• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Dosis, Lama Pengendapan Dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Dosis, Lama Pengendapan Dan Ukuran Partikel Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Tahu

Industri tahu di Indonesia terus bertambah banyak, seiring dengan kebutuhan kacang kedelai dalam negeri yang tetap meningkat, sebagaimana diketahui bahwa 90 % dari total kebutuhan kedelai tersebut terserap untuk industri tahu dan tempe [19]. Dan dari data [10] jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha dengan kapasitas 2,56 juta ton/tahun (dimana 80% dari jumlah tersebut berada di pulau Jawa). Industri tahu masih tergolong industri skala kecil/rumah tangga dengan perltan dan teknologi sederhana serta masih mengandalkan tenaga manusia hampir disemua tahapan proses pembuatannya.

2.1.1 Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan makanan berbahan dasar kacang kedelai (Glycine sp). Pada umumnya pengrajin ataupun industri rumah tangga menggunakan peralatan serta teknologi yang sederhana dalam proses pembuatannya. Adapun proses pembuatan tahu secara umum sama dan kalaupun ada perbedaan hanya urutan kerja saja yakni dimulai dengan sortasi dan pembersihan kacang kedelai untuk mendapatkan kacang kedelai yang unggu, baik serta bebas dari kotoran sehingga nantinya akan dihasilkan tahu dengan kualitas yang baik, perendaman, pengupasan kulit, penggilingan, pemasakan bubur kedelai, penyaringan, penggumpalan, pencetakan, pengeperesan, perebusan dan pemotongan.

Beberapa bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan tahu antara lain: batu tahu (CaSO4), yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan, yaitu sisa cairan setelah proses pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk memberikan warna kuning pada tahu serta garam untuk memberikan sedikit rasa asin pada tahu [16].

(2)

Gambar 2.1 Bagan Proses Pembuatan Tahu [9]

Dari uraian serta skema proses pembuatan tahu, diperoleh bahwa limbah tahu dapat berupa sisa air dari proses pembuatan tahu dan ampas tahu, dimana diagram neraca massa proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut [9]

(3)

Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg

Tahu 80 Kg

Ampas Tahu 70 Kg

Whey 2610 Kg Teknologi

Proses Energi Hasil (Output)

Manusia

Ternak

Limbah Batu Tahu

Asam Cuka Whey

Gambar 2.2 Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu

[9]

2.1.2 Limbah Cair Industri Tahu

Limbah industri tahu terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air selama proses pembuatannya.

(4)

Tabel 2.1 Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu per 3 kg Kedelai: [28]

Tahap Proses Kebutuhan Air (Liter)

Pencucian 10

Perendaman 12

Penggilingan 3

Pemasakan 30

Pencucian ampas 50

Perebusan 20

JUMLAH 135

Dalam limbah cair industri tahu terdapat bahan-bahan organik kompleks yang tinggi terutama protein dan asam - asam amino [14] dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut [9] sehingga kandungan BOD, COD dan TSSnya tinggi [4; 9]. Dengan demikian tidak boleh langsung dibuang ke aliran sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu karena akan menimbulkan pencemaran lingkungan.

2.1.3 Karakeristik Limbah Cair Industri Tahu

Limbah cair industri tahu sejauh ini masih menjadi masalah bagi lingkungan, karena biasanya langsung dibuang ke aliran sungai padahal limbah yang berasal dari pemasakan, penggumpalan/pengendapan protein serta penyaringannya memiliki tingkat cemar yang tinggi. Umunya parameter limbah cair tahu yang diukur adalah pH, BOD, COD dan TSS sedangkan parameter kualitatifnya dapat berupa warna dan bau.

(5)

industri rata-rata mengandung BOD, COD dan TSS berturut-turut sebesar 3250, 6520, dan 1500 mg/l.

Berdasarkan pada data Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) [30] tentang komposisi tahu dan data uji Balai Laboratorium Kesehatan Semarang tahun 1995, maka kita dapat mengetahui kandungan limbah yang dihasilkan oleh industri tahu yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, phospor, besi dan air [6]. Tabel 2.2 Daftar Komposisi per 100 Gram Tahu [30]

No Parameter Kadar

1 Energi 80 Kkal

2 Protein 10,9 gr

3 Lemak 4,7 gr

4 Karbohidrat 0,8 gr

5 Kalsium 223 mg

6 Serat 0,1 gr

7 Air 82,2 gr

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Cair Tahu [6]

No Parameter Kadar

1 Protein 0,42 %

2 Lemak 0,13 %

3 Karbohidrat 0,11 %

4 Air 98,87 %

5 Kalsium 13,6 ppm

6 Phospor 1,74 ppm

7 Besi 4,55 ppm

2.2 Kekeruhan (Turbidity)

(6)

bahan-bahan pertikel yang terdapat dalam sampel. Jumlah dari kekeruhan yang terukur tergantung pada berbagai macam variabel seperti : ukuran, bentuk dan indeks refraksi dari pertikel. Kekeruhan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap berat berbagai bahan yang terdapat pada suspensi karena bentuk dan indeks refraksi dari berbagai pertikel mempunyai efek terhadap penyebaran sinar dari suspensi[18].

Ada tiga metode pengukuran kekeruhan, yaitu : 1. Metode Neflometrik (unit kekeruhan NTU dan FTU) 2. Metode Helliege Turbidimeter (unit kekeruhan Silika) 3. Metode Visuil (unit kekeruhan Jakson)

Kekeruhan dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu seperti : tawas, Fe (III) atau suatu polielektrolit organik. Selain penambahan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan akhirnya mengendap.

2.3 Padatan Total

[18] menjelaskan bahwa dalam air alam terdapat dua kelompok zat yaitu zat terlarut (garam, molekul organis) dan zat padat tersuspensi (koloid). Perbedaan pokok antara kedua kelompok ini ditentukan melalui ukuran-ukuran partikelnya. Analisis zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen - komponen air secara lengkap, serta untuk perencanaan serta pengawasan proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam air buangan.

(7)

Dalam analisa zat padat, pengertian zat padat total adalah semua zat-zat padat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organik dan inorganik seperti dijelaskan dalam skema berikut ini :

Gambar 2.3 Skema Pembagian Zat Padat [18]

2.4 Chemical Oxygen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini, bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat (K2Cr2O7) menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut :

CaHbOc + Cr2O72- + H+ katalis CO2 + H2O + Cr3+

(8)

Tabel 2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu

No Parameter Satuan Baku Mutu Limbah Cair

1 Temperatur 0C 38

2 BOD mg/L 50

3 COD mg/L 100

4 TSS mg/L 200

5 pH - 6,0 – 9,0

2.5 Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen [32].

Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71 % permukaan bumi. Air diperlukan untuk kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup, sehingga sangat essensial. Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Salah satu bidang yang memerlukan pengukuran kadar air adalah bidang industri yang digunakan untuk penelitian.

Salah satu metode yang digunakan dalam menghitung kadar air suatu bahan adalah dengan metode pengeringan. Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan pada suhu di atas 100 0C. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahannya antara lain:

(9)

2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya. 3. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara

kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Adapun rumus mencari kadar air dari suatu bahan adalah:

Kadar air =

% 100 1

2 1 

m m m

Keterangan :

m1 = massa bahan sebelum dikeringkan m2 = massa bahan sesudah dikeringkan

2.6 Proses Koagulasi/Flokulasi

Koagulasi/flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi [21 ; 39].

2.6.1 Koagulasi

(10)

partikel-partikel yang terdiri dari zat-zat organik (partikel-partikel koloid), mikoorganisme dan bakteri. Proses koagulasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut :

1. Elektroforesis

Pada elektroforesis, koloid diberi arus listrik sehingga partikel bergerak ke elektroda yang berlawanan muatannya. Akibatnya partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal dan mengendap di sekitar elektroda.

2. Pemanasan

Suatu koloid bila dipanaskan akan terkoagulasi karena energi partikel menjadi lebih besar, dan tabrakkan sesamanya dapat membentuk ikatan dan akhirnya menggumpal.

3. Penambahan Elektrolit/ Koagulan

Koloid yang dapat menyerap ion akan terkoagulasi bila ditambahkan larutan elektrolit, karena menjadi tidak stabil.

Pada umumnya, proses koagulasi dilakukan dengan cara penambahan elektrolit atau koagulan. Proses ini dilakukan dengan pengadukan cepat yang berfungsi untuk menghasilkan dispersi yang seragam dan meningkatkan tumbukan antara partikel koloid dan koagulan. Selama proses koagulasi, partikel-partikel koloid menarik ion-ion positif dari zat kimia yang ditambahkan sebagai koagulan. Koagulan dengan konsentrasi yang pekat membentuk lapisan pada permukaan partikel koloid. Lapisan tersebut dikelilingi oleh ion-ion negatif dan secara perlahan-lahan bercampur dengan ion-ion positif. Lapisan ion positif dikenal dengan istilah lapisan kokoh, sedangkan lapisan yang mengelilingi ion positif dikenal dengan lapisan difus. Lapisan difus ini kemudian terkontraksi dan menghilangkan lapisan kokoh, sehingga menyebabkan terjadinya gaya tarik-menarik antar partikel-partikel koloid [15].

(11)

NaOH. Koagulan yang paling banyak digunakan adalah alum (Aluminium Sulfat), feri sulfat, fero sulfat dan polialuminium klorida.

2.6.2 Flokulasi

Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel-partikel koloid menjadi flok-flok besar yang dapat diendapkan dan proses ini dibantu dengan pengadukan lambat. Proses koagulasi-flokulasi tidak dapat dipisahkan dalam pengolahan limbah cair industri karena kedua proses ini selalu dilakukan bersama. Mekanisme pembentukan flok-flok dalam proses koagulasi-flokulasi terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap destabilisasi partikel-partikel koloid, tahap pembentukan mikrofilik dan tahap pembentukan makrofilik. Tahap pertama dan kedua berlangsung selama proses koagulasi, sedangkan tahap ketiga berlangsung selama proses flokulasi. Pembentukan makrofilik dalam proses flokulasi terjadi karena tumbukan-tumbukan antara partikel koloid. Flokulasi merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi efisiensi penghilangan partikel. Tujuan flokulasi adalah untuk membawa partikel-partikel ke dalam kontak sehingga mereka bertubrukan, tetap bersatu, dan tumbuh menjadi satu ukuran yang siap mengendap. Pengadukan yang cukup harus diberikan untuk membawa flok ke dalam kontak. Terlalu banyak pengadukan dapat membubarkan flok sehingga ukurannya menjadi kecil dan terdispersi halus [26].

Dalam proses flokulasi, kecepatan penggumpalan dari agregat ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel yang terjadi serta keefektifan benturan tersebut. Dalam hal ini, tubrukan antar partikel terjadi melalui tiga cara, yakni :

1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang dikenal sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini disebut flokulasi perikinetik.

2. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media (air), misalnya karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan fluida ini disebut flokulasi ortokinetik.

(12)

2.6.3 Jar Test

Pada metode jar test, koagulan dibubuhkan ke sampel air limbah untuk pengadukan di laboratorium yang gunanya adalah mensimulasi kondisi pengadukan sebenarnya. Jar test memberikan keefektifitasan pada intensitas pengadukan dan waktu pengadukan sehingga mempengaruhi ukuran flok dan densitas. Jar test juga dapat digunakan untuk mengevaluasi selang waktu pemberian koagulan dan rasio pengenceran untuk koagulan. Hal yang biasa dilakukan pada jar test adalah menguji beberapa variasi dosis koagulan kemudian ditambahkan koagulan dengan dosis yang sesuai sebelum dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan tertentu dan waktu tertentu [12]. Pengaduk yang biasa digunakan pada jartest adalah pengaduk dengan jenis paddle impeller dengan dua atau empat blade dengan lebar blade antara 1/6 hingga 1/10 dari diameter.

Secara umum, pengadukan cepat kemudian pengadukan lambat yang dilakukan pada gradien kecepatan berkisar antara 100 hingga 1000 per detik selama 5 hingga 180 detik. Sedangkan pengadukan lambat secara umum dilakukan pada gradien kecepatan kurang dari 100 per detik selama 10 hingga 60 menit [1].

Gambar 2.4 Peralatan Jar Test [1]

2.7 Karakteristik Biji Kelor sebagai Koagulan

Tanaman kelor (Moringa oleifera) atau sinonim dari Moringa pterygosperma, berasal dari familia Moringaceae merupakan jenis tumbuhan perdu (termasuk ke dalam tumbuhan tingkat tinggi atau biasa disebut dengan pohon kecil) dengan tinggi batang 7 - 11 meter, berbatang lunak dan rapuh, dengan daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk.

(13)

sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Adapun gambarnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Tanaman Kelor (Moringa oleifera) [38]

Menurut sejarahnya, tanaman kelor atau marongghi (Moringa oleifera), berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia-Barat.

Di Indonesia, khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun dan karangan bunga serta buah muda sebagai sayuran, sudah sejak lama digunakan.

Bunganya akan tetap dipelihara hingga menjadi buah dan menghasilkan biji yang dapat dijual kepada perusahaan asing yang memerlukan untuk pembuatan tepung atau minyak sebagai bahan baku pembuatan obat dan kosmetik bernilai tinggi.

(14)

Biji kelor juga berperan sebagai koagulan yang efektif karena adanya zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang terkandung dalam biji kelor. Zat aktif itu mampu mengadsorbsi partikel-partikel air limbah. Dengan pengubahan bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil, maka zat aktif dari biji kelor tersebut akan semakin banyak karena luas permukaan biji kelor semakin besar. Apabila kandungan air di dalam biji kelor besar, maka kemampuannya dalam menyerap limbah cair semakin kecil karena zat aktif tersebut tidak berada di permukaan biji kelor tetapi tertutupi oleh air sehingga kelembaban biji kelor harus kecil [31].

Gambar struktur dari kandungan aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate dalam biji kelor adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Struktur Zat Aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate

[38]

Unsur-unsur yang terkandung dalam biji kelor kering dapat diketahui pada Tabel 2.5 dan 2.6 berikut ini.

Tabel 2.5 Unsur-Unsur Yang Terkandung Per 100 Gram Biji Kelor Kering [38]

Unsur Berat Satuan

Air 4,08 Gram

Protein 38,4 Gram

Lemak 34,7 %

Serat 3,5 Gram

Ampas 3,2 Gram

(15)

Tabel 2.6 Kandungan Biji Kelor [17]

Kandungan Biji Daun Tepung Daun

Kadar Air (%) 86.90 75.00 7.50

Calori 26.00 92.00 205.00

Protein (g) 2.50 6.70 27.10

Lemak (g) 0.10 1.70 2.30

Carbohydrate (g) 3.70 13.40 38.20

Fiber (g) 4.80 0.90 19.20

Minerals (g) 2.00 2.30 -

Ca (mg) 30.00 440.00 2.00

Mg (mg) 24.00 24.00 368.00

P (mg) 110.00 70.00 204.00

K (mg) 259.00 259.00 1.30

Cu (mg) 3.10 1.10 0.50

Fe (mg) 5.30 7.00 28.20

S (mg) 137.00 137.00 870.00

Oxalic acid (mg) 10.00 101.00 1.6%

Vitamin A - B carotene (mg) 0.11 6.80 16.30

Vitamin B -choline (mg) 423.00 423.00 -

Vitamin B1 -thiamin (mg) 0.05 0.21 2.64

Vitamin B2 -riboflavin (mg) 0.07 0.05 20.50

Vitamin B3 -nicotinic acid (mg) 0.20 0.80 8.20

Vitamin C -ascorbic acid (mg) 120.00 220.00 17.30

Vitamin E -tocopherol (mg) - - 113.00

(16)

partikel koloid, tetapi polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid dapat juga digunakan sebagai koagulan dengan menghubungkan antar partikel [25].

Menurut [3] menyatakan bahwa mekanisme koagulasi biji kelor didominasi oleh proses adsorbsi dan penetralan muatan dan konsentrasi protein yang tinggi di dalam biji kelor merupakan flokulan polielektrolit kationik alami berbasis polipeptida dengan berat molekul berkisar antara 6.000-16.000 dalton. [36] menyatakan bahwa konsentrasi protein dari biji kelor (biji dalam kotiledon) sebesar 147.280 ppm/gram, dari daun kelor sebesar 15.680 ppm/gram, dan dari kulit biji kelor sebesar 73.547 ppm/gram. Protein tersebut mengandung tiga asam amino yang sebagian besar merupakan asam glutamat, metionin, dan arginin [38].

Gambar 2.7 Struktur Asam Amino Asam Glutamat [38]

Rantai cabang asam amino glutamat bermuatan negatif pada gugus karboksilnya, sedangkan ariginin bermuatan positif pada gugus guinidio. Asam metionin mempunyai rantai cabang atom belerang yang berperan dalam pembentukan ikatan disulfida molekul protein.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh [38] diketahui konsentrasi protein dari masing-masing bagian biji kelor dan bagian biji dalam menunjukkan nilai yang paling tinggi. Protein biji kelor yang tidak dikupas kulit bijinya mengandung separuh bagian dibandingkan dengan protein dari bagian biji dalam saja, oleh karena itu jika akan digunakan sebagai koagulan maka sebaiknya kulit biji kelor dikupas terlebih dahulu. Pengupasan biji kelor memang memerlukan waktu yang lebih lama tetapi akan lebih efektif jika dibandingkan dengan mengunakan biji kelor sebagai bahan koagulan tanpa dikupas kulit bijinya.

(17)

2.8 Potensi Ekonomi Koagulan Serbuk Biji Kelor

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dari 84.000 unit usaha produksi tahu di Indonesia [10], sebagian besarnya merupakan industri kecil ataupun skala rumah tangga dengan modal yang tidak begitu besar. Sehingga sangat sedikit industri tahu yang memiliki unit pengolahan limbah sebelum air buangan terutama limbah cair industri tahu tersebut dibuang ke badan sungai.

Melihat faktor diatas, maka perlu adanya suatu pengolahan limbah cair industri tahu yang relatif murah, ramah lingkungan dan tentunya dapat mengolah air limbah tersebut dengan cara mengurangi kadar polutan atau bahkan menghilangkannya. Dan jumlah industri tahu ini akan tetap bertambah seiring waktu, dimana dari [11]diperoleh data produksi, impor dan ekspor kacang kedelai selama 2006 – 2010 dapat disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.7 Data-Data Produksi, Impor, Ekspor dan Kebutuhan Kedelai di Indonesia Tahun 2006-2010 [11]

Tahun Produksi Impor Ekspor Kebutuhan dalam negeri

Pangsa poduksi terhadap kebutuhan dalam

negeri (%) 2006 747.611 1.132.144 1.732 1.878.023 39,81 2007 592.535 1.411.589 1.872 2.002.251 29,59 2008 775.710 1.173.097 1.025 1.947.782 39,83

2009 974.512 1.314.620 446 2.288.686 42,58

2010 907.031 1.740.505 385 2.647.151 42,58

(18)

koagulasi. Koagulasi merupakan proses yang memamnfaatkan ion-ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan koloid yang terdapat dalam limbah cair sehingga meniadakan kestabilan ion.

Beberapa jenis koagulan yang umum dipakai dalam aplikasi pengolahan limbah cair seperti industri tahu antara lain:

 Tawas [Al2(SO4)3]

 Natrium Aluminat (NaAlO2)

 Fero Sulfat (FeSO4)

 Feri Sulfat [Fe2(SO4)3]

 Fero Klorida (FeCl2)0.

 Feri Klorida (FeCl3)

Pemakaian bahan-bahan kimia diatas sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair misalnya industri tahu, dapat menimbulkan suatu kendala, yakni: banyaknya endapan lumpur yang dihasilkan sehingga tentu akan membutuhkan proses pemisahan lumpur tersebut dan butuh tempat pengolahan lanjut yang lebih luas untuk dapat memisahkan lumpur, juga membutuhkan biaya (cost) yang lumayan besar.

Salah satu jenis koagulan alami pengganti bahan kimia yang dapat digunakan sebagai alternatif pengolahan limbah cair industri tahu adalah biji kelor (moringa oleifera). Biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan karena memiliki zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate.

(19)

Tabel 2.8 Biaya Operasional Penelitian

No Bahan Harga (Rp) Jumlah Biaya (Rp)

1 K2CrO7 15.000/kg 4,903 gr 73.545,-

2 H2SO4 50.000/L 1,000 L 50.000,-

3 Ag2SO4 6.000.000/kg 12,500 gr 75.000,-

4 FeSO4.7H2O 10.000/kg 1,000 kg 10.000,-

5 Phenanthicline

monohydrate 30.000/gr 10 gr 300.000,-

6 Aquadest 3.000/L 10 L 30.000,-

7 Kertas saring 8.000/lembar 4 lembar 32.000,-

8 TOTAL Rp 570.545,-

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Proses Pembuatan Tahu
Gambar 2.2 Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu
Tabel 2.1 Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu per 3 kg Kedelai: [28]
Tabel 2.2 Daftar Komposisi per 100 Gram Tahu [30]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila gagal, Umar memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal, atau membagi dua kekayaan itu separuh untuk yang

Crane Leadder Diesel Hammer PC Sheet Pile Stock PC Sheet Pile Crane Leadder Diesel Hammer PC Sheet Pile Stock PC Sheet Pile PEMASANGAN BEKISTING TIANG PANCANG LIFTING JACK

Agar penelitian ini lebih sempurna lagi, penulis menyarankan untuk dikembangkan lagi dengan menggunakan sensor yang lebih canggih, yang dapat mendeteksi sampah yang

Rasio Efektivitas adalah kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan

Sementara pola relasi yang dibangun pada umumnya adalah pola participatory, khususnya relasi yang dibangun oleh LSM, sebaliknya baberapa organisasi massa membangun pola

Alat analisis yang digunakan yaitu analisis SWOT, dengan menganalisis faktor internal dan eksternal dari industri „Citarasaku”, berdasarkan hasil analisis SWOT bahwa posisi

Ada seorang pakar entrepreneur ketika ditanya pada sebuah seminar, strategi apa yang harus kita ambil ketika kita takut untuk rugi, jawabannya mulailah usaha

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan Desember 2018 – Februari 2019 di Laboratorium Mikrobiologi, Bidang