• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KERENTANAN ANAK DAN KESEJAHTERAAN ANAK PADA

KELUARGA PETANI

DANISYA PRIMASARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

DANISYA PRIMASARI. Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani, mengidentifikasi tipologi kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani, dan menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak dengan kerentanan anak dan kesejahteraan anak. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga petani yang memiliki anak kelas 4 dan 5 SD yang bertempat tinggal di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur dengan contoh sebanyak 35 anak. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode probability sampling dengan teknik random sampling. Hasil menunjukkan bahwa kerentanan internal pada keluarga petani tergolong rendah, kerentanan eksternal anak tergolong rendah, dan kesejahteraan anak pada keluarga petani tergolong rendah. Tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani termasuk dalam Tipe 1 dan Tipe 4. Terdapat hubungan negatif signifikan antara besar keluarga dan urutan anak dengan kesejahteraan anak, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dan anak dengan kerentanan anak.

Kata kunci: kerentanan internal anak, kerentanan eksternal anak, kesejahteraan anak, keluarga petani

ABSTRACT

DANISYA PRIMASARI. Vulnerability of Children and Child Well-being among Farmer Families. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI.

This reseacrh aimed to identified vulnerability and well-being of children in a family of farmers, identified the typology of vulnerability and well-being of children in the family farmer, and analyze the relationship between family characteristics, characteristics of children with the vulnerability of children and child well-being. The population in this research are family farmers who have children 4 and 5 th grade who reside in the village Sindangjaya, District Cipanas, Cianjur with a sample of 35 children. Sampling was conducted using probability sampling method with random sampling techniques. The results showed that the internal susceptibility to family farmers is low, relatively low external vulnerability child, and child well-being on farm families is low. Typology vulnerability of children and the well-being of children in a family of farmers included in Type 1 and Type 4. There was a significant negative correlation between family size and order of the child with the child's welfare, but found no significant relationship between the characteristics of families and children with children's vulnerability.

Keywords: internal vulnerability of children, external vulnerability of children, child well-being, family farmers.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Science

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

KERENTANAN ANAK DAN KESEJAHTERAAN ANAK PADA

KELUARGA PETANI

DANISYA PRIMASARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani Nama : Danisya Primasari

NIM : I24100034

Disetujui oleh,

Dr Ir Herien Puspitawati, M Sc, M Sc Dosen Pembimbing

Diketahui oleh,

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M Sc Ketua Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kenikmatan dan kemudahan serta segala karunia-Nya. Rasa syukur juga penulis haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi motivator kehidupan bagi penulis sehingga dalam menyusun penulisan karya ilmiah yang berjudul “Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani” dapat diselesaikan dengan baik.

Pembuatan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. Atas bantuannya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Herien Puspitawati. M.Sc., M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, ilmu-ilmu serta pengalamannya untuk membimbing penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar, Dr. Ir. Diah K. Pranadji, MS selaku dosen penguji I dan Dr. Megawati Simanjuntak, SP, Msi selaku dosen penguji II atas kritik dan saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.

3. Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis, memberikan masukan dan semangat selama penulis menyelesaikan pendidikan S1.

4. Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan banyak sekali ilmu dan isnpirasi kepada penulis.

5. Kepala Desa Sindangjaya, Kepala Sekolah SDN Sindanglaya, serta Kepala Sekolah SDN Suryakancana yang telah memberikan izin serta dukungan dalam proses pengambilan data dan informasi responden. 6. Kedua orang tua, ayahanda Daniel Herniadi dan Ibunda Anis Surtiani

serta saudara penulis Ibar Donny Rosyadhi atas segala jerih payah, do‟a, kesabaran, semangat, saran serta kasih sayangnya tak akan pernah terbalas yang senantiasa diberikan demi keberhasilan penulis.

7. Teman-teman satu tim penelitian penulis, Dwi Puspita Sari, Nurul Izmah, Ilma Permadani Hidayat, kak Salsabila Khotibatunnisa, dan mba Vivi Irzalinda serta teman-teman IKK 47 yang membantu, bekerjasama, memberikan masukan, dan memberikan motivasi penulis selama menyelesaikan penulisan ini.

8. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam menyelesaikan usulan penelitian ini, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang terdapat didalammnya.

Bogor, Januari 2015

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

KERANGKA PEMIKIRAN 12

METODE PENELITIAN 15

Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Jumlah dan Cara Pemilihan Responden 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian 18

Pengolahan dan Analisis Data 19

Definisi Operasional 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Anak 23

Karakteristik Keluarga 23

Kerentanan Anak 27

Kesejahteraan Anak 31

Tipologi Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak 34

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan

Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak 37

Pembahasan Umum 39

SIMPULAN DAN SARAN 41

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 47

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis variabel, satuan, skala, dan responden 16

2 Sebaran karakteristik anak 23

3 Sebaran usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu 24

4 Sebaran tipe petani, dan besar keluarga 25

5 Sebaran pendapatan dan pengeluaran keluarga 26

6 Sebaran kepemilikan aset keluarga 27

7 Persentase item nilai kerentanan internal anak 28

8 Sebaran dimensi kerentanan internal anak secara umum 29

9 Persentase item nilai kerentanan eksternal anak 30

10 Sebaran dimensi kerentanan eksternal anak secara umum 31

11 Persentase item nilai kesejahteraan subjektif anak 33

12 Sebaran dimensi kesejahteraan subjektif anak 34

13 Sebaran tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak 36

14 Matriks tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak 37

15 Koefisien korelasi Pearson karakteristik keluarga dan karakteristik anak terhadap kerentanan internal anak dan kesejahteraan anak 38

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran karakteristik keluarga, karakteristik anak, kerentanan anak dan kesejahteraan anak 14

2 Metode penarikan contoh 15

3 Tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kronologis sampling 48

2 Peta lokasi penelitian 49

3 Data kualitatif arti keluarga 50

4 Data kualitatif arti anak 51

5 Daftar responden berdasarkan tipologi kerentanan Anak dan kesejahteraan anak 52

6 Koefisien korelasi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kerentanan internal anak, dan kesejahteraan anak 54

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak yang rentan terjadi karena anak tidak memiliki akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, tidak memperoleh sanitasi yang baik, dan kurangnya perhatian kasih sayang, cinta, bimbingan dan dukungan dari (Skinner et al. 2004). Kemiskinan akan menimbulkan permasalahan pada anak, salah satunya adalah kerentanan anak. Keluarga dan anak-anak yang rentan memiliki sumberdaya yang terbatas seperti pendidikan, kesempatan kerja, dan hambatan untuk memperoleh pelayanan sosial lainnya (Zambrana & Dorrington 1998). Kerentanan dapat dilihat sebagai penyebab kemiskinan, sebagai alasan mengapa orang miskin tetap miskin, atau sebagai dampak dari kemiskinan (Permana 2008). Menurut Engle, Castle, & Menon (1996) menyatakan tantangan yang dihadapi anak-anak sekarang adalah perubahan zaman, termasuk peningkatan urbanisasi, kekerasan politik, kekerasan pada anak, perubahan bentuk keluarga, dan dibeberapa daerah telah mengalami penurunan pasokan makanan yang memadai. Kerentanan anak memiliki peningkatan yang mencolok akibat ketegangan emosional dan kurang mampunya anak untuk beradaptasi secara sosial (Tembong 2006). Keterbatasan ekonomi dan pengetahuan orang tua di perdesaan dalam memberikan bimbingan dan pengawasan pada anaknya, menimbulkan dampak anak menjadi putus sekolah dan terpaksa harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sehingga anak membantu mencari nafkah bagi keluarganya dengan bekerja disekitar lingkungan anak atau bahkan sampai ke luar kota (Anshor & Ghalib 2010).

(16)

2

kemiskinan, dan yang ketiga karena masih kurangnya informasi langsung tentang kehidupan anak (Fernandes et al. 2010). Pada usia sekolah dasar, anak akan mengalami tahapan penting dalam pembentukan kepribadiannya. Hurlock (1980) juga mengatakan bahwa masa usia anak sekolah dasar, merupakan masa-masa penting karena kondisi-kondisi yang menimbulkan kebahagiaan pada masa-masa ini dan akan terus menciptakan kebahagiaan pada tahun-tahun selanjutnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur.

Perumusan Masalah

Kehadiran seorang anak merupakan keberkahan yang luar biasa bagi sebuah keluarga yang telah menjalani kehidupan rumah tangga. Anak merupakan salah satu golongan penduduk yang berada dalam situasi kerentanan dalam kehidupan dilingkungan masyarakat. Kehidupan anak dipandang sangat lemah karena memiliki ketergantungan terhadap orang tuanya. Jika orang tua lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya, maka anak akan menghadapi masalah baik itu fisik, psikologi dan sosial (BPS 1996). Kondisi demikian akan mengganggu proses tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang tidak wajar pada anak, menjadikan anak mengalami gangguan dalam proses belajar tentang status dan peranannya bagi kehidupan.

Menurut Kumpulainen (2006) kerentanan merupakan salah satu permasalahan yang dapat membahayakan kondisi individu, komunitas, ataupun suatu daerah. Simanjuntak (2010a) menyatakan bahwa pendekatan subjektif dilihat berdasaarkan pemahaman penduduk mengenai standar hidup dan bagaimana mereka mengartikannya. Dengan demikian penduduk akan mempunyai pandangan sendiri mengenai arti kesejahteraan yang mungkin dapat berbeda dengan pandangan objektif. Kesejahteraan keluarga akan memengaruhi kehidupan anak yang berdampak pada kesejahteraan anak. Hastuti (2009) menyatakan bahwa kualitas anak pada saat ini, merupaakan produk dari hasil proses pembentukan yang terjadi selama berada dalam keluarganya. Tahun 2012 UNICEF Indonesia mengeluarkan laporan tahunan, sebanyak 2,3 juta anak usia 7 sampai 15 tahun di Indonesia tidak bersekolah. Sebanyak 42% anak putus sekolah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kebanyakan anak yang putus sekolah sewaktu masa transisi dari SD ke SMP1. Kemendikbud (2013) menggambarkan pada tahun 2007, dari 100 persen anak-anak yang masuk SD, yang melanjutkan sekolah hingga lulus hanya 80 persen, sedangkan 20 persen lainnya putus sekolah. Diketahui bahwa 80 persen yang lulus SD, hanya sekitar 60 persen yang melanjutkan ke SMP maupun sekolah tingkat lainnya, kemudian dari jumlah tersebut yang sekolah hingga lulus sekitar 48 persen. Sementara itu, dari 48 persen tersebut, yang melanjutkan ke SMA tinggal 21 persen dan berhasil lulus 10 persen, sedangkan yang melanjutkan ke SMP dari 61 persen menjadi 70 persen, dan yang masuk ke perguruan tinggi menjadi 4,4 persen. Mendikbud menyatakan, secara nasional angka partisipasi kasar (APK) sudah cukup baik, tetapi masih

1

(17)

terdapat kabupaten-kabupaten yang masih dibawah rata-rata nasional. Demikian juga angka putus sekolah masih cukup besar, dijenjang SD dari kelompok ekonomi paling rendah masih ada 13 persen secara nasional yang tidak tamat SD, artinya anak putus sekolah sebelum tamat, sementara dari mereka yang lulus SD sebesar 87,0 persen hanya 56,7 persen yang melanjutkan ke jenjang sekolah menengah SMA/Sederajat (Kemendikbud 2013).

ILO (International Labour Organization) memperkirakan terdapat 152 juta pekerja anak yang berusia antara 5 hingga 14 tahun. Menurut Amelia (2013) sebagian besar dari pekerja anak berasal dari kelompok-kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat dan datang dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Untuk konteks Indonesia, per 2013 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan ada 4,7 juta jiwa pekerja anak. Dilihat dari lokasi kerja, dari total pekerja anak, terdapat 1,1 juta anak yang bekerja di kawasan perkotaan dan lainnya, 2,3 juta pekerja anak di perdesaan. Permasalahan tersebut merupakan beberapa contoh yang ditimbulkan akibat rendahnya kesejahteraan keluarga yang berdampak pada anak. Untuk menanggulangi kerentanan anak serta meningkatkan kesejahteraan anak maka diperlukan kajian mengenai kerentanan anak dan kesejahteraan anak. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimana kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani? 2. Bagaimana tipologi kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga

petani?

3. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak terhadap kerentanan anak dan kesejahteraan anak?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani

2. Mengidentifikasi tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani

3. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak dengan kerentanan anak dan kesejahteraan anak.

Manfaat Penelitian

(18)

4

pengetahuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya. Berdasarkan informasi tersebut, penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian-peneilitian selanjutnya terkait kerentanan anak dan kesejahteraan bagi anak. Bagi pemerintah dan instansi diharapkan dapat membuat kebijakan yang dapat mendukung kesejahteraan anak. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, ilmu pengtahuan serta aplikasinya khususnya dalam bidang ilmu keluarga. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kehidupan keluarga terutama anak.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Struktural Fungsional

Pendekatan struktural fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang di terapkan dalam sebuah institusi keluarga. Struktural fungsional pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur. Menurut Puspitawati (2012), penganut pandangan teori struktural-fungsional melihat system sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis dan berkelanjutan. Pendekatan stuktural-fungsional menekankan pada keseimbangn system yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistemsosial dalam masyarakat. Pendekatan teori struktural fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Newman dan Grauerholz 2002). Puspitawati (2012) menyatakan bahwa pendekatan teori struktural-fungsional dapat digunakan dalam menganalisis peran keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Teori struktural fungsional ini memandang bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian atau subsistem yang saling berintegrasi satu dengan yang lainnya. Adanya perubahan diawali oleh tekanan-tekanan yang kemudian terintegrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna, teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi layaknya sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan yang baru.

(19)

sosial yang berperan dalam mengatur tingkah laku individu dalam kehidupan sosialnya.

Kerentanan Anak

I. Definisi kerentanan anak

1. Anak rentan dipandang sebagai seseorang yang tidak memiliki akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dasar, mereka masih memiliki kedua orang tua tetapi hak anak tidak terpenuhi oleh kedua orang tuanya. Kerentanan yang kontekstual bagi anak merupakan anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasar dan terdapat masalah di lingkungan anak (Skinner et al. 2004).

2. Anak-anak rentan adalah kondisi yang dapat mengancam kesejahteraan anak pada masa sekarang sampai masa depan anak yang berasal dari lingkungan dimana anak dibesarkan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kerentanan anak adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak seperti emosional, fisik, sosial, perkembangan dan / atau budaya anak ketika berinteraksi di rumah atau di komunitas yang lebih luas. (Bannett 2012).

3. Anak yang rentan adalah indivdu yang hidup dalam keadaan dengan risiko yang tinggi untuk perkembangan dan pertumbuhan anak sehingga anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (The President‟s Emergency Plan for AIDS Relief 2006).

4. Kerentanan anak adalah sejauh mana seorang anak dapat menghindari atau memodifikasi dampak dari ancaman keamanan. Hal ini menggambarkan bagaimana usia masing-masing anak, fisik, intelektual dan sosial, emosional fungsi perilaku / peran dalam keluarga dan kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri berkontribusi atau mengurangi kemungkinan bahaya yang mengancam anak (IHS for the Ohio Child Welfare Trainning Program 2011).

5. Mothers reported that vulnerable children also had more somatic problems and were more aggressive, destructive, and poorly socialized. Perrin et al. described the vulnerable children in their study as having difficulties with dicipline, self control and peer realtions and also having internalizing and somatic complaints (De Ocampo et al. 2003).

II. Konsep kerentanan anak

1. Konsep kerentanan tidak hanya terbatas pada individu seperti anak-anak, tetapi sering digunakan untuk merujuk juga ke rumah tangga (Smart 2003). 2. Menurut Sunarti et al. (2009) konsep kerentanan yang pada awalnya

berkembang dalam disiplin ilmu-ilmu sosial seperti bidang psikologi, sosiologi, dan komunikasi, serta digunakan dalam unit analisis mikro (individu, keluarga, dan masyarakat), kemudian dikembangkan dan diperluas konsepnya pada tataran institusi dan kerentanan kawasan. Demikian pula komponennya diperluas dengan memasukkan kerentanan fisik dan lingkungan.

(20)

6

menawarkan model evaluasi yang berhubungan dengan risiko relatif (risiko prenatal, biofisiologis, dan risiko psikososial), ketersediaan sumberdaya (status sosial ekonomi, pendidikan ibu, dan perawatan prenatal), dan status kesehatan (Purdy 2008).

4. The literature is replete with descriptions from numerous diciplines identifying the use of vulnerable with people at risk for adverse health-related outcomes. This term has been useful for generating nursing theory on conceptualizing vulnerable populations (Flaskerud & Winslow 1998), aiding health-related research conducted with the Vulnerable Populations Models (VPM) as a framework. From the field of family and community medicine, researchers examining sociologic stressors determined that neither exposure nor vulnerability to daily stressors explained socioeconomic differences in daily health (Gryzwacz, Almeide, Neupert, & Ettner 2004). Thus, being more vulnerable was not specifically associated with poorer health status. However, better education and higher socioeconis status may have altered health status. (Purdy 2008).

5. The “Ten Elements of Mental Health Promotion and Demotion.” A conceptual mental health model developed by MacDonald dan O’Hara (1998), was used as a guide to identify mental health promoting and demoting factors. Promoting factors include interplay of environmental quality, self-esteem, emotional processing, self-management, and social participation. Demoting factors include environmental deprivation, emotional abuse, emotiional negligence, stress, and social alienation (Krikpatrick et al. 2012).

6. The concepts of child vulnerability and parent overprotectiveness and their relationship to medical problems during the neonatal perios, developmental outcomes and later behavior problems in the child. The assumption has been made that persistent parental anxiety about the child’s vulnerability may cause the child to defiantly react with risky or dangerous behavior against the lack of parental confidence (De Ocampo et al. 2003).

III. Indikator kerentanan

(21)

2. Kondisi keluarga yang membuat kerentanan pada anak Skinner et al. (2004): Pengasuh tidak mau atau bersedia untuk merawat anak-anak; Orang tua pemabuk, miskin, dan emosional terganggu; Anggota keluarga ada yang cacat atau sakit parah baik fisik maupun mental; Rumah tangga terlalu banyak anggota keluarga, salah satunya jumlah anak-anak terlalu banyak untuk pengasuh; Orang tua bercerai; Keluarga atau pengasuh yang kasar, pengasuh tidak mengetahui cara pengasuhan yang baik; Kurangnya sumberdaya keuangan untuk melakukan perawatan yang memadai bagi anak; Kurangnya bimbingan dan arahan dari orang tua,

3. Lingkungan tempat tinggal anak yang mempengaruhi kerentanan anak Skinner et al. (2004): Terdapat lingkungan yang berbahaya bagi anak; Anak tidak memiliki fasilitas yang memadai sebagai seorang anak, misalnya: fasilitas pendidikan dan bermain anak; Lingkungan yang tidak aman, seperti pemukiman yang kurang layak, banyaknya kejahatan, dan kurangnya toilet; Tingginya tingkat kemiskinan; Terdapatnya komunitas gengter dan penggunaan narkoba

4. Menurut Sunarti et al. (2009) terdapat beberapa indikator kuantitatif kerentanan sosial ekonomi pada tingkat individu yang sering digunakan, yaitu diantaranya: Usia (dibawah 5 tahun dan diatas 65 tahun), pendapatan, gender, status kerja, jenis tempat tinggal, rumah tempat tinggal sendiri atau berkelompok dengan keluarga besar, tenure / beban kerusakan bangunan rumah terkait apakah rumah milik pribadi, sewa, atau kredit, asuransi kesahatan; asuransi rumah (dan isi); kepemilikan kendaraan (negatif), kecacatan, dan status tabungan / hutang.

5. Terdapat tiga cara pengkategorian kerentanan anak dari berbagai intervensi menurut lembaga The President‟s Emergency Plan for AIDS Relief, OGAC (2006):

1) Level anak – Memastikan penyediaan intervensi inti yang menciptakan peluang bagi anak-anak yang rentan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan norma-norma dalam komunitas mereka dan dalam budaya mereka

2) Level keluarga / Pengasuh – Melatih dan memberikan dukungan langsung kepada pengasuh untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat merawat anak-anak yang rentan.

3) Level sistem – Membangun kapasitas lokal, regional, dan nasional untuk memperkuat struktur dan jaringan yang mendukung perkembangan anak yang sehat, untuk mengumpulkan dan menggunakan informasi, dan untuk mengembangkan respon kebijakan dan program yang mengarah pada perawatan yang komprehensif dan efektif untuk kerentanan anak.

IV. Faktor yang memengaruhi kerentanan anak

1. Terdapat 3 masalah yang dapat mempengaruhi kerentanan pada anak Skinner et al. (2004):

(22)

8

- Masalah emosional, kurangnya rasa peduli, cinta, dukungan, dan kurang dapat menahan emosi.

- Masalah sosial, termasuk kurangnya teman sebaya anak, tidak adak model peran yang dapat diikuti oleh anak, kurangnya bimbingan ketika anak mengalami kesulitan, dan risiko di lingkungan terdekat anak.

- Faktor yang memengaruhi kerentanan anak adalah kematian orang tua; penyakit kronis orang tua; kecacatan anak; kemiskinan; perumahan yang buruk; akses ke layanan (pendidikan, kesehatan, pelayanan kesehatan); Pakaian yang tidak memadai (Skinner et al. 2004).

2. Sumber internal: Calkins menyatakan bahwa bawaan khusus untuk anak mencakup sistem Psycologis neiroregulatory, sifat tempramental, dan komponen kognitif. Sumber eksternal: Calkins menyatakan bahwa pengembangan regulasi emosional meliputi interaksi awal dengan pengasuh. (Calkins 1994 dalam Duncan dan Caughy 2009). 3. Para ahli sosial menyepakati beberapa faktor utama yang berpengaruh

terhadap kerentanan sosial, diantaranya adalah kurangnya akses terhadap sumberdaya (informasi, pengetahuan, dan teknologi), terbatasnya akses terhadap kekuatan dan keterwakilan politik, modal sosial, koneksi dan jejaring sosial, adat kebiasaan dan nilai budata (Cutter, Susan l, Bryan J. Boruff, dan W. Lynn Shirley 2003 dalam Sunarti et al. 2009)

4. Keprihatinan tentang kesehatan anak yang berkaitan dengan penyakit yang serius yang sebelumnya pernah di rasakan anak, orang tua tahut bahwa anaknya akan meninggal, dan kesulitan menetapkan batasan perilaku anak secara signifikan terkai dengan kerentanan anak yang tinggi. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang ditandai dengan kombinasi kerentanan yang tinggi dan perlindungan orang tua yang overprotective memiliki tingkat keparahan stres untuk anak dan orang tua (Thomasgard dan Metz 1999).

5. AIDS orphas suffered more psychological dis tress than nonorphans in both short-term and long-term studies. Depression, anxiety, and withdrawal from society inhibited the normal grieving process and contributed to greater anxiety and other internal and external sympptoms of distress (Li et al 2008; Nyamukapa et al. 2008). Common factors that affect the psychological well-being of AIDS orphans have been categorized into the following themes: bereavement, caregiving, new homes, belonging, contact with extended family, abuse, poverty, access to services, school and peers, physical safety, crime, stigme and gossip, and positive activities (Cluver & Gardner 2007). Cluver and Orkin (2009) and Li et al. (2008) found a particularly strong relationship be\tween negative mental health and poverty. They also identified the following factoers that contributed to negative mental health status: food insecurity, AIDS-related stigma, bullying, vulnerability to sexually transmitted diseases, and multiple death in the family (Kirkpatrick 2012).

(23)

ketersediaan pangan, status kesehatan, lingkungan dan kondisi geografis dan kualitas ketersediaan pelayanan sosial (UNICEF 2011) 7. Orang tua yang merasakan anak mereka rapuh, akan kesulitan untuk

memisahkan diri dari anak tetapi orang tua tidak menunjukkan untuk melindungi anak mereka. Masalah kesehatan selama periode neonatal tidak berhubungan dengan kerentanan yang dirasakan anak. (De Ocampo et al. 2003).Keterlambatan perkembangan dan kerentanan yang dirasakan oleh anak yang usianya lebih tua akan cenderung berkurang dari waktu ke waktu. Tidak ada hubungan antara variabel status sosial ekonomi rendah dan kerentanan yang dirasakan anak (De Ocampo et al. 2003).

8. Anak-anak yang lebih tua dinilai memiliki masalah yang lebih internal seperti depresi atau kecemasan, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai CVS dan perilaku eksternal (De Ocampo et al. 2003).

9. Anak-anak sangat rentan terhadap dampak kekerasan dan penelantaran sehingga anak membutuhkan perlindungan (Daniel 2010).

V. Kerentanan anak berpengaruh terhadap variabel lain

1. Kerentanan pada anak dapat menyebabkan peningkatan stres bagi orang tua (IHS for the Ohio Child Welfare Trainning Program 2011). 2. Kerentanan anak dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak

seperti anak menjadi stres, anak menjadi kurang berkompeten, dan kepekaan anak terhadap lingkungan menjadi berkurang (Guralnick 1998)

3. Kesalahan dalam pola asuh akan mengganggu anak-anak dalam tahap perkembangan, kurang untuk mendapatkan kesehatan baik fisik maupun psikologi dengan baik sehingga dapat menimbulkan kerentanan pada anak (Bruskas 2008).

4. Anak-anak yang dikategorikan rentan mengalami peningkatan yang signifikan dalam masalah perilaku dan kesehatan (Forsyth et al. 1996).

Kesejahteraan Anak

I. Definisi kesejahteraan anak

1. Kesejahteraan secara umum dipahami sebagai kualitas kehidupan masyarakat yang dinamis ketika seseorang dapat memenuhi tujuan pribadi dan sosial mereka. Hal ini dipahami baik dalam kaitannya dengan ukuran objektif, seperti pendapatan keluarga, sumberdaya pendidikan dan status kesehatan, dan indikator subjektif seperti kebahagiaan, persepsi kualitas hidup dan kepuasan kehidupan (Statham dan Chase 2010).

(24)

10

3. Kesejahteran psikologis didiefinisikan sebagai ada atau tidak adanya gejala tekanan psikologis, seperti kecemasan yang berlebihan dan suasana hati yang tidak menentu (Wong et al. 2009).

4. Well being has been defined by individual characteristics of an operationalized at the individual level within a specific domain (physical, social, cognitive, or psychological) or at the environmental context (Pollard & Lee 2003).

II. Konsep kesejahteraan anak

1. Konsep-konsep seperti „kesejahteraan‟, „kepuasan hidup‟, dan „ kualitas hidup‟ sering digunakan secara bergantian, dan menggabungkan aspek objektif dan subjektif dari kehidupan seseorang. Fakta yang dapat diamati seperti pendapatan keluarga, struktur keluarga, prestasi pendidikan, status pendidikan dan perasaan masing-masing individu tentang hal-hal tentang kehidupan secara umum (Statham dan Chase 2010).

2. Social indicators were written in the late 1960s and early 1970s, and can trace to these origins the different conceptual approaches to developing child well being indicators that exist today. For example, Campbell and Converse (1972) were concerned with developing objective indicators of the quality of life, such as aspirations, expectations, and life satisfaction, whereas (Lippman 2007).

3. As in the study of ecological models has evolved to recognize the importance of the interaction between the individual and their environmental (Bronfonbrenner 1998), so too have several recent child well being indicator efforts focused on capturing the interaction of children and their environments (Lippman 2007).

III. Indikator kesejahteraan anak

1. Empat dimensi kesejahteraan anak yang terdapat dalam Statham dan Chase (2010): 1) Kehidupan rumah (ukuran hubungan anak dengan orang tua mereka); 2) Orientasi pendidikan (ukuran seberapa baik anak melakukan di sekolah), 3) Nilai diri yang rendah (Satu indikator kesejahteraan subjektif atau kurangnya kesejahteraan), dan perilaku berisiko (sebagai ukuran pengambilan risiko atau perilaku anti sosial). 2. Menurut Badan Pusat Statistik (1996) pemilihan indikator-indikator

didasarkan 3 aspek utama yaitu aspek kelangsungan hidup (survival), aspek perkembangan (development), dan aspek perlindungan (protection)

3. Empat dimensi kesejahteraan anak menurut Moore et al (2008) untuk pengembangan individu anak dapat dilihat dari:

(25)

2) Psikologis. Status mental dan emosional individu termasuk bagaimana mereka berpikir tentang diri mereka sendiri dan masa depan mereka, bagaimana mereka menangani dan mengatasi situasi dan bebas dari masalah yang kompromi adaptasi fungsional mereka.

3) Sosial. Sosial kesejahteraan meliputi beberapa elemen yang berhubungan dengan seberapa baik individu mampu bergaul dalam ekologi sosial. Ini termasuk keterampilan sosial dasar, keterlibatan dalam kegiatan konstruktif, kemampuan untuk dapat berhubungan secara emosional dengan orang dan terlalu berteman.

4) Pendidikan. Kesejahteraan kognitif dan pendidikan meliputi keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan seorang anak untuk belajar, mengingat dan cukup untuk usia mereka. Struktur tumbuh dan berkembang dengan pengalaman baru dan memungkinkan anak-anak untuk mengelola lingkungan mereka. Sebuah tugas perkembangan utama bagi anak-anak adalah untuk dapat menerapkan keterampilan kognitif mereka untuk menjadi produktif dan terlibat di sekolah.

4. Indikator kesejahteraan anak menurut Pollard dan Lee (2003) terdapat lima dimensi untuk menentukan kesejahteraan anak diantaranya: kesejahteraan fisik, psikologis, kognitif, sosial dan ekonomi. Dimensi sosial hanya mencakup perspektif sosiologis, dimensi psikologis mencakup indikator yang berhubungan dengan emosi, kesehatan mental, penyakit mental. Dimensi kognitif mencakup indikator yang dianggap intelektual atau terkalit dalam sekolah.

5. Lippman (2007) recommended the following domains for indicators of children’s well being: health, socioemotional status and functioning, moral and ethical attitudes and behavior, intellectual status and functioning, and other capacities such as music, art, mechanical, and athletic. In addition to child well being indicators, they recommended a separate group of indicators on resources, both within the home and extended family, and outside the home and family.

6. Empat dimensi kesejahteraan anak menurut Statham dan Chase (2010): 1) Kehidupan rumah, hubungan antar anak dan orang tua; 2) Orientasi pendidikan (Seberapa baik anak lakukan di sekolah); 3) Nilai diri yang rendah (indikator kesejahteraan subjektif atau kurangnya kesejahteraan); dan Perilaku yang berisiko (perilaku anti sosial).

IV. Faktor yang memengaruhi kesejahteraan anak

1. Faktor risiko biasanya berada pada tingkat individu, keluarga, sekolah, kelompok sebaya, dan lingkungan masyarakat luas (Wong et al. 2009).  Tingkat keluarga, kualitas hubungan antara orang tua dan anak

merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan anak dan remaja. Hubungan dekat dengan orang tua akan meningkatkan perasaan anak dari dukungan dan rasa aman, dan konflik antar generasi akan berkurang.

(26)

12

sifat anti sosial terhadap anak. Hubungan antar guru dan murid di sekolah akan meningkatkan akademik siswa dan kesehatan psikologis siswa akan lebih baik. Penelitian lain menemukan bahwa terdapatnya bullying di sekolah akan menjadikan psikologis anak menjadi buruk dan prestasi akademik anak menurun.

2. Faktor keluarga memainkan peranan penting dalam menentukan kesehatan mental anak. Tiga aspek lingkungan keluarga yang penting dalam menentukan kesehatan mental anak yaitu dukungan sosial, pengasuhan pengelolaan tekanan psikologis, dan fungsi keluarga. Fungsi yang baik di masing-masing aspek (tinggi dukungan sosial, rendah tekanan psikologis, dan tingginya kehangatan) dalam keluarga akan menciptakan lingkungan keluarga yang positif. Kurang berjalannya fungsi keluarga yang baik akan menghasilkan lingkungan keluarga yang rentan (Thompson et al. 2007)

V. Kesejahteraan anak memengaruhi variabel lain

1. Belajar erat kaitannya dengan kesejahteraan. Hubungan posotif antara belajar dan kesejahteraan menunjukkan perubahan dari masa kanak-kanak ke remaja. Hubungan positif antara kesejahteraan dengan orang tua erat kaitannya dengan peningkatan waktu bersama (Statham dan Chase 2010).

2. Anak-anak yang berusia 8 sampai 12 tahun kesejahteraan anak dapat tercapai apabila hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman-teman (termasuk hewan peliharaan), dan kegiatan positif atau hal-hal yang harus dilakukan berjalan sesuai tahap perkembangannya. Ada perbedaan yang terlihat antara anak-anak, orang tua dan guru dilihat dari apa yang paling penting bagi kesejahteraan anak (Sixmith et al. 2007).

KERANGKA PEMIKIRAN

(27)

menimbulkan kesulitan dalam emosinya seperti cepat merasa marah, mimpi yang buruk, merasa khawatir, tidak senang atau sedih, dan merasa sendirian (Kirkpatrick et al. 2012).

Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan yang mencakup aspek kualitas hidup anak di dalam keutuhan satuan keluarga dan budaya bangsa yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial ke arah perkembangan pribadi untuk terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya (BPS 1996). Upaya untuk menciptakan kesejahteraan anak perlu memerhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan baik individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, pembangunan ekonomi, ketersediaan pangan, status kesehatan, lingkungan dan kondisi geografis (UNICEF 2011). Faktor lainnya berasal dari keadaan luar diri anak. Teori Bronfenbrenner mengatakan salah satu faktor luar berasal dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan salah satu lingkungan terdekat bagi anak, sehingga keluarga menjadi salah satu bagian penting untuk menciptakan kesejahteraan anak.

Faktor yang individu yang tumbuh dalam kemiskinan dan memiliki masalah kesehatan yang cukup serius seperti masalah kesehatan sehingga menyebabkan individu tersebut rentan. Sebagian besar anak rentan yang di asuh oleh pengasuhnya memiliki perasaan kebingungan, ketakutan, kekhawatiran, kehilangan, kesedihan, kecemasan dan stres (Bruskas 2008). Menurut Skinner et al. (2004) permasalahan yang dapat mempengaruhi kerentanan pada anak yaitu masalah materi, emosional, dan sosial. Calkins (1994) dalam Duncan dan Caughy (2009) sumber kerentanan internal anak mencakup psikologis, tempramental dan kognitif serta sumber kerentanan eksternal anak berupa interaksi awal dengan pengasuh. Faktor risiko yang dapat memengaruhi kesejahteraan anak berada pada tingkat individu, keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, dan lingkungan mayarakat (Wong et al. 2009).

(28)

14

Keterangan:

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran Kerentanan Anak

Internal

Kesejahteraan Anak Kerentanan Anak

Eksternal Karakteristik Keluarga

- Usia Ayah dan Ibu - Pendidikan Ayah dan

Ibu

- Pekerjaan Ayah dan Ibu - Pendapatan Keluarga - Pengeluaran Keluarga - Besar Keluarga - Aset

Karakteristik Anak - Usia Anak - Jenis Kelamin - Urutan Kelahiran

Karakteristik Lingkungan - Keluarga

- Masyarakat

(29)

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Strategi Nasional (Stranas) yang berjudul “Analisis Gender tentang Strategi Hidup Keluarga, Investasi dan Kualitas Anak dalam Mencapai Target Millenium Development Goals (MDGs) pada Petani Dataran Tinggi” yang diketuai oleh Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc. dengan anggota Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec dan Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA. Disain pada penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu dengan mengobservasi banyak orang dalam satu periode waktu tertentu dan tidak berkelanjutan. Lokasi penelitian yaitu di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa jumlah petani di Jawa Barat tergolong tinggi dan Kabupaten Cianjur merupakan kawasan pertanian dataran tinggi. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2014.

Jumlah dan Cara Pemilihan Responden

Populasi pada penelitian ini adalah keluarga petani yang memiliki anak kelas 4 dan 5 SD yang tinggal di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Responden pada penelitian ini adalah ibu dan anak. Penentuan responden dilakukan secara random sampling dengan kriteria ibu memiliki anak kelas 4 dan 5 SD, pekerjaan orang tua sebagai petani, dan bersedia untuk dijadikan sampel. Jumlah contoh pada penelitian ini adalah 35 anak. Berikut adalah kerangka pengambilan contoh pada penelitian pada Gambar 2:

Keterangan: Siswa berasal dari keluarga petani

Gambar 2 Metode penarikan contoh Kabupaten Cianjur

Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas

SDN. Sindanglaya 107 siswa

SDN. Suryakancana 48 siswa

n = 35

Jumlah populasi di 2 SD

Random Sampling dengan SPSS Purpossive

Alasan: provinsi sentra produksi sayuran

Purpossive

Alasan: desa sentra produksi sayuran

(30)

16

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara langsung dengan anak dan ibu serta menggunakan alat bantu berupa kuesioner terstruktur. Data sekunder diperoleh dari absensi siswa kelas 4 dan 5 SDN Sindanglaya dan SDN Suryakancana, Desa Sindangjaya yang orang tuanya bekerja sebagai petani dan literatur lainnya seperti buku-buku, artikel, internet, dan literatur-literatur lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga atau instansi pemerintahan serta bahan pustaka yang diambil dari hasil penelitian terdahulu. Secara detail variabel, satuan, skala, dan responden disajikan pada Tabel 1

(31)
(32)

18

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian

Sebelum melakukan pengolahan maka diperlukan cara untuk mengukur dan menilai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengukuran dan penilaian variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga diukur dengan menggunakan pertanyaan terstruktur kepada ibu. Pertanyaan tersebut meliputi usia suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan dan pengeluaran keluarga per bulan, serta asset keluarga yang dimiliki berupa rumah, lahan kebun atau sawah, ternak kecil, ternak besar dan motor.

b. Karakteristik Anak

Karakteristik anak diukur dengan menggunakan sejumlah pertanyaan kepada anak. Pertanyaan tersebut meliputi jenis kelamin, kelas, usia dan urutan kelahiran anak.

c. Kerentanan Anak

Kerentanan anak diukur dengan menggunakan konsep Skinner et al (2004). Jumlah item pernyataan sebanyak 19 item, Kerentanan anak diukur melalui dua sisi, yaitu internal dan eksternal. Kerentanan internal anak menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan 19 item. Jumlah pertanyaan 19 item tersebut, kemudian dilakukan uji validasi isi dengan jumlah 17 item pertanyaan yang valid. Masing-masing pernyataan disediakan 4-jawaban dengan skor 1 untuk jawaban “tidak pernah”, skor 2 untuk jawaban “kadang-kadang”, Skor 3 untuk jawaban “cukup sering”, dan skor 4 untuk jawaban “sering sekali”. Kerentanan eksternal anak menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan 13 item, kemudian dilakukan uji validasi isi dengan jumlah 8 item pertanyaan yang valid. Masing-masing pertanyaan disediakan 2 jawaban dengan skor 0 untuk jawaban “Tidak” dan 1 untuk jawaban “Ya”. Kerentanan anak diambil dari dua sisi, yaitu internal dan eksternal yang telah di uji validitas dan reabilitasnya dengan Cronbach’s alpha untuk kerentanan internal anak sebesar 0,869 sedangkan untuk kerentanan eksternal anak sebesar 0,429. Skor yang diperoleh akan ditransformasikan ke dalam bentuk indeks dan kemudian dikelompokkan menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi. Variabel isi untuk kerentanan internal anak berkisar antara -0,054 sampai 0,826 dan untuk variabel isi kerentanan eksternal anak berkisar antara -0,084 sampai dengan 0,631. Rumus indeks yang digunakan adalah sebagai berikut:

� = �� ��� � − �� �� � � �

�� �� � � � − �� �� � � � � 100%

Keterangan:

Indeks = skala nilai 0-100

Nilai aktual = nilai yang diperoleh responden

Nilai maksimal = nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden Nilai minimal = nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden

(33)

yakni kategori “rendah” memiliki nilai ≤75% dan kategori “tinggi” memiliki nilai >75,1%

d. Kesejahteraan Anak

Kesejahteraan anak diperoleh menggunakan kuesioner Puspitawati 2012 yang dimodifikasi dari Campbell A, Converse PE, dan Rodgers WL (1976). Jumlah pernyataan sebanyak 11 item, kemudian dilakukan uji validasi isi dengan jumlah 10 item pertanyaan yang valid. Masing-masing pernyataan akan digambarkan oleh angka dari satu sampai tujuh. Semakin kecil skor pernyataan (mendekati satu), artinya perasaan yang dirasakan semakin negatif. Sebaliknya, jika skor pernyataan semakin besar, artinya perasaan yang dirasakan semakin positif. Sehingga diperoleh nilai minimum sebesar dan maksimum sebesar 77. Nilai Cronbach’s alpha kesejahteraan anak sebesar 0,719. Variabel isi umtuk kesejahteraan anak berkisar antara 0,068 sampai 0,681. Rumus indeks yang digunakan adalah sebagai berikut:

� = �� ��� � − �� �� � � �

�� �� � � � − �� �� � � � � 100%

Keterangan:

Indeks = skala nilai 0-100

Nilai aktual = nilai yang diperoleh responden

Nilai maksimal = nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden Nilai minimal = nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden

Setelah diperoleh indeks setiap variabel, kemudian indeks dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu “rendah” dan “tinggi” diukur menggunakan cut off yakni kategori “rendah” memiliki nilai ≤75% dan kategori “tinggi” memiliki nilai >75,1%.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows versi 16.0. Data-data yang telah diperoleh diolah melalui tahapan editing, coding, scoring, entry data, dan analisis data. Data primer dianalisis secara deskriptif dan inferensial mencakup karakteristik anak, karakteristik keluarga, kerentanan internal anak, kerentanan eksternal anak, dan kesejahteraan subjektif anak. Data inferensial yaitu uji korelasi pearson.

(34)

20

cukup sering, 4= sering sekali), kerentanan anak eksternal diukur dengan pernyataan-pernyataan yang menggunakan skala guttman yang terdiri dari dua skala (0= tidak dan 1= Ya), dan kesejahteraan anak diukur dengan pernyataan-pernyataan yang menggunakan skala diferensial semantik yang terdiri dari tujuh skala.

Pengkategorian untuk variabel kerentanan anak, kesejahteraan subjektif anak, dan tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak dilakukan berdasarkan nilai skor kemudian ditransformasikan dalam bentuk indeks, dengan rumus:

� � = � � � � � ��

� � ��� ×

Secara keseluruhan kerentanan internal dan eksternal anak, kesejahteraan subjektif anak, tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak, dikelompokkan menjadi dua kelompok

a. Rendah : ≤ 75,0 b. Tinggi : > 75,1

Analisis statistik yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah: 1. Uji Cronbach Alpha digunakan untuk uji kekonsistenan antar item

pertanyaan

2. Analisis deskriptif mencakup rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum dilakukan untuk menyajikan berbagai variabel yang diteliti dalam kuesioner

3. Uji Korelasi Pearson mengetahui hubungan antar variabel. Rumus Korelasi Pearson, yaitu:

= ∑ − ∑ − ∑

√( ∑ −(∑ ) ∑ −(∑ ) )

Keterangan:

r = koefisien korelasi pearson X = variabel bebas

Y = variabel terikat

Definisi Operasional

Contoh adalah keluarga petani yang memiliki anak berusia 9-12 tahun, kelas 4-5 SD yang berdomisili di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur

Karakteristik keluarga adalah gambaran mengenai keluarga yang terdiri dari besar keluarga, usia ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, pendapatan dan pengeluaran keluarga, pekerjaan ayah dan ibu, serta asset. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu

rumah

(35)

Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diterima keluarga baik itu dari ayah, ibu, maupun anggota keluarga lainnya, serta dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Pengeluaran keluarga adalah jumlah pengeluaran makanan dan non-makanan yang dikeluarkan oleh keluarga tidak termasuk konsumsi untuk usaha dan untuk pemberian yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Aset adalah barang-barang yang dimiliki keluarga yang dapat ditukarkan dengan uang ketika dibutuhkan yang terdiri dari rumah, lahan kebun atau sawah, ternak kecil, ternak besar, dan motor.

Karakteristik anak adalah gambaran mengenai diri anak yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran.

Usia anak adalah satuan waktu dihitung berdasarkan tanggal lahir anak serta masih berstatus sebagai siswa di sekolah dasar.

Urutan kelahiran anak adalah status ketika anak lahir menjadi anggota keluarga sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, atau anak bungsu.

Kerentanan anak adalah suatu kondisi dimana individu tidak memiliki atau akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dasar seperti emosional, fisik, sosial, perkembangan dan budaya mereka ketika bertemu di rumah maupun di komunitas yang lebih luas.

Kerentanan internal anak adalah suatu kondisi dimana individu memiliki keterbatasan dalam mengakses kebutuhan dasar seperti emosional dan sosial

Kerentanan eksternal anak adalah suatu kondisi dimana individu memiliki keterbatasan akses dalam perkembangan sosial dari keluarga maupun lingkungan sosial sehingga dapat menimbulkan bahaya bagi kondisi individu.

Kesejahteraan subjektif anak adalah tingkat kepuasan contoh terhadap keadaan dirinya baik secara psikologis, ekonomi dan sosial berdasarkan persepsinya (subjektif).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

(36)

22

Desa Sindangjaya berada di wilayah Cianjur Utara dengan topografi wilayah sebagian besar berbukit atau bergunung-gunung. Desa Sindangjaya dipilih sebagai Daerah Inti Pusat Rintisan Agropolitan karena memiliki keunggulan di sektor pertanian khususnya hortikultura. Jenis tanaman hortikultura yang menjadi komoditas utama di Desa Sindangjaya adalah wortel, bawang daun dan pokcoi. Pola tanaman yang digunakan di desa tersebut umumnya tumpangsari, hal ini dulakukan untuk mengurangi risiko kerugian yang dialami oleh para petani. Desa Sindangjaya secara geografis memiliki batas-batas wilayah , yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cimacan, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sindanglaya, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukatani.

Desa Sindangjaya sebagai desa percontohan memiliki luas wilayah sebesar 512 ha, dengan luas wilayah yang digunakan untuk pertanian sayur-sayuran 321 ha. Desa Sindangjaya terdiri dari lima dusun. Total Rukun Warga (RW) berjumlah 9 RW dan total Rukun Tetangga (RT) berjumlah 45 RT. Desa Sindangjaya dihuni oleh 3.022 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk keseluruhan 11.448 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 5.975 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 5.509 jiwa, dan hanya 35 Keluarga yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Desa Sindangjaya merupakan desa di daerah dataran tinggi yang terletak pada ketinggian 1.100-1.350 meter diatas permukaan laut. Kisaran suhu pada Desa Sindangjaya antara 21°C-24°C. Banyaknya curah hujan yang diterima adalah 3.000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan per tahun rata-rata 186 hari. Jenis tanah di Desa Sindangjaya adalah andosol dan regosol, dengan kemiringan tanah antara 0°-30° dan pH tanah 5,5-7,5. Berdasarkan letak dan kondisi geografis desa di atas, maka wilayah seperti ini sangat cocok untuk pengembangan dan budidaya tanaman hortikultura, diantaranya wortel, bawang daun, dan pokcoi.

Usia produktif penduduk Desa Sindanjaya memiliki mata pencaharian atau pekerjaan yang beragam, namun pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh penduduk berada pada sektor pertanian. Sebagian besar penduduk Sindangjaya 91.943 orang) bekerja pada sektor pertanian atau petani. Jenis pekerjaan penduduk lainnya di seluruh sektor yaitu bekerja sebagai karyawan (149 orang), wiraswasta (1.297 orang), pertukangan (48 orang), buruh tani (598 orang), dan pensiunan (52 orang). Jumlah penduduk menurut kelompok tenaga kerja yaitu 20-26 tahun sebanyak 1.655 orang dan usia 27-40 tahun sebanyak 2.727 orang.

(37)

Hasil

Karakteristik Anak

Jenis kelamin anak, usia anak, dan urutan kelahiran anak

Karakteristik anak pada penelitian ini adalah siswa Kelas 4 dan 5 SDN Sindanglaya dan SDN Suryakancana di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas. Karakteristik anak pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia anak, dan urutan kelahiran anak. Sebanyak 51,4 persen jenis kelamin anak pada penelitian ini adalah perempuan dan sisanya (48,6%) berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan kelompok usia anak, proporsi terbesar berada pada usia 11 tahun. Kemudian, sebanyak 25,7 persen anak merupakan urutan kelahiran ke dua. Sebaran karakteristik anak dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran karakteristik anak

Kategori n %

Jenis kelamin anak

Laki-laki 17 48,6

Perempuan 18 51,4

Total 35 100,0

Usia Anak (tahun)

10 11 31,4

11 16 45,7

12 6 17,1

13 2 5,7

Total 35 100,0

Rata-Rata±SD (tahun) 11±0,857

Urutan Kelahiran Anak

Anak ke-1 7 20,0

Anak ke-2 9 25,7

Anak ke-3 9 25,7

Anak ke-4 7 20,0

Anak ke-5 3 8,6

Total 35 100,0

Rata-Rata±SD (urutan ke- ) 3±1,250

Karakteristik Keluarga

Usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu

(38)

24

sampai 12 tahun. Selain itu, rataan lama pendidikan ibu adalah 5 tahun dengan rentang lama pendidikan ibu adalah 0 sampai 6 tahun. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kesejahteraan. Tingginya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat merupakan sarana untuk mencapai kehidupan yang lebih berkualitas dan memudahkan seseorang untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan memberikan penghasilan yang mencukupi keluarga (Simanjuntak 2010b). Seluruh pekerjaan ayah 100% bermata pencaharian utama atau memiliki pekerjaan sebagai petani. Tiga dari tujuh ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Sebaran usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu

Variabel Ayah Ibu

Rata-rata±SD (tahun) 46±8 39±8

Lama Pendidikan Ayah dan Ibu (tahun)

1-6 (tahun) 33 94,3 35 100

Rata-rata±SD (tahun) 6±2,026 5,3±1,840

Pekerjaan Ayah dan Ibu

Keterangan: * digolongkan berdasarkan Hurlock (1980)

Tipe petani dan besar keluarga

Status petani dalam usaha tani menurut Soeharjo dan Patong dalam Gustiana (2012) ada empat tipe, yaitu: 1) Petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahan sendiri, lahan tersebut bisa dikerjakan sendiri atau mempekerjakan orang lain; 2) Petani penyewa yaitu petani yang menyewa lahan orang lain untuk dijadikan sebagai usaha pertanian; 3) Petani penggarap yaitu petani yang mengelola tanah milik orang lain dengan pendapatan hasil pertanian menggunakan sistem bagi hasil; 4) Buruh tani merupakan petani yang mengerjakan tanah milik orang lain dengan sistem upah. yaitu petani pemilik, petani penyewa, petani penggaran, dan buruh petani.

(39)

buruh tani. Berdasarkan pada Tabel 4 kurang dari separuh keluarga contoh (48,6%) termasuk dalam kategori keluarga sedang (5-6 orang) dengan rata-rata besar keluarga 6 orang. Jumlah keluarga paling sedikit pada penelitian ini adalah 3 orang sedangkan jumlah keluarga paling banyak adalah 9 orang. Sebaran tipe petani dan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran pekerjaan ayah dan ibu, tipe petani, dan besar keluarga

Varibel n %

Tipe Petani

Petani pemilik 28 80,0

Petani penyewa 0 0,0

Petani penggarap 0 0,0

Buruh Tani 7 20,0

Total 35 100,0

Besar keluarga (orang)*

≤ 4 orang 7 20,0

5-6 orang 17 48,6

>6 orang 11 31,4

Total 35 100,0

Min-Max (orang) 3-9

Rata-rata±SD (orang) 6±1,43

Keterangan: * digolongkan berdasarkan BKKBN 1996

Pendapatan dan pengeluaran keluarga

Menurut Sumarwan (2002) pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukannya dalam mencari nafkah. Pendapatan keluarga merupakan jumlah dari seluruh pendapatan yang diperolah dari setiap anggota keluarga. Pendapatan ini berasal dari ayah, ibu, dan anggota keluarga lain baik dari pekerjaan utama (petani) maupun dari pekerjaan lainnya. Hasil analisis menunjukkan hampir seluruh keluarga (91,4%) memiliki pendapatan per kapita sebesar kurang dari Rp500.000 dengan rata-rata pendapatan per kapita sebesar Rp231.000.

Pengeluaran dapat digunakan sebagai indikator pendapatan keluarga yang dapat menggambarkan kondisi keuangan keluarga (Sumarwan 2002). Kondisi pengeluaran keluarga lebih besar daripada pendapatan adalah suatu hal yang wajar karena pendapatan merupakan salah satu sumberdaya keluarga yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, misalnya dengan cara meminjam atau berhutang. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar keluar\ga mengeluarkan biaya untuk kebutuhan sehari-hari berkisar kurang dari Rp500.000 dengan rata-rata pengeluaran per kapita keluarga per bulan sebesar Rp248.554.

(40)

26

menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan keluarga per kapita petani per bulan lebih kecil dari pada pengeluaran per kapita keluarga. Hal ini sejalan dengan Simanjuntak (2010b) yang menyatakan bahwa keluarga petani untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menutupi kekurangan kebutuhan maka keluarga maka keluarga melakukan peminjaman dan bantuan dari kerabat atau pemerintah. Sebaran rata-rata pendapatan dan pengeluaran per kapita keluarga dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran rata-rata pendapatan dan pengeluaran per kapita keluarga

Kategori n %

Rata-rata ± SD (Rp) 231.000± 192.300

Pengeluaran (Rp kapita per bulan)*

Rata-rata ± SD (Rp) 248.554±115.515

Keterangan: * Penggolongan pendapatan dan pengeluaran mempertimbangkan UMR Kabupaten Cianjur sebesar Rp1.500.000

Kepemilikan aset keluarga

(41)

Kendaraan motor digunakan responden untuk mengakses kebutuhan pertanian dan keperluan lainnya. Berikut sebaran kepemilikian aset keluarga dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran kepemilikan aset keluarga (n=35)

Variabel Memiliki Tidak memiliki

n % n %

Rumah 30 85,7 5 14,3

Lahan kebun/sawah 22 62,9 13 37,1

Ternak kecil 9 25,7 26 74,3

Ternak besar 1 2,9 34 97.1

Motor 22 62,9 13 37,1

Kerentanan Anak

Kerentanan internal anak

(42)

28

Tabel 7 Persentasi item nilai kerentanan internal anak

No Indikator

(43)

Artinya, anak sudah dapat untuk mengatur perilaku emosional anak. Hal ini dapat dilihat cukup rendahnya indikator emosional yang dipenuhi oleh anak. Menurut Cutter et al. (2003) kerentanan internal sosial merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerentanan karena timbulnya ketidaksetaraan antar individu sehingga menimbulkan respon saling menyakiti atau menjatuhkan satu sama lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kerentanan sosial anak berada dalam kategori rendah (91,4), hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan orang lain seperti berkelahi dengan teman, memukul atau menyerang orang lain, dan duduk di pinggir jalan untuk mengganggu orang lain.

Tabel 8 Sebaran dimensi kerentanan anak internal secara umum (n=35)

Dimensi**

Keterangan: *) Nilai indeks (Skor 0-100)

**) Secara detail item pernyataan disediakan pada Tabel 7

Kerentanan eksternal anak

(44)

30

tinggi karena ketidak mampuan keluarga anak untuk membiayai segala proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah.

Tabel 9 Persentasi item nilai kerentanan eksternal anak

No Indikator

1 Keluarga mengizinkan setiap anggota keluarga untuk bekerja jika tidak sekolah

20 57,1 15 42,9 0,43 0

2 Keluarga selalu mendorong setiap anggota keluarganya untuk bekerja ke luar negeri

29 82,9 6 17,1 0,17 0

3 Keluarga mewajjibkan setiap anggota keluarga yang telah berusia remaja untuk mencari penghasilan tambahan

10 28,6 25 71,4 0,71 1

Lingkungan

4 Apakah terdapat lingkungan penjualan manusia (perempuan) di sekitar rumah

34 97,1 1 2,9 0,03 0

5 Apakah terdapat anak-anak yang putus sekolah karena dropout atau dikeluarkan dari sekolahnya di sekitar rumah

8 22,9 27 77,1 0,77 1

6 Apakah banyak remaja yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bekerja manjadi buruh migran ke luar kota atau luar negeri

23 65,7 12 34,3 0,34 0 sekitar lingkungan rumah yang cenderung konsumtif/boros

8 22,9 27 77,1 0,77 1

(45)

sehari-Keluarga dalam penelitian ini juga pada dasarnya mempunyai harapan yang besar terhadap anak-anaknya untuk hidup yang lebih baik dan sejahtera dengan menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Namun, untuk mencapai harapan-harapan tersebut memerlukan usaha dan biaya yang tidak sedikit untuk dapat membiayai pendidikan anak.

Kerentanan eksternal anak dilihat berdasarkan dua dimensi, yaitu keluarga dan lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kerentanan eksternal yang tertinggi pada anak petani adalah rata-rata dimensi yang terkait dengan lingkungan anak (56,57). Hal ini menunjukkan terdapat lingkungan sekitar anak petani dapat membahayakan bagi kondisi anak remaja yang tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pernikahan usia dini, remaja yang bersifat boros, dan tidak adanya lapangan pekerjaan sehingga banyaknya pengangguran di sekitar lingkungan anak. Lingkungan tempat tinggal anak yang mempengaruhi kerentanan anak menurut Skinner et al. (2004) yaitu lingkungan yang tidak aman seperti pemukiman yang kurang layak, banyaknya kejahatan, dan kurangnya fasilitas yang memadai sebagai seorang anak, misalnya fasilitas pendidikan dan bermain anak. Kemudian hasil analisis terkait dengan keluarga menunjukkan bahwa kerentanan eksternal anak termasuk dalam kategori rendah (91,4%). Hal ini menunjukkan bahwa kerentanan anak yang berasal dari keluarga tidak membuat kondisi anak berada dalam keadaan berbahaya. Kualitas hubungan antara orang tua dan anak merupakan faktor yang penting untuk perkembangan anak dan remaja. Menurut Wong et al. (2009) hubungan dekat antara orang tua dan anak akan meningkatkan perasaan anak dari dukungan dan rasa aman, dan konflik antar generasi akan berkurang.

Tabel 10 Sebaran dimensi kerentanan anak eksternal secara umum (n=35)

Dimensi**

Keterangan: *) Nilai indeks (Skor 0-100)

**) Secara detail item pernyataan disediakan pada Tabel 9

Kesejahteraan Anak

(46)

32

Sedangkan anak-anak yang tidak sejahtera adalah anak-anak yang merasa dirinya minder, tidak dapat menikmati kehidupannya, tidak bergina, merasa kesepian, selalu merepotkan, merasa putus asa, tidak memiliki banyak pilihan atau pasrah, tidak merasa puas dan bahagia, kesulitan dalam hal ekonomi dan bermasalah di sekolahnya. Indikator kesejahteraan anak dimensi sosial menunjukkan bahwa anak cenderung berprestasi di sekolahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Statham dan Chase (2010) yang menyatakan bahwa belajar erat kaitannya dengan kesejahteraan anak, belajar dan kesejahteraan dapat menunjukkan perubahan dari masa kanak-kanak ke remaja.

(47)

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran
Gambar 2  Metode penarikan contoh
Tabel 1  Jenis variabel, skala, dan kategori data
Tabel 2  Sebaran karakteristik anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis berkesimpulan bahwa menghadirkan hati adalah dengan mengingat Allah ketika sedang melaksanakan shalat, jika seseorang

[r]

Pada hari ini Jumat tanggal lima belas bulan April tahun dua ribu enam belas, dimulai pada pukul 10.00 s/d 12.00 Wib melalui aplikasi SPSE pada LPSE Kabupaten

internet financial reporting dalam website perusahaan Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa hanya ukuran perusahaan, likuiditas, solvabilitas, reputasi auditor, dan

Khol ini sudah menjadi tradisi di Desa Manyar khususnya bagi orang-orang kaya, biasanya khol ini dilakukan oleh orang-orang yang mampu dan dilaksanakan setiap tahun,

0,897, hal ini berarti terdapat kesesuaian antara butir soal virtual test berbasis keterampilan visual perceptual yang dikembangkan dengan indikator soal untuk

Selain itu, saya rnemohon kcsediaan bapak Dekan FITK untuk dapat menerbitkan SK pembimbing skripsi atas narna saya berdasarkan usulan/persetujuan dari

Hasil pembelajaran siswa merupakan tolak ukur keberhasilan siswa dalam mempelajari materi yang disampaikan selama periode tertentu, untuk mengetahui hasil pembelajaran