PEMBUATAN TABLET HISAP SUSU KAMBING
DENGAN METODE GRANULASI BASAH
SKRIPSI NURJANAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
NURJANAH. D14201039. Pembuatan Tablet Hisap Susu Kambing dengan
Metode Granulasi Basah. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Sutriyo, M.Si., Apt
Susu kambing memiliki kelebihan dibandingkan susu sapi, tetapi masih terbatas daya terimanya terutama adanya bau yang kurang disukai oleh konsumen yaitu bau khas goaty. Diversifikasi produk susu kambing dalam bentuk tablet hisap merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya terima masyarakat terhadap susu kambing dan memberikan pilihan kepada masyarakat dalam mengkonsumsi susu kambing. Tablet hisap merupakan sediaan padat dengan bahan dasar manis yang akan larut secara perlahan-lahan di mulut.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari formulasi dan proses pembuatan tablet hisap susu kambing dengan metode granulasi basah. Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik susu kambing segar dan susu kambing bubuk, serta untuk memperoleh formula terbaik tablet hisap susu kambing berdasarkan bahan pengikat yang berbeda dengan mempertimbangkan kekerasan tablet. Hasil penelitian pendahuluan diaplikasikan dalam penelitian utama dengan memberikan kombinasi bahan pemanis tambahan dan bahan pengisi. Produk akhir yang dihasilkan dianalisis berdasarkan sifat fisik (laju alir, kompresibilitas, kekerasan, keregasan, keseragaman bobot dan keseragaman ukuran), sifat kimia (kadar air, abu, lemak dan protein) dan organoleptik.
Rancangan percobaan yang diterapkan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan 4 taraf perlakuan formula bahan (Formula A, B, C dan D) dan tiga kali ulangan. Hasil uji sifat fisik, kimia dan mutu hedonik dianalisis dengan ANOVA. Jika berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk menganalisis penerimaan Panelis (uji hedonik) terhadap tablet hisap yang dihasilkan. Jika hasil analisis memberikan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.
Hasil evaluasi terhadap granul dan tablet hisap susu kambing menunjukkan bahwa keempat formula tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap laju alir granul, kompresibilitas granul, kekerasan, keregasan, keseragaman bobot dan keseragaman ukuran tablet hisap. Analisis kimia menunjukkan keempat formula menghasilkan tablet hisap dengan kadar air, abu, lemak dan protein yang sama (P>0,05), tetapi kadar abu yang berbeda (P<0,05). Kadar abu formula A lebih rendah dari formula C dan D, tetapi tidak berbeda terhadap formula B.
Hasil evaluasi terhadap granul dan tablet hisap susu kambing dari keempat formula sesuai dengan karakteristik tablet hisap yang baik serta memenuhi persyaratan tablet menurut Farmakope Indonesia dan Wells (1987). Hasil uji hedonik dan mutu hedonik menunjukkan bahwa tablet hisap disukai oleh panelis.
ABSTRACT
Goat Milk Lozenges Production by Wet Granulation Method
Nurjanah, R. R. A. Maheswari, and Sutriyo
Goat milk consumption is still on the low rate, because of the typically aroma (goaty). Lozenges of goat milk is kind of goat milk diversification product which is aimed to raise its consumption by people. This experiment was aimed to study the process of goat milk lozenge formulation and production by wet granulation method which is palatable by people. The products were analyzed upon its physical properties (such as flow rate, compressibility, hardness, crush-ability, size and weight uniformity), chemical properties (like moisture, ash, fat and protein rate) and organoleptical properties. Completely Randomized Design was used in this experiment with four level formulations and three replications. The result showed that physical and chemical properties had no significant effect on moisture, fat and protein rate of goat milk lozenge, except for ash rate. Ash rate was singnificantly affected by fourth formula. The ash rate of formula A had no significant different with formula B, but it had significant different with formula C and D. Palatability of panelists on colour, aroma, texture, taste and general appearence had no significant different. The goat milk lozenges had meet the Indonesian Pharmacopoeia’s requirements and Wells (1987).
Keywords: goat milk, lozenge, wet granulation
PEMBUATAN TABLET HISAP SUSU KAMBING
DENGAN METODE GRANULASI BASAH
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Oleh : Nurjanah D14201039
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : PEMBUATAN TABLET HISAP SUSU KAMBING DENGAN METODE GRANULASI BASAH
Nama : Nurjanah NRP : D14201039
Menyetujui,
Pembimbing I
(Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA) NIP 131 671 595
Pembimbing II
(Sutriyo, M.Si., Apt) NIP 132 161 160
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc) NIP 131 624 188
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1983 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Enoh dan Ibu
Tati.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Kotabatu VIII Bogor pada
tahun 1989-1995, kemudian pendidikan dilanjutkan di SLTP Negeri 7 Bogor pada
tahun 1995-1998 dan pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 4 Bogor
dan lulus pada tahun 2001. Penulis pada tahun yang sama terdaftar sebagai
mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di
Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak (HIMAPROTER) sebagai staff
pengurus “Dairy Club” pada tahun 2002-2003 dan aktif dalam kegiatan olah raga
Bola Voli Fakultas Peternakan. Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa
kegiatan, antara lain Panitia Kontes Ayam Pelung Tingkat Nasional pada tahun 2003
dan berbagai kegiatan kepanitiaan dalam kegiatan-kegiatan di Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor serta menjadi Ketua Tim Program Kreatifitas Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Pembuatan Tablet Hisap Susu Kambing dengan
Metode Granulasi Basah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasullullah
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi penerusNya hingga
akhir zaman.
Skripsi ini membahas mengenai pembuatan tablet hisap susu kambing dengan
metode granulasi basah serta mengevaluasi karakteristik fisik, kimia dan
organoleptik tablet hisap yang dihasilkannya. Susu kambing diyakini banyak orang
memiliki khasiat bagi penderita penyakit degeneratif dan sangat potensial untuk
memperbaiki nutrisi karena tidak memiliki masalah lactose intolerance disamping
sebagai pangan alternatif untuk anak-anak. Sediaan padat dalam bentuk tablet hisap
akan mengurangi bau khas goaty dan memperpanjang umur simpan, sehingga dapat
meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap susu kambing. Metode granulasi
basah dipilih karena biasa digunakan dalam pembuatan tablet hisap untuk
memperbaiki laju alir bahan yang kurang baik. Formulasi secara tepat dari
bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap susu kambing akan menentukan
kualitas tablet hisap yang dihasilkan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni
sampai dengan Agustus 2005 dan dilaksanakan dibagian Ilmu Produksi Ternak
Perah, Fakultas Peternakan IPB, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan
Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor, Laboratorium Formulasi Tablet, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia dan Lembaga Farmasi Angkatan
Laut, Jakarta.
Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi dunia industri
pengolahan hasil ternak perah, terutama untuk pengembangan dan diversifikasi
olahan susu kambing. Kepada khalayak umum penulis sangat berharap bahwa
konsumsi susu dapat terus ditingkatkan dengan memanfaatkan produk segar maupun
olahan dari ternak perah lokal seperti kambing perah.
Bogor, Januari 2006
DAFTAR ISI
Komposisi Nutrisi Susu Kambing Segar ... 28
Komposisi Nutrisi Susu Kambing Skim Bubuk ... 29
Penelitian Utama ... 31
Evaluasi Granul Tablet Hisap Susu Kambing dengan Formula yang Berbeda ... 31
Evaluasi Tablet Hisap Susu Kambing ... 33
Komposisi Nutrisi Tablet Hisap Susu Kambing ... 37
Penilaian Organoleptik Tablet Hisap Susu Kambing ... 39
Uji Mutu Hedonik ... 39
Uji Hedonik ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
Kesimpulan ... 46
Saran ... 46
UCAPAN TERIMAKASIH ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perbandingan Komposisi Gizi Susu Kambing, Susu Sapi dan ASI
per 100 g ... 4
2. Jenis Tablet dan Penggunaannya ... 7
3. Formula Tablet Hisap dengan Bahan Pengikat yang Berbeda ... 19
4. Formula Tablet Hisap dengan Konsentrasi Pemanis yang Berbeda ... 22
5. Kriteria Kompresibilitas ... 25
6. Persentase Penyimpanan Bobot Rata-rata ... 26
7. Hasil Analisis Komposisi Nutrisi Susu Kambing Segar ... 28
8. Hasil Analisis Komposisi Nutrisi Susu Kambing Skim Bubuk ... 29
9. Hasil Evaluasi Granul Tablet Hisap Susu Kambing ... 32
10. Hasil Evaluasi Tablet Hisap Susu Kambing ... 33
11. Nilai Rataan Analisis Kimia Tablet Hisap Susu Kambing ... 37
12. Nilai Rataan Penilaian Mutu Hedonik Tablet Hisap Susu Kambing .... 40
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Skema Alur Penelitian Pembuatan Tablet Hisap Susu Kambing ... 18
2. Proses Pembuatan Tablet Hisap Susu Kambing dengan Metode Granulasi Basah ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Evaluasi Tablet Hisap Susu Kambing dengan Bahan Pengikat
yang Berbeda pada Penelitian Pendahuluan ... 53
2. Grafik Keseragaman Bobot dari 20 Tablet Hisap Susu Kambing pada Penelitian Utama ... 53
3. Data Hasil Pengukuran Keseragaman Ukuran Tebal Tablet Hisap Susu Kambing ... 55
4. Data Hasil Pengukuran Keseragaman Ukuran Diameter Tablet Hisap Susu Kambing ... 56
5. Sidik Ragam Nilai Kekerasan Tablet Hisap Susu Kambing pada Penelitian Pendahuluan ... 57
6. Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test terhadap Kekerasan Tablet Hisap Susu Kambing pada Penelitian Pendahuluan ... 57
7. Sidik Ragam Nilai Bobot Tablet Hisap Susu Kambing pada Penelitian Pendahuluan ... 57
8. Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test terhadap Bobot Tablet Hisap Susu Kambing pada Penelitian Pendahuluan ... 57
9. Sidik Ragam Nilai Laju Alir Tablet Hisap Susu Kambing ... 57
21. Sidik Ragam Uji Mutu Hedonik terhadap Warna Tablet Hisap Susu Kambing .. ... 59
23. Sidik Ragam Uji Mutu Hedonik terhadap Tekstur Tablet Hisap Susu
Kambing ... 59
24. Sidik Ragam Uji Mutu Hedonik terhadap Rasa Tablet Hisap Susu Kambing ... 60
25. Hasil Analisis Kruskal Wallis Warna Tablet Hisap Susu Kambing ... 60
26. Hasil Analisis Kruskal Wallis Aroma Tablet Hisap Susu Kambing ... 60
27. Hasil Analisis Kruskal Wallis Tekstur Tablet Hisap Susu Kambing .... 60
28. Hasil Analisis Kruskal Wallis Rasa Tablet Hisap Susu Kambing ... 61
29. Hasil Analisis Kruskal Wallis Penampakan Umum Tablet Hisap Susu Kambing ... 61
30. Format Uji Hedonik Tablet Hisap Susu Kambing ... 61
31. Format Uji Mutu Hedonik Tablet Hisap Susu Kambing ... 62
32. Foto (a) Granul dan (b) Tablet Hisap Susu Kambing ... 63
33. Foto Bahan-Bahan Pembuatan Tablet Hisap Susu Kambing ... 64
PENDAHULUAN Latar Belakang
Susu merupakan salah satu bahan pangan hewani yang seimbang karena
memiliki komponen-komponen gizi (lemak, vitamin, karbohidrat, protein) sehingga
sangat diperlukan tubuh. Data statistik peternakan menurut Direktorat Jenderal
Peternakan (2003), menunjukkan bahwa konsumsi susu segar Indonesia jauh lebih
tinggi (958.914 ton) dibandingkan dengan produksi susu nasional (577.523 ton).
Konsumsi susu tersebut masih rendah dan belum merata pada seluruh masyarakat,
yaitu 20 ml per kapita per hari (IDNC IDF, 2005). Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa Indonesia harus mengimpor susu (107.867 ton) untuk memenuhi permintaan
masyarakat. Pemanfaatan susu dari ternak perah lain, seperti kambing perah, perlu
ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan impor susu dari negara lain sehingga
diharapkan dapat menjaga devisa dalam negeri.
Susu kambing diketahui memiliki kelebihan dibandingkan dengan susu sapi
yaitu globula lemak susu kambing lebih kecil dan homogen, serta kandungan protein,
karbohidrat, mineral, vitamin dan proporsi asam lemak rantai pendek dan rantai
sedang yang lebih tinggi. Susu kambing diyakini banyak orang memiliki khasiat
sebagai pangan alternatif pada anak-anak, penderita berbagai penyakit degeneratif
dan sangat potensial untuk perbaikan nutrisi karena tidak memiliki masalah lactose
intolerance.
Banyak dari kalangan masyarakat dewasa ini mencari bentuk sediaan
(dosis form) pangan yang mudah dikonsumsi, mudah dibawa dan dapat digunakan
sewaktu-waktu. Susu dalam bentuk segar termasuk susu kambing memiliki umur
simpan yang terbatas sehingga memerlukan alat pendingin untuk mempertahankan
kualitasnya tetap baik. Upaya diversifikasi susu kambing salah satunya dengan
pembuatan tablet hisap merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur
simpan, memberikan pilihan kepada masyarakat dalam mengkonsumsi susu
kambing, aroma goaty sudah tidak terdapat lagi dan meningkatkan daya konsumsi
masyarakat terhadap susu kambing.
Pembuatan tablet hisap umumnya menggunakan metode granulasi basah
untuk mengatasi kendala laju alir dan kompresibilitas yang kurang baik. Tablet hisap
bahan dasar beraroma dan manis yang dapat memberi efek lokal pada mulut dan
tenggorokan. Oleh karena tablet hisap berada lama dalam mulut, maka rasa
merupakan faktor penting dalam memformulasi sediaan ini.
Penggunaan pemanis merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pemanis yang digunakan pada formula
tablet hisap susu kambing adalah aspartam, karena tidak menimbulkan rasa pahit
setelah rasa manisnya serta aman dan banyak digunakan pada pemanis makanan
karena tidak bersifat karsinogen. Penggunaan bahan pengisi sebagai contoh mannitol,
sangat penting untuk menghasilkan bentuk tablet yang diinginkan. Formulasi secara
tepat dari bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap susu kambing
akan menentukan kualitas produk dan daya terima konsumen.
Perumusan Masalah
Rendahnya produksi susu sapi di Indonesia dibandingkan dengan tingkat
konsumsinya yang lebih tinggi mengharuskan kita untuk mencari alternatif lain
sebagai sumber penghasil susu, antara lain dengan memanfaatkan potensi ternak
perah lain seperti kambing perah. Kendala kurang diterimanya susu kambing perah
oleh konsumen karena baunya yang khas, menuntut kita untuk menghasilkan
diversifikasi produk dari susu kambing yang dapat diterima konsumen, salah satunya
dalam bentuk tablet hisap. Produk tablet hisap banyak dipilih karena penggunaannya
yang praktis dan dapat dikonsumsi oleh semua konsumen. Kualitas tablet hisap
sangat dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan seperti bahan pengikat,
pemanis, pengisi dan pelincir. Penentuan formula yang sesuai dari bahan-bahan
tersebut sangat diperlukan untuk menghasilkan tablet hisap susu kambing dengan
kualitas fisik dan kimia yang baik sesuai ketentuan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia dalam Farmakope Indonesia dan diterima konsumen.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari formulasi dan proses
pembuatan tablet hisap susu kambing dengan metode granulasi basah serta
TINJAUAN PUSTAKA Susu Kambing dan Komposisi Kimia
Menurut Widodo (2003), susu adalah produk pangan kaya gizi dengan
kandungan laktosa, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu sebagai produk pangan
yang lengkap, sangat mudah mengalami kerusakan, khususnya akibat cemaran
mikroba. Berbagai proses pengolahan susu dilakukan dengan tujuan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyimpanan serta pengawetan susu. Proses pengolahan
tersebut diantaranya melibatkan pemanasan sebagai contoh pada pembuatan susu
bubuk, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi, fermentasi pada pembuatan yoghurt,
kefir, serta masih banyak proses yang lainnya.
Produksi susu sangat penting, sehingga di semua daerah berusaha untuk
menggalakkannya (Devendra dan Burns, 1994). Kambing di negara tropis
sebenarnya tidak pernah dipelihara khusus untuk diproduksi susunya. Kambing yang
umum diambil susunya untuk dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah kambing
Peranakan Etawah atau yang lebih dikenal dengan sebutan kambing PE. Menurut
Prasetyo (1992), kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Kacang
(lokal) dengan kambing Etawah atau Jamnapari (India). Kombinasi dari kedua
bangsa ini akan menghasilkan kambing yang ukurannya lebih besar dari kambing
Kacang dan memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan
yang kurang menguntungkan. Ciri-ciri spesifik kambing PE lebih kepada kambing
Etawah asal India, seperti masih adanya glambir, muka cembung, serta telinganya
panjang, lebar dan terkulai (Moeljanto dan Wiryanta, 2002). Produksi susu kambing
PE berkisar dari 0,498-0,692 liter per ekor per hari dengan produksi tertinggi dicapai
0,868 liter (Triwulaningsih, 1986).
Susu kambing, menurut Blakely dan Bade (1991), dibandingkan susu sapi,
mempunyai perbedaan, antara lain (1) warnanya lebih putih, (2) globula lemak susu
lebih kecil dan beremulsi dengan susu, (3) lemak susu kambing lebih mudah dicerna,
(4) curd protein lebih lunak, (5) mengandung mineral yang lebih tinggi dan (6) susu
kambing dapat diminum oleh orang yang alergi minum susu sapi dan orang-orang
yang mengalami berbagai gangguan pencernaan. Komposisi gizi susu kambing
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Gizi Susu Kambing, Susu Sapi dan ASI per 100 g
Bahan Kambing Sapi ASI
Air (g) 83-87,5 87,2 88,3
Karbohidrat (g) 4,6 4,7 6,9
Energi (Kkal) 67,0 66,0 69,1
Lemak (g) 4,0 - 7,3 3,7 4,4
Protein (g) 3,3 – 4,9 3,3 1,0
Ca (mg) 129 117 33
P (mg) 106 151 14
Fe (mg) 0,05 0,05 0,02
Vitamin A (IU) 185 138 240
Thiamin (mg) 0,04 0,03 0,01
Rhiboflavin (mg) 0,14 0,17 0,04
Niasin (mg) 0,30 0,08 0,20
Vitamin B12 (mg) 0,07 0,36 0,04
Sumber : Sutama (1997)
Menurut Devendra dan Burns (1994), sebagai sumber kalori, kandungan
protein susu kambing jauh lebih tinggi daripada susu manusia. Protein susu kambing
berbeda dari susu manusia dalam proporsi dan jenis, tetapi profil asam amino total
hampir serupa. Aliaga et al. (2003) menambahkan, kelarutan protein susu kambing
yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi menunjukkan bahwa kualitas susu kambing
lebih baik.
Susu sapi dapat digantikan dengan susu kambing karena terdapat beberapa
orang yang tidak cocok dalam mengkonsumsi susu sapi sehingga menyebabkan
alergi pada kulit yang sensitif (Marletta et al., 2004). Konsumsi susu kambing tidak
menyebabkan alergi, karena dalam susu kambing memiliki lapisan penahan protein
penyebab alergi dengan persentase yang tinggi. Protein yang berperan sebagai
penyebab alergi yaitu β-laktoglobulin (Park, 1993).
Lemak susu sangat menentukan flavor pada susu. Lemak susu yang terdapat
pada susu kambing berukuran 2,03-3,20 μm dengan rata-rata 2,57 μm (Singh et al.,
asam lemak tidak jenuh jamak dan trigliserida rantai sedang, yang diketahui
bermanfaat bagi kesehatan manusia khususnya kondisi kardiovaskuler. Susu
kambing memiliki persentase rantai pendek yang tinggi diantaranya adalah asam
lemak kaprat (10:0) (Barrionuevo et al., 2002). Komposisi asam lemak susu kambing
dapat berubah karena perbedaan pola pemberian pakan (Haenlein, 2004).
Susu kambing mengandung vitamin dalam jumlah memadai atau berlebih,
kecuali vitamin C, D, piridoksin dan asam folat (Devendra dan Burns, 1994). Susu
kambing tidak memiliki pigmen karoten dan hanya mengandung vitamin B6 dan B12
dalam jumlah kecil (Fehr dan Sauvant, 1980).
Ditinjau dari kandungan mineralnya, susu kambing merupakan sumber
kalsium dan fosfor yang sangat baik dengan kandungannya yang melebihi kebutuhan
bayi, tetapi tidak berpengaruh buruk. Jenness (1980) mengutip hasil kajian pada
anak-anak umur 6-13 tahun yang diberi makanan dasar yang sama dan diberi
tambahan 0,964 liter susu kambing atau susu sapi. Kedua kelompok tumbuh dengan
sangat baik, tetapi anak yang diberi susu kambing mengungguli kelompok susu sapi
dalam hal mineralisasi pertulangan, kandungan vitamin A dalam plasma darah serta
kalsium serum, dan konsentrasi hemoglobin yang sedikit lebih tinggi (Devendra dan
Burns, 1994). Susu kambing diyakini banyak orang memiliki khasiat menyembuhkan
penyakit jaundie (sakit kuning), asma, lelah, eksim (penyakit kulit), migrain (sakit
kepala), bronchitis, TBC, asam urat, impotensi dan darah tinggi (Tambing, 2004).
Tablet
Tablet berasal dari kata tabuletta yaitu piring pipih atau papan tipis. Beberapa
Farmakope Indonesia dijumpai penandaan tablet sebagai kompresi (comprimere =
dicetak bersama), juga sebagai komprimat yang menunjukkan cara pembuatannya.
Tablet adalah sediaan obat padat takaran tunggal yang dicetak dari serbuk kering,
kristal atau granul dan umumnya dengan penambahan bahan pembantu.
Pembuatannya menggunakan mesin yang sesuai dengan suatu tekanan tinggi
(Voigt, 1994). Definisi tablet, menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan padat
kompak, yang dibuat secara kempa, cetak, dalam bentuk tabung, pipih atau sirkuler,
kedua permukaannya cembung atau rata, mengandung satu jenis obat atau lebih
sebagai zat pengisi, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
Sediaan tablet, menurut Lachman et al. (1994), memiliki beberapa
keuntungan, yaitu (1) merupakan salah satu bentuk sediaan padat yang memberikan
ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang cukup rendah, (2) biaya
pembuatannya rendah, (3) mempunyai bentuk sediaan oral yang ringan dan kompak,
(4) berupa bentuk sediaan yang mudah untuk dikemas serta dikirim, (5) pemberian
tanda pengenal produk pada tablet mudah dan murah, (6) merupakan bentuk sediaan
oral yang mudah untuk diproduksi secara besar-besaran, dan (7) memiliki sifat
pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik. Sediaan
ini juga mempunyai beberapa kerugian yaitu (1) beberapa obat tidak dapat dikempa
menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi atau
rendahnya berat jenis, (2) obat yang sukar dibasahkan dan lambat melarut sukar
diformulasi dalam bentuk tablet dan (3) obat yang rasanya pahit, baunya tidak dapat
dihilangkan, peka terhadap oksigen atau kelembaban udara memerlukan
pengapsulan, penyelubungan atau penyalutan.
Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat-obat secara oral, dan
kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa
dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis (Ansel, 1989). Tablet dapat memiliki
bentuk silinder, kubus, batang, cakram, juga bentuk seperti telur atau peluru. Panjang
garis tengah tablet umumnya 5-17 mm, dengan bobot 0,1-1 g (Voigt, 1994).
Tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya
hancur dan aspek lainnya yang tergantung pada cara pemakaian dan metode
pembuatannya. Jenis tablet dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Bahan Pembantu Penyusun Tablet
Hampir semua tablet memerlukan zat tambahan untuk memperoleh sifat fisik
dan mekanik sehingga mempermudah proses pembuatan tablet dengan kualitas yang
baik. Menurut Voigt (1994), bahan pembantu sebaiknya meningkatkan sifat aliran
dan kemampuan ikatan dalam pencetakan serbuk dan untuk mengarahkan kepada
daya tahan pressling. Bahan pembantu tablet harus inert, tidak berbau, tidak berasa
zat aktif menurut Lachman et al. (1994), biasanya terdiri atas satu atau lebih zat-zat
yang berfungsi sebagai : (1) pengisi, (2) pengikat, (3) penghancur dan (4) pelincir.
Tabel 2. Jenis Tablet dan Penggunaannya
Kelompok Resorpsi, kerja lokal Jenis tablet
Tablet per oral Saluran pencernaan makanan Tablet (umum) Tablet kunyah Tablet oral Rongga mulut ruang rahang, Tablet hisap
Di bawah lidah Tablet sublingual Pada kantung pipi Tablet bukal Tablet parental Pembuluh, otot, jaringan
di bawah kulit
Tablet injeksi
Jaringan di bawah kulit Tablet implantasi Tablet untuk penggunaan luar Permukaan tubuh dan
Lubang-lubang tubuh
Bahan Pengisi (Filler). Pengisi diperlukan bila formula tidak cukup untuk membuat
bulk. Pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi, sehingga
bahan dapat dikempa langsung atau untuk meningkatkan daya alir granul. Sifat-sifat
yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan pengisi antara lain harus non-toksis,
tersedia dalam jumlah yang cukup (mudah didapatkan), murah, netral/inert, stabil
secara fisik dan kimia, bebas dari mikroba, serta tidak mengganggu warna tablet
(Lachman et al., 1994). Bahan pengisi juga dapat digunakan dengan tujuan untuk
mencapai bobot tablet dan volume yang diinginkan. Beberapa bahan tambahan yang
umum digunakan sebagai bahan pengisi untuk sediaan tablet antara lain : laktosa,
sukrosa, dekstrosa, mannitol, sorbitol, pati dan kalsium karbonat (Bandelin, 1989).
Mannitol telah lama digunakan dalam makanan dan produk obat-obatan.
Mannitol sering digunakan dalam permen karet untuk mencegah gum merekat pada
Adakalanya mannitol digunakan sebagai platicizer yaitu untuk membantu
memperbaiki tekstur yang lembut dari gum. Mannitol mempunyai titik leleh yang
tinggi (165-169°C), sering digunakan sebagai flavouring agent pelapisan cokelat, es
krim, dan manisan. Fungsinya sebagai bahan pengisi dalam tablet sudah tidak
diragukan lagi. Mannitol lebih terasa manfaatnya saat digunakan dalam tablet kunyah
atau hisap, dengan intensitas kemanisannya 0,7 kali gula (Rohdiana, 2003).
Bahan Pengikat (Binder). Kelompok bahan pembantu ini bertanggung jawab terhadap kekompakan dan daya tahan tablet melalui penyatuan bersama partikel
serbuk dalam sebuah butir granulat. Kekompakan sebuah tablet dapat juga
dipengaruhi oleh tekanan pencetakan (Voigt, 1994). Tipe dan konsentrasi bahan
pengikat berpengaruh terhadap kekuatan intergranul, yang merupakan kekuatan
pengikat antar granul. Peningkatan kekompakan masing-masing partikel akan terjadi
dengan cara saling mengikat satu sama lain dari permukaan butir granulat yang
bergerigi (Lieberman et al., 1989). Beberapa bahan tambahan yang umum digunakan
sebagai bahan pengikat untuk sediaan tablet antara lain : akasia (2-5%), turunan
selulosa (1-5%), gelatin (1-5%), gelatin-akasia (2-5%), glukosa (2-2,5%),
polivinilpirolidon (2-5%), pasta amilum (1-5%), sukrosa (2-25%), sorbitol (2-10),
tragakan (1-4%), dan Na Alginat (2-5%).
Bahan Anti Lekat, Pelincir dan Pelicin (Antiadherent, Glidant dan Lubricant). Menurut Lachman et al. (1994), bahan-bahan ini biasanya memiliki fungsi yang
tumpang tindih. Suatu bahan pelicin memiliki sifat-sifat pelincir dan anti lekat. Talk,
amilum jagung, kalsium atau magnesium stearat, polietilen glikol, serta
derivat-derivat silika merupakan bahan pelicin yang baik. Bahan-bahan ini juga memiliki
kemampuan yang baik sebagai pelumas dan pelincir. Routthauser et al. (1998)
menambahkan, salah satu masalah utama dalam pembuatan tablet adalah pelincir.
Pelincir yang paling efektif yang telah diketahui adalah garam-garam Mg dan Ca dari
asam lemak seperti asam stearat.
Perbedaan pelincir, anti lekat dan pelicin yaitu : suatu pelincir diharapkan
dapat mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan die, pada saat tablet ditekan
ke luar. Anti lekat bertujuan mengurangi melengketnya bahan-bahan sehingga
memperbaiki aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan diantara
partikel-partikel.
Bahan Pewarna. Penggunaan zat warna dalam tablet telah memberikan tiga keuntungan yaitu menutupi warna obat yang kurang baik, identifikasi hasil produksi
dan membuat suatu produk menjadi lebih menarik. Larutan zat warna diserap pada
suatu oksida yang dapat menarik air dan biasanya dipergunakan sebagai pewarnaan
dalam bentuk serbuk kering. Zat warna yang larut dalam air, zat warna pastel
biasanya memperlihatkan warna yang tidak merata. Bila digunakan pada granulasi
basah, harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah pemudaran warna selama
pengeringan. Pada tablet yang diwarnai, formulasi sebaiknya diperiksa untuk
mencegah perubahan warna karena pengaruh cahaya (Banker danAnderson, 1994).
Bahan Pemberi Rasa. Menurut Lachman et al. ( 1994), zat pemberi rasa biasanya dibatasi pada tablet kunyah atau tablet lainnya yang ditujukan untuk larut di dalam
mulut. Umumnya, zat pemberi rasa yang larut di dalam air jarang dipakai dalam
pembuatan tablet oleh karena stabilitasnya kurang baik.
Bahan Pemanis. Penggunaan pemanis dibatasi terutama pada tablet yang dikunyah untuk mengurangi penggunaan gula didalam tablet. Menurut Dewi (1986),
karakteristik bahan pemanis ideal antara lain : (1) kemanisan minimal sama dengan
sukrosa, (2) tidak berwarna, (3) dapat larut dalam air, (4) komposisinya stabil,
(5) dapat dimetabolisme secara normal, (6) secara ekonomis layak, (7) tidak beracun,
(8) tidak menimbulkan karies pada gigi, (9) tidak menambah kalori pada diet dan
(10) memiliki sifat-sifat dan fungsi lain untuk makanan dan minuman. Dewasa ini
dikenal beberapa jenis gula buatan yang lebih tepat dikenal sebagai bahan pemanis,
karena mempunyai sifat lebih manis dari gula tetapi bukan karbohidrat dan tidak
berkalori. Tujuan mula-mula pemakaian bahan pemanis secara umum adalah untuk
memperbaiki flavour (rasa dan bau) bahan makanan, sehingga rasa manis yang
timbul dapat meningkatkan kelezatan. Kegunaan lain dari pemanis, yaitu dapat
memperbaiki tekstur bahan makanan misalnya dengan meningkatkan kekentalan,
menambah bobot rasa, meningkatkan mouth feel dan sebagainya.
Aspartam merupakan senyawa metil ester dipeptida yang tersusun oleh
tahun 1965. Aspartam terdiri atas asam-asam amino yang mengalami metabolisme
dalam tubuh seperti halnya asam amino dari protein umumnya. Aspartam memiliki
rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula alamiah dan tidak
memiliki rasa ikutan yang biasa terdapat pada bahan pemanis buatan.
Pembuatan Tablet
Berdasarkan metode pembuatannya, tablet dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak adalah tablet yang dibuat dengan cara
menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan.
Tablet kempa adalah tablet yang dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul dengan menggunakan cetakan baja. Tablet cetak dibuat dari
campuran bahan obat dan bahan pengisi, umumnya mengandung laktosa dan serbuk
sukrosa dalam berbagai perbandingan. Tablet kempa menurut Farmakope Indonesia
IV mengandung zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur,
lubrikan, bahkan warna dan lak (bahan warna yang diadsorpsikan pada aluminium
hidroksida yang tidak larut) yang diizinkan, juga pengaroma dan bahan pemanis
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Tablet dapat dibuat dengan tiga
cara, yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung (Ansel, 1989).
Metode Granulasi Basah. Metode granulasi basah adalah metode yang paling tua dan masih banyak dipakai. Metode ini digunakan bila bahan obat tidak dapat dicetak
langsung, misalnya : karena sifat kohesif, sifat kompresibilitas, dan sifat aliran yang
kurang baik sementara dosisnya besar, serta memerlukan penambahan pewarna
dalam bentuk larutan sehingga dibutuhkan bahan pengikat. Menurut Lieberman et al.
(1989), metode ini sering digunakan dalam pembuatan tablet konvensional. Bahan
yang akan dicetak dilembabkan dengan larutan pengikat, sehingga serbuk terikat
bersama dan terasa seperti tanah yang lembab. Serbuk tersebut dikeringkan
menggunakan oven, setelah kering ukuran diperkecil dengan granulator atau
pengayakan dan siap untuk dicetak.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode
granulasi basah dapat dibagi sebagai berikut (1) menghaluskan bahan aktif dan
bahan tambahan (milling), (2) mencampur komponen formula tablet yang sudah
dihaluskan (premixing), (3) membuat larutan pengikat/mucilago (binder), (4)
(wetmixing), (5) mengayak massa basah dengan ayakan kasar ukuran 6-12 mesh
(sifting 1), (6) mengeringkan granul basah (drying), (7) mengayak granul kering,
(8) mencampur granul kering dengan fase luar (penghancur dan pelincir) (final
mixing) dan (9) pencetakan tablet (compression).
Metode Granulasi Kering. Menurut Voigt (1994), granulasi kering ditandai sebagai briketasi atau kompaktasi. Cara ini sangat tepat untuk pembuatan tablet
zat-zat peka suhu atau bahan obat, yang tidak stabil dengan adanya air. Obat dan
bahan pembantu dicetak lebih dulu, artinya mula-mula dibuat tablet yang cukup
besar, yang massanya tidak ditetapkan. Menurut Ansel (1989), pada metode
granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembapan atau penambahan bahan pengikat
ke dalam campuran serbuk obat, dengan cara memadatkan masa yang jumlahnya
besar dari campuran serbuk dan setelah itu memecahkannya menjadi granul yang
lebih kecil. Metode ini, baik bahan aktif maupun pengisi harus memiliki sifat kohesif
supaya masa yang jumlahnya besar dapat dibentuk. Langkah-langkah pembuatan
tablet dengan metode granulasi kering dibagi sebagai berikut : (1) menghaluskan
bahan aktif dan bahan tambahan, (2) mencampur komponen formula tablet yang
sudah dihaluskan, (3) mencetak menjadi tablet besar dan keras (slugging),
(4) pengayakan slugg menjadi granul, (5) mencampur granul dengan fase luar
(penghancur dan pelincir ) dan (6) pencetakan tablet.
Metode Cetak langsung. Cetak langsung merupakan proses pembuatan tablet dengan cara massa tablet dikempa secara langsung tanpa melalui proses granulasi
basah maupun granulasi kering. Metode ini lebih ekonomis dan bisa digunakan pada
obat yang peka terhadap kondisi lembab dan panas. Namun, hanya sedikit bahan obat
yang dapat dicetak langsung tanpa penambahan bahan pembantu. Ketersediaan
bahan pembantu baru atau modifikasi dari bahan pendukung yang ada khususnya
bahan pengisi dan pengikat membuat cara cetak langsung harus lebih memiliki sifat
alir dan kompresibilitas yang baik (Ansel, 1989).
Proses pencampuran merupakan salah satu proses penting dalam pembuatan
tablet. Pencampuran berfungsi untuk memungkinkan tercapai homogenitas campuran
dari semua bahan yang digunakan. Menurut Voigt (1994), prinsip dasar
pencampuran terletak pada penyusupan partikel bahan yang satu diantara partikel
demikian, pencampuran yang berlangsung lama tidak menjamin tercapainya
homogenitas ideal yang dikehendaki, sebab proses pencampuran maupun proses
pemisahan pada saat yang sama berlangsung secara kompetitif dan tetap.
Penambahan larutan pengikat pada pembentukan granul terjadi dalam empat
tahap yaitu tahap pendular, kapilar, funikular dan tetes. Penambahan larutan pengikat
kedalam campuran harus disesuaikan sampai terbentuk massa yang konsistensinya
dapat dikepal. Menurut Lachman et al. (1994), cairan mempunyai peranan yang
penting pada proses granulasi. Jembatan cair terbentuk diantara partikel-partikel dan
kekuatan daya rentang dan ikatan ini akan meningkat bila jumlah cairan yang
ditambah meningkat. Gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting
pada awal pembentukan granul serta kekuatannya. Cara yang paling mudah untuk
menentukan titik akhir adalah dengan menekan massa pada telapak tangan, bila
remuk dengan tekanan, maka campuran itu sudah siap untuk menjalani proses
berikutnya yaitu pengayakan basah.
Menurut Voigt (1994), pengeringan diartikan sebagai hilangnya air atau
hilangnya pelarut organik. Tujuan pengeringan dapat dicapai apabila bahan berada
pada kondisi yang sesuai yaitu pada luas permukaan yang tinggi sehingga bahan
yang dikeringkan dalam bentuk lapisan yang tipis. Suhu pengeringan yang digunakan
pada pengeringan granul adalah 40°C selama 2 jam. Pengeringan umumnya
menjamin stabilitas zat menjadi lebih baik, karena dalam kondisi kering tidak terjadi
reaksi penguraian secara kimia maupun mikrobiologi, tetapi apabila terjadi
penguraian itu akan berlangsung lambat.
Tablet Hisap (Lozenges)
Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat, umumnya dengan bahan beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet
melarut atau hancur perlahan dalam mulut. Tablet dibuat dengan cara tuang (dengan
bahan dasar gelatin atau sukrosa yang dilelehkan atau sorbitol) atau dengan cara
kempa menggunakan bahan dasar gula. Tablet hisap tuang kadang-kadang disebut
pastiles, tablet hisap kempa disebut troches. Menurut Farmakope Indonesia IV
Tablet umumnya ditujukan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau
tenggorokan, tetapi dapat juga mengandung bahan aktif yang ditujukan untuk
Tablet ini dirancang agar tidak mengalami kehancuran di dalam mulut, tetapi terkikis
secara perlahan-lahan dalam waktu 30 menit atau kurang (Banker dan Anderson,
1994).
Metode Pembuatan Tablet Hisap Cara Tuang
Bahan dasar yang digunakan adalah gelatin atau sukrosa yang dilelehkan atau
sorbitol. Bahan obat yang tahan panas dapat dibuat menjadi tablet hisap permen gula
yang keras dengan mesin pembuat permen yang prosesnya berlangsung dalam
keadaan hangat. Sirup wangi dengan konsentrasi tinggi umum digunakan sebagai
bahan dasar, lalu dibentuk tablet hisap dengan mencetak dan mengeringkan. Tablet
hisap dengan dasar kembang gula memiliki rasa yang manis dan penampilan menarik
(Ansel 1989).
Menurut Lieberman et al. (1989), proses pembuatan tablet hisap dengan
bahan dasar kembang gula yang dileburkan, kriteria berikut harus diperhitungkan,
yaitu :
1) temperatur yang tinggi (135-150°C) untuk menghasilkan kadar air dan penyiapan
kembang gula yang akan dileburkan; dan
2) diperlukan bahan yang khusus untuk pembuatan tablet hisap dengan metode ini.
Peralatan untuk membuat tablet hisap dengan bahan dasar kembang gula yang
dileburkan memerlukan peralatan seperti dalam pembuatan gula.
Basis kembang gula ini paling banyak digunakan karena dapat bekerja
melalui kontak langsung pada mukosa membran untuk pemakaian oral dengan
melarutkan bahan obat secara perlahan ke dalam mulut (Lieberman, 1989).
Cara Kempa
Metode pengempaan merupakan metode alternatif bila salah satu kriteria
untuk metode peleburan tidak terpenuhi, karena cara ini lebih sederhana
pembuatannya. Tablet hisap yang dibuat dengan cara ini biasa disebut troches.
Tablet hisap dengan metode pengempaan dapat disiapkan dengan cara
granulasi basah maupun proses pencetakan langsung. Tablet dibuat dengan kompresi
menggunakan mesin tablet berpunch besar dan datar. Mesin dijalankan pada derajat
tekanan yang tinggi, untuk menghasilkan tablet hisap yang keras dari tablet biasa,
Penilaian Organoleptik
Penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan metode penilaian
yang sering digunakan karena dapat dilaksanakan secara cepat dan langsung.
Penerapan penilaian organoleptik dalam praktek nyata disebut uji organoleptik yang
dilakukan dengan prosedur tertentu. Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan
dan telah dijadikan alat penilaian dalam laboratorium. Penilaian organoleptik sering
digunakan sebagai metoda dalam penelitian dan pengembangan produk pangan
(Soekarto, 1981). Prosedur penilaian memerlukan pembakuan baik dalam cara
penginderaan maupun dalam melakukan analisis data.
Pada uji organoleptik, indera yang berperan dalam pengujian ialah indera
penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Indera yang paling
umum digunakan untuk penilaian penerimaaan suatu makanan yaitu pencicipan dan
penglihatan, kemudian disusul perasa atau peraba. Selain itu untuk melakukan uji
organoleptik diperlukan panelis (orang yang menjadi anggota panel). Panelis dapat
dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu panelis terbatas, panelis terlatih,
panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih dan panelis konsumen. Panelis dalam uji
hedonik diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidak
sukaan dan juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini
disebut skala hedonik. Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak
menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dari Juni sampai dengan
Agustus 2005. Penelitian dilakukan dibagian Ilmu Produksi Ternak Perah,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium
Formulasi Tablet, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia dan Lembaga Farmasi Angkatan Laut, Jakarta.
Materi
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing PE
beku yang diperoleh dari Daya Mitra Primata. Bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan tablet hisap adalah bahan pengisi (mannitol), bahan pengikat
polivinilpirolidon (PVP), Hidroksipropil metilselulosa (HPMC), khitosan dan
amilum, aquades, alkohol, Mg stearat dan talk yang diperoleh dari Laboratorium
Farmasi Universitas Indonesia, aspartam dan asam asetat diperoleh dari toko kimia di
wilayah Bogor. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian sifat kimia adalah
larutan NaOH 30%, HCl 0,01 N, H2SO4 pekat 91-92%, batu didih, asam borat 2%, heksana, SeO2, K2SO4, CuSO4.5H2Odan indikator phenolptalin
Peralatan yang digunakan adalah panci, kompor listrik, sendok pengaduk,
separator, eksikator, corong, kertas saring, labu erlenmeyer, centrifuge, buret,
cawan, tanur listrik, alat penyuling, labu Kjedahl 100 ml, pipet, labu soxhlet, kapas
bebas lemak, spray dryer merek Buche tipe B-190, mesin cetak tablet (Erweka),
hardness tester (Erweka TBH 28), friability tester (Erweka TAR), oven, flowmeter
(Erweke GDT), bulk density tester, timbangan analitik dengan ketelitian 0,001 g
(EB-330H), jangka sorong, gelas piala dan ayakan (12 dan 20 mesh).
Rancangan Perlakuan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat taraf perlakuan formula bahan
Model
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini :
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij = hasil pengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j
μ = nilai rataan umum
τi = pengaruh formula ke-i
ε = galat percobaan akibat pada ulangan ke-j dari perlakuan ke-i
i = A, B, C dan D
j = ulangan (1, 2 dan 3)
Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik, kimia dan
organoleptik. Sifat fisik yang diuji meliputi evaluasi granul (laju alir dan
kompresibilitas) dan evaluasi tablet (kekerasan, keregasan, keseragaman bobot dan
keseragaman ukuran). Sifat kimia yang diuji terdiri atas kadar air, abu, lemak dan
protein. Uji organoleptik meliputi uji mutu hedonik terhadap warna, aroma, tekstur
dan rasa. Uji hedonik dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan
penampakan umum.
Analisis Data
Data sifat fisik, kimia dan organoleptik (uji mutu hedonik) yang diperoleh
dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA). Jika perlakuan
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peubah yang diukur, maka akan dilanjutkan
dengan uji peringkat berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk
mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut (Steel dan Torrie, 1995).
Uji hedonik dianalisis secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal
Wallis dan jika hasilnya berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji banding rataan
ranking (Mean Comparison Rank Test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan:
Ri = Rataan rangking pada perlakuan ke-i Rj = Rataan rangking pada perlakuan ke-j
Zα = Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (α=0,05 dan α=0,01)
Ν = Jumlah total pengamatan (jumlah panelis x jumlah sampel)
K = Jumlah taraf dalam perlakuan (1, 2, 3 dan 4)
Jika nilai Ri-Rj > Zα [ Κ (Ν+1) /6 ]0,5 , maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan
berbeda nyata pada taraf α.
Z pada 0,05 = 1,64
Z pada 0,01 = 2,33
Prosedur
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (a)
penentuan karakteristik kimia susu kambing segar, (b) penentuan karakteristik kimia
susu skim bubuk dan (c) pembuatan produk untuk mendapatkan formula terpilih.
Penelitian utama melakukan pembuatan produk berdasarkan formula terpilih yang
diperoleh dari penelitian pendahuluan.
Tujuan penelitian pendahuluan yaitu untuk memperoleh formula tablet hisap
susu kambing terpilih berdasarkan bahan pengikat yang berbeda. Formula terbaik
dinilai dengan mempertimbangkan kekerasan tablet yang dihasilkan. Penelitian
utama bertujuan untuk mengaplikasikan formula terpilih dengan kombinasi pemanis
tambahan dan bahan pengisi. Skema alur penelitian tablet hisap disajikan pada
Gambar 1.
Penelitian Pendahuluan
Mutu bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap susu kambing
sangat penting untuk menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan. Mengacu pada
metode penelitian yang dilakukan Said (2005), penelitian diawali dengan pengujian
kualitas susu kambing segar meliputi kadar air, abu, lemak dan protein. Susu
kambing selanjutnya dipanaskan sampai dengan suhu 40°C, diseparasi hingga
diperoleh kadar lemak kurang dari 1%, kemudian susu kambing skim dikeringkan
Gambar 1. Skema Alur Penelitian Pembuatan Tablet Hisap Susu Kambing
- mannitol (52; 51,96; 51,92 dan 51,88%) - aspartam (0; 0,02; 0,04 dan 0,06%)
Formula 3 (Formula A, B, C dan D)
Tablet hisap susu kambing
•Sifat fisik tablet (kekerasan, keregasan, keseragaman ukuran dan keseragaman bobot)
•Sifat kimia ( kadar air, abu, lemak dan prorein)
Susu kambing skim bubuk yang dihasilkan diuji kualitasnya meliputi : kadar
air, abu, lemak dan protein. Susu bubuk yang telah dihasilkan selanjutnya digunakan
sebagai bahan baku dalam formula untuk memperoleh formula yang terbaik
berdasarkan perbedaan bahan pengikat. Massa tablet dicetak dengan mesin pencetak
tablet dengan bobot tiap tablet 200 mg. Formula tablet hisap susu kambing dengan
bahan pengikat yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Formula Tablet Hisap dengan Bahan Pengikat yang Berbeda
Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4
-(%)- -(mg)- -(%)- -(mg)- -(%)- -(mg)- -(%)-
-(mg)-Susu kambing 65 130 65 130 65 130 65 130
Mannitol 25,98 51,96 25,98 51,96 25,98 51,96 25,98 51,96
Aspartam 0,02 0,04 0,02 0,04 0,02 0,04 0,02 0,04
Amilum 5 10 - - -
Khitosan - - 5 10 - - - -
HPMC - - - - 5 10 - -
PVP - - - 5 10
Talk 3 6 3 6 3 6 3 6
Mg Stearat 1 2 1 2 1 2 1 2
Total 100 200 100 200 100 200 100 200
Bahan Penyusun Tablet Hisap Susu Kambing. Komposisi setiap formula terdiri atas bahan aktif susu kambing skim bubuk, mannitol sebagai pengisi, aspartam
sebagai pemanis tambahan, HPMC sebagai pengikat, talk dan Mg stearat sebagai
pelicin (lubrikan), pelincir (glidan) dan anti lekat (antiadherent). Mannitol banyak
digunakan sebagai pengisi karena mempunyai kompresibilitas yang baik, tidak
bersifat higroskopis sehingga massa tablet yang agak lembab akibat bahan aktif susu
bubuk skim tidak bertambah lembab, dan memiliki mouth feel yang enak. Mannitol
selain berfungsi sebagai pengisi dapat juga berfungsi sebagai pemanis, walaupun
tingkat kemanisan mannitol menurut Salminen et al. (1990), hanya 0,4-0,5 dari
sukrosa.
Aspartam dipilih sebagai pemanis karena mempunyai tingkat kemanisan yang
tinggi, seperti yang diungkapkan Rohdiana (2004). Aspartam memiliki daya
karena rasa manis yang ditimbulkannya sangat mirip dengan gula. Kemanisan yang
tinggi pada aspartam tidak setinggi sukrosa, tetapi penggunaan aspartam akan lebih
murah dibandingkan dengan sukrosa. Jumlah aspartam yang digunakan pada
penelitian ini mengacu Badan Pengawas Obat dan Makanan (2004) yaitu maksimal
0,06%.
Pemilihan HPMC sebagai pengikat, karena penggunaannya tidak
memerlukan konsentrasi yang besar (2-5%) untuk memberikan daya ikat yang baik
dan memiliki tingkat viskositas yang seragam sehingga dapat disesuaikan dengan
fungsinya. Talk digunakan sebagai bahan pelincir (glidant) dan anti lekat
(antiadherent) karena dapat meningkatkan daya alir granul. Penggunaan Mg stearat
sebagai pelicin (lubricant) karena sifat spesifiknya yang berminyak saat disentuh,
sehingga adanya sifat tersebut gesekan antara massa tablet dan alat cetak dapat
dikurangi.
Pembuatan Tablet Hisap Susu kambing. Pembuatan tablet hisap susu kambing dilakukan dengan menggunakan metode granulasi basah (Gambar 2). Susu kambing
skim bubuk ditambah mannitol dan aspartam, lalu diaduk sampai homogen. Bila
massa telah homogen kemudian ditambahkan larutan pengikat (amilum/kitosan/PVP
/HPMC) sedikit demi sedikit hingga terbentuk massa yang dapat dikepal. Hasil
pencampuran awal diayak dengan menggunakan ayakan 12 mesh, kemudian
dikeringkan di dalam oven pada suhu 40°C selama 2 jam. Massa yang kering
kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 20 mesh sampai dihasilkan granul.
Granul yang dihasilkan ditimbang, kemudian ditambah talk dan Mg stearat
masing-masing 3% dan 1% terhadap bobot granul, lalu diaduk sampai homogen. Granul
yang telah homogen diuji terlebih dahulu meliputi laju alir, kemudian dicetak
menjadi tablet.
Pada keempat formula tersebut dilakukan pengujian terhadap sifat fisik tablet
(evaluasi tablet) yaitu kekerasan, keregasan, keseragaman bobot dan keseragaman
ukuran. Berdasarkan sifat fisik kekerasan tablet hisap susu kambing yang dihasilkan,
V-Blend Lubricant & Externaldisintegrate (talk dan Mg stearat)
(In Process Control)
- Kekerasan - Keregasan
- Keseragaman ukuran Evaluasi granul (laju alir dan kompresiblitas) - Keseragaman bobot
Gambar 2. Proses Pembuatan Tablet Hisap Susu Kambing dengan Metode Granulasi Basah
Sumber : Lieberman et al. (1989)
Compression Tablet
Evaluasi : Final
mixing (20 mesh) Sifting 2
Drying
(40°C)
Fluid Bed Dryer
Bulk Milling Premixing Sifting 1
(12 mesh)
Wetmixing
Binder solution (HPMC)
Ballmill
V-Blend
Planetary Mixer drug, filler, internal
disintegrant (Susu bubuk, mannitol
Penelitian Utama
Pembuatan tablet hisap susu kambing selanjutnya dilakukan dengan
mengaplikasikan formula terpilih (Formula 3) dengan kombinasi bahan pemanis
tambahan (aspartam) dan bahan pengisi (mannitol). Kombinasi tersebut bertujuan
untuk menjaga kualitas organoleptik tablet hisap susu kambing, khususnya dari segi
rasa. Penggunaan aspartam digunakan dari konsentrasi terkecil 0% sampai dengan
batas maksimum penggunaan yaitu 0,06%. Formula tablet dibuat dalam empat
formula yakni formula A, B, C dan D. Formula selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Formula Tablet Hisap dengan Konsentrasi Pemanis yang Berbeda
Bahan -(%)- -(mg)-Formula A -(%)-Formula B -(mg)- -(%)-Formula C -(mg)- -(%)- Formula D
-(mg)-Susu kambing 65 130 65 130 65 130 65 130
Mannitol 26 52 25,98 51,96 25,96 51,92 25,94 51,88
Aspartam 0 0 0,02 0,04 0,04 0,08 0,06 0,12
HPMC 5 10 5 10 5 10 5 10
Talk 3 6 3 6 3 6 3 6
Mg Stearat 1 2 1 2 1 2 1 2
Total 100 200 100 200 100 200 100 200
Tablet hisap kemudian akan diuji kualitasnya meliputi sifat fisik granul (laju
alir dan kompresibilitas), sifat fisik tablet (kekerasan, keregasan, keseragaman bobot
dan keseragaman ukuran), sifat kimia (kadar air, abu, kadar lemak dan kadar protein)
dan organoleptik (mutu hedonik dan hedonik).
Prosedur Analisa Sifat Kimia
Kadar Air sesuai SNI 01-2891-1992 (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Cawan kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 30 menit dan
didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 3 g dimasukkan
ke dalam cawan, selanjutnya dikeringkan dalam oven 105°C selama 6 jam hingga
beratnya konstan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :
w
Keterangan :
w = bobot sampel awal - bobot sampel akhir
w1 = bobot sampel awal
Kadar Abu sesuai SNI 01-2891-1992 (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Cawan kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 30 menit dan
didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Sampel seberat 2-3 g dimasukkan
ke dalam cawan, lalu diarangkan di atas nyala pembakar dan diabukan dalam tanur
listrik dengan suhu 550°C selama 2 jam. Cawan berisi sampel setelah diabukan,
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
w1 - w2
Kadar abu (%bb) = x 100% w
Keterangan :
w = bobot sampel sebelum diabukan, dalam gram
w1 = bobot sampel + cawan sesudah diabukan, dalam gram w2 = bobot cawan kosong, dalam gram
kadar abu (%)
Kadar abu (%bk) = x 100% (100-kadar air)%
Kadar Lemak sesuai SNI 01-2891-1992 (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Sampel seberat 1-2 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan
kapas. Selongsong kertas disumbat dengan kapas, dikeringkan dalam oven pada suhu
+ 80°C selama 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah
dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan
diketahui bobotnya. Sampel dalam labu lemak diekstraksi dengan heksana atau
pelarut lemak lainnya selama 6 jam. Heksana atau pelarut lemak lainnya disuling.
Ekstraksi lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C. Ekstraksi lemak
didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Pengeringan diulangi hingga
tercapai bobot konstan. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut :
w1 - w2
Kadar lemak (%bb) = x 100% w
w = bobot sampel, dalam gram
w1 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam gram w2 = bobot labu lemak kosong, dalam gram
kadar lemak (%)
Kadar lemak (%bk) = x 100% (100-kadar air)%
Kadar Protein sesuai SNI 01- 2891-1992 (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Sampel seberat 0,51 g dimasukkan dalam labu Kjedahl 100 ml, kemudian
ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat. Larutan tersebut dipanaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan
menjadi jernih kehijau-hijauan. Setelah dingin, larutan diencerkan dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 ml, ditepatkan sampai tanda garis. Larutan sebanyak 5 ml
dimasukkan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa
tetes indikator PP, lalu disuling selama + 10 menit, sebagai penampung digunakan 10
ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator. Ujung pendingin dibilas
dengan air suling. Larutan dititar dengan larutan HCl 0,01N. Blanko dibuat sebagai
penetapan. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus berikut :
(v1 - v2) x N x 0,014 x fk x fp
Kadar protein (%bb) = x100% w
Keterangan :
w = bobot sampel (g)
v1 = volume HCl 0,01N yang digunakan penitaran sampel (ml) v2 = volume HCl 0,01N yang digunakan penitaran blanko (ml)
fk = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum 6,25; untuk susu dan olahannya 6,38
fp = faktor pengenceran
kadar protein (%)
Prosedur Evaluasi Granul (Wells, 1987)
Laju Alir. Sebanyak 100 g massa tablet ditimbang, lalu dimasukkan dalam corong dan diratakan. Alat Flowmeter dinyalakan dan waktu yang diperlukan seluruh massa
untuk mengalir melalui corong dicatat. Laju alir dinyatakan sebagai banyaknya gram
serbuk yang melewati celah mesin per detik.
Kompresibilitas. Kompresibilitas dievaluasi dengan menggunakan alat bulk density tester dalam 300 ketukan. Sejumlah massa tablet dimasukkan dalam gelas ukur
100 ml, lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk = m/V1. Massa dalam gelas ukur diketuk-ketuk sampai volume tetap (V2). Berat jenis mampat = m/V2. Kriteria kompresibilitas dapat dilihat pada Tabel 5.
(Berat jenis mampat – Berat jenis bulk)
Indeks Kompresibilitas (%) = x 100%
Berat jenis mampat
Tabel 5. Kriteria Indeks Kompresibilitas
Indeks kompresibilitas (%) Kategori
5-15 Istimewa
12-16 Baik
18-21 Sedang
23-35 Jelek
33-38 Sangat jelek
>40 Sangat-sangat jelek
Sumber : Wells (1987)
Prosedur Evaluasi Tablet
Kekerasan Tablet. Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan alat hardness
tester (Erweka TBH 28). Tablet diletakkan pada posisi vertikal diantara dua posisi
logam penjepit dari alat pengukur kekerasan. Satuan kekerasan tablet ditentukan
dengan menekan tombol sesuai dengan yang diinginkan, lalu tombol start ditekan
sehingga logam penjepit bergerak untuk memecah tablet. Kekerasan tablet dibaca
pada layar digital, satuan hasil untuk kekerasan tablet yaitu kilo Pascal (kP)
Keregasan Tablet. Sebanyak 20 tablet yang telah dibebas debukan ditimbang, kemudian dimasukkan dalam alat uji keregasan tablet. Alat diset dengan kecepatan
25 rpm selama 4 menit. Setelah itu tablet dikeluarkan, dibebas debukan dan
ditimbang kembali untuk mengetahui perbedaan berat sebelum dan setelah diuji
keregasan, kemudian dihitung persentasenya, dengan cara menghitung selisih antara
bobot tablet sebelum pengujian dengan bobot tablet setelah pengujian dibandingkan
dengan bobot tablet sebelum pengujian dikalikan 100%. Nilai keregasan tablet
< 0,8%. Keregasan tablet dapat dihitung dengan rumus berikut :
w1 - w2
Keregasan tablet (%) = x 100% w1
Keterangan :
w1 = bobot tablet sebelum pengujian w2 = bobot tablet setelah pengujian
Keseragaman Bobot. Dua puluh tablet ditimbang satu persatu dengan menggunakan timbangan digital. Dihitung bobot rata-rata dari tablet tersebut. Bobot tiap tablet
dibandingkan dengan bobot rata-rata. Ketentuan yang harus dipenuhi menurut
Farmakope Indonesia III adalah tidak boleh lebih dari 2 tablet yang bobotnya
menyimpang dari rata-rata lebih dari kolom A dan tidak boleh 1 tablet yang bobotnya
menyimpang dari rata-rata lebih dari kolom B (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1979).
Tabel 6. Persentase Penyimpangan Bobot Rata-rata Tablet menurut Farmakope Indonesia III
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata (%)
A B
25 mg atau kurang 15 30
26 mg – 150 mg 10 20
151 mg – 300 mg 7,5 15
Lebih dari 300 mg 5 10
Keseragaman Ukuran. Sebanyak 20 tablet dari tiap formula diukur diamaternya dengan jangka sorong. Keseragaman ukuran tablet ditentukan dengan mengukur
diameter dan tebal tablet dari 10 tablet dari tiap-tiap formula dengan menggunakan
jangka sorong (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
Uji Organoleptik
Sifat organoleptik dari tablet hisap susu kambing yang dihasilkan dianalisis
dengan uji hedonik dan mutu hedonik. Panelis diminta memberikan penilaian tingkat
kesukaan terhadap sampel atau sifat-sifat spesifik. Pengujian menggunakan panelis
tidak terlatih sebanyak 40 orang (uji hedonik) dan agak terlatih sebanyak 30 orang
(uji mutu hedonik). Sampel disajikan kepada panelis secara acak disertai segelas air
putih sebagai penawar rasa dan panelis diminta memberikan kesan pada lembar
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan terhadap susu kambing segar dan susu kambing skim
bubuk bertujuan untuk mendapatkan karakteristik dari bahan baku yang akan
digunakan dalam formulasi tablet hisap. Pengujian komposisi nutrisi susu kambing
yang dilakukan pada penelitian ini meliputi kadar air, abu, lemak dan protein.
Komposisi Nutrisi Susu Kambing Segar
Hasil analisis komposisi susu kambing segar terhadap kadar air, abu, lemak
dan kadar protein disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Analisis Komposisi Nutrisi Susu Kambing Segar
Parameter Hasil Pengujian Sutama
(1997)
Maree (2001) (%BB) (%BK)
Kadar Air 85,22 - 83-87,5 85,00-88,70
Kadar Abu 0,34 2,30 * 0,69-0,89
Kadar Lemak 0,96 6,50 4,0-7,3 3,00-5,50
Kadar Protein 3,31 22,40 3,3-4,9 2,9-4,6
Keterangan : * = tidak dinyatakan
Hasil uji fisik susu kambing segar menghasilkan susu yang bersih, berbau
khas susu, dan memiliki rasa agak manis, sesuai dengan ketentuan dalam
SNI 01-3141-1998 (Badan Standarisasi Nasional, 1998). Uji alkohol menunjukkan
hasil yang negatif, sehingga susu kambing segar yang digunakan dalam penelitian
merupakan susu yang baik dan layak dikonsumsi.
Komposisi nutrisi susu kambing segar yang dihasilkan sesuai dengan
Sutama (1997) bahwa kisaran kadar air, lemak dan protein susu kambing adalah
83,00-87,5%; 4,0-7,3% dan 3,3-4,9%. Kadar abu merupakan komponen yang paling
penting untuk mengetahui kadar mineral keseluruhan. Nilai kadar abu yang
dihasilkan lebih rendah dari ketetapan Maree (2001) yaitu 0,69-0,8%. Susu
mempunyai komposisi kimia yang secara kuantitatif bervariasi bergantung pada jenis
ternak, spesies, umur, jenjang laktasi, interval pemerahan, iklim dan pakan
Komposisi Nutrisi Susu Kambing Skim Bubuk
Susu segar yang akan dikeringkan, terlebih dahulu diseparasi untuk
menghilangkan lemaknya. Kandungan lemak yang rendah pada susu kambing yang
digunakan akan memberikan manfaat terhadap tablet hisap yang dihasilkan, yaitu
akan menghasilkan produk yang rendah kalori (lemak). Susu skim akan memberikan
kemampuan aliran bahan dalam proses pengeringan semprot dengan metode spray
dryer berjalan dengan lancar. Suhu yang digunakan untuk menghasilkan susu
kambing bubuk skim dalam proses pengeringan semprot yaitu suhu inlet 187°C dan
suhu outlet 77°C. Menurut Master (1979), untuk produk susu, suhu pengering
semprot yang digunakan berkisar antara 170 sampai 200°C. Susu skim dalam bentuk
bubuk dengan kadar air rendah disyaratkan dan sangat penting sebagai bahan baku
untuk menghasilkan tablet yang sesuai dengan standar yang ada, dan sangat
berhubungan dengan kadar air yang dihasilkan. Hasil analisis susu kambing bubuk
skim dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis Komposisi Nutrisi Susu Kambing Skim Bubuk
Parameter Hasil Pengujian SNI 01.2970.1999*
(%BB) (%BK)
Kadar Air 2,33 - Maks. 4,00
Kadar Abu 8,24 8,44 Maks. 9,00
Kadar Lemak 0,81 0,83 Maks. 1,50
Kadar Protein 35,89 36,75 Min. 34,00
Keterangan : * Badan Standarisasi Nasional (1999)
Kadar air dalam produk kering merupakan salah satu parameter yang penting
dalam menentukan daya tahan dan daya simpan produk tersebut. Menurut
Widodo (2003), proses pembuatan susu bubuk merupakan salah satu contoh
pengolahan dan pengawetan susu dengan tujuan menurunkan kadar air susu dari 87%
(susu segar) menjadi 3% (susu bubuk) dengan cara pengeringan semprot (spray
drying). Kadar air yang terdapat pada susu kambing bubuk sebesar 2,33% telah
memenuhi standar susu bubuk tanpa lemak menurut Badan Standarisasi Nasional
(1999), yaitu maksimal 4% dan sesuai dengan pernyataan Buckle et al. (1985),
Nilai kadar abu, lemak dan protein berturut-turut sebesar 8,44(%BK);
0,83(%BK) dan 36,75(%BK), ketiganya sesuai dengan SNI 01.2970.1999 yang
menyebutkan bahwa susu bubuk tanpa lemak memiliki kadar abu maksimal 9,0%,
kadar lemak maksimal 1,5% dan kadar protein minimal 34,0%.
Penentuan Bahan Pengikat Tablet Hisap Susu Kambing
Formula yang digunakan pada penelitian pendahuluan dibedakan berdasarkan
jenis bahan pengikat yang dipilih (amilum, kitosan, HPMC dan PVP). Konsentrasi
keempat bahan pengikat adalah sama yaitu 5%. Keempat formula memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Berdasarkan sifat laju alir (kurang dari 10 detik),
keregasan (kurang dari 0,8%) dan keseragaman ukuran (diameter tablet tidak lebih
dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet), keempat formula yang diuji cobakan telah menghasilkan tablet yang memenuhi syarat mutu tablet yang
ditentukan. Keseragaman bobot untuk tablet yang dihasilkan dengan penambahan
pengikat amilum (formula 1) dan kitosan (Formula 2) telah memenuhi syarat dari
Farmakope Indonesia III (1979). Penambahan bahan pengikat HPMC (formula 3)
dan PVP (formula 4) tidak memenuhi persyaratan tersebut. Pengujian terhadap
kekerasan tablet hisap dengan tingkat kekerasan yang paling tinggi dimiliki oleh
tablet hisap dengan bahan pengikat HPMC (formula 3) dengan nilai kekerasan
mencapai 6,72 kP dan kekerasan terkecil dimiliki tablet hisap dengan bahan pengikat
PVP (formula 4) sebesar 1,32 kP. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa hasil
analisis terhadap kekerasan tablet hisap susu kambing sangat dipengaruhi oleh
perbedaan bahan pengikat (P<0,01). Uji lanjut Duncan diperoleh bahwa HPMC
menghasilkan kekerasan yang paling tinggi dengan rataan 5,35 kP dibandingkan
bahan pengikat yang lain. Tablet dengan pengikat HPMC memiliki kekerasan yang
tinggi karena dapat berinteraksi dengan air dan membentuk gel yang akan
membentuk ikatan kokoh serta merupakan penghalang fisik lepasnya bahan aktif dari
matrik secara cepat (Martodihardjo, 1996).
Berdasarkan evaluasi terhadap kekerasan tablet hisap yang dihasilkan dari
formula yang berbeda, dipilih formula 3 yang digunakan dalam penelitian utama,
karena tablet hisap yang dihasilkan memiliki kekerasan tertinggi. Tablet hisap