• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina Sp Dan Tsi 2) Dan Asam Sulfat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina Sp Dan Tsi 2) Dan Asam Sulfat"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI DELIGNIFIKASI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN SINERGISME JAMUR PELAPUK PUTIH

(

Omphalina

sp dan TSI 2) DAN ASAM SULFAT

WIRA DHARMA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina sp dan TSI 2)dan Asam Sulfat adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Wira Dharma

(4)

ABSTRAK

WIRA DHARMA.Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina sp dan TSI 2) dan Asam Sulfat. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan HAPPY WIDIASTUTI. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) atau limbah lignoselulosa dapat berperan sebagai penghasil etanol, namun proses delignifikasi perlu dilakukan untuk menurunkan kadar lignin yang terdapat di dalamnya dan memudahkan proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa dalam proses panjang membentuk etanol. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menguji efektifitas sinergisme delignifikasi secara biologis (menggunakan jamur pelapuk putih) dan kimia (asam sulfat). Pada

proses delignifikasi ada tiga faktor yang diujikan, yaitu uji inokulum ( Omphalina sp

dan TSI 2), dosis sorgum yang ditambahkan (0%, 0.1%, 0.5% dan 1%) serta dosis asam sulfat untuk delignifikasi kimiawi (5%, 10%, 15% dan 20%).Kadar lignin ditentukan dengan menggunakan metode Chesson (1981). Kadar lignin terendah

dapat diperoleh melalui delignifikasi dengan Omphalinasp tanpa penambahan sorgum

(0%) disertai penambahan asam sulfat 10%. Perlakuan ini dapat menurunkan kadar lignin hingga 13,7% dari kadar lignin kontrol. Nilai C/N rasio dapat diturunkan

secara optimal melalui delignifikasi dengan Omphalina sp dengan penambahan

sorgum 1% serta penambahan asam sulfat 15%. Perlakuan ini dapat menurunkan rasio C/N hingga 33,95.

Kata kunci:tandan kosong kelapa sawit, delignifikasi, Omphalina sp, lignin, rasio C/N .

ABSTRACT

WIRA DHARMA. The Optimization of Delignification usingWhite Rot Fungi and Sulfuric Acid Synergism from the Empty Palm Bunches.Supervised by I MADE ARTIKA and HAPPY WIDIASTUTI

The empty palm bunches or lignocellulose waste can be used to produce ethanol. However, delignification process is needed to decrease the lignin and make the hydrolysis process easily to obtain glucose for ethanol production. The main purpose of this research was to analyze the effectivity of synergism of biological and chemistry delignification. In delignification process, there are three main factors tested, the inoculum (Omphalina sp and TSI 2), the dose of sorgum (0%, 0.1%, 0.5% and 1%), and the dose of sulfuric acid for the chemistry delignification (5%, 10%, 15% and 20%). The lignin level determined by Chesson method (1981). The lowest lignin levels was achieved through delignification using the Omphalina sp without sorgum and also with the addition of sulfurid acid 10%. This treatment could decrease the lignin until 13,7%. The C/N ratio levels could be decreased optimally through the delignification using the

Omphalina sp with the addition of sorgum 1% and also sulfuric acid 15%. This treatment could decrease the C/N ratio levels until 33,95.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

OPTIMASI DELIGNIFIKASI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN SINERGISME JAMUR PELAPUK PUTIH

(

Omphalina

sp dan TSI 2) DAN ASAM SULFAT

WIRA DHARMA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi :Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina sp dan TSI 2) dan Asam Sulfat

Nama : Wira Dharma NIM : G84080074

Disetujui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc Pembimbing I

Dr Ir Happy Widiastuti, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah delignifikasi, dengan judul Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina sp dan TSI 2) dan Asam Sulfat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Artika. M App.Sc selaku pembimbing utama dan Ibu Dr Ir Happy Widiastuti selaku pembimbing kedua yang banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman dan seluruh teknisi laboratorium Mikrobiologi Balai Penalitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Bogor yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian. Tak lupa penulis sampaikan juga terima kasih yang tak terhingga kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dukungan serta doa. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 3

Bahan dan Alat 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL 5

PEMBAHASAN 9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 21

DAFTAR TABEL

1 Kadar lignin hasil delignifikasi 6

2 Kadar karbon TKKS 7

3 Kadar nitrogen TKKS 8

4 Rasio C/N masing – masing perlakuan 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur penelitian 15

2 Grafik kadar lignin TKKS hasil delignifikasi 16

3 Grafik kadar karbon TKKS 17

4 Grafik kadar nitrogen TKKS 18

5 Grafik rasio C/N TKKS 19

6 Contoh perhitungan penentuan kadar lignin 20

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam terbarukan yang sangat berpotensi sebagai penghasil bioenergi. Namun, dalam perkembangannya bahan bakar nabati yang dihasilkan masih menggunakan bahan baku yang juga dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Bahan bakar nabati seperti bioetanol masih dibuat dari bahan berpati dan bergula yangmerupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi ketersediaan bahan pangan di masa yang akan datang karena jika bahan bakar nabati (BBN) terus menerus dibuat dari bahan pangan, maka akan terjadi persaingan antara penyediaan pangan dan energi (Aryafatta, 2008).

Untuk menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi bahan bakar nabati generasi kedua. Teknologi bahan bakar nabati generasi kedua merupakan teknologi yang mampu memproduksi bahan bakar nabati, seperti biodieseldan juga bioetanol dari bahan lignoselulosa. Pada saat membudidayakan tanaman, bahan yang diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Ketika hasil-hasil pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa biasanya akan tertinggal sebagai limbah pertanian atau perkebunan dan tidak termanfaatkan secara optimal. Padahal lignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi bahan bakar nabati seperti bioetanol (Aryafatta, 2008).

Pada penelitian ini, bahan lignoselulosa yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS).Tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Hal ini dikarenakan tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung selulosa yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi etanol. Kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% menjadikan limbah ini dapat dijadikan sebagai prioritas untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol (Aryafatta,2008). Jumlah TKKS di seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.2 juta ton (Prawita,2008). Namun, limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar pabrik kelapa sawit di Indonesia. Dalam waktu yang relatif panjang, keberadaan limbah ini mendatangkan masalah pencemaran. Pemanfaatan limbah ini diharapkan akan mengurangi masalah serta mendatangkan keuntungan jika dikelola menjadi barang yang bernilai.

Bahan baku ini tidak berkompetisi dengan bahan pangan maupun pakan serta melimpah, murah dan terbarukan. Selain sebagai limbah, tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Hal ini dikarenakan tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung selulosa yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% menjadikan limbah ini dapat dijadikan prioritas untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol (Aryafatta, 2008).

(12)

2

(13)

3 adalah kolaborasi perlakuan yang dapat menurunkan kadar lignin tandan kosong kelapa sawit. merupakan jamur pelapuk putih) dan sejumlah bahan kimia lainnya seperti asam sulfat dan media untuk peremajaan jamur(Potatoes Dextrose Agar).Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalahbag log, lemari asam, oven, penangas air,

autoklaf, biuret, Laminar Air Flow (LAF), labu ekstraksi serta berbagai peralatan gelas dan juga kertas saring.

Prosedur penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu peremajaan mikroorganisme(Omphalina sp dan TSI 2), dilanjutkan dengan penyiapan tandan kosong kelapa sawit serta penyiapan bag log (32 bag log). Tahapan selanjutnya yaitu inokulasi mikroorganisme yang telah diremajakan tadi ke dalam 32 bag log yang telah diisi dengan tandan kosong kelapa sawit dan dilanjutkan dengan proses inkubasi selama 5 minggu. Pada tahapan ini proses delignifikasi secara biologis(menggunakan jamur pelapuk putih) berlangsung. Setelah proses delignifikasi secara biologis dilakukan dilanjutkan dengan delignifikasi kimiawi (menggunakan asam sulfat) serta penentuan kadar lignin, karbon dan nitrogen. Oleh karena itu, pada proses penyiapan TKKS ini, telah terdapat 8 bag log berisi 132,11 g TKKS yang akan ditanami Omphalina sp dan 8 bag log yang berisi TKKS yang akan ditanami TSI 2. Dari 8 bag log yang ditanami Omphalina sp, masing-masing bag log ditambahkan sorgum 0%,0,1%, 0,5% dan 1%. Perlakuan yang sama juga diberikan pada 8 bag log lainnya yang akan ditanami organisme TSI 2 (jamur pelapuk putih).

Peremajaan mikroba (Omphalina sp dan TSI 2) dan Delignifikasi Biologis Sebelum proses delignifikasi (biologis) dimulai, jamur pelapuk putih yang akan digunakan (Omphalina spdan TSI 2) diremajakan terlebih dahulu. Media yang digunakan untuk pertumbuhan JPP ini adalah media Potatoes Dextrose Agar

(14)

4

g, dan agar sebanyak 7.5 g serta akuades dengan volume 500 ml. Selanjutnya dilakukan proses sterilisasi terhadap media PDA tersebut menggunakanautoklaf.

Setelah proses sterilisasi, media PDA tersebut dibagi ke dalam 6 cawan petri yang kemudian ditanami dengan Omphalina sp dan TSI 2 di dalam laminar air flowdengan masa inkubasi kurang lebih selama 5 hari. Sebelum ditanami jamur, ke dalam media tersebut terlebih dahulu dicampurkan antibiotik kloramfenikol. Selanjutnya, Omphalina sp dan TSI 2 yang telah tumbuh di dalam petri segera dipindahkan ke dalam tandan kosong kelapa sawit. Proses penanaman jamur-jamur pelapuk putih ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow . Inkubasi jamur-jamur ini kurang lebih selama 30 hari.

Delignifikasi asam sulfat(kimia) (Isroi,2008)

Semua sampel tandan kosong kelapa sawit yang telah ditumbuhi oleh jamur pelapuk putih (Omphalina sp dan TSI 2) selanjutnya diberi H2SO4 dengan masing-masing kosentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% dengan cara direndam selama kurang lebih 2 jam.

Sebelum proses perendaman dengan asam sulfat dimulai, semua sampel tandan kosong kelapa sawit(16 bag log) dibagi menjadi dua bagian sehingga total semuanya menjadi 32 unit percobaan. Setiap unit percobaan memiliki bobot 66 g. Setelah semua sampel(TKKS) ini direndam dalam asam sulfat (5% sampai 20%), sampel TKKS tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari atau di dalam oven untuk memudahkan proses selanjutnya (analisis kadar lignin, kadar karbon, kadar nitrogen serta penentuan rasio C/N ).

Penentuan kadar lignin TKKS (Chesson,1981)

Satu g TKKS (lulus saringan 50 mesh) yang telah dibungkus dengan kertas saring diekstraksi dengan etanol dan benzena dengan perbandingan 1:2 selama kurang lebih 8 jam.Selanjutnya sampel tersebut dicuci dengan etanol (dengan cara dicelupkan) dan juga air panas untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam oven suhu 105°C selama 2 jam. Langkah selanjutnya segera ditimbang bobot sampel hasil ekstraksi dan segera dicampur dengan asam sulfat 72%( 15 ml) dan didinginkan pada suhu 20°C sambil sesekali diaduk. Setelah itu didiamkan 2 jam dan segera diencerkan dengan akuades hingga 100ml dan ditambah dengan asam sulfat 3%.Sampel tersebut direfluks selama kurang lebih 4 jam dan di dekantasi dan ditentukan bobotnya sebagai bobot akhir. Setelah bobotnya ditentukan, sampel dicuci dengan air panas (500ml) dan kembali dimasukkan ke dalam oven suhu 105°C.

% lignin = (bobot hasil ekstraksi x bobot akhir)/(bobot sebelum ekstraksi x bobot sebelum penambahan asam sulfat 72%) x 100%.

Penentuan kadar karbon (Walkey dan Black, 1934)

Sampel TKKS sebanyak 0,05 g dicampur dengan 7.7 ml K2Cr2O7 dan 10 ml H2SO4 (tetes per tetes di dalam labu Erlenmeyer) dan diamkan selama 30 menit. Setelah itu, ditambah lagi dengan 10 ml akuades serta indikator feroin (2 sampai 3 tetes), selain itu juga ditambah dengan FeSO4 0.5N dan dilihat perubahan warna hingga merah kecoklatan.

(15)

5 Penentuan kadar nitrogen (Kjedhal, 1883)

Sampel TKKS sebanyak 0.2 g dimasukkan ke dalam sebuah labu, ditambah dengan 1g selen dan 5 ml H2SO4 dan didestruksi hingga bening. Selanjutnya didestilasi ( 10 menit) dibilas dengan NaOH 40% (hingga kecoklatan). Selanjutnya sampel dimasukkan (dipindahkan) ke dalam labu Erlenmeyer ditambah dengan 20 ml asam borat 1% dan 1 tetes indikator BCGMM dan H2SO4 0.05N hingga warna menjadi merah muda.

% N = ( ml H2SO4(s)- ml H2SO4(b)) x N H2SO4 x 14.008.x 100% mg sampel

HASIL

TKKS siap pakai

Tandan kosong kelapa sawit yang telah disterilkan disiapkan dalam 8 bag log. Beberapa sampel TKKS ini terkontaminasi oleh mikroba-mikroba yang tidak diinginkan. Ada 3 bag log yang terkontaminasi. Sampel yang terkontaminasi ini disterilkan kembali di dalam autoklaf untuk kemudian siap untuk diinokulasikan dengan jamur pelapuk putih (Omphalina sp dan TSI 2).

Mikroba hasil peremajaan

Jamur pelapuk putih yang digunakan dalam penelitian ini (Omphalina sp dan TSI 2) diremajakan dari jamur-jamur yang sama (Omphalina sp dan TSI 2) yang telah ada sebelumnya. Hasil pengamatan menunjukkan perkembangan

Omphalina sp lebih cepat dibandingkan dengan TSI 2. Omphalina sp sudah memenuhi seluruh bagian media (PDA) dalam waktu 5 hari setelah peremajaan, sedangkan TSI 2 membutuhkan waktu hingga 14 hari untuk memenuhi media yang ada dalam cawan petri. Kedua jamur yang telah diremajakan ini siap untuk diinokulasikan ke dalam TKKS yang telah disiapkan di bag log.

Hasil Delignifikasi biologis

Sampel TKKS yang telah didinokulasikan dengan jamur pelapuk putih diinkubasi selama 5 minggu. Dari hasil pengamatan, terlihat TKKS yang diinolulasikan dengan Omphalina sp mulai dipenuhi oleh jamur tersebut dalam kurun waktu 5 hari setelah inokulasi, sedangkan TKKS yang dinokulasi dengan TSI 2 terlihat belum mengalami perubahan yang signifikan.Setelah mencapai minggu ke lima (5), sampel TKKS yang diinokulasikan dengan jamur Omphalina sp dan TSI 2 terlihat sudah dipenuhi oleh jamur – jamur tersebut. Omphalina sp berwarna putih dan sudah memenuhi bag log yang digunakan untuk membungkus TKKS, sedangkan jamur TSI 2 tidak berwarna putih melainkan kecoklatan dan tidak terlalu memenuhi semua bagian TKKS di dalam bag log. Setelah proses delignifikasi biologis ini, TKKS siap untuk didelignifikasi secara kimiawi menggunakan asam sulfat.

Hasil Delignifikasi kimiawi

(16)

6

jam sebagai proses delignifikasi secara kimia. Dari hasil pengamatan, terlihat TKKS menglami perubahan warna meskipun tidak terlalu signifikan. TKKS yang awalnya berwarna agak gelap (jika tanpa inokulasi jamur) berubah menjadi lebih pucat sedangkan jamur-jamur yang berada di permukaan TKKS tersebut mati. Setelah proses delignifikasi kimia ini selesai, TKKS tersebut dikeringkan dan selnjutnya dilakukan uji lignin, karbon dan nitrogen serta penghitunga rasio C/N. Kadar lignin TKKS

(17)

7 Kadar karbon TKKS

Kadar karbon (C) TKKS hasil pengomposan juga mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan kadar C kontrol (41,56%). Kontrol yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit yang tidak didelignifikasi. Kadar C terendah diperoleh pada perlakuan ke -12 (21,39%) yang didelignifikasi dengan

Omphalina sp dengan penambahan sorgum 1% dan penambahan asam sulfat 15%. Kadar C tertinggi diperoleh pada perlakuan pertama (40,56%) yang didelignifikasi dengan TSI2 tanpa penambahan sorgum dan penambahan asam sulfat 5%. Data juga menunjukkan bahwa hampir semua kadar C TKKS yang didelignifikasi dengan Omphalina sp lebih rendah dibandingkan dengan kadar C TKKS yang didelignifikasi dengan TSI2 (Tabel 2).

Tabel 2. Kadar karbon TKKS

(18)

8

daripada nilai N kontrol. Perlakuan ketiga yang didelignifikasi dengan

Omphalina sp, penambahan sorgum 0,5% dan asam sulfat 5% mendapatkan nilai 0,86%. Selanjutnya, perlakuan pertama yang didelignifikasi dengan TSI2 tanpa penambahan sorgum serta penambahan asam sulfat 5% mendapatkan nilai N terjadi penurunan C dan peningkatan N. Akan tetapi, hampir semua nilai N hasil pengomposan justru mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai N kontrol. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam proses preparasi atau penyimpanan bahan.

Rasio C/N TKKS

(19)

9 membentuk sel. Jika rasio C/N tinggi, aktifitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan juga beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan proses degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah (Isroi, 2008).

Rasio C/N TKKS hasil delignifikasi mengalami penurunan dibandingkan dengan rasio C/N kontrol (51,95). Rasio C/N terendah didapat melalui perlakuan ke 12 yang didelignifikasi dengan Omphalina sp dengan penambahan sorgum 1% dan asam sulfat 15%. Sedangkan rasio C/N tertinggi didapat melalui perlakuan ke 13 yang didelignifikasi dengan TSI 2, tanpa penambahan sorgum dan penambahan asam sulfat 20% (Tabel 4).

Tabel 4. Rasio C/N TKKS pada masing-masing perlakuan No Kode (TKKS +

(20)

10

bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang masing-masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%) (Darnoko,1992).Pada proses penyiapan awal (sebelum diinokulasi dengan jamur pelapuk putih), TKKS sempat mengalami kontaminasi oleh mikroba – mikroba yang tidak diharapkan. Hal ini bisa disebabkan karena proses penyiapan yang kurang rapi seperti plastik pembungkus TKKS yang sobek sehingga kontaminan bisa masuk dengan mudah atau kesalahan dalam proses sterilisasi.

Jamur pelapuk putih merupakan organisme dari kelas Basidiomycetes yang mampu menguraikan lignin dari kayu secara selektif. Beberapa jenis jamur ini juga memiliki kemampuan menghilangkan selulosa dalam jumlah sedikit dan hemiselulosa dalam jumlah sedikit sampai sedang. Penguraian lignin ini merupakan ciri khas jamur ini yang berpotensi untuk digunakan dalam industri yang harus menghilangkan lignin atau berbagai komponen fenolik dalam proses produksinya yang selama ini dilakukan secara kimia (Blanchette et al,1998).

Kemampuan mendegradasi lignin tersebut dikarenakan jamur pelapuk putih menghasilkan multi enzim ekstraseluler (Basuki,1994). Multi enzim ekstraseluler yang dimaksud adalah enzim pendegradasi lignin yang terdiri dari lakase(polifenol oksidase), lignin peroksidase(LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Ketiga enzim tersebut dihasilkan oleh jamur pelapuk putih Omphalina sp dan Pleurotus ostreatus (Widiastutiet al, 2007). Di sisi lain, tidak banyak literatur yang menerangkan tentang organisme TSI 2 dan mekanisme degradasi lignin yang dilakukan oleh jamur ini meskipun baik itu Omphalina sp dan TSI 2 sama-sama jamur pelapuk putih. Pertumbuhan kedua jamur tersebut juga menunjukkan banyak perbedaan. Pada proses peremajaan (5 hari), Omphalina sp terlihat telah mengalami pertumbuhan yang baik dan telah memenuhi semua bagian media (PDA) pada cawan petri. Sebaliknya, TSI 2 mengalami pertumbuhan yang lambat dan hanya memenuhi sebagian dari media PDA pada waktu yang sama.

Pada proses inkubasi di dalam bag log (TKKS sebagai media), Omphalina

sp tumbuh cepat dan memenuhi bag log dari minggu pertama dan berlanjut hingga minggu kelima. Jamur ini berwarna putih dan terlihat sangat kontras dengan TKKS yang menjadi medianya.Sebaliknya TSI 2 tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan pada minggu pertama dan kedua. Baru pada petengahan minggu ketiga TSI2 mulai terlihat tumbuh, namun tetap tidak memenuhi bag log hingga minggu kelima (masa inkubasi berakhir).Jamur ini (TSI2) berwarna agak kecoklatan, sehingga tidak begitu kontras dengan warna TKKS yang menjadi medianya.

Selain menggunakan mikroorganisme(jamur pelapuk putih), penelitian ini juga menggunakan asam sulfat untuk menghancurkan lignin. Lignin memiliki gugus fungsi yang mengandung O2 pada posisi benzylic yang bersifat sensitif terhadap media asam dan memiliki kecendrungan berubah pada kondisi asam(Yasuda et al, 2001).

Kadar Lignin TKKS

(21)

11 perlakuan ke -5(lima) dimana kadar lignin mencapai 13,7%(menggunakan

Omphalina sp) dan 17,11% (menggunakan TSI 2).

Data kadar lignin yang diperoleh menunjukkan hasil yang fluktuatif jika dikaitkan dengan kadar asam sulfat yang digunakan dalam delignifikasi kimiawi pada penelitian ini. Terlihat kadar lignin TKKS yang ditambahkan asam sulfat 20% tidak selalu lebih rendah daripada kadar lignin TKKS yang ditambahkan asam sulfat 5%, 10% dan 15%. Kadar lignin terendah justru terdapat pada perlakuan ke 5(lima) dimana TKKS direndam pada asam sulfat 10%, sedangkan kadar lignin tertinggi terdapat pada perlakuan ke tiga(3) (24,50%) menggunakan asam sulfat 5%(Omphalina sp) dan perlakuan ke 12 yakni sebesar 21,39%(TSI2) dengan menggunakan asam sulfat 15%.

Beberapa penelitian lain juga mempublikasikan hasil delignifikasi.Delignifikasi kimiawi pada tandan kosong kelapa sawit dengan menggunakan NaOH 10%, 15% dan 20% menghasilkan kadar lignin sebesar 16,42%(Harmaja, et al 2012). Hal ini menunjukkan penggunaaan H2SO4 10% pada delignifikasi dapat menurunkan lignin lebih rendah(baik) dibandingkan bahan kimia lainnya sedangkan penggunaan H2SO4 dengan kosentrasi diatas ataupun di bawah 10% tidak menjamin menurunkan kadar lignin TKKS secara optimal.

Faktor lain yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah sorgum. Sorgum berperan sebagai sumber vitamin bagi mikrorganisme yang melakukan proses delignifikasi (Omphalina sp dan TSI2) pada penelitian ini. Kadar sorgum yang diberikan dan dibandingkan adalah 0%, 0.1%, 0.5% dan 1% dari bobot TKKS dalam satu bag log.Namun, dari data kadar lignin tidak terlihat pengaruh yang signifikan dari ada atau tidaknya sorgum ini. Perlakuan ke -5(lima) yang merupakan perlakuan dengan kadar lignin terendah bahkan sama sekali tidak terdapat penambahan sorgum di dalamnya.Hal ini dimungkinkan jamur pelapuk putih telah mendapatkan nutrisi yang cukup dari degradasi media pada saat peremajaan(PDA) dan dari tandan kosong kelapa sawit sendiri.

Kadar karbon dan nitrogen TKKS

Seiring dengan proses delignifikasi, terjadi pula penurunan rasio C/N, sehingga delignifikasi juga disebut sebagai pengomposan. Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik tersebut sebagai sumber energi(PUPUK KOMPOS-1990 DI 06.53).Mikroba memecah senyawa-senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein(Toharisman,1991). Jamur pelapuk putih(Omphalina sp dan TSI 2) sebagai mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini diharapkan dapat menurunkan kadar C yang cukup tinggi.

(22)

12

sawit yang ditumbuhi TSI2 adalah 35,77%(perlakuan ke 14, 15 dan 16). Hal ini membuktikan Omphalina sp lebih baik dalam menurunkan kadar C dari tandan kosong kelapa sawit.

Pada proses delignifikasi ada dua hal yang terjadi, yaitu penurunan kadar C dan meningkatnya jumlah N(Widyapratami,2011). Namun demikian, data menunjukkan hampir semua kadar N pada unit percobaan di bawah angka 0,80% atau di bawah kadar N kontrol (Tabel 3).Kadar N yang memiliki nilai di atas 0,80% hanya ada dua sampel, yaitu pada sampel satu(yang ditumbuhi TSI2) dengan nilai sebesar 0,81% dan pada sampel ke -3(tiga) yang ditumbuhi

Omphalina sp dengan nilai 0,86%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya kesalahan dalam proses preparasi bahan atau pada tahap penyimpanan bahan setelah dinokulasi dengan jamur pelapuk putih.

Rasio C/N TKKS

Salah satu indikator berhasilnya proses penguraian bahan organik adalah turunnya rasio C/N . Bahan organik yang berasal dari tanaman (termasuk tandan kosong kelapa sawit) dan hewan/kotoran hewan yang masih segarmemiliki nilai C/N yang masih tinggi yaitu 50-400(IOPRI,2002). Kadar C/N yang masih tinggi tidak akan membuat tandan kosong kelapa sawit ini menjadi kompos yang bermutu. Kadar C/N rasio dari TKKS segar menurut Humas(2008) adalah 53,5% atau 42,4:0,80. Hasil perbandingan C/N rasio yang didapat pada penelitian ini bervariasi. Rasio C/N tertinggi didapat pada perlakuan ke -4 pada TKKS yang ditumbuhi Omphalina sp dengan nilai 72,28, sedangkan untuk TKKS yang ditumbuhi TSI2 terdapat pada perlakuan ke-13 dengan nilai 122,63 (Tabel 4). Dari data juga terlihat rasio C/N dari sampel TKKS yang ditumbuhi Omphalina

sp rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan rasio C/N dari sampel TKKS yang ditumbuhi TSI2.Rasio C/N terendah terdapat pada perlakuan ke -12 pada TKKS yang ditumbuhi Omphalina sp dengan nilai 33,95. Hal ini membuktikan

Omphalina sp lebih baik dalam melakukan proses delignifikasi biologis serta dalam menurunkan rasio C/N dibandingkan dengan TSI2 pada limbah tandan kosong kelapa sawit.

SIMPULAN

Secara umum, Omphalina sp lebih baik dalam melakukan proses delignifikasi dibandingkan dengan TSI 2, serta penggunaan asam sulfat 10% dapat menurunkan kadar lignin secara optimal.

SARAN

(23)

13 DAFTAR PUSTAKA

A. Walkley and I. A. Black. 1934. An Examination of the Degtjareff Method for Determine Soil organic Matter and A propossed Modification of the Chromic Acid Titration Method. Soil Science, vol. 37,pp. 29-38.

B. Basuki T. 1994. Biopulping, biobleaching, dan biodegradasi limbah pulp dan kertas oleh fungi Basidomycetes Phanerocheate chrysosporium [laporan penelitian] Bandung: Pusat Antar Universitas, Institut Teknologi Bandung. Blachette RA, BurnesTA, Leatham GF, Effland MJ. 1988. Selection of whiteroot

fungi for biopulping. J Biomass15 : 93-101.

Chesson,A. 1981. Effects of sodium hidroxide on cereal straw in relation to the enhanced degradation of structural polysaccharides by rumen microorganism. J. Sci. Food Agric. 32: 745-758

Darnoko.1992. Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit melalui Biokonversi. Medan: Berita Penelitian Perkebunan.

Douglas Cj.1996. Phennylopropanoid Metabolism and Lignin Biosynthesis : from weeds to trees. Trends Plant Sci. 1:171-178

Hermiati E, Djumali M, Sunarti C, Suparno O, Prasetya B. 2010. Pemanfaatan biomassa lignoselulosa ampas tebu untuk produksi bioethanol Jurnal Litbang Pertanian.29(4) 2010.

Humas PTPN XIII. Limbah kelapa sawit pengganti pupuk.www.PTPN-XII.com. 22 januari 2013.

IOPRI. 2002. Enhancing Oil Palm Industry Development Throught Environmentally Friendly Technology (Proceding of Chemistry & Technology Confrence). Bali

Isroi. 2008. Potensi Biomassa Lignoselulosa di Indonesia sebagai Bahan BakuBioetanol : Tandan Kosong Kelapa Sawit .

Kjeldahl, J. (1883) "Neue Methode zur Bestimmung des Stickstoffs in

organischen Körpern" (New method for the determination of nitrogen in

organic substances), Zeitschrift für analytische Chemie, 22 (1) : 366-383. Lu Y, Yang B, Gregg D, Saddler JN, Mansfield SD. 2002.Cellulase adsorption

and an evaluation of enzyme recyle during hydrolysis of steam-exploded softwood residues. Appl. Biochem. Biotechnol. 98-100: 641-654

Mooney CA, Mansfield SH, Touhy MG, Saddler JN. 1998. The Effect of initial pore size and lignin content of enzymatic hydrolysis of softwood. Biores. Technol. 64:113-119.

Prawita, Dewi. 2008. Mengolah Limbah Sawit menjadi Bietanol dan Kompos.Online di www.blogs.unpad.ac.id.

Sun, Y., dan Cheng, J., 2002.Hydrolisys of lignocellulostic materials for ethanolproduction: a review. Bioresource Technology 83, 1-11.

Toharisman A. 1991. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula sebagai Sumber Bahan organik Tanah.

Widiapratamy H. 2011. Pemanfaatan Enzim Selulase dalam Dekomposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit(Skripsi).Universitas Indonesia.Depok. Widiastuti H, Siswanto, Suharyanto. 2007. Optimasi pertumbuhan dan aktifitas

(24)

14

Yasuda S, Fukushima K, Kakehi A. 2001. Formation and Chemical Structures of Acid Soluble Lignin I: Sulfuric Acid Treatment Time and Acid Soluble Lignin Content of Hardwood. Journal of Wood Science 47: 69-72.

(25)

15 Lampiran 1 : Alur Penelitian

Peremajaan mikroba (Omphalina

sp dan TSI 2) Preparasi bahan (TKKS)

Inokulasi mikroba ke bahan (TKKS)

Delignifikasi biologis (jamur pelapuk putih)

Delignifikasi kimia (asam sulfat)

Uji lignin Uji C Uji N

(26)

16

Lampiran 2: Grafik kadar lignin TKKS hasil delignifikasi

Keterangan :

Biru : Lignin hasil deligbifikasi dengan Omphalina sp Merah : Lignin hasil delignifikasi dengan TSI 2

0 5 10 15 20 25

(27)

17 Lampiran 3: Grafik kadar C TKKS

Keterangan :

Biru : Kadar karbon TKKS yang didelignifikasi dengan Omphalina sp Merah : Kadar karbnon TKKS yang didelignifikasi dengan TSI 2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

(28)

18

Lampiran 4: Grafik kadar Nitrogen TKKS

Keterangan

Biru : Kadar nitrogen TKKS hasil delignifikasi dengan Omphalina sp

Merah : Kadar nitrogen TKKS hasil delignifikasi dengan TSI 2 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

(29)

19 Lampiran 5:Grafik rasio C/N TKKS

Keterangan

Biru : Rasio C/N TKKS hasil delignifikasi dengan Omphalina sp Merah : Rasio C/N TKKS hasil delignifikasi dengan TSI 2

0 20 40 60 80 100 120 140

(30)

20

Lampiran 6:Contoh perhitungan kadar ligninTKKS

%lignin = (AxB)/(CxD)x100%

Keterangan : A=Bobot tkks hasil ekstraksi B=Bobot akhir

C=bobot awal tkks(50 mesh)

D= bobot yang diambil sebelum +H2SO4 72% 1.I1S0H0(%lignin)= 1,0254x0,4117x 100% = 22,8% 1,0560x0,5708

Lampiran 7:Contoh perhitungan kadarkarbonTKKS

%C= (mlblangko-ml contoh)xNFeSO4x3x11/87,6x100% mg contoh

(31)

21 RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir dengan nama Wira Dharma di kota Painan,Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 4 Januari 1989. Penulis merupakan anak ke -2(dua) dariempat bersaudara anak pasangan orangtua dengan nama Ruspim,BE(ayah) dan Nur Akhyar(Ibu). Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 22 Ujung Gurun Padang dan dilanjutkan di SMP N 1 Padang.Penulis lulus dari SMA Adabiah Padang pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan major Biokimia pada tahun 2008 hingga saat ini.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis sempat melakukan Praktik Lapangan (PL) di LIPI Cibinong pada bulan Juni hingga Agustus 2011 dengan judul Produksi Biomassa Pichia pastoris sebagai Penghasil Protein Rekombinan. Pada masa kuliah, penulis juga sempat terlibat dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya sebagai Liasion Organizer(LO) pada Lomba Karya Imiah Populer yang diadakan oleh Departemen Bokimia IPB pada 2009 dan sebagai Koordinator Lapangan pada Lomba Karya Ilmiah Populer yang juga diadakan oleh Departemen Biokimia pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah terlibat dalam kepanitiaan acara

Gambar

Tabel 1. Kadar lignin hasil delignifikasi
Tabel 2. Kadar karbon TKKS
Tabel 3. Kadar nitrogen TKKS
Tabel 4. Rasio C/N TKKS pada masing-masing perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Di saat banyak ahli bahasa Penginyongan begitu yakin bahwa bahasa Penginyongan merupakan turunan langsung dari bahasa Jawa Kuno (berbeda dengan bahasa bandhekan yang menjadi bahasa

Berpengaruhnya Kemanfaatan (usefulness), Akurasi (accuracy) dan Kemudahan (ease) berpengaruh secara positif terhadap kepuasan pengguna (user satisfaction)e-procurement, maka

[r]

• Kaktus ( Opuntia spp.) didatangkan ke Australia dan pada tahun 1925 telah menjalar pada areal seluas lebih dari 25 juta hektar.. • Pada tahun 1925 diimport

Walaupun penerapan sangsi pukulan yang memang harus dilakukan sudah tidak diperselisihkan lagi, ternyata aplikasinya tidak sepenuhnya seperti itu. Kenyataan

Penetrasi pasif: patogen tidak berpartisipasi aktif, misalnya ketika bakteri terbawa oleh film air melalui stomata masuk ke dalam jaringan

Dalam bukunya Introduction to Management Accounting (1996) memberikan defenisi mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai suatu sistem yang merupakan pendekatan kalkulasi

Dengan demikian jika ingin membentuk karakter peserta didik yang sejalan dengan karakter masyarakat dan bangsa Indonesia, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah