• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Basis Data Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyusunan Basis Data Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN BASIS DATA KEGIATAN ADAPTASI

PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

SELMA FAJRIA FAHMI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

SELMA FAJRIA FAHMI. Forming a Database of Adaptation Climate Change Programs in Indonesia. Under direction of YON SUGIARTO and IMPRON.

Climate change has been providing impact on many development sectors in Indonesia. Relevancy of climate change adaptation integrated in mainstream development programs. Many institutions in Indonesia have been executing adaptation programs in order to adjust to the impacts of climate change. Adaptation program datas are still fragmented. Sharing information for the other parties who concern with climate change adaptation issues becomes difficult. So in this research, a database of climate change adaptation program is developed by survey method for data inventory. Then data was integrated and accordance with the indicators and criterias. Developing database of climate change adaptation program has made by Adobe Dreamweaver CS 3 and MySQL DBMS, finally mapping a database of climate change adaptation programs has done by Google Earth and Fusion Table. The information of climate change adaptation programs that has been and is being conducted by an institution can help many institutions for develops program well. Besides that, strengthening of local capacity is important to do, including an increase in central-local coordination, planning and funding for climate change adaptation programs benefit by people of Indonesia.

(3)

ABSTRAK

SELMA FAJRIA FAHMI. Penyusunan Basis Data Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia. Dibimbing oleh YON SUGIARTO dan IMPRON.

Perubahan iklim telah memberikan dampak buruk pada berbagai sektor pembangunan di Indonesia. Perlunya adaptasi terhadap perubahan iklim diintegrasikan dalam pengarusutamaan program-program pembangunan. Banyak kelembagaan di Indonesia yang telah dan sedang melakukan kegiatan adaptasi guna menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim. Data kegiatan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan oleh berbagai sektor kelembagaan di Indonesia masih terpisah-pisah sehingga sulit untuk berbagi informasi kepada pihak lain yang peduli dengan isu adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Maka dilakukan upaya penyusunan basis data kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia menggunakan metode survey kelembagaan untuk inventarisasi data lalu mengintegrasikannya sesuai dengan indikator dan kriteria yang ditentukan. Kemudian membuat display basis data menggunakan Adobe Dreamweaver CS 3 dan DBMS MySQL, dan yang terakhir memetakan sebaran lokasi kegiatan adaptasi perubahan iklim menggunakan Google Earth dan Fusion Table. Adanya informasi mengenai seluruh kegiatan adaptasi perubahan iklim yang telah dan sedang dilakukan oleh suatu kelembagaan dapat membantu melihat implementasi kegiatan adaptasi dari berbagai sektor pembangunan di Indonesia. Selain itu penguatan kapasitas lokal penting untuk dilakukan, termasuk peningkatan koordinasi pusat-daerah, perencanaan dan pendanaan, agar program adaptasi perubahan iklim dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia.

(4)

©Hak Cipta milik IPB tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mengutip

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut

tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(5)

PENYUSUNAN BASIS DATA KEGIATAN ADAPTASI

PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

SELMA FAJRIA FAHMI

G24080058

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Penelitian : Penyusunan Basis Data Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di

Indonesia

Nama

: Selma Fajria Fahmi

NRP

: G24080058

Menyetujui,

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Yon Sugiarto, S.Si., M.Sc.

Dr. Ir. Impron, M.Sc.

NIP 19740604 199803 1 003

NIP 19500622 197703 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S.

NIP 19600305 198703 2 002

(7)

KATA PENGANTAR

Untaian puji serta titian syukur penulis panjatkan kepada Pemilik seluruh ilmu pengetahuan, Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Penyusunan Basis Data Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia” sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains.

Sembah sujud sedalam kalbu penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala pertolongan dan rahmat-Nya, serta penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Yon Sugiarto, S.Si., M.Sc. dan Dr. Ir. Impron, M.Sc. selaku pembimbing skripsi saya yang banyak memberikan arahan dan bimbingan.

2. Ari Muhammad, M.S. selaku dosen penguji atas segala saran dan kritiknya yang membangun.

3. Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S. selaku Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi. 4. Kementerian Agama RI yang telah membiayai perkuliahan saya di tingkat sarjana. 5. Ayahanda Aam Suparman dan Ibunda Teni Mardiani atas doa, kasih sayang, dan

motivasinya.

6. Adik-adikku tercinta, Ade, Ila, Aa, Adil, yang senantiasa memberikan semangat di setiap canda tawa dan ocehan kalian.

7. Keluarga besar Hadori Kazoku dan Apa‟ Sulaeman atas doa dan motivasinya.

8. Sahabat saya, Neti, Ima, Icha, Tiska, Mirna, Nisa‟, yang selalu memberikan semangat dan nasihat kepada saya.

9. Puncul yang telah membantu dalam pembuatan display basis datadanEmod yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian serta telah bersedia mendengarkan keluh kesah dan memberikan semangat kepada saya.

10. Akhwat „rambutan‟, Pipit, Elsa, Uun, Ulan, dan Intan, serta Mb Donna dan Mb Anis yang

mengingatkan saya bahwa ESQ itu sangatlah penting.

11. Saudaraku CSS MoRA Patriot 45, kalian adalah keluarga pertama saya di IPB, semoga silaturahiem kita tetap terjaga.

12. Teman-teman GFM 45 yang saya banggakan, “kalau uda pada sukses, jangan sombong

ya!”.

13. Adik-adikku PSDMers, Galih, Wali, Adul, Ipin, Tita, Winda, Mia, Ayun, Uci, tetap semangaaaaaaaattt!!!

14. Adik-adikku CSS MoRA 47 cie-cie, berkat kalian t‟Selma jadi lebih dewasa 

15. Teman-teman Rusunawa 508, Brownies, Rumah Eyank, dan Istana 200 yang telah memberikan warna warni kehidupan.

16. Keluarga besar CSS MoRA IPB dan CSS MoRA Nasional.

17. Seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas akhir saya.

Skripsi ini dipersembahkan untuk semua orang yang ingin mengetahui dan memahami lebih dalam tentang berbagai kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Tiada hal yang sempurna di dunia ini, hanya Dia-lah Allah yang memiliki segala kesempurnaan. Penulis menyadari begitu banyak kekurangan dalam tulisan ini sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk memperbaiki tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan Indonesia.

Bogor, Juli 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 30 Mei 1991 dari pasangan Aam Suparman dan Teni Mardiani. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2002 di SD Negeri Sukagalih V Garut. Kemudian melanjutkan pendidikan ke MTs Persatuan Islam Tarogong Garut dan lulus pada tahun 2005. Setelah lulus MTs penulis melanjutkan pendidikan ke MA Persatuan Islam Tarogong Garut dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Kementerian Agama RI dan diterima pada Mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama menjalani masa studi, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Staf Dept. Multimedia LDK Al-Hurriyyah IPB (2009), Staf Dept. PSDM CSS MoRA IPB (2009), Bendahara Dept. Hubungan Luar LDK Al-Hurriyyah IPB (2010), Sekretaris II Himagreto (2010), Staf Dept. Sosling CSS MoRA IPB (2010), Sekretaris Dept. PSDM BEM FMIPA IPB (2011), dan Staf Kementerian PSDM CSS MoRA Nasional (2011-2013). Selain itu, penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut pada tahun 2011.

(9)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1 Perubahan Iklim ... 2

2.2 Adaptasi Perubahan Iklim ... 3

2.3 Jenis Adaptasi Perubahan Iklim ... 4

2.4 Dimensi Adaptasi Perubahan Iklim ... 4

2.5 Teknologi Adaptasi Perubahan Iklim ... 5

2.6 Pendekatan Adaptasi Perubahan Iklim ... 5

2.7 Dampak Perubahan Iklim pada Berbagai Sektor di Indonesia ... 6

2.8 Kriteria Penilaian Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim ... 8

2.9 Basis Data Perubahan Iklim ... 8

III. METODOLOGI ... 9

3.1 Bentuk dan Tempat Kajian ... 9

3.2 Waktu Kajian ... 9

3.3 Batasan Kajian ... 9

3.4 Teknik Kajian ... 9

3.5 Alat dan Bahan Kajian ... 10

3.6 Metode Analisis Kajian ... 10

3.7 Metode Display Database ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

4.1 Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia pada Semua Sektor Kelembagaan ... 13

4.1.1 Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan ... 14

4.1.2 Sektor Pembangunan Wilayah Pesisir ... 15

4.1.3 Sektor Kesehatan Masyarakat ... 15

4.1.4 Sektor Pengelolaan Sumber Daya Alam ... 16

4.1.5 Sektor Manajemen Risiko Bencana ... 17

4.1.6 Sektor Sumber Daya dan Kualitas Air ... 17

4.2 Analisis Kegiatan Adaptasi Berdasarkan Jenis Adaptasi Perubahan Iklim ... 18

4.2.1 Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan ... 18

4.2.2 Sektor Pembangunan Wilayah Pesisir ... 19

4.2.3 Sektor Kesehatan Masyarakat ... 19

4.2.4 Sektor Pengelolaan Sumber Daya Alam ... 20

4.2.5 Sektor Manajemen Risiko Bencana ... 20

4.2.6 Sektor Sumber Daya dan Kualitas Air ... 21

4.3 Analisis Kegiatan Adaptasi Berdasarkan Dimensi Adaptasi Perubahan Iklim... 22

4.3.1 Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan ... 22

4.3.2 Sektor Pembangunan Wilayah Pesisir ... 23

4.3.3 Sektor Kesehatan Masyarakat ... 24

4.3.4 Sektor Pengelolaan Sumber Daya Alam ... 24

4.3.5 Sektor Manajemen Risiko Bencana ... 25

4.3.6 Sektor Sumber Daya dan Kualitas Air ... 25

4.4 Analisis Kegiatan Adaptasi Berdasarkan Teknologi Adaptasi Perubahan Iklim ... 26

4.5 Analisis Kegiatan Adaptasi Berdasarkan Pendekatan Adaptasi Perubahan Iklim ... 27

4.6 Analisis Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim Berdasarkan Sebaran Lokasi ... 27

(10)

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Simpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(11)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1 Konsep kontinum adaptasi ... 3

2 Dimensi adaptasi perubahan iklim ... 4

3 Pendekatan adaptasi dan pengelolaan risiko bencana ... 6

4 Diagram ERD ... 11

5 Diagram alir kegiatan tugas akhir ... 12

6 Sektor kelembagaan adaptasi perubahan iklim ... 13

7 Diagram persentase kegiatan adaptasi sektor pertanian ... 14

8 Diagram persentase kegiatan adaptasi sektor wilayah pesisir ... 15

9 Diagram persentase kegiatan adaptasi sektor kesehatan ... 16

10 Diagram persentase kegiatan adaptasi sektor sumber daya alam ... 16

11 Diagram persentase kegiatan adaptasi sektor manajemen risiko bencana ... 17

12 Diagram persentase kegiatan adaptasi sektor sumber daya air ... 18

13 Diagram persentase jenis adaptasi sektor pertanian ... 19

14 Diagram persentase jenis adaptasi sektor wilayah pesisir ... 19

15 Diagram persentase jenis adaptasi sektor kesehatan ... 20

16 Diagram persentase jenis adaptasi sektor sumber daya alam ... 20

17 Diagram persentase jenis adaptasi sektor manajemen risiko bencana ... 21

18 Diagram persentase jenis adaptasi sektor sumber daya air ... 21

19 Jenis adaptasi perubahan iklim ... 22

20 Diagram persentase dimensi adaptasi sektor pertanian ... 23

21 Diagram persentase dimensi adaptasi sektor wilayah pesisir ... 23

22 Diagram persentase dimensi adaptasi sektor kesehatan ... 24

23 Diagram persentase dimensi adaptasi sektor sumber daya alam ... 24

24 Diagram persentase dimensi adaptasi sektor manajemen risiko bencana ... 25

25 Diagram persentase dimensi adaptasi sektor sumber daya air ... 25

26 Dimensi adaptasi perubahan iklim ... 26

27 Teknologi adaptasi perubahan iklim ... 27

28 Peta kondisi wilayah Indonesia berdasarkan tingkat kerawanan terhadap bencana iklim ... 28

29 Peta sebaran lokasi kegiatan adaptasi perubahan iklim... 28

30 Tampilan muka websitedatabase kegiatan adaptasi perubahan iklim ... 30

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman 1 Form isian profil organisasi pegiat adaptasi perubahan iklim ... 34 2 Form isian penyusunan basis data kegiatan adaptasi perubahan iklim ... 35 3 Kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perubahan iklim merupakan ancaman global dengan dampak yang sangat luar biasa dahsyat dan bersifat mengancam kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi. Hampir semua negara menaruh kepedulian dan menjadikan perubahan iklim sebagai agenda utama, termasuk Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan masuk ke dalam pengaruh kawasan laut pasifik. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Hadley) dan sirkulasi zonal (Walker), dua sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman iklim Indonesia. Keragaman iklim di Indonesia secara umum dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya ialah fenomena ENSO, aktifitas moonson, golakan lokal dan siklon tropis. Semua aktifitas dan sistem ini berlangsung secara bersamaan sepanjang tahun (Boer 2002). Besar peranan dan pengaruh sistem atau aktifitas tersebut terhadap keragaman hujan berbeda-beda baik menurut waktu maupun tempat (Boer et al. 2003).

Sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah sudah seharusnya dapat mengatasi permasalahan perubahan iklim karena kejadian tersebut sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di Indonesia, meliputi sektor pertanian dan ketahanan pangan, kesehatan, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan manajemen risiko bencana (sosial, ekonomi, dan budaya). Salah satu cara dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi adalah melakukan kegiatan adaptasi.

Adaptasi merupakan berbagai tindakan penyesuaian diri terhadap kondisi atau dampak perubahan iklim yang terjadi. Menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan.

Hingga saat ini, kegiatan adaptasi difokuskan pada wilayah yang dianggap rentan terhadap perubahan iklim yaitu daerah pantai, sumber daya air, pertanian, kesehatan dan infrastruktur. Adaptasi perubahan iklim merupakan hal yang sangat penting dan harus segera dilakukan, mengingat rentannya Indonesia terhadap dampak perubahan iklim dan rendahnya kapasitas dalam beradaptasi. Strategi

adaptasi terhadap perubahan iklim harus segera disusun dan diadopsi dalam strategi pembangunan nasional. Rancangan tersebut memerlukan pengarus-utamaan dalam kerangka tujuan pembangunan berkelanjutan yang bersifat lintas sektoral. Arah dan kegiatan adaptasi memerlukan konsistensi dari seluruh jenjang lembaga pemerintah yang terkait (Marpaung et al. 2008).

Banyak kelembagaan di Indonesia yang telah dan sedang melakukan kegiatan adaptasi guna menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim. Data kegiatan yang dilakukan oleh berbagai sektor kelembagaan di Indonesia masih terpisah-pisah sehingga sulit untuk berbagi informasi kepada pihak pegiat/ pelaku yang memiliki perhatian terhadap isu adaptasi perubahan iklim di Indonesia (Impron 2012). Adanya informasi mengenai seluruh kegiatan adaptasi perubahan iklim yang telah dan sedang dilakukan di Indonesia dapat membantu melihat implementasi kegiatan adaptasi dari berbagai sektor.

Agar informasi mengenai kegiatan adaptasi perubahan iklim mudah dikelola, maka dibutuhkan penyusunan basis data dan informasi adaptasi perubahan iklim, untuk menciptakan informasi, sinergi dan efektifitas kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia (Impron 2012). Kegiatan penyusunan basis data perlu disertai dengan analisis terhadap kebijakan dan strategi adaptasi perubahan iklim berdasarkan kriteria dan indikator yang dapat dipakai untuk menentukan tipe dan efektivitas kegiatan adaptasi perubahan iklim tersebut secara terstruktur.

Informasi ini diharapkan dapat menjadi bahan perumus perencanaan sebuah kegiatan/ program baru sehingga program yang direncanakan bukanlah program yang duplikatif dengan program yang telah ada sebelumnya di wilayah yang dituju. Bagi program atau kegiatan yang belum ada atau belum dilaksanakan, informasi ini dapat menjadi masukan kepada para pihak, terutama pengambil kebijakan untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Tentu dari sisi pelaksana kegiatan adanya tempat atau pusat data ini dapat membantu pengakuan oleh pihak lainnya terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan (Impron 2012).

(14)

1.2 Tujuan

1. Mengetahui kegiatan para pemangku kepentingan adaptasi perubahan iklim di beberapa sektor kelembagaan. 2. Menganalisis kegiatan adaptasi

perubahan iklim di beberapa sektor sesuai dengan indikator dan kriteria kegiatan adaptasi.

3. Membuat display basis data kegiatan adaptasi perubahan iklim.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Iklim

IPCC (2007) menyatakan bahwa perubahan iklim adalah perubahan yang terjadi pada kondisi iklim yang dapat diidentifikasi (misal, dengan menggunakan uji statistik) melalui perubahan-perubahan pada nilai rata-rata atau variabilitas iklim, dan perubahan-perubahan tersebut terjadi pada periode panjang, yaitu dekade atau lebih. Perubahan iklim dapat disebabkan oleh proses-proses internal alami (natural internal processes) atau picuan proses eksternal (external forcings), atau oleh perubahan yang persisten pada komposisi atmosfer atau tata-guna lahan (land use) akibat aktivitas manusia (anthropogenic).

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2001), perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak hanya terjadi sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang (Kementerian Kesehatan 2011).

Dalam Artikel 1 United Nations Framework Convention on Climate Change

(UNFCCC) disebutkan pengertian perubahan iklim adalah perubahan pada iklim yang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer secara global dan menambah variabilitas iklim alami dalam periode waktu tertentu.

Variabilitas iklim mengacu pada variasi nilai rata-rata dan nilai statistik iklim lainnya (seperti standar deviasi, statistik kejadian iklim ekstrem, dll) pada semua skala temporal dan spasial di luar kejadian cuaca individu. Variabilitas dapat disebabkan oleh variabilitas internal terkait proses internal alami dalam sistem iklim, atau oleh

variabiltas eksternal terkait variasi eksternal alam atau picuan antropogenik (IPCC 2007). Perubahan iklim disebabkan oleh adanya aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan alam sehingga meningkatkan gas rumah kaca (GRK). Proses ini menyebabkan terjadi musim hujan atau musim kemarau yang tidak menentu, dan tidak sesuai dengan periode waktu seperti biasanya. Suhu udara dan curah hujan diatur oleh keseimbangan energi yang ada di antara bumi dan atmosfer. Perubahan lainnya yaitu meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Perubahan-perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap hasil pertanian, berkurangnya salju di puncak gunung, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis flora dan fauna. Akibat perubahan global tersebut akan mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pengembangan wilayah, pengembangan pendidikan dan sebagainya.

Perubahan iklim di Indonesia akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah Indonesia mengalamikenaikan suhu udara dengan laju yang lebih rendah dibandingkan wilayah subtropis; (b) pada musim kemarau wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim hujan (Tim Sintesis Kebijakan 2008).

Berdasarkan pengamatan terhadap data hujan historis terlihat rata-rata curah hujan Desember-Februari dari tahun 1931-1960 di wilayah Indonesia bagian Selatan (Jawa) relatif lebih rendah dari rata-rata hujan tahun 1961-1990, sebaliknya pada daerah Indonesia bagian Utara. Hal ini merupakan indikasi kuat bahwa dalam kurun waktu 60 tahun (1931-1990) curah hujan di Indonesia sudah mengalami perubahan dari segi intensitas. Wilayah Indonesia bagian Selatan (Jawa dan Indonesia Timur) mengalami peningkatan curah hujan sebaliknya Indonesia bagian Utara (Kalimantan, sebagian Sumatra dan Sulawesi) (Boer et al.

(15)

2.2 Adaptasi Perubahan Iklim

Menurut IPCC (2007) adaptasi (terhadap dampak) perubahan iklim didefinisikan sebagai penyesuaian dalam sistem alam atau manusia sebagai respon terhadap rangsangan atau efek iklim aktual atau ramalan; (penyesuaian tersebut) mengurangi kerugian atau mengeksploitasi peluang yang menguntungkan. Tujuannya agar diperoleh perencanaan yang lebih baik dalam mempertimbangkan kondisi iklim yang akan datang dan juga agar dapat mengurangi kemungkinan bencana karena iklim seperti banjir, kebakaran hutan, longsor, dan yang lainnya (IPCC 2001).

Adaptasi perubahan iklim didefinisikan sebagai penyesuaian dalam ekologi, sistem sosial atau ekonomi, dalam menanggapi perubahan yang diamati (faktor iklim ataupun faktor luar iklim) dalam rangka mengurangi dampak negatif akibat perubahan iklim atau mengambil keuntungan dari peluang baru. Dengan kata lain, adaptasi adalah strategi dan tindakan yang diambil oleh orang-orang sebagai reaksi/ antisipasi terhadap berubahnya kondisi lingkungan untuk meningkatkan serta mempertahankan kesejahteraan hidup mereka (Smit et al. 2000).

Spearman dan McGray (2011) membangun konsep adaptasi berdasarkan kontinum adaptasi sebagaimana tersaji pada Gambar 1. Konsep ini berawal dari titik pandang sisi penanganan kerentanan perubahan iklim yang memerlukan pembangunan kapasitas adaptif dan sisi penanganan perubahan iklim yang

memerlukan pengelolaan variabilitas iklim. Sisi pertama fokus pada pembangunan berupa aktivitas yang bertujuan antara lain untuk mengurangi kemiskinan, termasuk yang dipicu oleh faktor non-iklim. Sisi lainnya, fokus pada perubahan iklim, melalui kegiatan yang bertujuan untuk menghadapi (mengelola) dampak langsung terkait dari perubahan iklim. Kontinum adaptasi ini menimbulkan defisit adaptasi dari adaptasi yang fokus pada pembangunan dan gap adaptasi dari adaptasi yang fokus pada perubahan iklim. Diharapkan dari defisit dan gap yang harus diisi oleh kegiatan penelitian dan operasional lainnya sehingga tercipta sinkronisasi kegiatan antar lembaga atau suatu mekanisme kerja penelitian dan operasional yang harmonis antara instansi teknis dan lembaga penelitian.

Strategi adaptasi merupakan pengembangan berbagai upaya yang adaptif dengan situasi yang terjadi akibat dampak perubahan iklim terhadap sumber daya alam dan air, pertanian, infrastruktur dan lain-lain (Las 2007). Dalam melaksanakan kegiatan adaptasi, diperlukan suatu kemampuan yang adaptif (adaptive capacity), yaitu kemampuan dari suatu sistem menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap keragaman dan perubahan iklim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim dapat berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi (IPCC 2007).

(16)

Perlunya adaptasi terhadap perubahan iklim diintegrasikan dalam pengarusutamaan program-program pembangunan. Selain itu, penguatan kapasitas lokal penting untuk dilakukan, termasuk peningkatan koordinasi pusat-daerah, perencanaan dan pendanaan. Masyarakat juga perlu lebih memahami isu perubahan iklim, serta ketahanan keluarga miskin dan kelompok rentan lainnya perlu ditingkatkan. Penelitian-penelitian juga perlu dilakukan untuk menambah pemahaman akan dampak lokal perubahan iklim.

2.3 Jenis Adaptasi Perubahan Iklim Berbagai jenis adaptasi antara lain adalah adaptasi antisipatif (proaktif), otonom (spontan) dan direncanakan. Adaptasi antisipatif adalah adaptasi yang dilakukan sebelum dampak perubahan iklim terjadi (Smit et al. 1999 dalam McCarthy et al.

2001). Adaptasi otonom adalah adaptasi yang bukan merupakan respon secara sadar terhadap rangsangan iklim, tetapi dipicu oleh perubahan ekologi di sistem alam, dan oleh perubahan pasar atau kesejahteraan dalam sistem manusia. Sedangkan adaptasi terencana adalah adaptasi yang merupakan hasil dari keputusan kebijakan yang disengaja, berdasarkan kesadaran bahwa kondisi telah berubah atau akan berubah (McCarthy et al. 2001).

Sedangkan Spearman dan McGray (2011) membedakan tipe adaptasi menjadi tiga, yaitu adaptasi: (1) berbasis komunitas (community based), (2) kebijakan nasional (national policy), dan (3) program/ proyek (program/ project).

Kegiatan adaptasi yang baik dilandasi oleh penilaian adaptasi (adaptation assessment), yaitu praktek mengidentifikasi pilihan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim dan mengevaluasi pilihan tersebut berdasarkan berbagai kriteria seperti ketersediaan (sumber daya), manfaat, biaya, efektivitas, efisiensi dan kelayakan (IPCC 2007).

2.4 Dimensi Adaptasi Perubahan Iklim Adaptasi perubahan iklim merupakan strategi dan tindakan yang diambil oleh orang-orang sebagai reaksi/ antisipasi terhadap berubahnya kondisi lingkungan untuk meningkatkan serta mempertahankan kesejahteraan hidup mereka. Oleh karena itu, adaptasi perubahan iklim melibatkan dua dimensi yaitu kapasitas adaptif dan aksi adaptasi. Kapasitas adaptif untuk meningkatkan kemampuan individu, kelompok atau organisasi agar dapat memprediksi dan beradaptasi dengan perubahan yang diperkirakan akan terjadi, sementara aksi adaptasi yaitu melaksanakan kegiatan sesuai dengan keputusan/ kebijakan para pemangku kepentingan perubahan iklim (Smit et al. 2000).

Sementara Spearman dan McGray (2011) menyebutkan bahwa adaptasi perubahan iklim memiliki tiga dimensi adaptasi (Gambar 2), yaitu: (1) kapasitas adaptif (adaptive capacity), (2) aksi adaptasi (adaptation actions), (3) pembangunan berlanjut (sustained development).

(17)

Dimensi kapasitas adaptif mendorong pemikiran, perencanaan, dan pelaksanaan kerja ke depan yang akan menghindarkan bencana dan mengambil manfaat. Suatu intervensi dikatakan memiliki dimensi kapasitas adaptif apabila meningkatkan kualitas dan ketersediaan sumber daya untuk beradaptasi, atau memperbaiki kapasitas untuk memanfaatkan sumber daya secara efektif. Indikator yang dapat dipakai adalah fungsi institusional (suatu aktifitas yang mengfungsikan suatu institusi sesuai aturan hukum atau norma yang berlaku) dan aset (sumberdaya-sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, dan teknologi yang tersedia yang dipakai menjadi pondasi penerapan aksi adaptasi) (Spearman dan McGray 2011).

Dimensi aksi adaptasi merupakan kapasitas adaptif yang diterapkan dalam bentuk keputusan dan tindakan spesifik untuk mengatasi risiko iklim spesifik. Tindakan adaptasi secara langsung mereduksi atau mengelola dampak biofisik dari perubahan iklim, atau mengelola faktor-faktor non-iklim yang berkontribusi pada kerentanan. Tindakan adaptif memberi manfaat sosial ekonomi dan biofisik yang jelas. Indikator yang dapat dipakai adalah bencana iklim (fokus pada manifestasi fisik dari perubahan atau bencana iklim yang menimbulkan risiko pada manusia atau ekosistem) dan pemicu kerentanan (faktor-faktor sosial, ekonomi, lingkungan, politik yang membuat penduduk, komunitas, atau ekosistem lebih rentan terhadap bencana iklim) (Spearman dan McGray 2011).

Dimensi pembangunan berlanjut adalah aksi adaptasi yang terus dijalankan walaupun dampak yang timbul sudah bisa teratasi. Misalnya, kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan ekonomi terus meningkat meskipun dihadapkan pada kontinuitas perubahan iklim. Indikator yang dapat dipakai adalah manfaat ekosistem (keuntungan yang dapat diambil dari alam, yang secara langsung maupun tidak langsung mendasari manfaat ekonomi dan mata pencaharian) dan mata pencaharian (mengukur apakah kebutuhan dasar seperti pangan, nutrisi, pendapatan, aktiviitas ekonomi, pendidikan sudah terpenuhi dan dapat diakses atau belum) (Spearman dan McGray 2011).

2.5 Teknologi Adaptasi Perubahan Iklim Menurut GSDRC (2012), mengukur efektivitas kegiatan adaptasi (proyek, program, kebijakan dan sistem nasional) merupakan hal yang kompleks. Masih terdapat beberapa ketidakpastian konseptual tentang apa yang diukur (kapasitas adaptasi/

adaptive capacity, ketahanan/ resilience, pengurangan kerentanan/ vulnerability reduction). Intervensi kegiatan adaptasi cenderung bersifat multisektor, dan penerapannya memiliki beberapa perbedaan: (1) skala spasial (dari internasional sampai tingkat rumah tangga), (2) rentang waktu, (3) pendekatan: (a) tindakan adaptasi struktural (hard structural adaptation measures), misalnya proyek infrastruktur dan teknologi; (b) langkah-langkah kebijakan (soft policy measures/ soft adaptation), misalnya pertukaran informasi (antar stakeholders) dan perubahan perilaku. Suroso et al. (2010) juga memberikan gambaran dua tipe teknologi adaptasi yang mencakup teknologi untuk adaptasi lunak (soft adaptation) dan adaptasi keras (hard adaptation). Soft adaptation mencakup teknologi untuk pengembangan kebijakan, perencanaan, diseminasi, penilaian, basis data dan informasi dalam konteks adaptasi.

Hard adaptation mencakup tindakan adaptasi terkait pembangunan konstruksi dalam konteks adaptasi, antara lain, dalam bentuk pembangunan bendungan pencegah banjir maupun penyimpan air.

2.6 Pendekatan Adaptasi Perubahan Iklim

(18)

Gambar 3 Pendekatan adaptasi dan pengelolaan risiko bencana (IPCC 2012).

Pendekatan yang saling overlap dan simultan menurut IPCC (2012) adalah sebagai berikut: (1) menurunkan kerentanan, (2) sebagai persiapan, respon, atau pemulihan, (3) mentransfer dan mendistribusi risiko, (4) mengurangi paparan, (5) meningkatkan ketahanan terhadap risiko iklim, (6) mendorong transformasi secara bertahap maupun mendasar yang merupakan hal yang esensial untuk mereduksi risiko iklim ekstrem.

Tindakan adaptasi memerlukan transformasi secara bertahap dan mendasar karena hal tersebut merupakan faktor yang esensial untuk mereduksi risiko iklim ekstrem. Transformasi bertahap bertujuan untuk memperbaiki efisiensi pada kondisi yang ada (sistem teknologi, tata kelola, dan tata nilai). Sedangkan transformasi mendasar mencakup perubahan mendasar pada atribut sistem (mencakup sistem tata nilai; rezim peraturan, legislasi, birokrasi; institusi finansial; dan sistem teknologi dan biologi) (IPCC 2012).

Pengelolaan risiko yang efektif umumnya mencakup portofolia integrasi tindakan untuk mengurangi dan mentransfer risiko dan untuk merespon kejadian bencana. Integrasi tindakan tersebut akan lebih efektif bila diinformasikan secara tepat waktu pada seluruh stakeholders dan disesuaikan dengan keadaan lokal. Strategi yang efektif menggabungkan respon berbasis infrastruktur keras (hard infrastructure-based responses) dan solusi lunak (soft solutions) seperti penguatan kapasitas

individu dan institusi serta respon berbasis ekosistem (IPCC 2012).

Selain itu, pendekatan adaptasi dan pengelolaan risiko bencana mendukung adanya pengelolaan risiko multi-bencana; mendorong sinergi, integrasi dan koordinasi internasional terkait pemanfaatan berbagai sumber daya (termasuk finansial, teknologi, kemanusiaan); integrasi kearifan/ pengetahuan adaptasi yang berkembang di masyarakat lokal untuk mendorong adaptasi berbasis komunitas (community-based adaptation); serta selalu melakukan proses monitoring, riset, evaluasi, pembelajaran, dan inovasi yang dapat memperkecil risiko bencana dan mendorong pengelolaan adaptif dalam konteks iklim ekstrem (IPCC 2012).

2.7 Dampak Perubahan Iklim pada Berbagai Sektor di Indonesia

(19)

IPCC (2007) memberikan gambaran tentang dampak perubahan iklim pada: (1) sumber daya air bersih dan pengelolaannya; (2) kondisi, sifat, dan fungsi ekosistem; (3) produk makanan/ serat/ hasil hutan; (4) sistem kawasan pesisir dan hamparan dataran rendah; (5) industri, pemukiman, dan masyarakat; dan (6) kesehatan manusia. Sejalan dengan hal tersebut, UNDP menerjemahkan sektor terdampak yang mencakup enam tematik sektor yaitu: (1) pertanian/ ketahanan pangan, (2) pembangunan wilayah pesisir, (3) kesehatan masyarakat, (4) pengelolaan sumber daya alam, (5) manajemen risiko bencana, dan (6) sumber daya dan kualitas air.

Perubahan iklim memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap sektor pertanian. Pemanasan global telah memicu anomali iklim yang sulit diperhitungkan dan sangat berpengaruh terhadap kalender tanam petani. Perubahan iklim menjadikan musim panas makin panjang dan lama, sehingga mengakibatkan beberapa daerah mengalami kekeringan yang kemudian berdampak pada penurunan produktivitas pertanian. Selain itu, musim kering juga menyebabkan lahan pertanian mengalami puso dan hal ini dapat merusak tingkat kesuburan lahan sehingga lahan menjadi tidak subur dan produktif. Sedangkan pada musim hujan, walaupun periode hujan menjadi lebih pendek namun dapat terjadi intensitas curah hujan di beberapa tempat sangat tinggi sehingga sering menimbulkan banjir. Akibatnya, tanaman pada lahan tersebut terendam air dan gagal panen (BSN 2009). Para petani, sudah perlu mempertimbangkan berbagai varietas tanaman disertai dengan pengelolaan dan cara penyimpanan air yang lebih baik, serta ditunjang oleh prakiraan cuaca yang lebih akurat dan relevan yang dapat membantu menentukan awal musim tanam dan panen (UNDP 2007).

Dampak perubahan iklim pada sektor pertanian akan berdampak pada kondisi ketahanan pangan di wilayah-wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim. Wilayah-wilayah termiskin juga cenderung mengalami rawan pangan. Bahkan beberapa wilayah sudah sangat rentan terhadap berubahnya kondisi iklim, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemarau panjang diikuti oleh gagal panen di NTT, misalnya, sudah menimbulkan akibat yang parah dan kasus kurang gizi akut tersebar di berbagai daerah di seluruh provinsi tersebut (UNDP 2007).

Perubahan iklim berdampak juga pada sektor kehutanan, salah satu ancamannya adalah kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam. Kebakaran hutan alami disebabkan oleh terjadinya peningkatan suhu udara di lingkungan sekitar hutan. Peningkatan suhu yang terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti musim kemarau panjang mengakibatkan mudah terbakarnya ranting-ranting atau daun-daun akibat gesekan yang ditimbulkan. Kebakaran hutan menimbulkan bencana hilangnya ribuan hektar hutan yang dinilai ekonomis tinggi sekaligus berbagai macam keanekaragaman hayati yang berada di dalamnya (BSN 2009).

Pada sektor perikanan, perubahan iklim menyebabkan memanasnya air laut hingga mencapai 2-3oC, hal ini berdampak pada berpindahnya kehidupan jenis ikan yang sensitif terhadap naiknya suhu ke tempat yang lebih dingin sehingga membuat nelayan lokal makin terpuruk karena menurunnya hasil tangkapan ikan (BSN 2009). Sementara dampak pada masyarakat pesisir menyebabkan rumah/ tempat tinggal mereka terendam akibat muka air laut yang semakin naik, sehingga mereka harus melakukan strategi adaptasi seperti membuat perlindungan dengan menanam tanaman penghadang seperti pohon mangrove, atau dengan bermukim jauh dari pantai, atau melakukan penyesuaian dengan beralih ke sumber-sumber nafkah yang lain (UNDP 2007).

(20)

timbulnya krisis air bersih sehingga berpengaruh pada wabah penyakit diare dan juga penyakit kulit. Pada musim kemarau juga terjadi peningkatan wabah penyakit DBD dan malaria karena nyamuk akan berkembang biak lebih cepat disebabkan naiknya suhu udara. Sementara pada saat musim hujan berdampak pada terjadinya bencana banjir yang berakibat pada mewabahnya penyakit kulit (BSN 2009).

Dampak-dampak tersebut berdampak juga pada sektor ekonomi penduduk Indonesia yang mayoritas menggantungkan penghasilannya pada sektor kehutanan, pertanian, dan perikanan. Pengaruh perubahan iklim lebih berat menimpa masyarakat paling miskin. Banyak di antara mereka mencari nafkah di bidang pertanian atau perikanan sehingga sumber-sumber pendapatan mereka sangat dipengaruhi oleh iklim. Apakah itu di perkotaan ataukah di pedesaan mereka pun umumnya tinggal di daerah pinggiran yang rentan terhadap kemarau panjang/ banjir/ longsor. Terlalu banyak atau terlalu sedikit air merupakan ancaman utama perubahan iklim. Ketika bencana melanda, mereka nyaris tidak memiliki apapun untuk menghadapinya (UNDP 2007). Jika perubahan iklim membuat lahan pertanian/ kehutanan/ perikanan mereka rusak maka penghasilan mereka akan semakin menurun.

Di negeri yang memang rawan bencana ini, perubahan iklim makin mendesakkan pentingnya „pengelolaan yang cermat‟ terhadap bencana. Alih-alih hanya merespon setelah bencana terjadi, yang seharusnya dicapai adalah mengurangi risiko dan membuat persiapan untuk menghadapi bencana sebelum bencana itu terjadi (UNDP 2007). Oleh karena itu sektor manajemen risiko bencana perlu mendapatkan perhatian khusus dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi. Sektor manajemen risiko meliputi sektor sosial, budaya, ekonomi, infrastruktur dan pendidikan (edukasi).

2.8 Kriteria Penilaian Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat dikembangkan beberapa kriteria untuk menilai apakah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu lembaga/ institusi/ komunitas dapat dikategorikan sebagai suatu kegiatan adaptasi perubahan iklim atau tidak. Berikut kriteria yang ditetapkan oleh Impron (2012), diantaranya yaitu:

1. Mempunyai basis ilmiah dalam menentukan adaptasi. Basis ilmiah diperlukan untuk menjustifikasi bahwa pilihan adaptasi mempunyai dasar yang mencukupi sebagai bentuk adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. 2. Diterapkan pada satu atau lebih tematik

bidang terdampak (Frankel-Reed et al.

2009).

3. Diterapkan pada satu atau lebih jenis adaptasi (Spearman dan McGray 2011), yaitu adaptasi: (1) berbasis komunitas (community based), (2) kebijakan nasional (national policy), dan (3) program/ proyek (program/ project).

4. Mencerminkan satu, dua, atau tiga dari tiga dimensi adaptasi (Spearman dan McGray 2011).

5. Mencerminkan pendekatan yang saling overlap dan simultan dari minimal satu pendekatan perubahan iklim (IPCC 2012).

2.9 Basis Data Perubahan Iklim

Perubahan iklim merupakan tantangan multidimensi paling serius, kompleks, dan dilematis yang dihadapi umat manusia pada awal abad ke-21, bahkan mungkin hingga abad ke-22. Tak ada satu negara atau kelompok masyarakat di dunia ini mampu menghindar, apalagi mencegah terjadinya ancaman terhadap peradaban bangsa tersebut. Seberapa besar dan sekuat apapun kemampuan suatu bangsa, tak akan ada yang sanggup mengatasi sendiri tantangan perubahan iklim dan pemanasan global yang terjalin erat dengan perilaku dan gaya hidup manusia, keputusan politik, pola pembangunan, pilihan teknologi, kondisi sosial ekonomi, ataupun kesepakatan internasional. Dampak negatifnya cepat meluas dari tingkat global hingga ke tingkat lokal yang terpencil sekalipun (Hadad 2010). Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya penyusunan basis data kegiatan berbagai sektor yang didukung oleh data perubahan iklim.

(21)

berbagai kepentingan. Basis data disusun untuk mempertemukan korelasi antara pengaruh iklim dengan berbagai sektor yang ada.

Saat ini informasi mengenai kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia tersedia dalam berbagai bentuk publikasi seperti jurnal ilmiah, buku, laporan penelitian, dan sebagainya. Oleh karena itu tidak mudah untuk mendapatkan informasi kegiatan adaptasi perubahan iklim dalam satu bentuk publikasi. Dengan adanya basis data kegiatan adaptasi perubahan iklim diharapkan semua informasi kegiatan adaptasi di Indonesia tersedia dalam satu publikasi. Beberapa kelebihan penggunaan basis data adalah kecepatan dan kemudahan akses (speed), efisiensi ruang penyimpanan (space), keakuratan (accuracy), ketersediaan (avaibility), kelengkapan (completeness), kebersamaan pemakai (shareability).

Agar informasi mengenai kegiatan adaptasi perubahan iklim mudah dikelola, maka perlu dilakukan penyusunan basis data dan informasi adaptasi perubahan iklim, untuk menciptakan informasi, sinergi dan efektifitas kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia (Impron 2012). Kegiatan penyusunan basis data perlu disertai dengan analisis terhadap kebijakan dan strategi adaptasi perubahan iklim berdasarkan kriteria dan indikator apa yang dapat dipakai untuk menentukan tipe dan efektivitas kegiatan adaptasi perubahan iklim tersebut secara terstruktur.

BAB III METODOLOGI

3.1 Bentuk dan Tempat Kajian

Bentuk tugas akhir yang dilakukan adalah berupa survey kelembagaan dan studi pustaka. Kajian dilakukan di bawah arahan Kelompok Kerja Adaptasi, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Jakarta. Sementara analisisnya dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

3.2 Waktu Kajian

Penyusunan basis data adaptasi perubahan iklim ini dimulai pada bulan Februari sampai dengan Juni 2012.

3.3 Batasan Kajian

Kajian yang dilakukan berupa inventarisasi data dan informasi, integrasi data berdasarkan indikator dan kriteria penilaian adaptasi, analisis data, dan pembuatan display basis data.

3.4 Teknik Kajian Jenis Data

Data yang digunakan dalam kajian ini berupa data kualitatif yang diperoleh dari dokumen dan arsip serta data pendukung yang bersumber dari instansi yang terkait.

Cara Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penyusunan basis data adalah sebagai berikut:

a. Studi Literatur

Studi ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan atau literatur (proposal, laporan, catatan, artikel, serta arsip lainnya) yang bersumber dari kelembagaan yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang berkaitan erat dengan adaptasi perubahan iklim.

b. Survey Kelembagaan

(22)

3.5 Alat dan Bahan Kajian

Alat yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

 Seperangkat komputer dengan program Ms. Excel, Ms. Word,

DBMS MySQL, Adebe

Dreamweaver CS 3, Notepad++, XAMPP, Google Earth, dan

Google Fusion Table.  Alat Tulis

Sementara bahan yang digunakan berupa data dan informasi yang bersumber dari dokumen proposal, laporan, ataupun bahan diseminasi serta arsip digital dari

website Kelembagaan/ Kementerian/ Perguruan Tinggi/ LSM sebagai berikut:

 Kementerian Pertanian (Balitklimat)

 Kementerian Kelautan dan Perikanan

 Kementerian Kesehatan  Kementerian Pekerjaan Umum  Kementerian Lingkungan Hidup  Kementerian Keuangan

 Kementerian Riset dan Teknologi  Kementerian Kehutanan

 BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika)  DNPI (Dewan Nasional Perubahan

Iklim)

 CCROM (Center for Climate Risk and Opportunity Management)  RCCCUI (Research Center for

Climate Change Universitas Indonesia)

 WFP (World Food Program)  Bintari (salah satu LSM pegiat

adaptasi perubahan iklim, berpusat di Semarang).

Kegiatan yang diintegrasikan dan dianalisis pada penelitian ini merupakan hasil sementara dari perolehan data dan informasi kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia sampai bulan Juni 2012.

3.6 Metode Analisis Kajian

Tahap pertama, dilakukan inventarisasi data dan informasi kegiatan adaptasi perubahan iklim yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh berbagai kelembagaan yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang berkaitan erat dengan adaptasi perubahan iklim. Pada tahap ini penulis mengikuti dan

mencatat serta menganalisa hal-hal penting yang ditemukan dalam seluruh rangkaian kegiatan penyusunan basis data adaptasi perubahan iklim. Perolehan data dan informasi juga dilakukan melalui kegiatan survey kelembagaan.

Tahap kedua yaitu menyusun dan mengintegrasikan kegiatan adaptasi setiap kelembagaan berdasarkan indikator dan kriteria yang telah ditentukan yaitu mencakup pada jenis adaptasi, dimensi adaptasi, teknologi dan pendekatan adaptasi perubahan iklim, sebaran lokasi kegiatan, serta sektor kelembagaan yang melakukan kegiatan adaptasi perubahan iklim, serta berdasarkan waktu pelaksanaan kegiatan (telah, sedang, atau akan).

Tahap ketiga yaitu melakukan analisis kegiatan adaptasi berdasarkan indikator dan kriteria kegiatan adaptasi perubahan iklim pada seluruh sektor kelembagaan di Indonesia.

Lalu tahapan terakhir yaitu membuat display basis data kegiatan adaptasi perubahan iklim.

3.7 Metode Display Basis data 1. Perancangan ide

Pada tahap ini akan dilaksanakan proses identifikasi dan perumusan masalah, analisis kebutuhan pengguna, analisis karakteristik pengguna, dan perancangan ide. Seluruh data yang diperoleh dari proses tersebut kemudian akan diolah untuk merancang konsep awal dari pembuatan sistem ini.

2. Perancangan sistem

Pada tahap ini akan ditentukan seperti apa sistem tersebut beroperasi, fungsi-fungsi apa saja yang dibutuhkan di dalamnya, seperti apa rancangan basis data yang diperlukan, bagaimana sistem keamanannya, dan kebutuhan-kebutuhan sistem lainnya. Adapun beberapa bagian yang akan dirancang pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Desain tampilan antar muka b. Fungsi-fungsi

(23)

Gambar 4 Diagram ERD (Entity Relationship Diagram). 3. Pembuatan sistem

Semua fungsi dan fitur yang telah dirancang pada tahap sebelumnya akan dibuat pada tahap ini. Pengembangan sistem ini menggunakan:

 Metode: incremental model

 Bahasa pemrograman: PHP

Basis data Management System

(DBMS): MySQL

 Perangkat lunak: Adebe Dreamweaver CS 3, Notepad++, XAMPP.

 Sistem operasi pengembangan Sistem: Windows 7

4. Pengujian sistem

Pada tahap ini akan diujikan kepada

user untuk menguji sistem ini. 5. Display Basis Data

Pada tahap ini, basis data yang telah disusun dan diintegrasikan dapat dilihat dan digunakan untuk keperluan kelembagaan terkait dengan kegiatan adaptasi perubahan iklim.

(24)

Gambar 5 Diagram alir kegiatan tugas akhir.

Daftar

Kelembagaan

Survey

Kelembagaan

(wawancara)

Kompilasi Data &

Informasi

Data & Informasi

Kegiatan

Integrasi Data &

Informasi

Display Basis

data

Penelusuran

Informasi dari

Literatur (laporan,

proposal, internet)

Pembuatan

Perangkat

Lunak Basis Data

1. Perancangan Sistem

2. Pembuatan Sistem

3. Pengujian Sistem

Analisis Data

& Informasi

Diseminasi Hasil

ke Pengguna

(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Banyak bukti menunjukkan bahwa manusia di berbagai lokasi sudah melakukan adaptasi sebagai respon terhadap perubahan iklim yang telah terjadi atau sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim yang diramalkan akan terjadi (IPCC 2007). Hal ini dapat dilihat pada banyaknya lembaga yang melakukan kegiatan adaptasi guna membantu masyarakat yang rentan terhadap perubahan iklim sehingga mereka dapat menyesuaikan diri terhadap dampak yang telah ataupun yang akan terjadi nanti.

4.1 Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia pada Semua Sektor Kelembagaan

Hampir semua sektor kelembagaan di Indonesia memberikan perhatian khusus pada masalah perubahan iklim terutama sektor-sektor kelembagaan yang terkena dampak langsung dari perubahan iklim. Berdasarkan data kegiatan adaptasi dari 14 kelembagaan di Indonesia diperoleh hasil bahwa kegiatan adaptasi yang telah

dilakukan mencakup semua sektor kelembagaan yang ditetapkan oleh UNDP (2007), yaitu pertanian dan ketahanan pangan, pembangunan wilayah pesisir, kesehatan masyarakat, pengelolaan sumber daya alam, manajemen risiko bencana, serta sumber daya dan kualitas air.

Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim termasuk pada sektor manajemen risiko bencana. Hal ini dikarenakan sektor tersebut memiliki cakupan yang luas di antaranya yaitu sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur.

Gambar 6c menunjukkan bahwa tidak ada kegiatan adaptasi yang direncanakan akan dilakukan oleh sektor kesehatan masyarakat pada tahun mendatang. Hal ini seharusnya dapat menjadi perhatian penting bagi para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim karena bagaimanapun juga harus ada langkah antisipatif untuk mencegah terjadinya dampak perubahan iklim pada sektor tersebut.

(26)

4.1.1 Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan

Kegiatan adaptasi pada sektor pertanian banyak dilakukan oleh Balitklimat (Kementan), sedangkan kegiatan yang berkaitan dengan sektor ketahanan pangan dilakukan oleh WFP. Selain lembaga tersebut, ada juga BMKG dan CCROM yang melakukan kegiatan adaptasi perubahan iklim pada sektor pertanian.

Kegiatan adaptasi pada sektor pertanian yang rutin dilakukan oleh Balitklimat setiap tahunnya yaitu penyusunan kalender tanam interaktif dan dinamik. Kegiatan tersebut dilakukan untuk membantu para petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat sehingga dapat menurunkan risiko terkena gagal panen. Kegiatan rutin lainnya yaitu Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang dilakukan oleh Balitklimat dan BMKG. Kegiatan ini termasuk kegiatan pembangunan berlanjut yang dilakukan rutin setiap tahun di berbagai tempat di Indonesia. Sementara kegiatan insidental yang dilakukan oleh Balitklimat yaitu kegiatan panen air dam parit dan aplikasi irigasi yang merupakan kegiatan aksi adaptasi, kegiatan ini dilakukan untuk mengembangkan jaringan irigasi dan menyusun model teknologi panen air hujan. Ada juga kegiatan pembuatan pola kerentanan pertanian di Pulau Jawa yang dilakukan oleh CCROM bekerjasama dengan ci:grasp. Selain itu, saat ini BMKG sedang merencanakan kegiatan berupa penempatan 1000 penakar hujan observasi di seluruh Indonesia serta merencanakan pembangunan pos agroklimat di seluruh Indonesia agar dapat mengantisipasi dampak perubahan iklim yang akan terjadi serta mengancam pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia. Masih banyak kegiatan adaptasi pada sektor pertanian lainnya baik yang telah, sedang, ataupun akan dilaksanakan (Lampiran 3).

Sektor yang berkaitan erat dengan sektor pertanian yaitu sektor ketahanan pangan. Pada sektor ini, WFP rutin melaksanakan kegiatan food for asset (FFA) setiap tahunnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menguatkan kapasitas adaptif masyarakat rentan pangan terhadap dampak perubahan iklim. Kegiatan FFA terfokus di NTB dan NTT, karena kedua propinsi tersebut merupakan salah satu prioritas utama dalam hal penguatan ketahanan pangan.

Gambar 7 Diagram persentase kegiatan adaptasi sektor pertanian.

Gambar 7 menunjukkan bahwa hampir 80% kegiatan adaptasi pada sektor pertanian merupakan kegiatan yang telah dilaksanakan, sementara yang sedang dan akan dilaksanakan masing-masing hanya 12% dan 9%. Hal ini dikarenakan beberapa lembaga terkait hanya memberikan laporan akhir tahun kegiatan yang dilakukan, sementara proposal data kegiatan adaptasi yang sedang dan akan dilaksanakan tidak diberikan dengan alasan sesuai ketentuan yang berlaku di lembaga tersebut, sehingga kegiatan adaptasi pada sektor pertanian dan ketahanan pangan lebih banyak termasuk kegiatan yang telah dilakukan.

(27)

4.1.2 Sektor Pembangunan Wilayah Pesisir

Pada sektor pembangunan wilayah pesisir, kegiatan adaptasi banyak dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), di antaranya yaitu kajian kerentanan di sepanjang jalur Pantura, rehabilitas mangrove, dan program pengembangan sistem informasi perubahan iklim bagi masyarakat di sekitar daerah pesisir. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan adaptasi yang bersifat insidental. Sementara kegiatan yang bersifat lanjutan yaitu program pengembangan desa pesisir tangguh yang dilaksanakan dari tahun 2011-2014.

Selain KKP, ada juga lembaga lain yang melakukan kegiatan adaptasi pada sektor pembangunan wilayah pesisir yaitu CCROM. Lembaga tersebut melaksanakan kegiatan adaptasi komunitas daerah pesisir di Tapak Tugurejo Semarang serta mengevaluasi tingkat emisi GRK dan kemungkinan dampak perubahan iklim dan juga kenaikan muka air laut di daerah rawa Kota Palembang.

Kegiatan adaptasi yang rutin dilakukan pada sektor ini adalah pengelolaan kawasan pesisir melalui rehabilitasi pantai dengan penanaman mangrove dan pembuatan alat penahan ombak (APO) sepanjang 100 meter oleh Bintari. Kegiatan ini telah berjalan dengan baik dan sedang dalam proses pengembangan.

Gambar 8 Diagram persentase kegiatan sektor pembangunan wilayah pesisir.

Gambar 8 menunjukkan bahwa 63% kegiatan adaptasi pada sektor pembangunan wilayah pesisir merupakan kegiatan yang

telah dilaksanakan, 21% merupakan kegiatan adaptasi yang sedang dilaksanakan dan 16% merupakan kegiatan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan Gambar 6, kegiatan yang telah dilakukan pada sektor ini hanya sedikit saja, namun karena kondisi muka air laut yang terus naik dan diperkirakan akan terjadi dampak perubahan iklim yang cukup besar pada sektor pesisir, oleh karena itu saat ini ada beberapa kelembagaan yang sedang melakukan kegiatan adaptasi sebagai upaya mengatasi dampak perubahan iklim yang telah terjadi serta merencanakan kegiatan adaptasi untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang akan terjadi nanti. Salah satu program yang sedang dilaksanakan dan direncanakan akan berjalan pada tahun berikutnya yaitu program pengembangan desa pesisir tangguh yang digagas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim dapat bertahan hidup dalam kondisi yang baik, termasuk membantu masalah perekonomiannya.

4.1.3 Sektor Kesehatan Masyarakat Kegiatan adaptasi perubahan iklim pada sektor kesehatan banyak dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, dengan kegiatannya yaitu protecting health from climate change di Jakarta serta penelitian pola penyakit akibat dampak perubahan iklim di beberapa provinsi di Indonesia. Selain itu ada kegiatan berupa penelitian dan ujicoba pengembangan pedoman model surveilans dampak perubahan iklim di Indonesia. Pada saat penelitian tahun 2011 kegiatan ini masih berupa kapasitas adaptif, sementara setelah dilakukan ujicoba di Lampung, Jawa Tengah, dan Bali pada tahun 2012 kegiatan ini merupakan aksi adaptasi yang dilakukan langsung oleh Menkes kepada masyarakat yang rentan akibat perubahan iklim.

(28)

dengan memanfaatkan informasi iklim, sehingga dapat digunakan sebagai peringatan dini terhadap kejadian penyakit DD/DBD.

Gambar 9 Diagram persentase kegiatan sektor kesehatan masyarakat.

Gambar 9 menunjukkan bahwa 80% kegiatan adaptasi pada sektor kesehatan merupakan kegiatan yang telah dilaksanakan dan sisanya merupakan kegiatan yang sedang dilakukan. Sementara data kegiatan adaptasi yang akan dilakukan oleh Kementerian kesehatan tidak disampaikan. Walaupun demikian, kegiatan adaptasi yang telah dan sedang dilakukan oleh Menkes guna mengatasi dampak perubahan iklim pada sektor kesehatan telah berjalan dengan cukup baik dibuktikan dengan penyusunan strategi adaptasi dampak perubahan iklim di bidang kesehatan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan terhadap dampak perubahan iklim dalam bidang kesehatan masyarakat harus menghadapi beberapa realitas. Pertama, dampak perubahan iklim akan sangat bervariasi menurut wilayah. Kedua, mereka akan bervariasi menurut kelompok penduduk, tidak semua orang sama-sama rentan. Ketiga, efek ini sangat kompleks sehingga perlu perencanaan dan tindakan yang multidimensi (Frumkin et al.

2008).

4.1.4 Sektor Pengelolaan Sumber Daya Alam

Pada sektor pengelolaan sumber daya alam, CCROM membuat model tata lahan di kelurahan Sukorejo dengan cara pembuatan model konservasi yang sudah terarah dalam bentuk pilot project untuk konservasi tanaman, masa tanam, dan terasering, serta model untuk mengurangi kekeringan, banjir, erosi, dan bencana lainnya. Selain itu juga CCROM membuat sumur tangkapan biopori dan penghijauan. Sementara itu, RCCCUI melakukan rencana restorasi pasca tambang timah provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang bertujuan untuk menyusun alternatif konsep pembangunan dan pengelolaan restorasi lahan pasca penambangan timah dan lahan kritis lainnya di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung.

Gambar 10 Diagram persentase kegiatan sektor pengelolaan sumber daya alam.

(29)

4.1.5 Sektor Manajemen Risiko Bencana Pada sektor manajemen risiko bencana, kegiatan adaptasi dikaitkan dengan kondisi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan/ edukasi, dan infrastruktur. Kegiatan adaptasi pada sektor ini banyak dilakukan oleh CCROM, salah satunya yaitu program Micro-finance di Kemijen Semarang yang bekerjasama dengan Iset, URDi, ACCCRN, dan MercyCorps. Program ini bertujuan untuk mengembangkan model perputaran dana yang diharapkan dapat meningkatkan kondisi sanitasi dan kehidupan kepala rumah tangga wanita yang miskin.

Selain itu, BMKG melakukan kegiatan berupa edukasi mengenai perubahan iklim dalam bentuk komik,

pocket book, iklan masyarakat, sampai acara TV yaitu “Teropong Si Bolang”. Kegiatan tersebut termasuk bentuk manajemen risiko bencana berupa pemberian edukasi ringan untuk kalangan petani, nelayan, serta anak-anak. Ada juga kegiatan yang dilakukan oleh Bintari pada sektor ini yaitu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim berbasis masyarakat melalui konsep wanatani yang berkelanjutan di Ungaran, Semarang, Indonesia.

Kegiatan adaptasi pada sektor manajemen risiko bencana juga menarik perhatian para pelaku kepentingan perubahan iklim di tingkat Kementerian Republik Indonesia, di antaranya KKP melakukan pengembangan sistem informasi perubahan iklim di Kota Pekalongan yang bertujuan untuk memudahkan akses informasi tentang iklim kepada para nelayan dan masyarakat pesisir; KLH yang menjalankan program Clean Batik Initiative

(CBI) dengan tujuan untuk menciptakan kesadaran akan penggunaan batik ramah lingkungan di Indonesia; Menhut yang mendirikan beberapa koperasi hasil hutan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang berbasis pada pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam; Menristek melakukan Technology Needs Assesment untuk mengidentifikasi dan menentukan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; serta Menkeu melakukan pengembangan Clean Technology Fund

(CTF).

Gambar 11 Diagram persentase kegiatan sektor manajemen risiko bencana.

Gambar 11 menunjukkan bahwa 77% kegiatan adaptasi pada sektor manajemen risiko bencana merupakan kegiatan yang telah dilaksanakan, 15% merupakan kegiatan adaptasi yang sedang dilaksanakan, dan 8% merupakan kegiatan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan Gambar 6, kegiatan adaptasi sektor manajemen risiko bencana merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan sektor tersebut memiliki cakupan yang luas di antaranya yaitu sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur.

4.1.6 Sektor Sumber Daya dan Kualitas Air

Pada sektor ini kegiatan adaptasi perubahan iklim banyak dilakukan oleh Bintari, dengan kegiatannya yaitu scaling up

wanatani berbasis masyarakat sebagai upaya mengurangi penurunan lahan dan dampak perubahan iklim di DAS Garang, Ungaran, Semarang, pemanenan air hujan untuk meningkatkan ketahanan kota, dan Early warning Sistem Banjir dengan menyediakan

(30)

pompa air siap minum dan membuat PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) dengan tujuan untuk menjaga lingkungan hutan agar sumber daya air sebagai sumber daya listrik harus tetap terjaga.

Berdasakan Gambar 6, kegiatan adaptasi pada sektor sumber daya dan kualitas air tidak terlalu banyak dilakukan oleh para pemangku kegiatan adaptasi, padahal seharusnya sektor ini perlu mendapat perhatian khusus agar dampak yang terjadi tidak menyebar luas pada sektor yang lainnya. Perubahan pola curah hujan akan mengurangi ketersediaan air untuk irigasi dan sumber air bersih. Sebagai contoh, ketika masyarakat kekurangan sumber daya air bersih maka sektor kesehatan pun akan terganggu karena sumber daya air merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan ini, tidak hanya dibutuhkan untuk minum atau mandi saja, namun dibutuhkan juga untuk mencuci semua perlengkapan sehari-hari agar senantiasa hidup dalam kondisi yang bersih, serta dibutuhkan untuk irigasi lahan pertanian. Namun, kekhawatiran ini mendapat tanggapan cukup baik dari para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim, hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya kegiatan pada sektor sumber daya dan kualitas air yang sedang dan akan dilakukan oleh beberapa kelembagaan di Indonesia.

Gambar 12 Diagram persentase kegiatan sektor sumber daya dan kualitas air.

Gambar 12 menunjukkan bahwa 57% kegiatan adaptasi pada sektor manajemen risiko bencana merupakan kegiatan yang telah dilaksanakan, sementara yang sedang dan akan dilaksanakan masing-masing hanya 29% dan 14%. Walaupun secara keseluruhan kegiatan adaptasi perubahan iklim pada sektor ini tergolong sedikit, namun para pemangku kepentingan masih memberikan perhatiannya pada sektor ini, dibuktikan dengan adanya kegiatan adaptasi yang sedang dan akan dilakukan guna mengatasi dampak yang telah, sedang, atau akan terjadi pada sektor sumber daya dan kualitas air.

4.2 Analisis Kegiatan Adaptasi Berdasarkan Jenis Adaptasi Perubahan Iklim

Kegiatan adaptasi yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh kelembagaan di Indonesia harus memiliki basis ilmiah agar dapat menjustifikasi bahwa kegiatan adaptasi tersebut memiliki dasar yang mencukupi sebagai bentuk adaptasi perubahan iklim. Pengidentifikasian kegiatan berdasarkan jenis adaptasi dapat menjadi salah satu basis ilmiah. Menurut McCarthy et al. (2001), jenis adaptasi perubahan iklim dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu adaptasi terencana yang merupakan hasil dari keputusan kebijakan yang direncanakan berdasarkan kesadaran bahwa kondisi telah berubah atau akan berubah; adaptasi otonom merupakan adaptasi yang bukan merupakan respon secara sadar terhadap rangsangan iklim tetapi dipicu oleh perubahan ekologi di sistem alam ataupun sistem manusia; dan adaptasi antisipatif yang dilakukan sebelum dampak perubahan iklim terjadi.

4.2.1 Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan

(31)

Gambar 13 Diagram persentase jenis adaptasi kegiatan sektor pertanian dan ketahanan pangan.

Gambar 13 menunjukkan bahwa 64% kegiatan adaptasi merupakan kegiatan adaptasi terencana, hal ini menjelaskan bahwa kegiatan adaptasi pada sektor pertanian dan ketahanan pangan lebih banyak kegiatan yang direncanakan (diputuskan sesuai kebijakan) dibandingkan dengan kegiatan otonom ataupun antisipatif. Walaupun begitu, para pemangku kepentingan tetap memperhatikan dampak lain di luar pengaruh iklim dan mempersiapkan kegiatan sebelum terjadi dampak perubahan iklim, dibuktikan dengan ada kegiatan yang merupakan adaptasi otonom (18%) dan antisipatif (18%).

4.2.2 Sektor Pembangunan Wilayah Pesisir

Sama halnya dengan sektor pertanian dan ketahanan pangan, sektor pembangunan wilayah pesisir pun sangat dipengaruhi oleh iklim. Pemangku kepentingan pada sektor ini sudah melakukan beberapa kegiatan yang bersifat terencana, otonom, dan antisipatif. Contoh kegiatan adaptasi terencana pada sektor ini adalah program pengembangan desa pesisir tangguh yang dilakukan oleh KKP mulai tahun 2011 sampai 2014. Kegiatan ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan, pelayanan sarana prasarana sosial ekonomi, kualitas lingkungan hidup, kapasitas kelembagaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim.

Gambar 14 Diagram persentase jenis adaptasi kegiatan sektor pembangunan wilayah pesisir.

Gambar 14 menunjukkan bahwa kegiatan adaptasi terencana dan otonom cukup tinggi yaitu masing-masing 42% dan 37%. Hal ini menjelaskan bahwa kegiatan adaptasi pada sektor pembangunan wilayah pesisir tidak hanya memperhatikan pengaruh iklim saja namun juga cukup memperhatikan pengaruh dari luar iklim. Sementara kegiatan antisipatif pada sektor ini cukup sedikit yaitu hanya 21%. Angka tersebut diharapkan dapat menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan agar melaksanakan kegiatan yang bersifat antisipatif sehingga dapat mengantisipasi dampak perubahan iklim yang diperkirakan akan terjadi.

[image:31.595.336.503.85.321.2]
(32)

peningkatan kemitraan para pelaku adaptasi perubahan iklim yang bertujuan untuk mengembangkan jejaring internal Menkes, terkumpulnya data/ informasi, serta upaya dan strategi adaptasi perubahan iklim di tiap sektor.

Gambar 15 Diagram persentase jenis adaptasi kegiatan sektor kesehatan masyarakat.

Gambar 15 menunjukkan bahwa kegiatan adaptasi terencana dan antisipatif cukup tinggi yaitu masing-masing 60% dan 33%. Hal ini menjelaskan bahwa kegiatan adaptasi pada sektor kesehatan masyarakat cukup antisipatif dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang akan terjadi. Sementara kegiatan otonom pada sektor ini hanya sedikit yaitu 7%.

4.2.4 Sektor Sumber Daya Alam

Walaupun kegiatan adaptasi pada sektor sumber daya alam cukup sedikit namun kegiatan yang dilakukan mencakup seluruh jenis adaptasi perubahan iklim yang ditetapkan oleh McCarthy, yaitu antisipatif, otonom, dan terencana. Kegiatan adaptasi yang dilakukan oleh para pemngku kepentingan pada sektor sumber daya alam lebih banyak yang fokus pada subsektor sumber daya hutan, seperti pengembangan sistem sumber daya hutan kabupaten, forest and climate partnership yang dilakukan di Kalimantan dan Sumatera. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kebakaran hutan yang dapat menimbulkan bencana hilangnya ribuan hektar hutan yang dinilai ekonomis tinggi sekaligus berbagai macam keanekaragaman hayati yang berada di dalamnya (BSN 2009).

Gambar 16 Diagram persentase jenis adaptasi kegiatan sektor sumber daya alam.

Gambar 16 menunjukkan bahwa kegiatan adaptasi terencana dan otonom memiliki porsi yang sama yaitu 29%. Hal ini menjelaskan bahwa kegiatan adaptasi pada sektor sumber daya alam tidak hanya memperhatikan pengaruh iklim saja namun juga cukup memperhatikan pengaruh dari luar iklim. Sementara kegiatan antisipatif pada sektor ini cukup banyak yaitu 42%. Besarnya nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim pada sektor sumber daya alam cukup memberikan perhatian pada perubahan iklim dibuktikan dengan banyaknya kegiatan antisipatif yang dilakukan pada sektor ini.

[image:32.595.333.509.80.304.2]
(33)

Gambar

Gambar 14
Gambar 16
Gambar 18
Gambar 19 Jenis adaptasi perubahan iklim kegiatan (a) telah dilakukan; (b) sedang dilakukan;
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa nilai selisih pengukuran koordinat menggunakan Totat Station Spectra Fokus 8” dengan GPS Geodetik Spectra SP80 adalah 0,009 m, selisih pengukuran

Apabila terjadi keterlambatan dalam proses penerbitan izin usaha sesuai waktu yang telah ditentukan, maka Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas produk, promosi, dan harga memiliki pengaruh terhadap minat beli ulang pada pembelian produk Kopi Kenangan. Studi

b) Klien adalah orang atau organisasi yang meminta audit. Klien dalam kegiatan AMAI ini adalah Rektor, Dekan, atau Ketua Program Studi yang meminta sistem mutu

Berdasarkan selisih hasil rata-rata nilai posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta hasil analisis denga teknik uji t-tes, maka dapat disimpulkan

Dari hasil analisis kejadian longsoran pada lokasi longsor 2, lokasi 3, lokasi 10 dan lokasi 15 diperoleh bahwa tipe longsoran translasi ini terjadi pada lokasi dengan

Alat pengering padi ini di pasang atau diletakan berdekatan dengan alat tungku bahan bakar, agar panas yang dihasilkan dapat lebih cepat mengalir kealat pengering

KOBANTER BARU merupakan koperasi angkot yang terbesar di Kota Bandung dengan jumlah trayek yang 28 dan armada 4.702 kendaraan.. KOBUTRI mengontrol 6 trayek dengan armada 599