• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dosis, Lama Pengendapan Dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Dosis, Lama Pengendapan Dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DOSIS, LAMA PENGENDAPAN DAN

UKURAN PARTIKEL KOAGULAN SERBUK BIJI

KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

SKRIPSI

OLEH :

RUDI ANAS HUTAHAEAN

08 0405 063

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH DOSIS, LAMA PENGENDAPAN DAN

UKURAN PARTIKEL KOAGULAN SERBUK BIJI

KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

SKRIPSI

OLEH,

RUDI ANAS HUTAHAEAN

08 0405 063

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

PENGARUH DOSIS, LAMA PENGENDAPAN DAN UKURAN PARTIKEL KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Derpatemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku..

Medan, September 2013

(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul :

PENGARUH DOSIS, LAMA PENGENDAPAN DAN UKURAN PARTIKEL KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang ujian skripsi pada 21 Agustus 2013 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui, Medan, September 2013 Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing

Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si Dr. Ir. M. Yusuf Ritonga, MT NIP. 19680820 199501 1 001 NIP. 19620819 198903 1 002

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Dr. Ir. Fatimah, MT Ir. Netti Herlina, MT

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kasih karunia serta penyertaan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Dosis, Lama Pengendapan Dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu,” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada dunia industri tahu tentang pemanfaatan serbuk biji kelor (moringa oleifera) sebagai koagulan alami yang dapat menjadi pengganti bahan kimia dalam upaya pengolahan limbah cair industri tahu sebelum dibuang ke aliran sungai (lingkungan).

Sebagian dari data hasil penelitian ini telah terbit pada Jurnal Teknik Kimia USU,

dengan judul „‟Pengaruh Kadar Air, Dosis Dan Lama Pengendapan Koagulan

Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu‟‟

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis F. Hutahaean dan R. Siagian yang selalu ada bagi penulis, mendukung, menguatkan serta membiayai penulis dalam masa studi hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. M. Yusuf Ritonga, MT selaku Dosen Pembimbing

yang telah banyak mengarahkan dam membimbing penulis dari pemillihan judul, selama penelitian, serta penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT selaku Dosen Penguji I yang telah

(6)

4. Ibu Ir. Netti Herlina, MT selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan M.Si selaku ketua Dept. Teknik Kimia. 6. Adik-adik tersayang penulis Marisi Benget, Rika Elvriede,

Romario Tumahan, Frans Yaser Mangasi dan Sondang Rosa Lina 7. Ayu R. Bangun dan Siti Aminah selaku partner penelitian penulis. 8. Opung Op. Frida, namboru Rosmauli, amangboru Basani, bapauda

Natanael, namboru Lince, namboru Dika, bapauda Diva, bapauda Abraham, ito Suster, alm bapauda Ringkot beserta seluruh keluarga besar Raja Jakob Hutahaean yang sangat mendukung penulis, dalam studi dan penulisan skripsi ini baik moril maupun materil. 9. Tulang Agnes Tarihoran, inangtua Maria, inangtua Mona, inangtua

Tawarta, inangtua Alex dan keluarga.

10.Seluruh keluarga besar Op. Bindu Siagian yang sangat mendukung penulis baik moril maupun materil.

11.ViFanCy yang menjadi semangat dan motivasi bagi penulis.

12.Kawan-kawan penulis di AMPARA KOST terkhusus Roy, bang Maruhum, Danny, Erick, Posman, Syafden, Irfan, Arif dan Triwan. 13.Teman-teman stambuk 2008 terkhusus Rinaldry, Hari, Irma,

Hendry, Eka, Afiifah, Lina, Febri, Rizki, Frendis, Mail dan Anggi. 14.Jufrianto, Valent, Floren, Tetty, Ricardo, Nehemia dan Kaharuddin 15.Sola, Rizka 063, Devi, Klaudya, Nora, Fitri, Henni, Joy, Yudhy,

Jhoni, Sitio dan semua adik-adik Teknik Kimia stambuk 2011.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2013

Penulis

(7)

DEDIKASI

Rasa kagum dan hormat serta terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada orang tua tercinta, F. Hutahaean dan R. Siagian yang selalu ada bagi penulis, mendukung penulis selama melaksanakan studi juga dalam proses pengerjaan skripsi hingga selesainya skripsi ini.

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tua penulis F. Hutahaean dan R. Siagian

2. Adik-adik penulis Marisi, Rika, Romario, Mangasi dan Rosa 3. Keluarga besar penulis

4. Bapak dan Ibu dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

5. Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

6. Ayu Ridaniati Bangun dan Siti Aminah sebagai partner penulis 7. Sahabat-sahabat terbaik di Teknik Kimia, khususnya stambuk 2008 8. Teman-teman penulis di Ampara Kost

(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Rudi Anas Hutahaean NIM : 080405063

Tempat/tgl lahir : Lumban Ria-Ria, 21 Juni 1990 Nama orang tua : Firman Hutahaean

Alamat orang tua : Pasar Bengkok, Laguboti

Kec. Laguboti, Kab. Toba Samosir Asal Sekolah

 SD Negeri N0. 173558 Hutahaean Tahun 1996-2002

 SMP Negeri 1 Laguboti Tahun 2002-2005

 SMA Negeri 1 Laguboti Tahun 2005-2008 Beasiswa yang pernah diperoleh:

1. Beasiswa Mengikuti Ujian (BMU) dari Dikti tahun 2008

2. Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) dari USU tahun 2009-2010 3. Beasiswa dari Yayasan Ompu Gora Hutahaean tahun 2010-2013 Pengalaman Organisasi :

1. Sebagai anggota Bidang Penelitian Dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) periode 2011/2012

2. Sebagai anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) periode 2011/2012

Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal :

(9)

ABSTRAK

Limbah cair industri tahu mengandung banyak senyawa-senyawa organik kompleks berupa protein, lemak, karbohidrat dan minyak. Berdasarkan hasil studi Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik air buangan industri tahu di Medan, diketahui bahwa limbah cair industri tahu rata-rata mengandung BOD (4583 mg/l), COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l) dan minyak atau lemak (26 mg/l) dengan pH 6,1, sehingga diperlukan pengolahan limbah cair industri tahu yang dapat mengurangi kadar pencemar dalam limbah sehingga dampak buruknya terhadap lingkungan juga dapat dikurangi. Salah satu koagulan alternatif yang dapat digunakan adalah serbuk biji kelor. Penelitian ini menggunakan serbuk biji kelor dengan kadar air 6 %. Variasi dosis koagulan yang digunakan 2000, 3000, 4000, 5000 mg/200 ml limbah cair tahu, lama pengendapan 50, 60,dan 70 menit serta ukuran koagulan 50 dan 70 mesh dengan pH awal adalah 4. Kondisi optimum proses koagulasi flokulasi diperoleh pada ukuran partikel 70 mesh, dosis 5000mg/200 ml limbah dan waktu pengendapan 70 menit, dengan penurunan turbiditas 74,29 %, TSS 87,10 %, dan COD 66,46 %, karena persentase penurunan turbiditas, TSS dan COD yang diperoleh diatas 50%, maka dapat disimpulkan bahwa serbuk biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan yang efektif pada alternatif pengolahan limbah cair industri tahu

(10)

ABSTRACT

Soyabean (tahu) industrial wastewater contain of many complex organic compounds such as proteins, carbohydrates, fats and oils. Based on the results of Balai Perindustrian Medan research on soyabean industrial wastewater characteristics in Medan, it found that soyabean (tahu) industrial wastewater contain of BOD (4583 mg/l), COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l ) and oil or fat (26 mg/l ) at pH 6.1. Therefore wastewater treatment is needed to reduce the contaminants contained in the wastewater and to reduce environmental pollution. Moringa oleifera seeds powder can use as an alternative coagulant. This research uses moringa oleifera seeds powder with water content of 6 %. Variations of coagulant dose are 2000, 3000, 4000, 5000 mg/200 ml soyabean (tahu) wastewater, settling time are 50, 60, 70 and 80 minutes, and coagulant particle size are 50 and 70 mesh with the initial pH about 4. Optimum condition for coagulation and floculation process are at coagulant particle size 70 mesh, dose 5000 mg/200 ml wastewater and settling time 70 minutes, that the decrease of turbidity 74,29 %, TSS 87,10 %, and COD 66,46 %. Because the decrease of turbidity, TSS and COD more than 50 % so it conclude that moringa oleifera seeds powder can be used as an effective coagulant as an soyabean (tahu) wastewater treatment alternative.

(11)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

PENGESAHAN ... ii

PRAKATA ... iii

DEDIKASI ... v

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Industri Tahu ... 5

2.1.1 Proses Pembuatan Tahu ... 5

2.1.2 Limbah Cair Industri Tahu ... 7

2.1.3 Karaketristik Limbah Cair Industri Tahu ... 8

2.2 Kekeruhan (Turbidity) ... 9

2.3 Padatan Total (TSS) ... 10

2.4 Chemical Oxygen Demand (COD) ... 11

2.5 Kadar Air ... 12

2.6 Proses Koagulasi/Flokulasi ... 13

2.6.1 Koagulasi ... 13

(12)

2.6.3 Jar Test... 16

2.7 Karakteristik Biji Kelor Sebagai Koagulan ... 16

2.8 Potensi Ekonomi Koagulan Serbuk Biji Kelor ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Lokasi Penelitian ... 24

3.2 Bahan dan Peralatan ... 24

3.2.1 Bahan-bahan ... 24

3.2.1.1 Bahan Baku ... 24

3.2.1.2 Bahan Koagulan ... 24

3.2.1.3 Bahan Kimia ... 25

3.2.2 Alat ... 25

3.3 Prosedur Penelitian ... 25

3.3.1 Prosedur Perlakuan Pengambilan Sampel ... 25

3.3.2 Prosedur Perlakuan Biji Kelor ... 26

3.3.3 Prosedur Perlakuan Biji Kelor untuk Menentukan Kadar Air ... 26

3.3.4 Prosedur Pengaruh Kadar Air, Dosis, dan Lama Pengendapan Koagulan Serbuk Biji Kelor terhadap Persentase Penurunan Turbiditas, TSS, dan COD ... 26

3.3.5 Prosedur Pengukuran Turbiditas ... 27

3.3.6 Prosedur Pengukuran TotalSolid Suspended (TSS) ... 27

3.3.7 Prosedur Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD) ... 28

3.4 Flowchart Penelitian ... 30

3.4.1 Perlakuan Pengambilan Sampel ... 30

3.4.2 Perlakuan Biji Kelor ... 30

3.4.3 Perlakuan Biji Kelor untuk Menentukan Kadar Air ... 31

3.4.4 Pengaruh Kadar Air, Dosis, dan Lama Pengendapan Koagulan Serbuk Biji Kelor terhadap Persentase Penurunan Turbiditas, TSS, dan COD ... 32

3.4.5 Pengukuran TotalSolid Suspended (TSS) ... 33

(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Pengaruh Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor Dan Lama Pengendapan Untuk Penurunan Kadar Air 9 % dengan Ukuran Partikel 50 mesh terhadap Persentase Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu…42 4.2 Pengaruh Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor Dan Lama Pengendapan Untuk Penurunan Kadar Air 9 % dengan Ukuran Partikel 70 mesh terhadap Persentase Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu…43 4.3 Pengaruh Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor Dan Lama Pengendapan Untuk Penurunan Kadar Air 9 % dengan Ukuran Partikel 50 mesh terhadap Persentase Penurunan TSS Limbah Cair Industri Tahu …….…45

4.4 Pengaruh Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor Dan Lama Pengendapan Untuk Penurunan Kadar Air 9 % dengan Ukuran Partikel 70 mesh terhadap Persentase Penurunan TSS Limbah Cair Industri Tahu…….…46

4.5 Pengaruh Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor Dan Lama Pengendapan Untuk Penurunan Kadar Air 9 % dengan Ukuran Partikel 50 mesh terhadap Persentase Penurunan COD Limbah Cair Industri Tahu………47

4.6 Pengaruh Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor Dan Lama Pengendapan Untuk Penurunan Kadar Air 9 % dengan Ukuran Partikel 70 mesh terhadap Persentase Penurunan COD Limbah Cair Industri Tahu………47

KESIMPULAN DAN SARAN ... ....51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... ....52 LAMPIRAN A DATA PENELITIAN ... LA-1 LAMPIRAN B SURAT KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

HIDUP……… ... ………LB-1

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Proses Pembuatan Tahu ... 6

Gambar 2.2 Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu ... 7

Gambar 2.3 Skema Pembagian Zat Padat ... 11

Gambar 2.4 Peralata Jar Test ... 16

Gambar 2.5 Tanaman Kelor (Moringa Oleifera) ... 17

Gambar 2.6 Struktur Zat Aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate ... 18

Gambar 2.7 Struktur Asam Amino Glutamat ... 20

Gambar 3.1 Biji Kelor sesudah Dikupas Kulitnya ... 24

Gambar 3.2 Flowchart Perlakuan Pengambilan Sampel ... 30

Gambar 3.3 Flowchart Perlakuan Biji Kelor ... 30

Gambar 3.4 Flowchart Perlakuan Biji Kelor untuk Kadar Air 9 % dan Dosis 2000 mg ... 31

Gambar 3.5 Flowchart Pengaruh Dosis, Lama Pengendapan dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor terhadap Persentase Penurunan Turbiditas, TSS, dan COD sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu ... 32

Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran TSS ... 33

Gambar 3.7 Flowchart Pengukuran COD ... 34

Gambar 5.1 Grafik Hubungan Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor 9 % dengan Ukuran 50 Mesh terhadap Persentase Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu ... 42

Gambar 5.2 Grafik Hubungan Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor 9 % dengan Ukuran 70 Mesh terhadap Persentase Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu ... 43

Gambar 5.3 Grafik Hubungan Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor 9 % dengan Ukuran 50 Mesh terhadap Persentase Penurunan TSS Limbah Cair Industri Tahu ... 45

(15)

Gambar 5.5 Grafik Hubungan Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor 9 % dengan Ukuran 50 Mesh terhadap Persentase Penurunan COD

Limbah Cair Industri Tahu ... 47 Gambar 5.6 Grafik Hubungan Dosis Koagulan Serbuk Biji Kelor 9 %

dengan Ukuran 70 Mesh terhadap Persentase Penurunan COD

Limbah Cair Industri Tahu ... 49 Gambar C.1 Biji Kelor Sebelum Dikupas Kuiltnya ... LC-1 Gambar C.2 Biji Kelor Setelah Dikupas Kuiltnya ... LC-1 Gambar C.3 Biji Kelor Setelah Diblender ... LC-2 Gambar C.4 Biji Kelor Setelah Dikeringkan ... LC-2 Gambar C.5 Biji Kelor Ketika Diayak ... LC-2 Gambar C.6 Limbah Cair Industri Tahu ... LC-3 Gambar C.7 Limbah Cair Industri Tahu dengan Pengadukan Cepat ... LC-3 Gambar C.8 Limbah Cair Industri Tahu dengan Pengadukan Lambat ... LC-4 Gambar C.9 Limbah Cair Industri Tahu Ketika Diendapkan ... LC-4 Gambar C.10 Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu per 3 kg Kedelai ... 8

Tabel 2.2 Daftar Komposisi Tahu per 100 Gram Tahu ... 9

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limba Cair Tahu ... 9

Tabel 2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu ... 12

Tabel 2.5 Unsur – Unsur Yang Terkandung Per 100 Gra Biji Kelor Kering ... 18

Tabel 2.6 Kandungan Biji Kelor ... 19

Tabel 2.7 Data – Data Produksi, Impor, Ekspor dan Kebutuhan Kedelai di Indonesia 21 Tabel 2.8 Biaya Operasional Penelitian ... 22

Tabel 4.1 Data Awal Limbah Cair Industri Tahu ... 36

Tabel 4.2 Data Pengukuran Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 mesh ... 36

Tabel 4.3 Data Pengukuran Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 mesh ... 37

Tabel 4.4 Data Pengukuran Penurunan TSS Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 mesh ... 38

Tabel 4.5 Data Pengukuran Penurunan TSS Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 mesh ... 39

Tabel 4.6 Data Pengukuran Penurunan COD Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 mesh ... 40

Tabel 4.7 Data Pengukuran Penurunan COD Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 mesh ... 41 Tabel A.1 Data Penentuan Awal Limbah Cair Industri Tahu ... LA-1 Tabel A.2 Data Penentuan Kadar Air Awal Serbuk Biji Kelor ... LA-1 Tabel A.1 Data Penentuan Penentuan Penurunan Kadar Air Serbuk Biji Kelor ... LA-2 Tabel B.1 Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang Baku

(17)

ABSTRAK

Limbah cair industri tahu mengandung banyak senyawa-senyawa organik kompleks berupa protein, lemak, karbohidrat dan minyak. Berdasarkan hasil studi Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik air buangan industri tahu di Medan, diketahui bahwa limbah cair industri tahu rata-rata mengandung BOD (4583 mg/l), COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l) dan minyak atau lemak (26 mg/l) dengan pH 6,1, sehingga diperlukan pengolahan limbah cair industri tahu yang dapat mengurangi kadar pencemar dalam limbah sehingga dampak buruknya terhadap lingkungan juga dapat dikurangi. Salah satu koagulan alternatif yang dapat digunakan adalah serbuk biji kelor. Penelitian ini menggunakan serbuk biji kelor dengan kadar air 6 %. Variasi dosis koagulan yang digunakan 2000, 3000, 4000, 5000 mg/200 ml limbah cair tahu, lama pengendapan 50, 60,dan 70 menit serta ukuran koagulan 50 dan 70 mesh dengan pH awal adalah 4. Kondisi optimum proses koagulasi flokulasi diperoleh pada ukuran partikel 70 mesh, dosis 5000mg/200 ml limbah dan waktu pengendapan 70 menit, dengan penurunan turbiditas 74,29 %, TSS 87,10 %, dan COD 66,46 %, karena persentase penurunan turbiditas, TSS dan COD yang diperoleh diatas 50%, maka dapat disimpulkan bahwa serbuk biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan yang efektif pada alternatif pengolahan limbah cair industri tahu

(18)

ABSTRACT

Soyabean (tahu) industrial wastewater contain of many complex organic compounds such as proteins, carbohydrates, fats and oils. Based on the results of Balai Perindustrian Medan research on soyabean industrial wastewater characteristics in Medan, it found that soyabean (tahu) industrial wastewater contain of BOD (4583 mg/l), COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l ) and oil or fat (26 mg/l ) at pH 6.1. Therefore wastewater treatment is needed to reduce the contaminants contained in the wastewater and to reduce environmental pollution. Moringa oleifera seeds powder can use as an alternative coagulant. This research uses moringa oleifera seeds powder with water content of 6 %. Variations of coagulant dose are 2000, 3000, 4000, 5000 mg/200 ml soyabean (tahu) wastewater, settling time are 50, 60, 70 and 80 minutes, and coagulant particle size are 50 and 70 mesh with the initial pH about 4. Optimum condition for coagulation and floculation process are at coagulant particle size 70 mesh, dose 5000 mg/200 ml wastewater and settling time 70 minutes, that the decrease of turbidity 74,29 %, TSS 87,10 %, and COD 66,46 %. Because the decrease of turbidity, TSS and COD more than 50 % so it conclude that moringa oleifera seeds powder can be used as an effective coagulant as an soyabean (tahu) wastewater treatment alternative.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang berbahan dasar kacang kedelai (Glycine sp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, yaitu suatu kondisi dimana telah terbentuk gumpalan (padatan) protein yang sempurna pada suhu 50 0C dan cairan telah terpisah dari padatan protein dengan atau tanpa penambahan zat lain yang diizinkan antara lain: bahan pengawet dan bahan pewarna[20].

(20)

berturut-turut sebesar 50, 100, dan 200 mg/l, sehingga jelas bahwa limbah cair tahu ini telah melampaui baku mutu yang dipersyaratkan.

Pengolahan limbah cair industri tahu guna mengurangi kadar BOD5, COD,

TSS bahkan upaya pemanfaatan limbah cair tersebut telah banyak dilakukan antara lain: dengan menggunakan pengolahan secara biologis aerob [29], secara biologis anaerob [5]pemanfaatan gulma air [34].

Di Indonesia, khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun dan karangan bunga serta buah muda sebagai sayuran, sudah sejak lama digunakan. Akan tetapi sejak awal tahun 1980-an oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITB, biji kelor digunakan untuk penjernihan air permukaan (air kolam, air sungai, air danau sampai ke air sungai) sebagai pengendap (koagulan) dengan hasil yang memuaskan.

Biji kelor dapat dipergunakan sebagai salah satu koagulan alami alternatif yang tersedia secara lokal dari tanaman yang barangkali dapat diperoleh di sekitar kita. Biji kelor yang dipergunakan dibiarkan sampai matang atau tua dipohon baru dipanen setelah kering dengan kadar air kurang lebih sama dengan 10 %. Menurut penelitian dilaporkan bahwa tepung biji kelor adalah bahan alami yang dapat membersihkan limbah cair relatif sama efektifnya bila dilakukan dengan cara pembersihan menggunakan bahan kimia [27].

Biji kelor juga mengandung zat anti bakteri, yaitu 4-α -L-rhamnosyloxyl-benzyl isothiocyanate. Zat aktif tersebut berfungsi menetralkan tegangan permukaan sekaligus mengikat partikel koloid limbah cair. Apabila di dalam air tedapat bakteri E.coli (salah satu yang disyaratkan tidak ada dalam air minum) maka dapat teredukasi atau mati. Selama pengadukan dalam koagulasi, tepung biji kelor akan mengikat dan menggumpalkan partikel koloid dalam limbah cair termasuk bakteri, sehingga membentuk gumpalan yang lebih besar yang akan mudah tenggelam dan mengendap ke dasar air [31].

(21)

meningkatkan nilai DO menjadi 4,28 mg/l dari 3,90 mg/l, sementara nilai pH 3,87.

Hasil penelitiannya lainnya yaitu [37] menggunakan biji kelor sebagai koagulan pada proses pengolahan limbah cair tahu mampu menurunkan kadar BOD tertinggi 131,22 mg/l dari 3250 mg/l pada penambahan larutan biji kelor 1 % sebanyak 12 ml, 5,372 mg/l dari 3250 mg/l pada penambahan larutan biji kelor 1 % sebanyak 15 ml, dan terendah 4,723 mg/l dari 3250 mg/l pada penambahan 10 ml larutan serbuk biji kelor 1 %.

Hasil penelitian lainnya yaitu [13], menggunakan biji kelor sebagai koagulan pada pengolahan limbah cair industri tahu dan mampu menyisihkan turbiditas sebesar 89,4 % dangan kadar awal 1380 NTU dan kadar akhir 146 NTU, TSS sebesar 98,78 % dengan kadar awal 1062 mg/l dan kadar akhir 12,95 mg/l serta COD sebesar 69,58 % kadar awal 3491 mg/l dan kadar akhir 1061 mg/l dengan dosis 3000 mg/L pada pH 4 dan ukuran partikel 50 mesh.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan diperoleh bahan koagulan pengolahan limbah cair yang relatif murah sekaligus menambah nilai ekonomisnya, dan menjadi motivasi bagi masyarakat untuk membudidayakan dan melestarikan fungsinya.

1.2Perumusan Masalah

(22)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis, lama pengendapan dan ukuran partikel koagulan serbuk biji kelor terhadap persentase penurunan turbiditas, total suspended solid (TSS) dan COD limbah cair industri tahu.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi dunia industri tahu dalam menemukan bahan koagulan pengganti yang lebih ramah lingkungan dengan harga (cost) relatif lebih murah sebagai alternatif pengolahan limbah cair industri tahu.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Fakutas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain serbuk biji kelor dan limbah cair industri tahu di kota Medan. Peralatan yang digunakan adalah mixer dan magnetic stirrer.

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

1. Dosis koagulan serbuk biji kelor (mg/ 200 ml limbah cair industri tahu) : 2000, 3000, 4000, 5000, 6000 dan 7000

2. Lama pengendapan : 50, 60, 70, dan 80 menit 3. Ukuran partikel : 50 dan 70 mesh

Sedangkan tetapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Penurunan kadar air koagulan serbuk biji kelor : 9 %

2. pH yang digunakan adalah pH awal limbah cair industri tahu.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Tahu

Industri tahu di Indonesia terus bertambah banyak, seiring dengan kebutuhan kacang kedelai dalam negeri yang tetap meningkat, sebagaimana diketahui bahwa 90 % dari total kebutuhan kedelai tersebut terserap untuk industri tahu dan tempe [19]. Dan dari data [10] jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha dengan kapasitas 2,56 juta ton/tahun (dimana 80% dari jumlah tersebut berada di pulau Jawa). Industri tahu masih tergolong industri skala kecil/rumah tangga dengan perltan dan teknologi sederhana serta masih mengandalkan tenaga manusia hampir disemua tahapan proses pembuatannya.

2.1.1 Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan makanan berbahan dasar kacang kedelai (Glycine sp). Pada umumnya pengrajin ataupun industri rumah tangga menggunakan peralatan serta teknologi yang sederhana dalam proses pembuatannya. Adapun proses pembuatan tahu secara umum sama dan kalaupun ada perbedaan hanya urutan kerja saja yakni dimulai dengan sortasi dan pembersihan kacang kedelai untuk mendapatkan kacang kedelai yang unggu, baik serta bebas dari kotoran sehingga nantinya akan dihasilkan tahu dengan kualitas yang baik, perendaman, pengupasan kulit, penggilingan, pemasakan bubur kedelai, penyaringan, penggumpalan, pencetakan, pengeperesan, perebusan dan pemotongan.

Beberapa bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan tahu antara lain: batu tahu (CaSO4), yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk

halus menjadi tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan, yaitu sisa cairan setelah proses pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk memberikan warna kuning pada tahu serta garam untuk memberikan sedikit rasa asin pada tahu [16].

(24)

Gambar 2.1 Bagan Proses Pembuatan Tahu [9]

Dari uraian serta skema proses pembuatan tahu, diperoleh bahwa limbah tahu dapat berupa sisa air dari proses pembuatan tahu dan ampas tahu, dimana diagram neraca massa proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut [9]

Kotoran Limbah Cair

Kulit Kedelai Limbah Cair Limbah Cair (BOD, TSS)

Limbah Cair Limbah Cair Limbah Cair Ampas Tahu Limbah Cair (BOD, TSS) Limbah Cair Limbah cair Sortasi dan pembersihan

Pencucian Pengupasan kulit

Perendaman

Penggilingan

Penyaringan Pemasakan bubur kedelai

Penyaringan Penggumpalan FILTRAT Pencetakan/Pengepresan/Pemotongan Perebusan Batu tahu Asam Asetat Whey Air Air Air Air Air Air Air Air TAHU

80 0C

Air tahu 30 menit (3-12 jam)

30 - 40 menit

Air hangat (8 : 1)

Air hangat , 100 0 C , 15 - 30 menit

(25)

Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg

Tahu 80 Kg

Ampas Tahu 70 Kg

Whey 2610 Kg Teknologi

Proses Energi Hasil (Output)

Manusia

Ternak

Limbah Batu Tahu

Asam Cuka Whey

Gambar 2.2 Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu

[9]

2.1.2 Limbah Cair Industri Tahu

Limbah industri tahu terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air selama proses pembuatannya.

(26)

Tabel 2.1 Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu per 3 kg Kedelai: [28]

Tahap Proses Kebutuhan Air (Liter)

Pencucian 10

Perendaman 12

Penggilingan 3

Pemasakan 30

Pencucian ampas 50

Perebusan 20

JUMLAH 135

Dalam limbah cair industri tahu terdapat bahan-bahan organik kompleks yang tinggi terutama protein dan asam - asam amino [14] dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut [9] sehingga kandungan BOD, COD dan TSSnya tinggi [4; 9]. Dengan demikian tidak boleh langsung dibuang ke aliran sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu karena akan menimbulkan pencemaran lingkungan.

2.1.3 Karakeristik Limbah Cair Industri Tahu

Limbah cair industri tahu sejauh ini masih menjadi masalah bagi lingkungan, karena biasanya langsung dibuang ke aliran sungai padahal limbah yang berasal dari pemasakan, penggumpalan/pengendapan protein serta penyaringannya memiliki tingkat cemar yang tinggi. Umunya parameter limbah cair tahu yang diukur adalah pH, BOD, COD dan TSS sedangkan parameter kualitatifnya dapat berupa warna dan bau.

(27)

industri rata-rata mengandung BOD, COD dan TSS berturut-turut sebesar 3250, 6520, dan 1500 mg/l.

Berdasarkan pada data Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) [30] tentang komposisi tahu dan data uji Balai Laboratorium Kesehatan Semarang tahun 1995, maka kita dapat mengetahui kandungan limbah yang dihasilkan oleh industri tahu yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, phospor, besi dan air [6].

Tabel 2.2 Daftar Komposisi per 100 Gram Tahu [30]

No Parameter Kadar

1 Energi 80 Kkal

2 Protein 10,9 gr

3 Lemak 4,7 gr

4 Karbohidrat 0,8 gr 5 Kalsium 223 mg

6 Serat 0,1 gr

7 Air 82,2 gr

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Cair Tahu [6]

No Parameter Kadar

1 Protein 0,42 %

2 Lemak 0,13 %

3 Karbohidrat 0,11 %

4 Air 98,87 %

5 Kalsium 13,6 ppm

6 Phospor 1,74 ppm

7 Besi 4,55 ppm

2.2 Kekeruhan (Turbidity)

(28)

bahan-bahan pertikel yang terdapat dalam sampel. Jumlah dari kekeruhan yang terukur tergantung pada berbagai macam variabel seperti : ukuran, bentuk dan indeks refraksi dari pertikel. Kekeruhan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap berat berbagai bahan yang terdapat pada suspensi karena bentuk dan indeks refraksi dari berbagai pertikel mempunyai efek terhadap penyebaran sinar dari suspensi[18].

Ada tiga metode pengukuran kekeruhan, yaitu : 1. Metode Neflometrik (unit kekeruhan NTU dan FTU) 2. Metode Helliege Turbidimeter (unit kekeruhan Silika) 3. Metode Visuil (unit kekeruhan Jakson)

Kekeruhan dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu seperti : tawas, Fe (III) atau suatu polielektrolit organik. Selain penambahan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan akhirnya mengendap.

2.3 Padatan Total

[18] menjelaskan bahwa dalam air alam terdapat dua kelompok zat yaitu zat terlarut (garam, molekul organis) dan zat padat tersuspensi (koloid). Perbedaan pokok antara kedua kelompok ini ditentukan melalui ukuran-ukuran partikelnya. Analisis zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen - komponen air secara lengkap, serta untuk perencanaan serta pengawasan proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam air buangan.

(29)

Dalam analisa zat padat, pengertian zat padat total adalah semua zat-zat padat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organik dan inorganik seperti dijelaskan dalam skema berikut ini :

Zat Padat Total

Total Padatan Terlarut

(TDS)

Zat Padat Terendap

(anorganik)

Total Padatan Tersuspensi

(TSS)

Zat Padat Teruapkan

(organik)

Zat Padat Teruapkan

(organik)

Zat Padat Terendap

(anorganik)

Total zat padat volatil

Total zat padat terendap

Gambar 2.3 Skema Pembagian Zat Padat [18]

2.4 Chemical Oxygen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini, bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat (K2Cr2O7) menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium

bikromat digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut :

CaHbOc + Cr2O72- + H+ katalis CO2 + H2O + Cr3+

Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalis perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Setelah reaksi oksidasi selesai maka

(30)
[image:30.595.112.473.100.331.2]

Tabel 2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu

No Parameter Satuan Baku Mutu Limbah Cair

1 Temperatur 0C 38

2 BOD mg/L 50

3 COD mg/L 100

4 TSS mg/L 200

5 pH - 6,0 – 9,0

2.5 Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen [32].

Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71 % permukaan bumi. Air diperlukan untuk kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup, sehingga sangat essensial. Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Salah satu bidang yang memerlukan pengukuran kadar air adalah bidang industri yang digunakan untuk penelitian.

Salah satu metode yang digunakan dalam menghitung kadar air suatu bahan adalah dengan metode pengeringan. Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan pada suhu di atas 100 0C. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahannya antara lain:

(31)

2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya. 3. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara

kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Adapun rumus mencari kadar air dari suatu bahan adalah:

Kadar air =

% 100

1 2

1 

m m m

Keterangan :

m1 = massa bahan sebelum dikeringkan m2 = massa bahan sesudah dikeringkan

2.6 Proses Koagulasi/Flokulasi

Koagulasi/flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi [21 ; 39].

2.6.1 Koagulasi

(32)

partikel-partikel yang terdiri dari zat-zat organik (partikel-partikel koloid), mikoorganisme dan bakteri. Proses koagulasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut :

1. Elektroforesis

Pada elektroforesis, koloid diberi arus listrik sehingga partikel bergerak ke elektroda yang berlawanan muatannya. Akibatnya partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal dan mengendap di sekitar elektroda.

2. Pemanasan

Suatu koloid bila dipanaskan akan terkoagulasi karena energi partikel menjadi lebih besar, dan tabrakkan sesamanya dapat membentuk ikatan dan akhirnya menggumpal.

3. Penambahan Elektrolit/ Koagulan

Koloid yang dapat menyerap ion akan terkoagulasi bila ditambahkan larutan elektrolit, karena menjadi tidak stabil.

Pada umumnya, proses koagulasi dilakukan dengan cara penambahan elektrolit atau koagulan. Proses ini dilakukan dengan pengadukan cepat yang berfungsi untuk menghasilkan dispersi yang seragam dan meningkatkan tumbukan antara partikel koloid dan koagulan. Selama proses koagulasi, partikel-partikel koloid menarik ion-ion positif dari zat kimia yang ditambahkan sebagai koagulan. Koagulan dengan konsentrasi yang pekat membentuk lapisan pada permukaan partikel koloid. Lapisan tersebut dikelilingi oleh ion-ion negatif dan secara perlahan-lahan bercampur dengan ion-ion positif. Lapisan ion positif dikenal dengan istilah lapisan kokoh, sedangkan lapisan yang mengelilingi ion positif dikenal dengan lapisan difus. Lapisan difus ini kemudian terkontraksi dan menghilangkan lapisan kokoh, sehingga menyebabkan terjadinya gaya tarik-menarik antar partikel-partikel koloid [15].

Menurut [26], ada dua faktor penting dalam penambahan koagulan yakni pH dan dosis. Dosis dan pH optimum harus ditentukan dalam test laboratorium dan biasanya ditentukan dengan suatu prosedur yang disebut dengan

jar test”. Untuk mengatur pH limbah cair ke dalam range optimal koagulasi,

(33)

NaOH. Koagulan yang paling banyak digunakan adalah alum (Aluminium Sulfat), feri sulfat, fero sulfat dan polialuminium klorida.

2.6.2 Flokulasi

Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel-partikel koloid menjadi flok-flok besar yang dapat diendapkan dan proses ini dibantu dengan pengadukan lambat. Proses koagulasi-flokulasi tidak dapat dipisahkan dalam pengolahan limbah cair industri karena kedua proses ini selalu dilakukan bersama. Mekanisme pembentukan flok-flok dalam proses koagulasi-flokulasi terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap destabilisasi partikel-partikel koloid, tahap pembentukan mikrofilik dan tahap pembentukan makrofilik. Tahap pertama dan kedua berlangsung selama proses koagulasi, sedangkan tahap ketiga berlangsung selama proses flokulasi. Pembentukan makrofilik dalam proses flokulasi terjadi karena tumbukan-tumbukan antara partikel koloid. Flokulasi merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi efisiensi penghilangan partikel. Tujuan flokulasi adalah untuk membawa partikel-partikel ke dalam kontak sehingga mereka bertubrukan, tetap bersatu, dan tumbuh menjadi satu ukuran yang siap mengendap. Pengadukan yang cukup harus diberikan untuk membawa flok ke dalam kontak. Terlalu banyak pengadukan dapat membubarkan flok sehingga ukurannya menjadi kecil dan terdispersi halus [26].

Dalam proses flokulasi, kecepatan penggumpalan dari agregat ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel yang terjadi serta keefektifan benturan tersebut. Dalam hal ini, tubrukan antar partikel terjadi melalui tiga cara, yakni :

1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang dikenal sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini disebut flokulasi perikinetik.

2. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media (air), misalnya karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan fluida ini disebut flokulasi ortokinetik.

(34)

2.6.3 Jar Test

Pada metode jar test, koagulan dibubuhkan ke sampel air limbah untuk pengadukan di laboratorium yang gunanya adalah mensimulasi kondisi pengadukan sebenarnya. Jar test memberikan keefektifitasan pada intensitas pengadukan dan waktu pengadukan sehingga mempengaruhi ukuran flok dan densitas. Jar test juga dapat digunakan untuk mengevaluasi selang waktu pemberian koagulan dan rasio pengenceran untuk koagulan. Hal yang biasa dilakukan pada jar test adalah menguji beberapa variasi dosis koagulan kemudian ditambahkan koagulan dengan dosis yang sesuai sebelum dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan tertentu dan waktu tertentu [12]. Pengaduk yang biasa digunakan pada jartest adalah pengaduk dengan jenis paddle impeller dengan dua atau empat blade dengan lebar blade antara 1/6 hingga 1/10 dari diameter.

Secara umum, pengadukan cepat kemudian pengadukan lambat yang dilakukan pada gradien kecepatan berkisar antara 100 hingga 1000 per detik selama 5 hingga 180 detik. Sedangkan pengadukan lambat secara umum dilakukan pada gradien kecepatan kurang dari 100 per detik selama 10 hingga 60 menit [1].

Gambar 2.4 Peralatan Jar Test [1]

2.7 Karakteristik Biji Kelor sebagai Koagulan

Tanaman kelor (Moringa oleifera) atau sinonim dari Moringa pterygosperma, berasal dari familia Moringaceae merupakan jenis tumbuhan perdu (termasuk ke dalam tumbuhan tingkat tinggi atau biasa disebut dengan pohon kecil) dengan tinggi batang 7 - 11 meter, berbatang lunak dan rapuh, dengan daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk.

(35)
[image:35.595.180.444.125.340.2]

sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Adapun gambarnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Tanaman Kelor (Moringa oleifera) [38]

Menurut sejarahnya, tanaman kelor atau marongghi (Moringa oleifera), berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia-Barat.

Di Indonesia, khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun dan karangan bunga serta buah muda sebagai sayuran, sudah sejak lama digunakan.

Bunganya akan tetap dipelihara hingga menjadi buah dan menghasilkan biji yang dapat dijual kepada perusahaan asing yang memerlukan untuk pembuatan tepung atau minyak sebagai bahan baku pembuatan obat dan kosmetik bernilai tinggi.

(36)
[image:36.595.216.453.320.419.2]

Biji kelor juga berperan sebagai koagulan yang efektif karena adanya zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang terkandung dalam biji kelor. Zat aktif itu mampu mengadsorbsi partikel-partikel air limbah. Dengan pengubahan bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil, maka zat aktif dari biji kelor tersebut akan semakin banyak karena luas permukaan biji kelor semakin besar. Apabila kandungan air di dalam biji kelor besar, maka kemampuannya dalam menyerap limbah cair semakin kecil karena zat aktif tersebut tidak berada di permukaan biji kelor tetapi tertutupi oleh air sehingga kelembaban biji kelor harus kecil [31].

Gambar struktur dari kandungan aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate dalam biji kelor adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Struktur Zat Aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate

[38]

[image:36.595.115.521.553.758.2]

Unsur-unsur yang terkandung dalam biji kelor kering dapat diketahui pada Tabel 2.5 dan 2.6 berikut ini.

Tabel 2.5 Unsur-Unsur Yang Terkandung Per 100 Gram Biji Kelor Kering [38]

Unsur Berat Satuan

Air 4,08 Gram

Protein 38,4 Gram

Lemak 34,7 %

Serat 3,5 Gram

Ampas 3,2 Gram

(37)
[image:37.595.115.524.102.602.2]

Tabel 2.6 Kandungan Biji Kelor [17]

Kandungan Biji Daun Tepung Daun

Kadar Air (%) 86.90 75.00 7.50 Calori 26.00 92.00 205.00 Protein (g) 2.50 6.70 27.10 Lemak (g) 0.10 1.70 2.30 Carbohydrate (g) 3.70 13.40 38.20 Fiber (g) 4.80 0.90 19.20 Minerals (g) 2.00 2.30 - Ca (mg) 30.00 440.00 2.00 Mg (mg) 24.00 24.00 368.00 P (mg) 110.00 70.00 204.00 K (mg) 259.00 259.00 1.30 Cu (mg) 3.10 1.10 0.50 Fe (mg) 5.30 7.00 28.20 S (mg) 137.00 137.00 870.00 Oxalic acid (mg) 10.00 101.00 1.6% Vitamin A - B carotene (mg) 0.11 6.80 16.30 Vitamin B -choline (mg) 423.00 423.00 - Vitamin B1 -thiamin (mg) 0.05 0.21 2.64 Vitamin B2 -riboflavin (mg) 0.07 0.05 20.50 Vitamin B3 -nicotinic acid (mg) 0.20 0.80 8.20 Vitamin C -ascorbic acid (mg) 120.00 220.00 17.30 Vitamin E -tocopherol (mg) - - 113.00

(38)

partikel koloid, tetapi polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid dapat juga digunakan sebagai koagulan dengan menghubungkan antar partikel [25].

[image:38.595.250.358.297.386.2]

Menurut [3] menyatakan bahwa mekanisme koagulasi biji kelor didominasi oleh proses adsorbsi dan penetralan muatan dan konsentrasi protein yang tinggi di dalam biji kelor merupakan flokulan polielektrolit kationik alami berbasis polipeptida dengan berat molekul berkisar antara 6.000-16.000 dalton. [36] menyatakan bahwa konsentrasi protein dari biji kelor (biji dalam kotiledon) sebesar 147.280 ppm/gram, dari daun kelor sebesar 15.680 ppm/gram, dan dari kulit biji kelor sebesar 73.547 ppm/gram. Protein tersebut mengandung tiga asam amino yang sebagian besar merupakan asam glutamat, metionin, dan arginin [38].

Gambar 2.7 Struktur Asam Amino Asam Glutamat [38]

Rantai cabang asam amino glutamat bermuatan negatif pada gugus karboksilnya, sedangkan ariginin bermuatan positif pada gugus guinidio. Asam metionin mempunyai rantai cabang atom belerang yang berperan dalam pembentukan ikatan disulfida molekul protein.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh [38] diketahui konsentrasi protein dari masing-masing bagian biji kelor dan bagian biji dalam menunjukkan nilai yang paling tinggi. Protein biji kelor yang tidak dikupas kulit bijinya mengandung separuh bagian dibandingkan dengan protein dari bagian biji dalam saja, oleh karena itu jika akan digunakan sebagai koagulan maka sebaiknya kulit biji kelor dikupas terlebih dahulu. Pengupasan biji kelor memang memerlukan waktu yang lebih lama tetapi akan lebih efektif jika dibandingkan dengan mengunakan biji kelor sebagai bahan koagulan tanpa dikupas kulit bijinya.

(39)

2.8 Potensi Ekonomi Koagulan Serbuk Biji Kelor

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dari 84.000 unit usaha produksi tahu di Indonesia [10], sebagian besarnya merupakan industri kecil ataupun skala rumah tangga dengan modal yang tidak begitu besar. Sehingga sangat sedikit industri tahu yang memiliki unit pengolahan limbah sebelum air buangan terutama limbah cair industri tahu tersebut dibuang ke badan sungai.

Melihat faktor diatas, maka perlu adanya suatu pengolahan limbah cair industri tahu yang relatif murah, ramah lingkungan dan tentunya dapat mengolah air limbah tersebut dengan cara mengurangi kadar polutan atau bahkan menghilangkannya. Dan jumlah industri tahu ini akan tetap bertambah seiring waktu, dimana dari [11]diperoleh data produksi, impor dan ekspor kacang kedelai selama 2006 – 2010 dapat disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.7 Data-Data Produksi, Impor, Ekspor dan Kebutuhan Kedelai di Indonesia Tahun 2006-2010 [11]

Tahun Produksi Impor Ekspor Kebutuhan dalam negeri

Pangsa poduksi terhadap kebutuhan dalam

negeri (%) 2006 747.611 1.132.144 1.732 1.878.023 39,81 2007 592.535 1.411.589 1.872 2.002.251 29,59 2008 775.710 1.173.097 1.025 1.947.782 39,83 2009 974.512 1.314.620 446 2.288.686 42,58 2010 907.031 1.740.505 385 2.647.151 42,58

(40)

koagulasi. Koagulasi merupakan proses yang memamnfaatkan ion-ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan koloid yang terdapat dalam limbah cair sehingga meniadakan kestabilan ion.

Beberapa jenis koagulan yang umum dipakai dalam aplikasi pengolahan limbah cair seperti industri tahu antara lain:

 Tawas [Al2(SO4)3]

 Natrium Aluminat (NaAlO2)  Fero Sulfat (FeSO4)

 Feri Sulfat [Fe2(SO4)3]  Fero Klorida (FeCl2)0.  Feri Klorida (FeCl3)

Pemakaian bahan-bahan kimia diatas sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair misalnya industri tahu, dapat menimbulkan suatu kendala, yakni: banyaknya endapan lumpur yang dihasilkan sehingga tentu akan membutuhkan proses pemisahan lumpur tersebut dan butuh tempat pengolahan lanjut yang lebih luas untuk dapat memisahkan lumpur, juga membutuhkan biaya (cost) yang lumayan besar.

Salah satu jenis koagulan alami pengganti bahan kimia yang dapat digunakan sebagai alternatif pengolahan limbah cair industri tahu adalah biji kelor (moringa oleifera). Biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan karena memiliki zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate.

(41)

Tabel 2.8 Biaya Operasional Penelitian

No Bahan Harga (Rp) Jumlah Biaya (Rp)

1 K2CrO7 15.000/kg 4,903 gr 73.545,-

2 H2SO4 50.000/L 1,000 L 50.000,-

3 Ag2SO4 6.000.000/kg 12,500 gr 75.000,-

4 FeSO4.7H2O 10.000/kg 1,000 kg 10.000,-

5 Phenanthicline

monohydrate 30.000/gr 10 gr 300.000,-

6 Aquadest 3.000/L 10 L 30.000,-

7 Kertas saring 8.000/lembar 4 lembar 32.000,- 8 TOTAL Rp 570.545,-

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan-Bahan

3.2.1.1 Bahan Baku

Bahan baku dalam percobaan ini adalah limbah cair industri tahu yang dihasilkan dari proses penggumpalan pada proses pembuatan tahu. Limbah cair diambil adalah limbah cair tahu yang mewakili dari salah satu industri tahu yang ada di Medan yaitu daerah sari rejo dan termasuk salah satu limbah cair yang berat untuk industri tahu dan dibawa ke laboratorium.

3.2.1.2 Bahan Koagulan

Bahan koagulan yang digunakan dalam percobaan ini adalah serbuk biji kelor. Untuk membuat koagulan serbuk biji kelor, digunakan buah kelor yang sudah matang atau tua dan kering secara alami di pohonnya lalu diambil bijinya dan dipisahkan dari daging buahnya.

[image:42.595.245.381.629.736.2]
(43)

3.2.1.3 Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam percobaan ini adalah bahan-bahan yang digunakan dalam penentuan harga COD yaitu : K2CrO7, H2SO4,

Ag2SO4, FeSO4.7H2O dan phenanthicline monohydrate.

3.2.2 Alat

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Mixer

2. Magnetic stirrer

3. pH indikator 4. Spektrofotometer 5. Neraca analitik 6. Turbidimeter 7. Stop watch

8. Oven

9. Beaker glass 500 ml dan 1000 ml 10.Gelas ukur 10, 50, dan 100 ml 11.Erlenmeyer 250 ml

12.Kertas saring Whatman 13.Blender

14.Ayakan mesh 50 dan 70 15.Corong gelas

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Prosedur Perlakuan Pengambilan Sampel

(44)

3.3.2 Prosedur Perlakuan Biji Kelor

1. Diambil biji kelor yang sudah tua secukupnya 2. Kemudian dikupas kulitnya

3. Biji kelor yang sudah dikupas kulitnya dihaluskan dengan blender 4. Serbuk biji kelor diayak dengan ayakan 50 dan 70 mesh

5. Kemudian serbuk biji kelor ukuran 50 dan 70 mesh disimpan di dalam wadah pada suhu ruangan (28 – 30 oC).

3.3.3 Prosedur Perlakuan Biji Kelor untuk Menentukan Kadar Air

1. Serbuk biji kelor ukuran 50 dan 70 mesh ditimbang dan dicatat massa mula-mulanya.

2. Kemudian serbuk biji kelor dikeringkan dalam oven pada suhu >105 oC dengan interval waktu 10 menit sampai konstan dan dicatat massanya pada masing-masing interval.

3. Kemudian dihitung kadar awal biji kelor dengan rumus

Kadar air = 100% 1

2 1

m m m

Keterangan :

m1 = massa bahan mula-mula (sebelum dikeringkan)

m2 = massa bahan sesudah dikeringkan pada saat konstan

4. Kemudian dikeringkan kembali didalam oven hingga kadar air berkurang sebanyak 9 % dari kadar air awal serbuk biji kelor.

3.3.4 Prosedur Pengaruh Dosis, Lama Pengendaan dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor terhadap Persentase Penurunan Turbiditas, TSS dan COD

1. Beaker gelas masing-masing diisi dengan sampel limbah cair industri tahu sebanyak 200 ml

2. Diukur pH, turbiditas, TSS, dan COD awal limbah cair industri tahu 3. Kemudian koagulan serbuk biji kelor dengan penurunan kadar air 9% dan

(45)

sebanyak 2000, 3000, 4000, 5000, 6000 dan 7000 mg/ 200 ml limbah cair industri tahu

4. Sampel kemudian diaduk cepat selama 3 menit (300 rpm) dan diikuti dengan pengadukan lambat selama 12 menit (80 rpm)

5. Setelah pengadukan, diendapkan selama 50, 60, 70 dan 80 menit

6. Setelah pengendapan, hasil diambil dan dilakukan pengukuran pH, Turbiditas, TSS dan COD dari masing-masing sampel

7. Selanjutnya dilakukan prosedur diatas untuk koagulan serbuk biji kelor dengan penurunan kadar air 9% dan ukuran partikel 70 mesh

3.3.5 Prosedur Pengukuran Turbiditas

1. Sampel dimasukkan ke dalam botol turbidimeter dan diusahakan tidak ada gelembung udara

2. Kemudian botol tersebut ditempatkan pada tempat pengukuran 3. Dibaca nilai kekeruhan yang muncul pada alat

Penyisihan turbiditas dapat dihitung dengan persamaan berikut :

% 100 ) (

x A

B A Turbiditas Penyisihan

Keterangan :

A = Turbiditas awal (FAU) B = Turbiditas akhir (FAU)

3.3.6 Prosedur Pengukuran Total Solid Suspended (TSS)

1. Disiapkan kertas saring

2. Kertas saring dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam 3. Kertas saring dimasukkan ke dalam desikator selama 15 hingga 30 menit 4. Kertas saring ditimbang menggunakan neraca analitik dan dicatat hasilnya 5. Diletakkan kertas saring pada corong di atas erlenmeyer

6. Diambil 100 ml sampel limbah cair tahu kemudian disaring 7. Kertas saring dibilas menggunakan 5 ml aquadest

(46)

9. Kertas saring dan residu ditimbang dan dicatat hasilnya 10.Diukur kadar TSS nya

Kadar zat padat tersuspensi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

C x B A L mg

TSS ( / ) ( ) 1000

Keterangan :

A = Berat kertas saring dan residu sesudah pemanasan 105 oC (mg) B = Berat kertas saring sesudah pemanasan 105 oC (mg)

C = Volume sampel (ml)

3.3.7 Prosedur Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD)

1. Pembuatan Larutan Pereaksi

a. Pembuatan Standar Primer K2CrO7 0,1 N

Larutkan 4,903 gram K2CrO7 AR dalam labu ukur hingga volumenya 1

L dengan aquadest. b. Asam Sulfat, AR. c. Larutan Ag2SO4 1,25%

Dengan hati-hati larutkan 12,5 gr Ag2SO4 menjadi 1 liter dengan H2SO4

50 % pada saat campuran asam sulfat tersebut masih hangat. d. Ferro-1 : 10 phenanthicline indikator

Larutkan 0,695 gram FeSO4.7H2O di dalam 100 ml aquadest,

tambahkan 1,485 gr 1:10 phenanthicline mono hydrate, kocok dan biarkan 2 hari agar melarut semua.

e. Ferro sulfat 0,1 N

Larutkan 27,8 g FeSO4.7H2O di dalam ± 500 ml aquadest, tambahkan

25 ml H2SO4 pekat, kocok, dinginkan dan tepatkan 1 liter dengan

(47)

2. Prosedur Analisa COD

a. Pipet 25 ml K2CrO7 0,1 N ke dalam labu destilasi 500 ml

b. Perlahan-lahan (melalui buret) ditambahkan 30 ml H2SO4 pekat sambil

digoyang-goyang

c. Pada saat campuran masih agak panas, perlahan-lahan melalui pipet berskala ditambahkan sejumlah tertentu contoh (air limbah) sambil terus digoyang hingga warna berubah dari orange kemerahan menjadi orange kehijauan. Perubahan warna diamati dengan membandingkan terhadap blanko

d. Tambahkan sejumlah asam sulfat pekat yang setara dengan volume contoh dikali 1,2

e. Kemudian tambahkan 10 ml Ag2SO4 1,25 % dan beberapa butir batu

reflux dilakukan selama 2 jam (minimum)

f. Dinginkan ± ½ jam dan bilasi kondensor dengan aquadest. Campurkan pembilas ke dalam labu destilasi, dinginkan dengan air mengalir g. Sebelum titrasi, tambahkan aquadest hingga volumenya menjadi

kira-kira 4 kali volume semula. Tambahkan 5-6 tetes indikator phenanthrolin

h. Titrasi dengan ferro sulfat 0,1 N hingga warna menjadi cokelat kemerahan (titik akhir). Titik ekuivalen ini cukup tajam, kerjakan titrasi blanko.

3. Perhitungan :

L mg contoh volume

x C b a L mg

COD( / ) ( ) 8000 /

Keterangan :

a = ml FeSO4 0,1 N untuk titrasi blanko

b = ml FeSO4 0,1 N untuk titrasi contoh

(48)

3.4 Flowchart Penelitian

[image:48.595.201.437.102.355.2]

3.4.1 Perlakuan Pengambilan Sampel

Gambar 3.2 Flowchart Perlakuan Pengambilan Sampel

3.4.2 Perlakuan Biji Kelor

Gambar 3.3 Flowchart Perlakuan Biji Kelor Mulai

Diambil biji kelor yang sudah tua secukupnya

Biji kelor dikupas kulitnya

Biji kelor dihaluskan dengan blender

Selesai

Serbuk biji kelor diayak dengan ayakan 50 mesh dan 70 mesh

Serbuk biji kelor ukuran 50 mesh dan 70 mesh disimpan di dalam wadah pada suhu ruangan (28-30 oC)

Mulai

Diambil limbah cair tahu sebanyak 5 5 liter

Limbah cair dimasukkan ke dalam wadah

Limbah cair disimpan di dalam lemari es

[image:48.595.157.465.407.756.2]
(49)
[image:49.595.151.515.82.551.2]

3.4.3 Perlakuan Biji Kelor untuk Menentukan Kadar Air

Gambar 3.4 Flowchart Perlakuan Perlakuan Biji Kelor untuk Menentukan Kadar Air

Mulai

Serbuk biji kelor ukuran 50 mesh ditimbang dan dicatat massa mula-mulanya

Serbuk biji kelor dikeringkan dalam oven pada suhu >105 oC dengan interval waktu 10 menit sampai konstan dan dicatat

massanya pada masing-masing interval

Dikeringkan kembali di dalam oven hingga kadar air berkurang 9 % dari kadar awalnya

Selesai Apakah masih ada variasi lain?

Ya

(50)
[image:50.595.130.527.104.690.2]

3.4.4 Pengaruh Dosis, Lama Pengendaan dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor terhadap Persentase Penurunan Turbiditas, TSS dan COD

Gambar 3.5 Flowchart Pengaruh Dosis, Lama Pengendapan dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor terhadap Persentase Penurunan Turbiditas, TSS

dan COD Selesai Apakah masih ada variasi lain?

Tidak

Ya Mulai

Diukur pH, Turbiditas, TSS, dan COD awal limbah cair industri tahu Beaker gelas masing-masing diisi dengan sampel limbah cair industri

tahu sebanyak 200 ml

Setelah pengadukan, diendapkan selama 50, 60, 70 dan 80 menit

Setelah pengendapan, hasil diambil dan dilakukan pengukuran pH, Turbiditas, TSS dan COD dari masing-masing sampel Sampel kemudian diaduk cepat selama 3 menit (300 rpm) dan diikuti

dengan pengadukan lambat selama 12 menit (80 rpm) Koagulan (serbuk biji kelor) dengan ukuran partikel 50

mesh ditambahkan ke dalam beaker sebanyak masing-masing 2000, 3000, 4000, 5000 dan 6000 mg/ 200 ml

(51)
[image:51.595.161.477.84.688.2]

3.4.5 Pengukuran Total Solid Suspended (TSS)

Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran TSS Mulai

Kertas saring dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam

Kertas saring dimasukkan ke dalam desikator selama 15 hingga 30 menit

Kertas saring ditimbang menggunakan neraca analitik dan dicatat hasilnya

Selesai

Diletakkan kertas saring pada corong di atas erlenmeyer

Diambil 100 ml sampel limbah cair tahu kemudian disaring

Kertas saring dibilas menggunakan 5 ml aquadest

Kertas saring dan residu dimasukkann ke dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam

Kertas saring dan residu ditimbang dan dicatat hasilnya

(52)

3.4.6 Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD)

Mulai

Pipet 25 ml K2CrO7 0,1 N ke dalam labu destilasi 500 ml

Campurkan pembilas ke dalam labu destilasi dan dinginkan dengan air mengalir.

Dinginkan selama ± ½ jam dan bilas kondensor dengan aquadest

Ditambahkan aquadest hingga volumenya menjadi 4 kali volume semula

Perlahan-lahan ditambahkan 30 ml H2SO4 pekat sambil digoyang

Pada saat campuran masih agak panas, perlahan-lahan tambahkan sejumlah tertentu limbah cair tahu sambil terus digoyang

Apakah terjadi perubahan warna?

Ditambahkan sejumlah asam sulfat pekat yang setara dengan volume contoh dikali 1,2

Ditambahkan 10 ml Ag2SO4 1,25% dan beberapa

butir batu reflux selama 2 jam Ya

Tidak

(53)
[image:53.595.163.520.71.423.2]

Gambar 3.7 Flowchart Pengukuran COD Selesai

A

Ditambahkan 5-6 tetes indikator phenanthrolin

Dtitrasi dengan ferro sulfat 0,1 N

Apakah terjadi perubahan warna?

Ya

Tidak

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

[image:54.595.113.515.379.758.2]

4.1.1 Data Awal Limbah Cair Industri Tahu

Tabel 4.1 Data Awal Limbah Cair Industri Tahu No Parameter Jumlah Satuan

1 Turbiditas 350 FAU 2 TSS 3100 mg/l 3 COD 6785 mg/l

4 pH 4 -

4.1.2 Data Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 Mesh

Tabel 4.2 Data Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 Mesh Lama Pengendapan (menit) Dosis Koagulan (mg/200 ml) Turbiditas Akhir (FAU) Penurunan Turbiditas (%) 50

2000 285 18,57 3000 251 28,29 4000 251 28,29 5000 163 53,43 6000 163 53,43 7000 163 53,43

60

2000 77 78,00 3000 60 82,86 4000 59 83,14 5000 47 86,57 6000 47 86,57 7000 47 86,57

70

2000 244 30,29 3000 148 57,71 4000 174 50,29 5000 113 67,71 6000 113 67,71 7000 113 67,71

80

(55)

Data Kekeruhan Limbah Awal = 350 FAU

Penurunan Kadar Air Koagulan Serbuk Biji Kelor = 9 % pH Akhir = 4

[image:55.595.111.511.208.634.2]

4.1.3 Data Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 Mesh

Tabel 4.3 Data Penurunan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 Mesh Lama Pengendapan (menit) Dosis Koagulan (mg/200 ml) Turbiditas Akhir (FAU) Penurunan Turbiditas (%) 50

2000 71 79,71 3000 97 72,29 4000 70 80,00 5000 61 82,57 6000 61 82,57 7000 61 82,57

60

2000 113 67,71 3000 85 75,71 4000 56 84,00 5000 64 81,71 6000 64 81,71 7000 64 81,71

70

2000 188 46,29 3000 222 36,57 4000 117 66,57 5000 90 74,29 6000 90 74,29 7000 90 74,29

80

2000 195 44,29 3000 229 34,57 4000 100 71,43 5000 98 72,00 6000 98 72,00 7000 98 72,00 Data Kekeruhan Limbah Awal = 350 FAU

(56)
[image:56.595.115.493.154.574.2]

4.1.4 Data Penurunan TSS Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 Mesh

Tabel 4.4 Data Penurunan TSS Limbah Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 Mesh

Lama Pengendapan (menit) Dosis Koagulan (mg/200 ml) TSS akhir (mg/l) Penurunan TSS (%) 50

2000 1200 61,29 3000 1000 67,74 4000 900 70,97 5000 600 80,65 6000 600 80,65 7000 600 80,65

60

2000 1000 67,74 3000 900 70,97 4000 1000 67,74 5000 800 74,19 6000 800 74,19 7000 800 74,19

70

2000 1100 64,52 3000 1100 64,52 4000 1000 67,74 5000 900 70,97 6000 900 70,97 7000 900 70,97

80

2000 1200 61,29 3000 1200 61,29 4000 1100 64,52 5000 1000 67,74 6000 1000 67,74 7000 1000 67,74 Data TSS Limbah Awal = 3100 mg/l

(57)
[image:57.595.112.504.157.574.2]

4.1.5 Data Penurunan TSS Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 Mesh

Tabel 4.5 Data Penurunan TSS Limbah Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 Mesh

Lama Pengendapan (menit) Dosis Koagulan (mg/200 ml) TSS akhir (mg/l) Penurunan TSS (%) 50

2000 1000 67,74 3000 1200 61,29 4000 600 80,65 5000 500 83,87 6000 500 83,87 7000 500 83,87

60

2000 900 70,97 3000 800 74,19 4000 600 80,65 5000 700 77,42 6000 700 77,42 7000 700 77,42

70

2000 600 80,65 3000 700 77,42 4000 500 83,87 5000 400 87,10 6000 400 87,10 7000 400 87,10

80

2000 700 77,42 3000 700 77,42 4000 600 80,65 5000 500 83,87 6000 500 83,87 7000 500 83,87 Data TSS Limbah Awal = 3100 mg/l

(58)
[image:58.595.109.508.153.576.2]

4.1.6 Data Penurunan COD Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 Mesh

Tabel 4.6 Data Penurunan COD Limbah Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 50 Mesh

Lama Pengendapan (menit) Dosis Koagulan (mg/200 ml) COD akhir (mg/l) Penurunan COD (%) 50

2000 4641 31,60 3000 3428 49,48 4000 2932 56,79 5000 2471 63,58 6000 2471 63,58 7000 2471 63,58

60

2000 5120 24,54 3000 4846 28,58 4000 3478 48,74 5000 3414 49,68 6000 3414 49,68 7000 3414 49,68

70

2000 3941 41,92 3000 3327 50,97 4000 3756 44,64 5000 2862 57,82 6000 2862 57,82 7000 2862 57,82

80

2000 4005 40,97 3000 3547 47,72 4000 3987 41,24 5000 2321 65,79 6000 2321 65,79 7000 2321 65,79 Data COD Limbah Awal = 6785 mg/l

(59)
[image:59.595.108.520.154.576.2]

4.1.7 Data Penurunan COD Limbah Cair Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 Mesh

Tabel 4.7 Data Penurunan COD Limbah Industri Tahu Untuk Koagulan Serbuk Biji Kelor dengan Ukuran Partikel 70 Mesh

Lama Pengendapan (menit) Dosis Koagulan (mg/200 ml) COD akhir (mg/l) Penurunan COD (%) 50

2000 3556 47,59 30

Gambar

Tabel 2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu
Gambar 2.5 Tanaman Kelor (Moringa oleifera)
Gambar 2.6 Struktur Zat Aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-
Tabel 2.6 Kandungan Biji Kelor [17]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui; kemampuan koagulan biji kelor dalam menurunkan turbiditas limbah cair industri pencucian jeans pada proses koagulasi/flokulasi,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui; kemampuan koagulan biji kelor dalam menurunkan turbiditas limbah cair industri pencucian jeans pada proses koagulasi/flokulasi,

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR BATUBARA MENGGUNAKAN MEMBRAN PVDF – SERBUK BIJI KELOR ( MORINGA OLEIFERA ) –..

Penurunan optimum nilai pH berada pada 9.16 menggunakan dosis koagulan serbuk biji kelor dibanding biji kecipir yaitu 4 : 0 dengan waktu pengendapan selama 90 menit, dimana

L.2.5 Ekstraksi Biji Kelor Moringa oleifera dengan Pelarut NaCl Biji kelor - Sebanyak 1 g serbuk biji kelor diekstrak dalam 100 mL larutan NaCl dengan konsentrasi 1 M -

Berdasarkan hasil dari penelitian tentang variasi dosis dan lama waktu kontak serbuk biji kelor (Moringa Oleifera) terhadap penurunan timbal (Pb) pada air

Kadar serbuk biji kelor yang digunakan sebagai koagulan pada limbah cair tahu memberikan hasil yang optimum pada 500mg/100ml sampel limbah dan waktu kontak

rendah.Kemudian dari Tabel 4.1 setelah dilakukan penambahan serbuk biji kelor dengan jumlah berat (gram) yang berbeda hasil analisa menunjukkan bahwa pada