PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG
DIBERI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN DISCOVERY LEARNING
DI SMP AL – HIDAYAH MEDAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
ROSMITA SARI SIREGAR NIM : 8146171078
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
ROSMITA SARI SIREGAR. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Antara Siswa Yang Diberi Model Problem Based Learning dan Discovery Learning Di SMP Al- Hidayah Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan : (1) peningkatan kemampuan komunikasi antara siswa yang diberi model problem based learning dan discovery learning. (2) peningkatan disposisi matematis antara siswa yang diberi model problem based learning dan discovery learning, (3) Interaksi antara kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) siswa dengan pembelajaran (model problem based learning dan discovery learning) terhadap kemampuan komunikasi matematis, (4) Interaksi antara kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) siswa dengan pembelajaran (model problem
based learning dan discovery learning) terhadap disposisi matematis siswa, (5) pola jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada
ABSTRACT
ROSMITA SARI SIREGAR. The differences in Enhancement of Ability in Mathematics Communication between Students Given Problem-based Learning and Discovery Learning AtSMP AL-Hidayah Medan. Thesis. Medan: Mathematics Education Study Program Postgraduate School of University of Medan, 2016.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul
“PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN
DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL
PROBLEM BASED LEARNING DENGAN DISCOVERY LEARNING DI SMP AL – HIDAYAH MEDAN” dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam
rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika di Program Pascasarjana Universitas
Negeri Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika Pascasarjana Unimed yang telah memberikan
kesempatan melakukan penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
3. Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si selaku Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Edy Syahputra, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd
dan Bapak Prof. Dr. Martua Manullang, M.Pd selaku Narasumber yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini
iv
5. Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si sebagai staf Prodi Pendidikan
Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam
administrasi perkuliahan di Unimed
6. Direktur Program Pascasarjana UNIMED, Asisten Direktur I Program
Pascasarjana UNIMED, Asisten Direktur II Program Pascasarjana UNIMED
dan para staf pegawai Program Pascasarjana UNIMED yang telah
memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama pendidikan di
Universitas Negeri Medan
7. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana UNIMED.
8. Ibu Dra. Ainul Himmah Matondang. selaku Kepala Sekolah SMP
AL-Hidayah Medan beserta seluruh dewan guru yang telah memberikan
kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Teristimewa Ayahanda Tercinta Alm. Syahnan Siregar dan Ibunda Hasmarida
Harahap serta abangda Brigadir Haslauddin Siregar dan Hadi Irawan Saleh
Siregar. Adik-adikku tersayang Dewi Purnama Sari Siregar, S.Psi dan
Muhammad Imam Siregar yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.
10. Teman-teman seperjuangan di Dikmat A-2 2014 dan terkhusus buat
teman-teman yang selalu berdiskusi bersama-sama yaitu: Yuyun Sari Siregar,
Nurhayati Lubis, Tradina Fitriani Abriani dan semua pihak yang telah
membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan menyelesaikan tesis ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta
v
bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan
kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Juni 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR GAMBAR ...xii
DAFTAR LAMPIRAN ...xiv
BAB I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 15
1.3 Batasan Masalah ... 16
1.4 Rumusan masalah ...17
1.5 Tujuan Penelitian ... 17
1.6 Manfaat Penelitian ...18
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Matematika ...19
2.2 Hakikat Pembelajaran Matematika ... 21
2.3 Komunikasi Matematis ... 26
2.4 Disposisi Matematis ...33
2.5 Model Problem Based Learning ... 35
2.6 Model Discovery Learning ... 44
2.7 Perbedaan Pedagogik Problem Based Learning dengan Discovery Learning ...52
2.8 Teori Belajar yang Mendukung ...54
2.9 Penelitian yang Relevan ...56
2.10 Kerangka Konseptual ...58
2.11 Hipotesis Penelitian ...66
vii
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian...70
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 70
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...71
3.4 Variabel Penelitian ... 71
3.5 Desain Penelitian ... 72
3.6 Prosedur Penelitian ... 74
3.7 Teknik Pengumpulan Data ...76
3.8 Uji Coba Instrumen ... 85
3.9 Teknik Analisis Data...102
3.10 Defenisi Operasional ...116
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 119
4.1.2 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis ... 124
4.1.3 Deskripsi Disposisi Matematis ... 141
4.1.4 Uji Hipotesis ... 156
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian 4.2.1 Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa... 199
4.2.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ...204
4.2.3 Peningkatan Kemampuan Disposisi Matematis ...207
4.2.4 Interaksi Antara Model Pembelejaran dengan Kemampuan Awal Matematis Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan komunikasi Matematis Siswa ... 205
4.2.5 Interaksi Antara Model Pembelejaran dengan Kemampuan Awal Matematis Siswa Terhadap Peningkatan Disposisi Matematis Siswa ... 206
4.2.6 Proses Jawaban Matematika Siswa ... 207
viii
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...212
5.2 Saran ...214
ix
[image:14.595.66.539.113.735.2]DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Sintaks Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) ... 40
2.2 Perbedaan modelProblem Based Learning dan Discovery Learning ... 52
3.1 Desain Penelitian ... 73
3.2 Tabel Weiner Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol ... 73
3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM ... 79
3.4 Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematis ... 79
3.5 Tabel Penyekoran Kemampuan Tes Komunikasi Matematis ... 80
3.6 Kisi-kisi Instrumen Skala Disposisi Matematis ... 82
3.7 Deskripsi Indikator Pengembangan Angket Disposisi Matematis ... 83
3.8 Rangkuman hasil Validasi Perangkat Pembelejaran ... 86
3.9 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi (Pretes) ... 88
3.10 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi (Postes) ... 88
3.11 Hasil validasi Skala Disposisi Setiap butir Pernyataan... 89
3.12 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy ... 93
3.13 Interpretasi Koefisien Reabilitas ... 94
3.14 Interpretasi Daya Pembeda ... 95
3.15 Interpretasi Indeks Kesukaran ... 95
3.16 Karakteristik dari Tes kemampuan Awal Matematika ... 96
3.17 Karakteristik dari Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 98
3.18 Karakteristik dari Postes Kemampuan Komunikasi Matematis... 99
3.19 Karakteristik dari Disposisi Matematis ... 100
3.20 Interpretasi Skor Kemampuan Komunikasi ... 102
3.21 Interpretasi Skor Disposisi ... 103
3.22 Interpretasi N-Gain... 103
3.23Rancangan Analisis Data Dengan ANAKOVA ... 105
3.24Rancangan Analisis Data Dengan ANAVA ... 114
3.25Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik ... 115
x
4.1 Deskripsi Kemampuan Matematis Siswa Tiap Sampel Berdasarkan
Pembelajaran ... 119
4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika ... 121
4.3 Hasil Uji Hipotesis dari Normalitas Kemampuan Awal Matematika ... 122
4.4 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kemampuan Awal Matematika ... 123
4.5 Sebaran Sampel Penelitian ... 124
4.6 Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 125
4.7 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis... 127
4.8 Hasil Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 128
4.9 Data Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 130
4.10 Hasil Uji Normalitas Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 131
4.11 Hasil Uji Homogenitas Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 133
4.12 DeskripsiN-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 135
4.13 Data Peningkatan Komunikasi Matematis untuk Setiap Indikator ... 138
4.14 Hasil Uji Normalitas N-Gain Komunikasi Matematis ... 140
4.15 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Komunikasi Matematis ... 141
4.16 Deskripsi Pretes Disposisi Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... 142
4.17Hasil Perhitungan Uji Normalitas PretesDisposisi Matematis ... 144
4.18Hasil PerhitunganUji Homogenitas PretesDisposisi Matematis ... 145
4.19 Deskripsi Postes Disposisi Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... 145
4.20 Hasil Perhitungan Uji Normalitas PostesDisposisi Matematis ... 147
4.21 Hasil PerhitunganUji Homogenitas PostesDisposisi Matematis ... 148
4.22 Deskripsi N-Gain Disposisi Matematis ... 150
4.23 Data Peningkatan Disposisi Matematis untuk Setiap Indikator ... 152
4.24 Hasil Uji Normalitas N-Gain Disposisi Matematis ... 154
4.25 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Disposisi Matematis ... 155
4.26 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas eksperimen PBL ... 158
4.27 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas eksperimen PBL (SPSS 17) ... 159
xi
Komunikasi Matematis Kelas eksperimen PBL (SPSS) ... 159
4.29Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelas eksperimen DL ... 160
4.30 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelas eksperimen DL (SPSS 17) ... 160
4.31 Koefisien Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas eksperimen DL (SPSS 17) ... 161
4.32 Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Disposisi Matematis Kelas
Eksperimen DL` ... 162
4.33Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelas eksperimen DL (SPSS 17) ... 163
4.34 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematis ... 165
4.35 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematis (SPSS) ... 166
4.36 Koefisien Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Mosel Regresi
Komunikasi Matematis Kesejajaran (SPSS17) ... 166
4.37 Analisis Kovarians Kemampuan Komunikasi Matematis Untuk
Kesejajaran Model Regresi... 167
4.38 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Komunikasi
Matematis ... 168
4.39Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Komunikasi
Matematis (SPSS) ... 169
4.40 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan
Komunikasi Matematis ... 170
4.41 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Disposisi Matematis Kelas
Eksperimen PBL ... 172
4.42 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Disposisi Matematis Matematis
Kelas eksperimen PBL (SPSS 17) ... 173
4.43 Koefisien Analisis Varians Untuk Uji Independensi Disposisi Matematis
xii
4.44 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Disposisi Matematis Kelas
Eksperimen DL ... 174
4.45 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Disposisi Matematis Kelas eksperimen DL (SPSS 17) ... 174
4.46 Koefisien Analisis Varians Untuk Uji Independensi Disposisi Matematis Kelas eksperimen DL (SPSS 17) ... 175
4.47 Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Disposisi Matematis Kelas Eksperimen PBL ... 175
4.48 Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Disposisi Matematis Kelas Eksperimen DL ... 177
4.49 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi Disposisi Matematis ... 179
4.50 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi Matematis (SPSS 17)... 179
4.51 Koefisien Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Mosel Regresi Disposisi Matematis Kesejajaran (SPSS17) ... 179
4.52 Analisis Kovarians Kemampuan Disposisi Matematis Untuk Kesejajaran Model Regresi ... 180
4.53 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Komunikasi Matematis ... 181
4.54 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Disposisi Matematis Matematis (SPSS) ... 182
4.55 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Disposisi Matematis ... 183
4.56 Hasil Uji Anava Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM ... 184
4.57 Hasil Uji Anava Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM ... 187
xii
[image:18.595.70.542.105.738.2]DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1 Proses Penyelesaian Masalah ... 6
3.1 Prosedur Peneltian ... 76
4.1 Histogram Hasil KAM Siswa ... 120
4.2 Normal Q-Q Plot of KAM untuk Kelas Eksperimen PBL ... 121
4.3 Normal Q-Q Plot of KAM untuk Kelas Eksperimen DL... 121
4.4 Skor Rata-rata Pretes Kelas Eksperimen PBL dan Kelas DL ... 125
4.5 Skor Rata-rata Pretes Kelas Eksperimen PBL dan Kelas DL ... 130
4.6 Diagram Rerata N-Gain Komunikasi Matematis Untuk Kategori KAM ... 136
4.7 Diagram Rerata N-Gain Komunikasi Matematis Berdasarkan Peningkatan Masing-masing Indikator ... 138
4.8 Skor Rata –rata Pretes Disposisi Matematis Kelas Ekperimen PBL dan Kelas Eskperimen DL ... 142
4.9 Skor Rata –rata Postes Disposisi Matematis Kelas Ekperimen PBL dan Kelas Eksperimen DL ... 146
4.10 Diagram Rerata N-Gain Disposisi Matematis Untuk Kategori KAM ... 150
4.11 Diagram Rerata N-GainDisposisi Matematis Berdasarkan Peningkatan Masing-masing Indikator ... 152
4.12 Grafik Linearitas Uji Awal (pretest) dengan Uji Akhir (postest) Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen PBL... 163
4.13 Grafik Linearitas Uji Awal (pretest) dengan Uji Akhir (postest) Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen DL ... 164
4.14 Grafik Linearitas Uji Awal (pretest) dengan Uji Akhir (postest) Kemampuan Disposisi Matematis Kelas Eksperimen PBL ... 176
4.15 Grafik Linearitas Uji Awal (pretest) dengan Uji Akhir (postest) Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen DL ... 178
xiii
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa ... 186
4.17 Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan KAM terhadap
Peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa ... 189
4.18 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 1 Pada
Kelas Eksperimen PBL ... 192
4.19 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 1 Pada
Kelas Eksperimen DL ... 192
4.20 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 2 Pada kelas
Eksperimen PBL ... 193
4.21 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 2 Pada
Kelas Eksperimen DL ... 194
4.22 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 3 Pada
Kelas Eksperimen PBL ... 195
4.23 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 3 Pada
Kelas Eksperimen DL ... 195
4.24 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 4 Pada
Kelas Eksperimen PBL ... 197
4.25 Proses Penyelesaian Jawaban Jawaban matematika Siswa Butir 4 Pada
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Problem Based Learning
Pertemuan Pertama ... 220
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Problem Based Learning Pertemuan Kedua ... 229
A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Discovery Learning Pertemuan Pertama ... 238
A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Discovery Learning Pertemuan Kedua ... 244
A.5 Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Problem Based Learning Pertemuan Pertama ... 251
A.6 Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Problem Based Learning Pertemuan Kedua ... 255
A.7 Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Discovery LearningPertemuan Pertama ... 260
A.8 Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Discovery LearningPertemuan Kedua ... 265
LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN B.1 Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM ) ... 269
B.2 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM)... 273
B.3 Kisi-Kisi Instrumen Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 276
B.4 Kisi-Kisi Instrumen Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 277
B.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 278
B.6 Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 279
B.7 Postes Kemampuan Komunikasi Matematis………... 282
B.8 Alternatif Kunci Jawaban Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 285
xv
B.9 Alternatif Kunci Jawaban Postes Kemampuan Komunikasi
Matematis ... 289
B.10 Kisi-kisi Instrumen Skala Disposisi Matematis ... 295
B.11 Skala Disposisi Matematis ... 296
LAMPIRAN C JADWAL PENELITIAN C.1 Jadwal Penelitian ... 299
LAMPIRAN D HASIL VALIDASI DAN UJI COBA D.1 Daftar Nama Validator ... 300
D,2 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Problem Based Leaning ... 301
D.3 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Discovery Leaning……….. 303
D.4 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Pembelajaran Problem Based Leaning ... 305
D.5 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Pembelajaran Discovery Leaning ... 306
D.6 Hasil Validasi Lembar Observasi terhadap kegiatan pembelajaran Problem Based Learning ... 307
D.7 Hasil Validasi Lembar Observasi terhadap kegiatan Pembelajaran Discovery Learning ... 308
D.8 Hasil Validasi TesPretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 310
D.9 Hasil Validasi TesPostes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 311
D.10 Hasil Validasi Skala Disposisi ... 312
D.11 Hasil Uji Coba Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Aktivitas Siswa dan Lembar Observasi Kegiatan ... 315
D.12 Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) dengan Menggunakan Microsoft Excel 2007 ... 316
xvi
D.14 Validitas, Reliabilitas, Tingkat kesukaran dan Daya Beda
Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 329 D.15 Validitas dan Reliabilitas Tes PretesKemampuan Komunikasi
Matematis dengan Menggunakan SPSS 17 ... 332 D.16 Validitas, Reliabilitas, Tingkat kesukaran dan Daya Beda
Postes Kemampuan Komunikasi Matematis dengan Menggunakan
Microsoft Excel 2007 ... 335 D.17 Validitas dan Reliabilitas Tes Postes Kemampuan Komunikasi
Matematis dengan Menggunakan SPSS 17 ... 338 D.18Hasil Uji Coba Skala Disposisi Matematis dengan dengan
Menggunakan Microsoft Excel 2007 ... 340 D.19 Validitas dan Reliabilitas Skala Disposisi Matematis dengan
Menggunakan SPSS 17 ... 344
LAMPIRAN E DATA HASIL PENELITIAN
E.1 Rerata Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol dengan menggunakan Microsoft Excel 2007...364 E.2 Rerata, Uji Normalitas dan Homogenitas Nilai Kemampuan
Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Dengan Software SPSS17...367 E.3 Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis
Dikelas Eksperimen PBL………... 370
E.4 Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis
Dikelas Eksperimen DL………... 372
E.5 Deskripsi Hasil Postest Kemampuan Komunikasi Matematis
Dikelas Eksperimen PBL………374
E.6 Deskripsi Hasil Postest Kemampuan Komunikasi Matematis
Dikelas Eksperimen DL….………. 376
E.7 Deskripsi Hasil Pertemuan Awal Skala Disposisi Matematis
Dikelas Eksperimen PBL……….... 378
xvii
Dikelas Eksperimen DL………...…382
E.9 Deskripsi Hasil Pertemuan Akhir Skala Disposisi Matematis
Dikelas Eksperimen PBL……….. 386
E.10 Deskripsi Hasil Pertemuan Akhir Skala Disposisi Matematis
Dikelas Eksperimen DL……… 390
E.11 Perhitungan Normalitas dan Homogenitas Pretest Kemampuan
Komunikasi Matematis Dikelas Eksperimen PBL dan Eksperimen DL
dengan Menggunakan SPSS 17 ... 394 E.12 Perhitungan Normalitas dan Homogenitas Postes Kemampuan
Komunikasi Matematis Dikelas Eksperimen PBL dan eksperimen DL
dengan Menggunakan SPSS 17 ... 400
E.13 Perhitungan Normalitas dan Homogenitas Pertemuan Awal Skala
Disposisi Matematis Dikelas Eksperimen PBL dan Eksperimen DL dengan
Menggunakan SPSS 17 ... 402
E.14 Perhitungan Normalitas dan Homogenitas Pertemuan Akhir Skala
Disposisi Matematis Dikelas Eksperimen PBL dan Eksperimen DL dengan
Menggunakan SPSS 17 ... ………... 405 E.15 N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis di Kelas Eksperimen
PBL dengan Menggunakan Microscoft Excel………... 408 E.16 Perhitungan Normalitas Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis
Dikelas Eksperimen DL dengan Menggunakan SPSS 17……… 409 E.17 N-Gain Disposisi Matematis di Kelas Eksperimen PBL dengan
Menggunakan Microscoft Excel……….. 410 E.18 N-Gain Disposisi Matematis di Kelas Eksperimen DL dengan
Menggunakan Microscoft Excel……….. 411 E.19 Perhitungan Normalitas dan Homogenitas N-Gain
Komunikasi Matematis ………... 412
E.20 Perhitungan Normalitas dan Homogenitas N-Gain
xviii
E.21 Perhitungan Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematis
Dikelas Eksperimen PBL………416
E.22 Perhitungan Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematis
Dikelas Eksperimen DL………..418
E.23 Perhitungan Uji Independensi Disposisi Matematis Dikelas
Eksperimen PBL……….. 420
E.24 Perhitungan Uji Independensi Disposisi Matematis Dikelas
Eksperimen DL………422
E.25 Perhitungan Uji Linearitas Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematis Dikelas Eksperimen PBL…….……….424
E.26 Perhitungan Uji Linearitas Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematis Dikelas Eksperimen DL………...………. 426
E.27 Perhitungan Uji Linearitas Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematis Dikelas Eksperimen PBL……….…. 428
E.28 Perhitungan Uji Linearitas Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematis Dikelas Eksperimen DL……… 430
E.29 Perhitungan Uji Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Kelas Eksperimen PBL dan Kelas Eksperimen DL……. 432
E.30 Perhitungan Uji Kesamaan Dua Model Regresi Disposisi Matematis
Kelas Eksperimen PBL dan Kelas Eksperimen DL……… 434
E.31 Uji Kesejajaran Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi Kelas
Eksperimen PBL dan Kelas Eksperimen DL……….. 436
E.32 Uji Kesejajaran Dua Model Regresi Disposisi Matematis
Kelas Eksperimen PBL dan Kelas Eksperimen DL……… 439
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan sumber daya
manusia (SDM) yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong
memaksimalkan potensi siswa sebagai calon sumber daya manusia yang handal
untuk masa yang akan datang dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam
menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Sesuai
dengan maksud Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
(2003 : Pasal 3) menyebutkan bahwa ”pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Salah satu lembaga / jenjang pendidikan formal yang bertanggung jawab
untuk mewujudkan fungsi pendidikan adalah jenjang pendidikan dasar (SD/MI),
jenjang pendidikan menengah (SMP/MTs), jenjang pendidikan atas (SMA/MA)
dan Perguruan Tinggi”.
Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah harus mempunyai tujuan,
sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa menuju pada apa
yang ingin dicapai. ” Dalam pendidikan, hasil akhir (output) yang ingin dicapai
adalah potensi siswa setelah dikembangkan dalam proses pengajaran (final
2
pendidikan merupakan komitmen untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Dalam pendidikan banyak sekali ilmu yang digali untuk meniningkatkan kualitas
sumber daya manusia, salah satunya adalah ilmu matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentang standar isi)
telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama.
Cornelius dalam ( Abdurrahman, 2003 : 253) mengemukakan lima alasan
perlunya belajar matematika, karena matematika merupakan : (1) sarana berpikir
yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari
hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman,
(4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan
kesadaran terhadap perkembangan budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Cockroft juga mengatakan matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:
(1) selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan
matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan
jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5)
meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan
3
Kutipan diatas mengatakan bahwa matematika itu dapat digunakan sebagai sarana
untuk memecahkan masalah dalam berbagai segi kehidupan.
Namun matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan
pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Hal
ini yang menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan
dijauhi siswa. Sehingga tidak heran kalau banyak siswa yang tidak senang
terhadap matematika karena disebabkan oleh sulitnya memahami mata pelajaran
matematika. Salah satu indikasi yang menunjukkan adanya kesulitan dalam
mempelajari matematika antara lain terlihat dari hasil pembelajaran matematika
Indonesia, hasil survei internasional mengenai prestasi hasil belajar siswa
Indonesia dapat dilihat dari hasil tes PISA (Programme for International Student
Assesment). Menurut OECD ( dalam Ahmad, 2014 : 2) hasil studi PISA 2006 menyatakan bahwa Indonesia berada diperingkat ke-50 dari 57 negara peserta
dengan skor rata-rata 391. Hasil studi PISA 2009, Indonesia berada diperingkat
ke-61 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 371 dan Hasil terakhir studi
PISA 2012, Indonesia berada diperingkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan
skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional setiap tahunnya 500.
Dari hasil studi PISA diatas menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa
di Indonesia di Indonesia masih rendah dan bahkan prestasi siswa di Indonesia
dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Siswa masih belum memiliki
kemampuan dalam matematika khususnya kemampuan komunikasi dan siswa
belum rutin atau terbiasa mengerjakan soal-soal yang dituntut untuk berpikir
4
Bertolak belakang dengan fenomena pembelajaran matematika saat ini
yang masih bersifat teacher center dan siswa kurang diberi kesempatan untuk
mengembangkan keterampilan berpikir, padahal seharusnya institusi pendidikan
memiliki peran dan tanggung jawab untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan-kemampuan yang berguna bagi kehidupan mereka. Namun demikian,
peran dan tanggung jawab tersebut tampaknya belum dilakukan secara optimal.
Pugalee (dalam Ramadhani, 2014 : 3) mengatakan “siswa perlu dibiasakan dalam
pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta
memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa
yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna”. Oleh karena itu, guru harus
berusaha mendorong siswa agar memiliki kemampuan komunikasi matematis.
Saat seorang siswa memperoleh informasi berupa konsep matematika yang
diberikan guru maupun yang diperoleh dari bacaan, maka saat itu terjadi
transformasi informasi matematika dari sumber kepada siswa tersebut. Siswa akan
memberikan respon berdasarkan interpretasinya terhadap informasi tersebut.
Namun, karena karakteristik matematika yang sarat dengan istilah dan simbol,
maka tidak jarang ada siswa yang mampu memahaminya dengan baik tetapi tidak
mengerti apa maksud dari informasi tersebut. Oleh karenanya, kemampuan
komunikasi matematis perlu dikembangkan dalam diri siswa.
Baroody (dalam Tandaliling, 2011: 917) menyebutkan sedikitnya ada
dua alasan penting mengapa komunikasi matematika perlu ditumbuh kembangkan
dikalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak
hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan
5
sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara
jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya
sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai
wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Dengan
demikian, komunikasi matematik baik sebagai aktifitas sosial (talking) maupun
sebagai alat berpikir (writing) merupakan kemampuan yang mendapat
rekomendasi oleh para pakar agar terus ditumbuhkembangkan dan ditingkatkan di
kalangan siswa peningkatan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan
matematika adalah satu dari tujuan utama pergerakan reformasi matematika.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran
matematika di Indonesia dalam aspek komunikasi matematis masih rendah
terlihat dari hasil observasi seorang siswa sekolah menengah pertama kelas VII
dalam menjawab soal mengenai materi segi empat. Berikut ini soal yang
diberikan dan solusi diberikan oleh siswa tersebut:
Masalah 2 K L
Jika keliling persegi panjang KLMN 86 cm,
hitunglah :
a. panjang dan lebar
2x +1
2x Masalah 1
Sebuah kebun mangga berbentuk persegi dengan ukuran sisi-sisinya 11 meter. Di sekeliling
kebun tersebut akan dipasang pagar kayu dengan biaya Rp 85.000,00 per meter. Berapakah
6
Gambar 1.1 Proses Penyelesaian Masalah
Siswa masih belum
lengkap menuliskan ide
ke dalam model
matematika
Siswa masih salah dalam
melakukan perhitungan
Siswa masih belum bisa
menyimpulkan jawaban
untuk permasalahan
yang diberikan. Siswa masih belum
lengkap menuliskan model
matematika dengan
kata-kata sendiri tetang apa
yang diketahui dan ditanya
Siswa masih belum
tepat menuliskan
ide ke dalam model
matematika
Siswa masih salah dalam
melakukan perhitungan
Siswa masih belum bisa
menyimpulkan jawaban
untuk permasalahan
yang diberikan. Siswa masih belum
lengkap menuliskan ide
ke dalam model
7
Berdasarkan jawaban di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dalam
menjawab permasalahan pada soal pertama masih belum tepat. Hal ini
dikarenakan siswa belum bisa memodelkan ide kedalam model matematika
dengan baik bahkan siswa masih tidak mengerti bagaimana menyelesaikan soal
tersebut. Seharusnya ia mencari biaya keseluruhan untuk pemasangan pagar dari
hasil perkalian keliling kebun dikali biaya per meter. Akan tetapi, siswa
mengalikan dengan luasnya, Hal ini sangat disayangkan, karena siswa masih
belum memahami permasalahan dan hasil akhir dari permasalahan tidak tepat.
Pada soal yang kedua juga, siswa belum bisa memahami dan memodelkan ide
kedalam model matematika dengan tepat. Masih tampak terlihat rencana
penyelesaian yang dilakukan siswa tidak terarah sehingga proses perhitungan
belum memperlihatkan jawaban yang benar.
Dari kesimpulan hasil jawaban siswa diatas masih terilhat rendahnya
kemampuan komunikasi matematis siswa, bahkan pengetahuan awal matematika
juga masih rendah. Sering seorang siswa mengalami kesulitan dalam memahami
suatu pengetahuan tertentu, yang salah satu penyebabnya karena pengetahuan
yang sebelumnya, atau mungkin pengetahuan awal sebelumnya belum dimiliki.
Dalam hal ini maka pengetahuan awal menjadi syarat utama dan menjadi sangat
penting bagi pelajar untuk dimilikinya. Pengetahuan alam (prior knowledge)
merupakan sekumpulan pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh
sepanjang perjalanan pembelajaran mereka, dan apa yang ia bawa kepada suatu
pengalaman belajar baru (Nur dalam Triantio, 2009: 34).
Selain kemampuan komunikasi matematis juga diperlukan sikap yang
8
menyenangi matematika, memiliki keingintahuan yang tinggi dan senang belajar
matematika. Dengan sikap seperti itu, diharapkan siswa dapat mengembangkan
kemampuan matematika, menggunakan matematika untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya, dan dapat mengembangkan
disposisi matematis siswa.
Kilpatrick, Swafford, dan Findell (dalam Syaban, 2009 : 130) menamakan
disposisi matematis sebagai productive disposition (disposisi produktif), yakni
pandangan terhadap matematika sebagai sesuatu yang logis, dan menghasilkan
sesuatu yang berguna. Serupa dengan pendapat Polking (dalam Syaban,
2009 : 129) merinci indikator disposisi matematis sebagai berikut: menunjukkan
gairah dalam belajar matematika, menunjukkan perhatian yang serius dalam
belajar, menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan, menunjukkan
rasa percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan masalah, menunjukkan rasa
ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan untuk berbagi dengan orang lain.
Permana (dalam Sefalianti, 2014:13) menyatakan bahwa disposisi
matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut menyukai masalah-masalah
yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara langsung dalam
menemukan/menyelesaikan masalah. Selain itu siswa merasakan dirinya
mengalami proses belajar saat menyelesaikan tantangan tersebut. Dalam
prosesnya siswa merasakan munculnya kepercayaan diri, pengharapan dan
kesadaran untuk melihat kembali hasil berpikirnya. Jadi, dari beberapa pendapat
ahli maka dapat dismpulkan disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran dan
dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan
9
juga diperlukan siswa untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil
tanggung jawab dalam belajar, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik
dalam matematika. Kelak, siswa belum tentu akan menggunakan semua materi
yang mereka pelajari, tetapi dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi
positif untuk menghadapi situasi problematik dalam kehidupan mereka.
Disposisi matematis siswa berkembang ketika mereka mempelajari aspek
kompetensi matematis. Hal ini didukung dengan studi pendahuluan yang
dilakukan oleh ( Kusumawati, 2010: 7) pada siswa SMP peringkat tinggi, sedang,
dan rendah sebanyak 297 orang di kota Palembang. Hasil studi menunjukkan
persentase skor rerata disposisi matematis siswa baru mencapai 58 persen yang
diklasifikasikan rendah. Selain itu, dilihat dari proses pembelajaran yang
digunakan guru masih dominan menggunkan pembelajaran biasa. Pada
pembelajaran ini, guru dipandang sebagai sumber pengetahuan dan siswa hanya
perlu menerima pengetahuan tersebut tanpa harus terlibat secara maksimal dalam
proses pembelajaran di kelas. Hal ini berdampak pada rendahnya kemampuan
berpikir matematis siswa sebagaimana dijelaskan di atas.
Dari penilaian ranah afektif seperti yang dikemukan dalam kurikulum
2006, dapat diketahui betapa pentingnya peningkatan disposisi matematis dalam
proses belajar-menagajar matematika. Dalam proses belajar-mengajar, disposisi
matematis siswa dapat dilihat dari keinginan siswa untuk merubah strategi,
melakukan refleksi, dan melakukan analisis sampai memperoleh suatu solusi.
Disposisi siswa terhadap matematika dapat diamati dalam diskusi kelas. Misalnya,
seberapa besar keinginan siswa untuk belajar matematika, keinginan menjelaskan
10
perhatian guru dalam proses belajar-mengajar terhadap disposisi matematis siswa
masih kurang ( Kusumawati, 2010 : 6).
Disposisi siswa juga dapat terlihat dari rasa percaya diri siswa dalam
berinteraksi dengan siswa lain maupun guru didalam kelas, Interaksi siswa juga
akan tercipta sangat baik jika pembelajaran matematika dilakukan secara aktif dan
sangat menarik. Interaksi koperatif menuntut semua anggota dalam kelompok
belajar dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog tidak
hanya dengan guru tetapi juga dengan sesama mereka. Interaksi semacam itu
masih sulit diharapkan padahal dapat memungkinkan anak-anak menjadi sumber
belajar bagi sesamanya. Alasan utama seorang guru memilih interaksi
pembelajaran kompetitif umumnya untuk membangkitkan motivasi belajar.
Tetapi, guru sering lupa bahwa kompetisi antarindividu atau antarkelompok yang
tidak seimbang dapat menimbulkan keputus asaan bagi yang lemah dan
kebosanan bagi yang kuat. Oleh karena itu, guru perlu sangat hati-hati dalam
menggunakan interaksi kompetitf dalam kegiatan pembelajaran. Ada dua prinsip
yang sangat diperhatikan oleh guru dalam menggunakan interaksi pembelajaran
kompetitif, yaitu (1) kompetisi harus antarindividu atau antarkelompok yang
berkemampuan seimbang dan (2) kompetisi hanya dilakukan untuk selingan yang
menyenangkan. Jika guru ingin menciptakan kompetisi antarindividu maka
individu yang saling berkompetisi harus memiliki peluang yang sama untuk kalah
atau menang. Begitu pula jika kompetisi tersebut antar kelompok (Abdurrrahman,
2003:130).
Menyadari akan pentingnya kemampuan komunikasi dan disposisi
model-11
model pembelajaran yang dapat memberikan peluang dan mendorong siswa untuk
melatih kemampuan komunikasi dan disposisi matematis. Pada pembelajaran
matematika dengan pendekatan konvensional, kemampuan komunikasi siswa
masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Guru dapat mempercepat peningkatan
komunikasi matematis dengan cara memberikan tugas matematika dalam berbagai
variasi. Komunikasi matematis akan berperan efektif manakala mengkondisikan
siswa agar mendengarkan secara aktif sebaik mereka mempercakapkannya. Oleh
karena itu perubahan pandangan belajar dari guru mengajar ke siswa belajar sudah
menjadi fokus utama dalam setiap kegiatan pembelajaran matematika.
Berdasarkan kenyaataan permasalahan diatas, maka perlu dicari model
maupun pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika. Salah satu model pembelajaran yang kreatif,
inovatif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan disposisi
matematika siswa yang akan peneliti lakukan adalah model pembelajaran
berbasis masalah. Menurut Arends (dalam Trianto, 2009:92) model ini merupakan
pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik (nyata)
dengan maksud untuk menyusun pengetahuannya sendiri, mengembangkan
inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan meningkatkan kepercayaan dirinya.
Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 229) mengatakan problem based
learning (pembelajaran berbasis masalah) merupakan inovasi pembelajaran karena dalam pembelajaran ini kemampuan berpikir siswa betul-betul
12
siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Dalam pembelajaran berbasis
masalah, siswa menghadapi masalah dan berusaha menyelesaikannya dengan
informasi yang mereka sudah miliki memungkinkan mereka untuk menghargai
apa yang telah mereka ketahui. Mereka juga mengidentifikasi apa yang mereka
perlukan untuk lebih memahami masalah dan bagaimana mengatasinya. Oleh
karena itu, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan memecahkan
masalah dan masalah yang diajarkan kepada siswa harus mampu memberikan
informasi (pengetahuan) baru sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru
sebelum mereka dapat memecahkan masalah itu. Dalam pembelajaran yang
dilakukan tujuannya bukan hanya mencari jawaban tunggal yang benar, tapi lebih
dari itu siswa harus dapat menginterpretasikan masalah yang diberikan,
mengumpulkan informasi yang penting, mengidentifikasi kemungkinan
pemecahan masalah, mengevaluasi pilihan dan menarik kesimpulan.
Sebagaimana yang diungkapkan penelitian yang terdahulu oleh
Marzuki (2012:222) dengan penelitian perbedaan kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi matematika antara siswa yang diberi model
pembelajaran berbasis masalah dengan model pembelajaran langsung” bahwa
dengan problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Rata-rata kemampuan
komunikasi matematik siswa yang memperoleh model pembelajaran
berbasis masalah adalah 75,06, dan rata-rata kemampuan komunikasi
matematik siswa yang memperoleh model pembelajaran langsung adalah
13
komunikasi matematik minimal kategori cukup pada kelas model
pembelajaran langsung sebesar 13,63%.
Tidak hanya model pembelajaran berbasis masalah saja yang akan
meningkatkan kemampuan komunikasi dan disposisi matematika tetapi peneliti
juga akan menerapkan model discovery learning. Penemuan (discovery)
merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman
struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Takdir (2012:32) discovery learning merupakan salah satu model
yang memungkinkan para anak didik terlibat langsung dalam kegiatan belajar-
mengajar sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan
suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari. Dengan kata lain, landasan
pemikiran yang mendasari pendekatan belajar-mengajar ini bisa lebih mudah
dihafal dan diingat, serta mudah ditransformasikan dalam menghadapi
kompleksitas kehidupan yang pelik. Pengertian discovery learning tersebut,
setidaknya memberikan gambaran dan acuan fundamental untuk memahami
secara mendalam apa dan bagaimana sebenarnya substansi pembelajaran
discovery learning yang dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan, terutama pembelajaran matematika.
Kegiatan discovery learning di sekolah akan menjadi wadah pembelajaran
yang kreatif dan progresif. Setidaknya, pengembangan discovery learning dapat
juga dikatakan menekankan upaya pendidik untuk memberikan pengalaman
14
kreatif dan inovatif menjadi model serta bekal untuk mendapatkan pengalaman
secara optimal, sesuai dengan model yang diterapkan dan dianggap relevan.
Keunggulan pembelajaran model discovery learning bagi anak-anak didik tidak
hanya terletak pada keterampilan dalam meneliti dan mencari pemecahan
permasalahan. Lebih dari itu, anak didik didorong untuk mampu mengolah dan
menggali informasi, serta mendapatkan data-data konkret mengenai suatu hal
yang berkaitan dengan strategi pembelajaran (Takdir, 2012: 37).
Terlepas dari peran guru yang sangat signifikan dalam proses
pembelajaran, para anak didik juga memiliki peran yang tak kalah pentingnya
dibandingkan peran guru. Mereka merupakan sosok yang terlibat langsung dalam
pemebalajaran discovery learning. Discovery learning merupakan model
pembelajaran yang menitik beratkan pada keterlibatan langsung anak didik dalam
menemukan sendiri sebuah konsep atau teori, sehingga kelak mampu diterapkan
dan dijadikan sebuah konsep dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang
diungkapkan penelitian yang terdahulu oleh Qodariyah dan Eti (2015: 249)
dengan judul penelitian mengembangkan kemampuan komunikasi dan disposisi
matematik siswa SMP melalui discovery learning menyimpulkan ”bahwa
pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik serta disposisi
matematik siswa yang mendapat pembelajaran discovery learning lebih baik
daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Kemampuan
komunikasi matematik dan N-Gainnya siswa yang mendapat pembelajaran
15
Namun disposisi matematik siswa pada kedua kelas pembelajaran sudah tergolong
cukup baik”.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki perbedaan penting dengan
pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan didasarkan pada
pertanyaan-pertanyaan menurut disiplin ilmu dan penyelidikan siswa berlangsung
di bawah bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas. Sedangkan
pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang
bermakna dimana siswa mempunyai kesempatan melakukan penyelidikan, baik di
dalam dan di luar kelas sejauh itu diperlukan untuk pemecahan masalah.
Pada model pembelajaran ini peran guru adalah mengajukan masalah,
mengajukan pertanyaan, memberikan kemudahan suasana berdialog, dan
memberikan fasilitas penelitian, serta melakukan penelitian. Menurut Arends
(dalam Trianto 2009 : 90) kegiatan ini dapat dilakukan guru saat pembelajaran di
kelas dan melalui latihan yang cukup.
Berdasarkan latar belakang di atas dirasakan perlu upaya mengungkap
apakah problem based learning dan discovery learning memiliki perbedaan
kontribusi terhadap kemampuan komunikasi dan disposisi matematika siswa. Hal
itulah yang mendorong dilakukan suatu penelitian dengan judul:
Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Antara Siswa Yang Diberi Model Problem Based Learning Dengan Discovery Learningdi SMP AL-Hidayah Medan.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka peneliti mengidentifikasi
16
1. Hasil belajar matematika siswa rendah
2. Kemampuan komunikasi siswa masih rendah
3. Disposisi matematis siswa masih rendah
4. Model pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif serta bervariasi jarang
digunakan oleh guru di sekolah seperti model problem based learning
dengan discovery learning
5. Kurangnya interaksi dalam pembelajaran matematika sehingga membuat
rendah kemapuan dalam matematika.
6. Kemampuan awal matematika masih rendah.
7. Pola jawaban dalam menyelesaikan soal-soal matematika di kelas belum
bervariasi bahkan siswa masih ada yang kebingungan dalam
menyelesaikannya,
1.3 Batasan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan
masalah agar lebih fokus. Peneliti hanya meneliti tentang :
1. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi antara siswa yang diberi
model problem based learning dengan model discovery learning
2. Perbedaan peningkatan disposisi matematis antara siswa yang diberi model
problem based learning denganmodel discovery learning
3. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika
siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa
4. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika
siswa terhadap disposisi matematis siswa
17
1.4 Rumusan Masalah
Dari batasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
antara siswa yang diberi model problem based learning dengan siswa yang
diberi model discovery learning ?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan disposisi matematis antara siswa
yang diberi model problem based learning dengan siswa yang diberi model
discovery learning ?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan disposisi matematis siswa?
5. Bagaimana pola jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah
pada kemampuan komunikasi dalam masing-masing model pembelajaran?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis :
1. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang
diberi model problem based learning dengan siswa diberi model discovery
learning.
2. Perbedaan peningkatan disposisi matematis antara siswa yang diberi model
18
3. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika
siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
4. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika
siswa terhadap disposisi matematis siswa.
5. Pola jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada
kemampuan komunikasi dalam masing-masing model pembelajaran
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi guru, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan
profesi guru serta mengubah pola dan sikap guru dalam mengajar yang
semula berperan sebagai pemberi informasi menjadi berperan sebagai
fasilitator dan mediator yang dinamis dengan menerapkan pembelajaran
berbasis masalah sehingga kegiatan belajar mengajar yang dirancang dan
dilaksanakan menjadi lebih efektif, efisien, kreatif dan inovatif.
2. Bagi siswa, melalui pembelajaran model problem based learning dan
discovery learning dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis.
3. Bagi peneliti, memberi gambaran atau informasi tentang peningkatan
kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa selama pembelajaran
berlangsung dan variasi jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah pada
212
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran
problem based learning dan discovery learning dengan menekankan pada
kemampuan komunikasi dan disposisi matematis, diperoleh beberapa kesimpulan
yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam
rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan peningkatan komunikasi matematis antara siswa yang
diberi pembelajaran problem based learning dengan discovery learning. Hal
ini terlihat dari hasil analisis kovarians (ANAKOVA) untuk F hitung adalah
7,14 lebih besar dari F tabel yaitu 4,00. Konstanta persamaan garis regresi
linier untuk kemampuan disposisi matematis kelompok eksperimen PBL
yaitu 31,89 lebih besar dari persamaan konstanta persamaan garis regresi
linier kelompok eksperimen DL yaitu 19,28. Secara deskriptif diperoleh
rata-rata kelompok eksperimen PBL peningkatan masing-masing indikator
ditinjau dari keseluruhan siswa lebih tinggi pada kelas yang diajar melalui
pembelajaran discovery learning (DL) daripada kelas yang diajar melalui
pembelajaran problem based learning (PBL). Pada indikator menyatakan
gambar atau situasi ke dalam ide matematika rata-rata N-Gain pada kelas
PBL adalah 0,084 sedangkan kelas DL adalah 0,007. Sementara pada
indikator menginterpretasikan ide matematika kedalam model matematika,
rata-rata N-gain pada kelas PBL adalah 0,025 sedangkan kelas DL adalah
[image:43.595.73.523.119.648.2]213
0,453. Pada indikator melakukan perhitungan penyelesaian masalah , rata-rata
N-gain pada kelas PBL adalah 0,062 sedangkan kelas DL adalah 0,565
2. Terdapat perbedaan peningkatan disposisi matematis antara siswa yang diberi
pembelajaran problem based learning dengan discovery learning. Hal ini
terlihat dari hasil analisis kovarians (ANAKOVA) untuk F hitung adalah
10,95 lebih besar dari F tabel yaitu 4,00. Konstanta persamaan regresi untuk
pembelajaran discovery learning yaitu 42,69 lebih besar dari problem based
learning yaitu 30,28. Secara deskriptif diperoleh bahwa rerata N-Gain
disposisi matematika kedua kelompok pembelajaran yaitu PBL dan DL untuk
siswa kategori tinggi berturut-turut adalah 0,323 dan 0,295 dengan standar
deviasi sebesar 0,172 dan 0,173. Sedangkan untuk siswa kategori sedang
rerata N-Gain nya lebih rendah dari siswa kategori tinggi pada pembelajaran
PBL dan kelas DL yaitu 0,306 dan 0,196 dengan standar deviasi sebesar
0,128 dan 0,223. Begitu pula dengan siswa kategori rendah yang memiliki
N-Gain paling tinggi dari siswa kategori rendah dan siswa kategori tinggi
dengan perolehan N-Gain secara berturut adalah 0,342 dan 0,333 dengan
standar deviasi sebesar 0,266 dan 0,200.
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pembelajaran problem based
learning dan discovery learning )dan kemampuan awal matematika siswa
(tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi
matematis. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran
(problem based learning dan discovery learning ) dan kemampuan awal
matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh
214
komunikasi matematis. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan bukan
karena kemampuan awal matematika siswa.
4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (problem based learning dan
discovery learning) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang
dan rendah) terhadap peningkatan disposisi matematis. Hal ini juga diartikan
bahwa interaksi antara pembelajaran (problem based learning dan discovery
learning) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah)
tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap
peningkatan disposisi matematis. Perbedaan peningkatan disposisi matematis
disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan bukan karena
kemampuan awal matematika siswa.
5. Pola jawaban siswa pada pembelajaran problem based learning lebih baik
daripada pembelajaran discovery learning. Aspek komunikasi terdapat 4
skor tertinggi dari 4 skor aspek komunikasi an disposisi matematis juga
terdapat 4 skor tertinggi dari 4 skor aspek kemampuan disposisi matematis .
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran berbasis masalah yang
diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk
perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang
menekankan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
215
menerapkan pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam
mengajarkan materi sistem persamaan linear
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan
sistem persamaan linear
c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang innovatif agar dapat
melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran
biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil
belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pembelajaran problem based learning dan discovery learning dengan
menekankan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis
matematika masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya
perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait.
b. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan disposisi
matematis siswa pada pokok bahasan sistem persegi dan persegi panjang .
3. Kepada peneliti lanjutan
Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara
terperinci dan benar-benar diperhatikan kelengkapan pembelajaran agar aspek
216
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Atallah, F. dkk. (2010). Learners’ and teachers’ conceptions and dispositions of mathematics from a Middle Eastern perspective. Journal US-China Education Review. 7 (8).
Ansari, B. I. (2012). Komunikasi Matematik dan Politik, Suatu Perbandingan :Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : Yayasan PeNa
Berti, O.S. (2015). Ekperimentasi Model Pembelajaran Problem Based Learning, Discovery Learning dan Cooperative Learning Ditinjau Dari Kecerdasan Interpersonal Siswa. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. 3(6) : hal 587-598. http://jurnal.fkip.uns.ac.id. September 2015.
Castronova, J. (2002). Discovery learning for the 21st century: What is it and how does it compare to traditional learning in effectiveness in the 21st century?. Literature Reviews, Action Research Exchange (ARE).1(2).
Etherington, M. B. (2011). Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach. Australian Journal of TeacherEducation : Trinity Western University. 36(9).
Ghada, M. (2007). The Disposition Of The Undergraduate University Nursing Students Toward Critical Thinking. Journal faculty of Nursing, Alexandria University. 6 (2) : 74-85.
Giancarlo, C. A. and Facione. P.A. (2001). A Look across Four Years at the Disposition toward Critical Thinking Among Undergraduate Students The Journal of General Education. 50(1) : 29-55.
217
Ishak, S.. dkk. (2015). Implementasi of Problem Based Learning : A Review On the Challenges. International Journal of Education and Research Vol. 3 No. 8 August 2015. Faculty of Economics and Management Universiti Kebangsaan Malaysia. September 2015.
Joolingen, W. R. Van. (1999). Cognitive tools for discovery learning. International Journal of Artificial Intelligence in Education : Graduate School of Teaching and Learning, University of Amsterdam. 10 : 385-397.
Kadir. (2013). Mathematical Communication Skills of Junior Secondary School Students in Coastal Area . Jurnal Teknologi Social Sciences. 63(2) : 77–83.
Kusumawati. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi. Bandung: UPI
Lestari, Wiwit. D. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Habits of Managing Impulsivity Siswa SMP melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Berbantuan Proyek. Tesis SPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Marlina, dkk. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Self-Efficacy Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Diskursif. Jurnal Didaktik Matematika. Universitas Syiah Kuala.1(1) : 35-45.
Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Model Pembelajaran Langsung. Medan: Program Pasca Sarjana UNIMED
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Handbook of research Mathematics teaching and Learning. Editor : Douglas A. Grows USA : Macmilan Library Reference.
Neter, J. (1974). Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D. Erwin, INC.
218
Qadariyah,L. Eti, E. (2015). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematik Siswa SMP Melalui Discovery Learning. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4 (2).
Ramadhani, R. (2014). Pengaruh strategi whole brain teaching terhadap motivasi belajar & kemampuan komunikasi matematis siswa di Sekolah Dasar. Tesis SPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.
Richard E. Mayer.(2004) Should There Be a Three-Strikes Rule Against PurenDiscovery Learning? The Case for Guided Methods of Instruction.University of California, Santa Barbar. 59 (1). 14–19.
Rusman. (2010). Model - Model Pembebajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. (2009). Kurikulum Pembelajaran. Jakarta : Kencana.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak diterbitkan
Sefalianti, Berta. (2014). Penerapan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal pendidikan dan Keguruan. Universitas Terbuka. Vol 1 (2).
Sudjana. (1994). Desain Dana Analisis eksperimen . Bandung : Tarsito.
Supriojono, A. (2009). Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM.. Jakarta : Gaung Persada.
Smith, M & Cook, K. (2012). Attendance and Achievement in Problem-based Learning : The Value of Scaffolding. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 6(1).
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Kencana.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
219
Syaban, Mumun. (2009). Menumbuhkembangkan daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Universitas langlabuana Bandung. 2 Juli 2009. Vol 3 (2).
Takdir Ilahi, M. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill. Yogyakarta : Diva Press
Tandailing, E. (2011). The Enhancement of Mathematical Communication and Self Regulated Learning of Senior High School Students Through PQ4R Strategy Accompanied by Refutation Text Reading. Department of Mathematics Education. State University Yogyakarta, July 21-23 2011.
Temel, S. (2014). The effects of problem-based learning on pre-service teachers’ critical thinking dispositions and perceptions of problem-solving ability. South African Journal of Education : Department of Chemistry Education, Hacettepe University, Turkey. 34 (1).
Trianto. (2009). Mendesain Model Pmbelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Prenada Media Group.
---(2007). Model Pembelajaran Innovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan.
Uno, H. (2009). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.
.
Zahratun (2014). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Antara Siswa yang BelajarDengan Discovery Learning dan Problem Based Learning. Tesis SPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.
Zakaria. (2014). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Spm Antara Yang Mendapatkan Pembelajaran Dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif Piaget Dan Haswati. Tesis SPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.