• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

4. Praktek atau Tindakan

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain.

Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan , yaitu :

a. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. b. Respon terpimpin (guided response), yaitu indikator praktek tingkat dua adalah

dapat melakukan sesuatu sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme (mecanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d. Adopsi (adoption), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Tindakan merupakan suatu keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam melakukan suatu kejadian yang berlangsung dari suatu proses komunikasi yang terjadi. Tindakan adalah hasil komulatif seluruh proses komunikasi, sehingga biasanya efektivitas komunikasi diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh komunikator (Rakhmat 2002). Perilaku atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatan. Tindakan yang diambil oleh seseorang dalam melakukan suatu kegiatan biasanya didasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya, baik dari proses belajar atau pengalaman untuk bertindak maupun secara spontanitas muncul dalam diri seseorang karena termotivasi. Tindakan ini didasarkan pada sikap subyek yang sudah mengetahui atau mengenal obyek yang diteliti.

Pendidikan Berbasis Masyarakat

Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada pasal 26 ayat 1-7 jalur yang digunakan bisa formal dan atau non formal.

Pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis. Pendidikan non formal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan non formal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain.

Pendidikan berbasis masyarakat sebagai program yang berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan berpartisipasi dan keinginan berpartisipasi.

Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur nonformal mempersyaratkan lima hal (Sudjana 1983) :

1. Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh.

2. Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah.

3. Program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata.

4. Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan.

5. Aparat pendidikan luar sekolah atau non formal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.

Pendidikan Lingkungan Hidup

Dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Melindungi dan melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab setiap insan di bumi. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Upaya pelibatan masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, salah satu aspek yang perlu disentuh adalah gerakan masyarakat. Masyarakat sebagai pemanfaat perlu dilibatkan sejak dari perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan. Pelibatan itu dapat dilakukan melalui pendekatan 3 (tiga) akses yaitu akses terhadap kemudahan memperoleh informasi, akses terhadap peluang berpartisipasi serta akses terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang berkeadilan.

Kerangka Pemikiran

Komunikasi partisipatif pada program pendidikan lingkungan hidup Green School dapat terlihat dari saluran komunikasi yang digunakan oleh fasilitator dan peserta dalam proses belajar. Arah komunikasi saat proses belajar pada progam pendidikan lingkungan hidup Green School antara fasilitator, peserta dan partisipasi peserta merupakan faktor pendukung agar komunikasi partisipatif terwujud.

Komunikasi partisipatif pada program pendidikan lingkungan hidup Green School sangat dipengaruhi oleh karakteristik peserta, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan. Komunikasi partisipatif akan menyebabkan perubahan perilaku dalam pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup seperti adanya perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta. Praktek peserta seperti membuat pembibitan pohon, membuat lubang biopori, sumur resapan, membuat waterpond dan beternak sapi karena adanya dukungan kelembagaan berupa sarana yang disediakan seperti modal, lahan, bibit dan distribusi, pengaruh komunikasi partisipatif dan perubahan perilaku.

Program Green School adalah sebuah program yang diusulkan dari masyarakat dan diharapkan berjalan dengan tujuan memberikan pengetahuan, kemampuan kepada masyarakat untuk memanfaatkan lingkungan sekitar dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup. Program pendidikan lingkungan hidup Green School merupakan sebuah pendidikan berbasis masyarakat yang didampingi oleh tim fasilitator dan didukung oleh LSM LA-LI, pemerintah daerah dan tokoh masyarakat di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya.

Model pendidikan berbasis masyarakat semakin diakui setelah adanya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diatur dalam pasal 26 ayat 1 sampai 7 yang bisa dilaksanakan formal dan atau non formal. Pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Proses komunikasi partisipatif sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan program PLH Green School. Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan program PLH Green School adalah karakteristik peserta, kredibilitas fasilitator sebagai pendamping dalam memberikan materi dan pelatihan pendidikan lingkungan hidup untuk peserta, dukungan kelembagaan. Komunikasi partisipatif yang terjadi bisa dilihat dari arah komunikasi yang terjadi saat penyampaian materi program pendidikan lingkungan hidup, saluran komunikasi yang digunakan dan partisipasi peserta dalam pelaksanaan proses belajar. Sejauh mana perubahan perilaku yang terjadi dalam program PLH Green School sehingga terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga dapat diterapkan pada kegiatan praktek di kehidupan sehari-hari peserta.

Gambar 1 Kerangka pemikiran komunikasi partisipatif pada pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup Green School

Hipotesis Penelitian

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa komunikasi partisipatif berhubungan dengan karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan. Dalam penelitian ini melihat praktek program PLH Green School sebagai dampak dari perubahan perilaku pada pelaksanaan program PLH Green School. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dan dukungan kelembagaan dengan komunikasi partisipatif pada pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup Green School.

Hipotesis 2. Terdapat hubungan nyata antara komunikasi partisipatif dengan perubahan perilaku pada pelaksanaa program pendidikan lingkungan hidup Green School

Hipotesis 3. Terdapat hubungan nyata antara perubahan perilaku dengan praktek program PLH Green School.

Karakteristik Individu (X1) 1. Umur (X1.1) 2. Pendidikan (X1.2) 3. Motivasi (X1.3) 4. Kepemilikan Media Massa (X1.4)

Perubahan Perilaku (Y2) 1. Pengetahuan (Y2.1) 2. Sikap (Y2.2) 3. Keterampilan (Y2.3) Komunikasi Partisipatif Program

PLH Green School (Y1) 1. Arah (Y1.1) 2. Saluran (Y1.2) 3. Partisipasi (Y1.3) Kredibilitas Fasilitator

dalam Program PLH Green

School (X2) 1. Kejujuran (X2.1) 2. Keahlian (X2.2) 3. Daya Tarik (X2.3) 4. Keakraban (X2.4) Dukungan Kelembagaan (X3) 1. Modal (X3.1) 2. Lahan (X3.2) 3. Bibit (X3.3) 4. Distribusi (X3.4)

Praktek Program PLH Green School

(Y.3)

1. Pembibitan Pohon (Y.3.1)

2. Membuat Sumur Resapan (Y.3.2)

3. Membuat Waterpond (Y.3.3) 4. Beternak Sapi (Y.3.4) 5. Membuat Biopori (Y.3.5)

3 METODE

Desain Penelitian

Penelitian ini di desain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun (2005), desain penelitian survei adalah penelitian yang mengambil contoh dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer dan sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Penelitian dilakukan dengan menambahkan wawancara terstruktur terhadap pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan program PLH Green School. Indikator dan parameter yang ditetapkan pada setiap peubah ditetapkan berdasarkan teori yang telah teruji dan diakui kebenarannya.Setiap indikator dan parameter yang telah ditetapkan, dituangkan dalam definisi operasional dan dikembangkan dalam bentuk kuesioner sebagai acuan atau instrumen wawancara dengan responden dan fasilitator Program PLH Green School dan di pihak terkait di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ditetapkan berdasarkan atas pemusatan pelaksanaan kegiatan program PLH Green School. Studi penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada tanggal 26 November 2012. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah peserta program Green School yang ada di Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Sampel peserta diambil dengan cara proporsional acak sederhana (simple random sampling). Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Sampel acak sederhana merupakan sampel yang berkesempatan sama untuk terpilih (probability sampling), sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara obyektif. Terpilihnya tetap satuan elementer ke dalam sampel harus benar-benar berdasarkan faktor kebetulan (chance), bebas dari subyektivitas peneliti atau orang lain (Singarimbun dan Effendi 2005).

Sampel yang baik adalah memenuhi unsur representatif dan besarnya sampel harus memadai. Mengenai ukuran sampel, tidak ada ukuran pasti dari banyak periset. Populasi peserta program Green School di Desa Pasawahan 40 orang, Desa Cisaat 30 dan Kutajaya ada 10 orang. Sampel berjumlah 40 orang, 20 orang dari Desa Pasawahan, 15 orang dari Desa Cisaat dan 5 orang dari Desa

Kutajaya. Hal ini berdasarkan pertimbangan biaya dan waktu yang di miliki peneliti dalam mengambil data di lapangan.

Sumber Data Penelitian

Sumber data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : 1. Data Primer, yang meliputi :

a. Data atau informasi yang diperoleh dari responden yang terlibat dalam kegiatan program pendidikan lingkungan hidup Green School.

b. Hasil observasi di lapangan.

2. Data Sekunder, yaitu data atau informasi yang diperoleh dari : a. Kantor Desa Pasawahan, Desa Cisaat dan Desa Kutajaya. b. Badan Pusat Statistik Kecamatan Cicurug.

c. Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.

d. Kantor Taman Nasional Gunung Salak Halimun.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden program PLH Green School dan pihak yang berkaitan dengan topik penelitian. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk: (1) memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dan, (2) memperoleh data dengan validitas dan reliabilitas setinggi mungkin.

Definisi Operasional

Definisi operasional peubah adalah penjelasan pengertian mengenai beberapa peubah yang diukur. peubah tersebut diukur dengan cara meminta pendapat dan respon dari para responden tentang beberapa hal yang berhubungan dengan peubah tersebut. Peubah yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi dengan menggunakan definisi operasional sebagai berikut.

Peubah Karakteristik Individu Program PLH Green School

Karakteristik responden adalah ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang meliputi :

1. Umur, yaitu usia responden pada waktu penelitian dilaksanakan yang diukur dalam satuan tahun dengan pembulatan ke ulang tahun terdekat.

2. Pendidikan, yaitu tingkat pembelajaran tertinggi yang pernah dicapai responden, dikategorikan dalam SD atau Madrasah Ibtidaiyah. SMP atau Madrasah Tsanawiyah, SLTA atau Madrasah Aliyah, D3 atau Diploma dan Sarjana.

3. Motivasi, yaitu alasan yang mendorong peserta mengikuti program PLH Green School. Responden memiliki motivasi mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan hidup, menambah keterampilan, memuaskan ingin tahu lewat diskusi dengan sesama responden dan fasilitator.

4. Kepemilikan media, yaitu jumlah media yang dimiliki oleh responden. Responden mengenal dunia luas dan pembaharuan yang ditentukan berdasarkan jumlah macam sumber informasi yang digunakan. Responden mendapat informasi seputar pendidikan lingkungan dari televisi, radio, koran dan majalah.

Peubah Kredibilitas Fasilitator Program PLH Green School

Kredibilitas merupakan suatu tingkat kepercayaan sampai sejauh mana fasilitator dapat dipercaya oleh responden. Tingkat kepercayaan ini penting karena pada kenyataannya orang lebih dulu melihat siapa yang membawa pesan sebelum ia menerima pesan yang disampaikannya. Kredibilitas fasilitator dalam pelaksanaan program PLH Green School ini, meliputi :

1. Kejujuran, yaitu penilaian responden PLH Green School terhadap fasilitator. Fasilitator bicara apa adanya. Fasilitator memiliki motif pribadi. Fasilitator memiliki kepentingan pribadi yang berkaitan dengan uang.

2. Keahlian, yaitu penilaian responden program PLH Green School terhadap fasilitator apakah dapat dianggap sebagai orang yang dapat memberikan informasi yang tegas dan dapat dipercaya. Responden menilai fasilitator memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan responden. Fasilitator menggunakan kata-kata dan kalimat yang mudah dipahami responden dalam menyampaikan materi. Fasilitator memberi contoh yang menarik dan mudah diingat responden terkait dengan materi yang disampaikan.

3. Daya tarik (disukai), yaitu penilaian responden program PLH Green School terhadap fisik dan non fisik fasilitator yang membuat dirinya disukai oleh responden. Responden menilai fasilitator mudah di ajak berdiskusi tentang masalah yang di hadapi di luar pertemuan. Fasilitator menyampaikan materi denga menarik dan tidak membosankan. Fasilitator menggunakan alat bantu ketika pertemuan dan fasilitator bersikap ramah saat berdiskusi.

4. Keakraban, yaitu penilaian responden program PLH Green Schoolterhadap hubungan antara responden dan fasilitator. Responden menilai fasilitator memiliki kemampuan menjalin hubungan akrab dengan responden. Responden tidak merasa segan saat mengemukakan pertanyaan. Fasilitator mengadakan kunjungan ke rumah responden di luar pertemuan. Fasilitator mudah di ajak bekerja sama dengan responden saat praktek lapangan. Fasilitator mencipatakan suasana santai pada pelaksanaan program PLH Green School.

Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter.Penilaian dilakukan dengan skala ordinal di mana nilai pertanyaan-pertanyaan mempunyai empat kemungkinan jawaban, yaitu :

1. Sangat setuju dengan skor = 4 2. Setuju dengan skor = 3

3. Tidak setuju dengan skor = 2 4. Sangat tidak setuju dengan skor = 1

Peubah Dukungan Kelembagaan Program PLH Green School

Dukungan kelembagaan adalah dukungan dari pihak yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan program PLH Green School. Peubah dukungan kelembagaan dalam pelaksanaan program PLH Green School meliputi :

1. Modal, yaitu bantuan yang di terima oleh responden dalam pelaksanaan program PLH Green School dalam bentuk dana, alat serta bahan. Modal yang diberikan kepada responden berupa bantuan bibit pohon, alat untuk membuat lubang biopori, sumur resapan dan waterpond.

2. Lahan, yaitu bantuan yang diberikan kelembagaan dalam pelaksanaan program PLH Green School berupa lahan yang bisa dimanfaatkan oleh responden. Responden diberikan lahan pinjaman untuk pembibitan pohon. Responden diberikan pinjaman lahan untuk beternak sapi. Responden diberikan lahan pinjaman untuk belajar membuat lubang biopori, sumur resapan dan waterpond.

3. Bibit, yaitu bantuan yang diberikan kepada responden. Responden diberikan bantuan bibit pohon.

4. Distribusi, yaitu bantuan kepada responden yang berkaitan dengan pemasaran hasil ternak sapi. Responden diberikan informasi tentang bagaimana cara memasarkan hasil ternak sapi.

Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan dengan skala nominal di mana nilai-nilai pertanyaan mempunyai dua kemungkinan jawaban, yaitu :

1. Ya dengan nilai 2. 2. Tidak dengan nilai 1.

Peubah Komunikasi Partisipatif Program PLH Green School

Peubah komunikasi partisipatif dalam program PLH Green School meliputi : 1. Arah komunikasi adalah proses komunikasi yang terjadi saat proses

komunikasi program pendidikan lingkungan hidup Green School berlangsung. Fasilitator lebih banyak menyampaikan informasi saat pertemuan. Fasilitator mendominasi penyampaian materi. Responden diberi kesempatan oleh fasilitator saat pertemuan. Responden selalu mendiskusikan materi yang diperoleh dengan sesama responden dan fasilitator. Peserta mudah bertanya kepada fasilitator saat mendapatkan masalah. Peserta berdiskusi dalam menyesaikan masalah sehingga menemukan jalan keluar.

2. Saluran komunikasi adalah alat atau media untuk menyalurkan informasi yang digunakan oleh fasilitator saat proses komunikasi program pendidikan lingkungan hidup Green School berlangsung. Fasilitator menjelaskan materi menggunakan papan tulis dan gambar. Fasilitator memanfaatkan benda di

sekitar untuk membantu menjelaskan materi. Fasilitator memberikan catatan kepada responden.

3. Partisipasi responden adalah peran serta responden dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat diartikan keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa. Responden hadir di setiap pertemuan dan memberikan alasan bila tidak hadir dalam pertemuan. Responden bertanya bila ada yang tidak dimengerti dan memberikan usulan bila diminta fasilitator. Responden ikut memberikan masukan terhadap pertanyaan yang dihadapi oleh responden lain.

Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan dengan skala ordinal di mana nilai-nilai pertanyaan mempunyai empat kemungkinan jawaban, yaitu :

1. Sangat setuju dengan skor = 4 2. Setuju dengan skor = 3 3. Tidak setuju dengan skor = 2 4. Sangat tidak setuju dengan skor = 1

Peubah Perubahan Perilaku Peserta Program PLH Green School

Peubah perubahan perilaku program PLH Green School adalah proses perubahan yang mencakup perubahan kognatif (pengetahuan), afektif (sikap) dan konatif (keterampilan) responden terhadap program PLH Green School. Pengukuran perubahan perilaku dilakukan dengan tiga indikator sebagai berikut : a. Aspek kognitif, yaitu tingkat pengetahuan responden tentang kegiatan

pembibitan pohon, sumur resapan, waterpond, ternak sapi dan biopori pada program PLH Green School. Responden mengerti pembibitan pohon. Responden mengerti cara membuat sumur resapan. Responden mengerti cara membuat waterpond. Responden mengerti cara beternak sapi. Responden mengerti cara membuat biopori.

b. Aspek afektif, yaitu sikap dan pendapat responden tentang kegiatan pembibitan pohon, sumur resapan, waterpond, ternak sapi dan biopori pada program PLH Green School. Responden memahami membuat pembibitan pohon. Responden memahami cara membuat sumur resapan. Responden memahami cara membuat waterpond. Responden memahami cara beternak sapi. Responden memahami cara membuat biopori.

c. Aspek konatif, yaitu keterampilan yang diperoleh responden program PLH Green School diukur dari penguasaan materi pembibitan pohon, membuat sumur resapan, waterpond, ternak sapi dan biopori. Responden terampil membuat pembibitan pohon. Responden terampil membuat sumur resapan. Responden terampil membuat waterpond. Responden terampil beternak sapi. Responden terampil membuat biopori.

Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Aspek kognitif, aspek afektif dan konatif penilaian dilakukan dengan skala ordinal dimana nilai-nilai pertanyaan mempunyai empat kemungkinan jawaban yaitu :

1. Sangat setuju dengan skor = 4 2. Setuju dengan skor = 3

3. Tidak setuju dengan skor = 2 4. Sangat tidak setuju dengan skor = 1

Validitas Instrumentasi

Nawawi dan Hadari (1995) menyatakan bahwa validitas atau tingkat ketepatan adalah kemampuan instrumen penelitian untuk mengungkapkan data sesuai dengan masalah yang hendak diungkapkannya. Menurut Rakhmat (2009), bila seorang peneliti mulai mengukur gejala yang ditelitinya, maka reliabilitas dan

Dokumen terkait