• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Sirase Ransum Komplit Terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Albio Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Sirase Ransum Komplit Terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Albio Jantan"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

TERHADAP ORGAN DALAM ITIK

MOJOSARI ALABIO JANTAN

SKRIPSI YUSUF ZAINAL

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

TERHADAP ORGAN DALAM ITIK

MOJOSARI ALABIO JANTAN

YUSUF ZAINAL D24102065

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(3)

RINGKASAN

YUSUF ZAINAL. D24102065. 2007. Pengaruh Pemberian Silase Ransum Komplit Terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr

Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam komponen budidaya unggas adalah pakan. Penggunaan bahan impor menjadi kendala utama dalam penyediaan pakan di Indonesia akibat minimnya penggunaan bahan baku lokal. Penggunaan bahan baku lokal yang kuantitasnya tinggi. Akan tetapi, dengan tingginya kadar air yang terkandung dalam sebagian besar bahan baku lokal menimbulkan permasalahan baru. Teknologi fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan yang dapat memanfaatkan kadar air yang tinggi dalam pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal terhadap organ dalam itik Mojosari Alabio jantan.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari hingga Mei 2006. Penelitian menggunakan 45 ekor itik Mojosari Alabio jantan yang dipelihara mulai dari umur tiga hari hingga umur 10 minggu. Ransum yang digunakan terdiri dari jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, singkong, daun singkong, bungkil inti sawit, kacang kedelai, minyak kelapa, CaCO3, L-lysin, DL-methionin, dan DCP.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan lima taraf perlakuan yaitu S0 (ransum komersil + dedak), S1 (ransum silase dengan kadar air 30 %), S2 (ransum silase dengan kadar air 40 %), S3 (ransum silase dengan kadar air 50 %), dan S4 (ransum silase dengan kadar air 60 %). Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dengan setiap ulangan terdiri dari lima ekor itik.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan silase ransum komplit dengan kadar air 30 %, 40 %, 50 %, dan 60 % menghasilkan rataan berat hati (2,67-3,64 %), rataan berat ginjal (1,05-1,46 %), rataan berat rempela (5,94-8,08 %), rataan berat empedu (0,14-0,26 %), rataan panjang jejenum (5,82-8,26 cm/100 gram), rataan panjang illeum (4,83-7,01 cm/100 gram), dan rataan panjang seka (1,48-1,99 cm/100 gram) yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi, perlakuan pemberian silase dengan kadar air yang berbeda tidak mempengaruhi berat limfa (0,07-0,20 %), pankreas (0,41-0,52 %), dan jantung (1,12-1,34 %), serta panjang duodenum (2,28-3,26 cm/100 gram) dan panjang colon (1,01-1,31 cm/100 gram). Pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal pada itik Alabio Mojosari jantan tidak berpengaruh negatif terhadap bobot pankreas, jantung, limfe serta panjang duodenum dan colon, dan dapat meningkatkan bobot hati, rempela, ginjal, empedu dan panjang jejenum, illeum dan seka. Hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan S1 (ransum silase dengan kadar air 30 %) dan S0 (kontrol).

(4)

ABSTRACT

The Effects of Complete Feed Silage on Mojosari Alabio Duck’s Visceral Organ

Y. Zainal, R. Mutia and M. Ridla

The objective of this experiment was to evaluate the effects of complete feed silage on Mojosari Alabio Duck’s Visceral Organ. This experimental design used was Completely Randomize Design (RAL) with five treatments and three replications used 45 Mojosari Alabio (MA) ducks of 10 weeks old. The treatments were S0 (Commercial feed + rice bran), S1 (Silage with 30 % moisture), S2 (Silage with 40 % moisture), S3 (Silage with 50 % moisture), and S4 (Silage with 60 % moisture). Data were analyzed by analysis of variance, continued with Contras Orthogonal Test when significant differences occurred among means. Results showed that the treatments of 30 %, 40 %, 50 %, and 60 % moisture level did not effect the percentage weight of pancrease, heart, spleen but increased the percentage weight of liver for silage with 40, 50 and 60 % moisture (P<0.01), gizzard for silage with 30 %, 40 %, 50 % and 60 % moisture (P<0.01), kidney for silage with 40 %, 50 % and 60 % moisture (P<0.01) and bile for silage with 30 %, 40 % and 60 % moisture (P<0.01). In conclusion, the given of silage with 30 %, 40 %, 50 %, and 60 % moisture effecting the visceral organ of duck. The best result was given from silage with 30 % moisture (S1) and control (S0).

(5)

PENGARUH PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

TERHADAP ORGAN DALAM ITIK

MOJOSARI ALABIO JANTAN

Oleh : YUSUF ZAINAL

D24102065

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Desember 2007

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. NIP. 131 779 504

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr NIP. 131 849 384

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 April 1984. penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Zainal Arifin dan Ibu Evy Djuliantiny.

Pada tahun 1990, penulis menyelesaikan pendidikannya di TK Aba Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN Pengadilan III Bogor. Setelah lulus dari SD pada tahun 1996, penulis melanjutkan studi ke SLTPN 5 Bogor hingga lulus pada tahun 1999. Dan pada tahun 2002, penulis menyelesaikan studinya di SMUN 2 Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar, dan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Pemberian Silase Ransum Komplit terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2006 di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase ransum komplit terhadap organ dalam itik Mojosari Alabio Jantan dalam mengoptimalkan penggunaan bahan baku lokal dengan pemanfaatan kadar air dalam bahan baku. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penjelasan dan informasi dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan karya tulis ini, semoga Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Semoga karya tulis ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amalan shaleh. Amin.

Bogor, Desember 2007

(8)
(9)

Ternak ... 17

Kandang dan Peralatan ... 17

Ransum ... 17

Metode ... 19

Perlakuan ... 19

Rancangan Percobaan ... 19

Peubah yang Diamati ... 19

Analisis Data ... 19

Prosedur ... 21

Prosedur Pelaksanaan ... 21

Pembuatan Silase ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Rataan Berat Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan ... 23

Rataan Berat Hati Itik Mojosari Alabio Jantan ... 23

Rataan Berat Rempela ... 24

Rataan Berat Ginjal ... 26

Rataan Berat Empedu ... 26

Rataan Berat Pankreas ... 27

Rataan Berat Jantung ... 28

Rataan Berat Limpa ... 28

Rataan Panjang Usus Halus ... 29

Rataan Panjang Seka ... 30

Rataan Panjang Usus Besar ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

UCAPAN TERIMA KASIH ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur Lokal ... 6

2. Komposisi Ransum untuk Pembuatan Silase ... 18

3. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Penelitian dengan Kadar Air 30%, 40%, 50% dan 60% ... 18

4. Kandungan Zat Nutrisi Ransum kontrol (komersil + dedak 50%) ... 18

5. Persentase Pakan pada Saluran Pencernaan Itik ... 19

6. Nilai pH Silase Perlakuan ... 19

7. Rataan Berat Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan (%) ... 23

(11)

PENGARUH PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

TERHADAP ORGAN DALAM ITIK

MOJOSARI ALABIO JANTAN

SKRIPSI YUSUF ZAINAL

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

PENGARUH PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

TERHADAP ORGAN DALAM ITIK

MOJOSARI ALABIO JANTAN

YUSUF ZAINAL D24102065

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(13)

RINGKASAN

YUSUF ZAINAL. D24102065. 2007. Pengaruh Pemberian Silase Ransum Komplit Terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr

Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam komponen budidaya unggas adalah pakan. Penggunaan bahan impor menjadi kendala utama dalam penyediaan pakan di Indonesia akibat minimnya penggunaan bahan baku lokal. Penggunaan bahan baku lokal yang kuantitasnya tinggi. Akan tetapi, dengan tingginya kadar air yang terkandung dalam sebagian besar bahan baku lokal menimbulkan permasalahan baru. Teknologi fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan yang dapat memanfaatkan kadar air yang tinggi dalam pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal terhadap organ dalam itik Mojosari Alabio jantan.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari hingga Mei 2006. Penelitian menggunakan 45 ekor itik Mojosari Alabio jantan yang dipelihara mulai dari umur tiga hari hingga umur 10 minggu. Ransum yang digunakan terdiri dari jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, singkong, daun singkong, bungkil inti sawit, kacang kedelai, minyak kelapa, CaCO3, L-lysin, DL-methionin, dan DCP.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan lima taraf perlakuan yaitu S0 (ransum komersil + dedak), S1 (ransum silase dengan kadar air 30 %), S2 (ransum silase dengan kadar air 40 %), S3 (ransum silase dengan kadar air 50 %), dan S4 (ransum silase dengan kadar air 60 %). Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dengan setiap ulangan terdiri dari lima ekor itik.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan silase ransum komplit dengan kadar air 30 %, 40 %, 50 %, dan 60 % menghasilkan rataan berat hati (2,67-3,64 %), rataan berat ginjal (1,05-1,46 %), rataan berat rempela (5,94-8,08 %), rataan berat empedu (0,14-0,26 %), rataan panjang jejenum (5,82-8,26 cm/100 gram), rataan panjang illeum (4,83-7,01 cm/100 gram), dan rataan panjang seka (1,48-1,99 cm/100 gram) yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi, perlakuan pemberian silase dengan kadar air yang berbeda tidak mempengaruhi berat limfa (0,07-0,20 %), pankreas (0,41-0,52 %), dan jantung (1,12-1,34 %), serta panjang duodenum (2,28-3,26 cm/100 gram) dan panjang colon (1,01-1,31 cm/100 gram). Pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal pada itik Alabio Mojosari jantan tidak berpengaruh negatif terhadap bobot pankreas, jantung, limfe serta panjang duodenum dan colon, dan dapat meningkatkan bobot hati, rempela, ginjal, empedu dan panjang jejenum, illeum dan seka. Hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan S1 (ransum silase dengan kadar air 30 %) dan S0 (kontrol).

(14)

ABSTRACT

The Effects of Complete Feed Silage on Mojosari Alabio Duck’s Visceral Organ

Y. Zainal, R. Mutia and M. Ridla

The objective of this experiment was to evaluate the effects of complete feed silage on Mojosari Alabio Duck’s Visceral Organ. This experimental design used was Completely Randomize Design (RAL) with five treatments and three replications used 45 Mojosari Alabio (MA) ducks of 10 weeks old. The treatments were S0 (Commercial feed + rice bran), S1 (Silage with 30 % moisture), S2 (Silage with 40 % moisture), S3 (Silage with 50 % moisture), and S4 (Silage with 60 % moisture). Data were analyzed by analysis of variance, continued with Contras Orthogonal Test when significant differences occurred among means. Results showed that the treatments of 30 %, 40 %, 50 %, and 60 % moisture level did not effect the percentage weight of pancrease, heart, spleen but increased the percentage weight of liver for silage with 40, 50 and 60 % moisture (P<0.01), gizzard for silage with 30 %, 40 %, 50 % and 60 % moisture (P<0.01), kidney for silage with 40 %, 50 % and 60 % moisture (P<0.01) and bile for silage with 30 %, 40 % and 60 % moisture (P<0.01). In conclusion, the given of silage with 30 %, 40 %, 50 %, and 60 % moisture effecting the visceral organ of duck. The best result was given from silage with 30 % moisture (S1) and control (S0).

(15)

PENGARUH PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

TERHADAP ORGAN DALAM ITIK

MOJOSARI ALABIO JANTAN

Oleh : YUSUF ZAINAL

D24102065

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Desember 2007

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. NIP. 131 779 504

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr NIP. 131 849 384

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 April 1984. penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Zainal Arifin dan Ibu Evy Djuliantiny.

Pada tahun 1990, penulis menyelesaikan pendidikannya di TK Aba Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN Pengadilan III Bogor. Setelah lulus dari SD pada tahun 1996, penulis melanjutkan studi ke SLTPN 5 Bogor hingga lulus pada tahun 1999. Dan pada tahun 2002, penulis menyelesaikan studinya di SMUN 2 Bogor.

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar, dan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Pemberian Silase Ransum Komplit terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2006 di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase ransum komplit terhadap organ dalam itik Mojosari Alabio Jantan dalam mengoptimalkan penggunaan bahan baku lokal dengan pemanfaatan kadar air dalam bahan baku. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penjelasan dan informasi dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan karya tulis ini, semoga Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Semoga karya tulis ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amalan shaleh. Amin.

Bogor, Desember 2007

(18)
(19)

Ternak ... 17

Kandang dan Peralatan ... 17

Ransum ... 17

Metode ... 19

Perlakuan ... 19

Rancangan Percobaan ... 19

Peubah yang Diamati ... 19

Analisis Data ... 19

Prosedur ... 21

Prosedur Pelaksanaan ... 21

Pembuatan Silase ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Rataan Berat Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan ... 23

Rataan Berat Hati Itik Mojosari Alabio Jantan ... 23

Rataan Berat Rempela ... 24

Rataan Berat Ginjal ... 26

Rataan Berat Empedu ... 26

Rataan Berat Pankreas ... 27

Rataan Berat Jantung ... 28

Rataan Berat Limpa ... 28

Rataan Panjang Usus Halus ... 29

Rataan Panjang Seka ... 30

Rataan Panjang Usus Besar ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

UCAPAN TERIMA KASIH ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur Lokal ... 6

2. Komposisi Ransum untuk Pembuatan Silase ... 18

3. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Penelitian dengan Kadar Air 30%, 40%, 50% dan 60% ... 18

4. Kandungan Zat Nutrisi Ransum kontrol (komersil + dedak 50%) ... 18

5. Persentase Pakan pada Saluran Pencernaan Itik ... 19

6. Nilai pH Silase Perlakuan ... 19

7. Rataan Berat Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan (%) ... 23

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(23)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ketersediaan pakan merupakan hal yang krusial dalam budidaya unggas. Penyediaan pakan unggas saat ini masih bergantung pada bahan impor. Penggunaan bahan baku lokal yang memiliki ketersediaan tinggi merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat menekan biaya pakan akibat dari penggunaan bahan impor yang tinggi. Salah satu kelemahan bahan baku lokal adalah tingginya kadar air yang merupakan faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai ransum unggas.

Teknologi silase merupakan salah satu pengolahan pakan yang memanfaatkan teknik fermentasi. Teknologi ini dapat memanfaatkan kandungan kadar air dalam pakan yang tinggi. Silase merupakan pakan berkadar air tinggi yang diperoleh dari proses ensilase, yaitu proses pembentukan asam organik terutama asam laktat oleh bakteri asam laktat. Pengolahan dan pemberian pakan dalam bentuk silase dapat memberikan beberapa keuntungan diantaranya ransum menjadi lebih awet, memiliki kandungan bakteri asam laktat yang berperan sebagai probiotik, dan memiliki kandungan asam organik yang cukup baik.

Itik merupakan salah satu jenis ternak unggas yang memiliki potensi tinggi sebagai penghasil sumber protein hewani. Ternak itik sudah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Itik lokal yang biasa dikembangkan di Indonesia adalah itik Alabio, Bali, Mojosari, Tegal maupun hasil persilangannya. Itik Mojosari Alabio merupakan salah satu ternak yang memiliki potensi tinggi dalam produksi telur maupun sebagai pedaging. Pengamatan organ dalam merupakan salah satu pendekatan untuk mengetahui pengaruh pakan terhadap saluran pencernaan maupun metabolisme tubuh.

Perumusan Masalah

(24)

Tujuan

(25)

TINJAUAN PUSTAKA Itik Mojosari Alabio

Itik termasuk bangsa burung yang secara taksonomi tergolong ke dalam kelas Aves; ordo anseriformis; sub ordo Ansiref; famili Anatidae; sub famili Anatinae; genus Anas dan species Anas platyrhynchos (Kuswari, 2002). Ciri fisik yang dimiliki itik lokal (Anas platyrhynchos) adalah bentuk tubuh langsing dengan langkah tegap, tinggi tubuh berkisar antara 45-50 cm dan digambarkan sebagai bentuk botol anggur, tubuh kecil dengan bobot tubuh dewasa rata-rata 1.200 gram untuk betina dan 1.400 gram untuk jantan, warna bulu totol-totol coklat dengan paruh dan kaki hitam (Rose, 1997). Muliana (2001) menyatakan bahwa itik lokal (Anas platyrhynchos) umumnya berdiri tegak, leher panjang dan kecil, puggung lurus sehingga tubuh menyerupai botol, kepala kecil, paruh lebar dan lurus. Itik ini biasanya berwarna coklat atau coklat kemerahan bertotol-totol dengan sayap melekat rapih dan tersusun. Di atas pangkal ekor itik jantan terdapat 2-3 bulu ekor yang mencuat ke atas.

(26)

Noor (1996) menyatakan, apabila ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga disilangkan, maka keturunannya cenderung menampilkan performa yang lebih baik dari rataan tetuanya. Fenomena ini disebut heterosis. Persilangan akan menggabungkan dua sifat atau lebih yang berbeda, yang semula terdapat dalam dua bangsa ternak ke dalam satu bangsa hasil silangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dan Susanti (2000) menunjukkan produksi telur itik persilangan Mojosari Alabio (MA) yang lebih tinggi dibandingkan genotip lainnya menunjukkan fenomena efek heterosis. Fenomena lain yang dilaporkan oleh Susanti et al. (1998) yaitu bahwa itik 1/2A1/2M dan 1/2M1/2A mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan tetuanya pada pengamatan sampai umur delapan minggu. Keunggulan itik Mojosari Alabio menurut Balai Penelian Ternak (2006) adalah umur pertama bertelur lebih awal, produktivitas telur lebih tinggi, konsistensi produksi lebih baik, pertumbuhan labih cepat, anak jantan dapat dijadikan sebagai itik pedaging atau potong bila dibandingkan dengan itik Mojosari maupun Alabio.

Itik Jantan Pedaging

Budidaya ternak itik di Indonesia terutama ditujukan untuk produksi telur. Hal ini cukup beralasan karena selain kemampuan produksi yang cukup tinggi, harga telurnya juga relatif tinggi. Di lain pihak sebagai penghasil daging, itik kurang popular dan kurang disukai masyarakat. Hanya sebagian masyarakat saja yang telah biasa mengkonsumsinya, yaitu masyarakat pedesaan, masyarakat Cina, masyarakat Kalimantan Selatan dan Bali (Setioko et al., 1985). Daging itik yang dikonsumsi umumnya berasal dari itik petelur afkir, itik petelur jantan dan itik Serati. Saat ini daging itik semakin popular di kalangan masyarakat. Daging itik jantan muda tidak menimbulkan bau manis dan tidak banyak mengandung lemak dengan serat daging yang empuk (Setioko et al., 1985).

(27)

Itik petelur jantan yang tidak dipakai sebagai bibit berpotensi untuk dijadikan sumber daging. Hasil penelitian Bintang et al. (1999) pada itik jantan yang diberi pakan bungkil inti sawit yang difermentasi maupun tidak difermentasi pada level 0,5 %, 10 % dan 15 % sampai itik umur delapan minggu, menghasilkan itik dengan bobot badan akhir antara 1.081,64-1.140,63 gram, dengan persentase karkas antara 68,50 %-76,76 %. Anggraeni (1999) menyarankan agar itik pedaging sebaiknya dipotong tidak lebih dari umur 12 minggu, agar diperoleh daging itik yang bertekstur empuk.

Menurut Hartono (1992), ayam dan itik yang paling banyak diminati konsumen biasanya memiliki berat karkas 0,8-1,0 kg dengan bobot hidup 1,3-1,5 kg. Bobot hidup 1,3 kg bisa dicapai pada pemeliharaan itik jantan selama delapan minggu dengan kandungan protein kasar 17 % dan energi metabolis 2.900 kkal/kg (Bintang dan Tangendjaya, 1996). Bila dibandingkan dengan unggas lain, itik memiliki toleransi terhadap penyakit yang lebih baik terutama tetelo atau ND (Newcastle Disease) serta infeksi kelenjar bursa fabrisius (gumboro) sehingga tidak begitu memerlukan vaksin dalam pemeliharaanya (Rasyaf, 1993). Potensi lain dari itik adalah kemampuan mencerna serat kasar yang cukup tinggi. Sebagian besar serat kasar akan dicerna di dalam sekum, dimana sekum itik berkembang lebih besar dibanding unggas lain (Murtidjo, 1988).

Ransum Itik

(28)

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur Lokal Umur Itik

Zat Gizi 0-4 (mg) 4-8 (mg) 8-16 (mg) >16 (mg) Energi metabolis (kkal/kg) 2.900-3.000 2.900-3.000 2.800 2.800

Protein (%) 20 18 15 20

Silase merupakan makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan kandungan air yang tinggi. Ensilase adalah proses, sedangkan tempat pembuatan dinamakan silo. Sejarah dimulainya silase ditemukan sejak 1.500-2.000 sebelum masehi (Sapienza dan Bolsen, 1993). Terdapat dua cara dalam pembuatan silase yaitu secara kimiawi yang dilakukan dengan menambahkan asam sebagai pengawet seperti asam klorida, asam sitrat dan asam format. Penambahan asam tersebut diperlukan agar pH silase dapat turun dengan segera (sekitar 4,2) sehingga keadaan ini akan menghambat proses respirasi, proteolisis dan mencegah bakteri Clostridia menjadi aktif (Waldo, 1978). Cara kedua adalah secara biologis yaitu dengan cara memfermentasi bahan tersebut sampai terbentuk asam sehingga menurunkan pH silase (Waldo, 1978).

Ensilase merupakan proses fermentasi asam. Bakteri akan memproduksi asam asetat, asam laktat dan asam butirat dari gula yang terdapat di dalam bahan baku. Hasil akhir ensilase adalah penurunan pH, sehingga mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk yang mayoritas tidak toleran terhadap kondisi asam (Woolford, 1984). Menurut Bolsen (1985), proses ensilase merupakan salah satu cara untuk meminimumkan kehilangan zat nutrisi dan perubahan nilai nutrisi suatu bahan pakan. Proses tersebut dipengaruhi oleh faktor biologi (karakteristik tanaman, mikroflora efipitik) dan teknik (kondisi penyimpanan).

(29)

dalam proses tersebut, sedangkan proses di dalam rumen melibatkan lebih banyak mikroorganisme dan beraneka ragam (Parakkasi, 1995).

Asam yang terbentuk selama ensilase antara lain asam laktat, asam asetat dan asam butirat. Disamping itu terbentuk pula beberapa senyawa seperti etanol, CO2,

nitrit dan panas (Ensminger, 1971). Penambahan bahan pengawet terutama yang banyak mengandung karbohidrat berfungsi sebagai perangsang proses fermentasi dan juga sebagai sumber energi bagi bakteri. Pada kondisi yang baik, antara lain ketersediaan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, bakteri asam laktat dapat berkembang biak dengan cepat.

Prinsip pembuatan silase adalah mengusahakan dan mempercepat keadaan anaerob di dalam silo sehingga terbentuk asam organik yang mempercepat penurunan pH sekitar empat (McCullough, 1978). Mikroorganisme pembusuk diharapkan tidak aktif pada pH sekitar empat, sehingga silase menjadi tahan lama. Menurut Ensminger (1971), tercapainya pH antara 3,5-4,0 merupakan kunci menuju terbentuknya silase yang baik karena akan mencegah pertumbuhan bakteri penyebab kebusukan (Clostridia). Morrison (1957), menyatakan bahwa apabila kadar air lebih dari 75 % maka silase yang terbentuk terlalu asam dan tidak akan disukai ternak, sedangkan apabila kadar air kurang dari 65 % maka bahan baku sukar dipadatkan dan kondisi anaerob sulit dicapai. Kandungan bahan kering bahan baku direkomendasikan berada dalam kisaran 20 %-25 % (Woolford, 1984).

Pembuatan silase dengan bahan baku yang memiliki kadar air cukup tinggi akan memiliki laju fermentasi yang lebih cepat. Menurut Sapienza dan Bolsen (1993) fermentasi normal dengan kadar air 55 %-60% akan memfasilitasi fermentasi aktif selama 1-5 minggu.

(30)

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti Clostridia sehingga pakan bisa awet. Aditif tersebut dapat berupa bakteri asam laktat, molases dan asam.

Menurut McCullough (1978), beberapa kriteria agar suatu bakteri dapat digunakan sebagai inokulan silase antara lain dapat tumbuh dengan cepat dan mampu berkompetisi serta mendominasi mikroorganisme pembusuk yang lain, bersifat homofermentatif, toleran terhadap asam dan dapat menurunkan pH dengan cepat. Lebih lanjut dinyatakan bahwa silase yang baik bila memenuhi kriteria pH maksimal 4,2; asam laktat 1,5 %-2,5 %; asam asetat 0,5 %-0,8 %; butirat < 0,1% dan N-Amonia dari total N 5 %-8%. Kandungan N-N-Amonia pada silase merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengawetan menggunakan ensilase, dengan kandungan 8 %-10 % dari total N sebagai amonia (Wilkins, 1988).

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat (BAL) termasuk bakteri fakultatif anaerobik yang dapat tumbuh pada kondisi dengan atau tanpa oksigen. Bakteri ini tidak membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya meskipun mungkin menggunakan oksigen untuk menghasilkan anergi (Pelczar et al., 1986). Bakteri asam laktat umumnya tidak membentuk spora, selnya berbentuk bulat atau batang. Bakteri asam laktat terdiri dari beberapa genus antara lain Streptococcus, Lactobacillus dan Leuconostoc (Pelczar et al., 1986). Menurut Gilliland (1986) menyatakan bahwa Lactobacillus mampu mendegradasi gula, protein dan peptida menjadi asam amino. Pendegradasian protein oleh bakteri tersebut terjadi pada pH 5,2-5,8 dan suhu 45-50 oC.

Menurut Gilliland (1986), bakteri asam laktat berdasarkan sifat fermentasinya dibagi menjadi dua golongan yaitu heterofermentatif dan homofermentatif. Perbedaan dari kedua golongan tersebut adalah terletak pada produk akhir yang dihasilkan dan efisiensi fermentasi. Bakteri homofermentatif lebih efisien dalam memproduksi asam-asam organik bila dibandingkan dengan tipe heterofermentatif. Menurut McDonald et al. (1991), bakteri tipe homofermentatif akan menghasilkan dua mol asam laktat untuk setiap mol glukosa, sedangkan bakteri tipe heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat, juga menghasilkan etanol dan CO2 masing-masing satu mol untuk setiap mol glukosa. Menurut Rahayu et al.

(31)

heksosa lainnya menjadi asam laktat dengan jumlah kecil karbondioksida dan asam-asam volatil (asam-asam butirat). Termasuk kelompok bakteri homofermentatif antara lain Lactobacillus bulgaricus, L. lactis, L. acidophilus, L. thermophilus dan L. delbruechii, sedangkan bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif menurut Pelczar et al. (1986) dan McDonald et al. (1991) antara lain Streptococcus sp., Leuconostoc sp., Leuconostoc fermentum dan Leuconostoc brevis. Beberapa faktor yang ikut berperan untuk menghambat mikroba oleh bakteri asam laktat antara lain pH yang rendah, asam organik, bakteriosin, hidrogen peroksida, ethanol dan potensial redoks yang rendah (Adam dan Moss, 1995).

Probiotik

Fuller (1989) menyatakan bahwa probiotik adalah suplemen pakan berupa mikroba hidup, yang memberi pengaruh positif bagi ternak inang karena meningkatkan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Pemberian probiotik dapat dalam bentuk bubuk, cair, pasta dan tablet. Jenis mikroba yang digunakan sebagai komponen dalam probiotik sangat tergantung oleh tujuan pemberian dan jenis ternak yang digunakan (Suharto, 1995).

Kebutuhan Air Untuk Itik

Air adalah zat gizi yang sangat penting bagi seluruh jenis ternak, sekitar 58 % komponen tubuh ayam dan 66 % dari telur adalah air (Esmail, 1996). Mutu air sering diabaikan oleh peternak karena kenyataan yang mereka lihat yaitu itik mencari makan dan minum di berbagai tempat seperti kali, sawah atau bahkan di selokan. Air juga dapat berfungsi sebagi sumber mineral seperti Na, Mg dan sulfur. Kandungan maksimum Ca, Mg, Fe, Nitrit dan sulfur dalam air minum unggas masing-masing berturut-turut 75; 200; 0,3-0,5; 0 dan 25 mg/liter.

(32)

Laju Alir Pakan pada Saluran Pencernaan Itik

Laju alir pakan pada saluran pencernaan erat hubungannya dengan penyerapan pakan. Pencernaan Karbohidrat di mulai dari tembolok yang terjadi sangat cepat, sedangkan aktivitas enzim tertinggi untuk penyerapan karbohidrat terjadi di jejenum, illeum dan duodenum (Lesson & Summers, 2001). Lambatnya laju alir pakan pada saluran pencernaan meningkatkan daya serap nutrient (Allaily, 2006).

Sistem Pencernaan Ternak Unggas

Saluran pencernaan merupakan organ penting yang memiliki fungsi untuk mengubah bahan makanan menjadi hasil berupa daging atau telur yang memiliki nilai tinggi dan bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Pada dasarnya alat-alat pencernaan berguna dalam membantu proses pemasukan, penyimpanan, pencernaan maupun pembuangan bahan-bahan yang tidak berguna lagi bagi tubuh. Fungsi dari saluran pencernaan adalah untuk menyiapkan makanan supaya zat-zat makanan yang terkandung di dalam ransum dapat diserap oleh dinding usus dan kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah. Alat pencernaan unggas umumnya terdiri atas mulut, kerongkongan, tembolok, rempela bagian depan (proventrikulus), rempela (ventrikulus), usus halus, usus buntu (seka), usus besar, kloaka, dan anus. Selain itu juga terdapat organ-organ pelengkap sistem pencernaan yaitu pankreas, hati dan kelenjar empedu (North dan Bell, 1990).

(33)

Gambar 1. Saluran Pencernaan Itik

Mulut

Mulut pada unggas adalah paruh yang digunakan untuk mengambil makanan. Pada mulut terdapat saliva yang berfungsi untuk melicinkan dan melumasi makanan sehingga makanan dapat mudah masuk ke dalam esophagus (Setijanto, 1998).

Esophagus

Esophagus merupakan saluran tempat transportasi makanan yang memanjang dari dasar mulut sampai proventrikulus yang bersifat elastis. Pembesaran esophagus sebelum proventrikulus disebut tembolok yang berfungsi menyimpan makanan untuk sementara waktu dan melunakkan makanan dengan saliva (North dan Bell, 1991).

Pada itik tidak terdapat tembolok yang sesungguhnya, tetapi hanya merupakan pembesaran esophagus yang panjang dan langsing (Moran, 1985). Dibandingkan dengan ayam, esophagus itik lebih panjang, hal ini dimungkinkan karena itik sering menyelam untuk minum air dan mencari makanan sehingga panjang esophagus disesuaikan dengan fungsinya (Zuherti, 1990). Menurut Sturkie (1976), bentuk dan ukuran tembolok bervariasi tergantung dari kebiasaan makan unggas tersebut.

Proventrikulus

(34)

asam di dalam proventrikulus serta membantu proses pencernaan protein (North dan Bell, 1991).

Rempela

Rempela pada unggas berbentuk oval yang terletak antara proventrikulus dan batas usus halus atau disebut juga lambung otot, yang berfungsi dalam proses pencernaan untuk menggiling makanan hingga makanan tersebut menjadi lunak (Sturkie, 1976). Rempela merupakan lambung otot yang dilapisi oleh membran keras koilin yang merupakan komplek karbohidrat dengan protein, yang terbagi menjadi dua pasang yang disebut otot tebal cranioventral, otot tebal caudodorsal, otot tipis craniodorsal dan otot tipis caudoventral (Dziuk dan Duke, 1972). Selaput rempela berfungsi melindungi otot rempela dari pengaruh HCl, pepsin dan gesekan dengan bahan makanan. Bobot selaput rempela ini di pengaruhi oleh keadaan fisik bahan makanan (Kismono, 1986).

Fungsi utama rempela sebagai alat penggiling atau pemecah partikel makanan berfungsi sama dengan gigi pada mamalia yang dapat memperkecil ukuran partikel makanan yang masuk, semakin besar partikel-partikel makanan maka kontraksi otot akan semakin cepat dan partikel makanan semakin lama dalam rempela. Bahan-bahan abrasif seperti grit, pasir, batu, dan kerikil dalam rempela akan mempercepat pemecahan partikel makanan. Organ rempela tidak mensekresikan enzim pencernaan, namun proses pencernaan secara enzimatis tetap berlangsung karena masih berlanjutnya kerja enzim yang dihasilkan dalam proventrikulus.

Wahyono (2002) melaporkan bahwa penambahan kultur bakteri yang berperan sebagai probiotik dalam menstimulasi sintesis enzim pencernaan sehingga dapat meningkatkan utilisasi zat makanan. Penambahan mikroba secara langsung dapat membantu proses pemecahan molekul kompleks bahan makanan dan mampu memperbaiki efisiensi proses metabolis. Penambahan fraksi serat (selulosa) pada pakan akan meningkatkan berat gizzard dan saluran pencernaan lainnya (Yang et al., 2003).

Usus Halus

(35)

empedu yang menuju usus halus, setelah duodenum terdapat jejenum dan ileum. Batas antara jejenum dan ileum adalah vitelline divertikulum, ileum berakhir dipersimpangan seka dan usus besar (McLelland, 1990).

Fungsi usus halus sebagai tempat penyerapan zat-zat makanan, membran mukosa pada usus halus memproduksi mucin, α-amilase, maltase, sukrase dan juga enzim proteolisis (McDonald et al., 1991). Panjang usus halus pada unggas bervariasi yang dipengaruhi oleh umur, ras dan jenis makanan. Usus halus pada unggas yang diberikan pakan hijauan akan lebih panjang jika dibandingkan dengan unggas yang diberi pakan biji-bijian (Sturkie, 1976).

Usus dan saluran pencernaan yang lain merupakan organ yang sangat komplek yang membantu metabolisme dalam tubuh, memelihara kekebalan tubuh, kerangka dan syaraf (Overland dan Kjeldsen, 2002). Di usus halus terjadi gerakan peristaltis yang berperan mencampur digesta dengan cairan pankreas dan empedu. Daya serap nutrisi pada usus halus dipengaruhi oleh luas permukaan bagian dalam usus (lipatan, villi dan mikrovilli) dan lamanya transit digesta dalam usus (Rofiq, 2003). Deyusma (2004) menyatakan bahwa penambahan antibiotik, probiotik dan herbal tidak mempengaruhi bobot dan panjang relatif usus halus.

Seka

Seka adalah dua buah kantong buntu yang terletak dipersimpangan usus halus dengan usus besar (Sturkie, 1976), dan akan mengalami perubahan jika diberi pakan berupa hijauan dibandingkan unggas yang diberikan pakan bijian (Stevens, 1988). Menurut North dan Bell (1991), seka merupakan dua buah kantong buntu yang terletak diantara usus halus dan usus besar dan merupakan tempat terjadinya proses fermentasi khususnya serat kasar. Secara histologi, seka hampir sama dengan usus halus, tetapi seka mempunyai vili yang lebih pendek dan lebar (Soesanto, 2003).

Usus besar

(36)

Hati

Unggas mempunyai organ hati yang relatif besar dan terdiri atas dua buah gelambir. Hati pada unggas dewasa berwarna merah coklat hingga coklat cerah (Setijanto, 1998). Fungsi hati menurut Sturkie (1976) adalah sebagai pusat metabolisme makanan diantaranya metabolisme protein, metabolisme lemak, metabolisme karbohidrat dan detoksifikasi zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan menyimpan beberapa vitamin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran bobot, konsistensi warna hati tergantung pada bangsa, umur dan status individu ternak (Nickel et al., 1997). Kelainan pada hati ditunjukkan dengan perubahan warna hati, pembesaran atau pengecilan lobi dan tidak ditemukan kantong empedu (Ressang, 1984). Perubahan ukuran hati dapat disebabkan oleh respon hati terhadap rangsangan dari luar yang bersifat merusak (Nabib, 1987). Jaringan hati memiliki kemampuan regenerasi yang besar sehingga meskipun secara patologis sebagian hati menderita gangguan yang parah, gejala-gejala klinis tidak selalu dapat diamati. Kegagalan fungsi hati mungkin baru terjadi setelah sebagian besar, kadang-kadang mencapai 70% sel-sel hati mengalami kerusakan (Subroto, 1985). Menurut Ressang (1984), kelainan hati ditandai dengan perubahan warna hati, pembekakan, pengecilan pada salah satu lobi atau adanya kantong empedu.

Jantung

Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pemompa darah dalam sistem transportasi atau sirkulasi tubuh, jantung mempunyai daya besar dalam menyesuaikan diri dalam perubahan di dalam tubuhnya, besar jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan (Ressang, 1984). Jantung adalah organ penting di dalam peredaran darah dari hati ke semua sel di dalam tubuh. Jantung pada unggas terdiri atas empat ruang yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Jantung berdetak dengan kecepatan yang sama yaitu sekitar 300 denyut per menit. Semakin kecil ukuran unggas dan semakin tua umurnya maka denyut jantung akan semakin cepat (North dan Bell, 1991).

Empedu

(37)

Empedu terletak pada kantung empedu yang terdiri atas dua saluran yang mentransfer empedu dari hati ke usus halus (North dan Bell, 1991). Ressang (1984) menyatakan bahwa empedu berfungsi untuk mensekresikan kolesterol dan membentuk emulsi lemak dengan bantuan asam-asam empedu yang disekresikan oleh hati dan terdiri atas tiga saluran (ductus) yaitu ductus hepatocystici yang menyambung kantong empedu dengan hati, ductus hepatoentericus yang membawa empedu ke duodenum dan ductus cysticocutericus yaitu saluran antara kantong empedu dan duodenum.

Pankreas

Salah fungsi dari pankreas adalah menghasilkan enzim-enzim lipolitik, amilolitik dan proteolitik (Sturkie, 1976). Serat kasar diduga dapat menurunkan aktivitas enzim-enzim pencernaan sehingga diperlukan peningkatan produksi enzim agar proses pencernaan dapat berjalan dengan normal. Peningkatan bobot pankreas merupakan salah satu bentuk adaptasi untuk mencukupi enzim pencernaan yang meningkat. Pankreas terletak di tengah putaran duodenum yang berbentuk U dan bertanggung jawab pada sekresi enzim pencernaan (eksokrin) dan sekresi hormon (endokrin). Pankreas mensekresikan enzim amilase, tripsin, lipase untuk membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Blackly dan Bade, 1991).

Ginjal

Ginjal berperan dalam mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan mengeluarkan zat-zat seperti air yang berlebih, garam-garam anorganik dan bahan-bahan asing yang terlarut dalam darah seperti pigmen darah (Ressang, 1984). Kelainan pada ginjal biasanya disebabkan oleh gangguan metabolisme asam urat yang dicirikan dekomposisi garam-garam dalam ginjal (Spector dan Spector, 1993).

Menurut Swenson (1977) fungsi utama ginjal adalah pembentukan urin, pada ginjal dibentuk pula sejumlah fungsi yang membantu mempertahankan integritas fisiologi dari volume cairan ekstraseluler, proses tersebut adalah:

1) konservasi air, glukosa dan asam amino. Konservasi digunakan untuk menyatakan pengembalian pada sejumlah bahan yang dibutuhkan oleh tubuh ke dalam cairan tubuh, jumlah kelebihannya dikeluarkan sebagai urin;

(38)

3) eliminasi kelebihan ion nitrogen dan pemeliharaan pH fisiologi dari cairan tubuh;

4) eliminasi senyawa organik komplek baik endogenous dan eksogenous.

Limpa

Limpa merupakan organ yang berperan dalam mendukung sistem kekebalan tubuh dan berperan dalam sistem sirkulasi yaitu sebagai daerah penampung darah (Frandson, 1996). Ressang (1984) menyatakan bahwa limpa berfungsi dalam pembinasaan eritrosit yang sudah tua, membantu metabolisme nitrogen dalam pembentukan asam urat. Pada ransum yang mengandung zat toksik, antinutrisi maupun penyakit, maka limfa akan membentuk sel imfosit untuk membuat antibodi. Aktivitas limpa ini mengakibatkan limfa menjadi semakin besar ukurannya atau bahkan mengecil karena limfa terserang penyakit.

(39)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Februari hingga Mei 2006.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 45 ekor itik Mojosari Alabio jantan yang dipelihara mulai dari umur tiga hari hingga 10 minggu. Itik tersebut diperoleh dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem baterai sebanyak 15 petak berukuran 1 x 1 m dan masing-masing petak berisi lima ekor itik. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, lampu pijar 40 Watt. Peralatan lain yang digunakan antara lain karung, plastik ransum, silo, timbangan digital, gunting, gelas ukur, ember, sendok, nampan plastik, sekam, koran, gayung, label, dan masker. Setiap kandang diberi alas kandang agar itik tidak besentuhan dengan lantai kandang yang basah.

Ransum

Bahan pakan yang digunakan untuk penyusunan ransum terdiri atas jagung kuning, dedak padi, singkong, daun singkong, bungkil inti sawit, tepung ikan, kacang kedelai, minyak kelapa, DCP, CaCO3, L-lysin, dan DL-methionin. Dari campuran

ransum tersebut, kemudian dibuat silase dengan taraf kandungan kadar air yang berbeda, yaitu 30 %, 40 %, 50 %, dan 60 % dan disimpan selama empat minggu.

(40)

Tabel 2. Komposisi Ransum untuk Pembuatan Silase

Bungkil inti sawit 5,00

Tepung ikan 7,00

Tabel 3. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Penelitian dengan Kadar Air 30 %, 40 %, 50 %, dan 60 %

* : Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan IPB (2006)

Tabel 4. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Kontrol (komersil + dedak 50 %)

(41)

Uji lanjut alir pakan pada itik dengan memberikan silase berkadar air berbeda ditunjukan pada table 5. Pengamatan dilakukan jam ke-4 setelah pencekokan.

Tabel 5. Persentase Pakan pada Saluran Pencernaan Itik

Perkakuan Rempela Duodenum Illeum Jejenum

S0 25,38 6,31 19,40 23,35 S1 33,95 8,98 28,16 25,08 S2 19,70 4,80 19,56 23,36 S3 29,03 5,89 29,79 27,04 S4 14,19 3,76 38,18 29,60 Sumber: Allaily (2006)

Tabel 6.Nilai pH Silase Perlakuan

Perlakuan pH silase

S1 4,46 S2 4,33 S3 4,22 S4 4,14 Sumber : Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan IPB (2006)

Metode Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 taraf perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri atas 3 ekor itik Mojosari Alabio jantan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

S0 : Ransum komersil + dedak (kontrol) S1 : Ransum silase dengan kadar air 30 % S2 : Ransum silase dengan kadar air 40 % S3 : Ransum silase dengan kadar air 50 % S4 : Ransum silase dengan kadar air 60 %

(42)

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model matematis menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut :

Yij = μ + αi + εij Keterangan:

Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ : nilai rata-rata sesungguhnya

αi : pengaruh perlakuan ke-i

εij : galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) menurut Steel dan Torrie (1995) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah berat organ dalam dan panjang usus itik Mojosari Alabio jantan :

1. Bobot Hati (%)

Bobot hati diperoleh dengan cara membagi bobot hati dengan bobot badan kemudian dikali 100 %.

2. Bobot Rempela (%)

Bobot rempela bersih diperoleh dengan cara membagi bobot rempela bersih dengan bobot badan kemudian dikali 100 %.

3. Bobot Ginjal (%)

Bobot ginjal diperoleh dengan cara membagi bobot ginjal dengan bobot badan kemudian dikali 100 %.

4. Bobot Empedu (%)

Bobot empedu diperoleh dengan cara membagi bobot empedu dengan bobot badan kemudian dikali 100 %.

5. Bobot Pankreas (%)

Bobot pankreas diperoleh dengan cara membagi bobot pankreas dengan bobot badan kemudian dikali 100 %.

(43)

Bobot jantung diperoleh dengan cara membagi bobot jantung dengan bobot badan kemudian dikali 100 %.

7. Bobot Limfa (%)

Bobot limfa diperoleh dengan cara membagi bobot limfa dengan bobot badan kemudian dikali 100 %.

8. Panjang Duodenum (cm/100 gram bobot badan)

Panjang duodenum diperoleh dengan cara membagi panjang duodenum dengan gram bobot hidup kemudian dikali 100 gram.

9. Panjang Jejenum (cm/100 gram bobot badan)

Panjang jejenum diperoleh dengan cara membagi panjang jejenum dengan gram bobot hidup kemudian dikali 100 gram.

10. Panjang Ileum (cm/100 gram bobot badan)

Panjang ileum diperoleh dengan cara membagi panjang ileum dengan gram bobot hidup kemudian dikali 100 gram.

11. Panjang Seka (cm/100 gram bobot badan)

Panjang seka diperoleh dengan cara membagi panjang seka dengan gram bobot hidup kemudian dikali 100 gram.

12. Panjang Kolon (cm/100 gram bobot badan)

Panjang kolon diperoleh dengan cara membagi panjang kolon dengan gram bobot hidup kemudian dikali 100 gram.

Prosedur Pelaksanaan

Sebelum digunakan, terlebih dahulu kandang dibersihkan dan disterilkan dengan desinfektan agar tidak ada lagi bibit penyakit di dalam kandang, kemudian kandang diberi kapur secara merata. Kandang diberi alas sekam dan disemprot dengan desinfektan sebelum itik dimasukkan ke kandang dan didiamkan selama sehari. Tempat pakan dan tempat minum dipersiapkan lebih awal serta dibersihkan dan dicuci sebelum itik dimasukkan ke dalam kandang.

(44)

ditambah dedak. Pada saat berumur lima minggu, itik ditimbang kembali untuk pengacakan dan pembagian dalam kandang. Pemberian silase mulai diberikan pada saat itik berumur lima minggu dan diteruskan hingga itik berumur 10 minggu. Penimbangan bobot badan itik dilakukan setiap minggu. Ransum ditimbang setiap hari dan dihitung pula sisa pakan. Pakan dan air minum diberikan ad libitum.

Pembuatan Silase

Formulasi ransum disusun dengan kadar protein kasar 16 % dan energi metabolis 2.900 kkal/kg. Bahan-bahan seperti singkong, daun singkong dan kacang kedelai dicuci dan direbus lalu digiling. Bahan-bahan tersebut melewati proses pemanasan untuk menghilangkan anti-nutrisi yang terkandung di dalamnya. Bahan-bahan yang jumlahnya kecil (CaCO3, L-lysin, DL-methionin, dan DCP) dicampur

terlebih dahulu. Bahan-bahan yang jumlahnya besar dan dalam keadaan kering (dedak padi, jagung kuning, tepung ikan, dan bungkil inti sawit) juga dicampur hingga homogen. Kemudian bahan yang jumlahnya kecil dan bahan yang jumlahnya besar serta kering dicampurkan hingga homogen. Setelah bahan tercampur merata, bahan tersebut dicampur kembali dengan minyak kelapa. Sedangkan bahan-bahan yang masih dalam keadaan segar (singkong, daun singkong, dan kacang kedelai) dicampur pada tahap terakhir setelah minyak kelapa dan bahan-bahan lain tercampur.

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rataan Berat Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan

Rataan berat organ dalam dipengaruhi oleh besarnya bobot badan akhir, karena semakin besar bobot badan akhir maka semakin besar pula berat organ dalam. Penyerapan zat-zat nutrisi dalam tubuh yang baik akan menyebabkan pertumbuhan bobot badan yang baik pula. Penyerapan zat-zat nutrisi dalam tubuh dipengaruhi oleh bahan baku pakan yang diberikan, sehingga akan mempengaruhi morfologi organ dalam. Organ dalam ternak terutama usus halus merupakan tempat terjadinya penyerapan zat-zat nutrisi. Rataan berat organ dalam dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Rataan berat organ dalam Itik Mojosari Alabio Jantan (%)

Perlakuan

Pankreas 0,44±0,01 0,41±0,05 0,52±0,03 0,44±0,03 0,52±0,10

Jantung 1,15±0,03 1,12±0,10 1,20±0,09 1,24±0,12 1,34±0,14

Limfa 0,20±0,19 0,07±0,02 0,09±0,00 0,10±0,04 0,08±0,02

Keterangan: Kontrol (S0) = ransum komersil + dedak, S1 = silase dengan kadar air 30%, S2 = silase dengan kadar air 40%, S3 = silase dengan kadar air 50%, S4 = silase dengan kadar air 60%. Superskrip dengan huruf besar pada garis yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Persentase dari bobot hidup, dengan rataan bobot hidup kontrol (S0)=1064,00 g/ekor; S1=874,83 g/ekor; S2=807,17 g/ekor; S3=944,50 g/ekor; 4=890,50 g/ekor.

Rataan Berat Hati Itik Mojosari Alabio Jantan

Hati merupakan salah satu organ pelengkap sistem pencernaan selain pankreas dan kelenjar empedu (North dan Bell, 1991). Pengamatan pengaruh perlakuan terhadap berat hati itik dilakukan karena berkaitan dengan fungsi hati yang mempengaruhi produk akhir pencernaan. Besar rataan berat hati itik Mojosari Alabio jantan berumur 10 minggu yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

(46)

rataan berat hati, yaitu 2,3-3,06% dan 2,81-3,31%. Menurut Putnam (1991), hasil rataan bobot hati itik umur 10 minggu yang normal rata-rata sebesar 2,7% dari bobot hidup. Menurut Nickel et al. (1977), peningkatan nilai rataan bobot hati dapat dipengaruhi oleh bangsa, umur dan jenis kandungan nutrisinya.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) lebih besar terhadap rataan berat organ hati. Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal dengan kadar air 30% memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, namun pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal dengan kadar air sebesar 40, 50, dan 60% memiliki nilai yang sangat berbeda nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu sebesar 3,64; 3,19 dan 3,18%.

Perlakuan S1 dengan taraf kadar air 30% tidak terjadi penambahan persentase bobot hati, akan tetapi pada taraf kadar air 40%, 50%, dan 60% persentase berat hati lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan kontrol. Hal ini didukung oleh pernyataan Allaily (2006) bahwa pemberian silase dengan tingkat kadar air yang lebih tinggi akan menyebabkan laju alir pakan pada organ dalam itik menjadi semakin lambat. Semakin lambat laju alir pakan maka penyerapan zat nutrisi akan semakin besar, sehingga kerja organ dalam akan semakin besar. Fungsi hati adalah sebagai pusat metabolisme makanan diantaranya metabolisme protein, metabolisme lemak, metabolisme karbohidrat dan detoksifikasi zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan menyimpan beberapa vitamin (North dan Bell, 1990). Oleh karena itu, kerja hati yang lebih berat diduga memungkinkan terjadinya adaptasi fleksibilitas hati sehingga akan meningkatkan ukuran hati. Selanjutnya Subroto (1985) menambahkan bahwa jaringan hati memiliki kemampuan regenerasi dan adaptasi yang besar. Penelitian Sofyaningsih (2003) menyatakan bahwa peningkatan rataan bobot hati diduga karena peningkatan serat kasar pada ransum.

Rataan Berat Rempela

(47)

makanan memiliki kesamaan fungsi dengan gigi pada mamalia yang dapat memperkecil ukuran partikel makanan yang masuk ke dalam mulut. Semakin besar partikel-partikel makanan, maka kontraksi otot akan semakin cepat dan partikel makanan akan semakin lama dalam rempela. Besar rataan berat rempela itik Mojosari Alabio jantan berumur 10 minggu yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Rataan bobot rempela itik Mojosari Alabio jantan umur 10 minggu yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 5,94-8,08% dari bobot hidup. Rataan bobot rempela pada perlakuan pemberiaan silase ransum komplit berbahan baku lokal ini lebih besar dari penelitian Sumirat (2002) yang berkisar antara 4,29-5,68% dan hasil penelitian Nugraha (2000) yang berkisar antara 4,55%-5,75%. Menurut Syamsuhaidin (1997), peningkatan bobot rempela disebabkan oleh fungsinya yang cukup berat untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ulupi (1990) yang menyatakan bahwa peningkatan persentase serat kasar dalam ransum itik secara nyata (P<0,05) meningkatkan persentase bobot rempela terhadap bobot hidup. Semakin tinggi kadar air ransum, maka laju alir pakan semakin lambat (Allaily, 2006). Lambatnya laju alir pakan akan meningkatkan kerja rempela dalam menghancurkan partikel pakan, sehingga bobot rempela akan semakin besar.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ransum silase komplit berbahan baku lokal memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) lebih besar terhadap rataan persentase bobot rempela itik Mojosari Alabio jantan. Uji kontras ortogonal menunjukkan persentase bobot rempela pada pemberian ransum silase berbahan baku lokal pada taraf 30%, 40%, 50%, dan 60% sangat berbeda nyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan kontrol menghasilkan persentase bobot rempela yang paling rendah yaitu sebesar 5,29%, sedangkan persentase bobot rempela tertinggi yaitu pada perlakuan S4 sebesar 7,19%.

(48)

Rataan Berat Ginjal

Salah satu fungsi ginjal adalah mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan mengeluarkan zat-zat yang berlebih seperti air, garam-garam anorganik dan zat-zat yang terlarut dalam darah (Ressang, 1984). Ginjal mempertahankan integritas dari volume cairan ekstraseluler, proses tersebut adalah konservasi air dan zat-zat lainnya, bahan yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam cairan tubuh, sementara kelebihannya akan dikeluarkan melalui urin. Selain itu, ginjal juga mengeliminasi nitrogen dari produk metabolis protein, ion, dan senyawa organik komplek, baik endogenous dan eksogenous (Swenson, 1977).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa taraf perlakuan dengan kadar air 40%, 50%, dan 60% memiliki bobot ginjal yang sangat berbeda nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Sedangkan pemberian silase dengan taraf kadar air 30% memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap bobot ginjal dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Perlakuan 40%, 50% dan 60% memiliki kadar air yang lebih besar dari kontrol, yaitu sebesar 1,46%; 1,31% dan 1,29% sehingga kerja dari fungsi ginjal pada perlakuan 40%, 50% dan 60% mengalami peningkatan rataan persentase bobot ginjal yang lebih besar daripada perlakuan kontrol. Proses tersebut terjadi karena peranan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan susunan darah dan mempertahankan integritas dari volume cairan ekstraseluler, serta silase merupakan pakan dengan kandungan kadar air yang tinggi.

Rataan Berat Empedu

Saluran empedu berfungsi sebagai penyalur cairan empedu dari hati ke usus dimana saluran empedu membesar membentuk kantung empedu (Amrullah, 2004). Besar rataan berat rempela itik Mojosari Alabio jantan berumur 10 minggu yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

(49)

taraf kadar air sebesar 50% tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan S3 memiliki nilai persentase bobot empedu terendah yaitu sebesar 0,14%. Nilai persentase bobot empedu tertinggi diperoleh dari perlakuan S4 sebesar 0,26%.

Hasil perlakuan pada taraf kadar air 30%, 40% dan 60% memiliki persentase bobot empedu yang lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan ransum kontrol, meningkatnya kerja organ hati menyebabkan kebutuhan cairan empedu yang lebih banyak, hal tersebut memacu peningkatan bobot kantung empedu dari itik yang diberi silase ransum komplit dengan kadar air 30%, 40% dan 60% dibandingkan dengan bobot empedu pada pemberian ransum kontrol yaitu ransum komersil yang ditambah dedak.

Fungsi empedu yaitu sebagai penyalur cairan empedu dari hati ke usus dengan pembesaran saluran empedu membentuk kantung empedu (Amrullah, 2004). Besarnya persentase bobot empedu tergantung dari banyaknya cairan yang dikeluarkan empedu di hati. Semakin besar kerja hati maka cairan empedu yang dikeluarkan hati juga akan semakin banyak, sehingga ukuran empedu juga akan semakin besar. Allaily (2006) menyatakan bahwa pemberian silase dengan tingkat kadar air yang lebih tinggi akan menyebabkan laju alir pakan pada organ dalam itik menjadi semakin lambat. Semakin lambat laju alir pakan maka penyerapan zat nutrisi akan semakin besar, sehingga kerja organ dalam akan semakin besar. Hal ini dikarenakan fungsi hati sebagai pusat metabolisme makanan, diantaranya metabolisme protein, metabolisme lemak, metabolisme karbohidrat dan detoksifikasi zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan menyimpan beberapa vitamin (North dan Bell, 1991).

Rataan Berat Pankreas

Salah satu fungsi pankreas adalah sebagai penghasil enzim-enzim lipolitik, amilolitik dan proteolitik (Sturkie, 1976). Pankreas merupakan salah satu organ pelengkap sistem pencernaan selain hati dan kelenjar empedu (North dan Bell, 1991). Persentase bobot pankreas tertera pada Tabel 7.

(50)

bahwa semua taraf perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dalam meningkatkan bobot pankreas. Hal ini dikarenakan pankreas hanya merupakan salah satu organ pelengkap sistem pencernaan (North dan Bell, 1991), sehingga pengaruh pemberian silase dengan kadar air yang berbeda tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap organ pankreas. Pankreas mensekresikan enzim amilase, tripsin, dan lipase untuk membantu proses pencernaan karbohidrat, protein dan lemak serta metabolisme gula yang diatur oleh produksi hormon insulin (Blackly dan Bade, 1991).

Rataan Berat Jantung

Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pemompa darah dalam sistem transportasi atau sirkulasi tubuh (Ressang, 1984). Persentase bobot jantung itik Mojosari Alabio jantan umur 10 minggu yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Nilai persentase bobot jantung terkecil dimiliki oleh perlakuan S1 sebesar 1,12% dan nilai persentase terbesar terdapat pada perlakuan S4 sebesar 1,34%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua taraf perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) meningkatkan rataan persentase bobot jantung. Jantung berfungsi sebagai pemompa darah ke bagian-bagian yang aktif dalam proses pencernaan (Ressang, 1984). Tingginya kadar air silase ransum komplit berbahan baku lokal menyebabkan kerja jantung dalam memompa darah ke usus halus lebih ringan. Hal ini terkait dengan penyerapan zat-zat nutrisi pada silase ransum komplit yang lebih mudah diserap oleh usus halus sehingga kerja usus menjadi semakin mudah dan darah yang dipompa ke usus lebih sedikit.

Rataan Berat Limpa

(51)

mengakibatkan ukuran limpa menjadi semakin besar atau bahkan mengecil apabila limfa terserang penyakit.

Dalam proses pembuatan silase, bahan-bahan yang mengandung anti nutrisi telah direbus terlebih dahulu untuk menghilangkan zat-zat anti nutrisi sehingga diduga perlakuan tersebut tidak berpengaruh terhadap kerja limfe sebagai organ yang berperan dalam mendukung sistem kekebalan tubuh dan berperan dalam sistem sirkulasi yaitu sebagai daerah penampung darah, sehingga tidak terjadi pembesaran ukuran limpa.

Rataan Panjang Usus Halus

Rataan persentase panjang usus halus itik Mojosari Alabio jantan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8.Rataan Panjang Usus Halus Itik Mojosari Alabio Jantan (cm/100 gram bobot hidup).

Perlakuan

Peubah

S0 S1 S2 S3 S4

Duodenum 2,46±0,15 3,01±0,33 3,26±0,41 2,28±0,15 2,28±0,26

Jejenum 5,82±0,39C 8,26±0,39B 8,26±0,63A 7,20±0,38A 7,43±0,88A

Ileum 4,83±0,34C 5,85±0,24B 7,01±0,56A 5,94±0,34B 6,57±1,11A

Seka 1,48±0,13C 1,81±0,17B 1,99±0,26A 1,63±0,06C 1,80±0,11B

Usus besar 1,01±0,04 1,22±0,10 1,31±0,19 1,14±0,07 1,16±0,06

Keterangan: S0 = ransum komersil + dedak, S1 = silase dengan kadar air 30%, S2 = silase dengan kadar air 40%, S3 = silase dengan kadar air 50%, S4 = silase dengan kadar air 60%. Superskrip dengan huruf besar pada garis yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), sedangkan superskrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Fungsi usus halus yaitu sebagai tempat penyerapan zat-zat makanan, membran mukosa pada usus halus dan memproduksi mucin, α-amilase, maltase, sukrase dan juga enzim protealisis (McDonald et al., 1995). Usus halus pada unggas yang diberikan pakan hijauan akan lebih panjang jika dibandingkan dengan unggas yang diberi pakan biji-bijian (Sturkie, 1976).

(52)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit dengan taraf pemberian sebesar 40% dan 60% memiliki nilai yang lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan kontrol, sedangkan perlakuan dengan taraf kadar air sebesar 30% dan 50% memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kontrol.

Allaily (2006) menyatakan bahwa pemberian silase dengan tingkat kadar air yang lebih tinggi akan menyebabkan laju alir pakan pada organ dalam itik menjadi semakin lambat. Semakin lambat laju alir pakan maka penyerapan zat nutrisi akan semakin besar, maka kerja usus sebagai tempat terjadinya penyerapan zat-zat makanan akan semakin besar. Sudaryani dan Santoso (1994) menambahkan bahwa fungsi usus halus adalah sebagai tempat terjadinya penyerapan zat-zat makanan termasuk vitamin dan mineral serta sisa-sisa atau ampas-ampas makanan yang akan disalurkan ke usus besar. Peningkatan panjang usus halus seperti jejenum pada perlakuan S1, S2, S3, dan S4 dibandingkan dengan kontrol diduga karena adanya adaptasi sehingga usus halus lebih fleksibel dalam ukuran. Panjang usus halus pada unggas bervariasi dan dipengaruhi oleh umur, ras dan jenis makanan. Usus halus pada unggas yang diberikan pakan hijauan akan lebih panjang jika dibandingkan dengan unggas yang diberi pakan biji-bijian (Sturkie, 1976). Karena itu perlakuan 30%, 40%, 50% dan 60% memiliki rataan jejenum dan illeum yang lebih panjang dibandingkan kontrol.

Rataan Panjang Seka

Seka adalah dua buah kantong buntu yang terletak di persimpangan usus halus dengan usus besar (Sturkie, 1976) dan akan mengalami perubahan jika diberi pakan berupa hijauan dibandingkan unggas yang diberikan pakan bijian (Stevens,1988). Secara histologi, seka hampir sama dengan usus halus, tetapi seka mempunyai vili yang lebih pendek dan lebar (Soesanto, 2003). Rataan persentase panjang seka itik Mojosari Alabio jantan umur 10 minggu yang didapat dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

(53)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan taraf pemberian kadar air 30%, 40% dan 60% memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dalam meningkatkan rataan persentase panjang seka. Sedangkan pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal pada pemberian taraf kadar air 50% tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol.

Menurut Allaily (2006) pemberian silase dengan tingkat kadar air yang lebih tinggi akan menyebabkan laju alir pakan pada organ dalam itik menjadi semakin lambat. Semakin lambat laju alir pakan maka penyerapan zat nutrisi akan semakin besar, sehingga kerja organ dalam akan semakin besar. Sehingga semakin besar kadar air silase yang diberikan akan meningkatkan kerja organ usus dalam mencerna makanan yang menyebabkan perkembangan panjang maupun berat usus.

Rataan Panjang Usus Besar

Pada unggas dewasa, usus besar relatif pendek jika dibandingkan dengan usus halus, tetapi mempunyai diameter yang lebih besar. Usus besar memanjang dari persimpangan usus halus dan seka sampai kloaka. Fungsi dari usus besar adalah sebagai tempat penyerapan air dan memelihara keseimbangan air dalam tubuh ungggas (North dan Bell, 1991). Rataan persentase panjang kolon itik Mojosari Alabio jantan umur 10 minggu yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pemberian silase ransum komplit berbahan baku lokal pada itik Alabio Mojosari jantan tidak berpengaruh negatif terhadap bobot pankreas, jantung, limfe dan panjang duodenum serta kolon. Tetapi meningkatkan bobot hati, rempela, ginjal, empedu dan panjang jejenum, illeum serta seka.

Saran

(55)

UCAPAN TERIMA KASIH Assalamualaikum wr. wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. selaku dosen pembimbing utama skripsi dan Dr. Ir. M. Ridla, M.Agr. selaku dosen pembimbing anggota skripsi, serta Dr. Ir. Erika B. Laconi selaku dosen pembimbimng akademik atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi arahan serta masukkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nahrowi MSc. yang telah memberikan bantuan dana dalam penelitian ini. Orang tua tercinta yang penulis sayangi dan hormati (Mama dan Bapak) beserta keluarga besar dan adikku (Yasmin) yang tak pernah berhenti memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian, serta doa yang tak terhingga nilainya bagi penulis. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga besar INTP, serta semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Akhir kata, penulis ucapkan Wassalamualaikum wr. wb.

Bogor, Desember 2007

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M. R. dan Moss. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry, Cambridge, London.

Allaily. 2006. Kajian silase ransum komplit berbahan baku pakan lokal pada itik Mojosari Alabio jantan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Anggorodi. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Ternak Unggas. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Anggraeni. 1999. Pertumbuhan alometri dan tinjauan morfologi serabut otot dada (Muscullusm petoralis dan Muscullus supracoracorideus) pada itik dan entok Lokal. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan III. Lembaga Satu Gunung

Budi, KPP IPB, Bogor.

Assa, G.J.V. 1995. Pengaruh pemberian umbi kayu yang difermentasikan terhadap performan itik Tegal. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balai Penelitian Ternak. 2006. Pendatang baru penghasil telur itik Mojosari Alabio. Teknologi Balitnak. Unit Komersialisasi Teknologi Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

Bedbury, P.H. dan G.E. Duke. 1983. Caecal microflora of turkeys feed low and high fibre diets: enumeration, identification, and determination of cellulolitic activity.J. Poult. Sci 62(4): 675-682.

Bintang, I.A.K., A.P. Sinurat, T. Murtisari, T. Pasaribu, T. Purwadari dan T. Haryanti.1999. Penggunaan bungkil inti sawit dan produk fermentasinya dalam ransum itik sedang tumbuh, J. Ilmu Tern. dan Vet. 2(2):175-184.

Bintang, I.A.K. dan B. Tangendjaya. 1996. Kinerja anak itik jantan pada berbagai tingkat pemberian minyak sawit kasar. J. Ilmu Tern. dan Vet. 2(2) : 92-95. Blackly, J. dan Bade D. H. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Bolsen, K.K. 1985. New Technology in forage conservation feeding system. In : Proceeding of The XV International Grassland Congress. Pages 24-31.

Deyusma. 2004. Efektivitas pemberian feed additive alami pada ransum yang dibandingkan dengan penggunaan antibiotik terhadap organ dalam dan status kesehatan ayam pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dziuk, H.E. dan G.E. Duke. 1972. Cineradiographic studies of gastric motility in turkeys. Am. J. of Physiology 222(1): 159-166.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur Lokal
Gambar 1. Saluran Pencernaan Itik
Tabel 4. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Kontrol (komersil + dedak 50 %)
Tabel 6.Nilai pH Silase Perlakuan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan pemberian ransum yang mengandung ekstrak kunyit 0,04 ml dan 0,06 ml/kg berat badan berpengaruh nyata terhadap berat organ hati, sedangkan

(1) ransum perlakuan yang diberikan dengan kadar protein kasar yang berbeda yaitu 16, 18, 20, dan 22% tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, frekuensi denyut

Umur itik berpengaruh nyata (P&lt;0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, kenaikan bobot dan panjang organ pencernaan, bobot relatif serta pertumbuhan allometrik

Ransum perlakuan yang diberikan dengan kadar protein kasar yang berbeda yaitu 16, 18, 20, dan 22% tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, frekuensi

Disimpulkan bahwa penambahan tepung daun salam dalam ransum dapat digunakan sampai taraf 12% tidak mempengaruhi konsumsi ransum, bobot potong, bobot karkas dan organ dalam

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kunyit sampai dengan level 0,6% dalam ransum tidak mempengaruhi bobot karkas, persentase bagian

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kunyit sampai dengan level 0,6% dalam ransum tidak mempengaruhi bobot karkas, persentase bagian

Entok yang diberi ransum kontrol maupun yang diberi ransum perlakuan menghasilkan pertambahan bobot badan yang sama besarnya, jadi penggunaan tepung ampas tahu dalam ransum