ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu:
- Membuat rintangan atau hambatan dibagian yang tidak diperuntukkan bagi
pejalan kaki misalnya dengan menggunakan barikade, penghalang, papan
informasi, dan lain-lain.
- Menyediakan rute yang mudah diakses, dapat dipakai, aman, dengan
memasang papan informasi atau rambu-rambu.
c. Mendata guna lahan yang dapat membangkitkan perjalanan pejalan kaki
misalnya guna lahan pendidikan, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan
sebagainya untuk menentukan apakah penambahan fasilitas pendukung
d. Mempertimbangkan kebutuhan pejalan kaki pada waktu malam hari, khususnya
penerangan dan pandangan yang jelas.
e. Menghindari pemblokiran jalur pejalan kaki oleh konstruksi bangunan atau
peralatan lainnya.
f. Petimbangkan teknik konstruksi panggung apabila tidak ada jalur alternatif bagi
pejalan kaki.
2.3.2 Pedestrianisasi jalur pejalan kaki
Menurut Murtomo dan Aniaty (1991), jalur pejalan kaki atau pedestrian di kawasan
perkotaan dapat berfungsi sebagai elemen yang mempengaruhi perkembangan kehidupan
suatu kota, antara lain adalah:
a. Pedestrianisasi dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi
kerawanan kriminalitas.
b. Pedestrianisasi dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomis sehingga akan
berkembang kawasan bisnis yang menarik.
c. Pedestrianisasi sangat menguntungkan sebagai ajang kegiatan promosi, pameran,
periklanan, kampanye dan lain sebagainya.
d. Pedestrianisasi dapat menarik bagi kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan
spiritual.
e. Pedestrianisasi mampu menghadirkan suasana dan lingkungan yang spesifik,
f. Pedestrianisasi berdampak pula terhadap upaya penurunan tingkat pencemaran
udara dan suara karena berkurangnya kendaraan bermotor yang lewat.
Kenyamanan dari pejalan kaki dalam berjalan adalah tersedianya fasilitas-fasilitas
yang mendukung kegiatan berjalan dan dapat dinikmati penggunanya. Kegiatan berjalan
tersebut dilakukan tanpa adanya gangguan dari aktivitas lain yang menggunakan jalur
tersebut. Fungsi jalur pedestrian yang sesuai adalah jalur pejalan kaki dapat menumbuhkan
aktivitas yang sehat sehingga mengurangi kerawanan kriminalitas, menguntungkan sebagai
sarana promosi dan dapat menarik bagi kegiatan sosial serta pengembangan jiwa dan
spiritual.
2.3.3 Penataan sirkulasi jalur pejalan kaki
Kelancaran sirkulasi bagi pejalan kaki dan keselamatan dari ancaman kecelakaan
oleh kendaraan merupakan salah satu tujuan utama keberadaaan jalur pejalan kaki. Metode
untuk mengurangi konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan adalah sistem penyekat
waktu dan ruang diantara keduanya. Sistem penyekat waktu adalah pemisahan kedua jalur
pada jam tertentu. Sistem penyekat ruang adalah pemisahan kedua jalur tersebut.
Untuk system penyekat waktu dapat mempergunakan rambu-rambu lalu lintas
sebagaialat bantu, sedangkan penyekat ruang dapat menggunakan jembatan penyeberangan
di atas jalan atau di bawah permukaan tanah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait
sirkulasi pejalan kaki adalah dimensi jalan danjalur pedestrian, tempat asal sirkulasi dan
ketepatan tujuan sirkulasi pejalan kaki, maksud perjalanan, waktu hari dan volume pejalan
Menurut Rubenstein (1992), pola penataan sirkulasi dapat mempengaruhi atau
mengkondisikan pejalan kaki untuk melakukan pergerakan atau aktifitas di suatu tempat.
Peletakan parkir akan berpengaruh pada fasilitas parkir, kapasitas, akses dan layout.
Perjalanan pejalan kaki biasanya relatif dekat. Karena kebanyakan pejalan kaki berjalan
dari tempat parkir atau dari pemberhentian umum yang tidak terlalu jauh pula. Jika maksud
perjalanan (purpose trip) dan tipe perjalanan pejalan kaki dipahami maka suatu fasilitas
pejalan kaki yanglebih baik dapat dikembangkan atau dibangun. Maksud pejalan kaki
terkait dengan tipe pengguna lahan yang dikaitkan dengan asal dan tujuan perjalanan.
Sejumlah perjalanan ditarik oleh aktifitas berdasarkan tipe dan skala. Pertokoan eceran
biasanya menarik lebih banyak pejalan kaki.
Standar ruang untuk pejalan kaki menurut Harris dan Dines (1988), dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Lebar
a.1. Lebar jalur pedestrian tergantung pada tujuan dan intensitas pemakaian
a.2. Satu orang sama dengan 24 inchi (60cm), dengan lebar minimum jalan
setapak adalah 4 ft (120cm).
a.3. Memperhatikan kelengkapan dan perlengkapan jalan (street furniture)
b. Kemiringan
b.1. Longitudinal, dengan dasar pertimbangan kebiasaan atau kemudahan
bergerak dan tujuan desain:
b.1.1. Ideal : 0–3%
b.1.3. Tergantung Iklim : 5–10%
b.1.4. Untuk ram : 1,5–8%
b.2. Transversal
b.2.1. Minimum tergantung material : 1%
b.2.2. Ideal rata-rata : 3%
b.2.3. Maksimum untuk drainase : 3%
c. Perhitungan dimensi untuk lebar pedestrian
Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah
60cm ditambah 15cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga
kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki atau 2 orang pejalan kaki
berpapasan tanpa terjadi berpapasan menjadi 150cm. Dalam keadaan ideal untuk
mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan Kaki (W) dipakai rumus sebagai
berikut:
Lebar jalan (W) = P
35+ 1,5
Keterangan:
W = lebar Jalur Pejalan Kaki.
P = volume pejalan kaki (orang/menit/meter)
2.4 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Path)
Jalur pejalan kaki atau pedestrian path adalah tempat atau jalur khusus bagi orang
yang berjalan kaki. Jalur pedestrian pada saat sekarang dapat berupa trotoar, pavment,
selain itu diartikan sebagai road, yaitu suatu media di atas bumi yang memudahkan
manusia dalam tujuan berjalan.
Menurut Utterman (1984) dalam sebuah perancangan jalur pejalan kaki yang baik
harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
a. Keamanan, pejalan kaki harus aman dari kecelakaan yang disebabkan
kendaraan bermotor, selain itu masalah kriminalitas juga merupakan hal yang
harus dipertimbangkan;
b. Kemudahan, jalur pedestrian yang baik merupakan jalur terpendek dan mudah
dicapai serta bebas dari hambatan;
c. Kenyamanan, pejalan kaki harus dapat merasa nyaman di area pejalan kaki;
d. Daya tarik, daya tarik dapat berasal dari jalur pejalan kaki, elemen pendukung
pejalan kaki, dan lampu penerangan.
Pada umumnya kegiatan pejalan kaki cenderung terkonsentrasi pada area yang
berdekatan dengan sudut jalan, dimana pada tempat tersebut jarak pandang yang baik
sangat diperlukan oleh pengguna jalan. Dalam Pertland Pedestrian Design Guide (1998)
disebutkan terdapat 5 (lima) atribut jaringan sudut jalan yang baik bagi pejalan kaki yaitu:
a. Ruang yang bebas, sudut jalan harus bersih dari penghalang dan mempunyai
cukup ruang untuk mengakomodasi kebutuhan pejalan kaki yang hendak
menyeberang, serta memiliki kemiringan kerb yang baik, untuk tempat
pemberhentian kendaraan penumpang umum dan juga tersedia ruang untuk
b. Jarak pandang yang baik pada area sudut jalan untuk mempermudah
pengendara kendaraan bermotor melihat pejalan kaki yang hendak
menyeberang.
c. Keberadaan signage pada area sudut jalan harus mudah dibaca dan jelas
memberi sehingga dapat memberikan informasi bagi pejalan kaki tentang
tindakan apa yang harus dilakukan.
d. Ramp, tombol penyeberangan, rambu lalu lintas, marka jalan, tekstur dan
sebagainya harus memenuhi standar aksesibilitas.
e. Pemisahan area pejalan kaki dengan kendaraan bermotor, perancangan area
sudut jalan harus efektif sehingga pengemudi kendaraan bermotor tidak dapat
menggunakan area pejalan kaki.
2.4.1 Jarak tempuh pejalan kaki
Jarak tempuh yang termasuk dalam kategori nyaman antara lain dipengaruhi oleh
kondisi geografi, iklim, dan tata guna lahan (Washington State Departemen of
Transportatioan, 1997).
Ketentuan jarak tempuh yang termasuk ke dalam kategori nyaman yaitu:
a. Perletakan fasilitas, taman-taman umum, dan area yang menjadi tujuan pejalan
kaki maksimal berjarak 400 meter dari tempat asal pejalan kaki.
b. Perancangan tapak ditentukan maksimal berjarak 90 meter dari tempat parkir
dan pintu masuk ke bangunan. Tempat penyeberangan jalan lebih efektif bila
c. Jarak tempuh pejalan kaki ke TPKPU sekitar 300 meter dan ke tempat parkir
kurang lebih 535 meter.
Bila jarak tempuh dari titik asal ke tujuan perjalanan terlalu jauh maka seseorang
memutuskan untuk tidak berjalan kaki dan lebih memilih moda transportasi lainnya menuju
ke tempat tujuannya.
2.4.2 Faktor-faktor pendukung jalur pejalan kaki
Pendukung kegiatan merupakan kegiatan-kegiatan penunjang yang menghubungkan
dua atau lebih pusat kegiatan yang berada pada suatu kawasan (Shirvani, 1985).
Keberadaan pendukung kegiatan akan menambah pengalaman pengguna jalur pejalan kaki
melalui keragaman dan intensitas kegiatan yang ada disekitarnya.
Beberapa faktor pendukung jalur pejalan kaki yang harus dipenuhi untuk melayani
kebutuan pejalan kaki adalah:
a. Tempat Pemberhentian Kendaraan Penampang Umum (TPKPU) merupakan
faktor pendukung untuk melayani pejalan kaki yang menggunakan angkutan
umum untuk sampai ke tempat tujuannya. TPKPU harus dirancang sebagai satu
kesatuan dengan jalur pejalan kaki;
b. Fasiltas perparkiran merupakan faktor pendukung yang diharapkan dapat
mempersingkat jarak tempuh pejalan kaki ke tempat tujuannya;
c. Keterjangkauan pelayanan umum kawasan khusus diperuntukkan pejalan kaki
hendaknya dapat dijangkau oleh pelayanan umum seperti truk pengangkut
d. Sirkulasi pejalan kaki hendaknya lancar dan aman dari bahaya kecelakaan lalu
lintas misalnya dengan pengguna penyekat ruang dan waktu. Penyekat ruangan
adalah pemisahan jalur pejalan kaki dengan kendaraan misalnya dengan
jembatan penyeberangan atau terowongan penyeberangan, sedangkan
pemisahan waktu adalah pemberlakuan waktu-waktu tertentu bagi pejalan kaki
dan kendaraan untuk bergerak misalnya dengan lampu lalu lintas;
e. Bangunan-bangunan di sepanjang jalur pejalan kaki keberadaan fasilitas pejalan
kaki diharapkan memperkuat atau memperjelas karakter bangunan-bangunan
tersebut;
f. Perabot jalan seperti tempat duduk, lampu, telepon umum, bak bunga, tong
sampah, rambu lalu lintas, halte, dan sebagainya yang tertata dengan baik
merupakan faktor pendukung bagi perjalanan disepanjang jalur pejalan kaki.
g. Pemeliharaan fasilitas pejalan kaki memerlukan pemeliharaan secara kontinue
agar dapat berfungsi dengan baik misalnya penggantian material yang rusak,
pembersihan sepanjang trotoar, dan sebagainya.
Pendukung kegiatan menyangkut seluruh penggunaan dan kegiatan yang menunjang
keberadaan ruang kota. Ruang kota yang dimaksud yaitu ruang atau bangunan yang
diperuntukan kepentingan umum. Kegiatan dan ruang kota tersebut saling mengisi dan
melengkapi satu sama lain. Bentuk tempat dan karakteristik suatu kawasan akan
menentukan fungsi dan penggunaan yang spesifikasi pada kawasan tersebut.
Bentuk pendukung kegiatan bagi jalur pejalan kaki antara lain dapat berupa layanan
umum yang dapat digunakan untuk menikmati lingkungan yang menarik di sekitarnya.
Keragaman bentuk pendukung kegiatan tersebut dapat memberikan citra visual yang
spesifikasi dan menjadi ciri khas bagi kehidupan di suatu kawasan perkotaan.
2.4.3 Aksesbilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesbilitas jalur pejalan kaki adalah:
a. Waktu/Time, tergantung dari tujuan perjalanan yang akan dilakukan seperti
rekreasi atau berbelanja pengguna jalur pejalan kaki akan mampu berjalan lebih
lama. Sedangkan untuk aktifitas tertentu seperti bekerja yang membutuhkan
ketepatan waktu maka pejalan kaki akan berjalan lebih singkat.
b. Kenikmatan/Convenience, perencanaan jalur pejalan kaki yang sesuai dengan
kebutuhan seluruh lapisan penggunanya, baik dari kebutuhan ruang seperti
trotoar maupun tempat perlindungan dari cuaca. Perencanaan jalur pejalan kaki
yang nyaman akan mendorong penggunanya untuk berjalan menuju tempat
tujuannya.
c. Kemudahan berkendara, kemapanan ekonomi suatu negara akan berimplikasi
pada ketersedian kendaraan bagi masyarakat sehingga mempengaruhi
perencanaan suatu sistem jalan lalu lintas yang baik pula pada kawasan tersebut
dan bagi negara yang memiliki moda transportasi umum yang baik maka akan
mendorong masyarakatnya untuk berjalan lebih aktif di jalur pejalan kaki.
d. Pola penggunaan lahan, pemanfaatan lahan untuk aktifitas tunggal akan