• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama (Inisial) : ...

Alamat : ...

Saya telah diminta dan memberi ijin untuk berperan serta sebagai responden dalam penelitian yang berjudul “Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Blud Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan”.

Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya mengetahui

bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran beban keluarga dalam

menghadapi anggota keluarganya yang mengalami halusinasi. Saya mengerti bahwa

catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Kerahasiaan ini dijamin selegal

mungkin. Semua berkas yang mencantumkan identitas subyek penelitian hanya

digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan

dimusnahkan. Hanya peneliti mengetahui kerahasiaan data.

Saya berhak menghentikan penelitian ini tanpa adanya hukuman atau kehilangan

hak bila ada perlakuan yang merugikan bagi saya.

(2)

KUESIONER PENELITIAN

2. Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti.

Inisial : ...

Penghasilan keluarga : (Rp. ____________________)

Hubungan dengan pasien : ...

(3)

2. Kuesioner Beban Keluarga

Petunjuk pengisian

Beri tanda checklist ( √ ) pada kolom pilihan yang tersedia sesuai dengan kondisi adik-adik sekarang 1 Keluarga mengalami kesulitan dalam

merawat pasien yang mengalami halusinasi

2 Keluarga bingung dalam memberikan obat pada pasien yang mengalami halusinasi

3 Lama rawatan/pengobatan yang berulang membutuhkan banyak biaya

4 Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi membatasi kegiatan sosial

5 Keluarga kesulitan dalam berkomunikasi dengan anggota keluarga yang mengalami halusinasi

6 Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi menyita waktu kerja

7 Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi membuat kelelahan anggota keluarga

8 Keluarga mengalami kesulitan dalam memberikan makan kepada anggota keluarga yang mengalami halusinasi 9 Keluarga kesulitan membawa anggota

keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan

(4)

b. Beban Subjektif 11 Keluarga merasa sedih memiliki anggota

keluarga yang mengalami halusinasi 12 Keluarga merasa cemas akan keadaan

penyakit yang dialami

13 Keluarga merasa frustasi dalam merawat pasien yang halusinasi

14 Keluarga merasa malu dalam merawat pasien yang halusinasi

15 Keluarga merasa bosan dalam merawat anggota keluarga yang halusinasi

16 Keluarga merasa dikucilkan

dimasyarakat akibat ada anggota keluarga yang mengalami halusinasi

17 Keluarga yakin halusinasi yang dialami akan sembuh

18 Keluarga bingung terhadap gangguan perilaku/bicara-bicara sendiri yang sering dilakukan pasien

19 Keluarga takut terjadi pengerusakan diri, orang lain, lingkungan akibat halusinasi pasien

(5)
(6)

Z25 MR 41-50 P Islam SMA Jawa Wiraswasta Anak 10 Bulan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 54

Z26 IR 20-30 P Islam SMA Aceh Karyawan Orang Tua 15 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 57

Z27 SW 31-40 P Islam SMA Aceh Wiraswasta Saudara K 17 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 2 2 2 2 3 3 3 2 54

Z28 RS 41-50 L Islam SMA Aceh Petani Anak 13 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 2 3 2 1 3 3 3 2 55

Z29 ER >50 P Islam SD Aceh Petani Anak 18 Bulan 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 43

Z30 SR >50 L Islam SMP Aceh Petani Anak 19 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 55

Z31 CB 41-50 P Islam SMA Jawa Wiraswasta Anak 9 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 55

Z32 HS 41-50 L Kristen P SMA Batak Karyawan Anak 10 Bulan 3 2 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 56

Z33 RM >50 P Islam Akademi Aceh Karyawan Anak 11 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 54

Z34 MA >50 L Islam SMA Jawa Wiraswasta Anak 20 Bulan 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 47

Z35 FL 20-30 P Islam SMA Jawa Karyawan Saudara K 9 Bulan 3 2 4 3 4 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 53

Z36 SG >50 L Islam SD Aceh Petani Anak 15 Bulan 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 45

Z37 HS >50 P Islam Sarjana Aceh PNS Anak 18 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 56

Z38 AT 41-50 P Islam SD Aceh Petani Anak 10 Bulan 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 47

Z39 DM >50 P Islam SMA Aceh Wiraswasta Anak 12 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 57

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

TAKSASI DANA PENELITIAN

Kertas A4 : Rp. 80.000,-

Tinta Print : Rp. 120.000,-

Biaya Internet : Rp. 300.000,-

Buku Referensi : Rp. 500.000,-

Foto copy : Rp. 300.000,-

Biaya Transportasi : Rp. 850.000,-

Penggandaan Skripsi + Jilid : Rp. 100.000,-

Translet Abstrak : Rp. 100.000,-

Biaya tak terduga : Rp. 200.000,-

Konsumsi : Rp. 250.000,-

Pulsa : Rp. 100.000,-

Total Rp.2.900.000,-

(15)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

r Desember Januari Februari

(16)
(17)

Daftar Riwayat Hidup Data Pribadi

Nama : Irma Henni

NIM : 141121034

Tempat/Tanggal Lahir : Meukek, 08 April 1979

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kutabuloh II,Meukek,Aceh Selatan

Kewarganegaraan : Indonesia

No.Hp : 085371963002

Email : irma.henni@yahoo.com

Orangtua/Keluarga

1. 1986-1992 : SDN.1 Kutabuloh, Meukek,Aceh Selatan

2. 1992-1995 : SMPN.I Meukek,Aceh Selatan

3. 1995-1998 : SPK PEMDA Tapaktuan,Aceh Selatan

4. 2001-2003 : D-III Akper Depkes Banda Aceh

5. 2014-2016 : S-I Keperawatan Universitas Sumatera Utara

(18)
(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi

VI. Jakarta : Rineka Cipta.

Engkeng, S. Maslina. (2013). Faktor-Faktor Presipitasi Yang Berhubungan

Dengan Timbulnya Halusinasi Pada Klien Gangguan Jiwa Di BPRS Makasar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Manado.

Hidayat, A. A. (2011). Metodi Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data

. Jakarta ; Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta ; Salemba Medika.

Kurniawan, H. (2014). Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Perilaku Kekerasan

Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ngadiran, A. (2010). Studi FenomenologiPengalaman Keluarga Tentang Beban

Dan SumberDukungan Keluarga Dalam Merawat KlienDengan Halusinasi.Tesis. Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan

Jiwa Fakultas ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga Dan Beban Keluarga Dalam

Merawat Anggota Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan Di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Tesis. Program Magister Ilmu Keperawatan

Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Medika Salemba.

Pieter, H. Z. Bethsaida J dan Marti S. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk

Keperawatan. Jakarta ; Kencana

Rabba, E. P. Dahrianis dan Sri P. R. (2014). Hubungan Antara Pasien Halusinasi

Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Diruang Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan

(21)

Rahmawati, Y. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. L Dengan Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Di Ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi. Program Studi Diploma III

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung : Alfabeta.

Suliswati, T. A. P. Jeremia M. Yenny S. Sumijatun. (2005). Konsep Dasar

Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Suwardiman, D. (2011). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Beban

Keluarga Untuk Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Keluarga Klein Halusinasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Serang Tahun 2011.Tesis.

Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Jiwa Depok

Suhita, B. M. (2013). Pengaruh Health Education Tentang Strategi Pelaksanaan

Halusinasi Pada Keluarga Terhadap Peran Keluarga Dalam Membantu Klien Schizophrenia Mengontrol Halusinasi. Strada Jurnal. STIKes Surya

Mitra Husada.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika, Edisi 6. Bandung; Tarsito Bandung

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC

Wiramihardja, S. A. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal.Bandung ; Refika Aditama

Yusnipah, Y. (2012). Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien

Halusinasi Di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor.

(22)

27

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan landasan berpikir yang digunakan sehingga

peneliti dapat menghubungkan hasil penelitian dengan teori (Nursalam, 2008).

Skema 1. Kerangka Konsep Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. Yuliddin Away Tapaktuan

3.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasioanal

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2011).

Berdasarkan judul penelitian “ Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien

(23)
(24)

29

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi murni untuk

melihat gambaran beban keluarga dalam merawat anggota keluarga yang

menderita halusinasi.

4.2.Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu

yang akan diteliti (Hidayat, 2011). Pada penelitian ini populasinya adalah

keluarga yang anggota keluarganya mengalami Halusinasi di Poli Klinik Jiwa

Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away

Tapaktuan. Berdasarkan jumlah penderita halusinasi yang berobat jalan di Poli

Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Yuliddin Away Tapaktuan selama bulan Januari sampai bulan Maret 2015

sebanyak 39 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel murupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki dari populasi (Hidayat, 2007). Sampel

diambil sesuai dengan kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga, dana, serta

luas sempitnya wilayah penelitian. Dengan sampel pada penelitian ini diambil

(25)

30

Sampling ini dilakukan dengan mengambil semua populasi digunakan

sebagaisampel (Riduwan, 2010). Sehingga jumlah sampel yang diambil dalam

penelitian ini sebanyak 39 orang dengan kriteria sampel adalah keluarga inti

penderita halusinasi, dan tinggal satu rumah dengan penderita.

4.3.Waktu dan Tempat Penelitian 4.3.1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015.

4.3.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum

Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Pemilihan

lokasi ini karena Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit satu-satunya yang

memiliki Poli Klinik melayani pasien penderita gangguan jiwa di Aceh Selatan

sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan

pada penelitian ini.

4.4.Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan

permohonan izin ke Komisi Etik Fakultas Keperawatan, setalah mendapatkan izin

dari Komisi Etik Fakultas Keperawatan selanjutnya peneliti meminta izin dari

pihak pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk

melakukan penelitian, selanjutnya akan mengirim surat permohonan izin

(26)

31

penelitian. Setelah mendapat persetujuan penelitian, peneliti akan memberikan

kuesioner kepada responden yang akan diteliti dengan terlebih dahulu

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepeda responden dengan menekankan

pada masalah yang meliputi :

a. Informed Consent (Lembar persetujuan)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memeberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti

harus menghormati hak mereka.

b. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden dalam lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(27)

32

4.5.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah berisi data demografi yang terdiri

dari inisial, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku, pekerjaan, penghasilan

keluaga, hubungan dengan klien, kemudian lama sakit.

Bagian kedua adalah kuesioner beban keluarga yang berisi sejumlah

pernyataan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi beban keluarga merawat

pasien halusinasi. Kuesioner penelitian ini terdiri dari dari 20 pernyataan meliputi

beban objektif dan beban subjektif.

Instrumen yang dipakai berupa pernyataan yang dirancang oleh peneliti

sendiri berdasarkan materi dan substansi beban subjektif dan objektif dari WHO

(2008),. Kuesioner ini terdiri dari 20 pernyataan, beban objektif (nomor 1-10) dan

beban subjektif (nomor 11-20) diukur menggunakan skala Likert (1-4) dengan

nilai pernyataan 4 = sangat setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju, dan 1 = sangat

tidak setuju. Berdasarkan skala tersebut skor yang bisa dicapai responden adalah

minimal 20 sampai dengan maksimal 80.

Menurut Sudjana (2005), untuk menghitung jumlah panjang kelas

digunakan rumus statistik :

P = Rentang

Banyak Kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan nilai tertinggi dikurang nilai

(28)

33

diperoleh P = 15, dan nilai terendah 20 sebagai batas bawah kelas pertama, beban

keluarga dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut :

20-35 = Tanpa Beban

36-50 = Ringan

51-65 = Sedang

66-80 = Berat

4.6.Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dugunakan adalah wawancara dengan

panduan kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat

izin dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin

dari lokasi penelitian yaitu Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum

dr. Yuliddin Away Tapaktuan. Sebelum pengumpulan data peneliti terlebih

dahulu melakukan skreening pada keluarga pasien halusinasi, kemudian peneliti

menjelaskan waktu, tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan pada calon

responden dan yang bersedia berpartisifasi diminta untuk menandatangani

Informed Consent, responden yang bersedia diwawancarai dengan panduan

lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pernyataan

yang tidak dipahami. Selesai wawancara peneliti memeriksa kelengkapan data dan

jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi dan selanjutnya data yang

(29)

34

4.7.Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidtan

atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi dan juga sebaliknya (Arikunto, 2006). Instrumen

penelitian ini telah dilakukan uji validitas oleh Ibu Siti Zahara, S.Kep, MNS dan

Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep.

4.8.Uji Realibilitas Instrumen

Menurut Arikunto (2006), realibilitas menunjuk pada suatu pengertian

bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik.

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas akan dilakukan dengan menggunakan

tekhnik Formula Alpha Cronbachdengan r hitung > 0.6 akan dikatakan reabilitas.

Uji reliabilitas dilakukan pada keluarga pasien halusinasi di Poli Klinik Jiwa

Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang sebanyak 20 orang dengan hasil 0.744

4.9.Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan mengadakan analisa data

melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :

a. Editingadalah upaya untuk memeriksa kembali data yang diperoleh atau

yang dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan

data atau setelah data terkumpul.

(30)

35

pengolahan dan analisa dan menggunakan komputer. Biasanya dalam

pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku

untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu

variabel.

c. Processing yaitu memasukkan data dari lembar kuesioner kedalam

program komputer.

d. Cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan untuk

mengetahui ada kesalahan atau tidak

e. Tabulating yaitu menganalisa data secara deskriptif

f. Teknik Analisa dilakukan dengan bantuan komputer, untuk data

demografi akan ditampilkan dalam bentuk persentase dan tidak akan

dianalisa lebih lanjut. Analisa yang digunakan untuk beban keluarga

adalah analisa data secara deskriptif untuk mengetahui frekuensi, mean

dan standar deviasi yang bertujuan untuk menjelaskan atau

menggambarkan beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi di Poli

Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah

(31)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan.

Penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 10-31 Desember 2015 di Poli Klinik

Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin

Away Tapaktuan.

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian akan dijabarkan mulai dari data demografi karakteristik

responden dan beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi

5.1.1. Data Demografi

Hasil penelitian pada keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum

Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuludiin Away Tapaktuan dapat

dilihat pada tabel 5.1

Berdasarkan dari 39 keluarga yang diteliti, mayoritas pada rentang usia

41-50 tahun berjumlah 20 orang (51,3%), mayoritas berjenis kelamin perempuan

berjumlah 23 orang (59%), mayoritas beragama islam berjumlah 37 orang

(94,4%), mayoritas berpendidikan SMA berjumlah 18 orang (46.2%), mayoritas

suku aceh berjumlah 31 orang (79,5%), mayoritas pekerjaan petani berjumlah 16

orang (41%), mayoritas penghasilan keluarga < Rp.1.900.000,- berjumlah 25

orang (64,1%), mayoritas hubungan dengan pasien adalah anak berjumlah 29

(32)

37

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan (n=39)

(33)

38

5.1.2. Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi

Hasil penelitian yang diperoleh beban keluarga dalam merawat pasien

halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum

Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan dapat dilihat pada tabel 5.2.

Pada tabel 5.2 menunjukkan, beban keluarga dalam merawat pasien

halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum

Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan sedang yaitu 32 orang (82,1%).

Tabel 5.2. Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa

Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan (n=39)

Beban Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Sedang 32 82,1

Ringan 7 17,9

Distribusi frekuensi dan persentase beban keluarga di Poli Klinik Jiwa

Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah H. Yuluddin Away

Tapaktuan dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Beban Keluarga Di Poli Klinik

merawat pasien yang mengalami halusinasi (2.6) (82.1) (15.4)

2 Keluarga bingung dalam memberikan obat 8 31 -

pada pasien yang mengalami halusinasi - (20.5) (79.5)

3 Lama rawatan/pengobatan yang berulang 17 20 2 -

(34)

39

4 Merawat anggota keluarga yang mengalami 3 29 7 -

halusinasi membatasi kegiatan sosial (7.7) (74.4) (17.9)

5 Keluarga kesulitan dalam berkomunikasi 4 29 6 -

dengan anggota keluarga yang mengalami (10.3) (74.4) (15.4) halusinasi

6 Merawat anggota keluarga yang mengalami 1 31 7 -

halusinasi menyita waktu kerja (2.6) (79.5) (17.9)

7 Merawat anggota keluarga yang mengalami - 32 7 -

halusinasi membuat kelelahan anggota (82.1) (17.9) keluarga

8 Keluarga mengalami kesulitan dalam - 29 10 -

memberikan makan kepada anggota keluarga (74.4) (25.6) yang mengalami halusinasi

9 Keluarga kesulitan membawa anggota 1 29 9 -

Keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan (2.6) (74.4) (23.1)

10 Keluarga merasa tidak nyaman tinggal - 13 17 9

serumah dengan anggota keluarga yang (33.3) (43.6) (23.1) menderita halusinasi

Subjektif

11 Keluarga merasa sedih memiliki anggota 2 36 1 -

keluarga yang mengalami halusinasi (5.1) (92.3) (2.6)

12 Keluarga merasa cemas akan keadaan 2 32 5 -

penyakit yang dialami (5.1) (82.1) (12.8)

13 Keluarga merasa frustasi dalam merawat 7 32 - -

pasien yang halusinasi (17.9) (82.1)

14 Keluarga merasa malu dalam merawat - 14 24 1

pasien yang halusinasi (35.9) (61.5) (2.6)

15 Keluarga merasa bosan dalam merawat - 13 26 -

anggota keluarga yang halusinasi (33.3) (66.7)

16 Keluarga merasa dikucilkan dimasyarakat - 9 29 1

(35)

40

17 Keluarga yakin halusinasi yang dialami - 37 2 -

akan sembuh (94.9) (5.1)

18 Keluarga bingung terhadap gangguan - 35 4 -

perilaku/bicara-bicara sendiri yang sering (89.7) (10.3) dilakukan pasien

19 Keluarga takut terjadi pengerusakan diri, - 36 3 - orang lain, lingkungan akibat halusinasi (92.3) (7.7) pasien

20 keluarga merasa ragu atas kesembuhan 1 11 27 -

pasien yang mengalami halusinasi (2.6) (28.2) (69.2)

Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa 32 keluarga (82,1%) setuju dengan

pernyataan keluarga mengalami kesulitan dalam merawat pasien yang mengalami

halusinasi, 20 keluarga (51,3%) setuju dengan pernyataan lama

rawatan/pengobatan yang berulang membutuhkan banyak biaya, 31 keluarga

(79,5%) setuju dengan pernyataan merawat anggota keluarga yang mengalami

halusinasi menyita waktu kerja, 32 keluarga (82,1%) setuju dengan merawat

anggota keluarga yang mengalami halusinasi membuat kelelahan anggota

keluarga, 36 keluarga (92,3%) setuju dengan pernyataan keluarga merasa sedih

memiliki anggota keluarga yang mengalami halusinasi, 36 keluarga (92,3%)

setuju dengan pernyataan keluarga takut terjadi pengerusakan diri, orang lain,

lingkungan akibat halusinasi pasien.

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum

(36)

41

Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan yaitu sedang (82,1%). Hal ini

sesuai dengan penelitian Suwardiman (2011) mengenai hubungan antara

dukungan keluarga dengan beban keluarga untuk mengikuti regimen terapeutik

pada keluarga klien halusinasi di RSUD Serang. Penelitian Suwardiman (2011),

beban keluarga berada pada kondisi sedang dengan rata-rata penghasilan keluarga

Rp.1.605.316,46,-. Bila dikaitkan dengan data demografi sebagian besar

responden berpenghasilan dibawah Upah Minimum Kabupaten Tapaktuan

< Rp.1.900.000,- (64,1%), tentu ini akan membuat beban keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang sakit akan lebih dirasakan. Hal ini juga didukung

Penelitian oleh Gururaj, Bada, Reddy dan Chandrashkar (2008) menemukan

bahwa dari enam dimensi beban keluarga dengan skizofrenia, skor finansial

memiliki rata-rata yang paling tinggi. Peneliti berasumsi bahwa faktor ekonomi

bisa menjadi penyebab kekambuhan karena keluarga tidak sanggup mematuhi

regimen terapeutik klien halusinasi untuk tetap mendapat perawatan

kesehatannya, oleh karena itu, apabila keluarga tidak memiliki sumber dana yang

cukup atau jaminan kesehatan, maka hal ini akan menjadi beban yang berat bagi

keluarga. Namun saat ini pemerintah telah menyelenggarakan program Jaminan

Kesahatan Nasional tentu akan sedikit membatu keluarga dalam biaya

pengobatan. Dari data demografi juga didapatkan bahwa sebagian besar lama sakit

anggota keluarga ≥ 1 tahun (61,5%), dimana hal ini akan sedikit meringankan

beban keluarga dimana keluarga sudah mempunyai pengalaman dan dapat

menerima segala stigma selama merawat pasien halusinasi sehingga beban yang

(37)

42

Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga

dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah tingginya beban

ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang terganggu,

gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan

keterbatasan melakukan aktivitas sosial. Selain itu juga muncul beban keluarga

karena stigma sosial terhadap penderita halusinasi tersebut, beban yang muncul

bisa berupa psikologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 keluarga (51,3%)

menyatakan setuju bahwa lama rawatan/pengobatan yang berulang membutuhkan

banyak biaya. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Ngadiran (2010) mengenai

studi fenomenologi pengalaman keluarga tentang beban dan sumber dukungan

keluarga dalam merawat klien dengan halusinasi di Cimahi dan Bandung,

menyatakan bahwa beban yang di hadapi oleh partisipan dalam merawat anggota

keluarganya dengan halusinasi adalah beban psikologi, beban finansial dan

masalah dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian diperkuat dengan

Friedman, (1998) mengemukakan bahwa beban keluarga obyektif meliputi beban

keluarga dalam pelaksanaan merawat salah satu anggota keluarga yang

mengalami halusinasi, termasuk dalam beban keluarga obyektif ini adalah beban

biaya finansial, untuk perawatan dan pengobatan, tempat tinggal, makanan, dan

transportasi. Dukungan instrumental keluarga merupakan fungsi ekonomi dan

fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap anggota keluarga

(38)

43

Gangguan jiwa dapat berdampak negatif pada keluarga. (Stuart & Laraia,

2001, dalam Suwardiman, 2011) dampak yang terjadi meliputi ; meningkatnya

konflik dan stress keluarga, saling menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk

mengerti dan menerima keluarganya yang sakit, meningkatnya emosi ketika

berkumpul dan kehilangan energi, waktu, uang untuk merawat anggota

keluarganya.

Hasil penelitian menunjukkan 36 keluarga (92,3%) menyatakan setuju

bahwa keluarga merasa sedih memiliki anggota keluarga yang mengalami

halusinasi, 32 keluarga (82,1%) menyatakan setuju keluarga merasa cemas akan

keadaan penyakit yang dialami. Hal ini diperkuat pendapat Mohr (2006) bahwa

beban subyektif yang di rasakan oleh keluarga sebagai respon terhadap anggota

keluarga yang gangguan mengalami jiwa adalah masalah rasa kehilangan, rasa

takut, merasa bersalah, rasa marah dan perasaan negatif lainnya yang dialami.

Hasil penelitian menunjukkan 36 keluarga (92,3%), keluarga menyatakan

setuju bahwa keluarga takut terjadi pengerusakan diri, orang lain, lingkungan

akibat halusinasi pasien. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ngadiran

(2010) mengenai studi fenomenologi pengalaman keluarga tentang beban dan

sumber dukungan keluarga dalam merawat klien dengan halusinasi di Cimahi dan

Bandung yang menyatakan bahwa beban psikologi yang dirasakan partisipan

selama merawat anggota keluarganya dengan perilaku halusinasi, adalah rasa

kecewa terhadap klien karena ketidak patuhan dalam minum obat, putus asa

dalam menghadapai proses penyakit klien , marah terhadap perilaku klien, rasa

(39)

44

(59,3% ) adalah perempuan. dimana beban akan lebih dirasakan dalam merawat

pasien. Komar dan Muhanti (2007) yang menemukan bahwa jenis kelamin

memiliki pengaruh yang besar terhadap beban keluarga dalam mendukung

keluarga dengan skizofrenia, dimana perempuan memiliki beban yang lebih berat

jika dibandingkan dengan laki-laki.

Perilaku klien dengan halusinasi di atas menimbulkan beban bagi

keluarganya, karena keluarga harus lebih sabar, perhatian , menyediakan waktu

yang khusus, klien tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya,

selain itu masih banyak keluarga yang merasakan beban atau kesulitan dalam

merawat anggota keluarganya dengan halusinasi, keluarga sangat membutuhkan

sumber-sumber dukungan seperti apa yang dapat mendukung keluarga tersebut

dalam merawat anggota keluarganya yang mengalamihalusinasi (Ngadiran, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan 35 keluarga (89,7% ), menyatakan setuju bahwa

keluarga bingung terhadap gangguan perilaku/bicara-bicara sendiri yang sering

dilakukan pasien. Hal ini dikarenakan mayoritas 28 keluarga (74,4%) memiliki

hubungan dengan pasien adalah anak. Hasil penelitian Sari (2009) dan Saunders

(2003) bahwa beban keluarga akan dirasakan lebih berat pada individu yang

mempunyai hubungan langsung dengan klien.

Keluarga menghadapi situasi penuh stres dan ketegangan karena memiliki

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Situasi penuh stres ini

diperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota keluarga yang

(40)

45

perilaku maladaptif dan masa depannya. Situasi-situasi tersebut menimbulkan

beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara

(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum

Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan dapat

disimpulkan bahwa Beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi di Poli

Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.

Yuluddin Away Tapaktuan yaitu sedang dengan sebagian besar responden berusia

41-50 tahun, berjenis kelamin perempuan, beragama islam, berpendidikan SMA,

suku aceh, pekerjaan keluarga sebagai petani, penghasilan keluarga

< Rp.1.900.000,-, hubungan dengan pasien adalah anak, lama sakit ≥ 1 tahun.

6.2. Saran

6.2.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Mahasiswa dan

bahan tambahan informasi dalam pembelajaran keperawatan jiwa komunitas yang

berorientasi pada pasien dan keluarga yang menderita gangguan jiwa, sehingga

informasi ini juga dapat dikembangkan dalam pemberian asuhan keperawatan

(42)

47

6.2.2. Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan

intervensi pada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang berkaitan dengan

memenimalkan beban keluarga dalam membantu proses kesembuhan klien dan

sebagai peningkatan motivasi terhadap perawat untuk melakukan kunjungan

rumah.

6.2.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi pengetahuan yang

berharga bagi peneliti dan peneliti selanjutnya, sehingga dapat menerapkan

pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai

program perawatan klien gangguan jiwa beserta keluarganya.

(43)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Halusinasi 2.1.1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien memberi 5 pendapat tentang

lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata, misalnya klien

mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara

(Kusumawati, 2010)

Halusinasi ialah suatu pengalaman pada suatu kejadian sensoris tanpa ada

input dari lingkungan sekitarnya. Mark Durrand dan David H. Barlow (2007),

mendeskripsikan halusinasi adalah suatu penghayatan kepada kejadian-kejadian

yang tidak mendasar pada kejadian eksternal (Pieter, Herri Zan, Bethsaida

Janiwarti dan Marti Saragih, 2011)

2.1.2. Jenis Halusinasi

Jenis halusinasi menurut Cancro dan Lehman dalam Videbeck (2008) yaitu

halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, taktil, kinestetik

atau gerakan. Stuart (2007) mengatakan bahwa halusinasi dapat terjadi pada salah

satu dari 5 modalitas sensosi utama penglihatan, pendengaran, bau, rasa, dan

perabaan persepsi terhadap stimulus eksternal dimana stimulus tersebut

(44)

8

sering muncul adalah halusinasi pendengaran sebanyak 69,23%, diikuti dengan

halusinasi penglihatan sebesar 8,59 %, selanjutnya halusinasi taktil sebesar

5,72%, dan sisanya halusinasi tipe lain. Maka halusinasi dapat terjadi berupa

stimuluspalsu terhadap seluruh panca indera, tetapi yang paling banyak terjadi

adalah halusinasi pendengaran(Yusnipah, 2012).

Hoeksema (2004) mengemukakan adanya bermacam-macam halusinasi,

pertama, halusinasi pendengaran, dimana orang mendengar suara-suara, musik

dan lain-lain yang sebenrnya tidak ada. Ini merupakan yang paling sering muncul

dan rata-rata lebih sering pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Halusinasi

kedua yang sering muncul adalah halusinasi penglihatan, seringkali berbarengan

dengan halusinasi pendengaran. Selanjutnya halusinasi perabaan, melibatkan

persepsi bahwa sesuatu sedang terjadi diluar tubuh seseorang. Selanjutnya

halusinasi somatis, melibatkan persepsi bahwa sesuatu sedang terjadi didalam diri

seseorang, halusinasi ini seringkali sangat hebat dan menakutkan (Wiramihardja,

2007)

2.1.3. Tanda dan Gejala

Klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi dapat memperlihatkan

berbagai manifestasi klinis yang bisa kita amati dalam perilaku mereka

sehari-hari. Menurut NANDA (2010), tanda dan gejala halusinasi meliputi: konsentrasi

kurang, selalu berubah respon dari rangsangan, kegelisahan, perubahan sensori

akut, mudah tersinggung, disorientasi waktu, tempat, dan orang, perubahan

kemampuan pemecahan masalah, perubahan pola perilaku. Bicara dan tertawa

(45)

9

tidak ada, menarik diri, mondar-mandir, dan mengganggu lingkungan juga sering

ditemui pada pasien dengan halusinasi. Individu terkadang sulit untuk berpikir

dan mengambil keputusan. Banyak dari mereka yang justru mengganggu

lingkungan karena perilakunya itu. Pasien halusinasi biasanya dibawa ke rumah

sakit dalam kondisi akut yang memperlihatkan gejala seperti bicara dan tertawa

sendiri, berteriak-teriak, keluyuran, dan tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

Hal tersebut sebenarnya dapat dicegah apabila keluarga mengetahui tanda dan

gejala awal dari halusinasi (Yusnipah, 2012).

2.1.4. Patofisiologi Halusinasi

Patofiologi halusinasi yaitu menurut Maramis (2004), halusinasi dapat

didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak

terdapat stimulus, individu merasa ada stimulus yang sebetulnya tidak ada, pasien

merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara, bisa juga berupa suara-suara

bising dan mendengung, tetapi paling sering berupa kata- kata yang tersusun

dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien

menghasilkan respon tertentu seperti bicara sendiri. Suara bisa berasal dari dalam

diri individu atau dari luar dirinya. Isi suara tersebut dapat memerintahkan sesuatu

pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri, klien merasa yakin bahwa

suara itu dari Tuhan, sahabat dan musuh (Rahmawati, 2014).

Terjadinya Halusinasi dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor

presipitasi.Menurut Dermawan dan Rusdi (2013), faktor predisposisi yang

(46)

10

halusinasi adalah faktor biologis, stress lingkungan, pemicu gejala dan sumber

koping (Rahmawati, 2014).

Menurut Stuart & Laraia (2005) dalam Suwardiman (2011), proses

halusinasi terjadi melalui empat tahapan, antara lain :

1) Tahap dirasakan oleh klien sebagai pengalaman yang memberi rasa

nyaman, dengan perilaku yang sering ditampilkan pada tahapan ini adalah

tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan

mata yang cepat, respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.

2) Tahap menyalahkan, pada tahap ini dikarakteristikan sebagai pengalaman

sensori dan isolasi diri.

3) Tahap mengontrol, perilaku yang ditampilkan pada tahap ini adalah

perintah halusinasi dituruti, sulit berhubungan dengan orang lain, dan

rentang perhatian hanya beberapa detik.

4) Tahap menguasai, perilaku yang sering dimunculkan pada tahap ini adalah

perilaku panik, perilaku mencederai diri sendiri atau orang lain, dan

potensial bunuh diri.

2.1.5. Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi

Menurut Stuart (2007), strategi merawat pasien dengan halusinasi yaitu

membina hubungan interpersonal dan saling percaya, mengkaji gejala halusinasi,

memfokuskan pada gejala dan minta pasien menjelaskan apa yang sedang terjadi,

mengkaji penggunaan alkohol atau obat terlarang, mengatakan bahwa perawat

tidak mempunyai stimulus yang sama, membantu pasien mengidentifikasikan

(47)

11

mempengaruhi aktifitas hidup sehari-hari. Keluarga merupakan faktor penting

yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan

halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit sangat

dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien

tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung

pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program

pengobatan secara optimal (Yusnipah, 2012).

Menurut Keliat, dkk (2011) tindakan keperawatan yang dapat diberikan

untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai berikut. 1) Diskusikan masalah

yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien, 2) Berikan pendidikan kesehatan

tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan

gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi,

3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat

pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien, 4) Memberikan pendidikan

kesehatan kepada keluarga tentang perawatan lanjutan pasien (Yusnipah, 2012).

Merawat pasien berarti juga harus terlibat langsung dalam program

pengobatan pasien. Peran keluarga dibutuhkan dalam mengawasi pasien minum

obat. Oleh karena itu penting bagi keluarga untuk mengetahui tentang obat dan

efek samping obat. Keluarga diharapkan mengetahui manfaat obat, jenis, dosis,

waktu, cara pemberian, dan efek samping obat. Kondisi halusinasi dalam

perawatan dan pengobatannya bisa dikontrol oleh obat (Videbeck, 2008 dalam

(48)

12

Penatalaksanaan terpentingnya adalah bagaimana pasien dengan halusinasi

tahu manfaat obat, kemudian mau minum obat dan patuh, sehingga mampu

mengikuti dan mempertahankan terapinya untuk mengontrol halusinasinya

(Suwardiman, 2011). Pemberian informasi yang Tingkat pengetahuan tepat

tentang obat pada keluarga penting untuk keberhasilan perawatan pasien

halusinasi. Faktor keluarga menempati hal vital penanganan pasien gangguan jiwa

di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah support sistem terdekat dan 24 jam

bersama-sama dengan pasien. Keluarga sangat menentukan apakah pasien akan

kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung secara optimal akan

membuat pasien mampu survive dalam kondisi apapun. Jika keluarga tidak

mampu merawat pasien maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya

lagi akan sangat sulit. Perawat dituntut harus melatih keluarga pasien agar mampu

merawat pasien gangguan jiwa di rumah (Keliat, 1996 dalam Yusnipah, 2012).

2.2. Konsep Keluarga 2.2.1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,

dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap

anggota keluarga. Secara dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga

dapat digambarkan sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar,

tinggal bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu

(49)

13

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya

dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu

membentuk homeostatis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota

keluarganya dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota

keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidaksetabilan

emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan

seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan

mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif

bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental

(Notosoedirdjo dan Latipun, 2005, dalam Kurniawan, 2014).

2.2.2. Tipe Keluarga

Dalam Suprajitno (2004), Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks

keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga

dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)adalah keluarga yang hanya terdiri dari

ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau

keduanya.

2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah

(50)

14

2.2.3. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga secara umum didefinisikan sebagai hasil akhir atau akibat

dari struktur keluarga. sedangkan fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi

kebutuhan anggota keluarga itu sendiri dan masyarakat yang lebih luas. Tujuan

terpenting yang perlu dipenuhi keluarga adalah menghasilkan anggota baru

(fungsi reproduksi) dan melatih individu tersebut menjadi bagian dari anggota

masyarakat (fungsi sosialisasi) (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011).

Fungsi keluarga menjadi suatu perhatian ketika kita akan membahas

bagaimana kebutuhan dukungan yang dipersepsikan oleh keluarga dengan beban

keluarga yang mengalami halusinasi. Adapun fungsi keluarga meliputi :

1) Fungsi afektif, kebahagiaan keluarga diukur oleh kekuatan cinta

keluarga (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011). Keluarga

harus memenuhi kebutuhan kasih sayang anggota keluarganya

karena respon kasih sayang satu anggota keluarga ke anggota

keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan terhadap

kehidupan keluarga.

2) Fungsi sosialisasi, sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang

universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan

hidup masyarakat (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011).

Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang

diberikan dalam keluarga yang ditujukan untuk mendidik klien

(51)

15

masyarakat, sehingga klien yang mengalami halusinasi merasa

diterima oleh lingkungan sosial.

3) Fungsi reproduksi, salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk

menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat, yaitu

menyediakan anggota baru untuk masyarakat (Friedman, 2010,

dalam Suwardiman, 2011).

4) Fungsi ekonomi, fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga

akan sumber daya yang cukup, ruang, dan materi serta alokasinya

yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.

Termasuk ke dalam fungsi ekonomi yaitu :

a. mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

b. pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

c. menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa

yang akan datang (pendidikan, dan jaminan hari tua).

d. Fungsi perawatan kesehatan, fungsi peningkatan status kesehatan

pada klien dengan halusinasi dipenuhi oleh keluarga yang

menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan

kesehatan, dan perlindungan terhadap munculnya bahaya. Pelayanan

dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling relevan

(52)

16

2.2.4. Tugas Keluarga

Keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan (Friedman, 2010, dalam

Nuraenah, 2012) yang meliputi :

a. kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga klien

dengan halusinasi, keluarga perlu mengetahui peneyebab tanda-tanda

klien kambuh.

b. kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan

keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan

halusinasi, menanyakan kepada orang yang lebih tahu.

c. kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan merawat

anggota keluarga dengan riwayat halusinasi.

d. kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang

berada di masyarakat.

e. Kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan.

2.2.5. Peran Keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan

langsung pada setiap keadaan sehat-sakit klien (Friedman, 1998, Ngadiran, 2010).

Umumnya mereka tidak sanggup merawatnya, setelah sebelumnya keluarga

mencoba menyelesaikan masalah dengan anggotanya yang sakit dengan

menyangkal bahwa mereka mempunyai masalah yang serius, atau melakukan

kontrol yang berlebihan atau menarik diri, sehingga klien gangguan halusinasi

biasanya dibawa ke Rumah Sakit setelah mereka lama berada di rumah (Stuart &

(53)

17

Keluarga yang menpunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat

mencegah perilaku maladaptif (pencegahan perimer), penanggulangan

perilakumaladaptif (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku

adaptif(pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan keluarga dapat

ditingkatkan secara optimal (Keliat, 1995, dalam Ngadiran, 2010). Maka peran

keluarga sangatpenting dari berbagi faktor:

1) Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan

interpersonal dengan lingkungan. Keluarga merupakan istitusi untuk

belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, perilaku (Clenent &

Buchanan 1982, dalam Keliat 1995, dalam Ngadiran, 2010). Individu

menguji perilakunya didalam keluarga dan umpan balik keluarga

mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tersebut, semua ini

merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.

2) Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan jiwa

(halusinasi) yang terjadi pada salah satu anggota dapat mempengaruhi

seluruh sistem. Sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah

satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota keluarga.

3) Berbagai pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat klien untuk hidup,

tetapihanya fasilitas yang membantu klien dan keluraga mengembangkan

kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, memanggualngi berbagi

(54)

18

4) Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa salah satu faktor penyebab

kekambuhan gangguan jiwa (halusinasi) adalah keluarga yang tidak tahu

menangani perilaku di rumah.

Ngadiran (2010), Peran keluarga dalam perawatan di rumah adalah :

1) Menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan menyenangkan sehingga

membantu memulihkan kesehatan fisik, psikologis dan sosial yang

memuaskan.

2) Mengatasi dan ikut bertanggung jawab atas terlaksananya pengobatan

lanjutan difasilitas kesehatan yang ada dan pengawasan dalam pemberian

obat di rumah.

3) Membantu pelaksanaan kegiatan sebelum dan setelah perawatan klien dan

bertanggung jawab atas kemadirian klien.

4) Menjalankan kerja sama yang baik dengan petugas kesehatan dalam

rangka partisipasi dalam proses pengobatan dan pemulihan di rumah.

5) Menciptakan hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga dan

tetangga dalam rangka pemberian pengertian kepada masyarakat terkait

tentang keadaan, perilaku dan penyakit klien sehingga bersifat positif,

suportif dan membantu meneteramkan apabila klien memperlihatkan

perilaku negatif.

6) Membantu mencari tempat kerja di masyarakat sehingga kondisi klien

yang baik tetap dapat dipertahankan dan dikembangkan.

7) Berpartisipasi secara aktif dan konstruktif dalam proses terapi keluarga.

(55)

19

perawatan halusinasi dan peroses terjadinya penyesuaian kembali klien di

rumah Oleh karena itu, peran keluarga dalam proses pemulihan, mencegah

kekambuhan dan mengontrol halusinasi di rumah sangat diperlukan.

2.2.6. Kekuatan Keluarga

Ketika ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (halusinasi)

hal tersebut akan memperburuk keadaan mental keluarga, tetapi itu

lama-kelamaan akan menjadi biasa. Bahkan pada beberapa anggota keluarga

tanpadisadari terjadi perubahan dalam komunikasi dan pada keluarga lain tanpa

disadari berkerja sama untuk memulihkan atau memperbaiki komunikasi mereka

sehingga menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya (Barry, 1998,

dalam Ngadiran, 2010). Belajar untuk mengatasi masalah yang terjadi merupakan

kekuatan keluarga untuk berusaha mengontrol mereka (Stuart & Sunden,

1995,dalam Suwardiman, 2011). Menurut Friedman (1998) dalam Ngadiran

(2010), kekuatan keluarga terdiri dari keterampilan komunikasi, kemampuan

mendengar, kemampuan anggota keluarga berdiskusi dengan masalah,

pengungkapan persepsi-persepsi tentang realitas yang sama dalam

keluarga,keinginan keluarga untuk memiliki harapan dan apresiasi, bahwa

perubahan mungkin saja terjadi, dukungan dari dalam keluarga, kemampuan

memberikan penguatan satu sama lain,kemampuan anggota keluarga menciptakan

suasana memiliki, kemampuan dalam merawat diri, kemampuan anggota keluarga

bertanggung jawab terhadap masalah-masalah kesehatan, kemampuan anggota

(56)

20

2.3. Konsep Beban Keluarga 2.3.1. Pengertian Beban Keluarga

Beban keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga sebagai efek

dari kondisi anggota keluarganya. Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya

stres emosianal dan ekonomi keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga

sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya (Fontaine, 2009, dalam Nuraenah,

2012).

Kondisi klien dengan halusinasi tersebut dapat menimbulkan efek

psikologis bagi keluarganya. Keluarga sering merasa malu dan marah terhadap

tingkah laku klien (misalnya, tertawa – tawa sendiri, berperilaku aneh), dan tidak

tahu apa yang harus dilakukan. Klien yang menderita seumur hidup menjadi

beban bagi keluarga. Masalah yang sering dihadapi keluarga adalah klien susah

jodoh, diasingkan oleh lingkungan dan sumber dana yang diperlukan.

Masalah yang dihadapi keluarga tidak dapat dihindarkan, karena klien

dengan skizofrenia dengan halusinasi kronis memerlukan pembiayaan yang tidak

sedikit (Walton &Moss, 2005, dalam Ngadiran, 2010).

Pada keluarga dengan gangguan jiwa, stressor yang dihadapi berbeda

dengan keluarga dengan dengan masalah kesehatan lain. Selain berkaitan dengan

biaya yang dikeluarkan untuk perawatan, ketidakmampuan klien dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari juga pada stigma masyarakat pada klien gangguan jiwa.

Stressor yang dialami oleh keluarga dengan gangguan jiwa sering dikenal dengan

(57)

21

Gangguan jiwa dapat berdampak negatif pada keluarga. (Stuart & Laraia,

2001, dalam Suwardiman, 2011) dampak yang terjadi meliputi ; meningkatnya

konflik dan stress keluarga, saling menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk

mengerti dan menerima keluarganya yang sakit, meningkatnya emosi ketika

berkumpul dan kehilangan energi, waktu, uang untuk merawat anggota

keluarganya.

2.3.2. Pembagian Beban Keluarga

Pembagian beban keluarga juga disampaikan oleh Mohr (2006) dalam

Ngadiran (2010) yaitu bahwa beban keluarga terbagi atas tiga jenis :

1) Beban Obyektif

Beban obyektif adalah masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan

perawatan klien, yang meliputi; tempat tinggal, makanan, transportasi,

pengobatan, keuangan, intervensi krisis. Keluarga memerlukan biaya untuk klien

di rumah sakit, mengantarkannya berobat. Hal ini akan semakin meningkat jika

berlangsung lama.

2) Beban Subyektif

Beban subyektif adalah masalah yang berhubungan dengan kehilangan,

takut, merasa bersalah, marah dan perasaan negatif lainnya yang dialami oleh

keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga yang gangguan jiwa. Perasaan

kehilangan timbul karena menganggap bahwa masa depan keluarga dan klien

seolah telah berakhir (Mohr, 2006, dalam Ngadiran, 2010). Perasaan takut,

(58)

22

sendiri, marah terhadap keluarga, bahkan terhadap Tuhan (Mohr, 2006, dalam

Ngadiran, 2010)

3) Beban Iatrogenik

Beban yang tidak kalah pentingnya adalah beban iatrogenik yaitu beban

yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang

tidak mengetahui teori keluarga. Beban iatrogenik itu meliputi tentang pelayanan

yang di berikan oleh tenaga kesehatan : dokter, perawat, farmasi, gizi , pelayanan

dari tenaga penunjang lainya: sosial worker, analasis, administrasi, informasi .Hal

ini mengakibatkan proses pengobatan dan pemulihan tidak berjalan sesuai yang di

harapkan.

Sedangkan menurut WHO (2008) dalam Suwardiman (2011),

mengkategorikan beban keluarga dengan klien halusinasi dibagi kedalam dua

jenis yaitu:

1. Beban obyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan masalah dan

pengalaman anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktivitas

kerja, kesulitan finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik

anggota keluarga.

2. Beban subyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan reaksi

psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan,

kecemasan dan malu dalam situasi sosial, koping, stress terhadap

gangguan perilaku dan frustasi yang disebabkan karena perubahan

(59)

23

2.3.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi beban keluarga

Faktor-Faktor yang mempengaruhi beban keluarga penderita skizofrenia

merupakan beban bagi keluarga. Beban keluarga ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi beban keluarga antara lain:

1) Perjalanan penyakit

Penderita skizofrenia sering mangalami ketidakmampuan seperti merawat

diri, berinteraksi sosial, sehingga sangat bergantung kepada keluarga yang akan

menjadi beban baik subyektif maupun obyektif (Kaplan & Sadock, 2000 dalam

Nuraenah, 2012). Siregar, Arijanto dan Wati (2008) dalam Nuraenah (2012)

menemukan bahwa gejala positif dan negatif klien skizofrenia berperan dalam

beratnya beban caregiver, semakin tinggi skor sindrom positif dan negatif

skizofrenia maka semakin berat beban yang dirasakan.

2) Stigma

Pada kehidupan masyarakat, skizofrenia masih dianggap sebagai penyakit

yang memalukan dan merupakan aib bagi keluarga, dan sering dianggap sebagai

ancaman yang mengganggu keamanan sekitarnya. Keadaan ini menyebabkan

keluarga dikucilkan dan mengalami isolasi sosial dari masyarakat. Hal ini menjadi

beban bagi keluarga baik beban subyektif maupun beban obyektif. Menurut Sane

Research (2009) dalam Nuraenah (2012), stigma adalah suatu usaha untuk label

tertentu sebagai kelompok yang kurang patut dihormati dari pada yang lain.

Stigma masih tersebar luas di Australia. Australia menghabiskan sekitar 8% dari

(60)

24

adalah 12% atau lebih, kekurangan ini memiliki efek drastis pada kapasitas

layanan. Keadaan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan di Australia. Orang

yang mengalami gangguan jiwa diperlakukan dengan cara yang tidak pantas.

Kalau kita melihat pelayanan kesehatan di Indonesia, bahwa bangsal-bangsal yang

ada di rumah sakitumum banyak yang belum ada bangsal jiwanya hal ini

menunjukkan bukan hanya masyarakat awam saja yang melakukan diskriminatif,

tetapi para profesionalpun secara tidak sadar melakukan stigmatisasi terhadap

penderita gangguan jiwa. Menurut Hawari (2009) dalam Nuraenah (2012), stigma

merupakan sikap keluarga dan masyarakat yang menggangap bahwa bila salah

seorang anggota keluarga menderita skizofrenia merupakan aib bagi anggota

keluarganya. Selama bertahun-tahun banyak bentuk diskriminasi di dalam

masyarakat. Penyakit mental masih menganggap kesalahpahaman, prasangka,

kebingungan, ketakutan di tengah-tengah masyarakat.

3) Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan khususnya kesehatan mental merupakan sarana yang

penting dalam melakukan perawatan terhadap skizofren. Kemudahan keluarga

untuk membawa klien kepelayanan kesehatan akan mengurangi beban keluarga

dalam merawat, begitu juga sebaliknya, jika pelayanan kesehatan khususnya

mental tidak tersedia atau sulit dijangkau akan menyebabkan keadaan klien lebih

buruk yang akan menjadi beban bagi keluarga yang merawat (Thonicraft &

(61)

25

4) Pengetahuan terhadap penyakit

Pengetahuan keluarga tentang skizofrenia dan cara perawatannya sangat

mempengaruhi proses fikir keluarga.

5) Ekspresi emosi

Ekspresi emosi adalah keadaan individu yang terbuka dan sadarakan

perasaannya dan dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal (Keliat,

2000, dalam Nuraenah, 2012). Beberapa penelitian menemukan bahwa ekspresi

emosi keluarga yang tinggi rata-rata memiliki beban yang tinggi jika

dibandingkan dengan keluarga yang memiliki ekspresi emosi yang rendah.

Angiananda (2006) dalam Nuraenah (2012), menemukan bahwa emosi keluarga

berkaitan dengan pengetahuan menyebabkan emosi tinggi karena merasa

terbebani dengan perilaku klien. Tingginya angka kekambuhan tersebutkan

meningkatkan ketidakmampuan penderita yang menyebabkan beban bagi

keluarga.

6) Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam

penilaian beban keluarga. Perawatan klien skizofrenia membutuhkan waktu yang

lama sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Penelitian Gururaj, Bada, Reddy

dan Chandrashkar (2008) menemukan bahwa dari enam dimensi beban keluarga

dengan skizofrenia, skor finansial memiliki rata-rata yang paling tinggi. Oleh

karena itu, apabila keluarga tidak memiliki sumber dana yang cukup atau jaminan

(62)

26

2.3.4. Beban Keluarga Merawat Pasien Halusinasi.

Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga

dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah tingginya beban

ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang terganggu,

gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-haridan keterbatasan

melakukan aktivitas sosial. Selain itu juga muncul beban keluarga karena stigma

social terhadap penderita halusinasi tersebut, beban yang muncul bisa berupa

psikologis.

Prilaku halusinasi adalah akibat kesalahan persepsi sensori dari kelima

pancaindra, penyimpangan prilaku klien sangat bervariasi tergantung dari tingkat

terjadinya halusinasi. Penimpangan prilaku yang terjadi meliputi; terseyum lebar,

menggerakkan bibir tanpa membuat suara, perhatian menyempit, kesulitan

berhubungan dengan orang lain, tampak cemas, tidak mampu mengikuti perintah,

prilaku klien seperti di hantui teror, potensi kuat untuk bunuh diri atau membunuh

orang lain, menarik diri, tidak bisa pada lebih dari satu orang.

Prilaku klien dengan halusinasi di atas menimbulkan beban bagi

keluarganya, karena keluarga harus lebih sabar, perhatian, menyediakan waktu

yang khusus, klien tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya,

selain itu masih banyak keluarga yang merasakan beban atau kesulitan dalam

merawat anggota keluarganya dengan halusinasi, keluarga sangat membutuhkan

sumber-sumber dukungan seperti apa yang dapat mendukung keluarga tersebut

dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami halusinasi (Ngadiran,

(63)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini

cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan

seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran,

masalah dalam pernikahan, krisis ekonomi, tekanan dalam pekerjaan dan

deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah

penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta. Dari 150 juta populasi

orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada

1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari

jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan

untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat

mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya

kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari penduduk Indonesia

mengalami gangguan jiwa (Rabba, Dahrianis dan Rauf, 2014).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan

stimulus yang sebenarnya tidak ada. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan

Gambar

Tabel  3.1. Defenisi Operasional
Tabel 5.1  Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah       dr
Tabel 5.2. Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa  Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah                dr

Referensi

Dokumen terkait

· Pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat dimulai dengan menyusun data mentah ke dalam urutan yang sistematis ( dari nilai terkecil ke nilai yang lebih besar atau

Pertukaran informasi dalam internal perusahaan selama ini banyak mengalami kendala, akibat adanya sumber data yang berbeda pada obyek yang sama, penginputan berulang ulang

Penulisan Ilmiah ini berisi tentang pembuatan website Objek Wisata Pergunungan Daerah Jawa Barat, dengan menggunakan macromedia dreamweaver mx dan macromedia flash mx. Pembuatan

13 Pada waktu di Hudaibiyah Rasulullah menerima ajakan damai dari kaum Kafir Quraisy.Ini membuktikan bahwa Rasulullah adalah seorang yang ....

Dalam Penulisan Ilmiah ini bertujuan untuk membuat website Madrasah Tsanawiyah Al Hamidiyah yang dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi masyarakat yang ingin

* Siswa dapat membetulkan penulisan percakapan yang kurang tepat 31 * Siswa dapat melengkapi percakapan yang rumpang dengan kalimat.

PHP memberikan kemudahan bagi perancang situs web untuk dapat mengembangkan dan membuat tampilan halaman informasi yang baik

Kepala Sekolah Dasar Negeri Mekarmukti 1 Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut, dengan ini mengundang Bapak/Ibu/Sdr/i Guru dan penjaga sekolah untuk mengikuti Rapat