• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MANAJEMEN KESEHATAN BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI SENTRA BUDIDAYA UDANG DESA SIDODADI DAN DESA GEBANG KABUPATEN PESAWARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MANAJEMEN KESEHATAN BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI SENTRA BUDIDAYA UDANG DESA SIDODADI DAN DESA GEBANG KABUPATEN PESAWARAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

HEALTH MANAGEMENT IMPLEMENTATION OF VANNAMEI SHRIMP (Litopenaeus vannamei) CULTURE AT CENTER OF SIDODADI

AND GEBANG VILLAGE PADANG CERMIN SUBDISTRICT PESAWARAN REGENCY

By

GESTY AYU AKBAIDAR

The purpose of this research was to know application of especially biosecurity in farming area and its effect to harvest, to identify parasites of vannamei shrimp, to know healthy status of vannamei shrimp. This research was conducted on February through May 2013 in shrimp farming area of Sidodadi and Gebang village. Samples examination carried out in Main Center of Mariculture Development of Lampung. The research method includes, samples examination by Polymerase Chain Reaction (PCR) technique, parasites species observation, secondary data collection through interview and documentation, and followed by descriptive data analysis. The results of laboratory examination vannamei shrimp samples from Sidodadi and Gedang village’ s farming area were negative WSSV and IMNV. Parasites species were found were Zoothamnium sp. and Nematoda.

(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MANAJEMEN KESEHATAN BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI SENTRA BUDIDAYA UDANG DESA SIDODADI DAN DESA GEBANG

KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

GESTY AYU AKBAIDAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan sistem biosekuritas di lingkungan budidaya udang vannamei dan pengaruhnya terhadap produksi, mengidentifikasi jenis parasit pada udang vannamei, mengetahui status kesehatan udang vannamei yang dibudidayakan di daerah pertambakan Desa Sidodadi dan Desa Gebang dari kemungkinan infeksi virus dalam lingkungan tambak. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari hingga Mei 2013 di sentra budidaya tambak udang Desa Sidodadi dan Desa Gebang, Pesawaran. Pengujian sampel dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Metode penelitian meliputi pemeriksaan sampel dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), pengamatan jenis parasit, pengumpulan data sekunder melalui wawancara dan dokumentasi, dan dilanjutkan dengan analisis data secara deskriptif. Hasil uji laboratorium udang vannamei yang diperiksa dengan teknik PCR dari tambak Desa Sidodadi dan Desa Gebang menunjukkan bahwa negatif WSSV dan negatif IMNV. Jenis parasit yang ditemukan adalah Zoothamnium sp. dan Nematoda.

(3)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan budidaya udang di Indonesia dengan komoditas utama yaitu udang

windu (Penaeus monodon), berkembang sangat pesat dengan menerapkan sistem

budidaya secara intensif dan telah menghasilkan devisa negara yang cukup besar

(KKP, 2009).Budidaya udang windu mengalami berbagai kasus kematian sejak

tahun 1990-an, baik akibat dari lingkungan yang kurang mendukung maupun

adanya serangan penyakit seperti bakteri dan virus (Tenriulo et al., 2010).Kondisi

tersebut membuat banyak petambak mulai beralih ke budidaya udang vannamei

(Litopenaeus vannamei). Udang vannamei memiliki banyak keunggulan seperti

relatif tahan penyakit, produktivitasnya tinggi, waktu pemeliharaan relatif singkat,

tingkat kelangsungan hidup (survival rate) selama masa pemeliharaan tinggi dan

permintaan pasar terus meningkat (Hendrajat et al., 2007).

Udang vannamei mulai dibudidayakan secara intensif di Indonesia sejak tahun

2001, berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2001 tanggal 12

Juli 2001 (Adiwidjaya, 2008).Produktivitas udang vannamei saat ini cenderung

menurun, bahkan sering terjadi kegagalan hasil produksi.Penyebaran penyakit

dalam lingkungan budidaya udang vannmei menjadi penyebab utama terjadinya

kegagalan budidaya.Jenis penyakit yang dapat menyerang udang antara lain

(4)

utama pada budidaya udang vannamei (Munajah, 2011). White Spot Syndrome

Virus (WSSV) dan Infectious Myonecrosis Virus( IMNV) adalah penyebab

beberapa kasus kematian udang vannamei yang belum dapat diatasi secara tuntas

(Zhang etal., 2004).

Penyebab lain terjadinya kegagalan dalam budidaya adalah menurunnya mutu

lingkungan budidaya. Padat tebar yang tinggi, diikuti dengan pemberian pakan

yang lebih banyak per satuan luas tambak akan menambah berat beban lingkungan

(Nurjanah, 2009). Kondisi lingkungan diperburuk dengan sistem pembuangan air

sisa pemeliharaan yang kurang baik, akibatnya terjadi akumulasi bahan organik

sisa pakan dan kotoran udang dalam lingkungan budidaya (Dirjerkesling

,2005).Upaya untuk mengantisipasi penyebaran penyakit dan mengurangi resiko

kegagalan produksi sangat diperlukan dalam sistem budidaya.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran penyakit dan

mengurangi resiko kegagalan produksi dalam lingkungan budidaya adalah

melakukan peringatan dini (early warning), pemantauan terhadap keberadaan

patogendi lingkungan tambak selama masa budidaya, penerapan manajemen

kesehatan udang (biosekuritas), manajemen pemberian pakan, manajemen

lingkungan), dan penerapan teknologi budidaya yang tepat (Adiwidjaya et al.,

(5)

1.2Tujuan Penelitian

Tujuandari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penerapan sistem biosekuritas di lingkungan budidaya udang

vannamei dan pengaruhnya terhadap produksi;

2. Mengidentifikasi jenis parasit pada udang vannamei ;

3. Mengetahui status kesehatan udang vannamei yang dibudidayakan di daerah

pertambakan Desa Sidodadi dan Desa Gebang dari kemungkinan infeksi virus

dalam lingkungan tambak.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada petambak

udangtentang manfaat penerapan manajemen kesehatan budidaya udang vannamei

terutama penerapan biosekuritas sebagai upaya pencegahan penyakit di sentra

(6)
[image:6.595.165.459.152.596.2]

1.4Kerangka Pemikiran

(7)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang vannamei

Menurut Wybanet al(2000), klasifikasi udang vannamei sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Anthropoda

Kelas :Crustacea

Ordo :Decapoda

Famili :Penaidae

Genus :Litopenaeus

Spesies :Litopenaeus vannamei

Bagian tubuh udang vannamei terdiri dari kepala yang bergabung dengan dada

(cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari

antenula, antena, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vannamei juga

dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdiri dari

2pasang maxillae dan 3 pasang maxiliped. Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas dan

terdapat 6 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor) yang

(8)

Gambar2 . Morfologi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) Sumber : Dokumentasi pribadi ( 3Maret 2013)

2.2 Sifat Biologis

Sifat biologis udang vannamei, yaitu aktif pada kondisi gelap (nocturnal) dan

dapat hidup pada kisaran salinitas yang luas (euryhaline) yaitu 2-40 ppt. Udang

vannamei akan mati jika terpapar suhu dibawah 15oC atau diatas 33oC selama 24

jam(Wyban et al., 1991).

Udang vannamei bersifat kanibal, mencari makan lewat organ sensor dan tipe yang

pemakan lambat, memiliki 5 stadia naupli, 3 stadia zoea, 3 stadia mysis sebelum

menjadi post larva yang merupakan siklus hidupnya. Stadia post larva berkembang

menjadi juvenil dan akhirnya menjadi dewasa. Post larva udang vannamei di

perairan bebas akan bermigrasi memasuki perairan estuaria untuk tumbuh dan

(9)

2.3 Manajeman Kesehatan Udang

2.3.1Biosekuritas

Biosekuritas merupakan upaya pengamanan sistem budidaya dari kontaminasi

patogen yang berasal dari karir patogen luar dengan cara-cara yang tidak merusak

lingkungan (KKP, 2007 ).

Penerapan biosekuritas dalam lingkungan budidaya menurut Timmons and

Ebeling (2010), terdiri dari kegiatan dan prosedur berikut:

a. Mengurangi resiko masuknya patogen pada fasilitas budidaya;

b. Mengurangi resiko menyebarnya patogen ke seluruh fasilitas budidaya;

c. Mengurangi kondisi bertambahnya penyakit, yang berasal dari agen

penyebab penyakit seperti seperti ikan liar dan hewan invertebrata.

2.3.2 Manajemen Pakan

Usaha budidaya berkembang dengan pesat mulai dari sistem ekstensif hingga

sistem intensif. Perkembangantersebut telah menimbulkan masalah terutama

dalam hal usaha budidaya yang berkelanjutan. Nutrien yang tersedia dalam pakan,

sebagian besar dapat menjadi polutan pada lingkungan budidaya, seperti nitrogen,

fosfor, bahan organik, dan hidrogen sulfida (Alifuddin et al., 2003).

Semakin tinggi padat tebar membawa konsekuensi pada peningkatan limbah

metabolik yang dihasilkan. Limbah metabolik tersebut akan terakumulasi dalam

media budidaya, sehingga menjadi zat racun yang menghambat pertumbuhan

(10)

Akumulasi bahan organik yang berlebih menjadi pemicu kondisi lingkungan yang

anaerob, tingginya kebutuhan oksigen di sedimen, terjadinya penurunan mutu

lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada respon pertumbuhan kultivan

yang rendah (Avnimelech et al., 2003).

2.3.3 Manajemen Lingkungan Budidaya

Pengawasan (monitoring) lingkungan merupakan faktor penting dalam penentu

keberhasilan suatu budidaya (Lio-Po et al., 2001). Kegiatan budidaya udang

vannamei dengan metode intensif mengakibatkan udang yang dibudidayakan

menjadi mudahstres karena padat tebar yang tinggi, penanganan, dan turunnya

mutu kualitas air (Hendrajat et al., 2007).

Parameter kualitas air media harus berada pada kondisi yang optimal. Parameter

yang berpengaruh dalam budidaya tersebut adalah pH, oksigen terlarut,nitrat,

amonia, bahan organik, suhu, salinitas, dan nitrit. Tingkat optimum serta kisaran

kualitas air yang mampu diterima oleh udang vannamei (Tabel 1).

Tabel 1. Kisaran nilai optimum parameter kualitaspada pemeliharaan udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

No Parameter air Nilai optimum

1. Suhu 28,5 - 31,5oC

2. Salinitas 15 – 25ppt

3. Kecerahan 30 - 45cm

4. Oksigen terlarut >3,5mg/l

5. pH 7,5 - 8,5

6. Alkalinitas 100 – 150mg/l

7. CO2 < 25 mg/l

8. Amonia <0,01mg/l

9. Nitrit (NO2) 0,01mg/l

[image:10.595.117.505.540.708.2]
(11)

2.4 Penyakit Virus

2.4.1 White Spot Syndrome Virus (WSSV)

2.4.2 Klasifikasidan Morfologi

WSSV termasuk dalam family Nimaviridae genus Whispovirus (Vlak et al., 2002).

WSSV mempunyai bentuk lonjong dan berdiameter antara 120–150 nm, panjang

270–190 nm, mempunyai tiga lapis selaput (envelope) yang melindungi inti

(nucleocapsid ) (Sunarto, 2003).

2.4.3Patogenitas dan Gejala Penyakit

Udang windu yang terserang WSSV ditandai dengan munculnya bintik putih

berdiameter 0,5–3 mm disekitar lapisan epidermis. WSSV pertama kali

menginfeksi beberapa bagian segmen karapaks bagian sel dalam tubuh.Gejala

udang yang terinfeksi WSSV ditunjukkan dengan terlepasnya kutikula ditubuh

udang, indikasi lainnya adalah udang berenang dipermukaan dan mengumpul di

sekitar pematang kolam dengan luka pada antenna (Lio-Po et al., 2001).

Udang mulai kehilangan nafsu makan dan akan berenang kepermukaan kolam

secara tidak normal sejak hari pertama udang terinfeksi. WSSV mulai tampak di

bagian karapaks dan insang udang pada infeksi hari kedua dan ketiga. Gejala

kronis ditandai dengan perubahan warna tubuh udang menjadi kemerah- merahan,

selanjutnya diikuti dengan penempelan protozoa Zoothamnium dan Vorticella.

Mortalitas yang tinggi pada udangakan terjadi apabila dalam waktu beberapa

minggu tidak ditangani. Kasus di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa impor

udang beku menghasilkan limbah berupa air yang menyebarkan penyakit dari

(12)

Penelitian dilaboratorium menunjukkan bahwa WSSV menginfeksi udang pada

stadia post larva dan juvenil. WSSV banyak menyerang jenis udang seperti

L.vannamei, P. stylirostris, P. setiferus, P. aztecus, and P.

Duorarum(Lightneretal., 1998dalam McClennen, 2004).

2.4.4 Penyebaran Penyakit

WSSV pertama kali menyerang sentra budidaya tambak udang di Taiwan yang

menyebabkan kematian massal pada udang Penaeus japonicus tahun 1992,

kemudian menyebar melalui udang impor ke selatan Jepang, Thailand, Indonesia

dan pantai Indiatahun 1993 (Chou, 1995).WSSV mulai menyerang Amerika

Selatan yaitu di Ekuador dan Peru pada akhir tahun 1998dan menyebabkan

kegagalan panen dengan morbiditas dan mortalitas tinggi mencapai

100%(McClennen, 2004).

Mayoritas arthropoda seperti kepiting liar Portunus pelagicus dan udang renik

kemungkinan menjadi karier dan dapat mentransmisikan virus ke sistem budidaya

udang melalui saluran inlet (Supamattya et al., 1996) dan proses kanibalisme

udang yang baru mati lewat air yang terkontaminasi (Chang et al., 1996).

2.4.5 IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)

2.4.6 Klasifikasi dan Morfologi

IMNV merupakan jenis virus yang tidak beramplop(non enveloped)dengan

karakteristik ikosahedral, berdiameter 40 nm, dengan kepadatan apung 1,336 g/ml

dalam cesium klorida (CsCl), termasukke dalam famili Totiviridae berdasarkan

(13)

stranded(ds) RNA, dan salah satu untai RNA-nya ekuivalen dengan mRNA

(Pouloset al., 2006).

Pengurutan genom virus menunjukkan pembacaan dua rangka secara

terbuka(ORFs) yang tidak saling tumpang tindih,yaitu ORF1 dan ORF2. ORF 1

berfungsi sebagai pengkode protein pengikat RNA dan protein kapsid, ORF2

berfungsi sebagai pengkode RNA–dependent RNA polymerase (RdRp)(Munajah,

2011).

2.4.7 Patogenisitas dan Gejala Penyakit

IMNV disebabkan oleh virus IMNV jenis RNA (Ribo Nucleic Acid). Udang

vannamei yang terinfeksi IMNVmengalami kematian akut 40-70% (Rivers,1937).

Kematian udang vannamei ditandai dengan munculnya gejala klinis yaitu otot

putih (opaque), ekor kemerahan, pembesaran lymphoid organ (Pouloset al, 2006).

Serangan IMNV sama dengan otot putih, tetapi tidak semua otot putih merupakan

akibat serangan IMNV. Otot putih bisa juga disebabkan oleh kondisi hipoksia

(kekurangan oksigen) (Sutanto, 2010).

Merebaknya penyakit IMNV dikaitkan dengan penurunan kualitas lingkungan,

yaitu penurunan salinitas dan suhu secara ekstrim serta penangkapan dengan jala

dan buruknya kualitas pakan (McClennen, 2004).

2.4.8 Penyebaran Penyakit

Penyebaran IMNV yang ditandai dengan otot putih dan kematian masal pada

udang vannamei yang dibudidayakan.Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

(14)

teridentifikasi di Indonesia yaitu di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur tahun 2006.

Sampel udang yang terinfeksi dianalisis dan diperoleh hasil bahwa 99,6% urutan

identitas asam nukleatnya serupa dengan IMNV yang di Brazil (Senapin et al.,

2006).

2.5 Penyakit Parasit

Parasit adalah adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain yang dapat

menimbulkan kerugian atau efek negatif pada organisme yang ditempatinya

(Yanto, 2006).Parasit dapat merugikandan membahayakan inang jika jumlahnya

cukup banyak. Infeksi parasit dapat mendatangkan kerugian kepada inang.

Kerugian yang ditimbulkan adalah menghambat pertumbuhan inang,

menyebabkan terjadinya alergi, dan menurunkan ketahanan inang terhadap

penyakit lain (Levine, 1990).

2.5.1 Zoothamnium sp.

Zoothamniumsp. termasuk dalam Phylum: Protozoa, Kelas: Ciliata, Ordo:

Peritricha, Famili: Zoothamnidae, Genus: Zoothamnium, Spesies: Zoothamnium

sp. (Patterson, 2010). Zoothamniumsp. berbentuk kerucut yang hampir

membulat.Parasit ini bersifat koloni yang tersusun pada tangkai yang bercabang–

cabang (Alifuddin, 1993).

2.5.2 Nematoda

Nematoda merupakan anggota dari filum Nemathelmintes yangmempunyaisaluran

pencernaan yang lengkap dan rongga tubuh. Rongga tubuh dilapisi dengan selaput

(15)

dengan kutikula yang hanya terlihat secara mikroskopis dan memiliki struktur

yang bervariasi pada tiap spesies (Levine, 1990).

Kutikula pada nematoda berfungsi untuk mengambil oksigen sebagai selubung

pelindung yang lentur dan kenyal serta resisten terhadap enzim pencernaan inang

terutama untuk cacing dewasa. Kutikula terdiri dari sejumlah lapisan dan

sedikitnya lima protein yang berbeda. Terdapat tiga lapisan dibawah kutikula yaitu

lapisan korteks dipermukaan, lapisan matriks di tengah, dan lapisan basal (Cheng,

1974).

2.6 Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik uji terhadap virus melalui

hasil reaksi berantai suatu primer dari rangkaian yang menggunakan enzim

polymerase, sehingga menjadi amplifikasi DNA secara in vitro (Sunarto, 2003) .

Teknik PCR menurut Wuryastuti (2002), terdiri dari tiga reaksi yaitu:

1. Denaturasi DNA, yaitu pemecahan DNA target dari untai ganda DNA

(dsDNA) menjadi dua untai tunggal yang identik. Proses denaturasi dapat

secara mudah dicapai dengan pemanasan secara cepat yang diikuti

pendinginan. Untai ganda DNA secara umum akan mengalami denaturasi pada

suhu sekitar 94oC. Waktu denaturasi yang baik untuk setiap putaran berkisar

antara 30 detik sampai 2 menit. Waktu denaturasi yang optimal untuk

beberapa macam cetakan adalah 1 menit.

2. Annealing, yaitu perlekatan primer pada DNA untai tunggal. Temperatur harus

diturunkan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya perlekatan kembali

(16)

menentukan spesifisitas dan sensitivitas dari reaksi. Primerakan menempel

pada pangkal dan ujung dari masing-masing DNA untai tunggal yang

berkomplementer pada suhu 60oC, sehingga mengapit daerah tertentu dari

rangkaian DNA target. Waktu yang umumnya digunakan dalam proses

annealing berkisar 0,5–2 menit.

3. Extention, yaitu pemanjangan primer dengan bantuan enzim Taq polymerase

menggunakan rantai komplementer sebagai template dan deoksiribonukleotida

sebagai bahan utama untuk membentuk untai DNA yang lengkap. Kisaran

temperatur untuk proses perpanjangan primer adalah 75-80oC, sedangkan

temperatur optimalnya adalah 72oC, sehingga pada akhir proses akan terbentuk

2 buah DNA untai tunggal baru yang komplemen terhadap urutan DNA target.

2.7 IQ 2000 WIT MultiVirTM Sistem

IQ2000 WIT MultiVirTM Sistem merupakan program bio - chip diagnose yang

pertama untuk penyakit udang didunia yang disebabkan oleh virus. IQ2000 WIT

MultiVirTM Sistem didesain untuk mendeteksi virus yang menyerang dalam

budidaya udang vanamei. IQ2000 WIT MultiVirTM sistem merupakan reaksi

tunggal dan multi fungsional yang mengkobinasikan keunggulan dari PCR dan

bio-chipyang terbukti lebih sensitif, spesifik, akurat dan mudah untuk

diinterprestasikan dibanding dengan PCR yang konversional, dot blot,

(17)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2013.Lokasi

pengambilan sampel meliputi wilayah pertambakan di Kabupaten Pesawaran.

Pengujian dan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Divisi Kesehatan

Ikan dan Lingkungan Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)

Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.

3.2 AlatdanBahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:

Tabel 2. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam uji PCR dan identifikasi parasit pada udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

No Alat Bahan

1. Mikroskop Sampel udang vannamei

2. Alat bedah Lysis Buffer

3. Cold box DNA molecular weight marker

4. Kaca preparat Larutan kloroform (CHCl3 )

5. Microtube 1.5 ml Dissolving solution

6. Microtube 0.2 ml Larutan RNA extraction

8. Timbangan digital Etanol 95 %

9. Vortex Larutan DEPC DDH2O

10. Mikropipet First PCR premix

11. Water bath RT-PCR premix

13. Thermalcycler Iqzyme DNA polymerase

14. Alluminium voil P(+) standard IMNV

15. Botol kaca volume 50 ml P(+) standard WSSV

16. Microwave Kontrol negatif (yeast tRNA)

17. Tangki elektroforesis Gelred

18. Uv transilluminator 1x TAE Buffer

19. Kamera 6x loading dye

20. NaCl fisiologis

21. Agarose

[image:17.595.132.500.456.753.2]
(18)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Wawancara

Wawancara dilakukan dengan teknisi atau pemilik tambak yang memahami

kondisi di lokasi pertambakan, meliputi:

a. Informasi umum mengenai tambak (luas lokasi tambak, jumlah petak tambak,

tahun beroperasi, substrat dasar tambak, sistem budidaya, luas petak tambak,

dan jumlah kincir);

b. Data mengenai udang budidaya (spesies, asal benur, umur, biomassa, populasi

udang), manajemen pemberian pakan (jenis pakan, Feeding Rate, Feeding

Periode, Feeding Method) ;

c. Data kualitas air (sumber air, perlakuan air, kecerahan, suhu, pH, DO, salinitas,

dan amonia) ;

d. Informasi mengenai aplikasi biosekuritas di lokasi pertambakan.

3.3.2 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di dua sentra budidaya tambak udang

intensif di Kabupaten Pesawaran. Lokasi pertama dilakukan di tambak udang Desa

Sidodadi , sedangkan lokasi kedua dilakukan di tambak udang Desa Gebang.

3.3.3 PengambilanSampel

Sampel yang digunakan dalam pengamatan parasit dan virus adalah udang

vannamei dengan umur yang tidak ditentukan. Sampel dibawa ke laboratorium

dalam keadaan hidup yang dimasukkan ke dalam termos berisi es batu. Sampel

(19)

struktur DNA sampel tidak rusak, kemudian sampel diperiksa dengan metode

analisis PCR.

3.3.4 Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan sampel dilakukan melalui metode analisis PCR dilaksanakan

berdasarkan Instruction Manual IQ2000TM Detection and Prevention System yang

merupakan kesatuan instrumen (berupa kit/ paket) yang digunakan untuk

menggandakan DNA dengan bantuan enzim.

a. PemeriksaanInfectious Mynecrosis Virus(IMNV)

Pemeriksaan Infectious Mynecrosis Virusdilakukan dengan metode pemeriksaan

IQ2000TM IMNV (nested) Instruction Manual (2007).

b.PemeriksaanWhite Spot syndrome Virus

Pemeriksaan White Spot syndrome Virus dilakukan dengan metode pemeriksaan

IQ2000TM WSSV (nested) Instruction Manual (2008).

c. Pengamatan Parasit

Pengamatan parasit pada sempel udang vannamei dilakukan melalui dua

pengamatan antara lain:

Pengamatan Ektoparasit :

1. Disiapkan sampel udang yang akan diamati;

2. Diamati permukaan tubuh udang secara visual ;

3. Lendir pada permukaan tubuh dikerik, dan dibuat preparat ulas pada gelas

objek ;

4. Preparat diamatidi bawah mikroskop.

Pengamatan Endoparasit :

(20)

2. Diamati permukaan organ secara visual dengan bantuan kaca pembesar ;

3. Organ dalam insang dan usus diangkat dan dimasukkan ke dalam cawan petri

yang berisi larutan garam fisiologis ;

4. Dibuat preparat ulas pada gelas objek ;

5. Preparat diamatidi bawah mikroskop.

3.4Parameter yang Diamati

Parameter penelitian yang diamati adalah:

1. Pengamatan kondisi lingkungan budidaya (prinsip manajemen kesehatan udang

biosekuritas yang diterapkan ditambak) menggunakan kuisioner.

2. Diagnosis penyakit virus antara lain IMNV dan WSSV.

3. Pengamatan parasit pada udang vannamei yang sakit atau berada di pematang

atau tertangkap anco.

4. Pertumbuhan udang; ADG (Average Daily Gain) dan ABW (Average Body

Weight).

5. FCR (Food Convertion Rate).

6. Hasil produksi (panen).

7. Kualitas air.

3.5 Analisis Data

Penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Data yang dihasilkan dalam bentuk

gambar dan tabel. Data hasil wawancara akan dianalisis untuk mengetahui

pengaruh kondisi umum penerapan biosekuritas tambak terhadap penyebaran

(21)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :

1. Penerapan manajemen kesehatan udang di tambak Desa Sidodadi lebih baikdibandingkan tambak Desa Gebang.

2. Status kesehatan sampel udang vannamei yang telah dianalisis melalui metode PCR pada tambak Desa Sidodadi dan Desa Gebang adalah negatif IMNV dan WSSV.

3. Jenis parasit yang ditemukan pada sampel udang vannamei di Desa Sidodadi dan Desa Gebang adalah Zoothamnium sp.dan Nematoda.

5.2Saran

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, D., C. Kokarkin., Supito. 2001. Teknik Operasional Budidaya Udang Ramah Lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 29 hlm.

Adiwidjaya, D., Supito., I. Sumantri. 2008. Penerapan Teknik Budidaya udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Semi - Intensif pada Lokasi Tambak Salinitas Tinggi. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 19 hlm.

Alifuddin, M.1993. Penyakit Protozoa Pada Ikan. Lab Kesehatan Ikan. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan – Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alifuddin, M., D. Dana., M. Eidman., M.B. Malole., F.S Pasaribu. 2003. Patogenesis Infeksi Virus White Spot (WSV) Pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab. ). Jurnal Akuakultur Indonesia. 2(2): 85-92.

Avault, J.W,.1996. Fundamental of Aquaculture a Step by Step Guide to Comercial Aquaculture. AVA Publishing. Baton Rouge. USA.

Avnimelech, Y ., and G. Ritvo.2003. Shrimp and fish pond soiln: processes and management. Aquaculture. 220:549-567.

Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Department of Fisheries and Allied Aquacultures. Auburn University, Alabama, USA.482 pp.

(23)

Cheng, T.C. 1974. General Parasitology. Academic Press. London. 821- 886 pp.

Chang, P.S., Y.C. Wang ., C.F. Lo., G.H. Kou. 1996. Infection of White Syndrome Associated with non – occluded Baculovirus in Cultured and Wild Shrimp in Taiwan. 2nd . Int Conference on the Culture of Panaeid Prawns And Shrimp. Book of abstracts, SEAFDEC/ AQD. Iloilo City, Philiphines.

Chou, H.Y., C.Y. Huang., C.H. Wang., H.C. Chiang., C.F. Lo. 1995. Pathogenicity Of A Baculovirus Infection Causing White Spot Syndrome in Cultured Penaeid Shrimp In Taiwan. Diseases of Aquatic Organisms. 23:165-173.

Clifford, H.C. 1994. Semi-Intensive Sensation : A Case Study in Marine Shrimp Pond Management. World Aquaculture.25 (3):10.

Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan. 2005. Pengelolaan Air Buangan Tambak dengan Tandon Resirkulasi. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

FAO, NACA. 2003. Quarterly Aquatic Animal Disease Report (Asia and Pacific Region) January-March 2003) Accessed from: http://www.enaca.org/NACA-Publications/QAAD/QAAD-2003-1.pdf,

Hendrajat, A.E., M. Mangampa., H. Suryanto. 2007. Budidaya Udang Vannamei Pola Tradisional Plus di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Media Akuakultur .2 (2):4.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Rencana Strategi Budidaya Udang. Jakarta.

(24)

Lightner, D.V. 1999. The Penaeid Shrimp Viruses TSV, IHHNV, WSSV, and YHV: Current Status in the Americas, Available Diagnostic Methods, and Management Strategies. Journal of Applied Aquaculture. 9:27-52.

Lio- Po, G.D., C.R. Lavilla., E.R. Cruz- Lacierda. 2001. Health Management in Aquaculture. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Center. Tigbauan. Iloilo. Philippines.

McClennen, Caleb. 2004. White Spot Syndrome Virus The Economic, Environmental, and Technical Implication on The Development of Latin America Shrimp Farming. Thesis. Tuft University. 106 pp.

Molnar. 2006. Phylum Nematoda In Fish Disease and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan Infections Second Edition. Edit by PTK Woo. Canada: CABI Publishing.

Munajah, M. 2011. Insidensi White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Taura Syndrome Virus (TSV) Pada Udang Putih (Litopenaeus vannamei) di Pertambakan Sekitar Teluk Lampung Tahun 2010 dengan Metode Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Murdjani, M. 2007. PenerapanBest Management Practise Pada Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) Intensif. Departemen Kelautan Dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara. 77 hlm.

Novita, H., T. Mufidah, T. Koesharyani. 2010. Perbandingan Penggunaan Berbagai Preservasi RNA Jaringan dengan RNA Later, Alkohol, dan Alkohol-Gliserol untuk Deteksi IMNV dengan PCR. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya.

(25)

Poulos, B.T., K.F.J. Tang., C.R. Pantoja., J.R. Bonami., D.V. Lightner. 2006. Purification and characterization of infectious myonecrosis virus of penaeid shrimp. Journal of General Virology. 87:987-996.

Office International des Epizooties. 2007. Instruction Manual Infection Myonecrosis Virus (IMNV).

Office International des Epizooties. 2008. Instruction Manual White Spot Syndrome Virus (WSSV).

Office International des Epizooties. 2009. Manual of Diagnosis Tests for Aquatic Animal. Diakses dari http://www.oie.int/ pada 29 Oktober 2012 pukul 17:32 WIB.

Rivers, T.M. 1937. Viruses and Koch's Postulates. The Journal of Bacteriology. 33:1-12.

Routledge, L. M. 1978. Calcium-binding Protein in the Voricellidae spasmone. Rockfeller university press. Journal Cell biology. 7 pp.

Senapin, S., K. Phewsaiya., M. Briggs., T.W. Flegel. 2006. Outbreaks Of InfectiousMyonecrosis Virus (IMNV) in Indonesia Confirmed By Genome Sequencing and use Of An Alternative RT-PCR Detection Method. Aquaculture. 266:32-38.

SNI 01-7246-2006. Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Di Tambak Dengan Teknologi Intensif. Badan Standarisasi Nasional.

(26)

Supamattya, K., R. Hoffman., S. Boonyaratpalin. 1996. Transmision Red And White Spot Disease (Basiliform Virus ) from Black Tiger Shrimp Panaeus monodon to Portunid Crab Portunus pelagicus And Krill Acetes sp. 2nd . Int Coference on the Culture of Panaed Prawns And Shrimp . Book of abstracts, SEAFDEC/ AQD. Iloilo City, Philiphines.

Suprapto .2005. Petunjuk Teknis Budidaya Udang vannamei (Litopenaeus vannamei ). CV Biotirta. Bandar Lampung. 25 hlm.

Sutanto, Y. 2010. Penyakit IMNV (Mio) di Indonesia dan Antisipasinya. Dipresentasikan di Workshop MAI pada 20 Januari 2010. Lampung. Aquatic Health Centre, PT. CP Prima. 42 hlm.

Suwoyo, S.H., M. Mangampa. 2010. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi Berbeda pada Pemeliharaan Udang vannamei (Litopenaeus vannamei ). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 239. 9 hlm.

Tenriulo, A., S. Tonnek ., B.R. Tampangallo., A.F Widodo., A. Parenrengi.2010. Analisis Ekspresi Gen Antivirus PmAV pada Udang windu (Penaeus monodon ) yang ditantang dengan WSSV. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 541. 6 hlm.

Timmons, B.M., M. J. Ebeling. 2010. Recirculating Aquaculture 2nd Edition. Veterinary Medical Officer, USDA. Agricultural Research Service Aquatic Animal Health Research Unit, USDA. ARS AAHRU, 990 Wire Road, Auburn, AL 36832.

Vlak, J. M., J.R. Bonami., T.W. Flegel., G.H. Kou., D.V. Lighner., C.F. Lo., P.C. Loh and P.J. Walker. 2002. A New Virus Family Infecting Aquatik Invertebrates. 12th International Congress of Virology. Paris.

(27)

Wyban, J.A., J.N. Sweeney. 1991. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute. Hawaii.

Wyban, J.A.,J.N. Sweeney. 2000. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute. Honolulu, Hawai, USA.13-14 pp.

Yanto, H. 2006. Diagnosa dan Identifikasi Penyakit Udang Asal Tambak Intensif Dan Panti Benih di Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 1: 17-32.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Kisaran nilai optimum parameter kualitaspada pemeliharaan udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Tabel 2. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam uji PCR dan identifikasi parasit pada udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan kadar abu dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat pada udang vannamei terutama pada udang yang dibudidaya di Kepulauan Seribu dengan sistem KJA yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alur proses pengolahan udang vannamei masak beku, penerapan rantai dingin selama proses pengolahan, mutu bahan baku dan

Performansi produksi nauplius udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di BBPBAP Jepara secara keseluruhan menunjukkan performa yang baik dari segi jumlah telur

Dari studi yang dilakukan di tambak udang vaname ( Litopenaeus vannamei ) di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dapat di- simpulkan bahwa ada 48 jenis produk kimia dan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Limbah Nitrogen Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) oleh Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada Sistem

Perlu adanya upaya untuk meningkatkan pola intensifikasi pada usaha budidaya udang vannamei, dari sistem intensif menjadi superintensif yang ditunjang dengan

(c) Perhitungan dengan analisis BEP menunjukkan : Produksi budidaya udang Vannamei adalah sebesar 288,6 kg per hektar telah melampaui titik impas (BEP) volume produksi yaitu

Di antar jenis – jenis ikan yang diusahakan, Budidaya udang Vannamei akan lebih cocok bila di bandingkan dengan ikan Bandeng yang saat ini terlihat masih