• Tidak ada hasil yang ditemukan

Participatory Communication in Environmental Education Green School Program in Cicurug Subdistrict Sukabumi District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Participatory Communication in Environmental Education Green School Program in Cicurug Subdistrict Sukabumi District"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

GREEN SCHOOL

DI KECAMATAN CICURUG

KABUPATEN SUKABUMI

POPIE SUSANTY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Komunikasi Partisipatif Pada Pelaksanaan Program Pendidikan Lingkungan Hidup Green School di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Popie Susanty

(4)

POPIE SUSANTY. Komunikasi Partisipatif Pada Pelaksanaan Program Pendidikan Lingkungan Hidup Green School di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan KRISHNARINI MATINDAS.

Kerusakan Taman Nasional Gunung Halimun Salak disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai, illegal logging (penebangan liar) di area hutan wilayah Gunung Salak dan bantaran sungai yang mengurangi atau menghilangkan pohon penyangga penyalur air resapan ke sungai serta adanya kegiatan pertambangan pasir yang berpotensi menyebabkan terjadinya longsor. Kerusakan lahan di picu oleh adanya kegiatan pertanian pada lahan kritis yang seharusnya menjadi daerah tangkapan air.

Masyarakat di Desa Pasawahan, Desa Kutajaya dan Desa Cisaat yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki masalah-masalah yang berkaitan dengan perekonomian, sumber daya alam, dan sumber daya manusia. Masalah ini di picu oleh keterbatasan kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam. Masyarakat di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya menginginkan tercipta keharmonisan dan keseimbangan lingkungan dari segi ekologi dan ekonomi. Masyarakat berharap ada upaya untuk melestarikan lingkungan dan mampu memberikan peningkatan taraf ekonomi secara nyata

Program Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Green School adalah program pendidikan yang diusulkan, dilakukan dan diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat. Program PLH Green School adalah salah satu usulan program yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan oleh perwakilan masyarakat Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya yang peduli dan sadar terhadap upaya penyelesaian masalah-masalah yang dirasakan oleh masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan. Program PLH Green School didampingi oleh fasilitator yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Komunikasi partisipatif diharapkan dapat menghilangkan berbagai hambatan, terutama dalam hal tukar menukar informasi maupun berbagai ketimpangan dalam pelaksanaan

Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu : 1) bagaimana komunikasi partisipatif yang terjadi dalam Program PLH Green School? 2) bagaimana hubungan antara karakteristik individu, kredibilitas komunikator dan dukungan kelembagaan dengan komunikasi partisipatif Program PLH Green School? 3) bagaimana hubungan komunikasi partisipatif dengan perubahan perilaku Program PLH Green School? 4) bagaimana hubungan perubahan perilaku dengan praktek peserta Program PLH Green School?.

(5)

saluran komunikasi dan partisipasi. Keahlian dan daya tarik fasilitator memiliki hubungan sangat nyata pada p<0.01 dengan arah komunikasi, namun tidak berhubungan nyata pada saluran komunikasi dan partisipasi. Peubah keakraban berhubungan nyata pada p<0.05 pada saluran komunikasi dan partisipasi peserta. Peubah kejujuran tidak berhubungan nyata dengan arah komunikasi, saluran dan tingkat partisipasi peserta. Korelasi antara keahlian fasilitator dengan arah komunikasi pada pelaksanaan program PLH Green School diterima. Modal, lahan, bibit, distribusi yang diberikan oleh dukungan kelembagaan tidak ada hubungan nyata antara dengan komunikasi partisipatif pada pelaksanaan program PLH Green School .

Arah komunikasi pada pelaksanaan program PLH Green School berhubungan sangat nyata pada p<0.01 dengan perubahan pengetahuan dan perubahan sikap peserta Program PLH Green School. Saluran komunikasi pada pelaksanaan program PLH Green School berhubungan sangat nyata pada p<0.01 dengan perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan keterampilan peserta. Perubahan perilaku pada pelaksanaan program PLH Green School yang meliputi perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan keterampilan berhubungan sangat nyata pada p<0.01 dengan praktek peserta program PLH Green School.

(6)

School Program in Cicurug Subdistrict Sukabumi District. Supervised by DJUARA P LUBIS and KRISHNARINI MATINDAS

(7)

communication and participation. Honesty variables not significantly correlated with the direction of the communication, the channel and the level of participation. Correlation between the direction of the communication facilitator expertise in implementing PLH Green School program received. Capital, land, seeds, distribution of institutional support given by no real connection between the participatory communication on the implementation of PLH Green School program. Way communication on the implementation of the Green School program PLH highly significantly correlated at p<0.01 with the change of knowledge and change attitudes PLH Green School Program participants. Channels of communication on the implementation of the Green School program related PLH very real at p<0.01 with changes in knowledge, change attitudes and skills of the participants change. Behavioral changes in the implementation of PLH Green School program which includes changes in knowledge, change attitudes and skills related to very real changes at p<0.01 with the practice of PLH Green School program participants.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

KABUPATEN SUKABUMI

POPIE SUSANTY

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Nama : Popie Susanty NRP : I352110101

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Djuara P Lubis, MS Ketua

Dr Krishnarini Matindas, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Juli 2013 Tanggal Lulus:

(13)

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Komunikasi Partisipatif Pada Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup Green School di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi.

Penulis menyadari bahwa bahwa penelitian ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Djuara P Lubis, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Krishnarini Matindas, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah memacu dan membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan penelitian serta dengan sabar dan tulus telah memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis. Terima kasih untuk Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM selaku penguji luar saat ujian tesis yang telah memberikan masukan dan saran yang memperkaya tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada yang telah membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis diantaranya pihak Latin, La-Li dan BPS Kecamatan Cicurug. Terima kasih mendalam penulis sampaikan kepada yang tersayang Ibunda Ade Rohaeti dan Ayahanda Uding yang selalu mendoakan keberhasilan ananda. Teristimewa penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada suami tersayang Achmad Siddik Thoha, SHut, MSi. yang dengan sabar merelakan dan mendoakan keberhasilan penulis. Putra tersayang Izzatun Nuha Siddik, Nur Muthmainnah Siddik, Faruq Haniyya Siddik, Aisyah Nauroh Siddik dan adik tersayang Iis Yeyen Noviyanti, sahabat terbaik Ririe Granita,SSos Hasmi Savlinda, SSi Nina Widiana, SS terima kasih atas pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen pengasuh Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, Mbak Lia, serta teman-teman angkatan 2011 Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan atas kerjasama dan dukungan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan segala keterbukaan diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bogor, September 2013

Popie Susanty

(14)

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xviii

LAMPIRAN xix 1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7 Komunikasi Partisipatif 7

Kredibilitas Komunikator 10

Perubahan Perilaku 13

Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan 14

Pendidikan Berbasis Masyarakat 17

Pendidikan Lingkungan Hidup 18

Kerangka Pemikiran 19

Hipotesis Penelitian 20

3 METODE Desain Penelitian 21 21 Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Populasi dan Sampel Penelitian 21 Sumber dan Data Penelitian 22 Instrumen Penelitian 22 Definisi Operasional 22 Validitas Instrumentasi 26 Reliabilitas Instrumentasi 26 Teknik Pengumpulan Data 27 Pengolahan dan Analisis Data 28 4 GAMBARAN UMUM 29

Kondisi Geografis Lokasi Penelitian 29

Kependudukan 29 Status Kepemilikan Tanah 30

Kondisi Geografis Desa Pasawahan, Desa Cisaat, Desa Kutajaya 30

(15)

5 PROGRAM PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP GREEN SCHOOL 35

Jenis Kegiatan Program PLH Green School 35

Karakteristik Individu Program PLH Green School 37

Kredibilitas Fasilitator Program PLH Green School 38

Dukungan Kelembagaan Program PLH Green School 41

6 KOMUNIKASI PARTISIPATIF PROGRAM PLH GREEN SCHOOL 45

Arah Komunikasi Program PLH Green School 46

Saluran Komunikasi Program PLH Green School 47

Tingkat Partisipasi Program PLH Green School 48

Hubungan Karakteristik Individu dengan Komunikasi Partisipatif Program PLH Green School 49 Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Komunikasi Partisipatif Program PLH Green School 51 Hubungan Dukungan Kelembagaan dengan Komunikasi Partisipatif Program PLH Green School 52 7 PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM PLH GREEN SCHOOL 55 Perubahan Pengetahuan Peserta Program PLH Green School 56

Perubahan Sikap Program PLH Green School 57

Perubahan Keterampilan Program PLH Green School Hubungan Komunikasi Partisipatif dengan Perubahan Perilaku Peserta Program PLH Green School 57 58 8 PRAKTEK PROGRAM PLH GREEN SCHOOL 61

Hubungan Perubahan Perilaku Peserta dengan Praktek Program PLH Green School 63 SIMPULAN DAN SARAN 65

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

69

73

(16)

1 Hasil uji kuesioner Koefisien Cronbach Alpha 26 2 Jumlah dan Presentase Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di

Kecamatan Cicurug Tahun 2012 29

3 Jumlah dan Presentase Penduduk Berdasarkan Status Kepemilikan Tanah di Lokasi Penelitian Tahun 2012

7 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa

Kutajaya Tahun 2012 33

8 Karakteristik Individu Program PLH Green School tahun 2013 37 9 Jumlah dan Presentase kredibilitas fasilitator program PLH Green

School tahun 2013

40

10 Jumlah dan Presentase Peserta Penerima Dukungan Kelembagaan program PLH Green School Tahun 2013

42

11 Rataan Skor Komunikasi Partisipatif Program PLH Green School tahun 2013

46

12 Nilai Uji Korelasi Karakteristik Individu dengan Komunikasi

Partisipatif Program PLH Green School tahun 2013 49

13. Nilai Uji Korelasi Kredibilitas Fasilitator dengan Komunikasi

Partisipatif Program PLH Green School tahun 2013 51

14 Dukungan Kelembagaan Program PLH Green School tahun 2013 52 15 Jumlah dan Presentase Perubahan Perilaku Peserta Program PLH

Green School tahun 2013

55

16 Nilai Uji Korelasi Komunikasi Partisipatif dengan Perubahan Perilaku

Program PLH Green School tahun 2013 58

17 Rataan Skor Praktek Program PLH Green School tahun 2013 61 18 Nilai Uji Korelasi Perubahan Perilaku Peserta dengan Praktek Program

PLH Green School tahun 2013

(17)

1 Kerangka pemikiran komunikasi partisipatif pada pelaksanaan

pendidikan lingkungan hidup 20

2 Peta lokasi program PLH Green School 36

3 Skema lubang biopori dan sumur resapan 63

(18)

1 Susunan Kelompok Kerja Desa Pasawahan, Desa Cisaat, Desa Kutajaya

69

2 Susunan kepengurusan LATIN dan LA-LI 70

(19)
(20)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 16 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa arti pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat (community based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup.

Pendidikan non formal berbasis masyarakat dikembangkan berdasarkan kebutuhan, tuntutan dan kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan kepentingan hidup mereka dalam mengisi upaya pembangunan di masyarakat. Pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) ingin melayani, dicintai, dan di cari masyarakat, maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian di perkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Strategi itu yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal atau sekolah (Sudjana 1983). Pendidikan di anggap berbasis masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada di tangan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat bekerja atas asumsi bahwa setiap masyarakat secara fitrah telah dibekali potensi untuk mengatasi masalahnya sendiri. Masyarakat desa memiliki potensi untuk mengatasi masalah mereka sendiri berdasarkan sumber daya yang dimiliki dan memobilisasi aksi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Masyarakat di Desa Pasawahan, Desa Kutajaya dan Desa Cisaat yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki masalah-masalah yang yang berkaitan dengan perekonomian, sumber daya alam, dan sumber daya manusia. Keberadaan suatu taman nasional sangatlah penting untuk menjaga fungsi hutan yang berkesinambungan sebagai pendukung sistem penyangga kehidupan (TNGHS 2008). Masalah ini di picu oleh keterbatasan kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam. Beberapa masalah yang terkait dengan isu air seperti kondisi sungai yang mengering pada saat musim kemarau, pemanfaatan air tidak teratur menyebabkan sebagian masyarakat kesulitan mendapatkan akses air bersih, kondisi ini juga terjadi akibat kurangnya sarana dan prasarana penyediaan air bersih. (Latin 2012).

(21)

yang seharusnya menjadi daerah tangkapan air. Upaya pelestarian hutan juga masih sulit dilaksanakan karena belum terbinanya hubungan antara pihak Badan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Cicurug yang berbatasan langsung dengan kawasan tersebut (Latin 2012). Kerusakan TNGHS disebabkan oleh aktivitas masyarakat di antaranya melakukan kegiatan eksplorasi penambangan emas tanpa ijin, penebangan pohon dan pengambilan kayu bakar serta perambahan kawasan (Widada 2004).

Masalah lain yang dirasakan secara umum adalah seputar masalah sosial dan ekonomi masyarakat. Faktor yang di anggap menjadi akar permasalahan adalah kurangnya sarana pendidikan dan pelatihan, serta minimnya informasi mengakibatkan masyarakat masih awam untuk mengenal dan melakukan upaya pelestarian sumberdaya alam. Keterampilan masyarakat yang masih rendah mengakibatkan kurangnya pengelolaan sumber daya alam yang bermanfaat bagi perekonomian. Sebagai contoh, para penyadap getah damar tidak mengetahui teknik pengambilan getah yang benar sehingga pohon damar sering tumbang saat angin kencang. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya pendapatan masyarakat yang menyebabkan banyak anak usia sekolah yang terancam bahkan harus putus sekolah.

(22)

jangka panjang di bidang pendidikan seperti adanya kegiatan Green School untuk peningkatan pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan. Selain itu, rencana jangka panjang mencakup pengelolaan sarana dan prasarana penyaluran air bersih dan irigasi.

Program Pendidikan Lingkungan Hidup Green School adalah program pendidikan lingkungan hidup yang diusulkan dan dilakukan oleh masyarakat yang didampingi dengan fasilitator yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat melibatkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Sudjoko (2008) mengemukakan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) adalah mengubah pandangan dan perilaku seseorang terhadap lingkungan. Sasaran PLH sebagaimana dinyatakan dalam resolusi dari Belgrade International Conference on Environmental Education (1975) dalam Muntasib (2004) adalah membantu individu atau kelompok sosial agar memiliki kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), keterampilan (skill), kemampuan mengevaluasi (evaluation ability), dan berperan serta (participation)dalam upaya perlindungan dan pengembangan lingkungan. Pada proses pendidikan lingkungan hidup ini komunikasi antara fasilitator dan masyarakat menjadi hal yang utama termasuk arah komunikasi yang terjadi antara peserta, saluran komunikasi yang digunakan selama pendidikan berlangsung dan partisipasi masyarakat selama mengikuti pendidikan.

Penelitian Gesang (2007) tentang efektivitas komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap petani terhadap model usaha tani terpadu dalam pelaksanaan Prima Tani. Penelitian yang dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian Gesang. Penelitian ini menganalisis komunikasi partisipatif yang terjadi dalam program Pendidikan Lingkungan Hidup Green School. Program PLH Green School merupakan sebuah program yang diusulkan oleh masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Program PLH Green School adalah pendidikan berbasis masyarakat yang mendapat pendampingan fasilitator. Fasilitator yang mendampingi dalam program PLH Green School adalah perwakilan dari masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan untuk mendampingi masyarakat dengan tujuan membantu masyarakat mengenal kebutuhan dasar, mengenal masalah yang dihadapi dan membuat program yang akan dilaksanakan oleh masyarakat.

(23)

Perumusan Masalah

Program pendidikan lingkungan hidup Green School di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi merupakan sebuah hasil dari penjajagan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sebagai peserta PLH Green School terlihat dalam keikutsertaan pada pelaksanaan Program PLH Green School. Tanpa adanya partisipasi yang baik dari peserta, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan maka program yang sudah disusun tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Paradigma komunikasi partisipatif ditandai dengan terakomodasinya aspirasi semua pihak dalam program pembangunan. Oleh karena itu, pendekatan partisipatif lebih tepat digunakan dalam era globalisasi, karena menurut Sumardjo (1999), pendekatan tersebut lebih memungkinkan terjadi integrasi antara kepentingan nasional dengan kepentingan masyarakat dan potensi dan permasalahan lingkungan setempat. Pendekatan partisipatif lebih menempatkan martabat manusia secara layak, keberadaan masyarakat dengan aspek kepentingan dan kemampuannya lebih dikenali dan dihargai, sehingga lebih mendorong terjadi partisipasi yang lebih luas.

Program PLH Green School akan efektif bila mendapat dukungan dari fasilitator atau pendamping, peserta dan dukungan dari kelembagaan seperti pihak pemerintah desa dan kecamatan, perusahaan, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bappeda Kabupaten Sukabumi, Kesejahteraan dan Pengembangan Politik, Linmas Kabupaten Sukabumi dan tokoh-tokoh masyarakat. Keberhasilan program PLH Green School bisa terukur dengan adanya perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta dan peserta bisa mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pemikiran di atas, permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini :

1. Bagaimana komunikasi partisipatif yang terjadi dalam program pendidikan lingkungan hidup Green School?

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan dengan komunikasi partisipatif program pendidikan lingkungan hidup Green School?

3. Bagaimana hubungan komunikasi partisipatif dengan perubahan perilaku program pendidikan lingkungan hidup Green School?

4. Bagaimana hubungan perubahan perilaku dengan praktek peserta program pendidikan lingkungan hidup Green School?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Mendeskripsikan komunikasi partisipatif dalam program pendidikan lingkungan hidup Green School.

(24)

3. Menganalisis hubungan komunikasi partisipatif dengan perubahan perilaku dalam program pendidikan lingkungan hidup Green School.

4. Menganalisis hubungan perubahan perilaku dengan praktek peserta program pendidikan lingkungan hidup Green School.

Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu komunikasi pembangunan dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat sekitar hutan dalam pelestarian hutan demi menjaga ketersediaan air melalui komunikasi partisipatif dalam program pendidikan lingkungan hidup.

(25)
(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Partisipatif

Partisipasi masyarakat pada kenyataannya berawal atau dilandasi dengan adanya kebersamaan (togetherness, commonality). Kebersamaan dalam mengartikan atau mempersepsikan sesuatu (misalnya masalah atau kesulitan) yang penting bagi masyarakat bersangkutan. Kebersamaan dalam cara-cara memecahkan masalah. Kebersamaan dalam melaksanakan keputusan-keputusan untuk masalah yang dirasakan. Model partisipasi masyarakat telah bergeser dari yang sebelumnya terfokus pada penerima manfaat atau kelompok terabaikan (sebagaimana yang diterapkan dalam banyak proses pembangunan), ke bentuk pelibatan warga yang lebih luas di bidang-bidang yang mempengaruhi kehidupan mereka secara langsung (Sumarto 2003).

Komunikasi partisipatif mengasumsikan adanya proses humanis yang menempatkan individu sebagai aktor aktif dalam merespon setiap stimulus yang muncul dalam lingkungan yang menjadi medan kehidupannya. Individu bukanlah wujud yang pasif yang hanya bergerak jika ada yang menggerakan.Individu adalah wujud dinamis yang menjadi subjek dalam setiap perilaku yang diperankan termasuk perilaku komunikasi, (Hamijoyo 2005).

Untuk mengatasi masalah pembangunan masyarakat yang semakin kompleks, maka diperlukan suatu pendekatan yang memungkinkan masyarakat memiliki kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri, untuk itu diperlukan suatu bentuk komunikasi yang mengkondisikan masyarakat bebas berpendapat, berekspresi dan mengungkapkan diri secara terbuka satusama lainnya (Sulistyowati et al. 2005). Servaes (2005) mengungkapkan,´ Development communication is the sharing of knowledge aimed at reaching a consensus for action that takes into account the interest, needs and capacities of all concern´. Komunikasi pembangunan berarti berbagi pengetahuan yang mengarah pada pencapaian suatu konsensus untuk tindakan yang mempertimbangkan minat, kebutuhan-kebutuhan dan kapasitas dari semua yang terkait. Komunikasi telah menjadi bagian strategis yang perlu dicantumkan dalam setiap perencanaan pembangunan yang bersifat partisipatif. Ketidakpercayaan, penolakan, dan kebuntuan relasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam memperbincangkan komunikasi sebagai aktivitas yang menjembatani interaksi di antara keduanya.

(27)

kemampuannya lebih dikenal dan dihargai sehingga mendorong terjadinya partisipasi masyarakat lebih luas (Sumardjo 1999).

Pemikiran inti dari model komunikasi partisipatif adalah bahwa dalam proses pembicaraan dapat dimungkinkan dan diperhitungkan timbulnya ide-ide baru pada waktu komunikasi sedang berlangsung. Jika dalam model linier titik berat pada pesan-pesan yang telah dipersiapkan dulu, dalam model partisipasi ini ada satu cerminan situasi komunikasi yang sebenarnya, sehingga dengan jelas dapat dilihat apakah pihak-pihak yang berkomunikasi telah berhasil saling mempengaruhi atau tidak, dapat dilihat akibat dari pesan yang telah dikirim. Model ini juga memperlihatkan situasi interaktif antara pihak-pihak yang berkomunikasi dan dapat berlangsung dalam bentuk komunikasi antar pribadi dan kelompok (Sulistyowati et al. 2005).

Proses komunikasi merupakan salah satu ekspresi dinamis individu dalam merespon setiap simbol yang diterimanya melalui mekanisme psikologis untuk memberikan makna sesuai dengan referensi yang dimilikinya. Melalui proses komunikasi, simbol-simbol itu kemudian diberi makna. Maka jadilah pesan yang bisa diterima dan digunakan untuk merumuskan pesan baru sehingga melahirkan komunikasi dua arah (twoway communication). Dalam komunikasi dua arah bukan hanya pesan yang diperhatikan tetapi juga arusnya yang dua arah. Arusnya diutamakan sehingga terjadi alternatif pendapat, saran dan cara pemecahan masalah yang timbul dari keinginan bersama.

Menurut Kincaid (1979),Communicationis defined as a process in which two or more participants share information and converge toward a state of greater mutual understanding and agreement leading to cooperation or, as explained later in this entry, diverge toward a state of incompatible viewpoints and disagreement, leading to conflict. Komunikasi didefinisikan sebagai suatu proses di mana dua atau lebih pesertaberbagi informasi dan berkumpul menuju keadaan saling pengertian yang lebih besar dan kesepakatan menyebabkan kerjasama atau seperti yang dijelaskan menyimpang menuju keadaan sudut pandang yang tidak kompatibel dan ketidaksepakatan yang mengarah ke konflik. Menurut Ascroft (2004), komunikasi partisipatif membutuhkan penguatan tujuan pembebasan, kebebasan, keadilan dan ideologi persamaan.

Menurut Hamijoyo (2005), model konvergensi komunikasi berlandaskan konsepsi komunikasi sosial sebagai suatu proses dialog dua arah dalam upaya mencapai saling pengertian dan kesepakatan antara dua individu atau dua kelompok atau dan lebih dan bukan satu orang atau satu kelompok yang berkuasa atau berwibawa memaksakan kekuasaan atau kewibawaannya kepada yang lain. Proses dialog dua arah menurut Effendy (2007), selalu lebih baik daripada monologis. Proses komunikasi dialogis menunjukkan terjadinya interaksi dimana mereka yang terlibat dalam komunikasi berupaya untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati.

Arah Komunikasi

(28)

1. Komunikasi vertikal adalah arah arus komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah (downward communication) dan berlangsung di antara orang-orang yang berada pada tatanan manajemen atau atasan yang menyampaikan pesan dari atasan ke bawahan. Upward communication adalah arah komunikasi yang terjadi dari bawahan ke atasan yang mempunyai beberapa fungsi diantaranya penyampaian informasi mengenai pekerjaan yang sudah dilaksanakan dan penyampaian saran-saran perbaikan.

2. Komunikasi horizontal adalah arah komunikasi yang terjadi secara mendatar atau sejajar di antara para pekerja dalam suatu unit di mana terjadi pertukaran informasi antara orang-orang yang memiliki hubungan dekat dalam unit kerja yang sama.

3. Cross channel communication adalah komunikasi yang terjadi di dalam sebuah organisasi di antara seseorang dengan orang lain yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan bagian.

Saluran Komunikasi

Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan dari komunikator untuk sampai ke komunikannya. Menurut Rogers (2003), ada dua macam saluran komunikasi yang dapat menyampaikan pesan-pesan pembangunan pertanian atau informasi pertanian, yaitu saluran media massa dan saluran interpersonal.

Berbagai tipologi saluran komunikasi menurut Rogers (2003) dalam Modernization Among Peasant: The Impact of Communication ialah:

1. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Menurut DeVito (1997), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

2. Saluran kelompok yaitu pertemuan dalam jumlah tertentu, kemungkinan adanya umpan balik menjadi terbatas, namun antar individu dapat saling berinteraksi. Saluran komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok kecil seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi dan sebaiknya.

3. Saluran media massa mempunyai potensi menyebarkan informasi dengan cepat. Untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan perilaku komunikan.

Partisipasi

(29)

merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo 1960). Partisipasi masyarakat menurut Soemarto (2003) adalah proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan (Mardikanto 2001).

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu, pemanfaaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang (Mardikanto 2001).

Kredibilitas Komunikator

(30)

mempunyai pengaruh atau efek bagi komunikan. Lebih lanjut DeVito (1997) mengidentifikasi tiga aspek kualitas utama dari kredibilitas.(1) Kompetensi, mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang menurut khalayak dimiliki oleh komunikator; (2) Karakter, mengacu pada itikad dan perhatian komunikator kepada khalayak dan (3) Karisma, mengacu pada kepribadian dan kedinamisan komunikator. Belch dan Belch (2001) mengatakan bahwa seorang komunikator atau sumber yang kredibel sangat penting bila audiens memiliki sikap yang negatif terhadap produk, jasa, perusahaan atau isu yang tengah di angkat. Hal ini dikarenakan komunikator atau sumber yang kredibel dapat menghambat konter-argumen dari audien.

1. Keahlian

Seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman disebut sebagai orang yang memiliki keahlian. Menurut Belch dan Belch (2001), keahlian adalah tingkatan dimana seorang komunikator dipresepsikan sebagai orang yang dapat memberikan penilaian yang benar dan tegas.

2. Kejujuran

Kejujuran adalah tingkat kepercayaan terhadap niat komunikator dalam mengkomunikasikan penilaian yang dianggapnya paling benar.Jujur atau tidaknya sumber bergantung pada persepsi audiens tentang motivasinya dalam menyampaikan sebuah informasi. Menurut Belch dan Belch (2001) jika audiens merasa sumber bias atau memiliki kepentingan pribadi atau uang ketika menyampaikan suatu produk atau institusi, maka ia menjadi kurang persuasi dibanding orang yang dianggap tidak memiliki motif pribadi apapun. 3. Daya tarik

Daya tarik bukan dilihat dari kecantikan fisik saja melainkan juga berbagai sifat dan karakter yang dimiliki oleh fasilitator, misalnya kemampuan intelektual, kepribadian, gaya hidup dan sebagainya. Seorang fasilitator memiliki nilai tambah berupa kekaguman dari banyak orang. Penampilan seseorang dalam berkomunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi yang dilakukannya. Dalam kaitan dengan kredibilitas sumber pesan, pengaruh penampilan terutama pada kontak pertama antara sumber dan penerima pesan. 4. Keakraban

Aspek ini merujuk pada pengetahuan tentang sumber yang dimiliki audien melalui terpaan media massa. Keakraban sering diabaikan oleh institusi karena mereka lebih memperhatikan aspek kesamaan dan daya tarik sumber (Belch dan Belch 2001).

Peran-Peran Fasilitator dalam Kegiatan Pendampingan

(31)

dimiliki oleh masayarakat. Pendampingan komunitas pedesaan juga diartikan sebagai proses pembangunan organisasi dan peningkatan kemampuan dalam menangani berbagai persoalan dasar yang mereka hadapi untuk mengarah kepada perubahan kondisi hidup yang semakin baik. Ada beberapa peranan yang dilakukan oleh fasilitator dalam suatu dimensi waktu tertentu, seorang fasilitator dapat berperan sebagai “enabler” atau “organizar” atau “educator”. Peranan ini bergerak dari satu ke lainnya, sehingga ia memiliki peranan ganda. Oleh karena itu, tampak jelas, peranan yang disandang oleh fasilitator lebih sebagai seorang

yang “generalist” (Nasdian 2003). Ife (2002), membagi menjadi empat kategori

seorang fasilitator dalam pengembangan masyarakat sebagai berikut : 1. Peran Fasilitatif

Dalam proses fasilitatif, peranan yang dapat dilakukan oleh fasilitator antara lain: (a) membantu anggota komunitas agar mereka berpartisipasi dalam program pengembangan masyarakat, dengan memberikan inspirasi, semangat, rangsangan, inisiatif, energi, dan motivasi sehingga mampu bertindak. Animator yang berhasil memiliki ciri-ciri : bersemangat, memiliki komitmen, memiliki integritas, mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan, mampu menganalisis dan mengambil langkah yang tepat, dan mudah bergaul dan terbuka; (b) mendengar dan memahami aspirasi anggota komunitas, bersikap netral, mampu mencari jalan keluar, dan mampu bernegosiasi (negosiator); (c) memberikan dukungan kepada orang-orang yang terlibat dalam struktur dan kegiatan komunitas; (d) membantu anggota komunitas untuk mencari konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak; (e) memberikan fasilitas kepada anggota komunitas; dan (f) memanfaatkan sumber daya dan keahlian yang ada dalam komunitas.

2. Peran Pendidik

Tantangan untuk fasilitator adalah „mengajar‟ dengan cara seterbuka mungkin sambil menanggapi agenda partisipan, daripada menguatkan struktur pengawasan dan dominasi dari agenda pemerintah, badan pembiayaan atau asosiasi profesional. Ini dapat menjadi suatu tantangan yang berarti, dan menekankan pentingnya diskusi analisa struktural yang lebih luas. Banyak dari ketrampilan dasar yang berasosiasi dengan pendidikan, seperti dengan kelompok dan interaksi interpersonal. Mereka memasukkan dan memberikan suatu gagasan dengan menggunakan bahasa rakyat yang jelas untuk dipahami, dapat mendengar dan menanggapi pertanyaan orang lain dan merasakannya. Peran pendidikan dari fasilitator adalah menerbitkan kesadaran, menginformasikan, menghadapkan (mengkonfrontasi), dan memberikan pelatihan kepada partisipan. Dalam konteks ini seorang fasilitator mesti mampu menjawab bagaimana dia memberdayaan masyarakat. Dalam suatu dimensi waktu tertentu, seorang fasilitator dapat berperan sebagai “enabler” atau “organizar” atau “educator”. Peranan ini bergerak dari satu ke lainya, sehingga ia memiliki peranan ganda. Oleh karena itu, tampak jelas peranan yang disandang oleh fasilitator lebih sebagai seorang yang “generalist” (Nasdian 2003).

3. Peneliti

(32)

pemberdayaan sejenis di masa mendatang. Pekerja masyarakat (fasilitator) tidak terelakkan terlibat di dalam proses-proses riset dengan menggunakan bermacam metodologi riset ilmu sosial untuk mengumpulkan data yang relevan, meneliti dan menyajikan data. Hal ini termasuk dalam hal merancang dan melaksanakan survei sosial, meneliti data dari survei-survei, menggunakan dan meneliti data sensus, mengumpulkan dan meneliti data tentang permintaan dan pemanfaatan berbagai jasa.Ini adalah satu bidang di mana pengetahuan teknis seperti sampling, membangun daftar pertanyaan/kuesioner dan analisis statistik diperlukan jika pekerjaan sosial ingin berjalan dengan baik.

4. Peran Teknikal

Dalam proses pemberdayaan masyarakat perlu melibatkan keahlian dan teknik-teknik yang khas, terutama untuk melakukan “need assesment”. Peran teknik yang akan dilakukan oleh seorang fasilitator dalam pemberdayaan dapat terlaksana jika yang bersangkutan memiliki kualifikasi teknis untuk membantu masyarakat melakukan hal-hal teknis yang berkaitan dengan pembangunan prasarana desa. Untuk maksud tersebut, seorang fasilitator teknik harus memiliki tiga macam keterampilan, yaitu : a. Keterampilan untuk memberdayakan masyarakat, termasuk peningkatan kapasitas teknis menumbuhkan kesadaran, menyampaikan informasi, menciptakan dinamika internal dari suatu komunitas, dan memberikan pelatihan berdasarkan topik yang sesuai dengan kebutuhan anggota komunitas. Fasilitator dituntut berperan aktif dalam proses pendidikan guna merangsang dan mendukung kegiatan-kegiatan komunitas. Kegiatan itu tidak saja membantu, namun lebih-lebih harus punya input dan arahan-arahan positif dari hasil pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai oleh fasilitator. Pendidikan dalam artian ini adalah upaya berbagi pengetahuan dalam membangun suatu kesadaran bersama dalam memahami kenyataan sehari-hari.

Perubahan Perilaku

Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Kemendiknas 2010). Perilaku seseorang terbentuk karena adanya stimulus yang sering menimpanya dan respon terhadap stimulus dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal. Perilaku merupakan hasil interaksi antara individu baik yang timbul dalam dirinya (faktor personal) maupun faktor-faktor yang berpengaruh yang datang dari luar individu atau faktor-faktor situasional (Rakhmat 2002). Menurut Danim (2000) bahwa perilaku atau behavior adalah serentetan tindakan dari individu atau kelompok masyarakat, dimana tindakan tersebut didasari oleh pengetahuan, sikap dan nilai yang dimiliki oleh individu tersebut. Perilaku memang merupakan hasil interaksi yang menarik antara keunikan individu dengan keumuman situasional. Menurut Walgito (2002), perilaku dalam pengertian yang luas adalah perilaku yang nampak dan perilaku yang tidak tampak.

(33)

1. Teori perilaku yang direncanakan (Theory of planned behavior), teori yang mengeksplorasi keterkaitan antara perilaku dan keyakinan (beliefs), sikap (attitudes), dan kehendak (intentions). Teori ini berasumsi bahwa kehendak berperilaku (behavioral intention) adalah determinant (faktor penentu) yang paling penting. Kehendak berperilaku dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap suatu tindakan, dan keyakinan atas pendapat orang lain (tokoh yang dianggap penting) terhadap suatu perilaku (subjective norm).

2. Teori pembelajaran sosial (social cognitive learning theory). Perubahan perilaku tidak hanya ditentukan oleh faktor intrinsik atau adanya lingkungan yang mendukung dan individu memiliki pengaruh terhadap apa yang dilakukan bagaimana respon individu terhadap lingkungan. Teori ini melihat lingkungan bukan hanya sebagai sistem yang mendorong atau mencegah suatu perubahan perilaku, akan tetapi lingkungan juga menyediakan tempat bagi seseorang untuk belajar tindakan orang lain dan konsekuensi dari tindakan tersebut. Tiga faktor utamanya yaitu kekuatan sendiri (self-efficacy), sasaran (goals), dan harapan yang muncul.

3. Teori tahapan dari perubahan (transtheoretical model/stages of change theory), terdiri dari lima tahapan, yaitu:

a. Pre-contemplation (pra-perenungan), individu pada tahap ini tidak menyadari suatu masalah atau suatu resiko terhadap sesuatu sehingga belum berpikir untuk mengambil tindakan.

b. Contemplation (perenungan), individu pada tahap ini sudah berpikir untuk bertindak dan menunjukkan indiksi sedang merencanakan tindakan.

c. Preparation (persiapan), orang akan mengambil tindakan dalam waktu yang tidak lama lagi dan merencanakan untuk melakukan rencana tersebut segera mungkin.

d. Action(tindakan), pada tahap ini, orang sudah mengambil tindakan untuk menangani suatu permasalahan tertentu.

e. Maintenance (menjaga), orang berusaha untuk mempertahankan tindakan yang diambilnya dalam suatu periode waktunya lama.

Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain, dan kebutuhan ini akan terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi (Mulyana dan Rakhmat 2006). Perilaku individu merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungannya. Penganut teori perilaku beranggapan bahwa individu ditentukan oleh dorongan eksternal atau lingkungan sekitarnya.

Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan

(34)

diamati terhadap seseorang atau kelompok (Simamora 2004). Ada 3 tahapan dalam pencapaian tujuan komunikasi yaitu awareness stage (perubahan pengetahuan), interest stage (perubahan sikap), dan loyalty stage (perubahan perilaku).Tahapan pencapaian dari tujuan komunikasi pada 3 tahap ini dapat dilihat dari umpan balik yang diberikan oleh sasaran/penerima pesan.

Menurut Kussusanti (2009) pada tahap perubahan pengetahuan umpan balik yang diberikan berupa respon dari seseorang yang tidak tahu menjadi tahu (efek kognitif), pada tahap perubahan sikap umpan balik yang diberikan berupa umpan balik setuju atau tidak setuju atas pendapat atau ide yang disampaikan (efek afektif); dan pada tahap perubahan perilaku umpan balik yang diberikan yaitu dengan bertingkah laku sebagaimana yang diinginkan atau bahkan menolak untuk melakukan apa pun (efek konatif/behavior). Hal senada disampaikan Riswandi (2009) bahwa dampak kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsikan oleh khalayak. Dampak afektif terjadi jika pesan yang disampaikan mengubah apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci oleh khalayak dan dampak konatif jika pesan yang disebarkan mendorong khalayak (target audiens) untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu. Dampak perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam konteks pendidikan lingkungan yaitu orang yang tadinya masa bodoh dengan lingkungan diharapkan akan menjadi peduli dengan lingkungannya. Orang yang tadinya menjadi pemerhati pasif berubah menjadi pelaku aktif upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup bahkan orang yang berperan dalam perusakan lingkungan hidup berubah menjadi pelaku aktif pelestarian lingkungan.

1. Definisi Pengetahuan

Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan suatu bentuk dari manusia yang diperolehnya dari pengalaman, perasaan, akal pikiran, dan intuisinya setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

2. Definisi Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

(35)

reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo. 2003).

Ada tiga komponen pokok sikap menurut Alport yang dikemukakan dalam Notoatmodjo (2003) yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Tiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

3. Berbagai Tingkatan Sikap

Tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003) adalah sebagai berikut : a. Menerima (receiving). Menerima dapat diartikan bahwa orang (subyek) mau

dan mempertahankan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Respon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing). Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible). Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek, sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Biasanya jawaban berada dalam rentang antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

4. Praktek atau Tindakan

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain.

Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan , yaitu :

a. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. b. Respon terpimpin (guided response), yaitu indikator praktek tingkat dua adalah

dapat melakukan sesuatu sesuai dengan contoh.

(36)

d. Adopsi (adoption), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Tindakan merupakan suatu keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam melakukan suatu kejadian yang berlangsung dari suatu proses komunikasi yang terjadi. Tindakan adalah hasil komulatif seluruh proses komunikasi, sehingga biasanya efektivitas komunikasi diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh komunikator (Rakhmat 2002). Perilaku atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatan. Tindakan yang diambil oleh seseorang dalam melakukan suatu kegiatan biasanya didasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya, baik dari proses belajar atau pengalaman untuk bertindak maupun secara spontanitas muncul dalam diri seseorang karena termotivasi. Tindakan ini didasarkan pada sikap subyek yang sudah mengetahui atau mengenal obyek yang diteliti.

Pendidikan Berbasis Masyarakat

Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada pasal 26 ayat 1-7 jalur yang digunakan bisa formal dan atau non formal.

Pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis. Pendidikan non formal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan non formal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain.

(37)

Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur nonformal mempersyaratkan lima hal (Sudjana 1983) :

1. Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh.

2. Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah.

3. Program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata.

4. Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan.

5. Aparat pendidikan luar sekolah atau non formal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.

Pendidikan Lingkungan Hidup

(38)

Kerangka Pemikiran

Komunikasi partisipatif pada program pendidikan lingkungan hidup Green School dapat terlihat dari saluran komunikasi yang digunakan oleh fasilitator dan peserta dalam proses belajar. Arah komunikasi saat proses belajar pada progam pendidikan lingkungan hidup Green School antara fasilitator, peserta dan partisipasi peserta merupakan faktor pendukung agar komunikasi partisipatif terwujud.

Komunikasi partisipatif pada program pendidikan lingkungan hidup Green School sangat dipengaruhi oleh karakteristik peserta, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan. Komunikasi partisipatif akan menyebabkan perubahan perilaku dalam pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup seperti adanya perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta. Praktek peserta seperti membuat pembibitan pohon, membuat lubang biopori, sumur resapan, membuat waterpond dan beternak sapi karena adanya dukungan kelembagaan berupa sarana yang disediakan seperti modal, lahan, bibit dan distribusi, pengaruh komunikasi partisipatif dan perubahan perilaku.

Program Green School adalah sebuah program yang diusulkan dari masyarakat dan diharapkan berjalan dengan tujuan memberikan pengetahuan, kemampuan kepada masyarakat untuk memanfaatkan lingkungan sekitar dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup. Program pendidikan lingkungan hidup Green School merupakan sebuah pendidikan berbasis masyarakat yang didampingi oleh tim fasilitator dan didukung oleh LSM LA-LI, pemerintah daerah dan tokoh masyarakat di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya.

Model pendidikan berbasis masyarakat semakin diakui setelah adanya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diatur dalam pasal 26 ayat 1 sampai 7 yang bisa dilaksanakan formal dan atau non formal. Pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

(39)

Gambar 1 Kerangka pemikiran komunikasi partisipatif pada pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup Green School

Hipotesis Penelitian

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa komunikasi partisipatif berhubungan dengan karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan. Dalam penelitian ini melihat praktek program PLH Green School sebagai dampak dari perubahan perilaku pada pelaksanaan program PLH Green School. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan dengan komunikasi partisipatif pada pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup Green School.

Hipotesis 2. Terdapat hubungan nyata antara komunikasi partisipatif dengan perubahan perilaku pada pelaksanaa program pendidikan lingkungan hidup Green School

(40)

3 METODE

Desain Penelitian

Penelitian ini di desain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun (2005), desain penelitian survei adalah penelitian yang mengambil contoh dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer dan sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Penelitian dilakukan dengan menambahkan wawancara terstruktur terhadap pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan program PLH Green School. Indikator dan parameter yang ditetapkan pada setiap peubah ditetapkan berdasarkan teori yang telah teruji dan diakui kebenarannya.Setiap indikator dan parameter yang telah ditetapkan, dituangkan dalam definisi operasional dan dikembangkan dalam bentuk kuesioner sebagai acuan atau instrumen wawancara dengan responden dan fasilitator Program PLH Green School dan di pihak terkait di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ditetapkan berdasarkan atas pemusatan pelaksanaan kegiatan program PLH Green School. Studi penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada tanggal 26 November 2012. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah peserta program Green School yang ada di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Sampel peserta diambil dengan cara proporsional acak sederhana (simple random sampling). Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Sampel acak sederhana merupakan sampel yang berkesempatan sama untuk terpilih (probability sampling), sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara obyektif. Terpilihnya tetap satuan elementer ke dalam sampel harus benar-benar berdasarkan faktor kebetulan (chance), bebas dari subyektivitas peneliti atau orang lain (Singarimbun dan Effendi 2005).

(41)

Kutajaya. Hal ini berdasarkan pertimbangan biaya dan waktu yang di miliki peneliti dalam mengambil data di lapangan.

Sumber Data Penelitian

Sumber data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : 1. Data Primer, yang meliputi :

a. Data atau informasi yang diperoleh dari responden yang terlibat dalam kegiatan program pendidikan lingkungan hidup Green School.

b. Hasil observasi di lapangan.

2. Data Sekunder, yaitu data atau informasi yang diperoleh dari : a. Kantor Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya. b. Badan Pusat Statistik Kecamatan Cicurug.

c. Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.

d. Kantor Taman Nasional Gunung Salak Halimun.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden program PLH Green School dan pihak yang berkaitan dengan topik penelitian. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk: (1) memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dan, (2) memperoleh data dengan validitas dan reliabilitas setinggi mungkin.

Definisi Operasional

Definisi operasional peubah adalah penjelasan pengertian mengenai beberapa peubah yang diukur. peubah tersebut diukur dengan cara meminta pendapat dan respon dari para responden tentang beberapa hal yang berhubungan dengan peubah tersebut. Peubah yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi dengan menggunakan definisi operasional sebagai berikut.

Peubah Karakteristik Individu Program PLH Green School

Karakteristik responden adalah ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang meliputi :

1. Umur, yaitu usia responden pada waktu penelitian dilaksanakan yang diukur dalam satuan tahun dengan pembulatan ke ulang tahun terdekat.

(42)

3. Motivasi, yaitu alasan yang mendorong peserta mengikuti program PLH Green School. Responden memiliki motivasi mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan hidup, menambah keterampilan, memuaskan ingin tahu lewat diskusi dengan sesama responden dan fasilitator.

4. Kepemilikan media, yaitu jumlah media yang dimiliki oleh responden. Responden mengenal dunia luas dan pembaharuan yang ditentukan berdasarkan jumlah macam sumber informasi yang digunakan. Responden mendapat informasi seputar pendidikan lingkungan dari televisi, radio, koran dan majalah.

Peubah Kredibilitas Fasilitator Program PLH Green School

Kredibilitas merupakan suatu tingkat kepercayaan sampai sejauh mana fasilitator dapat dipercaya oleh responden. Tingkat kepercayaan ini penting karena pada kenyataannya orang lebih dulu melihat siapa yang membawa pesan sebelum ia menerima pesan yang disampaikannya. Kredibilitas fasilitator dalam pelaksanaan program PLH Green School ini, meliputi :

1. Kejujuran, yaitu penilaian responden PLH Green School terhadap fasilitator. Fasilitator bicara apa adanya. Fasilitator memiliki motif pribadi. Fasilitator memiliki kepentingan pribadi yang berkaitan dengan uang.

2. Keahlian, yaitu penilaian responden program PLH Green School terhadap fasilitator apakah dapat dianggap sebagai orang yang dapat memberikan informasi yang tegas dan dapat dipercaya. Responden menilai fasilitator memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan responden. Fasilitator menggunakan kata-kata dan kalimat yang mudah dipahami responden dalam menyampaikan materi. Fasilitator memberi contoh yang menarik dan mudah diingat responden terkait dengan materi yang disampaikan.

3. Daya tarik (disukai), yaitu penilaian responden program PLH Green School terhadap fisik dan non fisik fasilitator yang membuat dirinya disukai oleh responden. Responden menilai fasilitator mudah di ajak berdiskusi tentang masalah yang di hadapi di luar pertemuan. Fasilitator menyampaikan materi denga menarik dan tidak membosankan. Fasilitator menggunakan alat bantu ketika pertemuan dan fasilitator bersikap ramah saat berdiskusi.

4. Keakraban, yaitu penilaian responden program PLH Green Schoolterhadap hubungan antara responden dan fasilitator. Responden menilai fasilitator memiliki kemampuan menjalin hubungan akrab dengan responden. Responden tidak merasa segan saat mengemukakan pertanyaan. Fasilitator mengadakan kunjungan ke rumah responden di luar pertemuan. Fasilitator mudah di ajak bekerja sama dengan responden saat praktek lapangan. Fasilitator mencipatakan suasana santai pada pelaksanaan program PLH Green School.

Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter.Penilaian dilakukan dengan skala ordinal di mana nilai pertanyaan-pertanyaan mempunyai empat kemungkinan jawaban, yaitu :

(43)

3. Tidak setuju dengan skor = 2 4. Sangat tidak setuju dengan skor = 1

Peubah Dukungan Kelembagaan Program PLH Green School

Dukungan kelembagaan adalah dukungan dari pihak yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan program PLH Green School. Peubah dukungan kelembagaan dalam pelaksanaan program PLH Green School meliputi :

1. Modal, yaitu bantuan yang di terima oleh responden dalam pelaksanaan program PLH Green School dalam bentuk dana, alat serta bahan. Modal yang diberikan kepada responden berupa bantuan bibit pohon, alat untuk membuat lubang biopori, sumur resapan dan waterpond.

2. Lahan, yaitu bantuan yang diberikan kelembagaan dalam pelaksanaan program PLH Green School berupa lahan yang bisa dimanfaatkan oleh responden. Responden diberikan lahan pinjaman untuk pembibitan pohon. Responden diberikan pinjaman lahan untuk beternak sapi. Responden diberikan lahan pinjaman untuk belajar membuat lubang biopori, sumur resapan dan waterpond.

3. Bibit, yaitu bantuan yang diberikan kepada responden. Responden diberikan bantuan bibit pohon.

4. Distribusi, yaitu bantuan kepada responden yang berkaitan dengan pemasaran hasil ternak sapi. Responden diberikan informasi tentang bagaimana cara memasarkan hasil ternak sapi.

Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan dengan skala nominal di mana nilai-nilai pertanyaan mempunyai dua kemungkinan jawaban, yaitu :

1. Ya dengan nilai 2. 2. Tidak dengan nilai 1.

Peubah Komunikasi Partisipatif Program PLH Green School

Peubah komunikasi partisipatif dalam program PLH Green School meliputi : 1. Arah komunikasi adalah proses komunikasi yang terjadi saat proses

komunikasi program pendidikan lingkungan hidup Green School berlangsung. Fasilitator lebih banyak menyampaikan informasi saat pertemuan. Fasilitator mendominasi penyampaian materi. Responden diberi kesempatan oleh fasilitator saat pertemuan. Responden selalu mendiskusikan materi yang diperoleh dengan sesama responden dan fasilitator. Peserta mudah bertanya kepada fasilitator saat mendapatkan masalah. Peserta berdiskusi dalam menyesaikan masalah sehingga menemukan jalan keluar.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran komunikasi partisipatif pada pelaksanaan program
Tabel 1 Hasil uji kuesioner Koefisien Cronbach Alpha
Tabel 2   Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin di  Kecamatan Cicurug tahun 2012
Tabel 4  Kondisi geografis Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya
+7

Referensi

Dokumen terkait