• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi Populasi Undur Undur Laut (Crustacea Hippidae) Di Pantai Selatan Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biologi Populasi Undur Undur Laut (Crustacea Hippidae) Di Pantai Selatan Jawa Tengah"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

BIOLOGI POPULASI UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA:

HIPPIDAE) DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

ALI MASHAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Biologi Populasi Undur-Undur Laut (Crustacea: Hippidae) di Pantai Selatan Jawa Tengah”, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

(4)

RINGKASAN

ALI MASHAR. Biologi Populasi Undur-Undur Laut (Crustacea: Hippidae) di Pantai Selatan Jawa Tengah. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO, MENNOFATRIA BOER, ACHMAD FARAJALLAH, dan NURLISA A. BUTET.

Undur-undur laut atau mole crab atau kepiting pasir merupakan komponen penting dari komunitas makrobentos di pantai berpasir, baik di daerah tropis maupun bermusim empat. Pesisir Indonesia merupakan salah satu daerah sebaran undur-undur laut, terutama famili Hippidae, terutama di pesisir selatan Jawa Tengah, diantaranya Kabupaten Cilacap dan Kebumen. Undur-undur laut yang banyak dijumpai di kedua wilayah tersebut berasal dari famili Hippidae, yaitu Emerita emeritus dan Hippa adactyla, selain itu juga dijumpai undur-undur laut jenis lain dari famili Albuneidae, yaitu Albunea symmysta. Undur-undur laut E. emeritus paling sering dijumpai dan dengan kelimpahan paling tinggi.

Seiring dengan semakin banyak masyarakat mengenal nilai ekonomi undur-undur laut, semakin tinggi tingkat pemanfaatan undur-undur-undur-undur laut, sehingga tekanan terhadap populasi dan habitat undur-undur laut juga makin tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan yang bijak dalam pemanfaatan undur-undur laut agar lestari dan berkelanjutan baik secara ekologi maupun ekonomi. Sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengelolaan undur-undur laut tersebut, maka diperlukan data biologi populasi undur-undur laut secara lengkap. Hal ini menjadi makin penting dikarenakan penelitian aspek biologi populasi undur-undur laut di wilayah tropis, termasuk Indonesia, masih jarang dilakukan, bahkan belum ada yang meneliti aspek biologi populasi undur-undur laut secara lengkap. Penelitian tentang biologi populasi undur-undur laut, terutama famili Hippidae, di pantai Cilacap dan Kebumen diharapkan menjadi awal dan pelopor bagi penelitian undur-undur laut secara lengkap, baik biologi, ekologi, maupun ekonomi, di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji diversitas dan dinamika kelimpahan jenis undur-undur laut famili Hippidae, 2) melakukan verifikasi dan validasi jenis undur-undur laut famili Hippidae secara genetik, 3) mengkaji dinamika populasi undur-undur laut famili Hippidae, 4) mengkaji potensi produksi telur undur-undur laut famili Hippidae jenis Emerita emeritus, dan 5) mengestimasi produktivitas sekunder tahunan undur-undur laut famili Hippidae.

(5)

Ketiga spesies undur-undur laut yang ditemukan di lokasi penelitian sudah diverifikasi dan divalidasi secara genetik. Undur-undur laut Hippa adactyla dengan gen 16S rRNA dan Albunea symmysta dengan gen COI oleh peneliti lain yang hasilnya juga disitir penulis pada karya tulis ini. Sedangkan Emerita emeritus dari kedua lokasi penelitian sudah divalidasi pada penelitian ini dengan menggunakan gen COI dan 16S rRNA. Dalam proses validasi ini didapatkan pula informasi bahwa populasi E. emeritus dari pantai Cilacap dan Kebumen diduga satu populasi atau populasinya bercampur dengan memperhatikan nilai jarak genetik undur-undur laut dari kedua lokasi.

Berkaitan dengan aspek pertumbuhan, undur-undur laut secara umum mempunyai pola pertumbuhan alometrik negatif, artinya pola pertambahan panjang undur-undur laut lebih dominan dibanding pola pertambahan bobotnya. Undur-undur laut betina lebih cepat tumbuh dibanding jantan, kecuali H. adactyla di pantai Cilacap dimana pertumbuhan undur-undur laut jantan lebih cepat dari betina. Undur-undur laut famili Hippidae secara umum mempunyai umur harapan hidup atau lifespan kurang dari 3 tahun, kecuali E. emeritus jantan di pantai Kebumen. Berdasarkan jenis kelamin, lifespan jantan lebih tinggi dari betina, kecuali H. adactyla di pantai Cilacap dimana lifespan betina lebih tinggi dari jantan.

Secara reproduksi, undur-undur laut jenis E. emeritus dari pantai Bunton Cilacap mempunyai energi reproduksi rata-rata 20-21% yang berarti bahwa E. emeritus telah mencurahkan 20-21% untuk aktivitas reproduksi. Undur-undur laut famili Hippidae dan biota-biota lain yang mempunyai sifat dan karakter yang sama dengan undur-undur laut mempunyai energi reproduksi yang berbeda-beda antar spesies dan wilayah.

Dalam penelitian ini juga dikaji potensi sumbangan biomass undur-undur laut terhadap ekosistem sekitar habitatnya dengan melihat nilai produktivitas sekunder undur-undur laut. Berdasarkan nilai produktivitas sekunder undur-undur laut di kedua lokasi penelitian membuktikan bahwa undur-undur laut mempunyai peran secara ekologis yang terukur dalam rantai makanan di perairan pantai selatan Jawa Tengah. Populasi undur-undur laut di pantai Bunton Cilacap mempunyai nilai produktivitas sekunder yang lebih tinggi dari populasi undur-undur laut di pantai Bocor Kebumen. Dari perhitungan nilai produktivitas sekunder juga dapat diduga umur populasi undur-undur laut. Populasi undur-undur laut di pantai selatan Jawa Tengah mempunyai umur populasi dugaan 2-4 generasi per tahun dengan umur populasi dugaan tertinggi pada H. adactyla dari pantai Bocor Kebumen, yaitu 4 generasi per tahun.

Kata kunci: dinamika populasi, Hippidae, produksi telur, produktivitas sekunder, undur-undur laut, validasi genetik

(6)

SUMMARY

ALI MASHAR. Population Biology of Mole Crab (Crustacea: Hippidae) in Southern Beach of Central Java. Supervised by YUSLI WARDIATNO, MENNOFATRIA BOER, ACHMAD FARAJALLAH, and NURLISA A. BUTET.

Mole crab or sand crab is an important component of macrobenthic community on the sandy beach, in tropics and subtropics area. Indonesia is one of distribution areas of mole crab of family Hippidae, especially in southern coast of Central Java, including Cilacap and Kebumen coastal. Mole crabs that often found in both areas are Emerita emeritus and Hippa adactyla from family Hippidae, but it also encountered other mole crab from family Albuneidae, namely Albunea symmysta. E. emeritus is mole crab that most frequently encountered and with the highest abundance.

Along with more and more people recognize the economic value of mole crab, the utilization rate of mole crab is higher, so that the pressure on the population and habitat of mole crab are also higher. Therefore, it is necessary wisely management to exploit mole crab, both ecologically and economically sustainable. As a basis to determine policies of mole crab management, it is needed the completely data of mole crab population biology. It is more important because of the research about population biology of mole crab in tropics area, including Indonesia, still rare, even no one has studied aspects of population biology of mole crab completely. This study is expected to be the beginning and the pioneer for mole crab research completely in Indonesia, both biology, ecology, and economics. This study aims to: 1) assess the diversity and abundance dynamics of mole crab family Hippidae, 2) verificate and validate mole crab family Hippidae genetically, 3) assess the population dynamics of mole crab family Hippidae, 4) assess the egg production potential of mole crab E. emeritus, and 5) estimate the annual secondary productivity of mole crab family Hippidae.

The results showed that the diversity of mole crab on the south coast of Central Java is relatively high with morphological identification of three types of mole crab at Bunton beach, Cilacap and Bocor beach, Kebumen as showed in first paragraph. Even A. symmysta was the first record from the study area. Generally, the female mole crab always found more than the male, especially in E. emeritus and H. adactyla. The abundance of E. emeritus always met the highest of other mole crabs. However, the abundance of mole crab can vary in every region of sandy beach, depending on intensity of human activity on sandy beach area.

(7)

Base on growth aspect, generally, mole crab’s growth pattern is negative

allometric, the mean is the length pattern more dominant than the weight pattern. Female have grow faster than males, except Hippa adactyla at Cilacap, males grow faster than females. The growth rate of mole crab effect on life expectancy (lifespan) of mole crab. Generally, lifespan of mole crab family Hippidae is less than 3 years, except lifespan on males of H. adactyla at Cilacapbeach. Lifespan of males mole crab higher than females, except H. adactyla at Cilacap beach.

Mole crabs Emerita emeritus from Bunton beach Cilacap have reproduction energy average about 20-21%, which means that E. emeritus been devoting 20-21% energy for reproduction activity. Reproduction energy of mole crab family Hippidae and others biota that have same characteristics are different among species and location.

In this study also examines the biomass contribution potential of mole crab to ecosystem surrounding mole crab habitat based on the value of secondary productivity of mole crab. Based on the value of secondary productivity of mole crab in both study areas prove that mole crabs have measurable ecological role in the food chain in the south coastal waters of Central Java. The secondary productivity of mole crab population on Bunton beach Cilacap higher than mole crab population on Bocor beach. Furthermore, mole crab population on the south coast of Central Java have the estimated population ages 2-4 generations per year with the highest of estimated population age on H. adactyla in Bocor beach Kebumen, which is 4 generations per year.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

BIOLOGI POPULASI UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA:

HIPPIDAE) DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

ALI MASHAR

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc Dr Hawis Madduppa, SPi, MSi

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 sampai dengan Juni 2014 ini ialah biologi undur-undur laut, dengan judul Biologi Populasi Undur-undur Laut (Crustacea: Hippidae) di Pantai Selatan Jawa Tengah.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Pimpinan IPB mulai dari Kepala Divisi MSPi, Ketua Departemen MSP, Dekan FPIK, Dekan SPs IPB, dan Rektorat IPB yang telah memberikan kesempatan, ijin, bantuan, dan dukungannya bagi penulis untuk melaksanakan studi program doktor di PS SDP,

2. Direktorat Jenderal DIKTI Kemenristek-Dikti yang telah memberikan beasiswa bantuan biaya studi dan penelitian kepada penulis melalui skema BPPS/BPPDN dan Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT-BOPTN),

3. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc, Prof Dr Ir Mennofatria Boer, Dr Ir Achmad Farajallah, MSi, dan Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc sebagai komisi pembimbing penulis yang telah banyak memberikan saran dan masukan dari mulai penulisan proposal, penelitian hingga penyusunan disertasi,

4. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc yang juga telah berkontribusi besar dalam mendapatkan dana tambahan untuk penelitan dan analisis laboratorium,

5. Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi yang telah menjadi penguji luar komisi pada ujian pra kualifikasi doktor, baik tertulis maupun lisan, dan atas saran dan masukannya,

6. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup dan sidang promosi terbuka, Dr Hawis Madduppa, SPi, MSi sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, dan Dr Handoko Adi Susanto, SPi, MSc sebagai penguji luar komisi pada sidang promosi terbuka atas saran dan masukannya,

7. Tim Hebat penulis, terutama Bapak Sugeng, Yuyun Qonita MSi, Agus Alim Hakim MSi, Surya Gentha Akmal SPi, Wahyu Muzammil MSi, Dewi Masithoh SPi, dan Puji Utari Ardika MSi atas segala bantuan dan kerjasamanya selama sampling, aktivitas laboratorium, dan pengolahan data,

8. Mas Mukhlis, staf akademik PS SDP, mas Aji, dan staf TU MSP, atas segala bantuannya selama perkuliahan, penelitian, dan proses tugas akhir, dan

9. Keluarga tercinta, istri tercinta (Nissa Dwi Astari), anak-anak (Muthi Aulia Putri Mashar (almh.), Amyra Tsania Putri Mashar, dan Ammar Aqeela Putra Mashar), keluarga besar abah H. Alwi Chanafi (alm.) dan mane Hj. Toipah (almh.), keluarga besar papap Tatang Ruchyat dan mamah Tati Maryati, dan kerabat, serta para sahabat atas dukungan, pengertian, dan do’anya.

Penulis memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan selama penulis menyelesaikan disertasi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

RINGKASAN iv

SUMMARY vi

PRAKATA xii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR ISTILAH xvii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

Kebaruan (Novelty) 4

2 DIVERSITAS DAN KELIMPAHAN UNDUR-UNDUR LAUT DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

5

Pendahuluan 5

Bahan dan Metode 5

Hasil dan Pembahasan 7

Jenis undur-undur laut 7

Komposisi undur-undur laut 8

Kelimpahan undur-undur laut 10

Simpulan 11

3 UNDUR-UNDUR LAUT Albunea symmysta (LINNAEUS, 1758) SEBAGAI PENEMUAN PERTAMA DARI PANTAI SELATAN JAWA, INDONESIA

12

Pendahuluan 12

Bahan dan Metode 12

Hasil dan Pembahasan 13

4 VERIFIKASI DAN VALIDASI SECARA GENETIK SPESIES UNDUR-UNDUR LAUT Emerita emeritus (CRUSTACEA: HIPPIDAE)

16

Pendahuluan 16

Bahan dan Metode 17

Hasil dan Pembahasan 19

Amplikasi DNA 19

Jarak genetik dan filogenetik 21

Jarak genetik intra- dan interspesies 25

Urutan basa nukleotida 26

Simpulan 27

5 DINAMIKA POPULASI UNDUR-UNDUR LAUT FAMILI HIPPIDAE DARI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

28

(14)

Bahan dan Metode 28

Hasil dan Pembahasan 30

Hubungan panjang dan bobot 30

Sebaran frekuensi ukuran panjang karapas 36

Pendugaan parameter pertumbuhan 42

Simpulan 47

6 PRODUKSI TELUR UNDUR-UNDUR LAUT JENIS EMERITA EMERITUS DARI PANTAI BUNTON, KABUPATEN CILACAP

48

Pendahuluan 48

Bahan dan Metode 48

Hasil dan Pembahasan 51

Jumlah telur 51

Diamter telur 52

Volume telur 53

Energi reproduksi 53

Simpulan 55

7 PRODUKTIVITAS SEKUNDER UNDUR-UNDUR LAUT FAMILI HIPPIDAE DARI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

56

Pendahuluan 56

Bahan dan Metode 57

Hasil dan Pembahasan 58

Biomassa (B) tahunan 58

Produktivitas sekunder (P) tahunan 61

Rasio P/B 62

Simpulan 64

8 PEMBAHASAN UMUM 65

9 SIMPULAN DAN SARAN 75

Simpulan 75

Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76

(15)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi hasil tangkapan per jenis undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

8

2 Persentase komposisi hasil tangkapan per jenis undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

8

3 Kelimpahan rata-rata per jenis undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

10

4 Jarak genetik antara individu Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen serta spesies lainnya dari ordo dekapoda bedasarkan gen COI

22

5 Jarak genetik antara individu Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen serta spesies lainnya dari famili Hippidae bedasarkan gen 16S rRNA

23

6 Situs variabel gen COI pada Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen

26

7 Situs variabel gen 16S rRNA pada Emerita emeritus yang berasal pantai Cilacap dan pantai Kebumen

27

8 Hubungan panjang dan bobot undur-undur laut dari pantai Cilacap 30 9 Hubungan panjang dan bobot undur-undur laut dari pantai Kebumen 30 10 Kisaran ukuran panjang karapas undur-undur laut hasil penelitian di

pantai Cilacap dan pantai Kebumen

36

11 Parameter pertumbuhan dan lifespan undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

43

12 Perkembangan penelitian undur-undur laut di Indonesia dan dunia 66

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian. Kotak hitam menunjukkan lokasi pengambilan contoh undur-undur laut pantai Cilacap dan pantai Kebumen

6

2 Fluktuasi kelimpahan bulanan undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

10

3 Spesimen Albunea symmysta (Linnaeus 1758) (jantan) dari pantai Bocor, Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah

13

4 Albuneasymmysta (Linnaeus 1758) (15.5 mm) A. Karapas anterior. B. Pereopod kiri II dactyl (tampak lateral). C. Antennules. D. Pereopod kiri III dactyl (tampak lateral). E. Telson jantan (tampak dorsal)

15

5 Visualisasi hasil amplifikasi gen COI Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen

(16)

6 Visualisasi hasil amplifikasi gen 16S rRNA Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen

20

7 Target gen COI Emerita emeritus berdasarkan gen COI dari Lithodes nintokuae

20

8 Target gen 16S rRNA Emerita emeritus berdasarkan gen 16S rRNA dari Lithodes nintokuae

21

9 Konstruksi pohon filogeni Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen serta spesies lain dari infraordo Anomura dan ordo Decapoda berdasarkan gen COI

24

10 Konstruksi pohon filogeni Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen serta spesies lainnya dari famili Hippidae berdasarkan gen 16S rRNA

24

11 Hubungan panjang karapas dan bobot undur-undur laut Emerita emeritus jantan dan betina di pantai Cilacap

31

12 Hubungan panjang karapas dan bobot undur-undur laut Emerita emeritus jantan dan betina di pantai Kebumen

32

13 Hubungan panjang karapas dan bobot undur-undur laut Hippa adactyla jantan dan betina di pantai Kebumen

33

14 Hubungan panjang karapas dan bobot undur-undur laut Hippa adactyla jantan dan betina di pantai Kebumen

34

15 Sebaran ukuran panjang karapas dan plot von Bertalanffy Emerita emeritus di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

38

16 Sebaran ukuran panjang karapas dan plot von Bertalanffy Hippa adactyla di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

39

17 Pola rekrutmen undur-undur laut Emerita emeritus di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

41

18 Pola rekrutmen undur-undur laut Hippa adactyla di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

42

19 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy dan lifespan undur-undur laut Emerita emeritus di pantai Cilacap dan Kebumen

45

20 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy dan lifespan undur-undur laut Hippa adactyla dari pantai Cilacap dan Kebumen

46

21 Stadia telur pada undur-undur laut (Dari kiri ke kanan: stadia 1, stadia 2, stadia 3)

50

22 Jumlah telur Emerita emeritus rata-rata per individu per bulan pengamatan

51

23 Diameter telur rata-rata Emerita emeritus per butir per bulan pengamatan

52

24 Volume telur Emerita emeritus rata-rata per butir 53 25 Energi reproduksi rata-rata Emerita emeritus berdasarkan berat

kering egg mass dan tubuh tanpa egg mass

(17)

26 Energi reproduksi rata-rata Emerita emeritus berdasarkan penurunan berat kering tubuh betina

54

27 Biomassa tahunan undur-undur laut Emerita emeritus dan Hippa adactyla dari pantai Cilacap dan Kebumen

59

28 Produktivitas sekunder tahunan undur-undur laut Emerita emeritus dan Hippa adactyla dari pantai Cilacap dan Kebumen

61

29 Rasio P/B tahunan undur-undur laut Emerita emeritus dan Hippa adactyla dari pantai Cilacap dan Kebumen

62

30 Distribusi undur-undur laut famili Hippidae di Indonesia 70 31 Pola arus perairan Pulau Jawa bulan Agustus 2014 71

DAFTAR ISTILAH

Biologi populasi : ilmu yang mempelajari sekumpulan individu dengan sifat-sifat tertentu di suatu tempat/habitat

BLAST n : (Basic Local Alignment Search Tool-nucleotide) pilihan menu dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information) yang digunakan untuk memastikan kebenaran suatu spesies dan mengetahui kedekatan dengan spesies lain

Complex species : satu spesies diklasifikasikan dalam beberapa nama spesies akibat keragaman morfologi yang kompleks Cryptic species : dua atau lebih spesies yang berbeda diklasifikasikan

dalam satu nama spesies akibat karakteristik morfologi yang samar

Dinamika populasi : cara populasi spesies tertentu berkembang/tumbuh dan menyusut serta sebab-sebab peningkatan dan penurunan jumlah populasi tersebut

: konsep batasan identifikasi populasi dan stok serta parameter perubahan, yaitu pendugaan pertumbuhan, rekrutmen, mortalitas alami, dan penangkapan Energi reproduksi : energi yang dicurahkan oleh suatu biota untuk

melakukan proses reproduksi

GenBank : situs NCBI yang memuat informasi dasar mengenai bioteknologi (termasuk informasi dasar DNA) Laju eksploitasi : bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap

(18)

Marka genetik : penciri individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu yang menunjukkan genotipe suatu individu. Bentuknya dapat berupa penampilan fenotipe/morfologi tertentu, kandungan senyawa (protein atau produk biokimia tertentu), berkas (band) pada suatu lembar hasil elektroforesis gel atau kromatogram, atau hasil pembacaan sekuensing

Mole crab : nama umum atau internasional undur-undur laut yang masuk dalam famili Hippidae

Mortalitas alamiah : kematian suatu sumberdaya hayati yang disebabkan oleh beberapa faktor alamiah, meliputi fakor predasi, termasuk kanibalisme, penyakit, stress pada waktu pemijahan, kelaparan, dan umur yang tua

Mortalitas penangkapan : kematian suatu sumberdaya hayati yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan yang dilakukan terus-menerus

Pertumbuhan : pertambahan ukuran panjang dan berat dalam suatu waktu

Populasi : sekumpulan individu dengan ciri-ciri yang sama (spesies) yang hidup di tempat yang sama dan memiliki kemampuan bereproduksi di antara sesamanya

Produktivitas sekunder : kecepatan energi kimia mengubah bahan organik menjadi simpanan energi kimia baru oleh organisme heterotrof

Sand crab : nama umum atau internasional undur-undur laut yang masuk dalam superfamili Hippoidea

Sekuensing : sebuah prosedur untuk menentukan urutan nukleotida dalam sampel DNA yang berguna dalam taksonomi, identifikasi, dan karakterisasi

(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undur-undur laut atau mole crab atau kepiting pasir merupakan komponen penting dari komunitas makrobentos pantai berpasir terbuka di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun bermusim empat (Efford 1976; Haley 1982). Pesisir Indonesia merupakan salah satu daerah sebaran undur laut, terutama undur-undur laut famili Hippidae, di antaranya pesisir barat Sumatera, pantai selatan Jawa, dan Maluku (Boyko & Harvey 1999; Boyko 2002; Haye et al. 2002), serta pesisir selatan Yogyakarta (Mursyidin 2007). Di antara daerah-daerah pesisir tersebut, undur-undur laut di pesisir selatan Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Cilacap dan Kebumen, dapat dijumpai sepanjang tahun dan sudah banyak dieksploitasi. Undur-undur laut yang banyak dijumpai di kedua wilayah tersebut berasal dari famili Hippidae, yaitu Emerita emeritus dan Hippa adactyla. Selain itu, juga dapat dijumpai undur-undur laut dari famili Albuneidae, yaitu Albunea symmysta. Diantara ketiganya, E. emeritus paling sering dijumpai dan ditemukan dengan kelimpahan paling tinggi (Mashar et al. 2014).

Undur-undur laut memiliki peran ekologi yang cukup penting pada habitat alaminya di perairan intertidal, yaitu berperan dalam siklus atau rantai makanan (sebagai makanan bagi hewan pantai, seperti burung pantai/laut, ikan, dan sea otter) dan sebagai indikator lingkungan perairan, yaitu sebagai bioindikator pencemaran pestisida, tumpahan minyak, merkuri, dan indikasi kandungan asam domoik (neurotoksin yang dihasilkan oleh diatom) (Siegel & Wenner 1984; Wenner 1988; Pérez 1999; Dugan et al. 2005) serta spesies indikator dan organisme model pada kajian pengaruh panas buangan pembangkit listrik tenaga atom (Subramoniam 2014). Undur-undur laut juga mempunyai nilai kesehatan yang cukup tinggi, di antaranya mengandung protein, omega-3, dan omega-6 cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan (Hartono et al. 2011; Mursyidin 2007; Santoso et al. 2015). Lebih dari itu, undur-undur laut juga mempunyai nilai ekonomi yang tidak sedikit bagi lima komponen masyarakat yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap dan Kebumen, yaitu kelompok penangkap (nelayan), pengumpul, pengolah, pedagang, dan konsumer atau yang mengkonsumsi undur-undur laut (Bhagawati et al. 2016).

Seiring dengan semakin banyak masyarakat mengenal nilai ekonomi undur laut, maka semakin banyak masyarakat pesisir yang menjadi nelayan undur-undur laut sebagai salah satu alternatif mata pencaharian. Kondisi tersebut berdampak pada tekanan yang makin tinggi pada populasi dan habitat undur-undur laut. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah pengelolaan yang bijak dalam pemanfaatan undur-undur laut agar populasinya tetap lestari sehingga fungsi ekologi, sekaligus fungsi ekonominya tetap dapat berjalan secara harmonis. Sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengelolaan undur-undur laut tersebut, maka diperlukan data biologi populasi undur-undur laut secara lengkap.

(20)

dinamika populasi (Defeo & Cardoso 2002; Petracco et al. 2003), komposisi spesies (Boonruang & Phasuk 1975), distribusi (Boyko & Harvey 1999), filogenetik molekuler (Haye et al. 2002), dan kajian etnotaksonomi undur-undur laut (Bhagawati et al. 2016). Namun, penelitian tersebut sebagian besar dilakukan di daerah subtropis atau beriklim empat. Penelitian tentang undur-undur laut di daerah tropis, termasuk di Indonesia, masih jarang dilakukan. Bahkan untuk penelitian aspek biologi populasi undur-undur laut secara komprehensif di wilayah tropis dan di Indonesia belum ada yang menelitinya, padahal informasi aspek biologi populasi sangat penting sebagai salah satu dasar dalam merumuskan suatu kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan. Oleh karena itu, penelitian untuk menggali data dan informasi biologi populasi undur-undur laut, terutama famili Hippidae, penting dilakukan di pantai-pantai berpasir wilayah Indonesia yang selama ini diketahui sebagai habitat undur-undur laut, di antaranya pantai selatan Jawa Tengah yang meliputi pantai berpasir Kabupaten Cilacap dan Kebumen.

Perumusan Masalah

Undur-undur laut memiliki peran ekologi yang cukup penting di perairan intertidal, di antaranya berperan dalam siklus atau rantai makanan di daerah intertidal dan sebagai indikator lingkungan perairan daerah intertidal. Selain nilai ekologi, undur-undur laut juga ternyata memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu mengandung protein, omega-3, dan omega-6 yang cukup tinggi sehingga banyak masyarakat yang mengkonsumsinya, terutama masyarakat pesisir selatan Jawa Tengah. Karena kandungan gizi yang tinggi tersebut dan makin dikenal luas keberadaan dan nilai gizinya, maka makin banyak kelompok masyarakat daerah pesisir yang menerima manfaat dari keberadaan undur-undur laut, yaitu kelompok kelompok penangkap (nelayan), pengumpul, pengolah, pedagang, dan konsumer undur-undur laut. Kondisi tersebut menjadikan undur-undur laut menjadi salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi cukup penting bagi masyarakat pesisir di pantai selatan Jawa Tengah, lebih khusus masyarakat pesisir Kabupaten Cilacap dan Kebumen.

(21)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengkaji diversitas dan dinamika kelimpahan jenis undur-undur laut famili Hippidae,

2. melakukan verifikasi dan validasi jenis undur-undur laut famili Hippidae secara genetik,

3. mengkaji dinamika populasi undur-undur laut famili Hippidae,

4. mengkaji potensi produksi telur undur-undur laut famili Hippidae jenis Emerita emeritus, dan

5. mengestimasi produktivitas sekunder tahunan undur-undur laut famili Hippidae.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi dasar dalam upaya pengelolaan sumber daya undur-undur laut secara lestari dan berkelanjutan, terutama bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Hipotesis

Kondisi undur-undur laut yang berada pada habitat yang telah terganggu oleh aktivitas manusia lebih tertekan dibanding undur-undur laut yang berada pada habitat yang belum terganggu oleh aktivitas manusia. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan nilai beberapa parameter biologi populasi undur-undur laut pada habitat yang telah terganggu oleh aktivitas manusia nilainya lebih rendah, meliputi kelimpahan rata-rata, energi reproduksi, dan produktivitas sekunder.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian terdiri dari ruang lingkup lokasi dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup lokasi penelitian terdiri dari 2 (dua) lokasi penelitian, yaitu: 1. Lokasi yang mewakili habitat undur-undur laut yang banyak aktivitas manusia,

yaitu pantai Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, dan 2. Lokasi yang mewakili habitat undur-undur laut yang sangat sedikit aktivitas

manusia, yaitu pantai Bunton, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Ruang lingkup materi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Verifikasi dan validasi undur-undur laut Emerita emeritus secara genetik, 2. Kajian diversitas dan dinamika kelimpahan jenis undur-undur laut, 3. Kajian dinamika populasi undur-undur laut famili Hippidae,

(22)

Kebaruan (Novelty)

Kebaruan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Informasi tentang keberadaan tiga spesies undur-undur laut infraordo Anomura dalam satu lokasi di pantai selatan Jawa Tengah,

2. Informasi pertama tentang keberadaan undur-undur laut Albunea symmysta di pantai selatan Jawa Tengah,

3. Informasi dinamika populasi undur-undur laut famili Hippidae Emerita emeritus dan Hippa adactyla di wilayah Indonesia,

4. Informasi potensi produksi telur undur-undur laut Emerita emeritus di wilayah Indonesia, dan

(23)

2 DIVERSITAS DAN KELIMPAHAN UNDUR-UNDUR LAUT

DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

Pendahuluan

Undur-undur laut pasir merupakan biota bentik yang hidup di pantai berpasir (Efford 1976; Haley 1982), termasuk pantai berpasir Indonesia, di antaranya pesisir barat Sumatera, pantai selatan Jawa, dan Maluku (Boyko & Harvey 1999; Boyko 2002; Haye et al. 2002). Di pantai selatan Jawa, undur-undur laut banyak ditemukan di pantai berpasir selatan Jawa Tengah, di antaranya pantai Kebumen dan Cilacap (Mashar & Wardiatno 2013ab; Wardiatno et al. 2014; Osawa et al.2010). Undur-undur laut memiliki beberapa peran ekologis cukup penting di daerah intertidal, meliputi sebagai makanan bagi hewan pantai dan sebagai bioindikator pencemaran pestisida atau DDT, tumpahan merkuri, dan indikasi kandungan asam domoik (Siegel & Wenner 1984, Wenner 1988; Pérez 1999; Dugan et al. 2005; Lafferty et al. 2013). Undur-undur laut juga mengandung protein dan omega-3 serta omega-6 cukup tinggi, yaitu kandungan protein 32.32% (Anonim 2007 in Hartono et al. 2011), omega-3 12.49% (Mursyidin et al. 2003 in Hartono et al. 2011), dan omega-6 11.80% - 12.94% (Mursyidin 2007) sehingga cukup baik untuk dikonsumsi, terutama untuk anak-anak dalam masa pertumbuhan. Kegiatan eksploitasi undur-undur laut di pantai berpasir Cilacap dan Kebumen cenderung makin meningkat dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan peningkatan jumlah nelayan penangkap undur-undur laut. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan undur-undur laut di pesisir Cilacap bagian timur, jumlah nelayan undur-undur laut meningkat dari 5 (lima) orang pada tahun 2007 menjadi sekitar 50 orang pada tahun 2013. Kondisi tersebut jika tidak dikendalikan dapat memberikan tekanan makin tinggi pada populasi dan habitat undur-undur laut. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sumber daya undur-undur laut agar tetap lestari, baik secara ekologi maupun ekonomi. Informasi tentang jenis undur-undur laut, meliputi kelimpahan dan komposisi per jenis, penting untuk diketahui dalam pengelolaan sumber daya undur-undur laut. Chapter ini sudah dipublikasi dalam jurnal nasional terakreditasi DIKTI, yaitu Jurnal Ilmu Kelautan 19(4):226-232 Tahun 2014 dengan judul sama dengan judul chapter ini.

Bahan dan Metode

(24)
(25)

Pengumpulan contoh undur-undur laut di pantai Bocor, Kebumen, dilakukan selama 12 bulan dari Maret 2012 hingga Februari 2013. Pengumpulan contoh undur-undur laut di pantai Bunton, Cilacap, dilakukan selama 12 bulan dari Juni 2013 hingga Mei 2014. Penangkapan contoh undur-undur laut di kedua wilayah tersebut dilakukan dengan alat bantu berupa alat tangkap tradisional

nelayan setempat yang dinamakan “sorok”. Alat tangkap sorok bentuknya seperti

alat sorok padi pada saat dijemur, terbuat dari sebatang bambu sebagai pegangan dengan panjang antara sekitar 1.8 meter, ujungnya dipasang papan kecil dengan ukuran 20 x 60 cm yang fungsinya untuk menyorok. Prinsip kerja alat ini cukup sederhana, yaitu dengan menyorok atau menyisir permukaan pantai berpasir dalam posisi secara horisontal terhadap pantai di daerah swash zone. Ketika pada daerah sorokan tampak ada gundukan kecil yang berdenyut-denyut, maka segera gali gundukan tersebut karena kemungkinan di dalamnya terdapat undur-undur laut. Jadi, alat tangkap sorok ini sifatnya mendeteksi keberadaan undur-undur laut di daerah sapuan alat tangkap sorok. Jarak daerah sapuan sorok adalah sekitar 2 km di pantai Bunton Cilacap dan 3 km di pantai Bocor Kebumen, sehingga luas sapuan sorok pada penelitian ini adalah 1 200 m2 di pantai Bunton Cilacap dan 1 800 m2 di pantai Bocor Kebumen.

Analisis data yang dilakukan pada penelitian adalah analisis komposisi setiap jenis undur-undur laut secara deskriptif. Selain itu dilakukan analisis kelimpahan setiap jenis undur laut dengan membandingkan jumlah undur-undur laut yang tertangkap dengan luas daerah sapuan sorok, yang secara sederhana dapat ditulis dengan notasi matematika: K = N/A;dimana: K = kelimpahan undur-undur laut (ekor/m2); N = jumlah undur-undur laut yang tertangkap (ekor); dan A = luas area sapuan sorok (m2).

Hasil dan Pembahasan

Jenis undur-undur laut

Undur-undur laut yang diperoleh selama penelitian adalah 3 (tiga) spesies, baik yang didapatkan di pantai Bocor, Kebumen maupun pantai Bunton, Cilacap, terdiri dari 2 (dua) spesies dari famili Hippidae (Emerita emeritus dan Hippa adactyla), dan 1 (satu) spesies dari famili Albuneidae, yaitu Albunea symmysta. Ditemukannya tiga spesies undur-undur laut tersebut semakin memperkuat hasil penelitian Mashar dan Wardiatno (2013ab) yang mengidentifikasi ketiga spesies undur-undur laut tersebut secara morfologi. Ketiga spesies undur-undur laut tersebut telah mendapatkan konfirmasi dari taksonom undur-undur laut, yaitu Dr. Christopher B. Boyko dari Division of Invertebrate Zoology, American Museum of Natural History, New York, USA (Komunikasi pribadi 2013).

(26)

jarang ditemukan undur-undur laut famili Albuneidae, begitu juga sebaliknya. Kejadian ini sama seperti ditemukannya undur-undur laut famili Hippidae dan Albuneidae di pantai Phuket Thailand pada penelitian tahun 1971-1973 (Boonruang & Phasuk 1975).

Komposisi undur-undur laut

Jumlah undur-undur laut yang tertangkap dan terkumpul selama penelitian adalah 8 072 ekor, dimana 1 513 ekor berasal dari pantai Bocor, Kebumen, dan 6 559 ekor berasal dari pantai Bunton, Cilacap. Secara lengkap, komposisi dan presentase hasil tangkapan undur-undur laut untuk setiap jenis dan setiap lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1 danTabel 2.

Tabel 1. Komposisi hasil tangkapan per jenis undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

Lokasi Penelitian

Jenis Undur-undur Laut

Hasil Tangkapan (ekor)

Jantan Betina Total

Pantai Bocor, Kebumen

Emerita emeritus 76 991 1 067

Hippa adactyla 171 202 373

Albunea symmysta 32 41 73

279 1 234 1 513

Pantai Bunton, Cilacap

Emerita emeritus 1 077 3 860 4 973

Hippa adactyla 311 1 162 1 473

Albunea symmysta 47 102 149

1 435 5 124 6 559

8 072

Tabel 2. Persentase komposisi hasil tangkapan per jenis undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

Lokasi

Penelitian Jenis Undur-undur Laut

Proporsi Hasil

Tangkapan (%) Persentase Total (%) Jantan Betina

Pantai Bocor, Kebumen

Emerita emeritus 7.1 92.9 70.5

Hippa adactyla 45.8 54.2 24.7

Albunea symmysta 43.8 56.2 4.8

18.4 81.6

Pantai Bunton, Cilacap

Emerita emeritus 21.8 78.2 75.3

Hippa adactyla 21.1 78.9 22.5

Albunea symmysta 31.5 68.5 2.2

21.9 78.1

Keterangan: Data pada Tabel 2 berhubungan/berdasarkan data Tabel 1, yaitu persentase dari hasil tangkapan terhadap total hasil tangkapan, baik untuk jantan, betina, maupun total, pada masing-masing jenis undur-undur laut dan lokasi penelitian

(27)

paling besar di setiap pengampilan contoh undur-undur laut, dan Albunea symmysta selalu dijumpai dalam jumlah yang paling sedikit, bahkan di beberapa waktu pengambilan contoh tidak didapatkan undur-undur laut A. symmysta.

Kenyataan bahwa undur-undur laut Emerita emeritus selalu didapatkan jauh lebih banyak dari jenis undur-undur laut lainnya menunjukkan adanya dominasi populasi undur-undur laut E. emeritus. Kondisi ini semakin memperkuat informasi dari Boyko and McLaughlin (2010) dan Haye et al. (2002) bahwa undur-undur laut genus Emerita, terutama jenis E. emeritus, banyak tersebar di pantai berpasir wilayah Asia Tenggara. Undur-undur laut genus Hippa secara umum banyak dijumpai di perairan Australia (Poore 2004). Jadi diduga, keberadaan undur-undur laut jenis H. adactyla yang ditemukan di lokasi penelitian yang berada di bagian utara Samudra Hindia ada kaitannya dengan undur-undur laut genus Hippa yang tersebar di perairan Australia yang berada di bagian timur Samudra Hindia.

Adapun undur-undur laut A. symmysta ditemukan dalam jumlah yang paling sedikit, bahkan terkadang tidak didapatkan pada pengambilan contoh, merupakan kondisi yang wajar. Hal tersebut dikarenakan habitat undur-undur laut A. symmysta sebenarnya ada di daerah intertidal bagian bawah hingga daerah tidal, bahkan pernah ditemukan pada kedalaman sekitar 50 dan 150 meter (Boyko & Harvey 1999; Corsini-Foka & Kalogirou 2013). Sedangkan daerah pengambilan contoh undur-undur laut pada penelitian ini adalah daerah intertidal bagian atas, sehingga wajar jika undur-undur laut A. symmysta ditemukan dalam jumlah sedikit. Undur-undur laut A. symmysta yang didapatkan di daerah intertidal diduga sedang mencari makanan, di antaranya bangkai undur-undur laut famili Hippidae.

Berdasarkan jenis kelamin, undur-undur laut betina selalu lebih banyak, baik di kedua lokasi penelitian maupun untuk setiap jenis undur-undur laut tersebut. Bahkan, untuk jenis E. emerita, betina ditemukan jauh lebih banyak dari jantannya, dengan komposisi betina mencapai 78.2%-92.9%. Hasil yang sama juga dijumpai pada penelitian Boonruang and Phasuk (1975) bahwa undur-undur laut betina selalu dijumpai dengan komposisi lebih tinggi dari jantan, bahkan untuk jenis E. emeritus komposisi betina bisa mencapai hingga sekitar 95%.

Komposisi undur-undur laut betina yang jauh lebih besar dibanding jantan diduga sebagai bentuk adaptasi alami dari undur-undur laut tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa dalam siklus reproduksi undur-undur laut, setelah telur-telur menetas, mereka mengalami fase planktonik yang cukup lama, antara 3-4 bulan (Ricketts et al. 1992; Israel et al. 2006)). Selama fase planktonik tersebut, peluang kelangsungan hidupnya relatif kecil, terutama karena adanya peluang predasi yang tinggi terhadap larva-larva undur-undur laut tersebut di daerah intertidal. Oleh karena itu, untuk mempertahankan eksistensinya di dalam, undur-undur laut didominasi oleh betina sehingga diharapkan semakin banyak telur yang dihasilkan untuk mengimbangi kehilangan larva yang tinggi pada fase planktonik.

(28)

aktivitas reproduksi. Oleh karena itu, undur-undur laut betina lebih banyak dijumpai di daerah swash zone daripada jantan sebagaimana terjadi di lokasi penelitian.

Kelimpahan undur-undur laut

Kelimpahan undur-undur laut untuk setiap jenisnya di setiap lokasi penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 2.

Tabel 3. Kelimpahan rata-rata per jenis undur-undur laut di pantai Cilacap dan pantai Kebumen

Lokasi Penelitian Jenis Undur-undur Laut Kelimpahan Rata-rata (ekor/100 m2)

Pantai Bocor, Kebumen

Emerita emeritus 5

Hippa adactyla 2

Albunea symmysta 1

Pantai Bunton, Cilacap

Emerita emeritus 34

Hippa adactyla 10

Albunea symmysta 1

(29)

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 2 di atas diketahui bahwa undur-undur laut Emerita emeritus mempunyai kelimpahan paling tinggi dibanding dua jenis undur-undur laut lainnya, hampir 3 kali lipat dari kelimpahan undur-undur laut Hippa adactyla, baik di pantai Bocor, Kebumen maupun di pantai Bunton, Cilacap. Berdasarkan pengamatan bulanan, terlihat bahwa kelimpahan undur-undur laut tertinggi ditemukan pada pengamatan bulan Oktober di pantai Bocor dan bulan Juli dan Oktober di pantai Bunton. Jika dilihat per lokasi penelitian, kelimpahan undur-undur laut famili Hippidae yang dijumpai di pantai Bunton, Cilacap jauh lebih tinggi dibanding yang ditemukan di pantai Bocor Kebumen. Dikarenakan belum ada kajian tentang kelimpahan ketiga jenis undur-undur laut tersebut di lokasi lain, maka nilai kelimpahan untuk setiap undur-undur laut pada penelitian ini hanya bisa dibandingkan antar lokasi penelitian pada penelitian ini.

Rendahnya kelimpahan undur-undur laut di pantai Bocor Kebumen, terutama untuk famili Hippidae, disamping karena jumlah tangkapan undur-undur laut di pantai Bocor lebih rendah dan daerah sapuan soroknya lebih luas, juga dikarenakan lokasi penangkapan undur-undur laut di pantai Bocor berdekatan (satu hamparan pantai) dengan lokasi wisata pantai di pantai Bocor, sedangkan di pantai Bunton, Cilacap, kondisi pantainya masih relatif alami dan belum ada aktivitas wisata pantai, yang ada hanya kegiatan pemancingan dari pinggir pantai dan itupun jumlahnya sedikit. Adapun pantai Bocor, sebagian pantainya adalah pantai wisata yang banyak dikunjungi ketika hari libur, dan daerah penangkapan undur-undur laut tersebut juga terkadang menjadi bagian dari kegiatan wisata pantai. Kondisi ini mengakibatkan populasi undur-undur laut di daerah tersebut tidak berkembang optimal dan untuk menjaga eksistensinya, diduga undur-undur laut tersebut berpindah habitatnya mencari lokasi atau sisi pantai berpasir lainnya yang benar-benar aman atau masih sedikit atau bahkan belum ada aktivitas manusia, terutama wisata pantai.

Adapun untuk Albunea symmysta, kelimpahannya sama di kedua lokasi penelitian, yaitu 1 ekor/100 m2, sangat rendah jika dibandingkan dengan dua jenis undur-undur laut lainnya. Hasil ini wajar dan memperkuat pernyataan sebelumnya bahwa daerah intertidal memang bukan habitat sebenarnya dari A. symmysta, sehingga kelimpahannya rendah. Mereka bergerak menuju perairan intertidal, terutama untuk mencari makan.

Simpulan

(30)

3 UNDUR-UNDUR LAUT

Albunea Symmysta

(Linnaeus, 1758)

SEBAGAI

PENEMUAN

PERTAMA

DARI

PANTAI

SELATAN JAWA, INDONESIA

Pendahuluan

Undur-undur laut dari famili Albuneidae secara umum terdistribusi cukup luas dari mulai Indo-Pasifik Barat hingga ke wilayah Atlantik (Boyko & Harvey 2002). Undur-undur laut ini hidup mengubur di dalam pasir pantai mulai dari wilayah intertidal, terutama daerah sapuan ombak (swash zone), hingga daerah subtidal (Boere et al. 2011). Undur-undur laut mempunyai kemampuan menggali pasir pantai dengan sangat cepat (Lastra et al. 2002). Keberadaan undur-undur laut di Indonesia telah diketahui dengan baik, namun studi terkait undur-undur laut famili Albuneidae masih sangat sedikit jumlahnya. Boyko dan MacLaughlin (2010) melaporkan bahwa beberapa jenis undur-undur laut subfamili Albuneidae ditemukan di sepanjang pesisir Indonesia, meliputi sub-famili Albuneinae, di antaranya genus Albunea, Parabunea, Stemonopa, Squillalbunea, dan Zygopa; dan subfamili Lepidopinae, di antaranya genus Austrolepidopa, Lepidopa, Leucolepidopa, Prealbunea, dan Paraluecolepidopa.

Keberadaan undur-undur laut genus Albunea dari pesisir selatan Afrika hingga Indo Pasifik Barat secara umum pertama kali disampaikan oleh oleh Boyko & Harvey (1999). Pada tahun 1999, Boyko & Harvey (1999) melaporkan bahwa undur-undur laut Albunea symmysta dijumpai mulai dari pesisir barat Afrika Utara hingga Laut Merah, dan dari timur Pilipina hingga ke Jepang, sedangkan penemuan pertama A. symmysta di Taiwan dilaporkan pada tahun 2010 (Osawa & Chan 2010). Namun penemuan-penemuan undur-undur laut famili Albuneidae berikutnya bukanlah dari spesies A. symmysta, termasuk sebelum penelitian ini dilakukan belum pernah ada laporan ilmiah tentang keberadaan undur-undur laut A. symmysta di sepanjang pantai selatan Jawa hingga pantai barat Sumatera. Dengan demikian, distribusi sebenarnya dari A. symmysta belum diketahui secara lengkap (Boyko & Harvey 1999).

Oleh karena itu, penemuan undur-undur laut A. symmysta selama penelitian, baik penemuan di lokasi penelitian (pantai selatan Jawa Tengah) maupun di pantai barat Sumatera, adalah penemuan pertama (first record) undur-undur laut A. symmysta di wilayah selatan Jawa dan juga Sumatera. Dalam penelitian ini juga dideskripsikan karakter morfologi undur-undur laut A. symmysta. Chapter ini suda dipublikasi pada jurnal internasional, yaitu AACL-BIOFLUX 8(4):611-615 dengan judul ”First record of Albunea symmysta (Crustacea: Decapoda: Albuneidae) from

Sumatra and Java, Indonesia” (Mashar et al. 2015).

Bahan dan Metode

(31)

didapatkan dari dan pantai barat Sumatera, yaitu satu ekor jantan dan satu ekor betina dari pesisir Bengkulu serta satu ekor betina dari pesisir Padang Pariaman.

Contoh undur-undur laut A. symmysta dari pantai Bocor diambil langsung di lokasi studi dengan bantuan nelayan lokal. Sedangkan contoh undur-undur laut dari wilayah Sumatera, peneliti mendapatkan kiriman dari responden peneliti yang terdapat di Bengkulu dan Padang Pariaman, dengan teknik pengawetan dan pengirimannya mendapatkan arahan dari peneliti. Contoh undur-undur laut yang terkumpul, pada awalnya (di lokasi studi) dipreservasi dengan alkohol 70%. Kemudian sesampainya di laboratorium, semua cairan alkohol yang mengawetkan contoh dibuang dan diganti dengan cairan alkohol 96%. Kemudian setiap contoh diambil gambarnya atau difoto. Beberapa contoh atau spesimen undur-undur laut dideposit atau disimpan di Musium Zoologi Bogor, Lembaga Penelitian Biologi, LIPI, Indonesia.

Hasil dan Pembahasan

Jumlah contoh atau spesimen undur-undur laut A. symmysta yang terkumpul adalah 14 ekor. Contoh atau spesimen undur-undur laut yang segar akan menampilkan pola warna hitam keabu-abuan pada karapas dan berbentuk bulat atau bundar (Gambar 3).

Gambar 3. Spesimen Albunea symmysta (Linnaeus 1758) (jantan) dari pantai Bocor, Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah

[image:31.595.109.491.114.822.2]
(32)

(duri) dan propodus halus, merus (pangkal pereopod) tanpa tulang yang kuat, ujung kaki jalan 2 dan 3 tajam, dan telson berbentuk bulat telur serta membulat pada batas distal/sisi terluar.

Karapas undur-undur laut ini umumnya lebih lebar dari panjangnya. Spesimen ini juga mempunyai sub karapas berbentuk empat persegi panjang yang menutupi pereopod (kaki jalan). Karapas spesimen undur-undur laut ini mempunyai beberapa alur yang terdiri dari C1 (C = carapace), C3, C4, dan C6 hingga C10. Setiap alur mempunyai beberapa elemen alur. Pada CG1 (CG = carapace groove), elemen alur bagian tengah berada pada bagian posterior dan bagian depan setal field. CG1 juga mempunyai elemen lateral pada sisi terpisah. Elemen CG3 pendek dan rusak. Elemen CG4 hilang di bagian tengah. Elemen CG6 dan CG7 terpisah dan hanya menampilkan elemen lateral yang pendek. Elemen CG8, CG9, dan CG10 juga menampilkan elemen atau alur pendek, sementara CG11 tidak tampak (Gambar 4A).

Undur-undur laut ini mempunyai karapas yang lebar, berbentuk agak persegi panjang, dan datar, batas anterior pada sisi sinus okular mempunyai 12 gigi atau duri. Karapas membuat alur pada setose (tempat tumbuh bulu halus) yang kuat (Gambar 4A), antena pendek dengan 5 flagela (Gambar 4C), subchaeta pada kaki jalan pertama, dactyl pada kaki jalan kedua mempunyai tumit berbentuk bulat halus, dan ujung kaki jalan ketiga berbentuk tajam dan agak berlekuk (Gambar 4B dan 4D). Undur-undur laut ini mempunyai telson berbentuk bulat telur dengan setae/bulu berada di tengah-tengah (Gambar 4E).

Distribusi undur-undur laut jenis Albunea symmysta meliputi pesisir Indonesia, yaitu pantai barat Sumatera hingga selatan Jawa, pantai timur India hingga selatan Taiwan, Pilipina, Queensland dan Pulau Lord Howe, Australia (Osawa & Chan 2010).

Secara morfologi, undur-undur laut A. symmysta sangat mirip dengan undur-undur laut jenis A. groeningi dan A. okinawaensis, walaupun mereka berbeda pada alur-alur karapas dan batas posterior. Kejadian ditemukannya undur-undur laut A. symmysta di perairan Indonesia, khususnya di pesisir selatan Jawa dan juga pesisir barat Sumatera, sangat meningkatkan distribusi undur-undur laut ini di Indo-Pasifik Barat, dimana hingga saat ini hanya sedikit catatan yang telah dilaporkan tentang sebaran undur-undur laut ini. Di seluruh dunia, jenis undur-undur laut ini juga ditemukan di Afrika, Portugal, Amerika, dan Asia (Serena & Umali 1965).

(33)
[image:33.595.87.504.118.598.2]

A. symmysta mungkin dapat memiliki karapas berwarna krem, tapi hal ini jarang terjadi.

(34)

4 VERIFIKASI DAN VALIDASI SECARA GENETIK SPESIES

UNDUR-UNDUR LAUT

Emerita emeritus

(CRUSTACEA:

HIPPIDAE)

Pendahuluan

Undur-undur laut merupakan sumber daya perikanan bernilai ekonomi yang hidup pada substrat berpasir di daerah intertidal. Undur-undur laut diketahui dapat dijumpai di beberapa wilayah pantai berpasir Indonesia, di antaranya pantai selatan Jawa, Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat (Boyko 2002; Boyko & Harvey 1999; Mashar et al. 2014; Wardiatno et al. 2015ab). Meskipun demikian, pemanfaatan undur-undur laut untuk kepentingan ekonomi hanya dilakukan di wilayah pesisir selatan Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Cilacap dan Kebumen.

Informasi tentang manfaat ekonomi dan keberadaan undur-undur laut di kedua wilayah tersebut makin meluas, tidak hanya sekitar kedua wilayah tersebut, namun hingga ke wilayah lain di sekitarnya bahkan hingga pesisir Yogyakarta. Dampaknya nelayan yang melakukan penangkapan undur-undur laut di pesisir Cilacap dan Kebumen makin banyak, termasuk untuk mensuplai kebutuhan undur-undur laut ke wilayah pesisir Yogyakarta. Kondisi tersebut jika tidak dikontrol dan tidak diatur dapat memberikan tekanan makin tinggi pada populasi undur-undur laut di kedua wilayah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sumber daya undur-undur laut, terutama agar populasinya tetap lestari dan tetap memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat wilayah pesisir, terutama yang berada di wilayah pesisir Cilacap dan Kebumen.

Secara morfologi, undur-undur laut yang banyak ditemukan di wilayah pesisir Cilacap dan Kebumen berasal dari famili Hippidae yang terdiri dari 2 (dua) spesies, yaitu Emerita emeritus dan Hippa adactyla, dengan kelimpahan tertinggi dijumpai pada jenis E. emeritus (Mashar et al. 2014; Wardiatno et al. 2015b; Ardika et al. 2015). Dalam rangka pengelolaan undur-undur laut, maka harus ada kepastian taksonomi (taxonomy certainty) pada undur-undur laut yang terdapat di kedua wilayah tersebut, terutama kepastian untuk jenis E. emeritus yang merupakan jenis kosmopolitan untuk undur-undur laut di kedua lokasi penelitian. Undur-undur laut H. adactyla dari pantai Cilacap dan Kebumen sudah divalidasi secara molekuler dengan gen 16S rRNA (Muzammil et al. 2015).

(35)

berpotensi juga terjadi di undur-undur laut. Secara morfologi, undur-undur laut famili Hippidae pada penelitian ini teridentifikasi sebagai Emerita emeritus dan Hippa adactyla. Namun pada penelitian sebelumnya, terdapat peneliti yang mengidentifikasi famili Hippidae yang terdapat di pantai selatan Jawa Tengah sebagai E. analoga, E. talpoida, dan H. ovalis (Mursyidin 2007; Darusman et al. 2014). Oleh karena itu, perlu ada kepastian spesies untuk keperluan pengelolaan undur-undur laut, sehingga identifikasi secara morfologi tersebut perlu divalidasi dengan metode yang lebih akurat untuk menghindari kesalahan identifikasi, yaitu dengan pendekatan genetik atau molekuler.

Pendekatan molekuler melalui teknik DNA barcoding merupakan salah satu metode paling populer dan berkembang saat ini dalam mengatasi masalah kepastian taksonomi secara cepat dan akurat mulai dari tingkat spesies hingga subspesies dengan menggunakan fragmen sekuen nukleotida yang pendek terhadap berbagai spesies yang sulit dibedakan secara morfologi atau melalui karakter morfometrik (Tudge 2000). Gen Cythocrome Oxydase subunit I (COI) dan 16S rRNA merupakan gen-gen pada DNA mitokondria yang dapat dijadikan sebagai marka molekuler untuk penentuan spesies. Sifat unik dari urutan nukleotida polimorfisme DNA mitokondria (mtDNA) dapat memberikan informasi pada hubungan evolusi antara keluarga taksonomi terikat karena gen mitokondria berevolusi sekitar 10 kali lebih cepat dari DNA inti (Brown et al. 1979), sehingga mtDNA adalah penanda molekuler yang berguna untuk membantu identifikasi suatu organisme (Palumbi & Cipriano 1998). GenCOI pada mitokondria merupakan gen yang berevolusi sangat lambat (Solihin 1994), sedikit mengalami delesi dan insersi dalam sekuennya, serta mempunyai variasi yang sedikit (Hebert et al. 2003). Sedangkan Quan et al. (2004) menyatakan bahwa fragmen gen 16S rRNA cocok untuk memeriksa hubungan filogenetik pada level spesies atau genus pada krustasea. Dengan demikian, kedua gen mitokondria tersebut dapat digunakan sebagai penanda DNA atau DNA barcoding untuk undur-undur laut pada penelitian ini.

Bahan dan Metode

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah undur-undur laut jenis E. emeritus berdasarkan karakter morfologi (Mashar et al. 2014; Wardiatno et al. 2015b). Adapun untuk analisis molekuler, alat dan bahan yang digunakan di antaranya tube 1.5 ml, pengocok (shaker), mikro tip, mikro pipet, pistil, pemanas inkubator, sentrifuse, spin column, mesin visual ultraviolet, alkohol 96%, agarose 1.2%, akuades, kit Gene Aid, EtOH absolut, dan reagen PCR.

(36)

Isolasi dan Ekstraksi DNA. Dua puluh contoh undur-undur laut yang telah diawetkan dalam alkohol 96% diambil otot pada telson dengan bobot masing-masing 30 mg dan dicuci untuk menghilangkan kandungan alkohol. Kemudian contoh otot dikeringkan dan dimasukkan kedalam microtube untuk proses isolasi dan ekstraksi DNA menggunakan kit komersil (Gene Aid) berdasarkan manual pabrik dengan beberapa modifikasi.

Uji Kualitas DNA. Kualitas DNA diuji pada gel agarosa 1.2% dengan menggunakan larutan buffer TAE1x. Cetakan DNA total yang dipakai sebanyak 2.5 μl. Visualisasi DNA total dilakukan dengan menggunakan mesin ultraviolet.

Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA. DNA yang memiliki kualitas baik layak dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi fragmen DNA gen COI dan 16s rRNA dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan kit komersial Kapa Extra Hot Start. Primer yang digunakan adalah primer universal untuk beberapa biota akuatik yang didisain oleh Butet (2013, unpublish data). Amplifikasi dilakukan pada suhu predenaturasi 94 0C selama 5 menit, suhu denaturasi 94 0C selama 45 detik, suhu annealing 53 0C selama 1 menit, suhu elongasi 72 0C selama 1 menit, suhu pascaelongasi 72 0C selama 5 menit, dan suhu penyimpanan 15 0C selama 10 menit. Produk PCR kemudian divisualisasi menggunakan gel agarosa 1.2% pada mesin ultraviolet.

Pengurutan Produk PCR(Sekuensing DNA). Produk PCR yang memiliki kualitas baik layak dilanjutkan ke tahap sekuensing untuk ditentukan sekuen basa nukleotidanya. Sekuensing dilakukan menggunakan metode Sanger et al. (1977) dengan mengirimkan produk PCR tersebut ke perusahaan jasa pelayanan sekuensing.

Pensejajaran Sekuen Nukleotida. Sekuen nukleotida hasil sekuensing disejajarkan dengan menggunakan metoda Clustal W yang terdapat pada software MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011). Sekuen nukleotida gen COI dan 16S rRNA Emerita emeritus dengan primer forward dan reverse diedit dan dianalis untuk mendapatkan sekuen DNA dari kedua gen tersebut. Sebagai ingroup, sekuen gen COI dan 16S rRNA E. emeritus disejajarkan antar contoh dan antar lokasi penelitian. Sebagai outgroup, sekuen gen COI E. emeritus disejajarkan dengan beberapa spesies lain dari ordo Decapoda dan infraordo Anomura, yaitu Panulirus stimsoni, P. ornatus, P. japonicas, P. cygnus, dan Lithodes nintokuae. Adapun untuk sekuen gen 16S rRNA, sebagai outgroup disejajarkan dengan beberapa spesies lain dari famili Hippidae, meliputi E. analoga, E. brasiliensis, E. portoricensis, E. benedicti, E. talpoida, E. holthuisi, H. adactyla, dan H. pacifica. Sekuen gen COI dan 16S rRNA spesies-spesies tersebut diunduh dari data GenBank.

(37)

yang sama (Anomura) dan ordo yang sama (Decapoda) yang memiliki complete genome pada GenBank.

Jarak Genetik. Jarak genetik sekuen gen COI Emerita emeritus dengan spesies lain dari ordo Decapoda dan jarak genetik sekuen gen 16S rRNA E. emeritus dengan spesies lain dari famili Hippidae dihitung menggunakan metode Kimura 2 parameter yang terdapat pada program MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011). Hasil perhitungan jarak genetik disajikan dalam bentuk matriks data yang dapat digunakan untuk analisis hubungan kekerabatan antarspesies berdasarkan pohon filogeni.

Analisis Filogeni. Analisis filogeni E. emeritus dikonstruksi antara gen COI E. emeritus dengan Panulirus stimsoni, P. ornatus, P. japonicas, P. cygnus, dan Lithodes nintokuae; dan antara gen 16S rRNA E. emeritus pada penelitian ini dengan E. analoga, E. brasiliensis, E. portoricensis, E. benedicti, E. talpoida, E. holthuisi, H. adactyla, dan H. pacifica. Konstruksi pohon filogeni dibuat dengan menggunakan metode bootstrapped Neighbour-Joinning (NJ) dengan 1000 kali pengulangan yang terdapat pada program MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011).

Hasil dan Pembahasan

Amplifikasi DNA

Pada penelitian ini, dari 20 contoh E. emeritus, terdapat delapan contoh gen COI dari E. emeritus yang berhasil teramplifikasi dengan baik, terdiri dari tiga contoh berasal dari pesisir Cilacap dan lima contoh dari pesisir Kebumen (Gambar 5). Sedangkan untuk gen 16S rRNA, terdapat sepuluh contoh gen 16S rRNA dari E. emeritus yang berhasil teramplifikasi dengan baik, terdiri dari lima contoh berasal dari pesisir Cilacap dan lima contoh dari pesisir Kebumen (Gambar 6).

[image:37.595.115.482.471.700.2]

Keterangan: EK=Emerita emeritus Kebumen, EC= Emerita emeritus Cilacap

(38)

Keterangan: EK=Emerita emeritus Kebumen, EC= Emerita emeritus Cilacap

Gambar 6. Visualisasi hasil amplifikasi gen 16S rRNA Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen

Target gen COI pada E. emeritus di dalam penelitian ini diperkirakan berada pada situs 675 hingga 1 358 yang mengacu pada gen COI spesies Anomura lainnya, yaitu Lithodes nintokuae (Gambar 7), sedangkan target gen 16S rRNA diperkirakan berada pada situs 195 hingga 713 yang juga mengacu pada gen 16S rRNA spesies L. nintokuae (Gambar 8). Spesies L. nintokuae merupakan spesies satu infraordo dengan E. emeritus, yaitu Anomura. Penggunaan L. nintokuae sebagai acuan dalam menentukan targen gen pada E. emeritus, baik berdasarkan gen COI maupun 16S rRNA, dikarenakan pada GenBank tidak ditemukan data dengan complete genome berdasarkan gen COI dan 16S rRNA pada spesies, genus, famili, dan superfamili yang sama dengan E. emeritus, namun hanya ditemukan pada tingkat infraordo Anomura yang mempunyai complete genome berdasarkan gen COI dan 16S rRNA, yaitu spesies L. nintokuae. Oleh karena itu, L. nintokuae dijadikan sebagai acuan dalam menentukan target gen COI dan gen 16S rRNA dari spesies E. emeritus.

[image:38.595.32.500.44.807.2]
(39)
[image:39.595.63.511.123.819.2]

Gambar 8. Target gen 16S rRNA Emerita emeritus berdasarkan gen 16S rRNA Lithodes nintokuae

Jarak genetik dan filogenetik

Jarak genetik menggambarkan hubungan kekerabatan antarspesies. Jarak genetik fragmen gen COI antara Emerita emeritus dengan spesies lain dari ordo Decapoda dan infraordo Anomura berkisar antara 0.256 – 0.318 dengan jarak genetik terendah terjadi antara E. emeritus Cilacap 2 dan 3, Kebumen 1 dan 3, dengan Lithodes nintokuae; dan jarak genetik tertinggi terjadi antara E. emeritus di seluruh lokasi kecuali E. emeritus Kebumen 4 dengan Panulirus stimsoni (NC 014339.1) (Tabel 4).

Jarak genetik fragmen gen 16S rRNA antara E. emeritus dengan spesies lain dari famili Hippidae berada pada kisaran 0.016 – 0.221 dengan nilai genetik terendah terjadi antara E. emeritus Cilacap 3 dan 4, Kebumen 1-5, dengan E. emeritus dari India (AF246156); dan jarak genetik tertinggi terjadi antara E. emeritus Cilacap 3 dan 4, Kebumen 1-5, dengan Hippa adactyla (KF051307) (Tabel 5).

(40)
[image:40.842.38.756.142.499.2]

Tabel 4. Jarak genetik antara individu Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen serta spesies lainnya dari ordo dekapoda bedasarkan gen COI

Spesies (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (1) Emerita emeritus Cilacap 1

(2) Emerita emeritus Cilacap 2 0.001

(3) Emerita emeritus Cilacap 3 0.001 0.000

(4) Emerita emeritus Kebumen 1 0.001 0.000 0.000 (5) Emerita emeritus Kebumen 2 0.000 0.001 0.001 0.001

(6) Emerita emeritus Kebumen 3 0.001 0.000 0.000 0.000 0.001

(7) Emerita emeritus Kebumen 4 0.003 0.001 0.001 0.001 0.003 0.001

(8) Emerita emeritus Kebumen 5 0.000 0.001 0.001 0.001 0.000 0.001 0.003

(9) Panulirus stimpsoni NC 014339.1 0.318 0.318 0.318 0.318 0.318 0.318 0.315 0.318

(10) Panulirus ornatus GQ223286.1 0.308 0.306 0.306 0.306 0.308 0.306 0.304 0.308 0.176

(11) Panulirus ornatus HM446347 0.308 0.306 0.306 0.306 0.308 0.306 0.304 0.308 0.174 0.003

(12) Panulirus japonicus NC 004251 0.279 0.279 0.279 0.279 0.279 0.279 0.277 0.279 0.277 0.268 0.268

(13) Panulirus cygnus NC 028024.1 0.282 0.282 0.282 0.282 0.282 0.282 0.280 0.282 0.282 0.253 0.257 0.187

(41)
[image:41.842.34.769.114.522.2]

Tabel 5. Jarak genetik antara individu Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen serta spesies lainnya dari famili Hippidae bedasarkan gen 16S rRNA

Spesies (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (1) Emerita emeritus Cilacap 1

(42)
[image:42.595.43.471.59.804.2]

Gambar 9. Konstruksi pohon filogeni Emerita emeritus yang berasal dari pantai Cilacap dan pantai Kebumen serta spesies lain dari infraordo Anomura dan ordo Decapoda berdasarkan gen COI

(43)

Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen COI di atas menunjukkan bahwa spesies Emerita emeritus terpisah nyata dari spesies sesama infraordo Anomura, yaitu Lithodes nintokuae dengan jarak genetik sebesar 0.257. Konstruksi pohon filogeni di atas juga menunjukkan bahwa spesies E. emeritus terpisah nyata dari genus sesama ordo Decapoda, yaitu genus Panulirus, dengan nilai jarak genetik sebesar 0.287.

Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen 16S rRNA di atas menunjukkan bahwa spesies E. emeritus terpisah nyata dari spesies sesama genus Emerita dengan nilai jarak genetik sebesar 0.118. Konstruksi pohon filogeni di atas juga menunjukkan bahwa spesies E. emeritus terpisah nyata dari spesies sesama famili Hippidae, yaitu Hippa adactyla dan H. pacifica, dengan nilai jarak genetik sebesar 0.199. Berdasarkan pohon filogeni tersebut juga terlihat bahwa secara ingroup, individu-individu Emerita emeritus memiliki hubungan yang sangat erat, terutama berdasarkan gen COI dengan jarak genetik intraspesies sangat kecil, yaitu kurang dari sama dengan 0.003 (≤ 0.3%).

Dalam proses konstruksi pohon filogeni E. emeritus dengan spesies lain dari famili Hippidae, infraordo Anomura, dan orde Decapoda, baik dengan gen COI maupun gen 16S rRNA, dijumpai fenomena menarik pada populasi E. emeritus dari kedua lokasi penelitian. Berdasarkan kedua konstruksi pohon filogeni terlihat bahwa populasi E. emeritus Cilacap tidak terpisah secara nyata atau bercampur dengan populasi E. emeritus Kebumen. Bahkan pada konstruksi pohon filogeni E. emeritus berdasarkan gen COI terlihat populasi E. emeritus dari Cilacap dan Kebumen bercampur dalam nodus yang sama (kelompok Emerita pada Gambar 9). Pada konstruksi pohon filogeni E. emeritus berdasarkan gen 16S rRNA juga terlihat ada dua contoh E. emeritus dari Cilacap (Cilacap 3, 4) yang bercampur dengan E. emeritus Kebumen dalam satu nodus (kelompok Emerita nodus paling atas pada Gambar 10). Hasil analisis filogeni dengan gen 16S rRNA tersebut makin memperkuat dugaan bahwa populasi E. emeritus Cilacap dan Kebumen merupakan satu populasi dan terdapat konektivitas genetik yang kuat dari E. emeritus kedua lokasi, yang diperkuat dengan fakta bahwa secara spasial kedua lokasi tersebut berdekatan.

Fenomena spesies E. emeritus tersebut juga terjadi spesies dari famili Hippidae lainnya, yaitu Hippa adactyla, yang ditemukan di Cilacap dan Kebumen. Muzammil et al. (2015) melaporkan bahwa tidak ada jarak genetik antara undur-undur laut H. adactyla asal Cilacap dan Kebumen berdasarkan gen 16S rRNA. Setelah dilakukan analisis filogeni dengan menggunakan metode bootsrapped Neighbour Joining Tree dengan 1000 kali pengulangan didapatkan konstruksi filogeni H. adactyla asal Cilacap dan Kebumen memiliki nilai bootstrap 100. Hal

Gambar

Gambar 3. Spesimen Albunea symmysta (Linnaeus 1758) (jantan) dari pantai
Gambar 4. Albunea symmysta (Linnaeus 1758) (15.5 mm) A. Karapas anterior. B.
Gambar 5.  Visualisasi hasil amplifikasi gen COI Emerita emeritus yang berasal
Gambar 6. Visualisasi hasil amplifikasi gen 16S rRNA Emerita emeritus yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur aspek biologi reproduksi Emerita emeritus yang meliputi nisbah kelamin, fekunditas, stadia telur, dan diameter telur

Strategi Pengendalian Pencemaran Organik di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung Rembang Jawa Tengah. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan HEFNI EFFENDI.

1) Perhitungan deformasi gempa Kebumen 2014 dengan data CORS GNSS di wilayah pantai selatan Jawa Tengah dapat diperoleh dengan pengolahan data CORS GNSS tiap

Undur-undur laut atau mole crab merupakan komponen penting dari komunitas makrobentos di pantai berpasir terbuka, baik di daerah tropis maupun bermusim empat di seluruh

Sargassum sp dan kelimpahan Crustacea yang terdapat di pantai Bandengan Jepara serta hubungan antara kerapatan rumput laut Sargassum sp dengan kelimpahan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan kekerabatan undur- undur laut (Albunea symmysta) berdasarkan karakter morfologi dan mengidentifikasi jenis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur aspek biologi reproduksi Emerita emeritus yang meliputi nisbah kelamin, fekunditas, stadia telur, dan diameter telur

KELIMPAHAN DAN STRUKTUR POPULASI Echinometra mathaei CLASS ECHINOIDEA DI KAWASAN INTERTIDAL PANTAI MANDALIKA LOMBOK TENGAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI SKRIPSI Diajukan