• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karies Yang Tidak Dirawat Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Murid Sekolah Dasar Di Perumnas II Kecamatan Medan Denai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karies Yang Tidak Dirawat Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Murid Sekolah Dasar Di Perumnas II Kecamatan Medan Denai"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARIES YANG TIDAK DIRAWAT

DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA MURID

SEKOLAH DASAR DI PERUMNAS II

KECAMATAN MEDAN DENAI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Poppy Yoanda NIM : 100600002

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Poppy Yoanda

Hubungan Karies Yang Tidak Dirawat Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Murid Sekolah Dasar Di Perumnas Ii Kecamatan Medan Denai

x+30 halaman

Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak. Karies yang tidak dirawat dapat menimbulkan berbagai masalah seperti pulpitis (P/p), ulserasi (U/u), fistula (F/f) dan abses (A/a). Anak yang menderita pufa/PUFA memiliki kecenderungan mengalami penurunan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karies yang tidak dirawat dengan Indeks Massa Tubuh pada 320 orang murid sekolah dasar dari tiga Sekolah Dasar Negeri (SDN 068074, 066432 dan 066665) yang berada di Perumnas II Kecamatan Medan Denai. Pengumpulan data karies gigi yang tidak dirawat dilakukan dengan pemeriksaan klinis menggunakan indeks PUFA. Data IMT diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus BMI yang kemudian disesuaikan dengan diagram BMI for Age.

Hasil penelitian menunjukkan semakin bertambah skor pufa, PUFA dan pufa+PUFA maka semakin meningkat persentase responden pada kategori sangat kurus/kurus sebaliknya persentase responden pada kategori gemuk dan obesitas semakin menurun. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara skor pufa dengan IMT (p=0,000), skor PUFA dengan IMT (p=0,000) dan skor pufa+PUFA dengan IMT (p=0,000). Penemuan ini membuktikan adanya hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan penurunan berat badan pada anak usia sekolah dasar.

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 11 Februari 2014

Pembimbing : Tanda tangan

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 11 Februari 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D ANGGOTA : 1. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp. Ort, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku penasehat akademik, yang telah banyak memberikan motivasi, nasihat, dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D., Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing, atas keluangan waktu, saran, dukungan, bantuan, motivasi, dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM., dan Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes., selaku tim penguji, atas keluangan waktu, saran, dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Ibu Syafrida Darawati, S.Pd, Ibu Nurhamidah, S.Pd dan Ibu Duma Suryani, S.Pd selaku kepala Sekolah Dasar Negeri 066665, 068074 dan 066432 yang telah memberikan izin sehingga penelitian dapat terlaksana baik.

(6)

6. Sahabat-sahabat tersayang penulis, Zeri Winda Ayu, Atika Putri, Gustri Giani KP, Puput Roza Dewi, Adelina, Mariatul Kiptia, Nurul Yunita, Dea Philia Swastika, Feby Lulu Karina, kak Karsa F Rajagukguk serta teman-teman stambuk 2010 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Terima kasih juga kepada abangda Iman Akbar Hasibuan, dr., yang telah banyak memberikan kasih sayang, perhatian, bantuan dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga penulis persembahkan kepada Ayahanda Suhendro dan Ibunda Yanti Susilawaty serta adikku tercinta Venny Dwi Priastika dan Tri Putri Ananda atas perhatian, kasih sayang, doa, bimbingan semangat, serta dukungan baik moril maupun materil yang selama ini diberikan kepada penulis

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 11 Februari 2014 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Karies Gigi ... 4

2.2 Akibat Karies yang Tidak Dirawat ... 5

2.3 Indeks PUFA ... 9

2.4 Indeks Massa Tubuh ... 10

2.5 Hubungan Karies yang Tidak Dirawat dengan Pertumbuhan Anak ... 14

2.6 Kerangka Konsep ... 15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 16

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.3 Populasi dan Sampel ... 16

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Pengumpulan Data ... 18

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 19

(8)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden ... 20

4.2 Rata-rata IMT ... 21

4.3 Prevalensi pufa/PUFA ... 21

4.4 Karakteristik IMT pada Penderita pufa/PUFA ... 22

4.5 Distribusi pufa/PUFA Berdasarkan Usia ... 22

4.6 Hubungan pufa/PUFA dengan IMT ... 23

BAB 5 PEMBAHASAN ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kategori status gizi berdasarkan Z-score ... 13

2 Persentase karakteristik pada responden anak (N=302) ... 20

3 Karakteristik berat dan tinggi badan responden anak ... 20

4 Rata-rata IMT berdasarkan kategori IMT pada responden anak ... 21

5 Prevalensi pufa/PUFA pada responden anak ... 21

6 Persentase karakteristik IMT penderita pufa/PUFA berrdasarkan jenis Kelamin pada responden anak ... 22

7 Distribusi pufa/PUFA berdasarkan usia pada responden anak ... 23

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Pulpitis ... 6

2 Ulkus Traumatik ... 6

3 Fistula ... 7

4 Abses ... 8

5 Nekrosis Pulpa ... 8

6 Diagram BMI for Age untuk anak laki-laki usia 5-19 tahun ... 11

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kuesioner hubungan karies yang tidak dirawat dan Indeks Massa Tubuh pada murid sekolah dasar di Perumnas II Kecamatan Medan Denai

2 Surat persetujuan komite etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan

3 Surat keterangan izin penelitian dari Kepala Sekolah SDN 066665, 068074 dan 066432

4 Surat keterangan penelitian dari Kepala Sekolah SDN 066665, 068074 dan 066432

(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Poppy Yoanda

Hubungan Karies Yang Tidak Dirawat Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Murid Sekolah Dasar Di Perumnas Ii Kecamatan Medan Denai

x+30 halaman

Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak. Karies yang tidak dirawat dapat menimbulkan berbagai masalah seperti pulpitis (P/p), ulserasi (U/u), fistula (F/f) dan abses (A/a). Anak yang menderita pufa/PUFA memiliki kecenderungan mengalami penurunan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karies yang tidak dirawat dengan Indeks Massa Tubuh pada 320 orang murid sekolah dasar dari tiga Sekolah Dasar Negeri (SDN 068074, 066432 dan 066665) yang berada di Perumnas II Kecamatan Medan Denai. Pengumpulan data karies gigi yang tidak dirawat dilakukan dengan pemeriksaan klinis menggunakan indeks PUFA. Data IMT diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus BMI yang kemudian disesuaikan dengan diagram BMI for Age.

Hasil penelitian menunjukkan semakin bertambah skor pufa, PUFA dan pufa+PUFA maka semakin meningkat persentase responden pada kategori sangat kurus/kurus sebaliknya persentase responden pada kategori gemuk dan obesitas semakin menurun. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara skor pufa dengan IMT (p=0,000), skor PUFA dengan IMT (p=0,000) dan skor pufa+PUFA dengan IMT (p=0,000). Penemuan ini membuktikan adanya hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan penurunan berat badan pada anak usia sekolah dasar.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Karies gigi merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak dan paling sering dijumpai di seluruh dunia.1 Di Indonesia, prevalensi dan derajat keparahan karies cukup tinggi. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004, prevalensi karies gigi telah mencapai 90,05% yang berarti hampir seluruh penduduk Indonesia menderita karies gigi. Riset Kesehatan Dasar 2007 melaporkan, prevalensi karies menurun menjadi 71% yang 46,5% di antaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat. Pada usia 12 tahun karies aktifnya sebesar 29,8%, dengan skor DMFT 4,85. Hal ini menunjukkan rata-rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia lebih kurang 5 gigi per orang.2,3

Karies merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh interaksi beberapa faktor, seperti faktor host (gigi dan saliva), mikroorganisme, substrat (makanan) serta waktu sebagai faktor tambahan.3 Karies gigi yang tidak di rawat akan memiliki dampak terhadap kesehatan umum, kualitas hidup, produktivitas, perkembangan dan pendidikan.1 Rasa sakit yang disebabkan gigi berlubang yang sangat serius dapat memperparah kesehatan anak secara keseluruhan, di samping itu juga akan mengganggu proses pengunyahan, anak tidak mau makan dan biasanya pola tidur akan terganggu. Menurut Acs dkk, kurang tidur dan ketidakseimbangan diet dapat mempengaruhi berat badan anak.4

(14)

Pada penelitian Monse et al, terlihat bahwa prevalensi pufa pada anak usia 6 tahun 84% dengan skor pufa 3,4 dan anak usia 12 tahun 12% dengan skor pufa 0,2. Prevalensi PUFA pada anak usia 6 tahun 8% dengan skor PUFA 0,1 dan anak usia 12 tahun 50% dengan skor PUFA 1,0.6

Penelitian Mishu et al, menunjukkan pufa pada gigi susu berhubungan dengan menurunnya berat badan, terlihat 54,6% anak mengalami karies yang tidak terawat, 26,4% di antaranya mempunyai berat badan lebih rendah.7

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan PUFA dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Benzian et al menyatakan bahwa IMT berhubungan dengan prevalensi infeksi odontogenik yang disebabkan karies (PUFA/pufa), terlihat 55,7% anak yang mengalami infeksi odontogenik (PUFA/pufa) 27,1% di antaranya mempunyai IMT di bawah normal dan 1% mempunyai IMT di atas normal.1

Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan IMT pada murid Sekolah Dasar Negeri di Perumnas II Kecamatan Medan Denai. Sekolah ini dipilih oleh peneliti karena akses lebih mudah bagi peneliti. Selain itu, terdapat puskesmas yang berjarak 500 meter dari sekolah, namun poli gigi tidak beroperasi secara efektif. Oleh karena itu, lokasi ini dipilih oleh peneliti sebagai lokasi penelitian.

1.2Permasalahan

Apakah ada hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan Indeks Massa Tubuh pada murid Sekolah Dasar Negeri di Perumnas II Kecamatan Medan Denai.

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakteristik Indeks Massa Tubuh pada murid Sekolah Dasar Negeri di Perumnas II Kecamatan Medan Denai.

2. Untuk mengetahui prevalensi pufa/PUFA pada murid Sekolah Dasar Negeri di Perumnas II Kecamatan Medan Denai.

(15)

4. Untuk mengetahui hubungan skor pufa/PUFA dengan Indeks Massa Tubuh pada murid Sekolah Dasar Negeri di Perumnas II Kecamatan Medan Denai.

1.4Hipotesis

Tidak ada hubungan antara skor PUFA/pufa dengan Indeks Massa Tubuh.

1.5Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat :

Memberikan informasi terutama bagi orang tua dan guru sekolah bahwa karies yang tidak dirawat pada anak dapat berdampak terhadap menurunnya Indeks Massa Tubuh sehingga termotivasi untuk melakukan perawatan pada karies yang tidak dirawat.

2. Bagi pengelola program kesehatan :

Sebagai bahan penyuluhan dan masukan untuk dilakukan UKGS tahap III sebagai upaya peningkatan kualitas kesehatan gigi dan mulut anak.

3. Bagi Departemen IKGP/KGM :

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh Departemen IKGP/KGM sebagai bahan masukan tentang akibat karies yang tidak dirawat.

4. Bagi peneliti :

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Karies di tandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.5 Karies gigi timbul karena interaksi empat faktor yaitu host yang meliputi gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat serta waktu atau lamanya proses interaksi antar faktor tersebut.3

Axelsson pada tahun 1999 dan WHO pada tahun 2003 menyatakan bahwa karies gigi merupakan proses infeksi yang memiliki keterkaitan dengan kesehatan dan status gizi serta dapat bertindak sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan penyakit organ tubuh lainnya.3,8

2.1 Proses Karies Gigi

Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa), untuk memproduksi asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga pH saliva meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan mineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.5,9

(17)

dicegah. Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan rasa sakit.9

2.2 Akibat Karies yang Tidak Dirawat

Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya penderita mengeluh giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian pulpa, serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar.5 Beberapa masalah akan timbul pada karies yang tidak terawat apabila dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula dan abses.

a. Pulpitis

Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis sulit untuk menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi.10 Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal pulpitis. Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis dibagi menjadi:11,12

1. Pulpitis reversible, yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal. Gejala Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di hilangkan.

2. Pulpitis Irrevesible, yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis irreversible merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya

(18)

irreversible ini dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat

berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam.

Gambar 1. Pulpitis6 b.Ulkus Traumatik

Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulserasi akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah. Secara klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval bentuknya. Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang perlahan-lahan warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah ulkus biasanya berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang, ulkus akan sembuh dalam waktu 2 minggu.14

(19)

c. Fistula

Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat, daerah yang terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan nanah.5

Gambar 3. Fistula6

d. Abses

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi, patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.5,13

(20)

berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase.12,13

Gambar 4. Abses periapikal6 e. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu:14

1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat.

2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.

(21)

2.3Indeks PUFA

Indeks PUFA adalah indeks yang digunakan untuk pengukuran karies yang tidak dirawat. Menurut Palenstein, ada empat kondisi oral akibat karies gigi yang tidak dirawat yang digunakan untuk pengukuran indeks PUFA yaitu pulpitis, ulserasi, fistula dan abses. Indeks ini diperkenalkan pertama kali oleh Monse et al. pada tahun 2010.15 Indeks tersebut dibuat secara terpisah dari indeks DMFT/dmft dan skor keterlibatan pulpa, ulserasi dari mukosa mulut karena fragmen akar, fistula atau abses. Lesi yang tidak diakibatkan oleh karies yang tidak dirawat tidak diberikan skor. Penilaian PUFA dilakukan secara visual tanpa menggunakan alat. Hanya satu nilai yang diberikan per gigi.6 Huruf besar digunakan untuk gigi permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi susu, dengan kriteria sebagai berikut:16

P/p: keterlibatan pulpa dicatat pada saat pembukaan ruang pulpa atau ketika struktur mahkota gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau fragmen akar yang tersisa. Tidak ada probing dilakukan untuk mendiagnosis keterlibatan pulpa.

U/u: Ulserasi karena trauma mahkota gigi yang tajam dicatat pada saat tepi tajam dari dislokasi gigi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen akar menyebabkan ulserasi traumatis jaringan lunak sekitarnya, misalnya, lidah atau mukosa bukal.

F/f: Fistula dicatat ketika nanah keluar dari saluran sinus yang berhubungan dengan keterlibatan pulpa gigi.

A⁄a: Abses dicatat ketika adanya nanah dan terjadi pembengkakan terkait dengan keterlibatan pulpa gigi.

(22)

2.4Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa tubuh yang dikenal sebagai Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang membandingkan berat badan dan tinggi badan.17 IMT diyakini dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, untuk ketepatan riset diperlukan dual energy x-ray absorbtiometry yang dapat menentukan secara tepat komposisi tubuh. Intrepretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. IMT merupakan altenatif pengukuran lemak tubuh karena biayanya murah dan metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan.18

The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National

Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services merekomendasikan

Indeks Massa Tubuh sebagai baku pengukuran berat badan pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)).19

IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan dapat digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. 20

Salah satu kelemahan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi lemak tubuh, sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak

menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.20

(23)

dipilih. Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh, perubahan pada tubuh merefleksikan keadaan kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau penduduk tertentu. Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi.21

Cara menentukan IMT/U adalah sebagai berikut:

1. Terlebih dahulu tentukan IMT anak. Setelah nilai IMT tersebut diperoleh maka, nilai IMT hasil perhitungan pada diagram IMT menurut umur referensi WHO/NCHS 2007 sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak.

Untuk mengetahui nilai IMT/U, dapat diperoleh dengan perhitungan rumus berikut ini:21

IMT = berat badan (kg)

tinggi badan (m)x tinggi badan (m)

Setelah nilai IMT diperoleh, bandingkan nilai IMT hasil perhitungan pada diagram BMI for age sesuai jenis kelamin dan umur anak. (Gambar 6 dan 7)

(24)

Gambar 7. Diagram BMI for Age untuk anak perempuan usia 5-19 tahun21 2. Penentuan kriteria anak disesuaikan dengan memperhatikan nilai Z-score pada diagram WHO. Penjelasan diagram WHO untuk IMT terhadap umur terlihat pada Tabel 1.22

Z-score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara internasional

untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan.21

Z-score paling sering digunakan. Secara teoritis, Z-score dapat dihitung

dengan cara berikut:22

� − �����= Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT (referensi)

(25)

Tabel 1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Z-score22

Kurus (Wasted) Kurus (Wasted)

1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan tinggi orangtua normal).

2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini, kemungkinan mempunyai masalah gizi atau pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U.

3. Anak mempunyai kemungkinan risiko, bila kecenderungannya menuju garis z-score +2 berarti risiko lebih pasti.

(26)

2.5 Hubungan Karies yang tidak dirawat dengan pertumbuhan anak

Gigi dan mulut memegang peranan penting pada masa anak-anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang. Menurut Hayati (cit. Junaidi), ujung sefalik saluran pencernaan yang menjadi pintu masuk makanan dibutuhkan oleh tubuh untuk menghasilkan energi maupun perbaikan jaringan dan pertumbuhan anak.23 Selanjutnya, salah satu alat cerna yang dimiliki manusia adalah mulut beserta organ pelengkapnya yaitu gigi, lidah dan saliva. Gigi berperan untuk mencerna makanan.

Menurut Nurdadi (cit, Junaidi), pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor internal berupa struktur fisik dan tingkat pertumbuhan sel otak semasa dalam kandungan. Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi yang diterima anak dan status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit yang diderita misalnya seperti karies gigi. Pada anak-anak terutama pada usia sekolah dasar, struktur giginya termasuk gigi bercampur yaitu gigi susu dan gigi permanen, sehingga rentan mengalami karies gigi. Anak kelas 2 sekolah dasar yang mempunyai usia rata-rata 8 tahun merupakan salah satu kelompok usia kritis untuk terkena karies gigi karena mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen. Gigi susu berguna untuk memotong, berbicara dan memicu pertumbuhan rahang23

(27)

2.6 Kerangka Konsep

Pengukuran skor pufa Skor p

Skor u Skor f

Skor a Indeks Massa Tubuh

(Z-score): Obesitas Gemuk Normal Kurus Sangat kurus Pengukuran skor PUFA

Skor P Skor U Skor F Skor A

(28)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei analitik.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perumnas Medan II Kecamatan Medan Denai. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 6 bulan dimulai pada Juli 2013 sampai Januari 2014.

3.3Populasi dan sampel

Populasi pada penelitian ini adalah murid sekolah dasar dari tiga Sekolah Dasar Negeri (SDN 066665, 068074 dan 066432) yang berada di Perumnas Medan II Kecamatan Medan Denai sejumlah 320 orang.

Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel, namun 18 orang murid tidak dapat hadir tanpa pemberitahuan sehingga yang diteliti hanya 302 orang

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Jenis kelamin

Jenis kelamin terdiri atas laki-laki dan perempuan 2. Umur

Umur dihitung dari ulang tahun terakhir responden. 3. Tinggi badan

(29)

4. Berat badan

Berat badan adalah massa tubuh (dalam kilogram) yang diukur dengan menggunakan timbangan berat badan (Model EB9005).

5. Indeks Massa Tubuh (IMT terhadap Umur)

IMT adalah hasil perhitungan berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m), yang kemudian dibandingkan dengan diagram BMI for Age sesuai jenis kelamin dan umur anak.

IMT = berat badan (kg)

tinggi badan (m)x tinggi badan (m)

Diagram IMT terhadap umur untuk anak usia 5-19 tahun a) laki-laki b) perempuan21 6. Kategori IMT

Penentuan kriteria IMT anak sesuai dengan kriteria diagram Z- score WHO (5 kategori), yaitu :

a. Sangat Kurus

Anak dimasukkan dalam kategori sangat kurus bila Z-score bernilai -3. b. Kurus

Anak dimasukkan dalam kategori kurus bila Z-score bernilai -2. c. Normal

(30)

d. Gemuk

Anak dimasukkan dalam kategori gemuk bila Z-score bernilai +1. e. Obesitas

Anak dimasukkan dalam kategori gemuk bila Z-score bernilai +2. 7. Skor pufa, skor PUFA dan skor pufa+PUFA yaitu :

Penjumlahan skor karies yang tidak di rawat baik pada gigi susu maupun permanen, dengan kriteria:

P/p : terlihat karies yang telah mencapai pulpa dan meluas dengan mahkota gigi yang telah hancur.

U/u : Pada saat pemeriksaan terlihat daerah berwarna merah pada bagian lidah atau mukosa bukal dan di daerah antagonisnya terlihat adanya fragmen akar yang tajam.

F/f : Pada saat pemeriksaan terlihat nanah yang keluar dari saluran sinus.

A/a : Pada saat pemeriksaan terlihat nanah dengan adanya pembengkakan pada daerah sekitar gigi yang karies.

Tiap gigi hanya dimasukkan dalam satu kategori saja, yaitu P/p, U/u, F/f atau A/a. Skor pufa dihitung dengan menjumlahkan p+u+f+a, dan juga berlaku untuk perhitungan skor PUFA dengan menjumlahkan P+U+F+A dan skor pufa+PUFA dengan menjumlahkan p/P+u/U+f/F+a/A.

3.5Pengumpulan data

1. Pengumpulan karakteristik responden dilakukan dengan kuisioner.

2. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan secara langsung pada anak.

3. Penentuan kriteria IMT anak dilakukan dengan menghitung berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) dengan rumus yang sudah tersedia di kuisioner dan disesuaikan dengan diagram BMI for Age

(31)

3.6Pengolahan dan Analisis data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Analisis data dilakukan dengan melakukan perhitungan statistik :

a. Univariat: Untuk mengetahui rerata IMT, prevalensi, skor pufa dan skor PUFA pada anak sekolah dasar.

b. Bivariat: Untuk mengetahui hubungan antara skor pufa/PUFA dengan IMT menggunakan uji Chi-square.

3.7Etika Penelitian

Etika penelitian mencakup:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian.

2. Ethical Clearance

(32)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Dari 302 orang yang diteliti persentase responden pada anak usia 10-11 tahun paling banyak yaitu 34,4%, dan paling sedikit usia ≥12 tahun yaitu 5,6%. Perse ntase responden laki-laki 50,3% hampir sama dengan perempuan 49,7% (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase karakteristik responden (n=302)

Karakteristik n %

Berdasarkan pengukuran berat dan tinggi badan, maka diperoleh rata-rata berat badan seluruh responden adalah 23,89±8,11 dan tinggi badan 1,19±0,08 m (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik berat badan dan tinggi badan responden (n=302)

Karakteristik Minimum Maksimum ��±SD

(33)

4.2 Rata-rata IMT

Rata-rata IMT keseluruhan anak yang menjadi responden adalah 16,31±3,12. Berdasarkan kategori IMT, rata-rata IMT anak semakin meningkat dengan bertambahnya berat badan yaitu kategori sangat kurus 11,04±0,80, kategori kurus 12,70±0,68, normal 16,31±1,39, gemuk 19,83±1,62 dan obesitas 24,20±2,00 (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-rata IMT berdasarkan kategori IMT pada responden Kategori IMT n

Prevalensi responden siswa yang menderita pufa 57,9%, PUFA 21,5% dan pufa+PUFA 65,2% (Tabel 5)

(34)

4.4 Karakteristik IMT pada penderita pufa/PUFA

Umumnya IMT siswa penderita pufa/PUFA pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan lebih banyak berada pada kategori normal yaitu 55,9 %. Pada kategori kurus persentase lebih banyak pada perempuan yaitu 35,9% daripada laki-laki 28,7%, sebaliknya persentase gemuk dan obesitas lebih banyak pada laki-laki 7,4% dan 5,3% daripada perempuan 4,8% dan 1,9% (Tabel 6).

Tabel 6. Persentase karakteristik IMT penderita pufa/PUFA berdasarkan jenis kelamin pada responden

Jenis

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

4.5 Distribusi pufa/PUFA berdasarkan usia

Rata-rata pufa semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia yaitu usia 6-7 tahun rata-rata pufa 1,97±1,71 sedangkan usia ≥12 tahun rata-rata pufa menjadi 0,24±0,56, demikian juga dengan rata-rata pufa+PUFA pada usia 6-7 tahun rata-rata pufa+PUFA 2,23±1,98 sedangkan usia ≥12 tahun rata -rata pufa+PUFA menjadi 0,94±1,19. Sebaliknya rata-rata PUFA semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yaitu usia 6-7 tahun rata-rata PUFA 0,27±0,67 sedangkan usia

(35)

Tabel 7. Distribusi pufa/PUFA berdasarkan usia pada responden (n=302)

4.6 Hubungan pufa/PUFA dengan IMT

Tabel 8 menunjukkan persentase gemuk/obesitas lebih banyak pada skor pufa 0 dan 1 yaitu 27,6% dan 16,0%, sebaliknya persentase sangat kurus/kurus lebih banyak dijumpai pada skor 3,4 dan 5 yaitu berturut-turut 83,3%, 71,4% dan 86,7%.

Hal yang sama terlihat pada skor PUFA, dimana persentase gemuk/obesitas hanya dijumpai pada skor 0 dan 1 yaitu 21,1% dan 9,4%. Tidak dijumpai anak dengan kategori gemuk/obesitas pada skor 2 dan 3, sebaliknya persentase sangat kurus/kurus cukup tinggi pada skor PUFA 2 yaitu 74,1% bahkan sampai 100% pada skor PUFA 3.

Persentase gemuk/obesitas yang tinggi juga dijumpai pada skor pufa+PUFA 0 yaitu 32,4% yang kemudian semakin menurun dengan bertambahnya skor pufa+PUFA, sebaliknya persentase sangat kurus/kurus cukup tinggi pada skor pufa+PUFA 5 yaitu 86,4%.

(36)
(37)

BAB 5 PEMBAHASAN

Prevalensi pufa/PUFA pada responden anak di Perumnas II Kecamatan Medan Denai yaitu pufa 57,9% dan PUFA 21,5% dan pufa+PUFA 65,2%. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian yang dilakukan oleh Monse et al. pada responden dengan usia 6-12 tahun yaitu pufa 84% dan PUFA 50%. Hal ini mungkin disebabkan jumlah sampel yang berbeda. Penelitian Monse et al dilakukan pada 2030 responden sedangkan penelitian ini hanya dilakukan pada 302 responden saja.

Prevalensi pufa lebih banyak yaitu 57,9% dari PUFA 21,5% (Tabel 5). Hal ini mungkin disebabkan masih banyaknya responden yang memiliki gigi susu daripada responden yang memiliki gigi permanen. Selain itu, mungkin disebabkan usia erupsi gigi, gigi susu lebih lama terpapar di dalam rongga mulut sedangkan gigi permanen yang masih baru erupsi belum lama terpapar di rongga mulut.6 Gigi susu juga mudah terserang karies karena gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Karies yang tidak dirawat ini lama-kelamaan akan menjadi infeksi odontogenik (pufa/PUFA).6,8

Berdasarkan jenis kelamin, pada kategori kurus persentase lebih banyak pada perempuan 35,9% dari laki-laki 28,7%, sedangkan kategori gemuk dan obesitas lebih banyak pada laki-laki 7,4%, 5,3% dari perempuan 4,8%, 1,9% (Tabel 6). Hal ini mungkin disebabkan karena anak laki-laki umumnya mempunyai tubuh yang lebih berat dan berlemak sampai usia 11 tahun, setelah itu ketebalan lemak mulai menurun dan digantikan oleh massa otot dan tulang sedangkan anak perempuan meningkat pada usia 12-14 tahun .26

(38)

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yaitu usia 6-7 tahun rata-rata PUFA 0,27±0,67 sedangkan usia ≥12 tahun menjadi 0,71 ±0,98 (Tabel 7). Hal ini mungkin disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka jumlah gigi susu semakin berkurang didalam rongga mulut dan digantikan oleh gigi permanen.

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Rata-rata IMT adalah 16,31±3,12. Rata-rata IMT anak dengan kategori sangat kurus 11,04±0,80, kurus 12,70±0,68, normal 16,31±1,39, gemuk 19,83±1,62 dan obesitas 24,20±2,00.

2. Prevalensi pufa 57,9%, PUFA 21,5% dan pufa+PUFA 65,2%.

3. Rata-rata pufa semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia yaitu usia 6-7 tahun 1,97±1,71 sedangkan usia ≥12 tahun menjadi 0,24 ±0,56, demikian juga dengan rata-rata pufa+PUFA pada usia 6-7 tahun 2,23±1,98 sedangkan usia ≥12 tahun menjadi 0,94±1,19. Sebaliknya rata-rata PUFA semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yaitu usia 6-7 tahun 0,27±0,67 sedangkan usia ≥12 tahun menjadi 0,71±0,98.

4. Semakin bertambah skor pufa+PUFA maka semakin meningkat pula persentase anak yang sangat kurus/kurus. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara skor pufa dengan IMT (p=0,000), skor PUFA dengan IMT (p=0,000) dan skor pufa+PUFA dengan IMT (p=0,000).

6.2 Saran

1. Diharapkan peran orang tua dalam mengawasi dan mengontrol pemeliharaan kesehatan gigi anaknya.

2. Diharapkan partisipasi guru dalam melakukan pembinaan kesehatan gigi dan mulut dan dapat mendeteksi dini penyakit gigi dan mulut agar dapat melakukan rujukan bagi yang memerlukan.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

1. Benzian H, Monse B, Weltzien RH, Martin H, Jan M, Helderman WVP. Untreated severe dental decay: a neglected determinant of low body mass index in 12-year-old Filipino children. BMC Public Health 2011; 11: 558-67.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Nasional. 2007: 131-48.

3. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan pemeliharaan. Medan: USU Press, 2008: 4-5

4. Acs G, Shulman R, Ng WM, Chussid S. The effect of dental rehabilitation on the body weight of children with early childhood caries. American Academy of Pediatric Dentistry 1999; 21(2): 109-13.

5. Kidd EAM, Joyston-Bechal S. Dasar-dasar karies. Alih bahasa. Sumawinata N. Jakarta: EGC, 2002: 1-40.

6. Monse B, Weltzien RH, Benzian H, Holmgren C, Helderman WVP. PUFA- An index of clinical consequences of untreated dental caries. Community Dent Oral Epidemiol 2010; 38: 77-82.

7. Mishu MP, Hobdell M, Khan MH, Hubbard RM, Sabbah W. Relationship between untreated dental caries and weight and height of 6-to 12-year-old primary school children in Bangladesh. International J Dentistry 2013; 1-5.

8. Anitasari S, Rahayu NE. Hubungan frekuensi menyikat gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa sekolah dasar negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Dent J 2005; 38(2): 88. 9. Kidd EAM. Essential of dental caries. 3rd ed., London: Oxford University Press,

2005: 2-17.

10. Widodo T. Respon imun humoral pada pulpitis. Dent J 2005; 38(2): 49-51.

11. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia. Alih bahasa. Sumawinata N. Jakarta: ECG, 2008: 29-54.

(41)

13. Brook I. Anaerobic infection. <http://anaerobicinfections.blogspot.com>(15 Agustus 2013)

14. Langlais RP, Miller CS. Kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta: Hipokrates, 1998: 94-97.

15. Baginska J, Rodakowsa E, Wilczynska BM, Jamiolkowski J. Index of clinical consequences of untreated dental caries (pufa) in primary dentition of children from north-east Poland. Advences in Medical Sciences 2013; 58(2): 1-6.

16. Mehta A. Comprehensive review of caries assessment system developed over the last decade. RSBO 2012; 9(3): 316-21.

17. Karels AJ, Cooper BR. Obesity and its role in oral health. IJAHSP 2007; 5(1): 1-5.

18. Soetjiningsih ed. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC, 1995: 34-47.

19. Himes JH, Dietz WH. Guidelines for overweight in adolescent preventive service: recommendations from an expert committee. Am J Clin Nutr 1994; 59: 207-16.

20. Utari A. Hubungan indeks massa tubuh dengan tingkat kesegaran jasmani pada anak usia 12-14 tahun. Tesis. Semarang: Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2007: 28.

21. Devi N. Gizi anak sekolah. Jakarta: Kompas, 2012: 7-10.

22. Anggraeni AC. Asuhan gizi: nutritional care process. 1st ed., Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012: 16-20.

23. Junaidi. Hubungan keparahan karies gigi dengan asupan zat gizi dan status gizi anak sekolah dasar kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Tesis. Yogyakarta: Program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Gadjah Mada, 2004: 3-4.

24. Siagian A, Barus D. Hubungan kebiasaan makan dan pemeliharaan kesehatan gigi dengan karies gigi pada anak SD 060935 di Jalan Pintu Air Simpang Gudang kota Medan tahun 2008. Info kesehatan masyarakat, 2008; XII(2): 109-118. 25. Sheiham A. Dental caries affects body weigth, growth and quality of life in

(42)
(43)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN KARIES YANG TIDAK DIRAWAT DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA MURID SEKOLAH

DASAR DI PERUMNAS II KECAMATAN MEDAN DENAI

No. Kartu : Pemeriksa : Nama :

Kelas :

A. Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin : a. Laki-laki 1

b. Perempuan

2. Usia : 2

3. Tinggi badan (m) 3

(44)

B.Pemeriksaan BMI

���

=

���������� (��)

����������� (�)������������ (�)

= =

5

Diagram BMI for Age anak usia 5-19 tahun a) anak laki-laki b) anak perempuan 5. BMI for Age : a. Sangat Kurus 6

(45)

C. Pemeriksaan pufa dan PUFA

∑ p 7 ∑ P 12

∑ u 7 8 ∑ U 13

∑ f 9 ∑ F 14

∑ a 10 ∑ A 15

∑pufa 11 ∑PUFA 16

Keterangan :

P/p= Pulpitis F/f= Fistula A/a= Abses U/u = Ulserasi

55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27

47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37

(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)

CURRICULUM VITAE

(RIWAYAT HIDUP)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Poppy Yoanda

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Stabat/ 03 april 1992

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat : Tj. Sari pasar 1 Perumahan Milano Grandia No.39

Telepon/HP : 082168859582

E-mail : poppyyoanda@yahoo.co.id

PENDIDIKAN

1998 - 2004 : SDN 054907

2004 - 2007 : SMP Negeri 1 Stabat

2007 - 2010 : SMA Negeri 1 Stabat

2010 - sekarang : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Medan, Februari 2014

(57)

Gambar

Gambar 1. Pulpitis6
Gambar 3. Fistula6
Gambar 4. Abses periapikal6
Gambar 6. Diagram BMI for Age untuk anak laki-laki usia 5-19 tahun21
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Infeksi Kecacingan Terhadap Indeks Massa Tubuh dan Kadar Protein Serum Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.. Pembimbing I:

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gokhale tahun 2010 di Nellore India, yang meneliti hubungan antara karies dan indeks massa tubuh pada 100 sampel anak-anak menemukan bahwa

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada siswa kelas 4-6 Sekolah Dasar Katolik Santo Xaverius

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan kepada anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul “Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks

Ada pengaruh perilaku kesehatan yang terdiri dari perilaku sehat, perilaku sakit dan perilaku peran sakit terhadap kejadian karies gigi pada murid Sekolah Dasar. binaan

Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan yang selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus indeks massa tubuh lalu diinterpretasikan pada kurva

Indeks PUFA/pufa adalah sebuah indeks yang digunakan untuk mengukur keadaan rongga mulut akibat karies gigi yang tidak dirawat seperti keterlibatan pulpa (P/p), ulserasi

Kegagalan indeks DMFT untuk menyediakan informasi tentang keadaan klinis pada karies yang tidak dirawat menjadi landasan untuk pengembangan indeks PUFA. 9 Indeks PUFA