• Tidak ada hasil yang ditemukan

TA : Penciptaan Buku Pop-up Mesatua Bali Berjudul "I Lubdhaka" Dengan Teknik Pull Tab Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Tradisional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TA : Penciptaan Buku Pop-up Mesatua Bali Berjudul "I Lubdhaka" Dengan Teknik Pull Tab Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Tradisional."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PENCIPTAAN BUKU

POP-UP

MESATUA BALI

BERJUDUL “I LUBDHAKA” DENGAN TEKNIK

PULl TAB

SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN BUDAYA TRADISIONAL

TUGAS AKHIR

Program Studi

S1 Desain Komunikasi Visual

Oleh:

I GEDE YUDHA PRATAMA

12420100037

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA

(2)
(3)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... xi DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. BAB I ... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.3 Batasan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.4 Tujuan ... Error! Bookmark not defined.

1.5 Manfaat ... Error! Bookmark not defined.

BAB II ... Error! Bookmark not defined. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

2.1 Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined.

2.2 Kajian tentang Buku ... Error! Bookmark not defined.

2.3 Pop Up ... Error! Bookmark not defined.

2.3.1 Pengertian Pop-up Book ... Error! Bookmark not defined.

2.3.2 Jenis-jenis Teknik Pop-up ... Error! Bookmark not defined.

2.3.3 Perkembangan Gaya Pop-up ... Error! Bookmark not defined.

2.3.4 Unsur dalam Buku Pop-up ... Error! Bookmark not defined.

2.3.5 Prinsip-Prinsip dalam Penyusunan Buku Pop-up ... Error! Bookmark not defined.

2.4 Definisi Layout ... Error! Bookmark not defined.

2.5 Teori Warna ... Error! Bookmark not defined.

(4)

xii

2.7 Tipografi ... Error! Bookmark not defined.

2.8 Budaya ... Error! Bookmark not defined.

2.8.1 Budaya Sebagai Identitas ... Error! Bookmark not defined.

2.8.2 Pelestarian Budaya ... Error! Bookmark not defined.

2.9 Komunikatif ... Error! Bookmark not defined.

2.10 Cerita I Lubdhaka ... Error! Bookmark not defined.

BAB III ... Error! Bookmark not defined. METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

3.1 Perancangan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.1.1 Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.1.2 Jenis Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Teknik Pengumpula data ... Error! Bookmark not defined.

3.3 Metode Analisi Data ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV ... Error! Bookmark not defined. PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

4.1 Hasil dan Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

4.2 Hasil Studi Literatur ... Error! Bookmark not defined.

4.3 Hasil Creative Brief ... Error! Bookmark not defined.

4.4 Studi Kompetitor ... Error! Bookmark not defined.

4.5 Analisis SWOT ... Error! Bookmark not defined.

4.6 Keyword ... Error! Bookmark not defined.

4.7 Analasis Keyword ... Error! Bookmark not defined.

4.8 Deskripsi Konsep ... Error! Bookmark not defined.

4.9 Konsep Perancangan ... Error! Bookmark not defined.

4.10 Perencanaan Kreatif ... Error! Bookmark not defined.

4.10.1 Tujuan Kreatif ... Error! Bookmark not defined.

4.10.2 Strategi Kreatif ... Error! Bookmark not defined.

4.11 Perancangan Media ... Error! Bookmark not defined.

4.11.1 Tujuan Media ... Error! Bookmark not defined.

4.11.2 Strategi Media ... Error! Bookmark not defined.

4.12 Produksi Media ... Error! Bookmark not defined.

4.13 Implementasi Karya ... Error! Bookmark not defined.

(5)

xiii

BAB V ... Error! Bookmark not defined. PENUTUP ... Error! Bookmark not defined.

5.1 Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.

5.2 Saran ... Error! Bookmark not defined.

(6)
(7)

BAB I

(8)

1

Indonesia yang kaya dengan adat dan istiadat, budaya serta suku memiliki berbagai macam tradisi. Salah satunya adalah “Mesatua Bali” (Mendongeng), sebagai warisan nenek moyang yang mengandung nilai pendidikan dan pesan-pesan kearifan. Tradisi Mesatua di Bali lambat laun semakin tergerus dengan roda zaman digital atau gadget. Sudah jarang di temui orang tua menerapkan tradisi Mesatua Bali kepada anak-anak. Hal ini membuat anak-anak lebih senang menonton TV atau video yang sangat berpengaruh negatif terhadap perkembangan fisik dan psikologis anak. Berangkat dari masalah tersebut penelitian ini bertujuan untuk menciptakan buku pop-up Mesatua Bali berjudul “I Lubdhaka” dengan teknik pull tab sebagai upaya pelestarian budaya tradisional.

Mesatua Bali merupakan tradisi mendongeng yang dilakukan para orang tua pada anaknya, dimana akan terlihat dari perilaku anak tersebut sehari-harinya, apalagi ditambah dengan gaya bertutur yang baik diterima anak, ada respon dari mereka maka akan berpengaruh pada kemampuan mentalnya dalam membedakan baik dan buruk. Mesatua Bali pada umumnya memakai bahasa pengantar bahasa daerah Bali (Suarjana, 1994:5). Namun, seiring perkembangan zaman, anak-anak harus sering-sering diberikan cerita-cerita yang menggugah kesadaran mereka akan pentingnya cinta kasih terhadap sesama dan mahluk lainnya.

(9)

Bahkan lebih tragis lagi, disebutkan bahwa Mesatua merupakan cara kuno dalam mendidik anak yang harus ditanggalkan. Hal ini dikarenakan kebanyakan orang tua memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi putra-putrinya untuk menonton televisi dan memutar video serta bermain play station. Padahal menurut Nyoman Suarjana (1994:5) di dalam Mesatua Bali banyak terkandung nilai-nilai budaya yang sangat tinggi mutunnya dan berlaku universal. Salah satu nilai budaya itu adalah perilaku positif di dalam usaha melestarikan lingkungan hidup seperti yang diamanatkan Pancasila.

(10)

yang memiliki nilai-nilai budaya yang sangat penting bagi anak-anak. Dimana budaya dalam suatu bangsa merupakan sebuah harta yang tidak ternilai harganya, tanpa adanya budaya suatu bangsa akan dipandang rendah oleh bangsa lain. Dan budaya adalah suatu warisan dari leluhur atau nenek moyang kita yang tidak ternilai harganya. Melestarikan budaya tradisional bukan hanya semata-mata menjadi kepentingan dan tanggungjawab pemerintah, namun juga kewajiban semua lapisan masyarakat. Pentingnya mempertahankan budaya yang ada, karena mulai masuknya budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia. Kurangnya

filterisasi terhadap budaya asing yang masuk ke Indonesia membuat budaya yang ada di Indonesia mulai luntur. Sebagai bangsa dan rakyat Indonesia seharusnya pun sadar, akan pentingnya bentuk suatu kebudayaan. Bukan hanya memahami, akan tetapi mulai dari sekarang mencoba untuk tetap melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia (Mulyana dan Rahmat, 2006:26).

(11)

kebudayaan bangsa Indonesia akan tumbuh karena kebudayan itu tidak muncul sendiri tapi kebudayaan ada karena diwariskan dari generasi ke generasi dan sebagai generasi muda harus melestarikan kebudayaannya sehingga negara tersebut dapat diakui oleh negara lain dan kebudayaan Indonesia tidak diklaim oleh negara lain, karena tidak mudah untuk melestarikan kebudayaan yang ada.

Maka dari itu sangat perlu mengarahkan anak-anak dalam hal melestarikan budaya tradisional. Dalam hal ini anak yang patut kita arahkan ialah anak-anak yang menginjak usia 5 tahun sampai 12 tahun, karena pada anak-anak-anak-anak usia 5 tahun sampai 12 tahun akan sangat mudah diarahkannya untuk mengenal dan melestarikan budaya tradisional yang ada di Bali yaitu Mesatua Bali. Penerapan Mesatua Bali ini memang ditujukan kepada anak-anak dimana para orang tua sebagai pengarah atau pengantar anak-anak dalam Mesatua Bali.

Upaya untuk membangkitkan kembali tradisi lisan mesatua ini tampaknya jauh kalah dibandingkan tradisi tulisan. Mesatua yang dulunya bersifat lisan, kini akan lebih efektif dan menarik jika disalin ke dalam buku, dan akan lebih menariknya lagi jika di sajikan dalam media buku pop-up. Menariknya sebuah buku sangat berpengaruh pada minat baca-baca anak, dengan pop-up akan dapat menampilkan visual yang dapat menghantarkan imajinasi anak-anak kedalam cerita yang dimuat dalam buku pop-up.Pop-up adalah istilah yang sering diterapkan pada setiap buku tiga dimensi maupun bergerak. Desain dan pembuatan pop-up merupakan rekayasa dan kemahiran seorang yang disebut

(12)

hanya dengan dilipat. Sedang dalam pop-up harus melalui proses lipat, potong , dan tempel untuk mendapat sebuah bentuk yang diinginkan (A.Carter, David & James Diaz, 1999:3).

Keunikan efek 3 dimensi yang tercipta ketika buku pop-up dibuka, dapat menumbuhkan minat pembacanya sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat tercapai serta diterapkan teknikpull tab yang mampu membuat anak-anak melakukan interaktif pada sajian visual pop-up yang di tampilkan di dalam buku

pop-up, karena dengan teknik pull tab ilustrasi gambar visual dalam buku pop-up

akan dapat digerakan secara interaktif oleh anak-anak dan membuat mereka semakin tertarik dalam membaca serta mudah dalam menyimak isi dari buku pop-up. Mengunakan buku pop-up dengn teknik pull tab sebagai media pelestarian Mesatua Bali pada anak anak, dengan memperhatikan aspek komunikasi dan estetika yang baik, buku pop-up akan menyampaikan informasi dengan tepat mengenai Mesatua Bali, dan menghadirkan penyajian buku secara menarik dengan gambar dan ilustrasi yang sangat memikat anak-anak.

(13)

banyak terkandung nilai-nilai budaya dan nilai moral yang sangat tinggi mutunya serta berlaku universal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah dijelaskan tersebut, maka fokus penelitian tugas akhir ini adalah pada:

Bagaimana menciptakan buku pop-up Mesatua Bali berjudul “I Lubdhaka” dengan teknik pull tab sebagai upaya pelestarian budaya tradisional?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang penulisan di atas, maka batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Menciptakan buku pop-up Mesatua Bali untuk anak-anak usia 5 -12 tahun dengan menerapkan teknik pull tab.

2. Merancang media promosi yang meliputi flyer, poster, stiker, display karakter dan pembatas buku sebagai pendukung buku pop-up Mesatua Bali.

1.4 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah dan batasan masalah di atas, tujuan penelitian ini, yaitu

(14)

usia 5 sampai 12 tahun melalui buku pop-up dengan teknik pull tab.

1.5 Manfaat

Dari laporan ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai penunjang refrensi bagi kalangan akademis, khususnya bagi anak-anak dan mahasiswa Desain Komunikasi Visual dalam hal pelestarian budaya tradisonal serta penggunaan teknik pull tab pada buku pop-up.

1.5.2 Manfaat Praktis

(15)
(16)

BAB II

(17)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan. Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Titis Febri Prabandari. Mahasiswa S1 Desain Komunikasi Vidual dari Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya dengan judul penelitian Perancangan Multiconstruktional Pop-Up Book Cerita Sawunggaling sebagai Upaya Pelestarian Legenda Asli Surabaya Untuk

Anak-Anak. Perancangan mengenai multiconstruktional Pop-up book tersebut bertujuan untuk membangkitkan kembali pamor legenda asli nusantara dan memperkenalkan buku dengan teknik lipat pop-up. Dalam perancangan pop-up book ini menggunakan tenik media campuran . Konsep dari perancangan tersebut merupakan bagian besar dari karakter pembuatan buku ini, baik dari ide cerita, tokoh, dan sebagainya. Hasil perancangan pop-up book ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media pengenalan kembali legenda asli Surabaya pada generasi yang lebih muda.

Untuk penelitian saat ini yang dilakukan adalah Penciptaan Buku Pop-up Mesatua Bali “I Lubdhaka” dengan Teknik Pull Tab sebagai Upaya Pelestarian

(18)

menyukai atau bahkan tidak mengenal warisan budaya Mesatua Bali. Orang tua dalam hal ini sangatlah berpengaruh dalam pelestarian budaya Mesatua Bali yang kini hampir punah, Orang tua saat ini sangat jarang mempunyai waktu bersama anaknya untuk Mesatua Bali, itu merupakan salah satu penyebabnya.

Sesungguhnya dengan Mesatua Bali, selain dapat memupuk pengetahuan tentang niali-nilai budaya terhadap anak-anak, dapat juga menumbuhkan rasa kedekatan antar orang tua dengan anak-anak. Yang membedakan dengan penelitian saat ini ialah budaya Mesatua Bali dengan mengankat cerita I Lubdhaka perlu dilestarikan sebagai budaya tradisional yang merupakan kekayaan Indonesia. Perlu diupayakan untuk menarik minat Mesatua Bali anak-anak dengan cerita I Lubdhaka dengan mengemas secara berbeda cerita Mesatu Bali yang dulu di sampaikan secara lisan dari para orang tua kepada anak, sekarang disajikan dengan tulisan dalam buku pop-up yang pastinnya akan lebih menarik. Dengan itu anak-anak pun dapat membaca pula isi cerita selain medengar cerita dari para orang tuanya, serta mampu mengajak anak-anak secara interaktif untuk mengenal tokoh dan alur dari cerita Mesatua Bali.

2.2 Kajian tentang Buku

(19)

tanpa gambar sekalipun. Pemanfaatan buku sebagai media informasi sudah sangat umum. Ada beberapa jenis buku anatara lain (Muktiono, 2003:76):

1. Buku fiksi

Jenis buku ini merupakan salah satu jenis buku yang paling banyak diterbutkan dunia . adapun kisah dibalik ceerita fiksi / tidak berdasarkan kehidupan nyata. Contoh dari buku fiksi adalah: Novel, Cerita rakyat, dan sebagainya.

2. Buku Non Fiksi

Dalam kepustakaan jenis-jenis buku non fiksi banyak digunakan sebagai buku-buku refrensi ataupun juga ensiklopedia. Adapun beberapa jenis buku non fiksi antara lain: buku sekolah, buku jurnalistik, atlas, album, dan sebagainya

2.3 Pop Up

2.3.1 Pengertian Pop-up Book

(20)

menyenangkan dan menarik untuk dinikmati. Hal lain yang membuat buku pop-upmenarik dan berbeda dari buku cerita ilustrasi biasa adalah pembaca seperti menjadi bagian dari hal yang menakjubkan itu karena mereka memiliki andil ketika membuka halaman buku tersebut (http://dgi-indonesia.com).

Penggunaan buku seperti ini bermula dari abad ke-13, pada awalnya pop-up digunakan untuk mengajarkan anatomi, matematika, membuat perkiraan astronomi, menciptakan sandi rahasia dan meramalkan nasib. Selama berabad-abad lamanya buku seperti ini hanya digunakan untuk membantu pekerjaan ilmiah, hingga abad ke-18 tehnik ini mulai diterapkan pada buku yang dirancang sebagai hiburan terutama ditujukan untuk anak-anak (www.markhiner.co.uk/history-text.htm).

Buku pop-upmempunyai kemampuan untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita sehingga lebih jelas dan menarik. Tampilan visual dalam bentuk tiga dimensi yang membuat cerita semakin terasa nyata ditambah lagi dengan kejutan yang diberikan dalam setiap halamannya. Gambar dapat secara tiba-tiba muncul dari balik setiap halaman. Cara visualisasi ini, kesan nyata yang ingin ditampilkan dapat lebih tersampaikan.

Dari penjelasan yang sudah di paparkan diatas mengenai buku pop-up

(21)

dengan cara membuka atau menarik halaman, sehingga dapat terbentuk sesuai dengan benda aslinya serta bertujuan untuk memberikan tampilan visual lebih menarik pada sebuah cerita.

2.3.2 Jenis-jenis Teknik Pop-up

Jika dilihat secara keseluruhan, buku pop-up tidak jauh berbeda dengan buku lainnya. Hanya saja, pada setiap pembuatan buku pop-up desainer haruslah memiliki keterampilan khusus. Sama seperti buku lainnya, pembuatan buku diawali dengan penetuan konsep dan jalan cerita. Selanjutnya menentukan teknik - teknik yang dipakai dalam membuat bentuk pop-uptersebut.

Menurut Sabuda dalam Frequenty Asked Question, Creative Questions teknik Pop-up ada berbagai macam antara lain, diantaranya teknik transformations adalah, volvelles, peepshwo, flaps, pull-tabs, pull-downs dan sebagainya, berikut ini adalah macam–macam teknik Pop-up (www.robertsabuda.com):

a. Transformations

(22)

Gambar 2.1 Transformations

(Sumber: Popuplady.com)

b. Volvelles

Volvelles adalah tampilan bentuk pop-upyang mengunakan unsur lingkaran dalam pembuatannya, tampilan ini memiliki bagian-bagian yang dapat berputar.

Gambar 2.2 Volvelles

(Sumber: Popuplady.com)

c. Peepshow

(23)

belakang kertas yang lain, menciptakan ilusi kedalaman danperspektif, seperti melihat ke dalam sebuah terowongan.

Gambar 2.3 Peepshow

(Sumber: Popuplady.com)

d. Carousel

Carousel didukung dengan tali, pita, kancing, dan lain sebagainya jika dibuka dan dilipat kembali akan berbentuk benda yang kompleks. Hal ini menciptakan serangkaian tampilan dua dimensi ataupun tiga dimensi sehinga menyajikan bentuk nyata.

(24)

e. Box and cylinder

Box and cylinder atau kotak dan silinder adalah gerakan sebuah kubus atau tabung yang bergerak naik dari tengah halaman ketika buku dibuka.

Gambar 2.5 Box and Cylinder (Sumber: Popuplady.com) f. Pull tab

Pull tab atau tarik tab yaitu sebuah tab kertas geser, pita, atau bentuk yang ditarik dan didorong untuk mengungkapkan gerakan gambar baru. Tab dapat menjadikan objek gambar menjadi bergerak ketika kita menarik atau menggeser tab, misalnya penari bergoyang, anjing duduk, robot bergerak dan lain sebagainya.

Gambar 2.6 Pull Tab

(25)

2.3.3 Perkembangan Gaya Pop-up

Jika dilihat dari perkembangannya, pop-up diawali dengan konstruksi yang masih sederhana, sekitar awal abad ke-13. Pada awalnya pop-up digunakan untuk mengajarkan anatomi, matematika, membuat perkiraan astronomi, menciptakan sandi dan meramalkan. Selama berabad-abad lamanya buku seperti ini hanya digunakan untuk membantu pekerjaan ilmiah hingga abad ke-18 ini muali diterapkan pada buku yang dirancang sebagi hiburan terutama ditujukan untuk anak-anak. Gaya pop-up dulunya di awali dengan kontruksi yang masih sederhana. Pada ,asa itu teknik ini disebut movable book (buku bergerak), dengan melibatkan peran mekanis pada kertas yang disusun sedemikian rupa sehingga gambar atau objek beberapa bagian pada kertas tampak bergerak, memiliki bentuk atau dimensi (Hiner, 2006 : 19).

(26)

2.3.4 Unsur dalam Buku Pop-up

Dalam pembuatan sebuah buku haruslah mengetahui unsur-unsur dalam buku, terutama dalam pembuatan buku pop-up yang memiliki unsu-unsur sebagai berikut (http://www.popup-book.com):

a. Cover

Cover adalah tempat dimana judul itu berada, cover buku atau sampul sebuah buku dapat dinilai dari berbagai sudut pandang yang beranekaragam seperti permainan warna-warna yang sesuai dengan konsep buku, pemilihan gambar yang serupa dengan konsep, sampai pemakaian huruf atau tipografi huruf yang harmonis akan membuat tampilan cover buku menjadi lebih menarik. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cover buku yang baik haruslah mengunakan pemilihan gambar, warna-warna, huruf yang sesuai dengan tema atau konsep yang di angkat.

b. Isi

(27)

Selain tulisan juga terdapat unsur gambar yaitu suatu perpaduan titik, garis, bidang, dan warna yang dikomposisikan untuk mencitrakan sesuatu. Tujuan pengunaan gambar pada sebuah buku adalah untuk menerangkan informasi. Kekuatan gambar adalah segalanya. Selain dijadikan sebagai komunikasi dan pencitraan juga bisa dijadikan sebagai logo atau symbol. Tujuan pengunaan gambar pada sebuah buku adalah untuk menerangkan informasi. Kekuatan gambar adalah segalanya, selain dijadikan sebagai komunikasi dan pencitraan juga bisa dijadikan sebagai logo atau simbol. Menurut Sunaryo (2002:5) bahwa unsur gambarl merupakan susunan atas bagian-bagian yang membanggun terciptanya bentuk-bentuk pada sebuah desain atau karya seni.

Adapun unsur-unsur gambar yang ada sebagai berikut, unsur rupa raut istilah raut dipakai untuk menerjemahkan kata shape dalam bahasa Inggris. Istilah itu seringkali dipadankan dan dikacaukan dengan kata bangun, bidang, atau bentuk. Dalam kamus, bangun berarti bentuk, rupa, wajah, perawakan. Selain itu juga berarti bangkit, berdiri, dan struktur atau susunan. Sedangkan kata bidang berarti permukaan rata dan tentu batasnya. Unsur rupa raut adalah pengenal bentuk yang utama. Sebuah bentuk dapat dikenali dari rautnya, apakah sebagai suatu bangun yang pipih datar, yang menggumpal padat atau berongga bervolume, lonjong, bulat, persegi, dan sebagainya (Sunaryo, 2002:9).

(28)

terdapat dalam geometri atau ilmu ukur. Raut organis atau biomorfis merupakan raut yang bertepi lengkung bebas, sedangkan raut yang bersudut banyak memiliki banyak sudut yang berkontur garis zig-zag. Raut tak beraturan mungkin karena tarikan bebas, terjadi secara kebetulan, atau melalui proses khusus yang mungkin sulit dikendalikan.

Selain unsur rupa raut terdapat unsur rupa warna yaitu adalah kualitas rupa yang dapat membedakan kedua objek atau bentuk yang identik raut, ukuran, dan nilai gelap terangnya, menurut Sunaryo (2002:12). Warna berkaitan langsung dengan perasaan dan emosi. Helmhotz dan Maxwell tahun 1790 (dalam Sunaryo 2002:12-13), mengemukakan teori warna didasarkan pada teori warna cahaya.

Di kelompokkan menjadi tiga, antara lain: (1) warna primer atau warna pokok, merupakan warna yang bebas dari unsur–unsur warna lain, yakni merah, kuning, dan biru; (2) warna sekunder adalah warna hasil pencampuran warna pokok, yakni hijau, jingga, dan ungu; (3) warna tersier merupakan hasil pencampuran yang mengandung ketiga warna pokok, yakni jingga kekuningan jingga kemerahan, ungu kemerahan, ungu kebiruan, hijau kebirun, dan hijau kekuningan.

(29)

tekstur spontan, dan tekstur mekanis. Selain unsur raut, warna, tekstur terdapat unsur rupa gelap terang ialah juga disebut nada, ada pula yang menyebut unsur rupa cahaya. Ungkapan gelap terang sebagai hubungan pencahayaan dan bayangan dinyatakan dengan gradasi mulai dari yang paling putih untuk menyatakan yang sangat terang, sampai kepada yang paling hitam untuk bagian yang sangat gelap. Sunaryo juga menjelaskan bahwa unsur rupa gelap terang juga dapat dimanfaatkan antara lain, memperkuat kesan trimatra suatu bentuk, mengilusikan kedalaman ruang, dan menciptakan kontras atau suasana tertentu.

Setelah unsur rupa raut, warna, gelap terang masih terdapat unsur ruang yaitu unsur atau daerah yang mengelilingi sosok bentuknya. Kemudian Sunaryo menjelaskan bahwa, ruang dalam desain dwimatra umumnya dibatasi oleh garis bingkai yang membentuk bidang persegi atau persegi panjang, walaupun dapat dengan bentuk yang lain, bidang itu disebut bidang gambar.

2.3.5 Prinsip-Prinsip dalam Penyusunan Buku Pop-up

Beberapa prinsip-prinsip dalam penyusunan desain ilustrasi buku pop-upantara lain (Sunaryo, 2002:22):

a. Keseimbangan

(30)

Ada beberapa jenis-jenis keseimbangan, antara lain sebagai berikut (Sanyoto, 2009:237):

1. Keseimbangan Simetris

Keseimbangan simetris (symmetrical balance) yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan kanan sama persis, baik dalam bentuk rautnya, besar ukurannya, arahnya, warnanya maupun teksturnya.

2. Keseimbangan Memancar

Keseimbangan memancar (radical balance) sesungguhnya sama dengan keseimbangan simetri, tetapi kesamaan polanya bukan hanya di antara ruang sebelah kiri dan kanan saja, melainkan juga antara ruang sebelah atas dan ruang sebelah bawah.

3. Keseimbangan Sederajat

Keseimbangan sederajat (obvious balance) yaitu keseimbangan komposisi antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan tanpa mempedulikan bentuk yang ada di masing-masing ruang. Jadi, meskipun bentuk raut yang berbeda, tetapi besarannya sederajat, ,misalnnya bentuk raut lingkaran dengan bentuk raut segitiga dengan besaran yang sama.

4. Keseimbangan Tersembunyi

(31)

b. Kombinasi

Unsur rupa pada dasarnya sama atau serupa, tetapi beraneka bentuk, warna, dan ukurannya. Penerapan dalam karya ini antara lain peragaman nada warna dengan variasi nada warna analogus dan subjek tokoh pada setiap halaman yang menghasilkan kesatuan yang menarik dan selaras. (Sunaryo, 2002:25).

c. Kesatuan

Kesatuan adalah hubungan antar bagian–bagian secara menyeluruh dari unsur–unsur visual pada karya seni sebagai satu kesatuan yang utuh. Kesatuan diperlukan dalam suatu karya grafis yang mungkin terdiri dari beberapa elemen di dalamnya (Sunaryo, 2002:31). Dalam pembuaatan karya ini prinsip kesatuan di gunakan sebagai pengabungan elemen–elemen yang ada saling mendukung antara gambar dan teks sehingga diperoleh titik pokus yang dituju.

Prinsip kesatuan sesungguhnya ialah “adanya saling berhubungan” antar unsur yang disusun. Jika satu atau beberapa unsur dalam susunan terdapat saling berhubungan maka kesatuan telah dapat dicapai. (Sanyoto, 2009:213)

2.4 Definisi Layout

(32)

irama, dan kesatuan. Untuk mengatur layout, maka diperlukan pengetahuan akan jenis layout. Dalam periklanan dikenal adanya dua teknik layout yaitu (Kusrianto, 2007:277):

1. Layout simetris

Layout simetris berarti membagi bidang sama besar dan menentukan koposisi. Letak dari unsur-unsur visual yang dipilih dalam ukuran bidang yang telah ditentukan agar tercapainya sebuah desain yang seimbang, harmonis dan menarik. Layout simetris cenderung berkesan menciptakan keseimbangan desain yang formal, konservatif, tenang dan terkesan kurang dinamis.

2. Layout asimetris

Layout asimetris adalah pembagian bidang yang tidak sama besar dan cenderung adanya keseimbangan yang dinamis, bergerak, hidup, atraktif dan ritmis, sehingga proses komunikasi dan penyampaian pesan makna lebih dari sekedar penampilan.

2.5 Teori Warna

Warna adalah salah Satu dari dua unsur yang menghasilkan daya tarik visual, dan kenyataannya warna lebih berdaya tarik pada emosi dari pada akal. Suatu pembawaan menyenangi warna merupakan bagian dari kejiwaan manusia. Warna mencapai tagetnya melalui (Danger, 1992:51):

(33)

2. Respon psikologis. Warna dapat membantu menyatakan kehangatan, kedinginan, kualitas, rasa hati dan emosional lainnya karena warna didasarkan pada tabiat manusia.

3. Daya terik pada indera. Warna dapat menambah dimensi dan realisme produk yang penampilannya belum siap untuk disampaikan tanpa warna.

4. Daya tarik pada emosi. Warna dapat menyampaikan kesenagn dan untuk meningkatkan penampilan.

Warna sejak lama diketahui bisa memberikan pengaruh terhadap psikologi, emosi serta cara bertindak manusia. Warna juga menjadi bentuk komunikasi non verbal yang bisa mengungkapkan pesan secara instan dan lebih bermakna yang sering digunakan para marketer atau komunikasi visual yang handal untuk tujuan branding, sales/penjualan serta marketing perusahaan. Berikut ini adalah daftar warna dan maknannya (Rustan, 2013:73):

a. Abu – abu

Dapat diandalkan, keamanan, elegan, rendah hati, rasa hormat, stabil, kehalusan, bijaksanan, masa lalu, bosan, kebusukan, renta, polusi, urban, emosi yang kuat, seimbang, netral, perkabuungan, formal, bulan maret.

b. Putih

(34)

c. Hitam

Klasik, baru, kekuatan, depresi, kemarahan, kematian, kecerdasan, pemberontakan, misteri, ketiadaan, modern, kekuatan, hal – hal duniawi, formal, elegan, kaya, gaya, kejahatan, serius, mengikuti kecenderungan sosial, anarki, kesatuan, dukacita, profesional.

d. Merah

Perayan, kekayaan, nasib baik, suci tulus, perkawinan,perkabungan, setan, gairah, kuat, energi, api, cinta, roman, gembira, cepat, panas, sombong, ambisi, pemimpin, maskulin, tenaga, bahaya, menonjol, darah, marahm perang, radikal, sosialisme, komunisme, agresi, penghormatan, martir, roh kudus.

e. Biru

Laut, manusia, produktif, isi dalam, langit, damai, profesional, kesatuan, harmoni, tenang, terpercaya, sejuk, kolot, kepuasan, air, es, setia, bersih, teknologi, idealisme, dingin, berpengalaman, udara, kuat, tabah, cahaya,bijaksana, bangsawan, bumi, kebenaran.

f. Hijau

(35)

g. Kuning

Sinar matahari, gembira, bahagia, tanah, optimis, cerdas, idealisme, kaya, musim panas, harapan, udara, pengecut, serakah, lemah, persahabatan, feminim, berani, bergaul.

h. Purple

Bangsawan, iri, sensual, spiritual, kreativitas, kaya, kerajaan, upacara, misteri, bijaksana, pencerahaan, sombong, flambiyan, menonjol, romantis, kehalusan, penebusan dosa, perkabungan, biseksual.

i. Jingga

Hinduisme, Buddhisme, kebahagian, energi, keseimbangan, panas, api, antuisme, flamboyan, kesenangan, agresi, sombong, emosi, bahaya, berlebih, hasrat, protetanisme.

j. Cokelat

Tenang, berani, kedalama, alam, kesuburan, desa, stabil,tradisi, ketidaktepatan, fasisme, tidak sopan, bosan, cemar, berat, miskin, kasar, tanah, tabah, simpel, persahabatan, ketergantungan.

k. Pink

(36)

Warna mampu merangsang dan menciptakan daya tarik visual dalam sebuah karya desain. Ada beberapa prinsi-prinsip warna yang perlu di ketahui sebagai berikut (Sanyoto, 2009:42):

a. Kesatuan Warna

Suatu susunan warna-warna harus “menyatu” agar tidak cerai-berai, kalang kabut, kocar kacir, sehingga enak dilihat. Kesatuan warna dapat diperoleh jika warna-warna yang digunakan, yaitu hubungan kesamaan dan hubungan kemiripan dari warna yang digunakan.

b. Keserasian (Proporsi) Warna

Untuk memperoleh keserasian warna diperlukan proporsi/perbandingan warna yang tepat. Proporsi atau perbandingan adalah menyangkut ukuran. Untuk memperoleh komposisi yang sebanding, dalam ari tidak ada yang menonjol, diperlukan perbandingan keluasan warna yang digunakan.

c. Dominasi Warna

Suatu karya seni harus memiliki keunikan, keistimewaan, keunggulan, daya tarik, pusat perhatian atau pusat pandang yang sering disebut dominansi. Karya seni yang tanpa dominiasi akan tersa hambar, tidak ada greget, tidak ada vitalitas, tidak ada pusat perhatian, sehingga tidak menarik.

d. Keseimbangan Warna

(37)

Secara visual warna dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu warna dingin dan warna panas. Warna-warna dingin seperti, hijau. Biru, hijau-biru, biru-ungu, dan ungu dapat memberi kesan pasif, statis, kalem, damai, dan secara umum kurang mencolok. Sebaliknya,warna-warna panas, seperti merah, merah-oranye, merah-oranye, kuning-merah-oranye, kuning, kuning-hijau dan merah-ungu memiliki kesan hangat, dunamis, aktif, dan mengundang perhatian (Supriyono, 2010:74).

2.6 Bentuk dan Simbolis

Pengertian bentuk menurut Leksikon Grafika adalah macam rupa atau wujud sesuatu, seperti bundar elips, bulat segi empat dan lain sebagainya. Dari definis tersebut dapat diuraikan bahwa bentuk merupakan wujud rupa sesuatu Biasa berupa Segi Empat, Segi Tiga, Bundar, Elips dan lain sebagainya, yang menjelaskan bahwa penerimaaan suatu bentuk pesan, dipengaruhi oleh beberapa aspek yakni panca indra, pikiran serta ingatan.

Bentuk apa saja yang ada di alam dapat disederhanakan menjadi titk, garis, bidang, gempal. Terdapat variasi dari bentuk yang tak terbatas dan kombinasi dari bentuk yang masing-masing mengkomunikasikan pesan dan artinya sendiri. Seringkali arti di balik sebuah bentuk adalah budaya (misalnya segi delapan berwarna merah sebagai rambu berhenti), terutama ketika bentuk dikombinasikan. Berikut adalah beberapa makna dari bentuk dasar (Sanyoto, 2009:83):

a. Lingkaran

(38)

matahari, bulan, alam semesta dan objek angkasa lainnya. Lingkaran sering digunakan untuk benda-benda yang akrab seperti roda, bola, berbagai macam buah.

Lingkaran memiliki pergerakan yang bebas. Lingkaran bisa berputar. Bayangan dan garis dapat meningkatkan rasa pergerakan dalam lingkaran. Lingkaran merupakan kurva yang anggun dan terlihat feminin. Lingkaran juga memberikan rasa hangat, menenangkan dan memberikan rasa sensualitas dan cinta. Pergerakannya memberikan energi dan kekuatan. Kelengkapannya menunjukkan ketakterbatasan, kesatuan dan harmoni.

Lingkaran melindungi, memberikan pertahanan dan membatasi. Lingkaran membatasi apa yang ada di dalam dan menjaga hal-hal lain tetap di luar. Lingkaran menawarkan keamanan dan koneksi. Lingkaran menunjukkan komunitas, integritas dan kesempurnaan.

Lingkaran tidak terlalu umum digunakan dalam desain, namun lingkaran dapat digunakan untuk menarik perhatian, memberikan penekanan dan mengatur hal-hal agar tetap terpisah.

b. Kotak dan Persegi Panjang

(39)

Kotak dan persegi panjang memberikan kesesuaian, kedamaian, soliditas, keamanan,da n kesetaraan. Keakraban dan stabilitasnya, bersamaan dengan sifatnya yang terlalu biasa dapat terlihat membosankan. Kotak dan persegi panjang umumnya tidak menarik perhatian, namun dapat dimiringkan untuk menambahkan twist yang tak terduga. Misalnya pada halaman web yang memiringkan gambar yang dibingkai agar terlihat menonjol. Dalam simbol Budha, persegi di dalam lingkaran menunjukkan hubungan antara manusia dan penciptanya.

c. Segitiga

Segitiga bisa stabil jika berada di bentuk dasar dan tidak stabil ketika tidak dalam bentuk dasar. Segitiga mewakili tekanan dinamis, aksi dan agresi. Segitiga memiliki energi dan kekuatan dan dinamis stabil serta tidak stabilnya dapat menunjukkan baik konflik maupun kekuatan yang mantap. Segitiga ini seimbang dan dapat menjadi simbol untuk hukum, ilmu dan agama.

Segitiga dapat menunjukkan pergerakan berdasarkan ke mana mereka menunjuk. Segitiga dapat digunakan untuk memberikan tema yang umum seperti piramida, panah dan simbol-simbol. Secara spiritual, segitiga mewakili trinitas agama. Segitiga dapat menunjukkan penemuan diri dan wahyu.

(40)

d. Spiral

Spiral merupakan ekspresi dari kreativitas. Umumnya ditemukan pada pola pertumbuhan alam dari banyak organisme dan menujukkan proses pertumbuhan dan evolusi. Spiral menunjukkan ide dari kesuburan, kelahiran, kematian, ekspansi dan transformasi. Spiral merupakan siklus waktu, hidup, dan musim dan merupaka bentuk umum dalam simbolisme agama dan mistik.

Spiral bergerak dalam dua arah dan menunjukkan kembalinya pada titik yang sama pada perjalanan hidup dengan tingkatan pengertian yang baru. Spiral mewakilkan kepercayaan selama perubahanm pelepasan energi dan mempertahankan fleksibilitas melalui transformasi.

Spiral yang searah dengan jarum jam menunjukkan proyeksi dari intensi dan spiral yang berlawanan jarum jam menujukkan pemenuhan dari intensi. Spiral ganda dapat digunakan untuk menyimbolkan kekuatan yang berlawanan.

Penggunaan bentuk dalam desain merupakan hal yang pasti terjadi, karena tidak mungkin menciptakan sebuah desain tanpa menggunakan sekurang-kurangnya satu bentuk. Bahkan kertas yang kosong pun merupakan sebuah bentuk. Bentuk sebagai salah satu elemen dalam desain akan membantu desainer untuk mengkomunikasikan pesan dan bukan hanya tujuan dekorasi semata.

e. Garis

(41)

menonjol dan sosoknya disebut dengan garis.Terbentuknya garis merupakan Gerakan dari suatu titik yang membebaskan jejaknya sehingga terbentuk suatu goresan. Untuk menimbulkan Bekas Biasa menggunakan pensil, pena, kuas, dan lain lain. Bagi seni rupa garis memliki fundamental, sehingga diibaratkan jantungnya senirupa. Garis Sering pula disebut KONTUR, sebuah kata yang samar dan jarang dipergunakan. Pentingnya garis sebagai elemen senirupa sudah terlihat sejak dahulu kala. Sebagai contoh adalah bila kita melihat garis berbentuk ‘S’, atau yang sering disebut ‘line of beauty’ maka kita akan merasakan sesuatu yang lembut, halus dan gemulai. Perasaan ini terjadi karena ingatan kita mengasosiasikannya dengan bentuk-bentuk yang dominan dengan bentuk lengkung seperti penari atau gerak ombak di laut.

Beberapa jenis garis beserta suasana yang ditimbulkannya seperti, garis lurus mengesankan kekuatan, arah dan perlawanan. Garis lengkung mengesankan keanggunan, gerakan pertumbuhan. Berikut kami saijkan beberapa jenis garis beserta asosiasi yang ditimbulkannya (Sanyoto, 2009:96):

1. Horizontal : Memberi sugesti ketenangan atau hal yang tak bergerak. 2. Vertikal : Stabilitas, kekuatan atau kemegahan.

3. Diagional : Tidak stabil, sesuatu yang bergerak atau dinamika. 4. Lengkung S : Grace, keanggunan.

5. Zig-zag : Bergairah, semangat, dinamika atau gerak cepat. 6. Bending up right : Sedih, lesu atau kedukaan.

(42)

9. Pyramide : Stabil, megah, kuat atau kekuatan yang masif.

10. Conflicting Diagonal : Peperangan, konflik, kebencian dan kebingungan. 11. Spiral : Kelahiran atau generative forces.

12. Rhytmic horizontals : Malas, ketenangan yang menyenangkan.

13. Upward Swirls : Semangat menyala, berkobar-kobar, hasrat yang tumbuh. 14. Upward Spray : Pertumbuhan, spontanitas, idealisme.

15. Inverted Perspective : Keluasan tak terbatas, kebebasan mutlak, pelebaran tak terhalang.

16. Water Fall : Air terjun, penurunan yang berirama, gaya berat. 17. Rounded Archs : Lengkung bulat mengesankan kekokohan. 18. Rhytmic Curves : Lemah gemulai, keriangan.

19. Gothic Archs : Kepercayaan dan religius.

20. Radiation Lines : Pemusatan, peletupan atau letusan

2.7 Tipografi

Tipografi menurut buku Manuale Typograhic adalah;

Typography can defined a art of seleted right type printing in accordance with specific pupose : of so arranging the letter, distributing the space and

controling the type as to aid maximum the reader’s

(43)

untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin (Supriyono, 2010:19).

Berikut ini sajian beberapa jenis huruf berdasarkan klasifikaasinya, antara lain sebagai berikut (Supriyono, 2010:25):

1. Roman

Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminin.

2. Egyptian

Adalah jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulakn adalah kokh, kuat, kekar dan stabil.

3. Sans Serif

Pengertian San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis ini tidak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien.

4. Script

(44)

5. Miscellaneous

Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.

Dalam pemilihan jenis huruf, yang senantiasa harus diperhatikan adalah karakter produk yang akan ditonjolkan dan juga karakter segmen pasarnya.

2.8 Budaya

2.8.1 Budaya Sebagai Identitas

(45)

Menurut Prabowo (2008:9), identitas budaya merupakan cermin dari adanya kesamaan sejarah dan kode-kode budaya yang membentuk sekelompok orang menjadi satu, walaupun dari luar mereka tampak berbeda. Proses klasifikasi identitas budaya dari teoi Stuart Hall tergambar jelas dalam kehidupan masyrakat berkulit hitam di Amerika dan Eropa. Namun jika ditinjau dari definisi yang diuraikan oleh Stuart Hall maka identitas budaya memiliki dua faktor yang menentukan dan saling berpengaruh dalam pembentukan dari identitas budaya itu sendiri, yaitu faktor eksternal yang berdasarkan fisik dari seseorang dan faktor internal yang berdasarkan hal-hal yang membuat seseorang mendekat satu sama lainnya dan secara tidak langsung membentuk identitas.

Menurut Person dalam C.Greertz (1973:122), salah satu wujud kebudayaan adalah seni. Dimana perwujudan seni selalu berhubungan dengan penggunaan seimbol, sebagaimana dalam bahasa yang menyiratkan suatu bentuk pemahaman bersama diantara warga masyarakat pendukungnya. Perwujudan seni merupakan suatu kesatuan karya yang dapat menjadi ekspresi individual, social, maupun budaya, yang dimana isi dari wujud senin sebagai substansi ekspresi yang menekankan pada berbagai tema, interprestasi atau pengalaman hidup penciptanya dalam bentuk tanda secara verbal maupun visual.

2.8.2 Pelestarian Budaya

Pelestarian , dallam kamus besar Indonesia berasal dari kata dasar lestari,

(46)

berdasarkan kata kunci lestari ditambah awalan ke- dan akhiran –an, maka yang dimaksud dengan pelestarian adalah upaya untuk membuat sesuatu selama-lamanya tidak berubah dan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk mempertahankan sesuatu agar tetap sebagaimana adanya. Merujuk pada definisi pelestarian dalam Kamus Besar Indonesia tersebut, maka dapat ditemukan kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pelestarian budaya adalah upaya untuk mempertahankan budaya agar tetap dipertahankan sebagaimana adanya.

Warisan budaya, menurut Davidson (1991:2) diartikan sebagai ‘produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa’. Dari gagasan ini, warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu. Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) tersebut yang berasal dari budayabudaya lokal yang ada di Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat (Galla, 2001: 12)

(47)

kaya. Pelestarian harus hidup dan berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas (Hadiwinoto, 2002: 30).

2.9 Komunikatif

Cara untuk mengalasi sebuah kelakuan adalag dengan pemakaian. Pemakaian juga meliputi tingkat dimana kelakuan nonverbal bertujuan menyampaikan informasi. perilaku yang komunikatif sengaja digunakan untuk menyampaikan pesan perilaku yang interaktif, sebenarnya mempengaruh kelakuan dari partisipan yang lain. Sebuah perilaku bisa berarti komunikatif dan interaktif bila disengaja dan mempengaruhi, sebagai contoh jika anda sengaja memalbai ke teman sebagai tanda anda komunikatif dan interaktif, beberapa perilaku tidak bertujuan untuk komunikatif tetapi meskipun demikian menyediakan informatif untuk penerima, komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih, sehingga pesan yang masuk dapat dipahami (Supriyono, 2010:135).

2.10 Cerita I Lubdhaka

(48)

Mengikuti upacara itu umat Hindu percaya bahwa dosa-dosa mereka terhapuskan. Tidak berarti bahwa dengan adanya hari Siwaratri itu merekan bisa berbuat dosa sebanyak-banyaknya, justru mereka takut berbuat dosa.

Gambar 2.7 Cover Buku Cerita I Lubdhaka (Sumber : Suarjana,1994)

(49)
(50)
(51)

BAB III

(52)

3.1 Perancangan Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Tugas Akhir ini di lakukan di Provinsi Bali yang dikenal sebagai Pulau Seribu Pura / Pulau Dewata. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah anak – anak mulai usia 5 – 12 tahun. Dikarenakan Pendidikan sejak usia dini diperlukan untuk memperbaiki kehidupan bangsa. Memberikan perhatian lebih kepada anak sejak dini mendapat pendidikan mengenai Budaya, merupakan langkah awal untuk memberi edukasi dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi melestarikan Budaya di Negara Indonesia ini.

3.1.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metodo penelitian kualitatif yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan

snowbaal. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (observasi, wawancara dan dokumentasi). Analisis data pada penelitian ini bersifat induktif/kualitatif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2014: 15).

(53)

kepada Dinas Kebudayaa Provinsi Bali dan Para Tokoh maupun Budayawan Mesatua Bali. Pendekatan observasi dengan melakukan pencermatan langsung secara visual terhadap objek penelitian. Dengan pendekatan kualitatif, diharapkan data yang didapatkan bisa sesuai dan mampu sebagai bahan pendukung dalam pencitaan buku pop-up Mesatua Bali berjudul I Lubdhaka sebagai upaya pelestarian budaya tradisional.

3.2 Teknik Pengumpula data

Dalam penelitian data sangat dibutuhkan sebagai penunjang perancangan. Pengumpulan data guna mendapatkan hasil sebagai penunjang dalam pembuatan karya. Dimana data yang diperolh harus, terperinci dan terarah, sehingga dapat mengahasilkan karya yang sesuai.

Pada proses pengumpulan data maka ditentukan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagi berikut:

a. Observasi

(54)

b. Wawancara

Wawancara dengan target audiens untuk mengetahui keinginan dan harapan akan buku lebih dalam seperti anak-anak usia 5 - 12 tahun untuk mengetahui kegemaran akan jenis buku, serta wawancara dengan narasumber seperti Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Para Tokoh Budayawan Mesatua Bali, dan beberapa para Orang Tua.

Berikut ini wawancara yang peneliti siapkan untuk mewawancarai Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan para tokoh budayawan:

1. Bagaimana awal mula adanya tradisi Mesatua Bali?

2. Apakah penyebab semakin punahnya tradisi Mesatua Bali?

3. Bagaimana upaya para tokoh untuk tetap menjaga tradisi Mesatua Bali?

4. Bagaimana jika cerita Mesatua Bali yang dulu dilakukan secara lisan, sekarang di kemas secara tulisan dalam sebuah buku?

5. Dalam salah satu cerita Mesatua Bali yang berjudul “I Lubdhaka”, apakah masyrakat Bali mempercayai cerita itu atau cuam di anggap mitos?

6. Bagaimana alur cerita Mesatua Bali yang berjudul I Lubdhaka?

7. Apakah cerita I Lubdhaka ini hanya ada di Bali, ataukah di luar Pulau Bali ada cerita yang serupa namun dengan nama atau judul yang berbeda?

c. Domkumen

(55)

yang terkait dalam menunjang pembuatan karya.

d. Kepustakaan

Studi Pustaka dilakukan dengan pengumpulan data mengenai kebudayaan Bali yang sesuai dan perlu diketahui anak-anak usia 5 -12 tahun, serta mengenai perkembangan psikologi anak melalui buku-buku, koran, dan media cetak lainnya. Untuk memperkuat materi sebagi media pembelajaran dan sebagi pedoman dalam perancangan karya yang akan di implementasikan kedalam penciptaan buku pop-up Mesatua Bali.

3.3 Metode Analisi Data

a. Reduksi Data

Reduksi data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini dengan menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan mengolongkan sehingga kesimpulan akhir dapat di ambil. Dengan begitu peneliti sudah mendapatkan data-data pokok dari hasil reduksi mengenai buku pop-up dan budaya yang dapat membantu peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dalam memciptakan buku pop-up

Mesatua Bali

b. Penyajian Data

(56)

pop-up Mesatua Bali.

c. Penarikan Kesimpulan.

(57)
(58)

BAB IV

(59)

wawancara, observasi, serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses perancangan. Tahapan-tahapan yang dimaksud meliputi tahap analisis data, hasil studi literatur, hasil studi kompetitor, penentuan konsep dan keyword, serta adanya elementary sketch sebagai perancangan awal.

4.1 Hasil dan Analisis Data

(60)

anak-anaknya, itulah yang membuat tradisi Mesatua Bali semakin terlihat mulai punah. Tradisi Mesatua Bali merupakan salah satu tradisi yang patut di lestarikan dan di terapkan kepada anak-anak, bahkan dengan tradisi Mesatua Bali akan mampu menumbuhkan kedekatan orang tua dengan anak-anak. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pun sudah mengupayakan untuk tetap menjaga dan melestarikan tradisi Mesatua Bali dengan setiap tahunnya menyertakan lomba Mesatua Bali dalam acara Pesta Kesenian Bali yang bisanya di selenggarakan setiap satu tahun sekali di Taman Budaya Art Center Denpasar.

Upaya tersebut terus di laksakan guna melestarikan dan meperkenalkan tradisi Mesatua Bali terhadap anak-anak sekaligus kepada orang tua yang kini sudah semakin jauh kedekatanya dengan si anak. Dengan adanya inovasi dan terobosan baru sebagai upaya melestarikan budaya tradisi Mesatua Bali, I Putu Sedana sangat mengapresiasi hal tersebut. Dalam era saat ini, melestarikan budaya memang sudah semestinya mampu memanfaatkan perkembangan teknologi yang sekarang ini sudah berkembang dengan pesat. Apalagi dengan mebuat inovasi dari suatu budaya yang awalnya diterapkan secara lisan kini mampu di sajikan dalam bentuk tulisan dan visual yang pastinya bisa menarik minat baca anak-anak.

(61)

menhantarkan tidur anak-anak. Namun, dalam perkembangannya Mesatua Bali mulai bergeser karena sekarang ini anak-anak sudah cenderung lebih banyak menonton TV dari pada mau untuk mendengarkan orang tuanya Mesatua Bali. Bila mana budaya Mesatua Bali ini yang merupakan budaya lisan dan di kembangkan dengan karya tulisan serta visual itu merupakan hal sangat bagus, karena itu merupakan kreativitas, dan itu bisa menjadikan bukti nantinya bahwa budaya Mesatu Bali tidak punah serta bisa di manfaatkan sebagai bahan bacaan bahkan tidak akan menutup kemungkinan karya tersebut sebagai bahan tontonan. Oleh karena itu silakan dikembangkan. Bila perlu lagi tidak hanya sebatas itu, bisa di kembangkan dari segi bahasa, baik dari segi imnajinasi, maupun dari segi pesan-pesan yang ingin disampaikan.

Dalam konstektual umum bahwa Andries Teeuw menyangkal Mpu Tanakung, dimana Mpu Tanakung merupakan pengarang cerita I Lubdhaka, dikatakan bahwa Mpu Tanakung adalah penjilat raja Ken Arok. Hal itu dikarenakan Ken Arok merupakan penguasa pada zaman cerita I Lubdhaka. Dalam sejarah sering dikaitkan bahwa Ken Arok adalah putra Brahma yang masuk dalam Purana. Purana adalah sejarah Dewa-Dewa, dalam Brahma Purana disebutkan bahwa Ken Arok putra Brahma. Namun, menurut I Made Titib dalam penelitiaanya pada kitab Pararaton (Bahasa Kawi: "Kitab Raja-Raja"), bahwa Ken Arok ini adalah Putra dari Tunggul Ametung yang merupakan seorang Bupati Tumapel.

(62)

10:00 WITA yang selama ini beliau mengetahui tentang Mesatu Bali dan merupakan tokoh budayawan mengatakan bahwa, Mesatua Bali saat ini belum bisa dikatakan punah karena masih ada beberapa cerita Mesatua Bali yang di kenal dalam kalangan masyarakat, namun Mesatua Bali saat ini bisa dikatakan bergeser maupun hampir punah. Dulunya Mesatua Bali digunakan sebagai media komunikasi dalam penyampaian pendidikan budi pekerti oleh para orang tua kepada anak-anaknya melalui cerita-cerita yang diberikan. Pada umumnya cerita yang di sampaikan adalah cerita rakyat, karena melalui cerita rakyat akan lebih komunikatif. Untuk sekarang ini Made Taro yang bersemangat untuk mengembangkan budaya Mesatua Bali dengan berbagai cerita Mesatua Bali yang dikemasnya dan di ajarkannya pada Sanggar Kukuryuk asuhan Made Taro. Dengan inovasi dan upaya dalam pelestarian budaya Mesatua Bali yang akan disajikan dalam bentuk karya tulisan dan visual hal itu sangat bagus sekaligus dapat mengikuti perkembangan zaman dan mengikuti kemajuan teknologi tanpa harus meninggal budaya yang terdahulu.

(63)

buku pop-up cerita I Lubdhaka yang merupakan salah satu cerita dalam Mesatua Bali.

Gambar 4.1 Pohon Bila (Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2015)

Dari hasil observasi yang diperoleh dari pengamatan serta studi dokumentasi dari Mesatua Bali khusunya cerita I Lubdhaka berupa dokumen resmi mengenai perkembangan Mesatua Bali dan alur cerita I Lubdhaka.

(64)

menunjukan kepada masyarakat agar selalu sujud kepada Tuhan dan turut menjaga keseimbangan alam.

Berdasarkan observasi mengenai pemilihan media, berikut hasil observasi mengenai kelebihan media buku pop-up dibanding media online atau elektronik lainnya, adalah:

1. Buku, pada umumnya memiliki sifat yang lebih praktis karena hanya membutuhkan sumber cahaya untuk membacanya. Berbeda dengan dengan peralatan elektronik atau media lainnya yang membutuhukan bantuan listrik yang berasal dari sumber yang belum memiliki cukup teknologi untuk digunakan tanpa habis.

2. Buku pop-up bersifat interaktif yang membutuhkan partisipasi aktif pembaca dalam membuka, menutup, menarik tab, atau memutar roda mekanisme sederhana pada rancangan buku. Partisipasi ini menimbulkan pengalaman yang melekat lebih kuat dalam benak anak-anak sehingga pesan dan isi cerita yang disampaikan dapat di serap maupun dipahami lebih cepat.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, studi dokumentasi dan kepustakaan yang sudah dilakukan dan dikumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa:

(65)

terutaman dalam cerita I Lubdhaka yang merupakan cerita yang memiliki nilai-nilai sangat penting pada setiap kisah ceritanya.

Kesibukan para orang tua juga merupakan salah satu penyebab anak-anak kurang mengenal budaya Mesatua Bali. Dulunya Mesatua Bali merupakan budaya penyampaian nilai budi perketi secara lisan, dan saat ini anak-anak tidak pernah mendapatkan pengenalan budaya Mesatua Bali secara lisan. Maka dari itu perlu di upayakan budaya Mesatua Bali yang dulunya hanya disampikan secara lisan bisa dikembangkan melalui inovasi buku cerita yang memiliki ketertarikan visual warna dan gambar.

Penyajian cerita dalam sebuah buku akan mampu meningkatkan minat baca anak-anak, dengan disertai berbagai latar gambar tokoh maupun visual yang menarik pastinya bisa memberikan penyampaian pesan-pesan moral atau budi pekerti yang disajikan dalam sebuah buku melalui membaca dan memahami isi dari cerita. Selain itu buku pun bisa dijadikan media dokumentasi dalam sebuah budaya Mesatua Bali.

Berdasarkan hal itu perlu diciptakan inovasi sebuah buku Mesatua Bali yang mampu menarik minat baca anak-anak serta cerita pesan yang terkadung di dalam cerita mudah diserap oleh anak-anak dengan penggunaan bahasa yang mudah dipahami, karakter yang memikat dan disukai anak-anak serta warna cerah yang mampu menarik perhatian anak-anak, penggunaan bahasa, karakter, warna harus mampu dengan jelas dan dipahami oleh anak-anak. Buku pop-up

(66)

dengan menggunakan metode-metode pop-up yang akan membuat anak-anak menjadi interaktif dalam membaca dan memahami sebuah cerita.

4.2 Hasil Studi Literatur

Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan terhadap penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang pernah dilakukan oleh Titis Febri Prabandari dengan judul penelitian “Perancangan MulticonstruktionalPop-Up Book Cerita Sawunggaling sebagai Upaya Pelestarian Legenda Asli Surabaya Untuk Anak-Anak”. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka dalam hal ini peneliti ingin memperbaiki kekurangan dari penelitian sebelumnya, yaitu dari segi teknik visual dan warna yang sedikit kurang cocok dan bahkan kurang menarik untuk anak-anak dengan penggunaan bahasa yang mudah dipahami serta jenis huruf yang mudah dibaca. Keunggulan serta kekuatan buku menjadi hal penting yang harus diperhatikan untuk menghindari hal-hal yang pernah terjadi dalam penelitian terdahulu agar tidak terjadi kesalahan yang sama ketika target audien menyimak isi dari buku ini. Selain itu, dalam sajian kontruksi dalam buku pop-up

akan dibuat dengan lebih kompleks dan menarik lagi disetiap halamannya tanpa harus mengurangi nilai-nilai budaya serta nilai moral yang terkandung dalam cerita penelitian saat ini.

Tujuan utama dilakukannya studi literatur adalah sebagai bahan referensi untuk mengetahui cara-cara peneliti sebelumnya mengumpulkan data, membuat konsep serta ditemukannya keywords untuk membuat karya Perancangan

(67)

Legenda Asli Surabaya Untuk Anak-Anak. Dalam penelitian saat ini akan menampilkan sajian yang berbeda dengan penelitian terdahulu melalui teknik

pop-up , visual dan pewarnaan yang akan diimplementasikan agar mampu menarik minat baca anak-anak dalam upaya melestarikan budaya tradisonal.

4.3 Hasil Creative Brief

Berdasarkan hasil pengumpulan data mengenai Mesatua Bali yang telah diperoleh, maka dapat dianalisis STP dan Unique Selling Proposition yang akan digunakan sebagai target konsumen dalam penciptaan buku pop-up Mesatua Bali sebagai berikut:

1. Segmentasi dan Targetting

a. Demografis

1. Target Audiens : Anak-anak Jenis Kelamin : Perempuan dan Laki-laki Usia : 5-12 tahun

Jenjang Pendidikan : Taman Kanak – kelas 6 Sekolah Dasar 2. Target Market : Para orang tua

Jenis Kelamin : Perempuan dan Laki-laki Usia : 30-50 tahun

Pekerjaan : Wirasuasta, Pengusaha, dan Pegawai negeri/swasta Pendidikan : minimal Sekolah Menengah Atas/SMK

(68)

b. Geografis

1.Wilayah : Pedesaan dan Perkotaan

2.Ukuran Kota : Umumnya yang tinggal perkotaan serta mudah menjangkau toko buku atau di Provinsi Bali 3.Iklim : Tropis

c. Psikografis

1) Gaya Hidup : Aktif, suka membaca buku, memiliki imajinasi tinggi 2) Kepribadian : Ingin tahu tinggi, aktif, mudah terpengaruh

d. Behavioral

Anak-anak yang belum mengenal kekayaan budaya Indonesia, sudah terpengaruh budaya asing, kurang aktif dalam lingkungan sosial, tidak gemar membaca buku, anak-anak yang suka bermain game, yang terpengaruh dengan jejaring sosial. Dengan penciptaan buku pop-up Mesatua Bali sebagai pengenalan dan pelesatrian budaya tradisonal yang dimiliki Negara Indonesia kepada anak-anak. Agar mereka tidak melupakan warisan kekayaan budayanya sendiri dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh negatif dari budaya asing yang kini semakin menggeser budaya lokal Indonesia.

2. Positioning

(69)

budaya Mesatua Bali dengan judul I Lubdhaka yang lebih menarik untuk meningkatkan minat baca dan kesadaran anak-anak terhadap budaya tradisonal dengan penggunaan teknik Pull Tab. Sehingga positioning untuk buku ini adalah media untuk melestarikan budaya Mesatua Bali sebagai warisan budaya tradisonal dengan menggunakan buku pop-up dan teknik pulltab serta mengangkat cerita I Lubdhaka sebagai isi dari penciptaan buku pop-up Mesatu Bali yang di disajikan semenarik mungkin disesuaikan dengan usia target.

3. Unique Selling Proposition

(70)

demikian, kita tidak akan pernah melihat secara langsung, keunikan, keanehan, kelucuan dan keindahan binatang-binatang tersebut.

4.4 Studi Kompetitor

Berdasarkan hasil kepustakaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan kekuatan, kelemahan, peluang dan acaman yang dimiliki oleh kompetitor ini:

1. Buku Satua Bali Cerita I Lubdhaka

Mesatua Bali dilakukan para orangtua ketika anak-anak menjelang tidur. Anak-anak yang sudah rutin Mesatua Bali akan selalu merasa haus dengan satua(cerita). Masyarakat Bali pun telah memiliki tradisi Mesatua Bali sejak lama dan secara turun temurun. Para penyatua (pendongeng) mahir juga dikenal di masing-masing daerah, di Bali disebut tukang satua. Tukang-tukang satua itu kini tinggal kenangan. Zaman telah berubah. Tradisi mendongeng di kalangan orangtua terasa kian lenyap.

(71)

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis memberikan solusi yang tepat dalam penyajian buku pop-up Mesatua Bali sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya Mesatua Bali yang kini semakin tergeser oleh pengaruh budaya luar. Pada tabel 4.2 di bawah ini adalah tabel analisis kekuatan dan kelemahan:

Tabel 4.2 Analisis Kekuatan dan Kelemahan Buku Cerita I Lubdhaka

Analisis Buku Cerita I Lubdhaka

Strength 1. Penyajian Buku cerita dengan disertai gambar ilustrasi 2. Rangkaian cerita yang sesuai dan mudah di mengerti Weakness 1. Penyajian visual gambar yang kurang menarik

2. Ilustrasi dalam buku hanya menggunakan warna hitam-putih 3. Penggunan bahasa yang terlalu berat sehingga sulit untuk

dipahami

4. Pengemasan buku yang kurang menarik

(Sumber : Hasil Olahan Peneliti,2015)

2. Bentuk Penyajian dan Variasi Tampilan

(72)

kecil memudahkan konsumennya untuk membawa dan menyimpannya. Bahan kertas yang digunakan sangatlah tipis yang menyerupai kertas koran dikarenakan buku ini merupakan terbitan pada tahun 1994. Buku ini memili susunan diantaranya kata pengantar, isi maupun cerita dan terakhir ditutup dengan rangkuman atau kesimpulan cerita.. Berikut ini adalah tampilan dari Buku Satua Bali Cerita I Lubdhaka:

a. Cover Depan dan Belakang

Gambar 4.2 Cover Depan dan Belakang Buku Satua Bali Cerita I Lubdhaka (Sumber : Suarjana,1994)

b. Penggalan Isi Buku Satua Bali Cerita I Lubdhaka

(73)

sudah bisa dipastikan kalau anak-anak akan mudah bosan dengan bacaan yang terlalu banyak.

Gambar 4.3 Sepenggalan Isi Buku Satua Bali Cerita I Lubdhaka

(Sumber : Suarjana,1994)

Dalam Buku Satua Bali Cerita I Lubdhaka terdepat pesan yang disampaikan yaitu berbagai upaya harus kita lakukan untuk menjaga dan melestarikan budaya yang kita miliki. Selain itu juga harus mampu memahami nilai-nilai moral dalam setiap cerita yang disampaikan dalam menjalani kehidupan di alam ini.

4.5 Analisis SWOT

(74)

(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu produk atau suatu spekulasi bisnis. Menurut Sarwono dan Lubis (2007:18-19) mengatakan bahwa SWOT dipergunakan untuk menilai dan menilai ulang (reevaluasi) suatu hal yang telah ada dan telah diputuskan sebelumnya dengan tujuan meminimumkan resiko yang mungkin timbul. Langkahnya dengan mengoptimalkan segi positif yang mendukung serta meminimalkan segi negatif yang berpotensi menghambat pelaksanaan keputusan perancangan yang telah diambil. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau produk dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya. Dalam menentukan sebuah keywords dan konsep perancangan, perlu adanya menganalisa SWOT yang mendukung hasil penelitian ini. Berikut adalah analisis SWOT pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 Analisis SWOT (Buku Pop-Up Mesatua Bali Berjudul I Lubdhaka)

INTERNAL

EKSTERNAL

STRENGTH WEAKNESS

1. Mesatua Bali merupakan budaya yang mampu

1. Tradisi Mesatu Bali dikenal dengan budaya penyamian lisan yang kian semakin bergeser. 2. Mesatua Bali khusunya

dalam cerita I Lubdhaka banyak yang tidak mengetahui betapa sangat pentingnya

(75)

visual yang menarik minat baca anak-anak.

3. Sebagai upaya

pelestarian budaya tradisional di pulau Bali

yang semakin dipengaruhi oleh pengaruh budaya asing.

3. Budaya Mesatua Bali kini semakin tergeserkan

1. Buku cerita yang berkembang saat menggunakan teknik pull

tab yang memiliki daya tarik yang sangat tinggi.

Merancang buku pop-up

(76)

1. Semakin Bali dalam bentuk tulisan yaitu dengan disajikan kedalam buku pop-up yang menggunakan teknik pull tab.

Belum adanya buku pop-up

terbitan Indonesia membuat buku pop-up dari

luar semakin gampang menguasi pasar Indonesia.

Strategi Utama

Menciptakan buku pop-up

Mesatua Bali berjudul I Lubdhaka dengan teknik pull tab sebagai upaya melestarikan budaya tradional, serta merancang

beberapa media pendukungnya.

(Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015)

Dari hasil tabel 4.2 tentang analisi SWOT, dapat disimpulkan bahwa buku

pop-up Mesatua Bali sangat berpotensi sebagai media dalam upaya melestarikan budaya tradisional.Budaya Mesatua Bali tersebut memiliki nilai-nilai moral yang bersifat universal yang terkandung dalam setiap ceritanya.

(77)

lingkungan masyarakat. Hal tersebut membuat anak-anak lebih tertarik untuk mengutahui budaya asing dibandingkan dengan budaya Mesatua Bali yang merupakan kekeyaan budaya Indonesia.

Strategi utama yang digunakan dalam mengupayakan pelestarian budaya Mesatua Bali ialah melalui penyajian buku pop-up dan dengan menggunakan teknik pull tab dalam implementasi buku pop-up. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan dengan buku cerita maupun buku pop-up yang lainnya.

4.6 Keyword

Pemilihan keyword dari penelitian yang berjudul “Penciptaan Buku Pop-Up Mesatu Bali Berjudul I Lubdhaka Dengan Teknik Pull Tab sebagai Upaya Pelestarian Budaya Tradisional ini didasari oleh hasil data yang dilakukan sebelumnya dengan berdasarkan data observasi maupun wawancara. Penentuan

keyword diambil hasil analisis SWOT berdasarkan data-data yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, studi literatur, studi kompetitor, analisis STP dan USP.

(78)
(79)

4.7 Analasis Keyword

Dari hasil wawancara, observasi, studi literatur dan dokumentasi, maka melalui analisa SWOT kemudian didapatkanlah strategi yang nantinya membentuk satu kata kunci atau keyword yang akan digunakan dalam penelitian ini. Keyword yang telah didapatkan ialah Swadharma, jika di artikan dalam bahasa Indonesia Swadharma ialah Kewajiban.

Dengan beberapa strategi yang digunakan untuk mendapatkan keyword Swadharama dengan mengembangkan beberapa kata kunci yang ditemukan sebelumnya dan melaui analisa USP, analisa SWOT, analasis STP.

Melalui analisa STP, didapatkan target sasaran dalam pelestarian budaya Mesatua Bali, ialah para anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berasal dari kalangan kelas menengah keatas. Kemudian para anak-anak ini digolongkan sebagai anak-anak yang memiliki ketertarikan tentang pembelajaran atau pendidikandan Imajinasi, yaitu anak-anak yang penuh semangat dan aktif. Suatu hal yang dapat mewujudakan pembelajaran dan imajinasi adalah suatu yang real yan artinya nyata.

(80)

pull tab dan didukung pula dengan media promosi yang akan ditentukan. Oleh sebab itulah kemudian, muncul beberapa kata kunci yaitu tradisional dan mitologi sebagai penggambaran strategi utama. Kedua kata kunci tersebut disimpulkan kedalam satu kata kunci yang lebih mewakili keseluruhannya yakni Tradisi. Hal ini dikarenakan Mesatua Bali merupakan budaya tradisional dan cerita I Lubdhaka merupakan cerita yang digolongkan kedalam cerita mitologi yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat Bali.

Kemudian melalui analisa USP, diperoleh satu keunikan tersendiri yang dimilik budaya Mesatua Bali, yang menjadikan pembeda budaya Mesatua Bali dengan budaya yang lainnya ialah unsur universal yang dimiliki oleh budaya Mesatua Bali. Unsur budaya Mesatua Bali dianggal universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa didunia. Ada tujuh unsur kebudayaan universal salah satunya adalah bahasa yang menjadi ciri khas dan karakter dari setiap daerah.

Dari beberapa kata kunci yang sudah ditemukan, kemudian dikerucutkan sehingga mendapatkan satu kata kunci utama yang mampu mewakili dari keseluruhan konsep rancangan ini. Yaitu, Swadharma yang dimana jika diartikan dalam bahasa Indonesia memiliki arti Kewajiban.

4.8 Deskripsi Konsep

Dari hasi analisa Stregth Wearness Opportunity Trearh (SWOT), maka diperoleh suatu konsep yang dapat mewakili unsur-unsur analisa yaitu

Gambar

Gambar 2.7 Cover Buku Cerita I Lubdhaka
Gambar 4.1 Pohon Bila
Tabel 4.2 Analisis Kekuatan dan Kelemahan Buku  Cerita  I Lubdhaka
Gambar 4.2 Cover Depan dan Belakang Buku Satua Bali Cerita I Lubdhaka(Sumber : Suarjana,1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil akhir dari penelitian ini adalah terciptanya sebuah sistem pendukung keputusan yang menerapkan Analisis Gap dan Metode Profile Matching yang sesuai dengan kriteria penyiar

Sumber: Hasil Analisis, 2018 Gambar 5.24 Diagram Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Faktor Harga Responden Kecamatan Bukit Raya sangat mempertimbangkan harga lahan,

Jika melihat jenis – jenis dari game yang telah disebutkan diatas, game virtual reality Pengenalan Ilmuwan Muslim Al-Haytham ini termasuk ke dalam jenis survival games karena

Pilihan tersebut pula didasarkan kepada kemampuan dan kesesuaian komponen berkenaan untuk memungkinkan ilmu atau pemikiran (dalam bentuk wacana yang

Maksud Tuturan : Pn mencoba meyakinkan masyrakat DKI Jakarta bahwa PU yang dipekerjakan telah bekerja dengan baik dan akan mencapai target yang di tentukan Status

Laporan Tugas Akhir ini akan menjelaskan dengan detail bagaimana proses perancangan karakter serta desain yang dapat mendukung cerita dalam visual novel Elixir.. Kata kunci:

Hampir seluruh keluarga di Bekasi maupun di Jakarta yang memiliki satu mobil dan beberapa sepeda motor yang secara langsung menjadikan kendaraan pribadi menjadi alat transportasi

Berdasarkan penelitian Kurniawan (2016) yang melakukan isolasi kolagen kulit ikan parang-parang dengan metode hidro-ekstraksi menunjukkan amida A bergeser ke arah kanan atau ke