• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TAI CHI FOR DIABETES (TCD) TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT DEPRESI DAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KELURAHAN POLEHAN KOTA MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH TAI CHI FOR DIABETES (TCD) TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT DEPRESI DAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KELURAHAN POLEHAN KOTA MALANG"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KELURAHAN POLEHAN

KOTA MALANG TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Disusun Oleh :

AGIK PRIYO NUSANTORO 20141050001

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(2)

DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KELURAHAN POLEHAN

KOTA MALANG TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Disusun Oleh :

AGIK PRIYO NUSANTORO 20141050001

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(3)

ii

PENGARUH TAI CHI FOR DIABETES (TCD) TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT DEPRESI DAN KADAR GLUKOSA

DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KELURAHAN POLEHAN

KOTA MALANG

Telah diseminarkan dan diujikan pada tanggal : 14 November 2016

Disusun Oleh :

AGIK PRIYO NUSANTORO 20141050001

Penguji

Shanti Wardaningsih, Ns., M.Kep.Sp.Jiwa., Ph.D (……….) Novita Kurnia Sari, S.Kep., Ns., M.Kep (……….….…) Yanuar Primanda,S.Kep., Ns., MNS (……….….…)

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii Yang bertanda tangan dibawah ini, Peneliti : Nama : Agik Priyo Nusantoro NIM : 20141050001

Prorgam Studi : Magister Keperawatan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis yang berjudul “Pengaruh Tai Chi for Diabetes (TCD) terhadap Perubahan Tingkat

Depresi dan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kelurahan Polehan Kota Malang” adalah betul -betul karya Peneliti sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan Peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia menerima sanksi akademik.

Yogyakarta, November 2016 Yang membuat pernyataan

(5)

iv

Penulis persembahkan karya ini untuk :

Allah SWT.

Alhamdulillah, terimakasih ya Allah, puji syukur hamba panjatkan pada-Mu yang selalu memberikan nikmat, karunia, petunjuk dan pertolongan kepada hamba.

Istri

Terimakasih istri ku Belia Putri yang selalu memberikan motivasi, curahan kasih sayang serta dengan gigih mendampingi ku hingga meraih kesuksesan. Semoga kebahagiaan yang barokah selalu mengiringi kita. Amin

Orang Tua

Terima kasih Papa Mas'ud, Mama Sulistyorini serta adekku Aris Sandy atas semua dukungan moral maupun material, kasih sayang dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah kesuksesanku. Semoga kita selalu diberikan hidup yang penuh barokah oleh Allah. Amin

Teman-teman superku M.Kep Angkatan V

(6)

v

Almamater ku

(7)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Tai Chi for Diabetes (TCD) terhadap Perubahan Tingkat

Depresi dan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa arahan dan dorongan yang sangat berarti sejak dari persiapan sampai dengan terselesainya penulisan laporan tesis ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Achmad Nurmandi. M.Sc, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi lanjut S2 Keperawatan.

(8)

vii

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak membantu, mengarahkan, membimbing dan memberikan dukungan bagi peneliti.

4. Novita Kurnia Sari.,S.Kep,Ns.,M.Kep selaku advisor dan dosen pembimbing 2 dalam penyusunan penelitian tesis di Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak membantu, mengarahkan, membimbing, memberikan motivasi dan selalu memberi dorongan sampai terselesaikannya tesis ini.

5. Yanuar Primanda.,S.Kep. Ns. MNS selaku dosen penguji di Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi banyak masukan dan bantuannya.

6. Segenap dosen Program Studi Magister Keperawatan Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

7. Orang tua, istri serta keluarga besar penulis yang telah memberikan

(9)

viii

pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

9. Kepala puskesmas, perawat, Lurah serta seluruh responden yang telah

membantu dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan, mendapatkan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Mohon maaf apabila kurang sempurna dalam penulisan naskah tesis dan mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun.

Yogyakarta, November 2016

(10)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN

1. Aplikasi Teori Self Care pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 ... 15

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 54

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 55

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

D. Variabel Penelitian ... 58

E. Definisi Operasional ... 59

F. Instrumen Penelitian ... 60

G. Cara Pengumpulan Data ... 61

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63

(11)

x

A. Hasil Penelitian ... 69

1. Gambaran Umum Lokasi dan Pelaksanaan Penelitian .... 69

2. Analisis Univariat ... 71

3. Analisis Bivariat... 78

B. Pembahasan ... 84

1. Karakteristik Responden ... 84

2. Pengaruh TCD terhadap Perubahan Tingkat Depresi ... 89

3. Pengaruh TCD terhadap Kadar Glukosa Darah ... 94

4. Implementasi Teori Keperawatan Self care ... 98

C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... 100

1. Kekuatan Penelitian ... 100

2. Kelemahan Penelitian ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 101

(12)

xi

Tabel 1.1 Penelitian terkait ... 12

Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa ... 18

Tabel 2.2 Interprestasi derajat depresi PHQ 9 ... 44

Tabel 3.1 Desain penelitian ... 54

Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 59

Tabel 3.3 Analisis Bivariat Uji statistik Tingkat Depresi ... 67

Tabel 3.4 Analisis Bivariat Uji statistik Kadar Glukosa Darah ... 67

Tabel 4.1 Karakteristik Responden ... 72

Tabel 4.2 Crosstab Kelompok Intervensi ... 73

Tabel 4.3 Crosstab Kelompok Kontrol ... 75

Tabel 4.4 Tingkat Depresi Sebelum dan Sesudah ... 76

Tabel 4.5 Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah ... 77

Tabel 4.6 Perbedaan Perubahan Tingkat Depresi ... 78

Tabel 4.7 Nilai Selisih Beda Tingkat Depresi ... 79

Tabel 4.8 Uji Normalitas Glukosa Darah ... 81

Tabel 4.9 Perbedaan Kadar Glukosa Darah... 82

(13)

xii

(14)

xiii

Skema 2.1 Nursing System ... 47

Skema 2.2 Kerangka Teori ... 52

Skema 2.3 Kerangka Konsep ... 53

(15)

xiv Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Lampiran 3 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Asisten Penelitian Lampiran 4 Kuesioner Karakteristik Responden

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian PHQ-9 Lampiran 6 Cek-List Kadar Glukosa Darah Lampiran 7 Daftar Hadir TCD

(16)

xv

DI WILAYAH KELURAHAN POLEHAN KOTA MALANG

Agik Priyo Nusantoro, Shanti Wardaningsih, Novita Kurnia Sari ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit silent killer yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Selain itu, pada pasien diabetes melitus dapat mengalami resiko depresi 3 kali lipat dibandingkan masyarakat umum. Salah satu penatalaksanaan pada penderita diabetes melitus adalah dengan latihan jasmani berupa senam tai chi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pengaruh Tai Chi for Diabetes (TCD) terhadap perubahan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode quasy experiment dengan pendekatan pre post test with control group design dengan total sampel 44 responden yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok intervensi 22 responden diberikan senam TCD 2 kali dalam seminggu selama 4 minggu, sedangkan kelompok kontrol 22 responden diobservasi tanpa diberikan senam TCD. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dan uji analisis menggunakan wilcoxon test dan Mann-Whitney test.

Hasil :Pengukuran sebelum dan sesudah TCD didapatkan nilai tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada kelompok intervensi mengalami penurunan dimana nilai mean depresi 5,27 dan nilai mean glukosa darah 30,50 sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan dimana nilai mean depresi 1,22 dan nilai mean glukosa darah 13,22.

Kesimpulan : Penelitian ini membuktikan bahwa TCD efektif menurunkan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Saran : Dibutuhkan penelitian lanjutan tentang TCD dalam upaya mengatasi permasalahan pada penderita diabetes melitus tipe 2 serta penerapan TCD dalam pelayanan kesehatan sebagai salah satu penatalaksanaan penderita diabetes melitus dalam mengontrol penyakitnya.

(17)

xvi

POLEHAN, MALANG CITY

Agik Priyo Nusantoro, Shanti Wardaningsih, Novita Kurnia Sari

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a silent killer that may cause health problem. Besides, the diabetes mellitus patients may have depression risk 3 times more than common people. One of the treatments for diabetes mellitus patients are by doing physical exercise, such as tai chi gymnastics. This research aims to analyze the effects of Tai Chi for Diabetes toward the changing of depression level and blood sugar level on diabetes mellitus type 2 patients.

Methodology: This research used quasy experiment method with pre post test control group design approach. The total number was 44 respondents and they were divided into two groups. The intervention group which consist of 22 respondents were given TCD gymnastics twice a week for 4 weeks, while the control group which consist of 22 respondents were observed without the gymnastics. The sampling technique used was simple random sampling and the analysis test used wilcoxon test and Mann-Whitney test.

Result: The before and after measurement of TCD showed that the value of depression level and blood sugar in the intervention group decreased in which the mean of the depression was 5,27 and the mean of blood glucose was 30,50. Whereas in the control group, the depression level increased in which the mean of it was 1,22 and the mean of blood glucose was 13,22. Conclusion: this research proved that TCD is effectively decreasing the level of depression and the blood glucose level on diabetes mellitus type 2 patients.

Suggestion: It is needed further research about TCD which aimed to resolve the problems on diabetes mellitus type 2 patients and also the application of TCD in health service as one of the treatment for the diabetes mellitus patients in controlling their disease.

(18)
(19)

xv

DI WILAYAH KELURAHAN POLEHAN KOTA MALANG

Agik Priyo Nusantoro, Shanti Wardaningsih, Novita Kurnia Sari ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit silent killer yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Selain itu, pada pasien diabetes melitus dapat mengalami resiko depresi 3 kali lipat dibandingkan masyarakat umum. Salah satu penatalaksanaan pada penderita diabetes melitus adalah dengan latihan jasmani berupa senam tai chi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pengaruh Tai Chi for Diabetes (TCD) terhadap perubahan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode quasy experiment dengan pendekatan pre post test with control group design dengan total sampel 44 responden yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok intervensi 22 responden diberikan senam TCD 2 kali dalam seminggu selama 4 minggu, sedangkan kelompok kontrol 22 responden diobservasi tanpa diberikan senam TCD. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dan uji analisis menggunakan wilcoxon test dan Mann-Whitney test.

Hasil :Pengukuran sebelum dan sesudah TCD didapatkan nilai tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada kelompok intervensi mengalami penurunan dimana nilai mean depresi 5,27 dan nilai mean glukosa darah 30,50 sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan dimana nilai mean depresi 1,22 dan nilai mean glukosa darah 13,22.

Kesimpulan : Penelitian ini membuktikan bahwa TCD efektif menurunkan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Saran : Dibutuhkan penelitian lanjutan tentang TCD dalam upaya mengatasi permasalahan pada penderita diabetes melitus tipe 2 serta penerapan TCD dalam pelayanan kesehatan sebagai salah satu penatalaksanaan penderita diabetes melitus dalam mengontrol penyakitnya.

(20)

xvi

POLEHAN, MALANG CITY

Agik Priyo Nusantoro, Shanti Wardaningsih, Novita Kurnia Sari

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a silent killer that may cause health problem. Besides, the diabetes mellitus patients may have depression risk 3 times more than common people. One of the treatments for diabetes mellitus patients are by doing physical exercise, such as tai chi gymnastics. This research aims to analyze the effects of Tai Chi for Diabetes toward the changing of depression level and blood sugar level on diabetes mellitus type 2 patients.

Methodology: This research used quasy experiment method with pre post test control group design approach. The total number was 44 respondents and they were divided into two groups. The intervention group which consist of 22 respondents were given TCD gymnastics twice a week for 4 weeks, while the control group which consist of 22 respondents were observed without the gymnastics. The sampling technique used was simple random sampling and the analysis test used wilcoxon test and Mann-Whitney test.

Result: The before and after measurement of TCD showed that the value of depression level and blood sugar in the intervention group decreased in which the mean of the depression was 5,27 and the mean of blood glucose was 30,50. Whereas in the control group, the depression level increased in which the mean of it was 1,22 and the mean of blood glucose was 13,22. Conclusion: this research proved that TCD is effectively decreasing the level of depression and the blood glucose level on diabetes mellitus type 2 patients.

Suggestion: It is needed further research about TCD which aimed to resolve the problems on diabetes mellitus type 2 patients and also the application of TCD in health service as one of the treatment for the diabetes mellitus patients in controlling their disease.

(21)

1 A. Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia semakin meningkat. Hal ini berdampak terhadap adanya pergeseran pola penyakit. Penyakit menular dan kekurangan gizi berangsur turun, diikuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif atau tidak menular yang diakibatkan oleh pola hidup masyarakat yang kurang sehat, salah satunya adalah diabetes melitus. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis mengontrol kadar gula di dalam darah (Bustan, 2007; Sudoyo, 2006).

(22)

sekresi insulin. Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita diabetes melitus yang sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan (Depkes, 2005; Sudoyo, 2006).

Ada beberapa jenis diabetes melitus yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe gestasional, dan diabetes melitus tipe lainnya. Jenis diabetes melitus yang paling banyak diderita adalah diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (Depkes, 2005).

(23)

Indonesia diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 (Tandra, 2008).

Data dari Profil Kesehatan Dinkes Jatim menunjukkan bahwa dari tahun 2012, berdasarkan pada jumlah kasus penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di sebuah rumah sakit, rumah sakit tipe B yang berjumlah 24 rumah sakit, kasus terbanyak masih tergolong penyakit degeneratif yakni hipertensi (112.583 kasus) dan diabetes melitus (102.399 kasus). Seperti halnya pada rumah sakit tipe B, dua besar penyakit terbanyak pasien rawat jalan pada rumah sakit tipe C adalah hipertensi (42.212 kasus) dan diabetes melitus (35.028 kasus) (Dinkes Jatim, 2012).

Data penderita diabetes melitus di wilayah Kota Malang pada tahun 2015 menunjukkan penderita baru sebesar 5.905 pasien dan penderita lama sebesar 22.025 pasien dengan total keseluruhan sebesar 27.930 pasien penderita diabetes melitus (Dinkes Kota Malang, 2015).

(24)

pengobatan dengan insulin dan beberapa obat anti diabetes. Otak tergantung pada pasokan glukosa yang terus-menerus sebagai sumber utama energi. Perubahan dalam konsentrasi glukosa darah mempengaruhi fungsi otak sehingga terjadi perubahan pada proses berfikir dan terjadi perubahan suasana hati yang dapat menimbulkan depresi (Andrew et al, 2004).

Perubahan glukosa dalam darah pada pasien diabetes melitus juga akan mempengaruhi HPA (Hipothalmic Pituitari Adrenal) sehingga akan terjadi sekresi hormon kortisol yang berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak yang kemudian berperan dalam respon stres. Selain itu juga menstimulus pengeluaran hormon epinefrin dan norepinefrin untuk memperkuat sistem saraf simpatis, berperan dalam adaptasi terhadap stres dan pengaturan tekanan darah. Efek dari pengeluaran hormon tersebut dapat mempengaruhi perubahan suasana hati, depresi dan perubahan perilaku (Schiffer et al, 2004; Sherwood, 2011)

(25)

gangguan psikologis baik ringan, sedang mapun berat. Pendapat senada dari Amiel et al (2007) menyatakan bahwa hidup dengan diabetes melitus menyebabkan masalah psikologis seperti kecemasan, depresi dan gangguan abilitas sehingga akan memperburuk kadar gula dalam darah penderita dan ketidakmampuan dalam kehidupannya.

Soegondo (2009) mengemukakan bahwa penderita diabetes melitus terutama yang mengalami komplikasi, mempunyai risiko depresi 3 kali lipat dibandingkan masyarakat umum. Komplikasi diabetes dapat menyebabkan kehidupan sehari-hari yang lebih sulit sehingga menimbulkan kesedihan yang berkepanjangan. Selain itu menurut Medved et al (2009), depresi pada diabetes melitus akan memberikan kontribusi untuk neurohormonal dan neurotransmitter yang dapat mempengaruhi perubahan metabolisme glukosa.

(26)

Tujuan pengelolaan diabetes melitus adalah untuk menghilangkan keluhan atau gejala, mempertahankan rasa nyaman dan sehat, mencegah timbulnya komplikasi, menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan ini dapat tercapai apabila kadar gula darah terkontrol. Oleh karena itu, individu dengan diabetes harus mengatur pola makan dengan makanan yang sehat, rendah lemak dan cukup hidrat arang, menjalani pemeriksaan gula darah, latihan jasmani secara teratur, menjaga keseimbangan berat badan serta menggunakan obat sesuai anjuran dokter (Perkeni, 2008).

(27)

Latihan jasmani untuk pasien dengan diabetes melitus salah satunya dengan senam. Senam diabetes bertujuan meningkatkan kesegaran jasmani atau aerobik yang optimal untuk penderita diabetes

melitus, dengan olah gerak yang disesuaikan dengan kebutuhan

penderita diabetes tanpa komplikasi yang berat (Santoso, 2006). Senam

direkomendasikan dilakukan dengan intensitas moderat (60 -70 %

maksimum heart rate), durasi 30-60 menit dengan frekuensi 3 kali/ minggu dan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut tidak melakukan

senam (ADA, 2012; Soegondo, 2007).

Macam-macam senam yang dapat dipilih oleh pasien diabetes melitus salah satunya adalah senam tai chi. Tai chi adalah suatu bentuk gerakan pikiran-tubuh terapi yang telah dipraktekkan dalam pengobatan tradisional Cina selama lebih dari tiga ratus tahun. Meskipun ada banyak gaya yang berbeda dari tai chi, kebanyakan terdiri dari pelatihan gerakan, pernapasan, dan pikiran, dengan fokus yang kuat pada pikiran, dan berbagi sifat rendah. Tai chi telah terbukti memiliki manfaat fisiologis dan psikologis (Liu X. et al, 2015).

(28)

meningkatkan sikap, seperti suasana hati dan harga diri. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi yang diberikan perlakuan berupa senam tai chi menunjukkan nilai mean -8.1 yang artinya terjadi penurunan tingkat depresi sebelum dan sesudah tai chi pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan nilai mean 2.3, yang artinya terjadi peningkatan tingkat depresi sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol. Ini menunjukkan bahwa tai chi bermanfaat untuk mengurangi depresi dan membantu mengatasi langkah-langkah dalam penanganan depresi dan sindrom metabolik yang penting bagi tubuh.

(29)

Teori self care pada pasien diabetes melitus diharapkan dapat membuat pasien melakukan perawatan diri sendiri untuk mengatasi depresi dan mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri sesuai tingkat kemampuannya. Pasien diabetes melitus dapat melakukan senam tai chi sesuai tingkat kemampuan pasien secara teratur dan berusaha untuk tidak tergantung dengan orang lain. Dengan menerapkan teori keperawatan orem berupa teori self care akan melatih pasien untuk hidup lebih baik lagi dan dapat mengelola diabetes mellitus dengan baik.

(30)

mempengaruhi perilaku perawatan diri ( Bai, Chiou & Chang, 2009).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan diwilayah kelurahan Polehan kota Malang pada bulan Juni 2016, ditemukan dari 10 pasien dengan diabetes mellitus yang datang berobat ke puskesmas, 6 pasien adalah pasien lama yang terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 yang mengalami depresi ringan dan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol. Selain itu dari 10 pasien tersebut belum pernah melakukan penatalaksanaan diabetes mellitus berupa latihan jasmani untuk mengontrol kadar glukosa darahnya.

B. Perumusan Masalah

(31)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan Umum penelitian ini untuk mengetahui pengaruh TCD terhadap perubahan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi perubahan tingkat depresi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi penderita diabetes melitus tipe 2.

b. Mengidentifikasi perubahan kadar glukosa darah pada

kelompok kontrol dan kelompok intervensi penderita diabetes melitus tipe 2.

c. Menganalisis pengaruh TCD terhadap perubahan tingkat

depresi dan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi penderita Diabetes Melitus tipe 2. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(32)

2. Manfaat Praktis

a. Peniliti Selanjutnya

Sebagai bahan rujukan dan tambahan sumber informasi untuk pelaksanaan penelitian lebih lanjut.

b. Pelayanan Kesehatan

Dapat diterapkan di pelayanan kesehatan sebagai salah satu penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 2.

c. Penderita Diabetes Melitus

Dapat dijadikan salah satu alternatif pengelolaan diabetes melitus dengan melakukan senam TCD secara teratur. E. Penelitian Terkait

Tabel 1.1 Penelitian Terkait

No Sitasi Persamaan Perbedaan

(33)
(34)

6. Liu X, et al (2013)

Efek Tai Chi pada Kualitas

Kesehatan Terkait Kehidupan pada Orang dengan Gula Darah Tinggi atau Diabetes : Uji Coba Terkontrol secara Acak

Variabel dalam

penelitian ini memiliki kesamaan yaitu efek tai chi pada kadar glukosa darah

Adanya kelompok intervensi dan kelompok kontrol

(35)

15 A. Landasan Teori

1. Aplikasi Teori Self Care pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Self care diartikan sebagai wujud perilaku seseorang

dalam menjaga kehidupan, kesehatan, perkembangan dan kehidupan disekitarnya (Baker & Denyes, 2008). Menurut Delaune et al (2002), self care merupakan perilaku yang dipelajari dan merupakan suatu tindakan sebagai respon atas suatu kebutuhan.

Teori self care adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh Dorothea Orem. Orem mengembangkan teori keperawatan self care secara umum dibagi menjadi 3 teori yang saling berhubungan, yaitu : teori self-care, teori self care deficit, teori nursing systems (Orem, 2001).

(36)

memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit, yang ditekankan pada kebutuhan kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri (Hidayat, 2009).

Sousa & Zauszniewski (2005) mendefinisikan perawatan diri diabetes melitus (diabetes melitus self care) merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan perawatan diri dan melakukan tindakan perawatan diri diabetes untuk meningkatkan pengontrolan gula darah. Menurut Sigurdardotir (2005) perawatan diri diabetes adalah tindakan yang dilakukan seseorang untuk mengontrol diabetes dengan melakukan pengobatan dan pencegahan komplikasi.

Diabetes melitus self care adalah program atau tindakan yang harus dijalankan sepanjang kehidupan dan menjadi tanggungjawab penuh bagi setiap pasien diabetes melitus (Bai et al, 2009). Menurut Kusniyah (2010), diabetes melitus self care

(37)

melitus dengan melaksanakan perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri.

Tanto (2014), diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengawasan medis dan edukasi perawatan diri pasien secara berkelanjutan.

Diabetes melitus merupakan penyakit yang telah dikenal sejak beberapa abad yang lalu. Diabetes melitus merupakan sekelompok penyakit yang dikarakteristikkan oleh hyperglikemia akibat dari kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua (Lemone & Burke, 2008).

(38)

diabetes melitus tipe lain yang disebabkan karena defek fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati, karena obat/ zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus; diabetes melitus gestasional.

Diagnosa klinis diabetes melitus umumnya akan ditegakkan bila ada keluhan khas diabetes melitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin ditemukan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes

melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis diabetes mellitus (Sudoyo et al, 2006).

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penentuan Diagnosa Diabetes Melitus. Pemeriksaan

DM

Bukan DM Belum Pasti DM

GDS (mg/dl) Plasma Vena <110 110-199 ≥200 Darah Kapiler < 90 90-199 ≥200 GDP (mg/dl) Plasma Vena <110 110-125 ≥126

(39)

a. Self Care Agency

Dalam teori self care juga dikenalkan adanya self care agency yaitu kemampuan yang komplek dari pendewasaan dan orang-orang yang dewasa untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhannya yang ditujukan untuk mengatur fungsi dan perkembangan manusia (Orem, 2001). Self care agency adalah kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan dan melaksanakan self care (Alligood & Tomey 2006; Tylor & Renpenning 2011).

Self care agency merupakan suatu kemampuan

(40)

Penatalaksanaan diabetes melitus menurut Tanto (2014) meliputi empat pilar yaitu : 1) Edukasi mengenai pengertian diabetes mellitus hingga cara mengatasinya; 2) Terapi nutrisi medis, meliputi keteraturan jadwal, jenis dan jumlah jadwal; 3) Aktivitas fisik, yang dianjurkan adalah intensitas sedang minimal 150 menit/minggu atau 75menit/minggu, dengan intensitas 3 hari per minggu dan tidak ada 2 hari berturutan tanpa aktivitas fisik; 4) Terapi farmakologi, diterapkan bersama-sama dengan pengaturan diet dan latihan jasmani, terapi farmakologis dapat berupa (ADO) Anti Diabetik Oral atau insulin.

(41)

dan fibrinolisis. Pada diabetes mellitus tipe 1, latihan akan menyulitkan pengaturan metabolik, hingga kendali gula darah bukan merupakan tujuan latihan. Tetapi latihan endurance ternyata terbukti akan memperbaiki fungsi

endotel vaskuler (Sudoyo, 2009).

Prinsip latihan jasmani yang disarankan pada penderita DM adalah CRIPE (Continue, Rhythmical, Interval, Progressive and Endurance). Continue, latihan

harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti; Rhythmical, latihan harus berirama antara kontraksi otot dan relaksasi; Interval, latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat; Progressive, latihan paling sedikit 3-4 kali seminggu dengan intensitas latihan 30-60 menit; Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. Latihan jasmani sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Depkes, 2008; Perkeni, 2008).

(42)

perawatan diri (basic conditional factor) yang terdiri dari faktor usia, jenis kelamin, status kesehatan, orientasi sosial budaya, sistem perawatan kesehatan, kebiasaan keluarga, pola hidup, faktor lingkungan dan keadaan ekonomi. Basic conditioning factors yaitu faktor internal dan eksternal

individu yang dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk terlibat dalam perawatan dirinya. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri berjalan melalui proses belajar dengan pemberian pengetahuan dan latihan (Orem, 2001).

Menurut Sousa et al (2005), ada beberapa basic conditioning factor yang mempengaruhi self care agency

pada diabetes melitus antara lain : 1) Usia

Usia mempunyai hubungan yang signifikan terhadap self care diabetes, semakin meningkatnya usia maka

akan menyebabkan peningkatan dalam aktifitas self care diabetes (Sousa et al, 2005). Lyliana (2015)

(43)

akan meningkatkan kepatuhan dan kepedulian pasien diabetes melitus untuk melakukan self care.

2) Jenis Kelamin

Klien diabetes melitus yang berjenis kelamin perempuan menunjukkan perilaku self care lebih baik dibandingkan laki-laki, perempuan lebih peduli untuk melakukan perawatan mandiri terhadap penyakit yang dialaminya (Sousa dan Zauszniewski, 2005)

3) Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan pasien diabetes melitus maka akan fokus untuk melakukan diabetes melitus self care (Ayele et al, 2011). Menurut Damayanti et al

(2014) menyatakan bahwa pasien diabetes melitus dengan pendidikan tinggi memiliki pengetahuan dalam perawatan diri sehingga pasien tersebut lebih memperhatikan dalam pengelolaan perawatan diri diabetes melitus.

4) Lama menderita diabetes mellitus

(44)

5) Riwayat Depresi

Aspek emosional diketahui mempunyai hubungan yang signifikan terhadap perilaku self care pada pasien diabetes melitus. Masalah emosional yang dialami oleh klien diabetes melitus akan mengakibatkan klien tidak memiliki semangat dalam program terapi obat yang dijalani (Sigurdardotir, 2005).

Depresi ditemukan pada kelompok diabetes, dalam studi terbaru oleh Khuwaja et al, (2010) menunjukkan bahwa 43,5% pasien yang mengunjungi klinik diabetes menderita depresi. Depresi pada diabetes melitus dapat menyebabkan pesimisme dan menurunkan self-efficacy, sehingga dapat mengakibatkan kepatuhan serta perawatan diri yang kurang. Selain itu depresi pada pasien diabetes melitus dapat menimbulkan beban gejala yang lebih tinggi, peningkatan penurunan fungsional, kontrol glikemik yang kurang dan komplikasi diabetes yang tinggi (Zuberi et al, 2011).

b. Self Care Demand

(45)

self care. Self care demand (self care terapeutik) adalah

totalitas dari tindakan self care yang diperlihatkan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan self care yang sudah diketahui dengan menggunakan metode yang valid dan seperangkat dan seperangkat kegiatan yang saling berhubungan (Orem, 2001).

(46)

Senam tai chi salah satu latihan jasmani yang memiliki kapasitas aerobik di dalamnya yang dapat menurunkan kadar glukosa didalam darah. Fungsi senam pada pasien diabetes mellitus yaitu meningkatkan kepekaan insulin pada otot-otot dan hati yang bisa menyebabkan penurunan pada dosis obat-obat hipoglikemia oral atau insulin yang dibutuhkan orang tersebut. Juga, profil lipid juga cenderung diperbaiki. Lebih khusus lagi, kadar kolesterol HDL yang sangat membantu makin bertambah dan terjadi penurunan trigliserida, sehingga mengurangi resiko aterosklerosis. Diduga bahwa kurangnya olah raga bisa merupakan faktor yang memiliki resiko langsung bagi perkembangan resitensi terhadap insulin pada diabetes tipe 2, dan kemampuan fisik yang tetap aktif selama hidup merupakan salah satu sarana bagi perlindungan dan pencegahan penyakit (Wright, 2008).

(47)

Tai chi dikaitkan dengan manfaat kesehatan, termasuk peningkatan kekuatan fisik, keseimbangan atau fleksibilitas, kardiovaskular dan fungsi pernafasan, fungsi kekebalan tubuh, dan berkurangnya rasa sakit. Sejumlah penelitian dengan menggunakan kontrol acak berfokus pada efek positif dari tai chi pada berbagai populasi dengan kondisi medis tertentu, termasuk diabetes tipe 2, fibromyalgia, kanker payudara, osteoartritis, kondisi kardiovaskular, rheumatoid arthritis, dan infeksi human immunodeficiency virus HIV (Wang F. et al, 2013).

Ada beberapa jenis tai chi, salah satu nya yang sudah dikembangkan adalah Tai Chi for Diabetes. Program TCD yang dikembangkan oleh Lam didasarkan pada formulir standar 21 gerakan dari gabungan gaya Yang dan gaya Sun dari Tai Chi. Program ini untuk meningkatkan kontrol glukosa yang mengakibatkan perubahan positif pada mikrosirkulasi untuk extremities (Ahn & Song, 2012).

(48)

TCD yang terdiri terdiri dari lima tahap yaitu : Tahap pertama latihan pemanasan selama 5 menit, tahap kedua latihan qigong selama 5 menit, tahap ketiga latihan gerakan inti tai chi selama 40 menit, tahap ke empat latihan qigong lagi selama 5 menit, dan tahap ke lima latihan pendinginan selama 5 menit.

Dalam studi penelitian yang dilakukan Tsang T. et al (2007), latihan "Tai Chi for Diabetes" (Lam, 2001),

terdiri dari 12 gerakan dari gabungan gaya yang dan sun dari tai chi, yang memanfaatkan gerakan halus dan lembut dengan lutut ditekuk di posisi semi jongkok sedikit. Setiap sesi dimulai dengan latihan pemanasan untuk seluruh tubuh (10 menit) dan diakhiri dengan latihan pendinginan (5 menit). Latihan tai chi biasanya dilakukan secara keseluruhan dengan sesi (45 menit) dan melibatkan tehnik pernapasan dan visualisasi.

(49)

gerakan dalam tai chi, tanpa jenis latihan kontrol, tipuan latihan kontrol, kontrol seni bela diri, dan kontrol kegiatan biasa sehari-hari.

Komponen Tai chi menurut Chodzko et al (2006), meliputi pernapasan, meditasi dan penampilan fisik. Napas : napas diafragma terhubung dengan aliran gerakan, meditasi : efek gerakan praktek yang berulang-ulang dengan napas biasa, praktek gerakan dengan memperhatikan fokus gerakan dan sikap, penampilan fisik : keterlibatan beberapa kelompok gerakan otot kaki transisi lambat dan terkendali, pergeseran berat dari kanan ke kiri dan depan untuk kembali dengan kaki dan gerakan lengan Kebanyakan bentuk berasal dari posisi berdiri, dengan adaptasi untuk posisi duduk atau berbaring untuk maju ke posisi berdiri.

(50)

melengkung, dan gerakan tubuh spiral. Tai chi dapat dipraktekkan sendirian atau sebagai latihan kelompok, dan memiliki manfaat yang signifikan untuk fungsi-fungsi fisik, emosional, dan sosial. Peserta mungkin praktek beberapa gerakan tai chi bukan keseluruhan ditetapkan untuk mencapai manfaat kesehatan tertentu, seperti fleksibilitas dan keseimbangan. Namun, jika mereka ingin meningkatkan kapasitas aerobik atau kekuatan otot, satu set lengkap klasik tai chi dianjurkan ( Lan C. et al, 2013).

Gambar 2.1: Contoh bentuk khas Tai Chi (menekan dan berdiri di atas satu kaki).Gerakan dilakukan dalam postur semi jongkok (

Lan C. et all, 2013).

(51)

(mulai dari 1 sampai 7 hari/Minggu). Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat dari Tai Chi untuk pasien diabetes. Dalam sebuah studi percontohan untuk 12 pasien dengan diabetes, Wang J. (2008) melaporkan bahwa 8 minggu Program Tai Chi bisa menurunkan glukosa darah. Studi penelitian yang dilakukan Tsang & Hui-chan (2001) menyatakan bahwa kelompok dengan latihan tai chi selama 4 minggu hasilnya sama dengan kelompok latihan tai chi selama 8 minggu yang dapat meningkatkan kontrol keseimbangan pada lainsia.

Untuk pasien diabetes obesitas, Chen et al (2010) melaporkan bahwa 12 minggu pelatihan Tai Chi diinduksi peningkatan yang signifikan dalam indeks massa tubuh, trigliserida (TG), dan high-density lipoprotein colesterol (HDL-C). Selain itu, malondialdehid serum (indikator stres oksidatif) dan protein C-reaktif (indikator peradangan) menurun secara signifikan.

(52)

ketegangan, serta stres yang dirasakan. Wang C. et al (2010) meninjau efek dari tai chi pada profil psikologis dalam empat puluh studi. Tiga puluh tiga studi dengan uji acak dan nonrandomized melaporkan bahwa latihan tai chi yang teratur dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis termasuk pengurangan stres, kecemasan, dan depresi dan meningkatkan suasana hati yang positif. Tujuh survei juga menunjukkan efek bermanfaat pada kesehatan psikologis.

(53)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa relaksasi bagi pasien diabetes melitus tipe 2 sangat mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah, dibandingkan dengan yang tidak melakukannya. Relaksasi diketahui dapat membantu menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus karena dapat menekan pengeluaran hormon-hormon yang dapat meningkatkan kadar gula darah, yaitu epinefrin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid dan tiroid (Smeltzer et al, 2008)

(54)

memiliki kesamaan dengan aktivitas berjalan pada kecepatan 6 km/jam.

c. Self Care Requisite

Diabetes self care requisites yaitu kebutuhan self care yang merupakan suatu tindakan yang ditujukan pada

penyediaan perawatan pada pasien diabetes mellitus yang terdiri dari beberapa jenis yaitu :

1) Universal Self Care Requisites (kebutuhan universal

manusia sebagai kebutuhan dasar), meliputi : udara, air makanan dan eliminasi, aktifitas dan istirahat, interaksi sosial, pencegahan kerusakan hidup, kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia (Muhlisin dkk, 2010).

(55)

pencegahan diabetes untuk orang dengan gangguan toleransi glukosa, kelompok-kelompok intervensi gaya hidup (diet dan olahraga) memiliki 43% lebih rendah dari insiden diabetes melitus selama 20-tahun periode. Program pencegahan diabetes penelitian di Amerika ini juga menemukan bahwa peserta yang kehilangan jumlah berat badan melalui perubahan diet yang sederhana dan meningkatkan aktivitas fisik dapat mengurangi insiden diabetes melitus 58% (Knowler et al, 2002).

(56)

30 menit. Latihan ini bersifat CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training).

Selain melakukan senam atau latihan, pasien diabetes melitus juga harus mengetahui tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia agar pasien diabetes melitus terbiasa memonitor kadar glukosa darah secara mandiri. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan glukometer agar kestabilan glukosa darah tetap terjaga (Tarwoto, 2012).

Hal-hal yang mempengaruhi kadar gula darah salah satunya adalah psikologis atau emosi (rasa cemas, ketakutan, kesedihan) dan sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup) yang memicu pengeluaran hormon adrenalin dan kortisol yang juga menyebabkan pelepasan glukosa hati sebagai respon “fight-or-flight” untuk meningkatkan ketersediaan

(57)

epinefrin dan norepinefrin untuk memperkuat sistem saraf simpatis, berperan dalam adaptasi terhadap stres dan pengaturan tekanan darah (Sherwood, 2011).

Fungsi hormon kortisol menurut Williams et al (2005) yaitu : 1. Stimulasi glukoneogenesis (pembentukan glikogen dari sumber non-karbohidrat), yang terjadi pada hati dalam respone untuk rendah karbohidrat atau kelaparan, 2. Pemecahan protein meningkat dan mobilisasi asam lemak bebas, 3. Penindasan respon imun, 4. Bantuan dengan respon stress, 5. Ketentuan dengan pemeliharaan tekanan darah dan fungsi kardiovaskular.

(58)

kesehatannya sehingga mereka akan semakin merasa depresi (Sarafino, 2002).

Pada pasien diabetes melitus akan menyebabkan perubahan tingkat depresi yang dapat mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan, kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/ RTA, masih baik), kepribadian tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ spilitting of personality) perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas normal (Hawari, 2008).

(59)

Gejala klinis depresi menurut Hawari (2008) yaitu : a. afek disforik (perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak berdaya); b. perasaan bersalah, berdosa, penyesalan; c. nafsu makan menurun; d. berat badan menurun; e. konsentrasi dan daya ingat menurun; f. gangguan tidur (insomnia, hipersomnia); g. agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh, gelisah atau lemah tidak berdaya); h. hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitas juga menurun; i. gangguan seksual (libido menurun); j. pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.

(60)

a) Pola pikir all or nothing (menilai suatu kejadian sebagai baik keseluruhan atau buruk keseluruhan, sukses sempurna atau gagal total).

b) Overgeneralization (meyakini bila suatu hal buruk terjadi maka hal yang sama akan terjadi lagi dimasa yang akan datang dalam situasi yang sama).

c) Mental filter (hanya berfokus pada detail hal-hal

yang negatif dan menolak adanya hal-hal yang positif dalam menghadapi situasi tertentu).

d) Disqualifying the positive (kecendurungan untuk mengingkari atau menetralisir hal-hal positif yang ada pada diri).

e) Jumping to conclusion (membentuk interprets negatif dari suatu kejadian walaupun belum ada bukti yang mendukung).

f) Magnification/catastrophizing and minimization (membesar-besarkan kejadian buruk yang terjadi dan meminimalkan hal-hal yang positif).

(61)

memberikan perhatian kepada bukti-bukti yang ada).

h) Should statements (membuat perintah kepada diri sendiri seperti “harus” atau “seharusnya”. Hal ini

dapat membuat seseorang depresi bila ia menemukan kegagalan).

i) Labeling and mislabeling (menjelaskan perilaku dengan melekatkan label negatif pada diri maupun orang lain).

j) Personalization (berasumsi bahwa dirinya

bertanggungjawab atas masalah orang lain).

Penelitian yang dilakukan Wang et al (2016), tentang survei faktor resiko depresi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kelompok penderita diabetes melitus yang menggunakan insulin dan kelompok yang tidak menggunakan insulin. Dalam penelitian tersebut, wang menggunakan Patient Health Questionnaire (PHQ) untuk mengukur tinggkat depresi

(62)

Pada penderita diabetes melitus yang mengalami depresi akan ditemukan gejala depresi secara umum seperti yang terdapat pada pengukuran PHQ-9. Pengukuran tingkat depresi menggunakan Patient Health Questionnaire (PHQ-9) telah dilakukan

penelitian validasi oleh Kroenke dan Spitzer. PHQ-9 adalah skala depresi sembilan item untuk membantu dalam mendiagnosa depresi serta menyeleksi dan memantau pengobatan.

Kuesioner untuk menaksir mood (suasana hati) untuk menilai tingkat depresi memakai PHQ 9 (Patient Health Questionnaire) sebagai berikut (Kroenke & Spitzer, 2002) :

Selama 2 minggu terakhir, seberapa sering

Anda terganggu oleh masalah-masalah berikut ?

a) Kurang tertarik atau bergairah dalam melakukan

apapun.

b) Merasa murung, muram, atau putus asa.

c) Sulit tidur atau mudah terbangun, atau terlalu banyak tidur.

(63)

e) Kurang nafsu makan atau terlalu banyak makan. f) Kurang percaya diri- atau merasa bahwa anda

adalah orang yang gagal atau telah mengecewakan diri sendiri atau keluarga.

g) Sulit berkonsentrasi pada sesuatu, misalnya

membaca koran atau menonton televisi.

h) Bergerak atau berbicara sangat lambat sehingga orang lain memperhatikannya. Atau sebaliknya-merasa resah atau gelisah sehingga anda lebih sering bergerak dari biasanya.

i) Merasa lebih baik mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apapun.

Penilaian yang dibuat untuk jawaban yaitu: = nilai 0 = nilai 1

Dimaksud = nilai 2

(64)

Tabel 2.2. Interpretasi derajat depresi PHQ-9 (Kroenke, Spitzer, 2002).

SKOR Interpretasi

0-4 Tidak Depresi

5-9 Depresi Ringan

10-14 Depresi Sedang

15-19 Depresi Berat

≥20 Depresi Sangat Berat

2) Developmental Self Care Requisites (lebih khusus dari

universal dihubungkan dengan kondisi yang meningkatkan proses pengembangan siklus kehidupan). Pada pasien diabetes melitus terkait kemauan dan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas dapat ditingkatkan dengan cara memberikan dukungan , rasa percaya diri, dan motivasi positif dari lingkungan (Kusniyah, 2010)

3) Health Deviation Requisites (kebutuhan yang timbul akibat terjadinya perubahan pada kondisi pasien diabetes melitus). Pasien diabetes melitus akan mengalami perubahan pola makan dan adanya komplikasi (Sukardji, 2013).

2. Self Care Deficit

(65)

keperawatan diberikan jika seorang (atau pada kasus ketergantungan) tidak mampu atau terbatas dalam melakukan self care secara efektif. Ketidakmampuan dalam melakukan

perawatan diri pada pasien diabetes mellitus dapat menyebabkan timbulnya penyimpangan kesehatan atau komplikasi. Namun dengan kemampuan melakukan perawatan diri melalui pengontrolan kadar glukosa darah, pemantauan pola nutrisi, latihan dan olahraga, dan kepatuhan dalam melakukan pengobatan dapat mengurangi resiko komplikasi (Poli et al, 2003).

Teori self-care deficit Orem bisa menjadi panduan yang

berguna pada diabetes manajemen diri pendidikan untuk meningkatkan perilaku perawatan diri seorang pasien diabetes mellitus (Surucu & Kizilci, 2012).

Ada tiga faktor yang berhubungan dengan self care deficit pada pasien diabetes mellitus, yaitu :

a. Pengetahuan

(66)

menjadikan tai chi sebagai pilihan dalam penatalaksanaan diabetes melitus yang dapat dilakukan setiap saat.

b. Kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley, 2007). Kepatuhan dalam melakukan latihan tai chi secara teratur harus ditanamkan kepada penderita diabetes melitus agar memperoleh hasil yang baik dalam mengontrol penyakit diabetes melitus.

c. Kemandirian

(67)

3. Nursing System

The theory of nursing system (nursing system didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self care dan kemampuan pasien melakukan self care). Teori sistem keperawatan mengusulkan bahwa ilmu keperawatan adalah tindakan manusia, sistem keperawatan adalah sistem aksi yang dibentuk oleh perawat melalui agen perawat untuk membantu orang menuju kesehatan yang mandiri atau terkait dengan keterbatasan dalam perawatan diri (Orem, 2001).

Skema 2.1 Nursing System

WHOLLY COMPENSATORY SYSTEM

Menyelesaikan therapeutik self care klien

Kompensasi ketidakmampuan untuk self care

Pendukung dan melindungi klien Tindakan

(68)

PARTLY COMPENSATORY SYSTEM

SUPPORTIVE - EDUCATIVE SYSTEM

Sumber : Parker, 2005

Klasifikasi sistem keperawatan pada self care ada tiga yaitu wholly compensatory system, partly compensatory system dan supportive-educative system (Alligood, 2014) :

a. Wholly Compensatory system

Wholly compensatory system yaitu suatu situasi

dimana individu tidak dapat melakukan tindakan self care, Tindakan

Perawat

Menjalankan beberapa kegiatan self care

Kompensasi keterbatasan klien untuk self care

Membantu klien sesuai kebutuhan

Menjalankan self care measure Tindakan

Perawat

Mengatur kemampuan self care

Menerima asuhan dan bantuan perawat Tindakan

Pasien

Melakukan / menyelesaikan self care

Mengatur latihan dan perkembangan self care

(69)

dan menerima self care secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan pergerakan dimanipulatif atau adanya alasan-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang termasuk dalam kategori ini yaitu: tidak dapat melakukan tindakan self care misalnya koma, observasi atau pilihan tentang self care tetapi tidak dapat melakukan ambulasi dan pergerakan manipulatif, tidak mampu membuat keputusan yang tepat tentang self care nya.

Pada penderita diabetes melitus akan memerlukan bantuan penuh oleh perawat dalam melakukan self care jika terjadi komplikasi yang menyebabkan semakin memburuknya

kondisi kesehatannya. Penderita diabetes melitus dapat

mengalami serangan jantung, stroke, gagal ginjal, serta

komplikasi lain. Selain itu efek jangka panjangnya adalah

terjadinya kerusakan retina yang mengakibatkan gangguan

penglihatan bahkan kebutaan (Wijayakusuma, 2008).

b. Partly compensatory system

(70)

yang besar untuk mengukur kemampuan melakukan self care.

Kondisi ini diperlukan untuk pasien diabetes melitus dengan ulkus diabetik yang masih dapat mengontrol penyakitnya dengan melakukan pilar-pilar penatalaksanaan diabetes mellitus dan memerlukan bantuan sebagian dari perawat untuk melakukannya. Misalnya : latihan jasmani yang perlu pendampingan karena adanya luka diabetik yang dapat menghambat mobilisasi pasien.

c. Supportive educative system

Supportive educative system yaitu pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal atau eksternal self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Hal ini juga dikenal dengan supportive developmental system. Menurut Orem di dalam Alligood & Tomey (2006), perawat memiliki peran sebagai educator dan conselor bagi pasien dimana seorang perawat

(71)
(72)

B. Kerangka Teori

Skema 2.2 Pengaruh Tai Chi for Diabetes (TCD) terhadap perubahan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada pasien

Diabetes melitus tipe 2 Aplikasi teori Orem.

Sumber : Alligod (2014), Orem (2001), Tanto et al (2014), Wang F. et al (2013). Factor : Usia, Jenis kelamin, Pendidikan, 3. Tingkat depresi

(73)

C. Kerangka Konsep

Skema 2.3 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

1. H1 : Ada pengaruh Tai Chi for Diabetes (TCD) terhadap perubahan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

2. H0 : Tidak ada pengaruh Tai Chi for Diabetes (TCD) terhadap perubahan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Supportif educative system Tai chi

Basic Conditioning Factor - Usia

- Jenis kelamin - Pendidikan - Lama menderita

diabetes mellitus - Riwayat depresi -

Perubahan tingkat depresi dan kadar

(74)

54 A. Desain Penelitian

Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experiment dengan rancangan pre test and post test with control group design. Rancangan ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol di samping kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak dan kedua kelompok dilakukan pre test dan post test (Nursalam, 2013). Peneliti ingin mengetahui pengaruh TCD terhadap perubahan tingkat depresi dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang diberikan perlakuan dan membandingkannya dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan.

Tabel. 3.1 Desain Penelitian

Subjek Pra Tes Perlakuan Pasca Tes

K-A K-B

0 0

I -

(75)

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus tipe 2 yang ada diwilayah kelurahan Polehan Kota Malang sebanyak 105 responden.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus besar sampel menurut (Dipiro, et al 2008).

) )

Keterangan:

n : Jumlah sampel

Zcrit : Nilai berdasarkan ketepatan untuk kriteria signifikansi yang diharapkan ditetapkan sebesar 5% (hipotesis dua arah) =1,96 (Dharma, 2011)

(76)

: Estimasi variant kedua kelompok (diasumsikan sama untuk dua kelompok)

: Perbedaan minimum yang diharapkan antara dua mean (effect size)

Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini mengikuti rumus diatas dengan:

a. Minimum expected difference (D) 0,8 b. Estimated standard deviation ( ) c. Desired power 0,95

d. Zcrit 0,05 = 1,960 e. Zpwr 0,95 = 1,645

Maka besar sampel yang dibutuhkan adalah:

) )

) )

= 20,306 = 20

(77)

berjumlah 44 responden dengan pembagian n1 : 22 responden dan n2 : 22 responden.

Menurut Roscoe (1975) yang dikutip Sugiyono (2012) untuk penelitian sederhana dengan eksperimen yang ketat, dapat menggunakan jumlah sampel minimum 10 sampai 20 subjek per kelompok (Dempsey dan Dempsey, 2002).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Peneliti mengundang dan mengumpulkan semua responden diabetes melitus tipe 2. Responden yang hadir diberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti dan dilakukan pemilihan sampel sesuai dengan kriteria inklusi. Setelah itu, responden yang sudah sesuai dengan kriteria inklusi dipilih secara acak dengan mengambil kertas yang bertuliskan kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebanyak 44 responden, lalu peneliti membagi responden menjadi 2 kelompok yaitu 22 responden kelompok intervensi dan 22 responden kelompok kontrol.

a. Kriteria inklusi

(78)

3) Bersedia menjadi responden dan rutin ikut TCD sesuai jadwal.

4) Mengkonsumsi obat anti diabetes oral.

5) Pasien diabetes melitus yang tidak mengalami depresi sangat berat

b. Kriteria eksklusi

1) Diabetes melitus dengan komplikasi. 2) Pasien dengan penurunan kesadaran.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan diwilayah Kelurahan Polehan Kota Malang.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2016. D. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto dkk, 2000).

Variabel Independen : Tai Chi for Diabetes (TCD)

(79)

E. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi operasional No Variabel Definisi

Alat Ukur Dan Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

1. TCD Latihan tubuh dan pikiran tradisional cina yang menggabungkan seni bela diri Cina dan gerakan meditasi yang mempromosikan

keseimbangan dan penyembuhan pikiran dan tubuh, yang dilakukan melibatkan serangkaian postur yang mengalir ke dalam satu

merupakan gerakan gabungan antara gaya

(80)

10 jam. (glukomet er).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen / alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan juga alat yang lainnya seperti speaker, glukometer.

1. Lembar persetujuan responden yang digunakan sebagai formulir resmi untuk calon responden.

2. Kuesioner demografi responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes mellitus, riwayat depresi dan tingkat pendidikan.

(81)

4. Sound system dan lembar kehadiran untuk pelaksanaan senam tai chi.

5. Glukometer untuk mengukur kadar glukosa darah responden 6. TCD yang dikembangkan oleh Dr. Paul Lam sebagai praktisi tai

chi for diabetes . TCD dilakukan selama 60 menit yang terbagi

menjadi 5 sesi. Sesi ke-1 latihan pemanasan selama 5 menit; sesi 2 latihan gerakan qigong tai chi selama 5 menit; sesi ke-3 latihan gerakan inti tai chi selama 40 menit, sesi ke-4 latihan gerakan qigong tai chi selama 5 menit dan sesi ke-5 latihan pendinginan selama 5 menit.

(82)

G. Cara Pengumpulan Data

Skema 3.1 Cara Pengumpulan Data

Peneliti melakukan studi pendahuluan untuk menentukan populasi yang dipakai didalam penelitian

Populasi

Pasien diabetes melitus tipe 2 diwilayah kelurahan Polehan Kota Malang Sebanyak 105 responden

Sampel

Yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Kelompok Intervensi Penderita Diabetes melitus tipe

2 sebanyak 22 responden

Kelompok Kontrol Penderita Diabetes melitus tipe

2 sebanyak 22 responden

Informed consent dan persiapan instrument penelitian (Kuesioner, SAP TCD dan

Glukometer)

Pre test (hari ke-1) Kuesioner PHQ-9 dan Tes GDP

Pre test (hari ke-1) Kuesioner PHQ-9 dan Tes GDP

Treatment (Hari ke-2 sampai ke-27) Senam TCD 2x/minggu selama 4 minggu

pada bulan Agustus 2016

Treatment (Hari ke-2 sampai ke-27) Tidak ada treatment, diberikan senam

TCD pada bulan Oktober 2016

Post test (hari ke-28)

Kuesioner PHQ-9 dan tes GDP kelompok Intervensi dan kelompok Kontrol

(83)

Peneliti melakukan studi pendahuluan dan pengumpulan populasi diabetes melitus tipe 2. Penentuan sampel dengan cara acak dan membagi sampel menjadi 2 kelompok (n1=22, n2=22). Kelompok intervensi dan kontrol diberikan pre tes dan pos tes, lalu dianalisa dengan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada suatu penelitian, dalam pengumpulan data diperlukan adanya alat dan cara pengumpulan data yang baik sehingga data yang yang dikumpulkan merupakan data yang valid, andal (reliable) dan akurat. Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data sedangkan reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2013).

(84)

dimaksud), 3(Hampir setiap hari) setelah itu dijumlahkan dan di interprestasikan menurut kategori depresi minimal sampai berat.

Menurut Monahan et al (2008), validitas PHQ-9 didukung oleh: (1) sebuah asosiasi yang kuat antara PHQ-9 dan rating kesehatan umum, (2) satu faktor utama dengan bongkar muat yang melebihi 0,50 dari total item, (3) korelasi melebihi 0.37. Koefisien alpha dari PHQ-9 adalah 0.78 dan tes-tes ulang untuk reabilitas keandalan kelas korelasi adalah 0,59 untuk Skor total PHQ-9.

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah Easy Touch GCU yang telah terkalibrasi internasional EMC. Chip pada kemasan strip glukosa darah berfungsi sebagai kalibrasi glukosa darah yang mana kode pada chip disesuaikan dengan kode kemasan strip glukosa darah dan dipasang di alat Easy Touch GCU dan ditunggu sekitar 5 detik sampai muncul kode tertentu pada layar. Alat ini dapat mengetahui kadar glukosa darah yang diambil melalui pembuluh darah perifer di ujung jari. Nilai glukosa darah yang digunakan dalam analisis adalah nilai glukosa darah puasa sebelum dan sesudah penelitian.

(85)

sudah diobservasi lebih lanjut oleh Fakrul sebagai praktisi tai chi dimana praktisi tersebut menjadi asisten peneliti yang membantu peneliti untuk melatih responden.

Penelitian yang berhubungan dengan TCD menurut hasil studi Ahn et al (2012), menyatakan bahwa tai chi memberikan pengaruh positif pada fungsi fisik responden dengan hasil p=0,028, selain itu memberikan hasil positif untuk keseimbangan tubuh responden dengan nilai p=0,044.

I. Pengolahan Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan sebagai berikut (Hartono & Luknis, 2008) :

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu memeriksa atau mengoreksi

data yang telah dikumpulkan meliputi kelengkapan, kesesuaian, kejelasan dan kekonsistenan jawaban.

2. Pemberian kode (coding), yaitu memberi kode pada setiap

komponen variabel, dilakukan untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data.

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terkait
Gambar 2.1: Contoh bentuk khas Tai Chi (menekan dan berdiri di atas satu kaki).Gerakan dilakukan dalam postur semi jongkok ( Lan C
Tabel 2.2. Interpretasi derajat depresi PHQ-9
Tabel 3.2 Definisi operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

3.1 Penerapan sistem administrsari perpajakan dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan setelah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum

Selama melaksanakan PKL, praktikan mengalami kendala dalam memahami kegiatan yang dilakukan oleh bagian control administrasi, namun kendala tersebut dapat diatasi

Pada kondisi sumber daya ikan melimpah, hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan dapat lebih banyak walaupun dengan upaya penangkapan yang kecil.. Trend CPUE

Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan mendapatkan perlakuan yang sama didepan hukum tanpa melihat status sosialnya

1) Program pengajaran Penjas Adaptif disesuaikan dengan jenis dan karateristik kelainan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang

Satuan kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah petambak yang melakukan usaha pembesaran udang windu secara monokultur di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten

Pelaksanaan UKG di kabupaten Karangnyar ditinjau dari gambar 4 sebanyak 40 atau 72,7% guru tidak mengalami kendala jaringan internet saat pelaksanaan UKG, akan tetapi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 227. Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Bidang