• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Mutu Surimi Segar Ikan Lele Dumbo ( Clarias gariepinus) dan Aplikasinya Untuk Pembuatan Kamaboko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Mutu Surimi Segar Ikan Lele Dumbo ( Clarias gariepinus) dan Aplikasinya Untuk Pembuatan Kamaboko"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MUTU SURIMI SEGAR IKAN LELE DUMBO ( Clarias gariepinus ) DAN APLIKASINYA UNTUK PEMBUATAN

KAMABOKO

MUHAMMAD HAMDANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul: “KARAKTERISASI MUTU SURIMI SEGAR IKAN LELE DUMBO ( Clarias gariepinus ) DAN APLIKASINYA UNTUK PEMBUATAN KAMABOKO” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD HAMDANI : Karakterisasi Mutu Surimi Segar Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Aplikasinya Untuk Pembuatan Kamaboko. Dibimbing oleh Sukarno

Ikan lele dumbo merupakan salah satu produk unggulan perikanan budidaya. Diperkirakan produksi ikan lele ini akan terus meningkat seiring dengan digalakkannya peningkatan produksi komoditas air tawar unggulan. Peningkatan produksi ikan lele ini perlu diimbangi dengan adanya alternatif pemanfaatan hasil produksi lele tersebut, terutama untuk lele oversize yang sulit dijual. Jumlah lele oversize mencapai 10% untuk satu kali siklus produksi. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah pembuatan surimi ikan lele dumbo. Penelitian ini menggunakan lele dumbo sebagai bahan baku surimi dengan tujuan mengetahui karakteristik mutu surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) serta kelasnya pada standar mutu kualitas surimi berdasar pengujian kamaboko dengan atau tanpa penambahan pati. Pada peneltian ini digunakan empat perlakuan pencucian yaitu: perlakuan A (tanpa penambahan garam NaCl dan NaHCO3), perlakuan B

(penambahan NaHCO3 0.5%), perlakuan C (penambahan NaCl 0.3%) dan

perlakuan D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) untuk memperoleh

perlakuan pencucian terbaik. Perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5%

dan NaCl 0.3%) menunjukkan hasil terbaik dengan rendemen 34.92 % (p>0.05), pH 6.86 (p>0.05), derajat putih 78.97% (p<0.05), kekuatan gel 505.43 g.cm (P<0.05), dan protein larut garam 5.41% (p<0.05). Aplikasi surimi lele dumbo pada pembuatan kamaboko menunjukkan nilai uji lipat sebesar 4.67 yaitu “tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran”, uji gigit mendapatkan nilai sebesar 7.03 dimana nilai ini dikategorikan “cukup kuat” dan uji rating hedonik mendapatt nilai 5.9 yang dikategorikan “agak suka”. Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini, surimi lele dumbo dikategorikan berada pada kelas lima “5” pada standar mutu kualitas surimi berdasar pengujian kamaboko dengan atau tanpa penambahan pati.

(5)

ABSTRACT

MUHAMMAD HAMDANI : Quality of Catfish Surimi (Clarias gariepinus) and Its Application for Kamaboko Production. Supervised Sukarno

Catfish is one of the flagship products of aquaculture. It is estimated that the production of catfish will continue to increase along with the increase in commodity production of freshwater seed. The increasment of catfish production needs to be balanced with the diversification of the use of catfish products, especially for oversized catfish (10% for every production cycle) which are normally less marketable. One of the alternatives that can be applied is by manufacturing surimi catfish. This study aimed to characterize the quality of catfish based surimi and determine its class in quality standards of surimi-based testing kamaboko with or without the addition of starch. This experiment used four types of washing treatment, which were: Treatment A (without the addition of NaCl and NaHCO3), Treatment B (addition of NaHCO3 0.5%), Treatment C

(addition of NaCl 0.3%) and Treatment D (combination NaHCO3 0.5 % and 0.3%

NaCl) to obtain the best washing treatment. The results of the experiment showed that treatment D (a combination of 0.5% NaHCO3 and NaCl 0.3%) possessed the best results with a yield of 34.92% (p>0.05), the pH of 6.86 (p>0.05), whiteness 78.97% (p<0.05), gel strength of 505.43 g.cm (p<0.05), and salt-soluble proteins 5.41% (p<0.05). Application of catfish based surimi in kamaboko showed that the score for folding test was 4.67 that was interpreted as "not crack when folded quarter circle", bite test was 7.03 that was considered as "strong enough" and rating hedonic test showed of 5.9 value that was categorized as "somewhat like". Pursuant to the data obtained in this study, surimi catfish was categorized in the fifth grade "5" on the quality standards of surimi-based testing kamaboko with or without the addition of starch.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

MUHAMMAD HAMDANI

KARAKTERISASI MUTU SURIMI SEGAR IKAN LELE DUMBO ( Clarias gariepinus ) DAN APLIKASINYA UNTUK PEMBUATAN

(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan teramat banyak kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “KARAKTERISASI MUTU SURIMI SEGAR IKAN LELE DUMBO ( Clarias gariepinus ) DAN APLIKASINYA UNTUK PEMBUATAN KAMABOKO” telah berhasil diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu tercinta Hj Sabariah dan Ayah H M Tahir yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dengan tulus.

2. Bapak Dr Ir Sukarno, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Dr Nancy Dewi Yuliana, STP, MSc dan Dr Joko Hermanianto sebagai dosen penguji.

4. Rahmalia Susanti yang beberapa bulan terakhir banyak memberi nasehat walaupun sering disusahkan oleh penulis

5. Dimas Imam dan Rizky Ardhiwan yang banyak memberi masukan dan pencerahan kepada penulis.

6. Amri Maulana, Arya Suryadilaga, Khoerul Imam, M. Risyad, M. Muzakkir, M Fachri H, Yusuf Zumhuri,Khusnul Khotim, Ikhwan D Arismanto dan Gema NM yang banyak berbagi kesusahan dan kesenangan bersama penulis.

7. Lulu Maknun, Gideon SP dan Amelia Septiany yang membantu dalam mempersiapkan ujian akhir.

8. Teman-teman ITP 47 dan semua pihak yang telah membatu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Maret 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODOLOGI PENELITIAN 2

Bahan dan Alat 2

Tahapan Penelitian 2

PROSEDUR ANALISIS 5

Analisis Fisik 5

Analisis Kimia 6

Analisis Organoleptik 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Pengaruh Perlakuan Pencucian Terhadap Karakteristik Mutu Surimi Ikan Lele

Dumbo 10

Pemilihan Perlakuan Pencucian Terbaik 17

Penentuan Kualitas Surimi Lele Dumbo 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi kimia ikan lele dumbo dan surimi perlakuan pencucian berbeda Superscript dengan huruf berbeda dalam baris yang sama

menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). 12

2. Hasil uji lipat dan uji gigit kamaboko. 17

3. Hasil uji tingkat kesukaan kamaboko. 18

4. Sistem penilaian surimi berdasarkan pembuatan kamaboko tanpa

penambahan pati. 18

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir pembuatan surimi 3

2. Diagram alir pembuatan kamaboko 4

3. Nilai rendemen surimi dengan perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05). 11 4. Nilai rendemen kamaboko dengan perlakuan pencucian berbeda.

Superskrip dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). 11 5. Nilai pH perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf yang

sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05). 13 6. Kadar PLG perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf

yang beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). 14 7. Kekuatan gel perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf

yang beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). 15 8. Derajat putih perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf

yang beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). 16 9. WHC perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf yang

beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). 16

DAFTAR LAMPIRAN

1. Uji Ragam Rendemen Surimi 22

2. Uji Ragam Rendemen Kamaboko 22

3. Uji Ragam Kadar Air 23

4. Uji Ragam Kadar Lemak 23

5. Uji Ragam Kadar Protein 24

6. Uji Ragam Kadar Abu 24

7. Uji Ragam pH 25

8. Uji Ragam Protein Larut Garam 25

9. Uji Ragam Kekuatan Gel 26

10. Uji Ragam Derajat Putih 26

11. Uji Ragam WHC 27

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lele dumbo merupakan salah satu produk unggulan perikanan budidaya. Menurut data statisik yang dikelurakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat pada tahun 2009, produksi lele hasil budidaya telah mencapai 18 312.9 ton dan diperkirakan akan bertambah jumlahnya seiring dengan digalakkan peningkatan produksi komoditas air tawar unggulan (Ditjen Perikanan Budidaya 2014).

Peningkatan produksi ikan lele ini perlu diimbangi dengan adanya alternatif pemanfaatan hasil produksi lele tersebut. Menurut Hustiany (2005) permasalahan sekarang dan masa depan adalah kurangnya alternatif pemanfaatan ikan lele hasil budidaya yang akan mengakibatkan adanya penahanan panen atau penundaan panen bagi sebagian petani atau pengusaha budidaya, menunggu giliran pemasaran bagi ikan segarnya. Ukuran lele sangat menetukan nilai jualnya, karena ukuran ikan menentukan target pasarnya. Ikan lele konsumsi (8-12 ekor/kg) tidak mengalami permasalahan karena permintaan pasarnya sangat tinggi. permasalahan yang dihadapi adalah lele yang melebihi ukuran konsumsi(1-4 ekor/kg) permintaan pasarnya sangat sedikit sedangkan ikan lele oversize ini jumlahnya mencapai 10% untuk satu kali siklus produksi (Ramadhan et al. 2013). Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah diversifikasi ikan lele segar dengan proses pembuatan surimi berbahan dasar ikan lele. Selain sebagai alternatif pemanfaatan produk ikan lele, diharapkan pula proses pengolahan ini dapat meningkatkan nilai jual produk ikan lele (Wijayanti 2012).

Surimi adalah lumatan daging ikan, yang dicuci untuk menghilangkan sebagian besar lemak, darah, enzim dan protein sarkoplasma serta distabilkan dalam kondisi beku dengan menambahkan cryoprotectant (Balange dan Benjakul 2009). Surimi juga merupakan produk antara yang bisa digunakan sebagai ingridien berbagai jenis produk lainnya seperti kamaboko, otak-otak, chikuwa dan berbagai produk tradisional jepang lainnya. Selain itu surimi dapat pula digunakan sebagai bahan baku bakso ikan dan empek-empek. Manfaat surimi sebagai produk perantara atau ingridien bahan lain sangat bergantung dengan kualitas produk surimi.

Kualitas produk surimi untuk setiap perusahaan di Jepang berbeda-beda satu sama lain menyesuaikan dengan permintaan dari konsumen. Kriteria mutu yang digunakan sebagai acuan pada penelitian ini adalah tingkatan standar mutu surimi berdasar pengujian kamaboko dengan atau tanpa penambahan pati. Standar mutu ini ditetapkan oleh Surimi Workshop di Seattle pada tahun 1984. Standar mutu ini membagi mutu surimi menjadi enam kelas berdasarkan kekuatan gel, nilai uji gigit dan derajat putih (Wijayanti 2012).

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang pemanfaatan daging ikan lele dumbo menjadi produk yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi serta memberi informasi tentang upaya diversifikasi pangan berbahan dasar ikan lele dumbo.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku, bahan tambahan, bahan pembantu dan bahan kimia untuk analisis. Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele dumbo yang diperoleh dari petani budidaya lele. Bahan ini dibeli dalam kondisi segar dan langsung dibuat surimi pada hari itu juga. Bahan tambahan yang digunakan adalah garam (NaCl dan NaHCO3) untuk

pembuatan surimi, bahan pembantu yang digunakan berupa es dan air untuk proses pencucian. Bahan kimia yang digunakan antara lain hekasana, H2SO4,

NaOH, HCl, K2SO4, H3BO3, indikator (bromethymol blue 0.1 %, methyl red

0.1 % 2:1), dan Na2S2O3 .

Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian dibagi menjadi alat untuk pembuatan surimi dan alat untuk keperluan analisis. Peralatan yang digunakan untuk membuat surimi meliputi : cool box, wadah air, pisau, talenan, food processor, saringan kain kasa, plastik poliethylene (PE), timbangan digital, dan water bath. Peralatan yang digunakan untuk analisis surimi meliputi : alat ekstraksi soxhlet, alat sistem Kjehdal, oven, desikator, cawan aluminium, termometer, pH-meter digital, sentrifuse, chromameter, timbangan analitik dan peralatan gelas lainnya.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan (1) penelitian pertama yaitu proses pembuatan surimi yang meliputi analisis karakteristik bahan baku (analisis proksimat dan pH) dan penentuan metode pencucian terbaik surimi ikan lele (analisis nilai kekuatan gel, kadar protein larut garam, derajat putih dan nilai pH) dan (2) penelitian kedua yaitu aplikasi surimi pada proses pembuatan kamaboko yang meliputi analisis kekuatan gel, analisis proksimat, nilai pH, derajat putih, daya ikat air, uji lipat dan uji gigit.

Proses Pembuatan Surimi

(13)

3 Ikan lele dumbo yang dibeli dari petani lokal dalam keadaan hidup dimatikan terlebih dahulu kemudian dicuci untuk menghilangkan darah, sisa darah, dan kotoran yang melekat pada daging ikan. Setelah dicuci daging ikan tersebut dicincang dengan menggunakanpisausehingga dihasilkan daging lumat. Sebagian daging lumat yang dihasilkan dinalisis nilai pH, dan proksimat (kadar air, abu, protein kasar, dan lemak). Sebagian yang lain digunakan pada proses pencucian.

Perlakuan pencucian yang digunakan adalah perlakuan A (air-air-air), perlakuan B (air-air-NaHCO3 0.5%), perlakuan C (air-air-NaCl 0.3%,) dan

perlakuan D (air-NaHCO3 0.5%-NaCl 0.3%) dengan perbandingan ikan dan

larutan pencuci 1:3 dengan dua kali pengulangan. Selama proses pencucian air yang digunakan diusahakan pada kisaran suhu 4-5oC. Pada setiap akhir metode pencucian dilakukan pengamatan terhadap rendemen, nilai pH, derajat putih, kekuatan gel, dan protein larut garam (PLG). Metode pencucian yang terbaik dapat dilihat dari tingginya kekuatan gel, dan jumlah kadar protein larut garam. Setelah proses pencucian selesai, dilakukan penyaringan dengan kain kasa kemudian di-press untuk mengeluarkan airnya, kemudian diperoleh surimi dari masing-masing metode pencucian. Surimi-surimi tersebut diuji sifat fisik dan kimianya. Karakteristik fisik meliputi kekuatan gel, derajat putih, daya ikat air, nilai derajat putih, uji lipat, dan uji gigit. Sedangkan karakteristik kimia meliputi pH, proksimat, dan protein larut garam (PLG). Setelah proses tersebut, didapat surimi terbaik yang digunakan pada penelitian kedua.

Diagram proses pembuatan surimi dengan beberapa metode pencucian dapat dilihat pada gambar satu.

Gambar 1 Diagram alir pembuatan surimi. Aplikasi Surimi Pada Pembuatan Kamaboko

Penelitian kedua ini dilakukan untuk mengetahui karakter surimi lele dumbo yang meliputi kekuatan gel, derajat putih, uji lipat dan uji gigit berdasarkan standar mutu kamaboko. Pembuatan kamaboko dilakukan

Ikan lele dumbo

Pencucian

dengan air Penimbangan

Penyiangan

Perlakuan pencucian A (air-air-air), perlakuan B (air- air-NaHCO3 0.5%), perlakuan C (air-air-NaCl 0.3%)

(14)

4

berdasarkan metode Suzuki (1981) yang dimodifikasi. Sebanyak 90 g surimi ditambahkan NaCl sebesar 2.5 % (b/b) dari berat surimi dan diberi sedikit es agar menjaga suhu tetap dingin. Adonan tersebut diaduk (chopping) menggunakan food processor hingga dihasilkan pasta kamaboko. Pasta kamaboko yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam stuffle selongsong dengan diameter 25-35 mm. Selongsong yang berisi pasta kamaboko tersebut dipanaskan dengan dua tahap pemanasan yaitu tahap pertama dipanaskan pada suhu 40oC selama 20 menit dan tahap kedua dipanaskan pada suhu 90oC selama 20 menit. Setelah kamaboko jadi maka dilakukan analisis WHC (water holding capacity), analisis proksimat, kekuatan gel, derajat putih, uji lipat, dan uji gigit. Gambar 2 menunjukkan proses pembuatan kamaboko.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan kamaboko. Surimi

Pengadukan (chopping) dalam food processor, penambahan garam 2.5%

Pemanasan tahap 1, suhu 40oC, 20 menit

Pencetakan selongsong ukuran 25-35 mm

Pemanasan tahap 2, suhu 90oC, 20 menit

Pasta kamaboko

Kamaboko

Analisis WHC (water holding capacity), analisis proksimat, kekuatan gel, derajat

(15)

5

PROSEDUR ANALISIS

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis fisik, kimia dan sensori/organoleptik. Analisis dari karakteristik fisik meliputi analisis kekuatan gel (gel strength), analisis derajat putih, daya ikat air atau WHC (water holding capacity) uji lipat dan uji gigit. Analisis karakteristik kimia yang dilakukan terhadap surimi ikan lele dumbo meliputi nilai pH, proksimat (analisis protein, lemak, abu dan kadar air), dan PLG (protein larut garam). Analisis sensori/organoleptik yang dilakukan adalah tingkat kesukaan yang meliputi rasa, warna, aroma, tekstur dan overall.

Analisis Fisik

Analisis fisik yang dilakukan pada surimi ikan lele ini meliputi rendemen, analisis kekuatan gel (gel strength), analisis derajat putih, daya ikat air atau WHC (water holding capacity), uji lipat, dan uji gigit.

Rendemen

Rendemen surimi diperoleh dari perbandingan berat surimi yang dihasilkan dengan berat lele yang digunakan sedangkan rendemen kamaboko diperoleh dari perbandingan berat kamaboko yang dihasilkan dengan berat surimi yang digunakan.

%Rendemen surimi =Berat surimi (g) Berat lele (g) x 100

%Rendemen kamaboko=Berat kamaboko (g) Berat surimi (g) x 100 Analsis Kekuatan Gel (Balange 2009 dan Benjakul)

Analisis tekstur gel surimi berupa kekuatan gel diukur dengan menggunakan Texture Analyzer. Gel diuji pada temperatur ruang. Tiga sampel berbentuk silinder dengan panjang 2,5 cm disiapkan. Deformasi (elastisitas/deformabilitas), gel strength dan Breaking force (kekuatan gel) diukur dengan menggunakan shperical plunger (diameter 5 mm, 60 mm/menit kecepatan deformasi).

Analisis Derajat Putih (Lanier 1986 )

Warna gel dari surimi ditentukan dengan menggunakan chromameter CR 300 ( Konika Minolta Jepang ). Skala warna yang digunakan untuk mengukur derajat L (ligthness) adalah hitam (0) sampai cerah/terang (100), a (redness/greeness)adalah merah (60) sampai hijau (-60) dan b (yellowness/blueness) adalah kuning (60) sampai biru (-60) dan derajat putih (whitness) dihitung berdasarkan metode Lanier (1986) dengan rumus sebagai berikut:

(16)

6

Analisis Daya Ikat Air WHC (Water Holding Capacity) (Wroldstad et al. 2005)

Sampel ditimbang dengan berat 2 gram dan ditempatkan dalam kertas saring Whatman no.1 sebanyak 3 lembar. Kemudian, disentrifus pada kecepatan 1118 x g pada suhu ruang selama 15 menit. Kemudian sampel dipisahkan dari kertas saring dan ditimbang. Nilai WHC dihitung dengan rumus:

%WHC=Berat sampel sebelum disentrifuse (g)

Berat sampel disentrifuse (g) x 100% Uji Lipat (Folding Test) (Suzuki 1981)

Uji pelipatan merupakan salah satu pengujian mutu surimi yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 4-5 mm potongan sampel tersebut diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada surimi. Tingkat kualitas uji lipat sebagai berikut :

1. Tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran, kualitas “AA” dengan nilai 5

2. Tidak retak jika dilipat setengah lingkaran, kualitas “A” dengan nilai 4 3. Retak berangsur-angsur setelah dilipat menjadi setengah lingkaran,

kualitas “B” dengan nilai 3

4. Putus menjadi dua bagian setelah dilipat setengah ingkaran, kualitas “C” dengan nilai 2

5. Pecah menjadi bagian-bagian kecil setelah ditekan dengan jari-jari tangan, kualitas “D” dengan nilai 1

Uji Gigit (Teeth Cutting Test) (Suzuki 1981)

Uji gigit dilakukan untuk mengukur kekuatan produk. Pengujian ini dilakukan dengan cara memotong atau menggigit sampel antara gigi seri atas dan gigi seri bawah. Sampel yang diuji memiliki ketebalan 5 mm dan diameter 12 mm. Tingkat kualitas uji lipat adalah sebagai berikut :

10 : Amat sangat kuat 9 : Sangat kuat

8 : Kuat 7 : Cukup kuat 6 : Dapat diterima

5 : Dapat diterima, sedikit kuat 4 : Lemah

3 : Cukup lemah 2 : Sangat lemah

1 : Tekstur seperti bubur, tidak ada kekuatan Analisis Kimia

(17)

7 Nilai pH (Suzuki 1981)

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selam 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer pH 7 lalu dibiarkan hingga stabil. Kemudian sampel sebanyak 5 gram ditambahkan akuades 45 ml, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer selama 2-3 menit. Setelah sampel tercampur dengan baik, elektroda yang telah siap dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka yang stabil. Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan.

Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Penentuan kadar air ini berdasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit pada suhu 103oC atau sampai didapat berat yang tetap, kemudian cawan didinginkan selama 30 menit dalam desikator, setelah dingin kemudian cawan tersebut ditimbang. Setelah itu sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 100°C sampai. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Prinsip penetapan kadar abu adalah dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 650 °C. Cawan dipanaskan dalam oven lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik hingga tidak mengeluarkan asap. Cawan kemudian dimasukkan kedalam tanur. Secara bertahap suhu tanur dinaikkan hingga mencapai suhu 650 °C hingga diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah cawan dingin kemudian cawan ditimbang. Presentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar abu %bb =X1-X2

X x 100

Dimana : X = berat contoh sebelum diabukan

(18)

8

Analisis Kadar Protein (SNI 01-2891-1992)

Bahan ditimbang dalam labu Kjedhal kemudian ditambahkan 1.9 ± 0.1 g K2S04, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Selanjutnya dengan penambahan

batu didih, larutan didihkan 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan

erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 setelah itu ditambahkan indiaktor

(merah metil dan alkohol perbandingan 2:1) sesaat sebelum dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hasil yang didapatkan masih berupa total N sehingga diperlukan faktor konversi 6.25 untuk menetapkan kadar protein sampel yang dihitung. Kadar protein sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus

%N= X-Y x normalitas HCl x 14,007

Z x 100

Kadar protein %bb = %N x 6.25 (Faktor konversi)

Dimana : X= jumlah HCl (ml) contoh Y= jumlah HCl (ml) blanko Z= bobot sampel (g)

Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Bahan ditimbang seberat 2 gram (W0) disebar di atas kapas dengan alas kertas saring dan digulung. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W1) dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu dimasukkan dalam desikator hingga beratnya konstan (W2). Kadar lemak ditentukan dengan rumus:

Analisis Protein Larut Garam (Wahyuni 1992)

(19)

9 menggunakan kertas saring Whatman no.1. Filtrat yang diperoleh ditampung dalam tabung Erlenmeyer, lalu disimpan pada suhu 4°C. Sampel sebanyak 25 ml dianalis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Analisis ini dilakukan dengan asumsi sampel yang digunakan semuanya terdiri dari protein larut garam. Perhitungan kadar protein larut garam adalah :

Kadar PLG % = A-B x N x 14.007 x fp x 6.25

C x 1000 x 100

Dimana : fp = faktor pengenceran

A = jumlah HCl (ml) contoh B = jumlah HCl (ml) blanko C = bobot sampel (g)

N = normalitas HCl (N)

Analisis Organoleptik Tingkat kesukaan

Analisis sensori kamaboko menggunakan analisis tingkat kesukaan pada atribut rasa, aroma, warna, tekstur dan keseluruhan overall. Panelis yang diambil responnya adalah penelis semi terlatih sebanyak 30 orang. skala yang digunakan tujuh tingkatan yaitu: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7).

RANCANGAN PERCOBAAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik mutu surimi ikan lele dumbo. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perlakuan pencucian terbaik. Adapun hipotesis yang digunakan pada tahap pencucian meliputi H0 yang berarti proses pencucian tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik surimi, sedangkan H1 dapat diartikan bahwa proses pencucian akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik surimi. Adapun uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap mutu surimi adalah analisis ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Tukey. Setelah didapatkan perlakuan pencucian yang terbaik maka dilanjutkan dengan proses pembuatan kamaboko untuk mengetahui kelas surimi lele dumbo pada standar penilaian mutu surimi berdasarkan standar kualitas kamaboko.

Pada tahap karakterisasi surimi menggunkan standar penilaian kamaboko ini, hipotesis yang digunakan meliputi H0 yang berarti karakterisasi mutu surimi lele dumbo tidak masuk kedalam standar kelas enam, standar terendah dari standar penilaian mutu surimi berdasarkan uji mutu kamaboko, sedangkan H1 berarti karakterisasi mutu surimi ikan lele dumbo masuk kedalam standar kelas enam.

(20)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Pencucian Terhadap Karakteristik Mutu Surimi Ikan Lele Dumbo

Surimi adalah lumatan daging ikan, yang dicuci untuk menghilangkan sebagian besar lemak, darah, enzim dan protein sarkoplasma serta distabilkan dalam kondisi beku dengan menambahkan cryoprotectant (Balange dan Benjakul 2009). Proses pencucian sangat penting untuk kualitas surimi yang dihasilkan, tidak hanya berfungsi menghilangkan material yang tidak diinginkan seperti darah, pigmen, dan senyawa yang dapat menimbulkan bau tidak sedap akan tetapi juga berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi protein myofibril, yaitu protein yang berperan penting pada proses pembentukan gel (Chaijan et al. 2004).

Mutu surimi berkaitan erat dengan sifat fungsional protein, terutama pada kemampuan pembentukan gel dan kemampuan menahan air (water holding capacity). Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pembentukan gel protein adalah dengan penambahan garam. Penambahan garam sodium bikarbonat (NaHCO3) dilaporkan efektif dalam meningkakan WHC, warna, dan karakter

organoleptik pada daging segar dan daging ayam (Kaufman et al. 2000). Selain itu dilaporkan pula kombinasi penambahan garam NaCl dengan garam NaHCO3

mampu meningkatkan rendemen pacific white shrimp (Chantarasuwan et al. 2011). Pada penelitian ini dilakukan empat jenis perlakuan pencucian yaitu, perlakuan A (tanpa penambahan garam NaCl dan NaHCO3), perlakuan B

(penambahan NaHCO3 0.5%), perlakuan C (penambahan NaCl 0.3%) dan

perlakuan D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%), untuk melihat pengaruh

penambahan garam terhadap mutu surimi ikan lele dumbo. Rendemen surimi dan kamaboko

Rendemen surimi adalah perbandingan antara surimi yang dihasilkan dengan berat ikan hidup yang digunakan. Rendemen surimi merupakan salah satu titik penting dari segi ekonomi dalam proses pembuatan surimi. Rendemen ini sangat bergantung pada spesies, musim, ukuran serta metode pembuatan yang digunakan (Shaviklo dan Fereidoon 2013). Rendemen surimi lele dumbo adalah jumlah surimi yang dapat dihasilkan oleh bahan baku lele dumbo yang digunakan. Selama proses pencucian terjadi peningkatan kadar air surimi yang disebabkan oleh proses hidrasi protein miofibril, dimana komponen air berdifusi kedalam matriks protein miofibril (Karthikeyan et al. 2006). Peningkatan kadar air ini tidak memberi pengaruh terhadap rendemen surimi yang dihasilkan. Hasil uji ragam menunjukkan perlakuan pencucian A (tanpa penambahan garam NaCl dan NaHCO3), perlakuan B (penambahan NaHCO3 0.5%), perlakuan C (penambahan

NaCl 0.3%) dan perlakuan D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) tidak

(21)

11

Gambar 3 Nilai rendemen surimi dengan perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05).

Gambar 4 Nilai rendemen kamaboko dengan perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

Uji ragam rendemen kamaboko menunjukkan adanya pengaruh perlakuan pencucian terhadap rendemen kamaboko (p<0.05). Rendemen tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl

0.3%) dengan nilai 96.06% sedangkan rendemen terendah ditunjukkan oleh pencucian A (tanpa penambahan garam NaCl dan NaHCO3) dengan nilai 76.99%.

besarnya rendemen perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl

0.3%). Hal ini terjadi kemungkinan karena adanya interaksi antara garam NaHCO3 dan garam NaCl dengan komponen protein surimi lele dumbo sehingga

(22)

12

meningkatkan rendemen kamaboko. Interaksi tersebut mempengaruhi mutu sifat fungsional protein, adapun sifat fungsional yang penting adalah kemampuan untuk membentuk gel dan kemampuan menahan air. Dugaan ini di dukung oleh data kekuatan gel dan water holding capacity pada penelitian ini yang menunjukkan perlakuan d (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) memiliki

nilai tertinggi untuk data kekuatan gel dan data water holding capacity. Hal ini didukung pula oleh pernyataan bahwa sodium bikarbonat (NaHCO3) dilaporkan

efektif dalam meningkakan WHC, warna, dan karakter organoleptik pada daging segar dan daging ayam (Kaufman et al. 2000).

Perubahan Komposisi Kimia Ikan Lele Dumbo Selama Proses Pencucian Proses pencucian pada pembuatan surimi menyebabkan perubahan komposisi kimia pada ikan ikan lele dumbo. Komposisi kimia yang mengalami perubahan antara lain adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein.

Komposisi kimia ikan lele segar pada penelitian ini menunjukkan nilai kadar air sebesar 73.52%, kadar abu 1%, kadar lemak 1.37% dan kadar protein 16.79%. Jika dibandingkan, kadar air lele segar dengan seluruh perlakuan pencucian, maka terjadi perubahan kadar air yang signifikan. Perubahan tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) dengan nilai kadar air sebesar 82.70%. Peningkatan kadar air ini dapat disebabkan oleh hilangnya komponen larut air seperti darah, pigmen, protein, garam mineral sehingga meningkatkan proses hidrasi pada daging (Suvanich et al. 2000). Hal ini didukung pula oleh pernyataan Karthikeyan et al. (2006) bahwa selama proses pencucian terjadi hidrasi protein miofibril.

Kadar abu surimi menunjukkan penurunan setelah dilakuan proses pencucian. Uji ragam menunjukkan perubahan terbesar terjadi pada perlakuan pencucian A (tanpa penambahan garam NaCl dan NaHCO3), dan pencucian B

(penambahan NaHCO3 0.5%) dimana kadar abu semula sebesar 1% berubah

menjadi 0.82% setelah proses pencucian (p<0.05). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wijayanti et al. (2012) terhadap ikan lele dumbo dimana proses pencucian dengan penambahan garam pada frekuensi tiga kali pencucian menurunkan kadar abu surimi ikan lele dumbo yang semula 1.09% turun menjadi 0.14%.

Tabel 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo dan surimi perlakuan pencucian berbeda Superscript dengan huruf berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

Komposi Kimia (%)

Lele Dumbo

(23)

13 signifikan, jika dibandingkan antara lele dumbo segar dengan masing-masing perlakuan (p<0.05), akan tetapi tidak signifikan jika dibandingkan antar perlakuan pencucian (p>0.05). Penurunan tersebut karena lemak memiliki densitas yang lebih rendah dari air sehingga menyebabkan lemak dapat mengapung di air pencucian dan akan terbuang bersama proses pengepresan ( Wijayanti et al. 2012).

Kadar protein surimi merupakan faktor penting yang harus dijaga keberadaannya dalam proses pembuatan surimi. Uji ragam menunjukkan terjadi penurunan kadar protein surimi yang signifikan untuk semua perlakuan pencucian (p<0.05). Khusus untuk kadar protein, hasil yang diinginkan adalah penurunan kadar protein yang tidak telalu besar dibandingkan kadar protein awal. Hal ini ditunjukkan oleh perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl

0.3%) dimana penurunan kadar protein lele dumbo segar 16.97% menjadi 11.9% setelah perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%)

dilakukan. Menurut Chaijan et al. (2004) proses pencucian menurunkan kadar protein sarkoplasma akan tetapi meningkatkan jumlah protein myofibril.

Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi mutu surimi yang dihasilkan. Perubahan pH berkaitan erat dengan kecepatan denaturasi protein miofibril, dimana protein ini berperan penting dalam proses pembentukan gel oleh surimi. Protein miofibril tidak stabil dan kehilangan aktivitas ATPase-nya pada pH dibawah 6.5 (Suvanich et al. 2000).

Gambar 5 Nilai pH perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05).

Pada penelitian akan dilihat apakah perlakuan pencucian mempengaruhi nilai pH surimi ikan lele dumbo yang dihasilkan. Hasil uji ragam menunjukkan perlakuan pencucian A (tanpa penambahan garam NaCl dan NaHCO3), perlakuan

B (penambahan NaHCO3 0.5%), perlakuan C (penambahan NaCl 0.3%) dan

perlakuan D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%), tidak memberi pengaruh

yang nyata terhadap perubahan pH surimi ikan lele dumbo (p>0.05) meskipun data memperlihatkan terjadi kenaikan pH untuk setiap perlakuan pencucian. Data penelitian ini tidak jauh berbeda dengan data yang didapatkan oleh Wijayanti et al.

(24)

14

(2012) dimana frekuensi pencucian tidak berpengaruh nyata terhadap surimi ikan lele dumbo dan juga data yang didapatkan oleh Ramadhan et al. (2013) pada surimi ikan lele dumbo dengan frekuensi pencucian berbeda. Adapun data pH yang cenderung naik dapat disebabkan oleh berkurangnya asam amino bebas yang bersifat asam dan zat asam lain yang larut air (Karthikeyan et al. 2006).

.

Protein Larut Garam

Protein larut garam (PLG) atau protein miofibril merupakan protein yang berperan penting dalam proses pembentukan gel pada daging (Mizuta et al. 2007). Selama proses pencucian tidak hanya protein sarkoplasma yang mengalami penurunan jumlah akan tetapi juga protein miofibril (Hermawan 2002). Hal ini didukung oleh data yang dilaporkan Ramadhan et al. (2013) dimana jumlah protein miofibril lele dumbo terus menurun seiring dengan bertambahnya proses pencucian. Pada penelitian ini ingin diketahui pengaruh perlakuan pencucian A (tanpa penambahan garam NaCl dan NaHCO3), pencucian B (penambahan

NaHCO3 0.5%), pencucian C (penambahan NaCl 0.3%) dan pencucian D

(kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) terhadap protein larut garam surimi

lele dumbo yang dihasilkan.

Gambar 6 Kadar PLG perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

Hasil uji ragam menunjukkan perlakuan pencucian memberi pengaruh yang nyata terhadap kadar protein larut garam yang dihasilkan (p<0.05). Perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) menunjukkan nilai

tertinggi dengan kadar protein larut garam sebesar 5.41%. Menurut Chatarasuwan et al. (2011) kombinasi NaHCO3 dengan NaCl 2.50% mampu meningkatkan

meningkatkan surface hydrophobicity (SoANS) seiring meningkatnya konsentrasi NaHCO3 yang digunakan. peningkatan ini memungkinkan terjadinya pengurangan

interaksi hidropilik pada protein miofibril. dengan berkurangnya interaksi tersebut maka berkurang jumlah protein miofibril yang terlarut selama pencucian.

(25)

15 Kekuatan Gel

Kekuatan gel merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembuatan surimi. Kekuatan gel dihitung berdasarkan perkalian gaya tekan dengan deformasi yang menggunakan satuan "g.cm". Kekuatan gel ini banyak digunakan sebagai simbol mutu surimi di Jepang (Kim dan Park 2000).

Gambar 7 Kekuatan gel perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

Hasil uji ragam menunjukkan perlakuan pencucian berpengaruh nyata terhadap kekuatan gel surimi ikan lele dumbo (p<0.05). Kekuatan gel tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl

0.3%) yaitu 505.43 g.cm. Proses pembentukan gel sangat bergantung dari proses pencucian yang dilakukan, Chaijan et al. (2004) menyatakan proses pencucian sangat penting untuk mutu surimi yang dihasilkan, tidak hanya berfungsi menghilangkan material yang tidak diinginkan seperti darah, pigmen, dan senyawa yang dapat menimbulkan bau tidak sedap akan tetapi juga berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi protein miofibril, yaitu protein yang berperan penting pada proses pembentukan gel. Pernyataan tersebut didukung oleh data yang didaptkan dalam penelitian ini dimana perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) memiliki kadar protein larut garam tertinggi

dengan jumlah 5.41%. Derajat Putih

Derajat putih merupakan salah satu atribut awal yang atribut awal yang mempengaruhi kualitas surimi (Arfat dan Benjakul 2012). Hasil uji ragam menunjukkan perlakuan pencucian berpengaruh nyata terhadap nilai derajat putih yang dihasilkan (p<0.05). Nilai derajat putih tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pencucian D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%) yaitu sebesar 78.97%.

(26)

16

Gambar 8 Derajat putih perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

Proses pencucian secara alami akan meningkatkan derajat putih surimi yang dihasilkan. Penambahan komponen garam membantu meningkatkan derajat putih tersebut. Penambahan garam sodium bikarbonat (NaHCO3) dilaporkan efektif

dalam meningkakan WHC, warna, dan karakter organoleptik pada daging segar dan daging ayam (Kaufman et al. 2000).

Kemampuan Menahan Air (Water Holding Capacity)

Kemampuan menahan air atau water holding capacity merupakan sifat fisik dan kemampuan bahan pangan untuk mencegah air terlepas dari struktur tiga dimensi protein dan merupakan kemampuan protein menahan air dalam melawan gaya berat secara fisika maupun fisikokimia (Zayas 1997).

Gambar 9 WHC perlakuan pencucian berbeda. Superskrip dengan huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

(27)

17 Hasil uji ragam menunjukkan perlakuan pencucian berpengaruh nyata terhadap nilai WHC, Perlakuan D (kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3%)

menunjukkan nilai tertinggi yaitu sebesar 68.87% (kombinasi NaHCO3 0.5% dan

NaCl 0.3%). Menurut Chatarasuwan et al. (2011) kombinasi NaCl dan NaHCO3

meningkatkan kelarutan protein yang berasosiasi langsung dengan meningkatnya water holding capacity udang putih.

Pemilihan Perlakuan Pencucian Terbaik

Pemilihan perlakuan pencucian terbaik dilihat dari beberapa faktor di antaranya rendemen surimi, kadar air, kadar protein, kadar lemak, nilai pH, protein larut garam, kekuatan gel, WHC, dan derajat putih. Dari semua faktor diatas terpilihlah surimi perlakuan pencucian d (kombinasi NaHCO3 0.5% dan

NaCl 0.3%) sebagai bahan baku yang digunakan untuk membuat kamaboko. Selanjutnya kamaboko tersebut akan diuji lipat, uji gigit, dan tingkat kesukaan kemudian menentukan peringkat surimi lele dumbo perlakuan terpilih pada sistem penilaian surimi berdasarkan pembuatan kamaboko.

Penentuan Kualitas Surimi Lele Dumbo Uji lipat, uji gigit, dan tingkat kesukaan

Uji lipat dan uji gigit dilakukan dengan bantuan panelis sebanyak 30 orang. Hasil pengujian menunjukkan uji lipat mendapatkan nilai sebesar 4.67 yaitu tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran. Untuk uji gigit mendapatkan nilai sebesar 7.03 dimana nilai ini dikategorikan cukup kuat.

Tabel 2 Hasil uji lipat dan uji gigit kamaboko. Jenis

uji

Rerata Keterangan

Uji lipat

4.67 Kualitas “A” Tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran

Uji gigit

7.03 Cukup kuat

(28)

18

Tabel 3 Hasil uji tingkat kesukaan kamaboko.

Karakteristik uji Rerata Keterangan

Rasa 5.9 Agak suka

Aroma 4.4 Netral

Tekstur 6.0 Suka

Penampakan 5.8 Agak suka

Overall 5.8 Agak suka

Penentuan Kualitas surimi lele dumbo berdasarkan sistem penilaian kamaboko

Sistem penilaian yang diproduksi di laut maupun di darat telah ditetapkan oleh Surimi Workshop di Seattle pada tahun 1984. Sistem ini membagi kualitas surimi berdasarkan enam kelas seperti yang diperlihatkan tabel 4.

Tabel 4 Sistem penilaian surimi berdasarkan pembuatan kamaboko tanpa penambahan pati.

Tingkatan Mutu (Grade)

Tanpa penambahan pati

Kekuatan gel

(g.cm) Nilai uji gigit Derajat Putih

1 >680 10.0 >48

2 >680 10.0 46-48

3 641-680 8.5 45-46

4 521-640 7.5 39-43

5 441-520 7.0 36-38

6 310-440 6.5 32-35

(29)

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ikan lele dumbo dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi dalam upaya menambah alternatif pengolahan pasca panen produk ini. Perlakuan pencucian kombinasi NaHCO3 0.5% dan NaCl 0.3% (perlakuan D) menunjukkan

hasil terbaik dengan rendemen 34.92 % (p>0.05), pH 6.86 (p>0.05), derajat putih 78.97% (p<0.05), kekuatan gel 505.4333 g.cm (P<0.05), dan protein larut garam 5.41% (p<0.05). Aplikasi surimi lele dumbo dalam pembuatan kamaboko menujukkan nilai uji lipat sebesar 4.67 yaitu “tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran”, uji gigit mendapatkan nilai sebesar 7.03 dimana nilai ini dikategorikan “cukup kuat” dan uji rating hedonik mendapatt nilai 5.9 yang dikategorikan “agak suka”. Surimi ikan lele dumbo berada pada kelas 5 dalam sistem penilaian surimi berdasarkan penilaian kamaboko tanpa penambahan pati.

Saran

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Arfat YA, Benjakul S. 2012. Gelling characteristic of surimi from yellow stripetrevally (Selaroides leptolepis). Int Aqua Res 4:1-13.

Balange AK, Benjakul S. 2009. Enhancement of gel strength of bigeye snapper (Priacanthus tayenus) surimi using oxidised phenolic compounds. Food Chem 113: 61–70.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Penentuan Kadar Air (SNI 01-2891-1992). Jakarta : BSN

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Penentuan Kadar Abu (SNI 01-2891-1992). Jakarta : BSN

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Penentuan Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992). Jakarta : BSN

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Penentuan Kadar Protein (SNI 01-2891-1992). Jakarta : BSN

Chaijan M, Benjakul S, Visessanguan W, Faustman C. 2004. Characteristics and gel properties of muscles from sardine (Sardinella gibbosa) and mackerel (Rastrelliger kanagurta) caught in Thailand. Food Res Inter. 37:1021– 1030.

Chantarasuwan C, Benjakul S, Visessanguan W. 2011. Effects of sodium carbonate and sodium bicarbonate on yield and characteristics of Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei). Food Chem. 129:1636-1643.

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Produksi Budidaya Tahun 2009. http://www. perikananbudidaya. kkp. go.

id (14 April 2014)

Hermawan D. 2002. Pengaruh konsentrasi tepung tapioka dan kalsium karbonat (CaCO3) terhadap mutu kamaboko ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

[skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Hustiany R. 2005. Karakteristik produk olahan kerupuk dan surimi dari daging ikan patin (Pangasius sutch) hasil budidaya sebagai sumber protein hewani. Med Gizi Kel 29(2):66-74.

Karthikeyan M, Dileep AO, Shamasundar BA. (2006). Effect of water washing on the functional and rheological properties of proteins from threadfin bream (Nemipterus japonicus) meat. Food Sci & Tech 41: 1002–1010 Kauffman RG, Greaser ML, Pospiech E, Russell RL. 2000. Method of improving

the water-holding capacity, color and organoleptic properties of beef, pork and poultry. US Patent 6,020,012.

Kim BY, Park JW. 2000. Rheologi and texture properties of surimi gels. Di dalam : Park JW, editor. Surimi dan Surimi Seafood. New York: Marcell Decker Inc. hlm 267-324.

Mizuta S, Nakashima K, Yoshinaka R. 2007. Behaviour of connective tissue infish surimi on fractination by sieving. Food Chem 100:477-481.

Nakai S, Modler HW. 2000. Food Protein, Processing Applications. USA: Wiley VCH inc.

(31)

21 Park JW, Morrissey MT. 2000. Manufacturing of surimi from light muscle fish. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York (US): Marcell Decker Inc. hlm 23-58.

Ramadhan W, Joko S, Wini T. 2013.Pengaruh defatting, frekuensi pencucian dan jenis dryoprotectant terhadap mutu tepung surimi ikan lele kering beku. J Teknoldan Indus Pangan. 25:1979-7788.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.

Suvanich V, Jahncke ML, Marshall DL. 2000. Changes in selected chemical quality characteristics of channel catfish frame mince during chill and frozen storage. J Food Scie. 65:24–29.

Suzuki T. 1981. Fish dan Krill Protein in Processing Technology. London (UK): Applied Science Publishing Ltd.

Wahyuni M. 1992. Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam (Carcharhinus limbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis [tesis]. Bogor (ID) : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Wijayanti I. 2012. Pengaruh penambahan komponen fenolik teroksidasi terhadap karakteristik gel surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) [tesis]. Bogor (ID). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Wroldstad RE, Decker EA, Schwartz SJ, Sporns P. 2005. Handbook of Food Analitical Chemistry. New Jersey (US): John Willey and Sons Inc Publisher.

(32)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Ragam Rendemen Surimi ANOVA

Rendemen Surimi

Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Between Groups 9.458 3 3.153 3.161 .148

Within Groups 3.990 4 .997

Total 13.448 7

Lampiran 2 Uji Ragam Rendemen Kamaboko Rendemen Kamaboko

Tukey HSD

Formula N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tanpa NaHCO3 0,5% dan

NaCl 0.3% 2 76.992748

Penambahan NaCl 0.3% 2 88.886796

Penambahan NaHCO3

0.5% 2 94.986228

Penambahan NaHCO3

0.5% dan NaCl 0.3% 2 96.064621

Sig. 1.000 1.000 .757

(33)

23

Lampiran 3 Uji Ragam Kadar Air Kadar Air

Tukey HSD

Proksimat N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Proksimat lele awal 2 73.5150

Proksimat perlakuan b 2 79.8050

Proksimat perlakuan c 2 80.6900 80.6900

Proksimat perlakuan a 2 82.1750 82.1750

Proksimat perlakuan d 2 82.6950

Sig. 1.000 .354 .084 .745

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 4 Uji Ragam Kadar Lemak kadarlemak

Tukey HSD

Proksimat N Subset for alpha = 0.05

1 2

Proksimat perlakuan c 2 .5850

Proksimat perlakuan b 2 .6150

Proksimat perlakuan d 2 .6400

Proksimat perlakuan a 2 .8150

Proksimat lele awal 2 1.3667

Sig. .111 1.000

(34)

24

Lampiran 5 Uji Ragam Kadar Protein kadarprotein

Tukey HSD

Proksimat N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Proksimat perlakuan a 2 10.0450

Proksimat perlakuan b 2 11.0350

Proksimat perlakuan c 2 11.0500

Proksimat perlakuan d 2 11.9350

Proksimat lele awal 2 16.7900

Sig. 1.000 .996 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 6 Uji Ragam Kadar Abu kadarabu

Tukey HSD

Proksimat N Subset for alpha = 0.05

1 2

Proksimat perlakuan a 2 .8150

Proksimat perlakuan b 2 .8150

Proksimat perlakuan c 2 .8850 .8850

Proksimat perlakuan d 2 .9000 .9000

Proksimat lele awal 2 .9950

Sig. .132 .055

(35)

25 Lampiran 7 Uji Ragam pH

ANOVA pH

Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Between Groups .117 3 .039 4.226 .099

Within Groups .037 4 .009

Total .154 7

Lampiran 8 Uji Ragam Protein Larut Garam PLG

Tukey HSD

Formula N Subset for alpha = 0.05

1 2

Tanpa NaHCO3 0.5% dan NaCl

0.3% 2 5.010831

Penambahan NaHCO3 0.5% 2 5.103680

Penambahan NaCl 0.3% 2 5.120465

Penambahan NaHCO3 0.5% dan

NaCl 0.3% 2 5.411497

Sig. .129 1.000

(36)

26

Lampiran 9 Uji Ragam Kekuatan Gel

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 10 Uji Ragam Derajat Putih

Derajat Putih

(37)

27 Lampiran 11 Uji Ragam WHC

WHC Tukey HSD

Formula N Subset for alpha = 0.05

1 2

Penambahan NaCl 0.3% 2 65.576445

Tanpa NaHCO3 0.5% dan NaCl

0.3% 2 65.615401

Penambahan NaHCO3 0.5% 2 67.414088 67.414088

Penambahan NaHCO3 0.5% dan

NaCl 0.3% 2 68.868104

Sig. .164 .242

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 12 Dokumentasi Pembuatan Surimi dan Kamaboko

Ikan lele segar Penyiangan

(38)

28

Pencucian 2 Pencucian 3

(39)

29 RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Diagram alir pembuatan surimi.
Gambar 2   Diagram alir pembuatan kamaboko.
Gambar 3 Nilai rendemen surimi dengan perlakuan pencucian berbeda.
Tabel 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo dan surimi perlakuan pencucian berbeda Superscript dengan huruf berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Derajat hidrolisis yang dihasilkan dari proses HPI lele dumbo pada kondisi optimum sebesar 47,24%, hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Salamah et al.. (2011)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa HPI yang dikeringkan menggunakan spray dryer memiliki kadar air yang lebih tinggi yaitu Gambar 2 Nilai rata-rata NTT/NTB

Berdasarkan hasil uji perbandingan LSD terhadap produk surimi ikan lele dumbo menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap antar perlakuan terhadap citarasa manis

adalah organoleptik dan proksimat, hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung tapioka 75 g (15%) pada bakso merupakan perlakuan terbaik dan paling disukai

1) Penelitian pendahuluan, terdiri dari analisis karakteristik fisika-kimia bahan baku (proksimat, pH, TVBN). Penentuan frekuensi pencucian terbaik dalam pembuatan surimi

Kandungan karbohidrat burger surimi ikan Lele Dumbo cenderung meningkat dengan semakin tingginya tepung terigu yang ditambahkan dan semakin berkurangnya surimi

Kandungan karbohidrat burger surimi ikan Lele Dumbo cenderung meningkat dengan semakin tingginya tepung terigu yang ditambahkan dan semakin berkurangnya surimi

Hasil analisis Proksimat yang dilakukan dua kali uji yaitu pada minggu pertama awal penyimpanan dan pada minggu ketiga akhir penyimpanan terdapat varian Proksimat abon