ANALISIS PASAR KEUANGAN GLOBAL DAN
INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN
DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Oleh
R U S I A D I
087018017/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SE K O L AH
P A
S C
A S A R JA
ANALISIS PASAR KEUANGAN GLOBAL DAN
INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN
DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
R U S I A D I
087018017/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PASAR KEUANGAN GLOBAL DAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA
Nama Mahasiswa : Rusiadi Nomor Pokok : 087018017
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Jonni Manurung, MS) (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal: 25 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS
Anggota : 1. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec 2. Dr. Murni Daulay, M.Si
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kontribusi masing-masing variabel terhadap perubahan variabel lainnya yaitu SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pengumpulan data diperoleh dari data skunder yaitu data SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones dan IHSG bulan Januari 2004 sampai dengan Oktober 2008 (58 observasi). Penentuan jumlah observasi didasarkan atas stabilitas lag struktur dalam model penelitian. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Vector Autoregression (VAR), Impulse Response Function (IRF) dan Varian Decomposition (VD) yang sebelumnya diuji menggunakan uji Unit Roots Test, uji Causalitas Granger dan uji Kointegrasi Johansen.
Hasil analisa data diketahui hasil uji Vector Autoregression menunjukkan variabel yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi selain inflasi itu sendiri adalah kurs. Variabel yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap indeks Dow Jones adalah SBI. Variabel yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap Hang Seng adalah indeks Dow Jones. Variabel lain yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap IHSG adalah indeks Dow Jones t-1. Hasil Impulse response function diketahui bahwa stabilitas pertama semua variabel berada pada periode ke 40 atau jangka menengah dan stabilitas kedua pada periode 85 atau jangka panjang. Hasil variance decomposition, secara keseluruhan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, semua variabel pada periode pertama dipengaruhi oleh error variance variable itu sendiri. Sedangkan dalam jangka panjang terjadi perubahan pengaruh error variance yang semakin menurun terhadap variabel itu sendiri dan digeser oleh variabel lainnya.
Spesifikasi model yang terbentuk dengan menggunakan Roots of Characteristic Polynomial dan Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial diperoleh hasil stabil, hal ini dapat ditunjukkan bahwa hampir semua unit roots berada dalam lingkaran gambar Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial.
ABSTRACT
The aim of this reserch is to analiyze contribuse of every variable for the changed others variable, they are SBI, Exchang rate, Inflation, Indeks Hangseng, Indeks Dow Jones and the Share Price Indeks (IHSG).
The file bringing together get from of secudare file they are SBI, Exchang rate, Inflation, Hang Seng Indeks, Dow Jones Indeks and IHSG in January 2004 until in October 2008 (58 Observation). The Quanty of observation is based on stracture stabilities style. The style used in this observation are econometrica style and Vector Auteregression Method (VAR), Impulse Response Function (IRF) and Varian Decomposition (VD) it beforetest with unit Roots Test, Causalitas Granger Test and Kointegrasi Johansen test.
The analyse result know the Vector Autoregression test to show the variable has the bigger contribute for inflation for Hang Seng is Dow Jones Indeks. The other variable has many contribute for IHSG is Dow Jones Indeks t-1, the result impulse response function known that the the first stabilitas of all variable in at 40 period or middle period, and the second stabilities at 85 or long period. The result of variance decomposition, both, all of variable in the first period influenced by variance error can be decrease for is one variable with others.
The style specification curved with Roots of Characteristic Polynominal and Inverse Roots of AR. Characteristic Polynominal gets a good result, it is can show that almost all this unit Roots there in the picture inverse Roots of AR Characteristic Polynominal.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan
hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Analisis Pasar Keuangan Global dan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini.
Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Pembimbing I, dan Wahyu Ario
Pratomo, SE, M.Ec sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan,
bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.
2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana
dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada
Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya
pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses
perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 14 yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan
5. Kedua orang tuaku Ayahanda alm Gimun dan Ibunda Rawen, Istriku Ade
Novalina, serta seluruh keluarga besarku yang ada di Batang Serangan dan
di Kisaran yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga
penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat
menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak
yang telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, September 2009 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Rusiadi
Tempat dan Tanggal Lahir : Titi Belanga, Langkat, 04 Juni 1975
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Nama Orang Tua
Ayah : Gimun
Ibu : Rawen
Alamat Rumah : Jl. Pembangunan III No. 45 C Medan
Pendidikan
1. Tahun 1983-1989 : SDN No. 050695 Batang Serangan
2. Tahun 1989-1992 : SMP Swadaya Batang Serangan
3. Tahun 1992-1995 : SMU Persada Padang Tualang
4. Tahun 1995-2000 : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP)
5. Tahun 2008-2009 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Ekonomi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Pasar Keuangan ... 9
2.1.1. Pasar Modal... 9
2.1.2. Konsep Saham... 12
2.1.3. Jenis-jenis Saham dan Return Saham ... 13
2.1.4. Indeks Harga Saham Gabungan ... 15
2.1.5. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ... 17
2.1.6. Nilai Tukar Mata Uang ... 18
2.2. Inflasi ... 21
2.3. Arbitrage Pricing Theory (APT) Multifaktor ... 23
2.4. Integrasi Pasar dan Keuangan Global ... 27
2.7. Kerangka Pemikiran ... 37
2.8. Hipotesis... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 39
3.3. Uji Asumsi………. 40
3.3.1. Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit . ... 40
3.3.2. Uji Kointegrasi ... 43
3.3.3. Uji Kausalitas Granger... 46
3.4. Model Analisis... ... 49
3.4.1. Vector Autoregression (VAR) ... 49
3.4.2. Impulse Response Function (IRF)... 50
3.4.3. Forecast Error Variance Desomposition (FEVD)... 51
3.5. Definisi Operasional ………. 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
4.1. Perkembangan Indikator Ekonomi... 54
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian... 58
4.2.1. Perkembangan SBI Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008... 59
4.2.2. Nilai Tukar Mata Uang Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008... 60
4.2.3. Inflasi Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008………... 61
4.2.4. Indeks Dow Jones Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008. 62 4.2.5. Perkembangan Indeks Hang Seng ... 63
4.2.6. Perkembangan IHSG ... 64
4.3. Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi ... 65
4.4. Uji Kausalitas Granger………. 72
4.4.1. Granger Causality Test ……….. 72
4.5. Vector Autoregression ……….. 76
4.6. Impulse Response Function (IRF) ……… 81
4.6.1. Response Function KURS... 81
4.6.2. Response Function Inflasi ……….…………. 85
4.6.3. Response Function Indeks Dow Jones ………... 87
4.6.4. Response Function Indeks Hang Seng... 91
4.6.5. Response Function IHSG... 94
4.7. Variance Decomposition ... 96
4.7.1. Variance Decomposition KURS ………... 97
4.7.2. Variance Decomposition Inflasi ... 98
4.7.3. Variance Decomposition Indeks Dow Jones ... 99
4.7.4. Variance Decomposition Indeks Hang Seng ……….. 100
4.7.5. Variance Decomposition IHSG………...………...…... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
5.1. Kesimpulan ... 103
5.2. Saran-saran... 105
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1. Hasil Pengujian Akar-akar Unit dengan Level... 66
4.2. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada SBI... 67
4.3. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada SBI... 67
4.4. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada KURS. ... 68
4.5. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada INFLASI. ... 69
4.6. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada Dow Jones. ... 69
4.7. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada Hang Seng ... 70
4.8. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada IHSG. ... 71
4.9. Granger Causality Tests ... 72
4.10. Uji Kointegrasi Johansen ... 75
4.11. Hasil Estimasi VAR dengan Dasar Lag 1 ... 77
4.12. Impulse Response Function KURS ... 82
4.13. Impulse Response Function Inflasi ... 86
4.14. Impulse Response Function Dow Jones (DJ) ... 89
4.15. Impulse Response Function Hang Seng ... 92
4.16. Impulse Response Function IHSG ... 95
4.17. Varian Decomposition Kurs ... 97
4.18. Varian Decomposition Inflasi ... 98
4.20. Varian Decomposition Indeks Hang Seng ... 100
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1. Pergerakan Indeks Hang Seng dan Dow Jones Januari 2007
s/d Maret 2009... 2
1.2. Pergerakan IHSG Januari 2007 s/d Maret 2009... 3
1.3. Perkembangan Kurs Rupiah Januari 2007 s/d Maret 2009... 5
1.4. Perkembangan Inflasi dan SBI Januari 2007 s/d Maret 2009 ... 5
2.1. Kerangka Pemikiran... 37
4.1. Perkembangan SBI Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 59
4.2. Perkembangan Kurs Januari 2004 s/d Oktober 2008... 60
4.3. Perkembangan Inflasi Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 61
4.4. Perkembangan Dow Jones Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 62
4.5. Perkembangan Indeks Hang Seng Januari 2004 s/d Oktober 2008 63 4.6. Perkembangan IHSG Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 64
4.7. Stabilitas Struktur Model ... 80
4.8. Respon Variabel Kurs pada Perubahan Variabel Lain ... 84
4.9. Respon Variabel Inflasi pada Perubahan Variabel lain ... 87
4.10. Respon Variabel Dow Jones pada Perubahan Variabel Lain... 90
4.11. Respon Variabel Hang Seng pada Perubahan Variabel Lain... 93
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Tabulasi Data Pendukung Variabel... 110
2. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 112
3. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 113
4. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 114
5. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 115
6. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 116
7. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 117
8. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 118
9. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 119
10. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 120
11. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 121
12. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 122
13. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 123
14. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 2nd Difference... 124
15. Uji Kausalitas ... 125
16. Hasil Uji Kointegrasi Johansen... 127
17. Hasil Analisa VAR dengan Lag 1... 128
18. Impulse Response Function Grafik Tunggal... 129
19. Varian Decomposition Grafik ... 130
20. Stabilitas Struktur... 131
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Investasi dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung maupun
investasi tidak langsung. Investasi aktiva langsung dapat dilakukan dengan pembelian
langsung aktiva keuangan suatu perusahaan. Sedangkan investasi tidak langsung
dilakukan dengan membeli saham (surat-surat berharga) dari perusahaan investasi
yang diperdagangkan di pasar modal. Untuk menganalisis dan menilai harga saham
dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi ekonomi atau kondisi pasar yang
terdiri dari variabel makroekonomi maupun kondisi spesifik perusahaan. Kondisi
makro ekonomi terdiri atas tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia, Produk
Domestik Bruto, tingkat inflasi, jumlah uang beredar dan kurs mata uang rupiah
sedangkan kondisi spesifik perusahaan berkaitan dengan beberapa rasio keuangan
perusahaan yang mencerminkan likuiditas perusahaan untuk jangka pendek dan
jangka panjang. Investasi dapat dipengaruhi oleh kondisi finansial global yang
akhir-akhir ini sedang mengalami kelesuhan. Kondisi keuangan global yang terus menekan
ekonomi juga akan mempengaruhi di pasar saham.
Masalah krisis finansial global, hingga saat ini belum ada titik terang yang
dapat menenangkan pelaku ekonomi dunia. Runtuhnya sektor keuangan AS
membawa dampak langsung dari keruntuhan sistem keuangan AS tersebut. Dampak
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus tertekan belakangan (Bambang
Brodjonegoro, 2008). Menurut Chatib Basri (Tempo, 2008) dampak krisis finansial
yang bermula di AS mungkin agak lebih lambat dan kecil pengaruhnya pada ekonomi
Indonesia, karena adanya integrasi jaringan produksi (production network) di mana
negara-negara di Asia Tenggara banyak mengekspor bahan mentah dan barang antara
ke pusat-pusat jaringan produksi seperti Cina, Korea dan Jepang. Walaupun
demikian, karena konsumen akhir dari barang jadi itu juga negara-negara maju, cepat
atau lambat Indonesia akan terkena dampak juga.
Krisis subprime mortgage pada medio 2007 yang terjadi di AS telah memicu
krisis ekonomi global. Sejalan dengan kejatuhan Dow Jones harga saham-saham
di Asia seperti Hang Seng Hongkong dan IHSG juga berguguran. IHSG yang pada
awal 2008 memasuki masa keemasan pada level 2.830, akibat kepanikan investor,
IHSG juga terjerembab ke level 1.174 pada 30 Oktober 2008 atau telah terkoreksi
59%.
2 3 9 8 4 2 7 1 4 2
3 1 3 5 2 2 7 8 1 2
2 2 8 4 9 2 4 5 3 3
2 2 7 3 1 2 1 2 6 1
1 8 0 1 6
1434 1285 1332 1255 1241 1256 1832 2165 2304 2349 2444 2304 2447 2721 2627 2745 2688 2643 2359 2194 2348 2139 2084 1999 1830 1740 1757 2 0 1 0 6
1 9 6 5 1
1 3 5 7 6 1 2 8 1 1 1 3 2 7 8 1 4 3 8 7 1 3 8 8 8 1 3 9 6 8 2 2 1 0 2
2 5 7 5 5 2 4 3 3 1 2 3 4 5 5 2 8 6 4 3
2 3 1 8 4 2 1 7 7 2 2 0 6 3 4 2 0 3 1 8 1 9 8 0 0
1 2 2 6 8 1 2 6 2 1 1 2 3 5 4
1 3 0 6 2 1 3 6 2 7
1 3 4 0 8 1 3 2 1 1
1 3 3 5 7 1 3 8 9 5
1 3 9 3 0 1 3 3 7 1
1 3 2 6 4 1 2 6 5 0 1 2 2 6 61 2 2 6 2 1 2 8 2 0
1 2 6 3 8 1 1 3 5 0 1 1 3 7 8
1 1 5 4 3 1 0 8 5 0
9 3 2 5 8 8 2 9 8 7 7 6 8 0 0 0
7 0 6 27 6 0 8
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07S ep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 A pr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 A ug-08Sep-08 Oct-08 Nov-08Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09
Sumber: Data diolah dari
Gambar 1.1. Pergerakan Indeks Hang Seng dan Dow Jones Januari 2007 s/d Maret 2009 Sebelum krisis global
Setelah krisis global
Hang Seng
Pada Gambar 1.1 diketahui pola pergerakan antara Indeks Hang Seng, Indeks
Dow Jones dan IHSG. Pola pergerakan ketiga indeks saham tersebut menggambarkan
adanya integrasi pasar keuangan global.
2139 2348 2194 2359 2721 2165 1832 1757 1740 1830 1999 2084 2643 2688 2745 2627 2447 2304 2444 2304 2349 1434 1285 1332 1255 1241 1256 0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Jan - 0 7 Feb- 0 7M ar - 0 7 A pr - 0 7M ay- 0 7 Jun - 0 7 Jul- 0 7 Aug- 0 7 S ep- 0 7 Oct - 0 7 Nov- 0 7 Dec- 0 7 Jan - 0 8 Feb- 0 8M ar - 0 8 A pr - 0 8M ay- 0 8 Jun - 0 8 Jul- 0 8 Aug- 0 8 Sep- 0 8Oct - 0 8 Nov- 0 8 Dec- 0 8 Jan - 0 9Feb- 0 9 M ar - 0 9 Sumber: Data diolah dari
Gambar 1.2. Pergerakan IHSG Januari 2007 s/d Maret 2009
Berdasarkan Gambar 1.1 dan 1.2 terlihat gambaran yang mengarah pada
integrasi pergerakan indeks Hang Seng Hongkong, Indeks Dow Jones Amerika
Serikat dan IHSG Indonesia. Adanya integrasi pasar keuangan global
menggambarkan interaksi yang hampir sama diperlihatkan terhadap reaksi antara satu
komoditas saham dengan komoditas saham lainnya tanpa memandang batas negara
dan waktu. Reaksi kejatuhan indeks Dow Jones Amerika mulai Desember 2007 pada
bulan Oktober 2007 dari 13930 point menjadi 13.371 point pada Januari 2008 dan
terus bergerak turun menjadi 7.608 poin pada Maret 2009 atau turun sebesar 43%.
Pola penurunan Indeks Dow Jones juga diikuti oleh jatuhnya indeks Hang Seng dan
IHSG, di mana Indeks Hang Seng pada Oktober merupakan puncak tertinggi dengan
31.352 point kemudian anjlok ke terus sampai mencapai level 13.576 poin pada bulan
Maret 2009 atau turun sebesar 57%. Sedangkan IHSG dari 2.745 poin pada Desember
2007 juga menurun menjadi 1.434 poin atau menurun sebesar 48%.
IHSG sempat mencapai titik terendahnya di level 1.111,4 pada tanggal 28
Oktober 2008. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah titik tersebut
merupakan bottom dari bear market yang sedang terjadi sekarang ini? Tidak ada yang
tahu hal ini dengan pasti (Aldo Perkasa, 2008).
Pelemahan IHSG tersebut terutama disebabkan oleh gejolak eksternal yang
bersumber dari permasalahan di bursa global. Dari sisi domestik, penurunan IHSG
masih relatif tertahan dengan terjaganya faktor fundamental emiten dan efektifnya
peran komunikasi Bank Indonesia dalam meyakinkan pasar. Sejalan dengan
perkembangan risiko global yang cenderung meningkat, penurunan IHSG juga
merupakan dampak dari penyesuaian portofolio investor asing. Beberapa bursa global
bahkan mengalami pelemahan cukup signifikan sebagai dampak pengalihan dana
investor asing dari negara emerging markets. Hal itu dilakukan untuk mengurangi
eksposure aset berisiko dan kecenderungan ketatnya likuiditas global. Dalam bursa
domestik, perilaku penyesuaian portofolio tersebut tercermin pada tekanan jual asing
yang berlangsung hingga pekan pertama Agustus 2008. Namun, pada pekan kedua,
investor asing kembali membukukan net beli di pasar saham sebagai reaksi kondisi
pasar saham yang relatif undervalued. Pelemahan IHSG justru menjadi insentif bagi
investor asing untuk membukukan net beli di pasar saham. Kondisi lesuhnya IHSG
meningkat selama krisis berlangsung yaitu Desember 2007 yang terlihat pada
Gambar 1.3 dan 1.4.
12523 12200 11450 12625 11300 10055 9663 9581 9715 9810 9736 9699 9607 9723 9826 9859 9578 9601 9888 9739 9519 9279 9583 9610 9630 9580 9600 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Sumber: Bank Indonesia, data diolah, 2009
Gambar 1.3. Perkembangan Kurs Rupiah Januari 2007 s/d Maret 2009
Dari Gambar 1.3 diketahui turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat dari 9.859 per US dollar pada Desember 2007 menjadi 12.626 pada
Desember 2008. Penurunan nilai tukar rupiah sebagai imbas pasar keuangan global
yang mengalami krisis sehingga mempengaruhi variabel makro ekonomi seperti
inflasi dan tingkat SBI.
11.85 12. 14 11. 77 11.68 11. 06 9. 17 8. 6 8.31 11. 03 11.9 10. 38 8. 96 8.17 7. 36 6.59 6.71 6.88 6.01 6. 29 6. 52 6.3 6.25
5.776. 06 6.516.95
7. 4 8. 257.75
8. 75 9. 25 9. 5 9.5 9. 25 9 8.75 8. 5 8.25 8 8 8 8 8 8.25 8.25 8. 25 8. 25 8. 25 8. 5 9.5
9.25 9 9 8.75
0 2 4 6 8 10 12 14
Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Sumber: Bank Indonesia, data diolah, 2009
SBI
Pada Gambar 1.4 diketahui seiring dengan kenaikan inflasi yang merangkak
pada kisaran yang lebih tinggi dan juga adanya kecenderungan Bank Indonesia untuk
menurunkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada Desember
2007, maka dengan penurunan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tersebut
akan mendorong pertumbuhan uang beredar, hal itu diikuti pula dengan melemahnya
nilai tukar rupiah, maka harga barang juga akan mengalami kenaikan, karena belum
bisa lepas dari inflasi dan juga krisis ekonomi yang masih terjadi.
Bila suku bunga SBI cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden
per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih menyimpan
uangnya di bank dan IHSG turun. Sebaliknya, bila suku bunga sudah melemah, maka
orang akan beralih ke lantai bursa (Yunus Yuniarta, 2008).
Faktor domestik yang mempengaruhi IHSG berupa faktor fundamental yaitu
inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai
tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh
terhadap ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan indeks
(Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008). Kemudian faktor makro yang mempengaruhi
kinerja saham perusahaan yaitu tingkat bunga, inflasi, kurs valuta asing, kondisi
ekonomi global, dan peredaran uang Samsul (2006).
Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahas dan
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin dibahas
dalam penelitian ini adalah apakah krisis ekonomi global berdampak pada Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG). Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut
adalah dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones
berkontribusi terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan?
2. Apakah SBI, Kurs, Inflasi, Harga Saham Gabungan, Indeks Dow Jones
berkontribusi terhadap perubahan Indeks Hang Seng?
3. Apakah SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Harga Saham Gabungan
berkontribusi terhadap perubahan Indeks Dow Jones?
4. Apakah Indeks Harga Saham Gabungan, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng,
Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan SBI?
5. Apakah SBI, Indeks Harga Saham Gabungan, Inflasi, Indeks Hang Seng,
Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Kurs?
6. Apakah SBI, kurs, Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Hang Seng, Indeks
Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Inflasi?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kontribusi SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow
2. Menganalisis kontribusi SBI, Kurs, Inflasi, Harga Saham Gabungan, Indeks
Dow Jones terhadap perubahan Indeks Hang Seng?
3. Menganalisis kontribusi SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Harga
Saham Gabungan terhadap perubahan Indeks Dow Jones?
4. Menganalisis kontribusi Indeks Harga Saham Gabungan, Kurs, Inflasi, Indeks
Hang Seng, Indeks Dow Jones terhadap perubahan SBI?
5. Menganalisis kontribusi SBI, Indeks Harga Saham Gabungan, Inflasi, Indeks
Hang Seng, Indeks Dow Jones terhadap perubahan Kurs?
6. Menganalisis kontribusi SBI, kurs, Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks
Hang Seng, Indeks Dow Jones terhadap perubahan Inflasi?
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi masyarakat khususnya para investor untuk mengetahui
reaksi pasar modal Indonesia terhadap krisis pasar keuangan global yang
melanda negara lain.
2. Sebagai masukan bagi pemerintah, pengamat dan pelaku pasar modal dalam
menambah wawasan serta bahan penelitian lebih lanjut mengenai reaksi pasar
modal Indonesia terhadap peristiwa (event) baik yang bersifat teknis maupun
politis.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pasar Keuangan 2.1.1. Pasar Modal
Secara umum pasar modal (capital market) didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual
belikan, baik dalam bentuk utang atau modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh
pemerintah, maupun yang diterbitkan oleh pihak swasta. Pada pasar modal
instrumen-instrumen keuangan yang diperjual belikan seperti saham, obligasi, waran,
right, obligasi konvertible, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (putt
atau call).
Pengertian pasar modal yang lebih spesifik lagi dapat kita lihat melalui
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 di mana pasar modal didefinisikan
“kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Ada tiga pengertian khusus mengenai pasar modal, seperti yang diungkapkan
a. Definisi luas. Pasar modal adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisir,
termasuk bank-bank komersil dan semua perantara di bidang keuangan, serta
surat-surat berharga jangka pendek, primer dan tidak langsung.
b. Definisi menengah. Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisir dan
lembaga-lembaga keuangan yang memperdagangkan warkat-warkat kredit
(biasanya berjangka waktu lebih dari 1 tahun) termasuk saham, obligasi, pinjaman
berjangka, hipotek, dan tabungan, serta deposito berjangka.
c. Definisi sempit. Pasar modal adalah pasar terorganisir yang memperdagangkan
saham-saham, obligasi dengan memakai jasa makelar, komisioner, dan
underwriter.
Pasar modal memiliki peranan besar bagi perekonomian suatu negara, karena
pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas
atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki
kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (issuer). Dengan
adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat
menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return)
sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut
untuk keperluan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi
perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal
memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk memperoleh imbalan (return) bagi
Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian menjadi
meningkat karena pasar modal merupakan alternatif sumber pendanaan bagi
perusahaan-perusahaan, sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang
lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.
Disisi lain pasar modal itu sendiri keberadaannya memiliki manfaat bagi
investor, masyarakat luas dan bagi perusahaan itu sendiri (Tjiptono dan Fakhruddin,
2001) antara lain yaitu:
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus
memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya
diversifikasi.
3. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi suatu negara.
4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim
usaha yang sehat.
6. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.
7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek.
8. Alternatif investasi yang memberikan keuntungan dengan resiko yang dapat
diperhintungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
10.Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan
manajemen profesional.
11.Sunber pembiayaan jangka panjang bagi emiten.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pasar modal itu perlu ada
(Robert Angg, 1997) karena:
1. Dibutuhkan basis pendanaan jangka panjang untuk melaksanakan berbagai
proyek pembangunan.
2. Secara makro ekonomi pasar modal merupakan sarana pemerataan
pendapatan.
3. Berfungsi sebagai motivator untuk meningkatkan kualitas output perusahaan.
4. Sebagai alternatif bagi investor.
Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal merupakan tempat
bertemunya antara pembeli dan penjual dengan resiko untung dan rugi. Secara formal
pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan
atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang
atau modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah atau perusahaan swasta (Suad
Husnan, 2002).
2.1.2. Konsep Saham
Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu
perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva
perusahaan. Menurut Arthur (2001): “Saham adalah suatu sertifikat atau piagam
aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk
menerima sebagaian pendapatan tetap/deviden dari perusahaan serta kewajiban
menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan”.
2.1.3. Jenis-jenis Saham dan Return Saham
Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai
bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi
perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian
pendapatan tetap/deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko
kerugian yang diderita perusahaan. Orang yang memiliki saham suatu perusahaan
memiliki hak untuk ambil bagian dalam mengelola perusahaan sesuai dengan hak
suara yang dimilikinya berdasarkan besar kecil saham yang dipunyai. Semakin
banyak persentase saham yang dimiliki maka semakin besar hak suara yang dimiliki
untuk mengontrol operasional perusahaan (Arthur, 2001).
Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih
dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat
dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham
biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan
perusahaan sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen
agar tidak lengser (Arthur, 2001).
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto, 2000).
realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan
sebagai salah satu pengukuran kinerja perusahaan. Return historis ini juga dapat
digunakan sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan resiko
dimasa yang akan datang.
Dengan mengabaikan adanya dividen, return saham menurut Jogiyanto (2003)
adalah:
t t tH t
P
P
P
R
=
−
(2.1.1))
1
(
t
t t
tH
P
R
R
=
+
(2.1.2)Di mana:
Rt = return saham periode t
Pt = harga saham pada periode t
Pt-1 = harga saham pada periode t-1
Dalam melakukan pengukuran return realisasi banyak yang menggunakan
berbagai macam cara atau model pengukuran seperti return total (total retruns),
relatif return (return relative), kumulatif return (return cumulative) dan return
disesuaikan (adjusted return). Sedangkan rata-rata dari return dapat dihitung
berdasarkan rata-rata aritmatik (arithmetic mean) atau rata-rata geometric (geometric
mean).
Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi
dengan dua tahap yaitu: (1) dengan membentuk model ekspektasi data realisasi
selama periode estimasi dan (2) menggunakan model ekspektasi ini untuk
mengestimasi return ekspektasi di periode jendela.
2.1.4. Indeks Harga Saham Gabungan
Menurut Anoraga dan Pakarti (2008) Indeks Harga Saham Gabungan
merupakan perbandingan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Indeks harga
merupakan suatu angka yang digunakan untuk membandingkan peristiwa dengan
peristiwa lainnya. Indeks harga saham merupakan indikator utama yang
menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan
memiliki lima fungsi yaitu: (1) sebagai indikator trend pasar, (2) sebagai indikator
tingkat keuntungan, (3) sebagai tolok ukur (banchmark) kinerja suatu portofolio,
(4) memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif, (5) memfasilitasi
berkembangnya produk derivatif.
Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan
metode rata-rata tertimbang termasuk di BEJ. Menurut Anoraga dan Pakarti (2008).
Di BEJ terdapat beberpa jenis indeks, antara lain:
1. Indeks individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap
harga dasarnya.
2. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu:
100 arg
arg
x dasar a h
pasar a h
Indeks harga saham sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk
dalam masing-masing sektor.
1. Perhitungan harga dasar masing-masing sektor didasarkan pada kurs/harga akhir
setiap saham tanggal 28 Desember 1995.
2. Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1996.
3. BEJ indeks sektoral terbagi atas 9 sektor.
4. Sektor-sektor primer (ekstraktif): pertanian, dan pertambangan.
5. Sektor-sektor sekunder (industri manufaktur): industri dasar dan kimia; aneka
industri dan industri barang konsumsi.
6. Sektor-sektor tersier (jasa): property dan real estate; transportasi dan infrastruktur;
keuangan; perdagangan, jasa dan investasi.
Indeks LQ 45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas
perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari
dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan
selalu berubah. Indeks harga saham gabungan atau ISHG (composite share price
index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan
indeks. Tanggal 10 Agustus 1982 ditetapkan sebagai hari dasar (nilai indeks = 100).
100 arg arg x perdana a h x tercatat saham jumlah dasar nilai terakhir a h x tercatat saham jumlah pasar nilai IHSG ==
= (2.3)
Anoraga dan Pakarti (2008: 104), secara umum beberapa hal yang perlu
1. Pertimbangkan tingkat keuntungan dan tingkat risiko yang dapat ditanggung.
Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, pemodal harus siap
menanggung risiko yang besar juga, dan sebaliknya.
2. Ketahui jangka waktu investasi (time horizon). Jangka waktu investasi akan
menentukan perilaku investor dalam aktivitas investasinya. Pada umumnya orang
yang berinvestasi jangka panjang dapat menanggung risiko yang lebih besar,
tetapi tingkat keuntungan rata-ratanya stabil untuk jangka panjang. Bila
berinvestasi untuk jangka pendek risikonya akan lebih kecil.
2.1.5. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
Menurut Noprin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap
pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk
tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini
dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan
oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (Suhedi, 2000).
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Suku Bunga Nominal. Suku
bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar. (2) Suku Bunga Riil. Suku
bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah
Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat
untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia Pohan,
2008: 53).
Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat
harga. Ketika tingkat harga tinggi di mana jumlah uang yang beredar di masyarakat
banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah
dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga
tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga
permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
2.1.6. Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar rupiah atau disebut juga kurs rupiah adalah perbandingan nilai atau
harga mata uang rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di mana
masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka
perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs
valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008).
Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nlai tukar riil. Nilai tukar
nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat
menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil
(real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan
jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw, 2006).
Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan
pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca
pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi
autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca
pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami
defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari
valuta asing (Nopirin, 1995).
Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan
menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama
bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya
ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil
menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro
(Pohan, 2008).
Menurut Sukirno (2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan
untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Nilai
tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang
terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami
perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional.
Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara
lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai
tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk
Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam
negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang jika
diperlukan. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam
rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang
stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan
dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu
tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi
gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs
nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari
mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dollar Amerika Serikat dan yen
Jepang adalah 120 yen per dollar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dollar
untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dollar
akan membayar 120 yen untuk setiap dollar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu
pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal
(Mankiw, 2003).
Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara
dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan
barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai Tukar
(exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhadap mata
uang negara lain. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif
dari mata uang dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal
dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus di bawah ini:
* P
P S
Q = (2.4)
Di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat
harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar
saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk
melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya
Dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak
dan Kurniasari, 2003).
2.2. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan
terus-menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau
dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau
menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono,
2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.
Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga
yang terajadi pada seluruh kelompok barang dan jasa Pohan (2008: 158). Bahkan
mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan
harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup
besar, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000: 25). Atau dapat dikatakan,
kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan
menyebabkan inflasi.
Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi
kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian
secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari
barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut
definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi
serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity
effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional
masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).
1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect) Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak
merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya
inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya
inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang
kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang
mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh
kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau
mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang di mana nilainya naik dengan
menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan
kekayaan masyarakat.
2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects). Inflasi dapat pula mengubah pola
alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan
permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong
terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya
inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari
barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang
tertentu.
3. Efek terhadap Output (Output Effects). Inflasi mungkin dapat menyebabkan
terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan
harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik.
Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju
inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya,
yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun
dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi
mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara
inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga
2.3. Arbitrage Pricing Theory (APT) Multifaktor
Ross (1976) merumuskan model keseimbangan yang disebut Arbitrage
Pricing Theory (APT), yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang
mempunyai sifat yang identik sama tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda.
Dalam hal ini hukum yang dianut oleh APT adalah hukum satu harga (the law of one
price). Suatu aktiva yang memiliki karakteristik sama (identik sama) jika dijual
dengan harga yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan
arbitrage dengan membeli aktiva yang berharga murah dan pada saat yang sama
menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa risiko
(Husnan, 2000).
Dalam perekonomian suatu negara terdapat empat pasar yang telah dikenal
yaitu: pasar modal, pasar uang, pasar valuta asing maupun pasar barang. Dari
keempat pasar tersebut yang saling terkait erat serta yang mencerminkan hukum satu
harga (the law of one price) umumnya tiga pasar yaitu: pasar modal, pasar uang, dan
pasar valuta asing. Ketiga pasar mempunyai keseimbangan dan identik sama sehingga
tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda. Jika tidak terjadi keseimbangan dari
pasar-pasar tersebut, maka akan terjadi proses arbitrage dari pasar yang satu ke pasar
yang lain sebagaimana diuraikan di atas.
Terkait dengan pasar modal, model APT dinyatakan bahwa tingkat
keuntungan dari saham yang diperdagangkan di pasar modal terdiri dari dua
komponen, yaitu: tingkat keuntungan normal atau tingkat keuntungan yang
Tingkat keuntungan yang diharapkan merupakan bagian dari tingkat keuntungan
sesungguhnya yang diharapkan oleh investor. Tingkat keuntungan ini sangat
dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki oleh investor. Sedangkan tingkat
keuntungan yang tidak pasti atau ke bagian tingkat keuntungan yang bersumber dari
informasi yang bersifat tidak diharapkan. Investor dalam menjalankan aktivitasnya
menghadapi dua macam risiko, yaitu: risiko sistematis dan risiko tidak sistematis.
Kedua risiko tersebut mempengaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan investor.
Risiko tidak sistematis dari satu perusahaan tidak berkorelasi dengan perusahaan
lainnya. Sebaliknya, risiko sistematis akan berkorelasi terhadap setiap perusahaan
(saham). Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
sistematis adalah sama, misalnya: tingkat inflasi, tingkat bunga dan variabel-variabel
lainnya atau sering disebut dengan variabel makroekonomi. Oleh karena itu
perubahan variabel makroekonomi akan berdampak pada seluruh perusahaan
(saham). Namun demikian perlu diperhatikan bahwa kemungkinan terdapat
perbedaan besar kecilnya perubahan variabel makroekonomi terhadap harga saham.
Model faktor mendasarkan diri pada anggapan bahwa adanya hubungan linear
antara harga suatu saham dengan harga seluruh saham yang ada di bursa yang
diwakili oleh indeks pasar. Atas dasar anggapan itu, maka tingkat keuntungan suatu
saham akan berkorelasi dengan perubahan harga pasar (Sharpe, Alexander, Bailey,
1999). Sebagai proses penghasil imbalan, model faktor berusaha untuk mencakup
terdapat asumsi bahwa imbalan antara dua saham akan berkorelasi, yaitu bergerak
bersama-hanya melalui reaksi yang sama terhadap satu atau lebih faktor yang
ditentukan oleh model. Model faktor dapat memberikan informasi yang diperlukan
untuk menghitung untuk menghitung imbalan harapan, varian, maupun kovarian dari
setiap saham. Hasilnya, model faktor adalah alat yang bermanfaat untuk manajemen
portofolio (Sharpe, Alexander, Bailey, 1999).
Model multi faktor mengasumsikan bahwa proses penentuan harga saham
melibatkan beberapa faktor. Artinya terdapat beberapa kemungkinan bahwa lebih dari
satu faktor penyebab (pervasive factor) dalam perekonomian yang mempengaruhi
harga saham. Situasi ekonomi mempengaruhi hampir semua perusahaan. Jadi
perubahan dari perekonomian yang diramalkan memiliki dampak yang besar terhadap
harga sebagian besar saham.
Sebagai contoh ada dua sumber resiko ekonomi makro yaitu GDP dan tingkat
bunga yang tidak dapat dipastikan kondisinya terhadap harga saham. Menurut Bodie,
Kane dan Marcus (2006), secara sederhana model multi faktor persamaannya dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Ri = E(ri ) + βiGDPGDP + βiIRIR + ei (2.5)
Dua faktor pada sisi kanan persamaan atas faktor sistematis di dalam
perekonomian. Sebagaimana model faktor tunggal, kedua faktor makro ini
mempunyai nilai ekspektasi nol: menunjukkan perubahan pada variabel ini yang
mengukur sensitivitas imbal hasil saham atas faktor tersebut. Untuk alasan ini,
koefisien sering kali disebut sebagai sensitivitas faktor (factor sensitivity),
pembebanan faktor (factor loading), atau beta faktor (factor beta). Dan ei
mencerminkan pengaruh faktor spesifik perusahaan.
2.4. Integrasi Pasar dan Keuangan Global
Appleyard & Feld (1998) “...much international trade is taking place in a
context where countries accord differential treatmen to their trading partners. This
treathment usually occurs by way of economic integration, where countries join
together to creat a larger economic unit with special relationship among the
members..”(Dennis R Appleyard & Alfred J. Feld Jr, International Economics Trade
Theory and Policy). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa negara-negara yang
bergerak dalam perdagangan internasional telah membentuk suatu persekutuan
dagang (Integrasi Ekonomi) yang sebelumnya telah terjadi hubungan antar negara
yang istimewa.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam bidang ekonomi
telah tercipta hubungan tertentu antar negara. Menurut Appleyard & Feld (1998),
integrasi ekonomi dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu Free Trade Area,
Customs Union, Common Market, dan Economic Union. Setiap negara dapat masuk
kedalam salah satu kategori tersebut. Dengan demikian, integrasi pasar uang dapat
diartikan sebagai hubungan yang terjadi antar pasar uang dua atau lebih
suku bunga, kenaikan inflasi atau yang lain akan memberikan pengaruh baik dalam
jangka panjang maupun jangka pendek pasar uang negara yang terintegrasi.
Pengaruh yang ditimbulkannya bisa positif atau negatif. Integrasi pasar uang
yang terjadi memiliki indikator yang selalu dapat dijadikan sebagai acuan atau bukti
adanya integrasi pasar uang. Acuan tersebut diantaranya inflasi, tingkat bunga,
pendapatan nasional, nilai tukar, tabungan, investasi dan sebagainya. Tingkat suku
bunga sendiri dibagi menjadi tingkat bunga jangka panjang dan tingkat suku bunga
jangka pendek. Dalam studi ini indikator yang diambil adalah tingkat suku bunga
jangka pendek yaitu suku bunga deposito (bulanan). Suku bunga deposito dinilai
sangat sensitive terhadap berbagai perubahan ekonomi dibandingkan dengan suku
bunga yang lain. Hal ini merupakan sifat suku bunga deposito yang termasuk dalam
suku bunga jangka pendek. Dari indikator suku bunga deposito inilah dapat diketahui
apakah terjadi integrasi pasar uang atau tidak antar negara. Jika integrasi pasar uang
terjadi maka hasil analisisnya akan menampilkan trend yang sama untuk tiap negara,
dengan kata lain kenaikan atau penurunannya akan terjadi secara bersama-sama dari
periode ke periode selanjutnya atau sebelumnya. Pendapat ini dikuatkan oleh apa
yang ditulis oleh Laopodis (2003).
Integrasi pasar uang yang terjadi mempunyai banyak sekali implikasi seperti
pada variable makro yaitu nilai tukar. Selain nilai tukar integrasi pasar uang juga
mempunyai pengaruh terhadap pasar keuangan suatu negara. Berikut akan dibahas
satu persatu pengaruh dari integrasi pasar uang tersebut. Implikasi integrasi pasar
negara dengan nilai tukar mengambang dan pada negara yang menggunakan nilai
tukar tetap. Implikasi tehadap nilai tukar biasa dikaitkan dengan munculkan real
devaluation.
Implikasi pasar uang bagi negara dengan sistem nilai tukar mengambang
adalah ketika terjadi devaluasi. Devaluasi dapat menambah beban hutang luar negeri,
memperburuk keadaan harga dan dapat menimbulkan risk premium. Selanjutnya, efek
negatif ini akan menjadi offset partially dengan efek positif pada sisi aset dengan
naiknya permintaan dalam negeri. Seperti spesifikasi sebelumnya, di bawah rezim
nilai tukar yang mengambang, di mana bank sentral menentukan harga output dalam
negeri, penyelesaian devaluasi dilakukan dengan depresiasi nominal memisahkan
produk real wages dan oleh karena itu arus tenaga kerja tidak berubah, tapi yang akan
terjadi adalah turunnya investasi dan output dimasa depan. Sedangkan negara dengan
sistem nilai tukar tetap yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan real devaluation
adalah dengan deflasi akan menaikkan product real wages dan akan menyebabkan
turunnya arus tenaga kerja dan arus output. Turunnya arus output akan menurunkan
tingkat harga sehingga akan mendorong risk premium lebih jauh lagi dan menurunkan
investasi dan future output lebih besar lagi dibandingkan dengan jika yang diterapkan
adalah floating exchange rate (kebijakan nilai tukar yang mengambang). Diantara
kedua model di atas, kebijakan nilai tukar mengambang lebih menjanjikan
kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan kebijakan nilai tukar yang tetap.
labil. Integrasi keuangan bagi negara dengan pasar uang yang lemah mempunyai efek
yang tidak menguntungkan. Hal ini dikarenakan integrasi menyebabkan semakin
mudahnya investor untuk lari ke luar negeri mencari investasi yang cepat
memberikan keuntungan. Dengan demikian negara dengan sistem keuangan yang
labil akan kehilangan investor dan akhirnya tenggelam dalam integrasi pasar uang
tersebut. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan ekonominya. Sedangkan untuk negara
dengan sistem keungan dan pasar keuangan yang kuat terjadi sebaliknya. Dengan
semakin kemudahan investor menanamkan modalnya ke pasar yang lebih luas
semakin bertambah pula bagi investor untuk segera melarikan investasinya ke
wilayah yang memberikan keuntungan yang cepat dan meninggalkan investasi yang
lama. Akhirnya negara dengan pasar ekonomi yang kuat akan memperoleh lebih
banyak investor.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa integrasi pasar uang
menjadikan negara yang memiliki pasar keuangan kuat akan menjadi lebih maju dan
kuat sementara negara dengan sistem dan pasar keuangan lemah akan tenggelam dan
semakin terpuruk karena ditinggalkan oleh pasar investornya. Implikasi integrasi
pasar uang pada pasar barang. Hal ini dilandasi oleh pembentukan keseimbangan
pasar oleh keseimbangan pasar barang dan pasar uang. Jika pasar barang terus
berkembang dan pasar uang tidak dikendalikan atau sebaliknya maka masalah
ekonomi berupa inflasi dan deflasi akan terjadi. Tingginya inflasi akan menyebabkan
untuk diperhatikan. Sehingga yang perlu diperhatikan berhubungan dengan terjadinya
integrasi pasar uang adalah seberapa kuat perekonomian dalam negeri suatu negara.
2.5. Penelitian Terdahulu
Lee (2002) dengan menggunakan pendekatan Multivariate Vector
Autoregression (VAR), meneliti hubungan kausalitas dan interaksi dinamis antara
return saham, tingkat bunga, pertumbungan produksi industri, dan tingkat inflasi
di Amerika Serikat. Lee menggunakan sampel data mulai bulan Januari 1987 sampai
Desember 2000 yang diperoleh dari NYSE, CRSP dan Citibase data file. Hasil
temuan utama dari Lee adalah: (1) return saham membantu menjelaskan bagian
substansial dari variance real activity, yang merespon secara positif terhadap stock
return. (2) Dengan memasukkan tingkat bunga dalam sistem VAR, return saham
mampu menjelaskan sedikit variasi dalam inflasi, meskipun tingkat bunga
menjelaskan bagian substansial dari variasi inflasi, dan (3) Inflasi menjelaskan variasi
yang kecil dalam real activity.
Selain itu Titman dan Warga (1998) juga mencoba untuk meneliti hubungan
yang terjadi antara stock return yang diduga dapat digunakan sebagai prediktor atas
suku bunga dan inflasi. Penelitian ini mencoba untuk mengorek lebih lanjut apakah
stock return memberikan peramalan yang lebih baik atas perubahan suku bunga dan
inflasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah: 1) Adanya hubungan yang positif antara
Ma dan Kao (2000) mencoba melihat hubungan antara perubahan nilai tukar
dengan reaksi harga saham berdasarkan portofolio dua aset. Hasil yang diperoleh dari
penelitian tersebut adalah: (1) Pendapatan investasi domestik untuk investor luar
negeri dipengaruhi oleh pendapatan domestik yang diharapkan dan apresiasi mata
uang domestik yang diharapkan, (2) Jika perekonomian domestik pada saat ini
mengalami surplus perdagangan dengan sisa dunia, apresiasi mata uang akan
mengurangi ekspor. Pada gilirannya hal ini akan mengakibatkan pasar saham yang
tersusun dari perusahaan pengekspor tertekan. Disisi lain untuk perekonomian
domestik yang mengalami defisit perdagangan, apresiasi mata uang akan menurunkan
biaya impor dan akan mempengaruhi pasar modal secara positif (menguntungkan),
(3) Pengaruh perubahan nilai tukar terhadap pasar modal menunjukkan kemungkinan
akan signifikan jika perekonomian sedikit tergantung pada perdagangan luar negeri.
Ini memberi kesan bahwa investasi yang didominasi mata uang kuat lebih disukai
investor. Namun yang merupakan hal penting adalah adanya dampak positif yang
tidak mendua (ambigous) dari tingkat nilai tukar terhadap pasar modal, tanpa
memperhatikan dependensi perekonomian luar negeri.
Ajayi dan Mougoue (1996) mencoba untuk mengaplikasikan analisis time
series untuk mempelajari hubungan antara index saham dan nilai tukar dengan
menggunakan sampel berupa 8 negara yang mempunyai advanced economies. Error
Correction Model dengan menggunakan 2 variabel digunakan untuk mengestimasi
hubungan dinamis antar variabel baik untuk short run maupun long run. Hasil yang
mempunyai efek yang negatif terhadap nilai tukar mata uang domestik untuk short
run, 2) Namun untuk long run, kenaikan dalam harga pasar mempunyai efek yang
positif terhadap nilai tukar mata uang domestik, 3) Di lain pihak depresiasi nilai tukar
mata uang mempunyai efek yang negatif baik untuk short run maupun long run
terhadap harga pasar saham.
Fung dan Lie (1990) meneliti tentang hubungan kausal antara harga pasar dan
aktivitas ekonomi. Penelitian ini menggunakan model Granger untuk menguji
hubungan kausal antara pergerakan stock market di Taiwan terhadap perubahan
aktivitas ekonomi seperti GNP dan penawaran uang. Hasil dari penelitian tersebut
adalah stock market di Taiwan tidak efisien karena gagal untuk memberikan
informasi atas perubahan variabel ekonomi.
Penelitian yang menganalisis hubungan antara perubahan harga saham dengan
suku bunga dan nilai tukar mata uang juga dilakukan oleh Suwandi (1997) di mana
dalam kesimpulannya disebutkan bahwa tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang
mempengaruhi pergerakan saham. Namun kedua variabel tersebut tidak dapat
dijadikan tolak ukur sebagai pembentuk perubahan harga saham.
Wibowo (2002) meneliti Analisis Hubungan Kausal Antara Suku Bunga dan
Nilai Tukar Mata Uang terhadap Pergerakan Harga Saham. Pasar modal sebagai
suatu instrumen ekonomi tidak lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, terutama
lingkungan ekonomi dan lingkungan politik. Pengaruh lingkungan ekonomi mikro
kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang selalu ditanggapi oleh pelaku pasar di pasar modal.
Penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi pengaruh perubahan suku bunga dan nilai
tukar terhadap pergerakan harga saham yang dilakukan pada 5 bursa saham
di kawasan Asia di mana dipilih negara Jepang, Singapura, Malaysia, Thailand dan
Indonesia sebagai sampel. Penelitian ini mencoba mengamati hubungan antar
variabel pada periode krisis di mana periode amatan yang dipakai adalah 1997-2000.
Model Granger digunakan untuk mengetahui hubungan kausal yang tejadi antar
variabel. Sebelumnya dilakukan pengujian stationeritas terhadap data di mana
ditemukan bahwa data yang digunakan telah stationer pada derajat integrasi 1. Hasil
yang didapatkan pada penelitian ini yaitu tingkat bunga terbukti signifikan
berpengaruh pada IHSG untuk semua negara kecuali Thailand. Variabel Kurs terbukti
signifikan hanya pada negara Indonesia, Jepang dan Malaysia. Dengan demikian
hubungan kausalitas dua arah terjadi pada semua negara kecuali Singapura dan
Thailand.
Yatmiko (2002) meneliti tentang Pengaruh Nilai Kurs Rupiah Per Dollar AS
dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Sektor Aneka Industri
di Bursa Efek Jakarta (Periode Juni 2004 – Juni 2005). Hasil penelitian secara
simultan yang menggunakan uji F-statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara kurs rupiah terhadap dollar AS dan tingkat suku bunga SBI
terhadap indeks harga saham sektor aneka industri. Hal ini dilihat dari atau
t-statistik menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan
dan searah antara kurs rupiah terhadap dollar AS terhadap indeks harga saham sektor
aneka industri. Dari hasil perhitungan diperoleh atau 2,794>2,064, di mana Ho
ditolak. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan dan berlawanan arah antara tingkat
suku bunga SBI terhadap indeks harga saham sektor aneka industri. Dari hasil
perhitungan diperoleh atau -3,340<2,064, di mana Ho ditolak. Hasil penelitian ini
berlaku untuk periode penelitian yang bersangkutan untuk mengetahui apakah hasil
penelitian ini berlaku secara umum perlu dilakukan penelitian sejenis dengan
menggunakan periode yang lain.
Octavia (2007) meneliti Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah /US$ dan
Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Jakarta.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Secara bersama-sama ada pengaruh
yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, (2) Secara parsial ada pengaruh yang sangat
signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, dan
(3) Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar
Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode
2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil tersebut berdasarkan pada
sangat berperan dalam perubahan Indeks Harga Saham Gabungan. Adanya pengaruh
yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI
terhadap I