• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011"

Copied!
227
0
0

Teks penuh

(1)

UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

Sulistya Virgy

NIM: 106101003358

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(2)

UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

Sulistya Virgy

106101003358

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(3)

i

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Maret 2011

(4)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Maret 2011

SULISTYA VIRGY, NIM : 106101003358

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011

(xxiv + 177 halaman, 43 tabel, 27 gambar, 3 bagan, 3 lampiran)

ABSTRAK

Kelelahan kerja biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Karyawan di Instalasi gizi Rumah Sakit merupakan salah satu pekerja yang berisiko mengalami kelelahan, karena pekerjaan di Instalasi gizi umumnya merupakan pekerjaan yang dinamis, beban kerja yang berat dimana persediaan makanan harus ada bagi pasien dan pegawai, pekerjaan berulang pada satu jenis otot, pada bagian pengolahan makanan (memasak) berinteraksi dengan benda tajam seperti pisau dan gunting, terjadi paparan panas pada proses pengolahan (memasak), panas dari peralatan dalam mengolah makanan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo diketahui sebanyak 7 responden merasakan kelelahan kerja kategori sedang.

Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 karyawan yang diambil dari total seluruh karyawan yang ada di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo. Kelelahan ini diukur dengan Reaction Timer Test dan wawancara menggunakan kuesioner IFRC yang dilakukan pada saat sebelum dan setelah bekerja, dan observasi aktifitas kerja karyawan. Data dianalisis secara univariat untuk mengetahui gambaran masing-masing variabel dan analisis secara bivariat dengan menggunakan uji kruskall wallis untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kelelahan kerja dan chi square untuk mengetahui hubungan variabel jenis kelamin, masa kerja, status gizi, shift kerja, beban kerja, dan risiko ergonomi pekerjaan terhadap kelelahan kerja.

(5)

iii

Sakit memberikan materi pelatihan dan penyuluhan pada karyawan tentang kelelahan kerja dan dampak kelelahan kerja serta pencegahannya, menyesuaikan kemampuan fisik dan kapasitas kerja yang dapat diterima masing-masing karyawan dalam melakukan aktifitas kerja agar hasil kerja yang dicapai dapat maksimal.

Kata Kunci : Kelelahan Kerja, Instalasi Gizi

(6)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

Undergraduated Thesis, March 2011

SULISTYA VIRGY, NIM : 106101003358

Factors Associated With Work Fatigue In Employees Working At The Installation Of Nutrition RSUD Pasar Rebo Jakarta In 2011

(xxiv + 177 pages, 43 tables, 27 pictures, 3 diagram, 3 attachments)

ABSTRACT

Fatigue is usually show differents condition by individu, but all disembogue to lost eficiency, reduction in work capacity and endurance. Employees at the Installation of nutrition is one of the workers who are at risk of fatigue, because the work on nutrition Installation is generally a dynamic work, heavy workload where food supplies should be available to patients and employees, repetitive work on one type of muscle, on the part of food processing (cooking) interacting with sharp objects like knives and scissors, heat exposure occurred in the processing (cooking), the heat from the equipment in food processing. Installation of Nutrition is part of medical support in Pasar Rebo Hospital which is divided into 5 parts warehouse, production, Inpatient Clinical Nutrition, Nutrition Outpatient Clinic, and R & D (Research and Development) Nutrition. Based on preliminary studies conducted on 10 employees at Pasar Rebo Hospital Installations Nutrition is known as much as 7 respondents felt the fatigue of work middle categories.

This study is an observational analytic study with Cross Sectional approach with the aim to determine the factors associated with work fatigue in employees working at the installation of nutrition. The sample in this study as many as 32 employees are taken of the total employees in Installation of Nutrition RSUD Pasar Rebo. This research data obtained from the measurement results of Reaction Timer Test and interviews using questionnaires IFRC conducted at the time before and after work, besides that the data obtained from measurements of weight, height, and observations of employee activities. Data were analyzed by univariate to look the description of each variable and bivariate analysis using kruskall wallis test to look at the relationship between the age variable with work fatigue and chi square to look the relationship variables of sex, period of employment, nutritional status, shift work, workload , and ergonomic risk job of work fatigue.

(7)

v

(Pvalue 0.035).

Suggestions put forward by researchers is recommended that the Hospital provides training materials and counseling to employees on work fatigue and their effects and prevention, adjusting the physical ability and work capacity that can be accepted by each employee in performing work activities so that results can be achieved maximal work.

Key words: Work Fatigue, Installation of Nutrition

(8)

vi

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Maret 2011

Mengetahui,

Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes Iting Shofwati, ST, MKKK

(9)

vii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Maret 2011

Penguji I

(Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes)

Penguji II

(Iting Shofwati, ST, MKKK)

Penguji III

(10)

viii

Lembar Persembahan

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

(Al Insyirah 6-8)

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah

diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang

paling sempurna” (An Najm 39-41)

”Kembalilah kepada keduanya (orang tuamu). Buatlah keduanya tertawa

sebagaimana kamu telah membuat keduanya menangis” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syekh Al-Albani)

Dengan cinta dan kasih sayang karena ALLAH

Kupersembahkan karya ini untuk Mama dan Papa

Tercinta, Sofiyah dan Romli P “The Greatest oF My

Spirit”, My bBYaN “loVeLY”, dan adik

-AdikKu

teRsayang “RyandiKa” n ”taNty”, serta semua yang

ku sayang dan sayang aku yang telah melimpahkan

(11)

ix

(Curriculum Vitae)

Data Pribadi

Nama : Sulistya Virgy R.L

Alamat / Address : Jln. H. Rean No. 51 RT 007/05

Desa Benda Baru Kec. Pamulang, Tangerang Selatan

Kode Post / Postal Code : 15416

Nomor Telepon / Phone : 0857 8250 7513

Email : listyavirgy_k3@yahoo.com

Jenis Kelamin / Gender : Perempuan

Tanggal Kelahiran : 01 September 1988 Warga Negara / Nationality : Indonesia

Agama / Religion : Islam dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat

Pendidikan Non Formal / Training – Seminar 1. Kursus English New Concept

2. Seminar Pengembangan Profesi K3 “Ergonomi pada Penggunaan Laptop“ 3. Seminar Pengembangan Profesi K3 “Kontroversi PLTN”

4. Seminar Pengembangan Profesi Gizi “Gizi Pra Nikah”

5. Training/ Pelatihan ISO 14001 : 2004 dan OHSAS 18001 : 2007 Riwayat Organisasi

Tahun 2000-2003 : Anggota Madya PMR di SMPN 02 Pamulang Tahun 2003-2006 : Ketua PMR di SMAN 01 Pondok Aren

(12)

x

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillahi Rabbil „alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan dan karunia-Nya sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan sebagai slah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 pada program studi Kesehatan Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Shalawat serta salam semoga senantiasa Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Atas kekuasaan dan izin Allah SWT, Laporan Penelitian dengan judul “”, telah selesai

ditulis. Dalam penulisan laporan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Namun dengan bantuan berbagai pihak, laporan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terimakasih yang tak terhingga dengan ketulusan dan kerendahan hati yang dihaturkan kepada :

1. Mama papaku tercinta yg selalu memberikan dukungan baik moril, materil hingga spiritual sehingga anakmu ini bisa mandiri dalam mengahadapi masalah dan menyelesaikan laporan magang ini. Teruntuk do’a kalian yang tidak pernah putus -putusnya kalian berikan untuk anakmu ini. Luv u, so much mom n dad.. Adik-adik ku Ryandika Hadi Saputra dan Tanti Riandiany Putri. Semoga kalian bisa lebih baik dari kakak. Jangan ngecewain mama sama papa ya sayang…

(13)

xi

4. Ibu Iting Sofwati, SKM, MK3 selaku Penanggung Jawab Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

5. Bpk. Dr. H. Arif Sumantri SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis selama penyusunan laporan Skripsi

6. Teman-teman KESMAS „06 K3 dan Gizi: Iyum, Nda, Nur, Lenie, Hikmah, Iik dan semua yang tidak bisa di sebutkan satu persatu.

7. Untuk sahabat-sahabatku Pipit, Anti, Inna, Yuli, Putry, Dian, Eka, Trie, Dewi, Ayu, Bunny thanks atas spirit yang kalian kasih sma qu dan udah ngasih persahabatan begitu luar biasanya, juga untuk Bbyan, makasih atas spirit yang kaw berikan. kalian begitu berarti bwt q. makasih yaa… Smoga Allah swt membalas semua kebaikan kalian sahabat -sahabatku…

Dengan segala rasa kerendahan hati, penyusun menyadari bahwa kesempurnaan tidak akan mutlak di dapat pada setiap hal apapun di dunia ini. Demikian juga dengan hasil laporan ini yang masih jauh dari sempurna. Namun, penulis mengharapkan semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta keselamatan dan kesehatan kerja khususnya. Untuk itu, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaian.

(14)

xii

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR BAGAN ... xxiii

LAMPIRAN ... xxiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

(15)

xiii

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Bagi Institusi Tempat Penelitian (RSUD Pasar Rebo) ... 10

1.5.2 Bagi karyawan Instalasi Gizi ... 10

1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN ... 11

1.5.4 Bagi Peneliti ... 11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Kelelahan Kerja ... 13

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja ... 13

2.1.2 Dampak Kelelahan Kerja ... 15

2.1.3 Metode Pengukuran Kelelahan Kerja ... 16

2.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelelahan Kerja ... 23

2.2.1 Umur ... 23

2.2.2 Jenis Kelamin ... 25

2.2.3 Masa Kerja ... 27

2.2.4 Status Gizi ... 29

2.2.5 Status Kesehatan ... 32

2.2.6 Jam Kerja ... 35

2.2.7 Kerja Shift ... 36

1) Definisi kerja shift ... 36

(16)

xiv

4) Strategi dalam Penyusunan Shift Kerja ... 47

2.2.8 Keadaan yang Monoton ... 56

2.2.9 Beban Kerja ... 57

2.2.10 Risiko Ergonomi Pekerjaan ... 61

1) Metode Pengukuran RULA ... 61

2) Metode Pengukuran REBA ... 72

2.2.11 Faktor Lingkungan Kerja ... 84

1) Suhu ... 84

2) Kebisingan ... 85

3) Penerangan/Pencahayaan ... 86

4) Getaran ... 86

2.3 Upaya penanggulangan Kelelahan Kerja ... 87

2.4 Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) ... 90

2.4.1 Pengertian PGRS ... 90

2.4.2 Ketenagaan ... 91

2.4.3 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan ... 91

2.4.4 Kegiatan Pengadaan dan Penyiapan Makanan ... 91

2.4.5 Pengolahan dan Distribusi Makanan ... 92

(17)

xv

HIPOTESIS ... 95

3.1 Kerangka Konsep ... 95

3.2 Definisi Operasional ... 97

3.2.1 Variabel Dependen ... 97

3.2.2 Variabel Independen ... 98

3.3 Hipotesis ... 102

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 103

4.1 Desain Penelitian ... 103

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 103

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 103

4.4 Pengumpulan Data ... 105

4.5 Instrumen Penelitian ... 107

4.6 Pengolahan Data ... 111

4.7 Analisis Data ... 113

BAB V HASIL PENELITIAN ... 115

5.1 Gambaran Umum RSUD Pasar Rebo ... 115

5.1.1 Sejarah Berdirinya RSUD Pasar Rebo ... 115 5.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit ...

5.1.3 Motto RSUD Pasar Rebo ... 5.1.4 Kebijakan Mutu ...

(18)

xvi

a. Visi dan Misi Instalasi Gizi ... b. Struktur Organisasi Instalasi Gizi ... c. Gambaran Penerapan Shift Kerja Karyawan Instalasi Gizi

RSUD Pasar Rebo ... d. Gambaran Alur/Proses Kerja Instalasi Gizi ...

116 117

118 118 5.2 Hasil Analisis Univariat ... 127

5.2.1 Gambaran Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.2.2 Gambaran Karakteristik Pekerja (Umur) pada Karyawan di

Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.2.3 Gambaran Karakteristik Pekerja (Jenis Kelamin, Masa Kerja,

Status Gizi) pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.2.4 Gambaran Karakteristik Pekerjaan (Shift Kerja, Beban Kerja,

Risiko Ergonomi Pekerjaan) pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ...

5.3.1 Hubungan antara Karakteristik Pekerja (Umur) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta

(19)

xvii

Kerja, Status Gizi) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.3.3 Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan (Shift Kerja, Beban

Kerja, Risiko Ergonomi Pekerjaan) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011

136

139

BAB VI PEMBAHASAN ... 143

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 143

6.2 Kelelahan Kerja ... 144

6.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja ... 146

(20)

xviii

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Kerja ... 21

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut WHO (2003) ... 30

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut Depkes RI (2003) .. 31

Tabel 2.4 Metropolitan Rota Shift System ... 43

Tabel 2.5 Continental Rota Shift System ... 44

Tabel 2.6 Sistem 4 orang siklus 32 jam ... 45

Tabel 2.7 Circadian Strategy (Richard M. Coleman) ... 48

Tabel 2.8 Anchor Sleep Strategy (Richard M. Coleman) ... 49

Tabel 2.9 Penilaian pekerjaan ... 58

Tabel 2.10 NAB Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Berdasarkan TLV 2007 ... 59

Tabel 2.11 Tingkat Metabolik Tubuh Berdasarkan TLV 2007 ... 60

Tabel 2.12 Skor Bagian Lengan Atas (Upper Limb) ... 63

Tabel 2.13 Skor Lengan Bawah (lower Arm) ... 64

Tabel 2.14 Skor Pergelangan Tangan ... 65

Tabel 2.15 Skor Group A ... 66

Tabel 2.16 Skor Aktifitas ... 67

Tabel 2.17 Skor Beban ... 67

Tabel 2.18 Skor Bagian Leher (Neck) ... 68

(21)

xix

Tabel 2.22 Skor Aktifitas ... 71

Tabel 2.23 Skor Beban ... 71

Tabel 2.24 Grand Total Score Table ... 72

Tabel 2.25 Kategori Tindakan RULA ... 72

Tabel 2.26 Penilaian Skor Tabel A ... 77

Tabel 2.27 Penilaian Skor Beban ... 78

Tabel 2.28 Penilaian Skor Tabel B ... 80

Tabel 2.29 Penilaian Skor Coupling ... 80

Tabel 2.30 Penilaian Skor C ... 81

Tabel 2.31 Penilaian Skor Aktivitas ... 82

Tabel 2.32 Level aksi dari skor REBA ... 82

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen ... 97

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Independen ... 98

Tabel 4.1 Tenaga Kerja Di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jabatan Tahun 2011 ... 104

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 128

(22)

xx

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja (Jenis Kelamin, Masa Kerja, Status Gizi) pada Karyawan di Instalasi Gizi

RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 132 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan (Shift

Kerja, Beban Kerja, Risiko Ergonomi Pekerjaan) pada Karyawan di

Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 133 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja (Umur)

dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar

Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 135 Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja (Jenis

Kelamin, Masa Kerja, Status Gizi) dengan Kelelahan Kerja pada

Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 136 Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan (Shift

Kerja, Beban Kerja, Risiko Ergonomi Pekerjaan) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta

(23)

xxi

Gambar 2.1 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm) ... 63 Gambar 2.2 Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (Lower Arm) ... 64 Gambar 2.3 Postur Tubuh Pergelangan Tangan (Wrist) ... 65 Gambar 2.4 Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (wrist twist) ... 65 Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) ... 68 Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (Trunk) ... 69 Gambar 2.7 Posisi Kaki (Legs) ... 70 Gambar 2.8 Penilaian Group A Posisi Leher ... 76 Gambar 2.9 Penilaian Group A Posisi Punggung ... 76 Gambar 2.10 Penilaian Group A Posisi kaki ... 77 Gambar 2.11 Penilaian Group A Posisi Lengan Atas ... 79 Gambar 2.12 Penilaian Group A Posisi Lengan Bawah ... 79 Gambar 2.13 Penilaian Group A Posisi Pergelangan Tangan ... 79 Gambar 5.1 Postur kerja pada proses penerimaan bahan makanan dari supplier .. 119 Gambar 5.2 Postur kerja ketika pembagian bahan makanan kering untuk

pengeluaran kepada juru masak ... 119 Gambar 5.3 Postur kerja ketika penaataan bahan makanan kering ke dalam rak 120 Gambar 5.4 Postur kerja ketika pencucian bahan makanan lauk 121 Gambar 5.5 Postur kerja ketika pengupasan dan pemotongan Bahan makanan

sayur

(24)

xxii

menggunakan mesin potong

Gambar 5.8 Postur kerja pada proses memasak bahan makanan nasi, bubur, dan Tim

124

Gambar 5.9 Postur kerja pada proses memasak bahan makanan sayur dan snack 124 Gambar 5.10 Postur kerja pada proses pemorsian 125 Gambar 5.11 Postur kerja pada proses pemorsian 126 Gambar 5.12 Postur kerja pada proses pendistribusian makanan ke pasien 126

Gambar 5.13 Postur kerja pada pekerja kantor 142

(25)

xxiii

(26)

xxiv

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Output Hasil SPSS

(27)

1 1.1 Latar Belakang

Kelelahan kerja menurut Suma’mur (1996) merupakan proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan berkurangnya kekuatan / ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Sedangkan Tarwaka (2004) mendefinisikan kelelahan kerja yaitu merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan kerja adalah suatu yang lazim dijumpai pada kehidupan tenaga kerja. Lelah tersebut mempunyai arti sendiri bagi setiap individu dan sangat subyektif sifatnya (Suma’mur, 1989).

(28)

kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stres berat dan merasa tersisihkan. (Hidayat, 2003)

Menurut Silaban (1998), kelelahan kerja seringkali terjadi pada saat pelaksanaan proses kerja. Berdasarkan hasil survey di negara maju, dilaporkan bahwa antara 10-50% penduduk mengalami kelelahan. Kelelahan merupakan masalah bagi K3, yang apabila tidak ditangani dengan baik dan benar dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi tenaga kerja dan pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan produktifitas. Oleh karena itu, kelelahan pada tenaga kerja tidak boleh diabaikan begitu saja mengingat tenaga kerja merupakan aset utama yang menjalankan operasional produksi.

(29)

kerja, dan waktu kerja. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor individu seperti umur, pendidikan, masa kerja, dan status gizi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan kerja (Oentoro, 2004). Apabila pengaruh-pengaruh ini terkumpul di dalam tubuh maka akan berakibat pada terjadinya kelelahan.

Hasil studi penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Claire (2004) menyatakan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat kelelahan seseorang. hal ini dapat dilihat dari waktu kerja lembur yang mempengaruhi wanita. Penelitian yang dilakukan Akerstdt et al (2002) yang menyebutkan bahwa dari 58.115 sampel 18.828 (32,8%) menderita kelelahan (Fatigue). Studi lain oleh yang dilakukan oleh Ades (1998) kelelahan hebat (Intense Fatigue) dilaporkan 15% pada pekerja shift siang dan 30% pada pekerja shift malam.

Masalah yang berkaitan dengan kelelahan kerja pada pekerja juga terjadi di Indonesia dan sudah dilakukan penelitian. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2009) mengenai kelelahan pada pekerja di Instalasi Gizi Rumah Sakit (studi pada pekerja Instalasi Gizi RS. Pusdik Gasum Porong), diperoleh bahwa sebanyak 100% pekerja mengalami kelelahan kerja subjektif. Penelitian menunjukkan bahwa semua pekerja (100%) di instalasi gizi Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Gasum Porong mendapatkan beban kerja ringan. Semua pekerja (100%) juga membutuhkan kalori 1200–2399 Kcal. Kemudian asupan kalori pekerja 40% telah mencukupi kebutuhan kalorinya dan 60% pekerja masih belum dapat mencukupi kebutuhan kalorinya. Terdapat 80% pekerja memiliki status gizi normal dan 20% memiliki status gizi tinggi.

(30)

jomblang kecamatan candi sari kota semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sampel sebanyak 30 orang diperoleh data beban kerja tertinggi yang diukur dengan pengukuran denyut nadi adalah 134,50 denyut/menit dan terendah 82,50 denyut/menit; tekanan panas terendah 26,7 0C dan tekanan panas tertinggi 34,9 0C; kelelahan tertinggi 452,69 millidetik dan terendah 206,38 millidetik. Hasil uji Korelasi Product Moment antara beban kerja dengan tingkat kelelahan diperoleh nilai p = 0,001 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan tingkat kelelahan. Hasil uji Rank Spearman antara tekanan panas dengan tingkat kelelahan diperoleh nilai p = 0,001 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tekanan panas dengan tingkat kelelahan.

(31)

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan tanggung jawab Instalasi Gizi. Dalam SK Menkes No. 134/MenKes/SK/1978 dinyatakan bahwa Instalasi Gizi merupakan salah satu unit penunjang medis dimana kedudukannya dibawah wakil direktur Penunjang Medis dan bertanggung jawab kepada Direktur. PGRS adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien untuk mencapai kondisi yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien dirawat dan berobat jalan (Dep.Kes RI, 1991).

(32)

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan subjective self rating test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) dengan pengukuran secara subyektif diketahui dari 10 pekerja di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo didapatkan bahwa sebanyak 7 responden (70%) mengalami kelelahan kerja. Hal ini dimungkinkan karena pekerja mendapatkan beban kerja yang berat, pekerjaan yang terlalu banyak dimana seorang pekerja melakukan banyak pekerjaan.

Mengingat pentingnya uraian diatas, maka perlu dilakukan upaya pencegahan agar tidak terjadi kelelahan kerja dimana akan terjadi penurunan produktifitas pekerja yang akan berkaitan dengan hasil kerja. Faktor tersebut dapat disebabkan oleh pekerja, pekerjaannya, maupun lingkungan kerjanya. Berdasarkan gambaran tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan terhadap kelelahan kerja pada karyawan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011. Belum adanya penelitian serupa juga mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada karyawan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah

(33)

menyebabkan terjadinya kelelahan kerja tersebut. Misalnya umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, status kesehatan, shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan, sebagaimana yang telah dikemukakan pada beberapa sumber dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari pihak perusahaan maupun instansi yang mempekerjakan tenaga kerja. Hal itu dikarenakan kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan berdampak negatif yaitu menurunnya produktifitas kerja yang ditandai dengan menurunnya motivasi kerja, menurunnya fungsi fisiologis motorik, serta menurunnya semangat kerja. Selain itu, dapat juga berdampak terhadap menurunnya konsentrasi ketika melakukan pekerjaan. Dan kemudian tentu saja hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam bekerja.

(34)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, disusun pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD

Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

4. Apakah ada hubungan antara umur dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

5. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

7. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

8. Apakah ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

(35)

10. Apakah ada hubungan antara risiko ergonomi pekerjaan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011? 1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

b. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

c. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

d. Diketahuinya hubungan antara umur dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

e. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

(36)

g. Diketahuinya hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

h. Diketahuinya hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

i. Diketahuinya hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

j. Diketahuinya hubungan antara risiko ergonomi pekerjaan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Intitusi tempat penelitian (RSUD Pasar Rebo)

Dapat menjadi bahan masukan mengenai kelelahan kerja dan faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan kerja dan evaluasi kelelahan kerja sebagai solusi pencegahan untuk mengurangi tingkat guna perencanaan, pengembangan, pengorganisasian dalam meningkatkan pelayanan dan produktifitas kerja pada karyawan serta menambah bahan kepustakaan RSUD Pasar Rebo Jakarta. 2. Bagi karyawan Instalasi Gizi

(37)

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi mahasiswa dengan mempraktekkan ilmu yang didapat di Dunia Kerja. Sarana pengembangan keilmuan K3 dan media untuk menyalurkan lulusan S1 kedunia kerja. Serta menambah bahan-bahan informasi dan pengembangan keilmuan yang berkelanjutan khususnya pada penelitian yang sejenis selanjutnya.

4. Bagi Peneliti

Dapat menerapkan keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diperoleh di perkuliahan dalam praktek pada kondisi kerja yang sebenarnya. Selain itu dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam menganalisa masalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja serta dapat menambah wawasan dan pengalaman terutama dalam penelitian. Selain itu penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian

(38)

konsentrasi ketika melakukan pekerjaan. Dan kemudian tentu saja hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam bekerja.

(39)

13 2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2003). Perasaan atau kondisi lemah merupakan kondisi yang sering dialami oleh seseorang setelah melakukan aktifitasnya. Perasaan capek, ngantuk, bosan dan haus biasanya muncul beriringan dengan adanya gejala kelelahan. Selain kondisi-kondisi tersebut pada sebagian orang disertai pula dengan gejala fisik seperti pegal-pegal, kesemutan bahkan nyeri pada anggota tubuhnya. Kondisi ini bisa pulih apabila kita beristirahat sejenak dari aktivitas yang sedang kita lakukan. Menurut Grandjean (1997) kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya perasaan lelah dan kita akan merasa segan dan aktifitas akan melemah serta ketidakseimbangan. Selain itu, keinginan untuk berusaha melakukan kegiatan fisik dan mental akan berkurang karena disertai perasaan berat, pening dan capek. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. (Tarwaka et al, 2004).

(40)

Nurmianto (2003) akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur, 1999). Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja. Menurut Nurmianto (2003), kelelahan merupakan akibat dari kebanyakan tugas pekerjaan yang sama. Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata-rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas. Waktu pendistribusian yang hati-hati sering menunjukkan kelambatan performansi sebagaimana yang tampak dalam pendistribusian proporsi yang lebih besar dari siklus lambat yang tidak normal.

Setiap orang pernah mengalami kondisi lelah baik lelah fisik maupun lelah mental, karena kemampuan tubuh untuk tetap terjaga memiliki batas tertentu. Hampir seluruh orang merasakan kondisi lelah setelah melakukan aktifitasnya seharian. Begitupun dengan para pekerja yang harus tetap terjaga selama 8 jam demi memenuhi tugas dan

(41)

atau diproses dengan menggunakan sumber-sumber yang normal. Kondisi kelelahan di tempat kerja memang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas, produktifitas serta keselamatan pekerja pada umumnya.

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa produktifitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengan jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja. Manuaba (1990) menjelaskan bahwa jam kerja berlebihan, jam kerja lembur diluar batas kemampuan akan mempercepat timbulnya kelelahan, menurunkan ketepatan, dan ketelitian. Oleh karena itu setiap fungsi tubuh memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian energi (kerja-istirahat), maka diperlukan adanya waktu istirahat pendek dengan sedikit kudapan (15 menit setelah 1,5-2 jam kerja) untuk mempertahankan efisiensi dan performa kerja.

2.1.2 Dampak Kelelahan Kerja

(42)

Dan kemudian tentu saja hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam bekerja. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktifitas. Investigasi di beberapa negara menunjukkan bahwa kelelahan (fatigue) memberi kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh sres berat dan merasa tersisihkan. (Hidayat, 2003)

2.1.3 Metode Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan kedalam 6 kelompok yang berbeda, yaitu:

1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

(43)

faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja.

Terkadang kelelahan membutuhkan pertimbangan dalam hubungannya dengan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan

causal factor.

2) Pengujian psikomotorik

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motorik. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

Sanders dan McCormick (1987) yang dikutip oleh Tarwaka et al (2004) menyatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-perbedaan individu lainnya. Alat ukur waktu reaksi telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

(44)

pandangan sebelumnya, sangat memungkinkan bila uji ini akan menyebabkan beberapa jenis kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan otak, dimana dapat memungkinkan untuk menimbulkan kelelahan.

Menurut Koesyanto dan Tunggul (2005), tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu :

a. Normal (N) : waktu reaksi 150.0-240.0 milidetik b. Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240.0-<410.0 milidetik c. Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi 410.0-<580.0 milidetik d. Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi >580.0 milidetik

3) Mengukur frekuensi subjektif kelipan mata (flicker fusion eyes test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka et al, 2004).

Frekuensi kerlingan mulus (Flicker Fusion Frequency) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya kontinu. Cara mengujinya ialah sebagai berikut: responden yang diteliti kemampuannya didudukan di depan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan dimulai dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan sebagai cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai cahaya yang kontinu (mulus). Frekuensi batas/ambang dari kelipan itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”. Bagi

(45)

maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985).

4) Perasaan kelelahan secara subjektif

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:

a) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: 1. Perasaan berat di kepala 8. Gerakan canggung dan kaku 9. Berdiri tidak stabil

10. Ingin berbaring

b) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: 1. Susah berfikir

7. Kepercayaan diri berkurang 8. Merasa cemas

(46)

c) 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: 1. Sakit dikepala

2. Kaku di bahu 3. Nyeri di punggung 4. Sesak nafas

5. Haus 6. Suara serak 7. Merasa pening

8. Spasme di kelopak mata 9. Tremor pada anggota badan 10. Merasa kurang sehat

Metode pengukuran kelelahan menggunakan skala yang dikeluarkan oleh

Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) atau dapat disebut Subjective Symptoms Test (SST) dimana berisi sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala kelelahan. Skala IFRC ini terdapat 30 gejala kelelahan yang disusun dalam bentuk daftar pertanyaan (Susetyo, 2008). Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi menjadi 4 kategori besar yaitu sangat sering (SS) dengan diberi nilai 4, sering (S) dengan nilai 3, kadang-kadang (K) dengan nilai 2, dan tidak pernah (TP) dengan nilai 1. Dalam menentukan tingkat kelelahan, jawaban tiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu. Kategori yang di berikan antara lain :

-Nilai 30 = Tidak Lelah -Nilai 31-60 = Kelelahan ringan

-Nilai 61-90 = Kelelahan menengah/sedang -Nilai 91-120 = Kelelahan Berat

(47)

5) Pengujian mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil test akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

Dari uraian metode pengukuran kelelahan kerja di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing metode pengukuran tersebut memiliki kelebihan maupun kekurangan yang disajikan dalam tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Kerja

No. Metode Kelebihan Kekurangan

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja, waktu yang digunakan setiap

(48)

kelelahan, tetapi faktor tersebut tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subjek, dan perbedaan-perbedaan individu beberapa jenis kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan menentukan besar frekuensi yang dihasilkan pada pengukuran.

4. Perasaan

kelelahan secara subjektif

Kelelahan dapat di analisis langsung dari gejala-gejala yang dirasakan oleh seseorang

(49)

5. Pengujian mental Pengukuran berdasarkan pengujian mental yaitu didapatkan hasil test yang akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya

Lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental

2.2 Faktor - faktor yang berhubungan dengan Kelelahan Kerja 2.2.1 Umur

Faktor individu seperti umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan (Setyawati, 1994). Menurut Hidayat (2003) Faktor individu yaitu umur mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan, bukti di negara jepang menunjukkan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja yang relatif lebih muda.

(50)

Penurunan kekuatan otot ini dipengaruhi oleh aktifitas fisik yang dilakukan dan dipercepat jika seseorang tidak melakukan latihan.

Caffin dalam Tarwaka et al, 2004, kelelahan kerja biasanya mulai dirasakan lebih menonjol pada usia 25-65 tahun dimana tingkat keluhan atau kelelahan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan kekuatan dan ketahanan otot, sehingga ririko terjadinya kelelahan akan semakin meningkat. Hasil penelitian Mulyana, dkk (2006) menunjukkan adanya hubungan yang tidak selalu linier antara usia dengan kelelahan kerja. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kelelahan kerja paling besar terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun dan pada kelompok usia > 29 tahun.

Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan dua puluhan dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, 1996). Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa usia produktif adalah antara 15-54 tahun (www.Depkes-RI.go.id). Proses menjadi tua serta kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal (Suma’mur, 1996). Untuk wanita kekuatan otot yang optimal ada pada usia 20-39 tahun.

Menurut Suma’mur (1989), pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat

lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia individu tersebut. Misalnya pada umur 50 tahun kapasitas kerja tinggal 80% dan pada umur 60 tahun menjadi 60% dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun. Kemudian Suma’mur (1999)

(51)

seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang.

Dalam Amalia (2007), kemampuan kerja seseorang dapat ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah usia. Usia seseorang mempengaruhi BMR (Basal Metabolisme Rate) individu tersebut, semakin bertambahnya usia maka BMR akan semakin menurun dan kelelahan akan mudah terjadi. BMR adalah jumlah energi yang digunakan untuk proses metabolisme dasar untuk mengolah bahan makanan dan oksigen untuk mempertahankan kehidupan individu, apabila BMR menurun maka kemampuan untuk melakukan metabolisme tersebut menurun sehingga kemampuan individu tersebut untuk mempertahankan kehidupan juga menurun.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2005) pada 43 sampel pekerja yang terpapar tekanan panas di PT. Baja Kurnia Ceper Klatena, didapatkan hasil bahwa rata-rata umur pekerja yaitu 34,35 tahun yang mengalami kelelahan dengan pengukuran waktu reaksi rangsang cahaya. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa umur memiliki hubungan bermakna dengan tingkat kelelahan (waktu reaksi rangsang cahaya) dengan nilai pvalue sebesar 0,028. Tetapi berdasarkan hasil akhir uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa umur tidak berhubungan dengan kelelahan.

2.2.2 Jenis Kelamin

(52)

RI (2003), kapasitas kerja adalah kemampuan bekerja seseorang yang dipengaruhi oleh

jenis kelamin. Kapasitas yang dimiliki seorang pekerja erat hubungannya dengan pekerjaannya. Jenis kelamin berpengaruh dalam melakukan pekerjaan, sebab laki-laki

dan perempuan berbeda dalam kemampuan fisiknya dan kekuatan ototnya. Ukuran-ukuran tubuh juga mempengaruhi dalam menjalankan sebuah aktivitas kerja. Laki laki dan wanita berbeda dalam hal kemampuan fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Menurut pengalaman ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kultural (Depnaker, 1993).

Jenis kelamin dapat menentukan tingkat kelelahan kerja. Biasanya wanita lebih mudah lelah dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopouse, dan secara sosial kultural, yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam rumah tangga dan tradisi-tradisi sebagai pencerminan kebudayaan (Suma’mur PK, 1996).

(53)

bagi keluarga. Biasanya setelah menjalankan lembur kerja, tenaga kerja wanita sesampainya di rumah masih mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mengasuh anak, mencuci dan lain-lain. Sehingga mengakibatkan kurangnya waktu bagi tenaga kerja wanita untuk beristirahat dan memulihkan kondisi dari kegiatan pekerjaan.

Masih dalam Claire (2004) Hasil studi dari Fredrikson (1999) menyatakan bahwa resiko kerusakan otot akan meningkat, jika jam kerja yang panjang (lembur) ditambah dengan kerja di rumah. Dan ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kultural, kecuali pada mereka yang mengalami kelainan haid (dysmenorrhoea).

2.2.3 Masa Kerja

Salah satu faktor yang termasuk ke dalam komponen ilmu kesehatan kerja yakni masa kerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf dan pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah di mana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot (Soedarmayanti, 1996).

Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah menjalani pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita simpan, semakin banyak keterampilan yang kita pelajari, akan semakin banyak hal yang kita kerjakan (Malcom, 1998).

(54)

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak seorang pekerja telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu:

1. Masa kerja < 6 tahun 2. Masa kerja 6-10 tahun 3. Masa kerja >10 tahun

Tingkat pengalaman kerja seseorang dalam bekerja akan mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Hal ini dikarenakan orang yang lebih berpengalaman mampu bekerja secara efisien. Mereka dapat mengatur besarnya tenaga yang dikeluarkan oleh karena seringnya melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu, mereka telah mengetahui posisi kerja yang terbaik atau nyaman untuk dirinya, sehingga produktifitasnya terjaga. Hal tersebut diperkirakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kelelahan kerja (Sutjana dalam Mulyana, dkk 2006).

(55)

2.2.4 Status Gizi

Status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada produktifitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu (Tarwaka et, al, 2004). Menurut Suma’mur (1982) dan Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004) bahwa selain jumlah kalori yang tepat, penyebaran persediaan kalori selama masa bekerja adalah sangat penting. Menurut Annis & McConville dalam Tarwaka et al (2004) merekomendasikan bahwa penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam, 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja selama 8 jam terus-menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan risiko cidera otot skeletal pada tenaga kerja. Adanya gejala kekurangan gizi pada pekerja wanita tentunya sangat tidak diharapkan, karena gangguan gizi pekerja itu akan menurunkan tingkat produktivitas mereka (Clerc, 1985; Grandjean, 1985; Soerjodibroto, 1993).

(56)

yaitu obesitas. Secara persentase dapat dilihat bahwa kelelahan kerja berat yang dialami oleh karyawan lebih banyak terjadi pada karyawan yang memiliki status gizi obesitas.

Status gizi dapat di hitung dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) yang merupakan perbandingan antara berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (Kg/m2) (WHO, 2000), yaitu:

IMT = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

WHO (2003) mengklasifikasikan status gizi berdasrkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang dikatakan overweight (kelebihan berat badan) jika IMT ≥ 25 dan dikatakan obesitas jika IMT ≥ 30.

Tabel 2.2

Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut WHO (2003) Indeks Massa Tubuh Klasifikasi

< 18,5 Underweight (kurus)

18,5 – 24,9 Normal

≥ 25 Overweight (gemuk)

25 – 29,9 Pre-obese

30,0 – 34,9 Obese tingkat 1 35,0 – 39,9 Obese tingkat 2

≥ 40 Obese tingkat 3

Sumber: WHO, 2003

(57)

cocok dengan keadaan fisik orang Indonesia. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT menurut Depkes dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut Depkes RI (2003)

Kategori

Perempuan Laki-laki

Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh

Kurus ‹ 17 kg/m2 ‹ 18 kg/m2

Normal 17-23 kg/m2 18-25 kg/m2

Kegemukan 23-27 kg/m2 25-27 kg/m2

Obesitas › 27 kg/m2 › 27 kg/m2

Sumber : Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI, 2003 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang menurut indeks massa tubuh, diantaranya faktor biologis (umur, jenis kelamin, genetik dan hormon), faktor psikologis (emosi), faktor sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengetahuan gizi), pola konsumsi makanan, faktor perilaku (kebiasaan merokok dan aktifitas fisik) dan keadaan kesehatan.

(58)

mendapatkan masukan kalori yang optimal terutama pada pagi hari karena kalori yang terpenuhi pada saat memulai pekerjaan akan berdampak terhadap kelelahan pada saat ia bekerja terutama kelelahan menjelang siang hari.

Hasil riset menunjukkan bahwa secara klinis terdapat hubungan antara status gizi seseorang dengan performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada dalam kondisi gizi yang kurang baik dalam arti intake makanan dalam tubuh kurang dari normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan dalam melakukan pekerjaan (Oentoro, 2004). Sejalan dengan itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2005) Berdasarkan hasil menunjukkan bahwa responden yang memiliki status gizi normal sebagian besar mengalami kelelahan. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa masa kerja memiliki hubungan bermakna dengan tingkat kelelahan dengan nilai pvalue = 0,001.

Untuk menyeimbangkan keadaan gizi tenaga kerja, biasanya pihak perusahaan menyediakan makanan tambahan dengan meperhatikan gizi kerja. Gizi kerja berarti nutrisi yang diperlukan oleh para pekerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan. Gizi pekerjaan ditujukan untuk kesehatan dan daya kerja tenaga kerja yang setinggi-tingginya. Pekerjaan memerlukan tenaga yang sumbernya berasal dari makanan.

2.2.5 Status Kesehatan

Status kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang diderita. Beberapa penyakit yang mempengaruhi kelelahan, yaitu:

1) Penyakit Jantung

(59)

dan di negara berkembang tampak meningkat terus (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-5:8). Penyakit jantung meliputi gangguan pada pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang menyuplai darah ke seluruh jaringan jantung yang mengalami penyempitan atau penyumbatan) serta gangguan jaringan jantung (otot jantung) akibat yang ditimbulkannya (berkurang dan berhenti aliran darah). Penyumbatan ini menimbulkan gangguan jantung berupa rasa sakit/nyeri pada dada (Sitepoe, Mangku, 1997:3-4). Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat (Arthur C. Guyton, 1997:319). Selain itu jika ada beban ekstra yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung. Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit (Iman Soeharto, 2004:41). Kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004:48).

2) Penyakit Gangguan ginjal

Pengaruh kerja terhadap faal ginjal terutama dihubungkan dengan pekerjaan yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan dalam cuaca kerja panas. Kedua– duanya mengurangi peredaran darah kepada ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat–zat yang diperlukan oleh ginjal (Suma’mur P.K., 1996:318).

(60)

mengekskresi zat-zat ini (Arthur C. Guyton, 1997:376). Penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstraselular akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kondisi yang dapat menyebabkan hilangnya natrium pada dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstraselular yaitu dengan berkeringat (Arthur C. Guyton, 1997:388). Pengeluaran keringat yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung meningkat (Suma’mur P.K.,

1996:91) sehingga kelelahan akan mudah terjadi. 3) Penyakit Asma

Asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi. Gejala tersebut sebagai akibat adanya bronkokontriksi pada asma, diameter bronkiolus lebih banyak berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi, karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus (W.F. Ganong, 1999:673). Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi (Arthur C. Guyton, 1997:675). Keadaan ini menyebabkan dispnea atau kekurangan udara. Aktivitas otot pernapasan yang kurang seringkali membuat seseorang merasa dalam keadaan dispnea berat (Arthur C. Guyton, 1997:678) sehingga diperlukan banyak tenaga untuk bernapas. Hal ini yang akan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan.

4) Tekanan darah rendah

(61)

mengalir ke arteri koroner maupun ke bagian tubuh yang lain (Iman Soeharto, 2004:48). Dengan berkurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari jantung, berakibat berkurang pula jumlah oksigen sehingga terbentuklah asam laktat. Asam laktat merupakan indikasi adanya kelelahan (Eko Nurmianto, 2003:16).

5) Tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri dengan perlahan–lahan. Arteri tersebut mengalami suatu proses pengerasan. Pengerasan pembuluh–pembuluh tersebut dapat juga disebabkan oleh endapan lemak pada dinding. Proses ini menyempitkan lumen (rongga atau ruang) yang terdapat di dalam pembuluh darah, sehingga aliran darah menjadi terhalang (Iman Soeharto, 2004:97-99). Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan terjadinya kelelahan (Gempur Santoso, 2004:47).

2.2.6 Jam kerja

(62)

1996). Jika diteliti suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu berat atau ringan produktifitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah, untuk itu perlu bahan bakar dalam tubuh, maka dari itu istirahat setengah jam sesudah 4 jam bekerja terus-menerus sangat penting artinya.

Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum 8 jam kerja dan sisanya untuk istirahat/kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka et al, 2004).

2.2.7 Kerja Shift

1) Definisi kerja Shift

(63)

shift kerja adalah kerja 24 jam dibagi secara bergiliran dalam waktu 2 jam. Para pekerja dibagi atas kelompok kerja dan pada umumnya dibagi atas tiga kelompok dimana lama giliran kerja yaitu 8 jam. Menurut Center for Disease Control and Prevention, US Department of Health and Human Service, 15.5 juta orang di US adalah pekerja shift (dalam Mardi, 2008).

2) Alasan Diterapkannya Kerja Shift

Alasan diterapkannya kerja shift dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan kepentingan kelompok, yaitu :

a) Kepentingan Sosial

Perusahaan yang bergerak dibidang jasa pelayanan masyarakat bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang dibutuhkan setiap saat seperti Rumah Sakit, transportasi, pemadam kebakaran, polisi, tenaga listrik, tenaga air, dan lain sebagainya.

b) Kepentingan Ekonomi

(64)

c) Kepentingan Individu

Walaupun sebagian besar orang tidak menginginkan bekerja secara shift

terutama shift malam, namun tidak jarang yang menginginkan kerja shift dengan alasan ingin memperoleh gaji atau upah yang lebih baik, jumlah pegawai atau supervisor lebih sedikit, dapat berkumpul dengan keluarga pada siang hari, bekerja pada malam hari lebih tenag, transportasi lancar atau tidak macet, atau memang tidak tersedia pekerjaan lain untuk mereka.

3) Sistem Kerja Shift

Biasanya kerja shift disusun tergantung pada pekerjaan dan dari perusahaan atau industri yang bersangkutan. Berbagai macam model shift kerja dapat diterapkan di berbagai perusahaan. Colligan et al (1997) menyebutkan bahwa terdapat beberapa karakteristik dalam penyusunan jadwal kerja, yaitu:

a) Waktu Shift

Pembagian waktu kerja shift menjadi 2 atau 3 shift biasanya diterapkan untuk perusahaan yang beroperasi selama 24 jam. Sedangkan pengaturan jadwal mulai dan akhir tergantung dari lamanya shift. Pembagian jadwal kerja dapat dilihat sebagai berikut:

1. Shift pagi (shift pertama), dimulai antara pukul 05.00-08.00 dan berakhir antara pukul 14.00-18.00.

2. Shift sore (shift kedua), dimulai antara pukul 14.00-18.00 dan berakhir antara pukul 22.00-02.00.

(65)

b) Jadwal shift permanen atau rotasi

Pekerja yang bekerja secara permanen shift malam tidak mudah beradaptasi walaupun telah bekerja dalam waktu lama. Memang untuk beberapa orang kadang-kadang mudah untuk beradaptasi. Dari pengalaman, orang-orang yang bekerja malam permanen mempunyai metode untuk melawan kelelahan pada malam hari. Tapi walau bagaimanapun pekerja malam permanen tersebut masih akan merasakan lelah dan mengantuk pada malam berikutnya selain itu shift

Kelelahan terjadi karena banyak pekerja malam kembali bekerja siang harinya yang semestinya mereka harus beristirahat, sehingga mereka tidak pernah sempurna dalam memenuhi waktu tidur dan istirahatnya dalam upaya mengadaptasikan irama tubuh untuk bangun pada malam hari. Kelelahan ini dapat terjadi dari hari hari ke hari sehingga kelelahan tersebut dapat terakumulasi sampai pada level yang tidak aman.

Sedangkan pada pekerja yang bekerja dengan jadwal shift rotasi dihadapkan pada permasalahan yang hampir sama dengan shift permanen. Karena waktu shift

yang selalu berubah, mereka tidak pernah secara sempurna untuk beradaptasi pada satu set jadwal kerja tersebut. Dengan demikian biasanya jadwal rotasi diterapkan atas dasar keadilan terhadap pekerjanya.

c) Kecepatan dan Arah Rotasi

Adaptasi terhadap shift dipengaruhi oleh kecepatan rotasi dan arah dari rotasi. Kecepatan rotasi artinya jumlah shift pagi, siang dan malam yang berturut –turut sebelum terjadinya perubahan shift. La Dou (1994) kecepatan rotasi kerja shift

(66)

dimana pekerja mendapat giliran kerjanya setiap 5 hari, hal ini memberikan waktu kepada pekerja untuk beradaptasi baik secara fisiologik maupun sosial. Sedangkan rotasi cepat dimana pekerjanya mendapat giliran kerjanya setiap 1-3 hari, hal ini menyebabkan pekerja tidak pernah puas beradaptasi terhadap shift malam dan menyebabkan gangguan terhadap irama sirkardian. Sedangkan arah rotasi berarti:

1. Rotasi maju adalah menurut arah jarum jam yaitu mulai dari shift pagi ke siang kemudian malam.

2. Rotasi mundur adalah perubahan berlawanan arah jarum jam yaitu mulai dari shift pagi ke malam kemudian siang.

Beberapa penelitian menganjurkan bahwa rotasi maju lebih baik daripada rotasi mundur. Karena rotasi maju lebih memudahkan untuk tidur lebih lambat dan bangun lebih telat sehingga tubuh akan merasa lebih segar dan siap untuk bekerja. d) Rasio istirahat kerja

Gambar

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Kerja
Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut WHO (2003)
Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut Depkes RI (2003)
Tabel 2.4 Metropolitan Rota Shift System
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang mengkaji hubungan status gizi dengan tingkat kecerdasan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional study yaitu observasi variable dependen (Rencana Pemilihan Pertolongan Persalinan

Desaian penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional study , data yang menyangkut data dependen dan independen yang diteliti dalam

Penelitian ini menggunakan metode Observasional Analitik dengan pendekatan desain penelitian Cross Sectional study yaitu merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan metode observasional analitik. Penelitian dirancang dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

Desain penelitian dalam riset ini adalah observasional analitik pendekatan cross sectional. Variabel bebas adalah motivasi menjadi relawan sedangkan variabel independen penelitian ini

F METODE Desain penelitian yang dilakukan adalah analitik observasional dengan pendekatan cross- sectional yang memiliki tujuan untuk mengatahui hubungan dari variabel dependen umur,