UPAYA POLRES TANGGAMUS DALAM PENANGGULANGAN PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL)
DI WILAYAH TANGGAMUS (Skripsi)
Oleh
HARMAWAN PRANA YUDA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
Perjudian toto gelap (togel) merupakan suatu masalah serius yang dihadapi oleh pihak kepolisian, sebab judi ini merupakan kejahatan yang melanggar hukum. Sesuai dengan konteks bahwa tindak pidana perjudian pada dasarnya adalah kejahatan, bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, maka pihak Kepolisian Republik Indonesia sebagai aparat penegak hukum dituntut untuk melaksanakan berbagai upaya dan kebijakan dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, dengan responden yaitu anggota Kepolisian Resor Tanggamus, tokoh masyarakat dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan dan dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: (1) Upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam upaya penanggulangan judi togel di
belum dilaksanakan secara optimal. c) Faktor masyarakat, yaitu tidak bersedianya masyarakat untuk menjadi pelapor atau saksi dalam penanggulangan tindak pidana judi togel d) Faktor budaya, yaitu semakin membudayanya judi dalam kehidupan masyarakat, sehingga judi togel ini terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh wilayah Kabupaten Tanggamus.
UPAYA POLRES TANGGAMUS DALAM PENANGGULANGAN PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL)
DI WILAYAH TANGGAMUS
Oleh
HARMAWAN PRANA YUDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Nama Mahasiswa : HARMAWAN PRANA YUDA
No. Pokok Mahasiswa : 0912011156
Bagian : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Maroni, S.H, M.H.
NIP. 196003101987031002
Deni Achmad. S.H., M.H.
NIP. 198103152008011014
2. Ketua Bagian Hukum Pidana,
Diah Gustiniati, S.H., M.H.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H. ………
Sekretaris/Anggota : Deni Achmad, S.H., M.H. ………
Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. ………
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S.
NIP. 19621109 198703 1 003
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.
(Q.S. Al Maidah: 90)
“Sugu Yaru, Kanarazu Yaru, Owari Made”
”Segera Kerjakan, Harus Dikerjakan, Kerjakan sampai Selesai”
(Kaisar Hirohito)
Pencapaian yang tinggi memerlukan perjuangan yang teguh
dan selalu optimis
PERSEMBAHAN
Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas Rahmat
dan Hidayah-Nya Serta Junjungan Tinggi Rasulullah
Muhammad SAW
Kupersembahkan Skripsi ini kepada :
Ayahanda dan Ibunda, sebagai orang tua penulis tercinta yang telah mendidik,
membesarkan dan membimbing penulis menjadi sedemikian rupa yang selalu
memberikan kasih sayang yang tulus dan memberikan
do’a
yang tak pernah putus untuk setiap langkah yang penulis lewati
serta yang tidak pernah meninggalkan penulis
dalam keadaan penulis terpuruk sekalipun
orang yang spesial dalam hidup, Amelia Hestiana
yang selalu menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju memikirkan masa depan
yang jauh lebih baik dari sekarang.
Dan selalu menemani disaat susah dan senang walaupun tidak mudah untuk mencapai
kesepakatan yang baik.
Adik-adikku yang bnayak sekali yang selalu bercanda gurau sampai tidak kerasa kakak
tersayang mu ini sudah selesai menjalani sekolah perguruan tinggi ini.
Sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa untuk disebutkan satu peratu
yang telah banyak membantu, menemani dan memberikan dukungan
kepada penulis selama ini.
Terimakasih atas persahabatan yang indah yang telah kalian berikan
dan waktu yang telah kalian luangkan
SAN WACANA
Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul: “Upaya Polres Tanggamus dalam Penanggulangan Perjudian Toto Gelap di Wilayah Tanggamus”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan
terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang penuh
dengan kesabaran memberikan bimbingan, motvasi, jalan, saran dan juga
kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, atas
kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang
6. Bapak Abdul Mhutalib S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membantu, mengarahkan dan membimbing pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
ilmu kepada penulis selama menempuh studi.
8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.
9. Kepala Polresta Bandar Lampung, yang telah memberikan izin penelitian dan
memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.
10.Ayahanda dan Ibunda, serta saudara-saudara penulis yang menyertai dengan
doa untuk membantu kesuksesan penulis dan yang menjadi motivasi dalam
berpikir penulis.
11.Teman-teman terdekat penulis di Fakultas Hukum Universitas Lampung
Handy Sihotang SH, Hendra Dwi Gunanda, Hernadi Susanto, Gigih suci
Prayudi, M. Tajuddin H., Hary Saputra Rossasy, Handy Alifta, Galuh Kaffi
Husien, dan Banyak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
12.Orang spesial yang selalu buat kesel, bercaandaan kayak kucing sama anjing,
tapi itu semua ngangenin sampai masa tua, Amelia Hestiana.
semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 11
II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
A. Upaya Penanggulangan Kejahatan ... 14
B. Gambaran Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 19
C. Pengertian dan Modus Operandi Tindak Pidana Perjudian ... 27
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 34
III METODE PENELITIAN ... 36
A. Pendekatan Masalah ... 36
B. Sumber dan Jenis Data ... 36
C. Penentuan Narasumber... 38
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 38
E. Analisis Data ... 40
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Karakteristik Responden ... 41
B. Upaya Polres Tanggamus dalam Penanggulangan Perjudian Toto Gelap di Wilayah Tanggamus ... 42
B. Saran ... 67
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Indonesia adalah
perjudian. Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan
satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko
dan harapan tertentu pada berbagai peristiwa permainan, pertandingan,
perlombaan dan kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.1
Menurut Kartini Kartono:
Jenis perjudian yang saat ini berkembang di masyarakat adalah Toto Gelap yang umum disebut sebagai togel. Judi togel merupakan suatu perbuatan kejahatan yang melakukan taruhan uang yaitu sebagai alatnya kupon togel dimana disitu terdapat angka-angka yang akan dipertaruhkan dengan uang dengan melawan hukum. Intinya judi togel adalah suatu perjudian yang menebak angka, jika angka yang dipesan itu berhadiah (tembus) maka dapat keuntungan, dilihat dari nominal uang yang dipasang angka tersebut2
Perjudian togel ini berkembang hampir ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di
wilayah hukum Kepolisian Resor Tanggamus. Judi togel di Kabupaten
Tanggamus sudah lama hilang, tetapi sejak tahun 2008 sampai dengan saat ini
judi togel ini marak kembali. Hal ini dapat diidentifikasi dari adanya
bandar-bandar kecil di tengah-tengah masyarakat yang mudah buat masyarakat untuk
bertransaksi perjudian togel tersebut.
1
Kartini Kartono. Patologi Sosial, Bandung 1979.hlm 58
2
Perjudian sudah jelas merugikan masyarakat dan moral bangsa, karena pada
dasarnya hal ini adalah adalah kejahatan yang dapat mengganggu ketertiban,
ketentraman, dan keamanan masyarakat. Perjudian ini berhubungan erat dengan
kemalasan, memicu perdukunan, perilaku irrasional serta berpotensi pada
meningkatnya kriminalitas. Selain itu ditinjau dari segi agama, semua jenis
perjudian adalah perbuatan yang dilarang dan haram sehingga harus dijauhi oleh
masyarakat. Pada dasarnya perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan
norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi
penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari
kepentingan nasional, perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan
terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda.
Pada mulanya perjudian itu berwujud permainan atau kesibukan pengisi waktu
senggang guna menghibur hati jadi sifatnya rekreatif dan netral. Pada sifatnya
yang netral ini, lambat laun ditambahkan unsur baru untuk merangsang
kegairahan bermain dan menaikkan ketegangan serta pengharapan untuk menang,
yaitu barang taruhan berupa uang , benda atau tindakan yang bernilai.
Selanjutnya menurut Kartini Kartono:
Pertaruhan dalam perjudian ini sifatnya murni spekulatif untung-untungan. Konsepsi untung-untungan itu sedikit atau banyak selalu mengandung unsur kepercayaan mistik terhadap kemungkinan beruntung. Permainan untung-untungan itu dapat di lihat pada bangsa dan bangsa primitif. Interprestasi animistik semacam inilah menghubungkan rakyat denga satu kepercayaan nasib-untungnya dan menjadi atribut kemanusiaan, sekaligus menjadi elemen terpenting pada perjudian.3
3
Rumusan tindak pidana perjudian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) terdapat pada Pasal 303 ayat (1) dinyatakan bahwa diiancam dengan
kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah.
Ke-1 Barang siapa menggunakan kesempatan untuk main judi yang diadakan dengan melanggar ketentuan-ketentuan tersebut pasal 303.
Ke-2 Barang siapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun ditempat yang dapat masuk khlayak umum, jika
untuk mengadakan itu ada izin dari pengusa yang berwenang”.
Ketentuan lainnya terdapat pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974
Tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa ssemua tindak pidana perjudian
sebagai kejahatan.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 menyatakan:
“Mengubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP, dari hukuman selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyak dua puluh lima juta
rupiah”.
Sesuai dengan konteks bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan,
bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan
bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, maka pihak
Kepolisian Republik Indonesia sebagai aparat penegak hukum dituntut untuk
melaksanakan berbagai upaya dan kebijakan dalam rangka penegakan hukum
terhadap tindak pidana perjudian.
Penegakan hukum pidana untuk menanggulangi perjudian sebagai prilaku yang
fungsi hukum sebagai kontrol sosial, yaitu proses yang telah direncanakan lebih
dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh atau bahkann
memaksa anggota-anggota masyarakat agar mematuhi norma-norma hukum atau
tata tertib hukum yang sedang berlaku.
Berdasarkan data Kepolisian Resor Tanggamus, diketahui bahwa hasil
penindakan terhadap kejahatan perjudian Toto Gelap di wilayah Kabupaten
Tanggamus yaitu pada tahun 2008 terdapat 29 jumlah tindak pidana dengan 31
penanggulangan tindak pidana, tahun 2009 terdapat 23 jumlah tindak pidana
dengan 24 penanggulangan tindak pidana, tahun 2010 terdapat 30 jumlah tindak
pidana dengan 29 penanggulangan tindak pidana, tahun 2011 terdapat 23 jumlah
tindak pidana dengan 23 penanggulangan tindak pidana, dan tahun 2012 terdapat
27 jumlah tindak pidana dengan 27 penanggulangan tindak pidana. Data ini
menunjukkan bahwa perjudian togel di wilayah Tanggamus mengalami fluktuasi
(peningkatan dan penurunan) baik ditinjau dari jumlah tindak pidana maupun
penanggulangan tindak pidana judi togel tersebut.
Upaya kepolisian dalam penganggulangan perjudian togel dilakukan sebagai
upaya untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum
pada era moderenisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai
dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan
keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam
masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak
termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan dan keharusan untuk
Menurut Sudarto:
Kebijakan kriminal adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana penal dan non penal. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang4
Upaya penanggulangan tindak pidana dalam kerangka penegakan hukum
bermakna bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, di mana larangan tersebut disertai dengan sanksi berupa penjatuhan
pidana. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas legalitas, yaitu suatu
perbuatan dapat dipidana jika telah diatur dalam undang-undang, maka bagi
barang siapa melanggar larangan yang sudah diatur undang-undang, maka bagi
pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman, ancaman pidananya ditujukan kepada
orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dan
menuangkannya ke dalam Skripsi yang berjudul: Upaya Polres Tanggamus dalam
penanggulangan perjudian Toto Gelap (Togel) di Wilayah Tanggamus”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto
gelap di Wilayah Tanggamus?
4
b. Apakah faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam
penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini dalam kajian bidang hukum pidana mengenai
upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah
Tanggamus dan faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam
penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus. Penelitian ini
dilaksanakan pada tahun 2013.
C.Tujuan dan Kegunaaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian
toto gelap di Wilayah Tanggamus
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus
dalam penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis
sebagai berikut:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan
ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan kepolisian
b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah
satu sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum, khususnya Polres
Tanggamus dalam rangka penanggulanagan tindak pidana perjudian toto gelap
di masa-masa yang akan datang.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil-hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi
terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti5
a. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana
Menurut Sudarto, rumusan mengenai kebijakan penanggulangan tindak pidana
adalah:
Upaya penanggulangan tindak pidana atau kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal policy, atau strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.6
Pelaksanaan dari politik hukum pidana sebagaimana dikemukakan Wolfgang
terdiri dari beberapa tahap kebijakan yaitu sebagai berikut:
5
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.7
6
1) Tahap Formulasi
Tahap formulasi adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat Undang-Undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil Perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut Tahap Kebijakan Legislatif
2) Tahap Aplikasi
Tahap aplikasi adalah tahap penegakan Hukum Pidana (tahap penerapan hukum pidana) Oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna tahap ini dapat dapat disebut sebagai tahap yudikatif.
3) Tahap Eksekusi
Tahap eksekusi adalah tahap penegakan (pelaksanaan) Hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang melalui Penerapan Pidana yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan. Dalam melaksanakan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam Putusan Pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman kepada Peraturan Perundang-undangan Pidana yang dibuat oleh pembuat Undang-Undang dan nilai-nilai keadilan suatu daya guna. 7
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses
rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu, jelas harus
merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak termasuk yang
bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.
Selain itu kebijakan kriminal juga merupakan bagian integral dari kebijakan
sosial, yaitu sebagai usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat (social welfare policy) dan sekaligus mencakup perlindungan
masyarakat (social defence policy).
7Ibid
Menurut Badra Nawawi Arief, penanggulanangan tindak pidana atau kejahatan
dilaksanakan dengan dua sarana, yaitu:
1) Kebijakan penanggulangan pidana dengan sarana penal
Sarana penal adalah penggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar.
2) Kebijakan penanggulangan pidana sarana non penal
Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan 8
b. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan
perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang
mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, karena konsepsi keadilan merupakan rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri.
3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.
4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat.
8
5) Faktor Kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat.9
2. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian.10 Berdasarkan definisi tersebut, maka
konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Upaya adalah proses penyusunan secara sistematis mengenai
kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang
dihadapai dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.11
b. Penanggulangan pidana adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak
yang berwenang dalam menanggulangi secara pidana yang melakukan tindak
pidana.12
c. Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan suatu nilai
atau sesuatu yang dianggap bernialai, dengan menyadari adanya resiko dan
harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan
perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.13
d. Judi togel adalah suatu perbuatan kejahatan yang melakukan taruhan uang
yaitu sebagai alatnya kupon togel dimana disitu terdapat angka-angka yang
akan dipertaruhkan dengan uang dengan melawan hukum. Intinya judi togel
adalah suatu perjudian yang menebak angka, jika angka yang dipesan itu
9
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.8-11
10
Ibid. hlm.63
11
Malayu Hasibuan. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Pers Jakarta. 2002. hlm 64
12
Roeslan Saleh. Stelsel Hukum Pidana Indonesia. Aksara Baru.Jakarta. 2001.hlm 73
13
berhadiah (tembus) maka dapat keuntungan, dilihat dari nominal uang yang
dipasang angka tersebut14
e. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan
melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam
undang-undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib
hukum dan terjaminnya kepentingan umum15
f. Penegakan hukum adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian hukum,
ketertiban dan perlindungan hukum dengan menjaga keselarasan,
keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh
nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang
meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian
tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana
sebagai suatu sistem peradilan pidana16
g. Kepolisian menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyrakat, menegakkan hukum
serta memberikan perlindungan, pengayom dan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
E. Sistematika Penulisan
Guna memperoleh kemudahan pemahaman konteks skripsi ini, maka alur
penulisan dengan sistematika sebagai berikut:
14
http://master303.com/blog/jenis-jenis-permainan-togel-online. Diakses 24 Januari 2013
15
Romli Atmasasmita. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung. 1996. hlm. 2
16
I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang dari permasalahan, masalah yang dijadikan
fokus penelitian, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan kegunaan
penelitian, kerangka teoritis dan konseptual yang dipergunakan serta
sistematika penulisan skripsi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi materi-materi yang berhubungan dan diperlukan untuk
membantu pemahaman dan kejelasan permasalahan yang diteliti. Dalam
hal ini bersifat teoritis yang nantinya digunakan sebagai bahan studi
perbandingan antara teori dengan kenyataan dalam praktek.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisi metodologi penelitian yaitu pendekatan masalah, sumber dan
jenis data yang digunakan,penentuan sampel, metode pengumpulan dan
pengolahan data serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bab yang berisi uraian-uraian yang menjelaskan dan
menjawab permasalahan tentang upaya Polres Tanggamus dalam
penanggulangan perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus dan
faktor-faktor yang menghambat upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan
V. PENUTUP
Bab penutup memuat kesimpulan yang menjawab permasalahan yang
diajukan serta berisi saran yang diajukan penelitian terhadap permasalahan
yang dibahas, sebagai masukan kepada pihak-pihak terkait dalam rangka
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Upaya Penanggulangan Kejahatan
1. Pengertian Upaya Penanggulangan Kejahatan
Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain
penal policy, criminal policy, atau strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk
menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu
memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan
terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku
kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat
diintegrasikan satu dengan yang lainnya.
Menurut Friedrich Karl von Savigny sebagaimana dikutip Sudarto:
Hukum dibentuk atas keinginan dan kesadaran tiap-tiap individu di dalam masyarakat, dengan maksud agar hukum dapat berjalan sebagaimana dicita-citakan oleh masyarakat itu sendiri, yakni menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Orang yang melakukan tindak pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahannya.1
1
Apabila sarana pidana diguanakn untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan
dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai
hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada
suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Penggunaan hukum pidana
merupakan penanggulangan suatu gejala dan bukan suatu penyelesaian dengan
menghilangkan sebab-sebabnya dengan kata lain sanksi hukum pidana bukanlah
merupakan pengobatan kausatif tetapi hanya sekedar pengobatan simptomatik.
Upaya kepolisian merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social policy).
Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat (social welfare policy) dan sekaligus mencakup
perlindungan masyarakat (social defence policy). Jadi secara singkat dapat
dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari kebijakan kriminal ialah
“perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan”.
Kebijakan penganggulangan kejahatan (politik kriminal) menurut Barda Nawawi
Arif menggunakan 2 (dua) sarana, yaitu:
1. Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal
Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu:
(1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.
(2) Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar.
2. Kebijakan Pidana dengan Sarana Non Penal
Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan2
2
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa kebijakan penal menitik beratkan pada sifat
represif setelah suatu tindak pidana terjadi dengan dua dasar yaitu penentuan
perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang
sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. Kebijakan nonpenal
lebih bersifat tindakan pencegahan maka sasaran utamanya adalah menangani
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan baik secara langsung atau
tidak langsung.
Pada hakikatnya, pembaharuan hukum pidana harus ditempuh dengan pendekatan
yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan sekaligus
pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach) karena ia
hanya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan atau policy (yaitu bagian
dari politik hukum/penegakan hukum, politik hukum pidana, politik kriminal, dan
politik sosial). Pendekatan kebijakan dan pendekatan nilai terhadap sejumlah
perbuatan asusila dilakukan dengan mengadopsi perbuatan yang tidak pantas/
tercela di masyarakat dan berasal dari ajaran-ajaran agama dengan sanksi berupa
pidana. Semula suatu perbuatan dianggap tidak tercela, akan tetapi akhirnya
masyarakat menilai bahwa perbuatan itu adalah tercela, sehingga terhadap
perbuatan itu diancamkan dengan suatu sanksi pidana. Memang tidak mungkin
semua perbuatan yang tercela dan sebagainya itu dijadikan tindak pidana. Empat
kriteria yang perlu diperhatikan sebelum memberi ancaman pidana
(mengkriminalisasi), yaitu tujuan hukum pidana; penetapan perbuatan yang tidak
dikehendaki; perbandingan antara sarana dan hasil; dan kemampuan badan
2. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan
hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila
berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan
dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di
dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai
pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan
untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana3
Penegakan hukum menurut Mardjono Reksodiputro harus diartikan dalam
kerangka tiga konsep, yaitu:
a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali
b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual
c. Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-prasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat4
Hal yang mendasari penegakan hukum adalah pemahaman bahwa setiap manusia
dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang
memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang
buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam
menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia
3
Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994. hlm.76
4Ibid.
memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Selain
untuk mengimbangi kebebasan tersebut, manusia memiliki kemampuan untuk
bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya di hadapan hukum
yang diakui bersama.
Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk
menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban
kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan
mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. 5
Menurut Romli Atmasasmita:
Sistem peradilan pidana merupakan pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum pidana yang melibatkan badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Instansi-instansi tersebut masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan wewenangnya. 6
Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian itu disebut model kemudi
(stuur model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memarahi orang yang melanggar
peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan meneruskan perkaranya
ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan hukum.
Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut
seseorang di muka pengadilan. Ini semua adalah bagian-bagian dari kegiatan
dalam rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime
5
Mardjono Reksodiputro, Op Cit. hlm. 12-13
6
control suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa
tindakan-tindakan itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Selanjutnya tampak pula, bahwa sistem peradilan pidana melibatkan penegakan
hukum pidana, baik hukum pidana substantif, hukum pidana formil maupun
hukum pelaksanaan pidana, dalam bentuk yang bersifat prefentif, represif maupun
kuratif.
B. Gambaran Kepolisian Negara Republik Indonesia
1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
2. Fungsi dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan
Menurut Pasal 3 disebutkan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:
a. Kepolisian khusus;
Kepolisian khusus adalah instansi dan/atau badan Pemerintah yang oleh atau
atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang
untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing.
Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal"
(zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukumnya. Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan
Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di
lingkungan Imigrasi dan lain-lain.
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang
diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang
kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang
jasa pengamanan. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki
kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir
gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja,
lingkungan pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di
pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan
pengamanan pada pertokoan. Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa
melaksanakan fungsi kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Menurut Pasal 5 disebutkan bahwa kepolisian merupakan alat negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang
merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran:
a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan
nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya
ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan
potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan
menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk
gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau
3. Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian adalah:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum;
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pelaksanaan tugas pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia
bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
h. Melaksanakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian;
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, wewenang Kepolisian adalah:
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; antara lain
pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat
dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah
darat, dan pungutan liar.
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa; Aliran yang dimaksud adalah semua atau
kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan
falsafah dasar Negara Republik Indonesia.
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lainnya berwenang:
a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat lainnya;
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan
senjata tajam;
f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan
usaha di bidang jasa pengamanan;
g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan
petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang
berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian
internasional;
k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas
kepolisian.
Penyelenggarakan tugas sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam di bidang
proses pidana diatur dalam Pasal 16, di mana Kepolisian Negara Republik
Indonesia berwenang untuk:
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara
untuk kepentingan penyidikan;
3) Membawa dan menghadapkan orang pada penyidik dalam rangka penyidikan;
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
8) Mengadakan penghentian penyidikan;
9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
10)Mengajukan permintaan secara langsung pada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan
tindak pidana;
11)Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik Pegawai Negeri
Sipil serta menerima hasil penyidikan dari penyidik Pegawai Negeri Sipil
untuk diserahkan kepada penuntut umum;
12)Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan
lain tersebut adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan
jika memenuhi syarat sebagai berikut:
(i) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
(ii)Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan;
(iii)Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
(iv)Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
(v) Menghormati Hak Asasi Manusia.
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan
wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah
perundang-undangan. Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri. Pelaksanaan ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan dalam
keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
dan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung
jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian preventif maupun represif
yustisial. Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa
berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi
intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap pemuliaan profesi kepolisian.
C. Pengertian dan Modus Operandi Tindak Pidana Perjudian
1. Pengertian Tindak Pidana
Menurut Andi Hamzah:
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan7
Tingkah laku yang jahat immoral dan anti sosial akan menimbulkan reaksi berupa
kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat dan jelas akan merugikan
masyarakat umum. Mengingat kondisi tersebut maka setiap warga masyarakat
7
keseluruhan secara keseluruhan, bersama-sama dengan lembaga-lembaga resmi
yang berwenang seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga
pemasyarakatan dan lain-lain wajib menanggulangi setiap tindak kejahatan atau
kriminal. Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu
akibat yakni pelanggaran terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah.
Selanjutnya menurut Andi Hamzah:
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan8
Tindak pidana secara yuridis formal merupakan bentuk tingkah laku yang
melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka akan
dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang
harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-undang
maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana, di mana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa tindak
pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki
unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di
mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum
dan terjaminnya kepentingan umum.
2. Pengertian dan Modus Tindak Pidana Perjudian
Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau
sesuatu yang dianggap bernilaia dengan menyadari adanya resiko dan
harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan
dan kejadian–kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.10
Pada masa sekarang, banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta keterampilan dijadikan alat judi, misalnya pertandingan-pertandingan atletik, badminton, tinju, gulat dan sepak bola. Juga pacuan-pacuan misalnya: pacuan-pacuan kuda, anjing balap, biri-biri dan karapan sapi. Permainan dan pacuan-pacuan tersebut semula bersifat kreatif dalam bentuk asumsi yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas ketegangan sesudah bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan. Di samping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu.11
Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
Penertiban Perjudian, Pasal 1 ayat (1), disebutkan beberapa modus tindak pidana
perjudian yang dimaksud pasal ini meliputi:
10
Kartini kartono. Patologisosial hlm 51
11
1. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari :
o. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan p. Yang berputar (Paseran)
2. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan:
a. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak
b. Lempar gelang c. Lempat uang (coin) d. Koin
e. Pancingan
3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain antara lain
Dalam penjelasan di atas, dikatakan bahwa bentuk perjudian yang terdapat dalam
angka 3, seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak termasuk
perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan
upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak merupakanperjudian.
Menurut Pasal 303 ayat (3) perjudian itu dinyatakan sebagai berikut:
Main judi berarti tiap-tiap permainan yang kemungkinannya akan menang, pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja,juga kalau kemungkinan bertambah besar, karena permainan lebih cakap. Main judi mengandung segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Sedangkan Dali Mutiara, dalam tafsiran KUHP menyatakan sebagai berikut:
Permainan judian ini harus diartikan dengan arti yang luas, juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah-menangnya suatu pacuan kuda atau pertandingan lain, atau segala pertaruahan dlam perlombaan-perlombaan yang diadakan antara 2 orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain.15
Pasal 303 KUHP secara terperinci menyebutkan:
(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ribu rupiah, barang siapa
dengan tidak berhak:
14
Ibid
15
a) Berpencaharian dengan sengaja memajukan atau memberi kesempatan berjudi atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan main judi
b) Dengan sengaja memajukan atau memberi kesempatan berjuid kepada umum atau dengan sengaja turut dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu.
c) Berpencaharian turut main judi.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka boleh dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
Selanjutnya, masyarakat umum menganggap tindak judi itu sebagai tingkah laku
tidak susila, disebabkan oleh ekses-eksesnya yang buruk dan merugikan.
Khususnya merugikan diri sendiri dan keluarganya, karena segenap harta
kekayaan, bahkan kadangkala juga anak dan istri habis dipertaruhkan di meja judi.
Juga oleh nafsu berjudi orang beranimenipu, mencuri, korupsi, merampok dan
membunuh orang lain untuk mendapatkan uang guna bermain judi.
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perjudian
Tindak pidana meupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar dalam
hukum pidana. Menurut Moeljatno, perbutaan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar perbuatan tersebut.16
Menurut Moeljatno, unsur atau elemen perbuatan pidana adalah:
a. Kelakukan dan akibat .
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan. c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana. d. Unsur melawan hukum yang obyektif.
e. Unsur melawan hukum yang subyektif.17
16
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm 63
Untuk dapat dipidana, maka orang yang melakukan tindak pidana yang memenuhi
unsur-unsur harus dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Jadi unsur
pertanggungjawaban pidana ini melekat pada pelaku tindak pidana
Menurut Erwin Mapaseng:
Praktek perjudian menyangkut banyak pihak, polisi tidak bisa menangani sendiri. Sebagai contoh praktek permainan ketangkasan, izin yang dikeluarkan dibahas bersama oleh instansi terkait. Lembaga kepolisian hanya salah satu bagina dari insatansi yang diberi wewenang mempertimbangankan izin tersebut. Dalam persoalan ini, polisi selalu dituding hanya mampu menangkap bandar kelas teri. [adahal masyarakat sendiri tidak pernah memberi masukan kepada petugas untuk membantu penuntasan perjudian tersebut.18
Sementara itu menurut Wantjik Saleh:
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 disebutkan bahwa penertiban perjudian sisebut sebagai tindak pidana perjudian dan identik dengan kejahatan, tetapi pengertian dari tindak pidana perjudian pada dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci baik dalam KUHP maupun dalam undang-undang nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian.19
Hal di atas menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974
disebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala macam bentuk tindak pidana
perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya. Ancaman
hukuman yang berlaku sekarang ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak
membuat pelakunya jera.
18
Erwin Mapaseng Upaya Pemberantasan Perjudian,Harian Kompas, Hari Rabu 31 Oktober 2001, Rubrik Jawa Tengah dan DIY Nomor 6.
19
Wantjik Saleh, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya
dibicarakan. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan,
melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat,
sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan
kelangsungan perwujudan konsep-konsep abstrak yang menjadi kenyataan.
Hukum tidak bersifat mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat
hubungannya dengan proses penegakan hukum yang harus diikutsertakan, yaitu
masyarakat dan aparat penegak hukum. Untuk itu hukum tidak lebih hanya ide-ide
atau konsep-konsep yang mencerminkan didalamnya apa yang disebut keadilan,
ketertiban dan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan
perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang menghambat
antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
I. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. 1 Pendekatan yuridis normatif dilakukan
untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan
atau kajian ilmu hukum tentang upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan
perjudian toto gelap di Wilayah Tanggamus. Pendekatan yuridis empiris
dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan
penelitian tentang upaya Polres Tanggamus dalam penanggulangan perjudian toto
gelap di Wilayah Tanggamus
B. Sumber dan Jenis Data
Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan.
Data lapangan adalah yang diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data
kepustakaan adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan.2
1
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.78 2
Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder, sebagai
berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber
hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder
dalam penelitian ini, terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer bersumber dari:
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian
(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)
(4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
(5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
(6) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang
melengkapi hukum primer dan peraturan perundang-undangan lain yang
sesuai dengan masalah dalam penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori/
pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum, dokumentasi,
kamus hukum dan sumber dari internet.
C. Penentuan Narasumber
Penelitian ini membutuhkan narasumber sebagai sumber informasi yang
dibutuhka dalam pembahasan yaitu esebagai berikut:
1) Anggota Satreskrim Polres Tanggamus = 2 orang
2) Tokoh Masyarakat Tanggamus = 1 orang
3) Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila = 1 orang +
Jumlah = 4 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian
kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku
literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan terkait dengan permasalahan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan
wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha
mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
2. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah
diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan
data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti
dalam penelitian ini.
b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut
kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang
benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.
c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan
dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok
E. Analisis Data
Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara
sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk
memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian
ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode
induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka simpulan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam penanggulangan judi togel di
wilayah Tanggamus dilaksanakan dengan sarana penal dan non penal. Upaya
penal dilaksanakan dalam kerangka penegakan hukum melalui proses
penyidikan dengan landasan dasar hukum yaitu KUHAP dan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
rangka penegakan hukum terhadap pelaku judi togel di Kabupaten
Tanggamus. Upaya penal sebagai upaya paksa dilaksanakan dengan proses
pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Upaya
non penal dilaksanakan dengan penyuluhan kepada masyarakat tentang judi
togel sebagai tindak pidana, menjalin kerjasama dengan tokoh agama dan
tokoh masyarakat serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat
yang bersedia menjadi pelapor atau saksi dalam tindak pidana judi togel.
2. Faktor-faktor yang menghambat upaya Kepolisian Resor Tanggamus dalam