STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN,
AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI DAN
BODYIMAGE
REMAJA
PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK/OBES DI
SMA BUDI MULIA BOGOR
MELDARIA LINGGA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Adolescent at SMA Budi Mulia Bogor. Under the guidance of Ali Khomsan.
Objectives of this research were to analyze of nutrition knowledge, eating habits, physical activity, nutritional status and body image of normal and overweight/obese female adolescent at SMA Budi Mulia Bogor. Number of sample was 35 normal and 25 overweight/obese female students aged 15-18 years old. Body image was measured using Stunkard (1983) figures consist of 9 pictures representing body shape from very thin to fat. The socio-economic background of subjects was relatively not different between normal female adolescent and overweight/obese. The results of this study shows that the level of nutrition knowledge was fair (56.7%). Most of the energy (83.3%) and protein (65%) adequacy level samples were categorized as highly deficit. As many as 67% of samples had positive perception of body image. The normal female adolescent had more negative perceptions of body image than overweight/obese female adolescent. Nutritional status correlated significantly with physical activity (r= -0.280; p= 0.030) and body image (r= 0.387; p= 0.002).
RINGKASAN
MELDARIA LINGGA. Studi tentang Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan,
Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Body Image Remaja Putri yang Berstatus Gizi
Normal dan Gemuk/Obes di SMA Budi Mulia Bogor. Dibimbing oleh Ali
Khomsan.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan
gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi dan body image remaja putri
yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, pengetahuan gizi) remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes, 2) mengetahui karakteristik keluarga remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obesitas, 3) mempelajari pengetahuan gizi, kebiasaan
makan dan aktivitas fisik dan persepsi body image remaja putri yang berstatus
gizi normal dan gemuk/obes, 4) menganalisis perbedaan antara pengetahuan
gizi, body image, kebiasaan makan dan aktivitas fisik pada remaja putri yang
berstatus gizi normal dan gemuk/obes, 5) menganalisis hubungan antara status gizi remaja putri dengan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik dan
body image remaja putri.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan
di SMA Budi Mulia Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive.
Pengumpulan data primer dilakukan selama bulan September hingga November 2011. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah remaja putri, berusia 15-18 tahun, tidak dalam keadaan sakit, memiliki status gizi normal dan gemuk berdasarkan hasil pengukuran IMT/U dan bersedia untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan remaja untuk mengetahui jumlah remaja putri SMA yang memiliki status gizi normal dan gemuk/obes yang selanjutnya diberi kuesioner penelitian. Jumlah contoh untuk remaja status gizi normal sebanyak 35 orang dan jumlah contoh untuk remaja yang berstatus gizi gemuk/obes sebanyak 25 orang. Data yang
diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia
statistik dengan menggunakan alat bantu program komputer Microsoft Excell dan
SPSS for Windows versi 16.0. Untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Pearson dan Rank Spearman.
Sebagian besar (78.3%) remaja putri berusia 16 tahun. Sebagian besar (92%) remaja putri berasal dari daerah Bogor. Besar keluarga kedua kelompok remaja putri merupakan keluarga kecil (58.3%) dan sedang (41.7%). Sebagian besar orangtua remaja putri (50%) bekerja sebagai pegawai swasta. Hanya 13.3% orangtua dari remaja putri bekerja sebagai PNS. Sebagian besar remaja putri memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan terakhir SMA (43.3%) dan perguruan tinggi (48.3%). Terdapat orangtua yang memiliki tingkat pendidikan terakhir hanya sampai SD (1.7%). Sebesar 23.3% orangtua remaja putri memiliki pendapatan perbulan >Rp 5 000 000. Terdapat 8.3% remaja putri yang memiliki orangtua dengan pendapatan perbulan <Rp 2 000 000.
kali/hari dan sisanya sebesar 46.7% terbiasa makan dengan frekuensi 1-2 kali/hari. Sebagian besar (55%) remaja putri terbiasa melakukan sarapan sebelum berangkat sekolah. Sebagian besar (81.7%) remaja putri menyatakan suka mengonsumsi sayur dan sebagian besar (98.3%) remaja putri menyukai buah. Lebih dari separuh tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri tergolong defisit tingkat berat, hal ini karena sebagian besar remaja putri memiliki konsumsi pangan yang kurang baik.
Sebagian besar remaja putri (88.3%) memiliki tingkat aktivitas fisik yang sangat ringan. Hal ini dikarenakan aktivitas remaja putri sebagian besar dihabiskan untuk sekolah dan tidur yang merupakan rutinitas serta sebagian besar remaja putri mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata
pelajaran olahraga. Remaja putri sebagian kecil mengetahui tentang body image
dan sebagian besar menyatakan bahwa merasa cukup penting untuk
memperhatikan bentuk tubuh. Sebagian besar memiliki persepsi body image
yang positif atau remaja putri memiliki penilaian terhadap bentuk tubuh yang sesuai dengan status gizinya. Hanya sebagian kecil remaja putri mengaku
melakukan upaya pencapaian tubuh ideal dengan melakukan diet. Hasil uji t
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia, besar keluarga, pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua dan tingkat pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05).
Berdasarkan uji korelasi Spearmen, terdapat hubungan yang signifikan
antara status gizi dengan aktivitas fisik (r= -0.280; p= 0.030). Hal ini bermakna, walaupun status gizi remaja putri baik akan tetapi remaja putri tidak meningkatkan aktivitas fisiknya. Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan body image (r= 0.387; p= 0.002), hal ini berarti bahwa semakin positif
body image yang dimiliki remaja putri belum tentu semakin baik status gizinya.
Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara status gizi dengan kebiasaan makan (r= 0.034; p= 0.794), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kebiasaan makan remaja putri belum tentu remaja putri memiliki status gizi yang baik (normal). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pengetahuan gizi remaja putri (r= 0.043; p= 0.747), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status gizi remaja putri belum tentu pengetahuan gizi remaja putri semakin baik.
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya remaja putri memiliki
persepsi body image yang positif sehingga tidak melakukan diet-diet ketat yang
menyebabkan defisiensi energi dan zat-zat gizi. Selain itu kebiasaan makan
remaja putri juga perlu diperbaiki terutama dalam hal frekuensi makan dan meal
STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN,
AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI DAN
BODYIMAGE
REMAJA
PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK/OBES DI
SMA BUDI MULIA BOGOR
MELDARIA LINGGA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Nama : MELDARIA LINGGA
N I M :I14070022
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS NIP. 19600202 198403 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
anugerah, pertolongan dan penyertaanNya sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis pada kesempatan ini ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Papa dan Mama tercinta serta adik-adikku (Ani, Atik, Mira) atas doa dan
dukungannya selama ini yang memotivasi dan menguatkan penulis
melalui proses ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen
penguji skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan.
4. Kepada Dra. Cecilia Hendrawati selaku Kepala Sekolah SMA Budi Mulia
Bogor yang telah memberikan izin serta para guru dan pegawai terutama
Ibu Ester yang membantu penelitian ini serta siswi kelas XI SMA Budi
Mulia Bogor periode 2010/2011 yang telah bersedia ikut serta dalam
penelitian ini.
5. Jhon Antony Riandi Purba atas doa, dukungan dan semangat yang
diberikan kepada penulis terutama saat melalui masa-masa sulit
penyelesaian tugas akhir
6. Teman-temanku seperjuangan di Departemen Gizi Masyarakat Krisna
dan Stefany, Erika, Armi, Adit, Leo, Rio, Yosepin, Riri, Imam, Weny dan
Mba Wiwi atas dukungannya selama ini serta teman-teman Luminaire
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
kelancaran penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan
informasi bagi semuanya.
Bogor, November 2011
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Jantiaman
Lingga dan Ibu Linceria Sianturi. Tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan
di TK Sandykara Putra Pematangsiantar. Tahun 2001 penulis lulus dari SD
Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar. Penulis melanjutkan studinya di SLTP
Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya
penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 2 Pematangsiantar dan lulus pada
tahun 2007. Bulan Juni 2007, penulis dinyatakan diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun
2010 penulis menjalani Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cipayung Girang dan
mengikuti Intrenship Dietetik di RSUD Ciawi. Selama menempuh pendidikan di
IPB, penulis cukup aktif di organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan
Mahasiswa Gizi, Organisasi Daerah IKANMASS dan Parmasi, serta Komisi
Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis pernah menjabat sebagai
Kepala Divisi Paduan Suara Komisi Kesenian (2009-2010) Persekutuan
Mahasiswa Kristen IPB. Penulis pernah menjadi panitia pada acara Seminar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...xi
DAFTAR GAMBAR ...xii
DAFTAR LAMPIRAN ...xiii
PENDAHULUAN ...1
Latar Belakang ...1
Tujuan Penelitian ...2
Tujuan Umum ...2
Tujuan Khusus ...2
Hipotesis Penelitian ...3
Kegunaan Penelitian ...3
TINJAUAN PUSTAKA ...4
Remaja ...4
Karakteristik Keluarga ...5
Besar Keluarga ...5
Pendidikan Orangtua ...5
Pekerjaan Orangtua ...6
Pendapatan Orangtua ...6
Pengetahuan Gizi ...6
Kebiasaan Makan ...8
Kebiasaan Sarapan Pagi ...9
Kebiasaan Konsumsi Buah dan Sayur ...9
Kebiasan Mengonsumsi Fast Food dan Soft Drink ...9
Kebiasaan Mengonsumsi Camilan ...10
Penilaian Konsumsi Makanan ...10
Aktivitas Fisik ...11
Body Image ...12
Status Gizi ...13
Overweight dan Obesitas ...14
KERANGKA PEMIKIRAN ...16
METODE PENELITIAN ...19
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ...19
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ...19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...19
Definisi operasional ...24
HASIL DAN PEMBAHASAN ...26
Keadaan Umum Sekolah ...26
Karakteristik Remaja Putri ...26
Usia Remaja Putri ...26
Asal Daerah Remaja Putri ...27
Karakteristik Keluarga Remaja Putri ...27
Besar Keluarga ...27
Pekerjaan Orangtua ...28
Pendidikan Orangtua ...29
Pendapatan Orangtua ...29
Pengetahuan Gizi ...29
Kebiasaan Makan ...32
Aktivitas Fisik ...37
Intik Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Gizi ...38
Tingkat Kecukupan Energi ...39
Tingkat Kecukupan Protein ...40
Body Image ...41
Persepsi terhadap Tubuh Aktual ...42
Harapan Bentuk tubuh ...43
Persepsi Bentuk Tubuh Ideal, Kurus dan Gemuk ...44
Upaya Pencapaian Tubuh Ideal ...47
Hubungan antara Status Gizi dengan Beberapa Variabel ...47
KESIMPULAN DAN SARAN ...49
Kesimpulan ...49
Saran ...49
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan ...23
2. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) ...23
3. Sebaran remaja putri berdasarkan karakteristik individu
dan status gizi ...27
4. Sebaran remaja putri berdasarkan kondisi sosial
ekonomi keluarga dan status gizi ...28
5. Sebaran remaja putri berdasarkan jawaban yang benar
dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi ...30
6. Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pengetahuan
gizi dan status gizi ...31
7. Sebaran remaja putri berdasarkan skor kebiasaan
makan dan status gizi ...32
8. Sebaran remaja putri berdasarkan frekuensi makan
dan kebiasaan sarapan ...33
9. Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan
mengonsumsi sayuran dan buah-buahan ...34
10. Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan mengonsumsi camilan, jenis camilan yang dikonsumsi
dan kebiasaan jajan di sekolah ...36
11. Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan
mengonsumsi fast food dan soft drink ...37
12. Sebaran remaja putri berdasarkan aktivitas fisik ...37
13. Sebaran remaja putri berdasarkan aktivitas fisik dan
status gizi ...38
14. Rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan
energi dan protein remaja putri ...39
15. Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat kecukupan
energi dan status gizi ...40
16. Sebaran remaja putri menurut tingkat kecukupan
protein dan status gizi ...41
17. Sebaran remaja putri berdasarkan pengetahuan dan
pentingnya body image menurut status gizi ...42
18. Sebaran remaja putri berdasarkan status gizi dan
persepsi terhadap tubuh aktual ...43
19. Sebaran remaja putri berdasarkan harapan bentuk
tubuh ...43
20. Sebaran remaja putri berdasarkan persepsi bentuk
tubuh ideal, kurus dan gemuk ...45
21. Sebaran remaja putri berdasarkan mispersepsi tentang
bentuk tubuh ...46
1. Penilaian persepsi tubuh metode Figure Rating Scale (FRS) ...13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,
yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pada masa ini,
remaja mengalami pubertas dan perkembangan tubuh atau perubahan fisik yang
drastis. Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah
remaja menjadi amat memperhatikan tubuh (body image) mereka dan
membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya dan
hal ini dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar mereka (Arisman 2004). Citra tubuh
adalah “gambar mental” yang dimiliki oleh seorang remaja terhadap tubuhnya,
seperti: perasaan dan pikiran subjektif tentang tubuh dan anggota tubuh;
pengalaman tubuh termasuk persepsi terhadap ukuran tubuh; serta perasaan
cemas terhadap tubuh dan perilaku yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh
remaja karena tidak nyaman dengan tubuhnya (Abramson 2007).
Remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki
lebih banyak citra tubuh (body image) yang negatif dibandingkan dengan remaja
putra selama masa pubertas. Juga sejalan dengan berlangsungnya perubahan
pubertas, remaja putri seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan
tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra
menjadi lebih puas dengan memasuki masa pubertas, mungkin karena masa otot
mereka meningkat. Penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat
berpengaruh pada rasa percaya diri remaja. Penampilan fisik secara konsisten
berkorelasi paling kuat dengan rasa percaya diri secara umum (Santrock 2003).
Abramson (2007) menyatakan bahwa tingkat ketidakpuasan terhadap
tubuh tidak dihubungkan dengan besarnya kelebihan berat badan. Hal ini berarti
bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh tidak hanya terjadi pada individu
yang memiliki kelebihan berat badan, melainkan juga dapat terjadi pada individu
yang tidak memiliki kelebihan berat badan. Hasil penelitian Isnani (2011)
menyatakan bahwa persentase remaja normal yang memiliki persepsi tubuh
negatif adalah sebanyak 60%.
Body image yang ada pada remaja ini mengakibatkan remaja memiliki
kebiasaan makan yang salah untuk mendapatkan bentuh tubuh ideal yang
mereka inginkan. Remaja putri sering melakukan diet yang salah bahkan sengaja
tidak makan. Remaja perempuan yang pada masa awal remajanya merasa
dua tahun ke depan. Penelitian terakhir lainnya, ditemukan pula bahwa remaja
perempuan yang mengalami masa transisi puber adalah remaja yang memiliki
kecenderungan terbesar untuk melakukan diet atau menjalani pola makan yang
terganggu. Gangguan makanan yang paling menonjol adalah anoreksia nervosa
dan bulimia (Santrock 2003).
Remaja membutuhkan asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan
gizinya. Energi yang cukup digunakan untuk mempertahankan hidupnya agar
tetap sehat, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Banyak
faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, diantaranya kecukupan energi,
sikap individu seperti kebiasaan makan, aktivitas fisik, pendidikan dan
pengetahuan tentang gizi, dan riwayat penyakit yang pernah diderita. Upaya
untuk mencapai status gizi yang baik dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya adalah dengan mengatur makanan yang dikonsumsi dengan menu
yang sehat dan seimbang. Menu seimbang adalah susunan hidangan beberapa
macam makanan yang mengandung energi dan zat gizi secara cukup, baik jenis
maupun jumlahnya (Suharjo & Riyadi 1999). Konsumsi makanan seseorang
dipengaruhi oleh kebiasaan makannya.
Remaja putri yang ada di SMA Budi Mulia Bogor tergolong ke dalam
kelompok remaja yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat dan membutuhkan status gizi yang baik untuk melakukan aktivitasnya
setiap hari. Selain itu, remaja putri yang ada di SMA Budi Mulia Bogor mungkin
memiliki body image yang negatif. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk
menggali lebih jauh mengenai pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik
status gizi dan body image remaja putri di SMA Budi Mulia Bogor.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengetahuan
gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi dan body image remaja putri
yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, pengetahuan gizi) remaja
persepsi body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan
gemuk/obes.
4. Menganalisis perbedaan antara pengetahuan gizi, body image, kebiasaan
makan dan aktivitas fisik pada remaja putri yang berstatus gizi normal dan
gemuk/obes.
5. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan pengetahuan gizi,
kebiasaan makan, aktivitas fisik dan body image remaja putri.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi, body image,
kebiasaan makan dan aktivitas fisik remaja putri yang berstatus gizi
normal dan gemuk/obes.
2. Terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan gizi, frekuensi
makan, kebiasaan sarapan aktivitas fisik dan body image dengan status
gizi remaja putri.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
peningkatan pengetahuan gizi bagi remaja, khususnya remaja putri SMA Budi
Mulia Bogor terkait pentingnya asupan energi dan protein untuk masa
pertumbuhan. Selain itu, remaja putri SMA Budi Mulia Bogor dapat
menumbuhkan positive body image dan mengetahui cara menjaga tubuh agar
tetap sehat serta penyuluhan menu seimbang untuk mengurangi tindakan diet
yang tidak tepat, sehingga tidak terjadi kesalahan kebiasaan makan dalam
melakukan upaya pencapaian tubuh ideal yang berbahaya bagi kesehatan
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Istilah remaja (adolescence) menunjukkan suatu tahap perkembangan
antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini dibedakan atas tiga, yaitu usia 12-15 tahun
merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan usia
18-21 tahun merupakan masa remaja akhir (Mar’at 2009). Masa remaja
merupakan masa pencarian identitas dimana sering terjadi trial and error. Pada
masa ini remaja mengalami tekanan yang hebat dari teman sebaya dan media
khususnya yang berkaitan dengan body image. Remaja membutuhkan gizi yang
tinggi dan pemilihan makanan selama masa remaja sangat mempengaruhi
kesehatan, baik saat ini maupun untuk masa yang akan datang (Sizer & Whitney
2000).
Remaja adalah periode pematangan pikiran dan tubuh. Seiring dengan
pertumbuhan fisik pada masa pubertas terjadi perkembangan emosional dan
intelektual yang sangat cepat. Pada masa remaja awal, remaja memiliki
karakteristik sebagai berikut: sibuk dengan citra tubuh, menghormati orang
dewasa dan cemas tentang hubungan peer. Remaja pada tahap ini bersedia
untuk melakukan atau mencoba sesuatu yang membuat mereka terlihat lebih
baik dan meningkatkan citra tubuh mereka (Mahan & Escoot 2004).
Masa remaja merupakan periode penting dimana berlangsung perubahan
biologis, sosial dan kognitif. Remaja memiliki kebutuhan gizi yang khusus karena
memiliki pertumbuhan yang cepat (massa tubuh, massa lemak, mineralisasi
tulang) dan perubahan kedewasaan yang berhubungan dengan masa pubertas.
Survei gizi yang dilakukan menunjukkan bahwa banyak remaja tidak memenuhi
rekomendasi diet yang sesuai untuk kelompok usia mereka dan memiliki asupan
makanan yang kurang kalsium, besi, riboflavin, vitamin A dan vitamin C serta
beberapa remaja memiliki masalah dengan kelebihan pola makan dan obesitas
(Bowman & Russell 2001).
Remaja adalah suatu periode di mana terjadi kematangan seksual dan
tubuh mencapai bentuk dewasa yang sudah tetap. Suatu kecenderungan kearah
pertambahan tinggi dan berat badan. Masalah medis pada masa remaja meliputi
adalah kurang konsumsi pangan, faktor gaya hidup, penyakit infeksi dan masalah
kesehatan lainnya. Kurang konsumsi pangan disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor psikologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor psikologi adalah pola makan,
kebiasaan makan, gangguan makan dan faktor sosial ekonomi seperti akses
terhadap pangan dan ketersediaan pangan. Kurang konsumsi pangan
menyebabkan kekurangan zat gizi makro dan mikro serta berbagai penyakit
kronik yang menyertainya.
Karakteristik Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik
dan dibesarkan. Fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik,
mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta
memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga
sejahtera (BKKBN 2009). Karakteristik keluarga remaja putri dalam penelitian ini
terdiri dari: besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan
pendapatan orangtua.
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya yang sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang
dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas
maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi
keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan
pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur
1982).
Pendidikan Orangtua
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut,
cara berpikir, cara pandang bahkan persepsi terhadap suatu masalah
6
mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi yang
dapat meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin mudah seseorang dalam menerima informasi (Hidayat 2004 dalam
Fitriadini 2010). Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan orangtua juga
berpengaruh terhadap tingkat pemahaman terhadap perawatan kesehatan,
higiene dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga (Sukandar 2007).
Pekerjaan Orangtua
Bekerja dimaksudkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara
teratur dan berkesinambungan dalam suatu jangka waktu tertentu dengan tujuan
yang jelas, yaitu untuk menghasilkan/mendapatkan sesuatu dalam bentuk uang,
benda, jasa, maupun ide (Santrock 2007). Pendidikan dan pekerjaan adalah dua
karakteristik seseorang yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan
jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan akhirnya akan
mempengaruhi pendapatan yang diterimanya (Sumarwan 2004). Jenis pekerjaan
yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan
kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan
yang diterima (Suhardjo 1989).
Pendapatan Orangtua
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari hasil
pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan
kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan
maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Penurunan daya
beli akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas
pelayanan kesehatan (Sukandar 2007). Status ekonomi dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak, hal ini dapat terlihat saat anak dengan
sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan kebutuhan gizinya sangat cukup baik
dibandingkan anak dengan sosial ekonomi rendah (Hidayat 2004 dalam Fitriadini
2010).
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo 1993). Pengetahuan
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi seseorang. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya
(Irawati & Fachrurozi 1992 dalam Khomsan et al. 2007).
Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan
kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang
dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985).
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan:
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh
yang optimal, pemeliharaan dan energi.
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Individu yang memiliki pengetahuan yang baik akan mempunyai
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun
pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan
(Nasoetion & Khomsan 1995). Menurut Williams (1993) dalam Khomsan et al
(2007), masalah yang menyebabkan gizi salah adalah tidak cukupnya
pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang
baik. Pada usia belasan masih sering dijumpai pengertian yang kurang tepat
mengenai kontribusi gizi dari berbagai makanan. Oleh karena itu timbullah
penyakit gizi salah yang merugikan kecerdasan dan produktivitas.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara
terstruktur dengan kuesioner. Menurut Madanijah (2004), kedalaman pertanyaan
disesuaikan dengan karakteristik responden. Jawaban dinilai dengan skor yaitu
tahu/tidak tahu, kurang tepat/tahu dengan tepat, tidak tahu/kurang tahu/tahu.
Penilaian tingkat pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan cara:
a. Nilai/skor setiap jawaban dijumlahkan
b. Pengkategorian tingkat pengetahuan gizi adalah:
8
• Cukup : 60-80% jawaban benar
• Kurang: <60% jawaban benar.
Kebiasaan Makan
Makanan merupakan kebutuhan vital yang diperlukan oleh seluruh tubuh
makhluk hidup. Bagi manusia makanan tidak hanya berfungsi untuk
mengenyangkan, tetapi yang lebih penting lagi adalah fungsinya dalam
memelihara kesehatan tubuh melalui manfaat zat-zat gizi yang terkandung
didalamnya. Untuk memperoleh kesehatan tubuh yang optimal, perlu diketahui
kualitas susunan makanan yang baik dan jumlah makanan yang seharusnya
dimakan (Harper et al. 1985). Kebiasaan makan adalah faktor penting yang
mempengaruhi status gizi dan kesehatan seseorang khususnya remaja yang
membutuhkan asupan gizi yang cukup dalam perkembangannya (Wirakusumah
1994).
Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan
makan dan makanan, tata cara makan, frekuensi makan seseorang, pola
makanan yang dimakan, pantangan, distibusi makanan dalam anggota keluarga,
preferensi terhadap makanan dan cara memilih bahan pangan. Kebiasaan
makan akan tercermin dalam cara-cara seseorang memilih makanan beragam
sesuai dengan golongan etnik dimana seseorang tersebut berasal atau berada
(Suhardjo 1989).
Menurut Wirakusumah (1994) kebiasaan makan keluarga menjadi contoh
bagi generasi muda dalam keluarga tersebut. Kebiasaan makan dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan seperti lingkungan budaya, alam serta populasi.
Kebiasaan makan dipengaruhi oleh lingkungan khususnya budaya, secara umum
sulit untuk diubah. Kebanyakan orang membatasi makanan yang mereka makan
sesuai dengan yang mereka sukai atau nikmati. Nasution dan Khomsan (1995)
menyatakan bahwa remaja telah mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan
yang disenangi. Pada masa remaja kebiasaan makan telah terbentuk.
Para ahli antropologi berpendapat bahwa kebiasaan makan keluarga dan
susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga
tersebut yang disebut gaya hidup (life style). Kebiasaan makan yang salah satu
akan mempengaruhi konsumsi pangan, terutama dalam hal ini penyerapan
Kebiasaan Sarapan Pagi
Sarapan adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan
aktivitas yang lain pada hari itu. Melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25%
dari kebutuhan total energi harian (Khomsan 2002). Kebiasaan sarapan sangat
penting karena semua makanan yang berasal dari makan malam, sesudah
kira-kira empat jam meninggalkan lambung, sehingga lambung sudah tidak terisi lagi
sampai pagi hari (Suhardjo 1989). Menurut Khomsan (2002) terdapat dua
manfaat sarapan, yaitu: Pertama, sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang
siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah
yang normal, gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak
positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, sarapan akan memberikan
kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein,
lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk
berfungsinya berbagai proses fisiologis dalam tubuh.
Kebiasaan Konsumsi Buah dan Sayur
Salah satu sumber bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi
adalah buah dan sayur (Hardinsyah & Martianto 1988). Buah dan sayur
disarankan untuk dikonsumsi oleh seseorang dalam piramida kesehatan.
Menurut (Drapeau et al. 2004), konsumsi buah dan sayuran dapat mencegah
kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar dan tidak menimbulkan
kelebihan lemak dan sebagainya. Buah dan sayur dapat menjadi makanan
selingan yang sangat baik karena mengenyangkan rendah lemak, serta kaya
akan vitamin yang diperlukan oleh tubuh.
Kebiasan Mengonsumsi Fast Food dan Soft Drink
Obesitas terutama berkaitan dengan pola makan. Fast food (makanan
cepat saji), snack, dan soft drink termasuk jenis makanan tidak sehat yang bisa
memicu overweight dan obesitas. Fast food merupakan jenis makanan dengan
kandungan lemak dan atau kalori tinggi, namun rendah gizi terutama protein
yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan (Aini 2008).
Fast food (makanan cepat saji) semakin menjamur dimana-mana, hal ini
0
lemak tinggi, tetapi kandungan seratnya rendah. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Kestler (1995) bahwa sebagian besar fast food tinggi
kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya, akan tetapi rendah kandungan
gizinya. Kebiasaan mengonsumsi fast food yang berlebihan dan tidak
dikombinasikan dengan buah dan sayuran segar sebagai sumber serat telah
memicu berbagai macam penyakit (Wirakusumah 2007). Fast food yang popular
saat ini terdiri dari hamburger, kentang goreng (french fries), pizza, doughnuts,
fried chicken, dan hot dogs.
Kebiasaan mengonsumsi pangan yang nutrisinya kurang, seperti fast
food dapat menganggu status gizi seseorang karena dapat menyebabkan
obesitas, resiko terkena hipertensi dan penyakit degeratif lain. Hal ini karena fast
food umumnya tinggi kalori, lemak dan garam, tetapi miskin zat gizi yang lain.
Seperti halnya fast food, minuman ringan (soft drink) terbukti memiliki
kandungan gula yang tinggi sehingga berat badan akan cepat bertambah bila
mengonsumsi minuman ini. Obesitas dapat dicegah sejak dini. Obesitas pada
anak dapat berkelanjutan hingga dewasa dan sulit diatasi (Aini 2008).
Kebiasaan Mengonsumsi Camilan
Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan mengonsumsi camilan dapat
menjadi baik, namun dapat berdampak buruk pula. Apabila camilan yang diasup
baik seperti cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain, dapat menyumbangkan
sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan utama. Namun
apabila camilan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum rendah zat gizi,
maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko overweight dan obesitas.
Penilaian Konsumsi Makanan
Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan
dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Penilaian konsumsi
makanan secara umum bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan
gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat
kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap konsumsi makanan tersebut. Sedangkan secara lebih khusus bertujuan
antara lain untuk menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan
kelompok masyarakat, menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan
individu, menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi
makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu metode kualitatif dan
kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi
makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali
informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh
bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan
bersifat kualitatif antara lain metode food frequency, dietary history, telephone,
dan food list. Sedangkan metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah makanan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) atau daftar lainnya. Metode-metode untuk pengukuran
konsumsi secara kuantitatif antara lain metode food recall 24 jam, perkiraan
makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), food
account, inventory method, dan pencatatan (household food records) (Gibson
1990).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan
bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa
berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006).
Menurut Katahn (1987) dalam Novikasari (2003), kegiatan fisik cukup
besar pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan. Semakin aktif seseorang
melakukan aktivitas fisik, energi yang diperlukan semakin banyak. Tubuh yang
besar memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan tubuh yang kecil
untuk melakukan kegiatan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar (80%) dari peserta melaporkan bahwa aktivitas fisik dapat mengendalikan
berat badan mereka (Malinauskas et al. 2006). Angka kebutuhan individu
disesuaikan dengan aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU/2001). Aktivitas fisik dan
2
menentukan kebutuhan energi. AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat
badan dan tinggi badan (Almatsier 2006).
Body Image
Body image merupakan perasaan, pencitraan, perilaku seseorang yang
berhubungan dengan tubuhnya. Pengidentifikasian adanya gangguan body
image dapat dilakukan secara persepsi, subyektif dan perilaku (Heinberg et al.
1996). Body image mengacu pada perasaan positif atau negatif dan persepsi diri
mengenai ketertarikan fisik. Persepsi body image berbeda satu dengan yang
lainnya bergantung tingkat kematangan, perubahan yang terjadi menurut waktu,
situasi dan pengalaman satu dengan yang lainnya (Mandleco 2004).
Kebanyakan remaja putri mengacu pada konsep tubuh ideal yang umum
yaitu kurus dan tinggi dalam membangun citra dirinya. Hasil penelitian pada
mahasiswa putri di Jepang dan Cina menunjukkan bahwa meskipun prevalensi
mahasiswa yang kelebihan berat badan sangat rendah, tetapi mayoritas subyek
perempuan di kedua negara memiliki keinginan untuk menjadi lebih kurus
(Sakamaki Ruka et al. 2005).
Ukuran tubuh yang ideal bagi seorang wanita identik dengan langsing.
Jika seorang wanita memiliki tubuh yang langsing, maka dia memiliki tubuh yang
indah yang diantaranya ditandai dengan perut yang rata, pinggang yang tidak
berlipat, paha dan betis yang kencang, dan pergelangan tangan yang berukuran
sedang (untuk wanita berukuran 13.97 – 16.51 cm). Bagi sebagian besar wanita
tubuh yang indah adalah impian. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan
impian tersebut maka wanita berusaha keras untuk menjadikan tubuh ideal
(Insintos 1997). Rini (2004) menjelaskan bahwa sebenarnya berat badan ideal
bisa diwujudkan dengan mengonsumsi energi sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan sehingga tidak ada penimbunan energi dalam tubuh dalam bentuk
lemak, atau sebaliknya penggunaan lemak tubuh sebagai sumber energi kurang.
Persepsi tubuh merupakan suatu hal yang abstrak dan tidak dapat diukur
secara langsung. Oleh karena itu diperlukan suatu instrumen yang dapat
mengkongkretkan persepsi tubuh sehingga dapat diukur secara langsung. Figure
Rating Scale (FRS) dikembangkan oleh Stunkard et al. pada tahun 1983. FRS
terdiri dari sembilan skema gambar yang memiliki interval dari sangat kurus
dengan skor 1 sampai sangat gemuk dengan skor 9. Skala tersebut digunakan
untuk mengukur persepsi tubuh. Remaja putri yang menjadi contoh dalam
kesulitan menjawab pertanyaan, dan penggunaan waktu.
Gambar 1 Penilaian persepsi tubuh metode Figure Rating Scale (FRS)
Status Gizi
Status gizi adalah salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkan dari
asupan, penyerapan, dan penggunaan pangan serta terjadinya infeksi, trauma,
dan faktor metabolik yang mungkin terjadi karena adanya patologi (Riyadi 1995).
Status gizi seseorang merefleksikan seberapa jauh kebutuhan fisiologis akan
nutrisi telah dapat dipenuhi (Hammond 2000 dalam Patriasih et al. 2009). Bila zat
gizi dikonsumsi dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan
metabolisme, maka perkembangan yang baik, menjaga kesehatan, mendukung
aktivitas fisik, dan membantu mencegah terjadinya penyakit. Sebaliknya bila zat
gizi dikonsumsi dalam jumlah terlalu banyak atau sedikit, maka tubuh akan
beradaptasi untuk mencapai keadaan homeostatik sehingga fungsi fisiologis
tetap terjaga. Bila keadaan kelebihan atau kekurangan ini berlangsung lama
akan berakibat pada terjadinya gangguan pada fungsi tubuh dan timbulnya
penyakit.
Penilaian status gizi idealnya dilakukan dengan memperhatikan riwayat
medis, asupan gizi, pengukuran antropometri, serta data hasil analisis
laboratorium. Dalam penelitian ini, status gizi diukur berdasarkan penilaian
antropometri berat badan dan tinggi badan (Patriasih et al. 2009). Metode
antropometri melibatkan pengukuran fisik dan komposisi tubuh aktual.
Pengukuran yang dilakukan dengan metode antropometri relatif lebih cepat,
4
Pengukuran tubuh manusia telah digunakan dalam praktek ilmu medis
dan penelitian selama berabad-abad. Tekhnik pengukuran yang paling banyak
digunakan adalah pengukuran berat dan tinggi, yang sering digabungkan
sebagai Indeks Massa Tubuh (IMT, dalam kg/m2) untuk menunjukkan status gizi
seseorang. IMT digunakan untuk mengkategorikan underweight, berat badan
normal, kelebihan berat badan, dan obesitas (Wells et al. 2007).
Overweight clan Obesitas
Kegemukan sering kali disamakan dengan obesitas, padahal kedua istilah
tersebut memiliki arti yang berbeda. Kegemukan adalah kondisi berat tubuh
melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat
tubuh akibat pertumbuhan lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi
20% dan 25% dari berat tubuh (Rimbawan & Siagian 2004). Menurut data hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 terdapat 2.1 persen kasus
kelebihan berat badan atau obesitas berdasarkan indeks massa tubuh terhadap
umur (IMT/U) pada penduduk berusia 16-18 tahun di Provinsi Jawa Barat.
Faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan.
Pengaruhnya sendiri sebenarnya belum jelas, tetapi memang ada bukti yang
mendukung fakta bahwa keturunan merupakan faktor penguat terjadinya
kegemukan. Dari hasil penelitian gizi di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa
anak-anak dari orangtua normal mempunyai 10% peluang menjadi gemuk. Peluang
itu akan meningkat menjadi 40-50% bila salah satu dari orangtuanya menderita
obesitas, dan akan meningkat lagi menjadi 70-80% bila kedua orangtuanya
menderita obesitas (Wirakusumah 1994).
Obesitas merupakan salah satu faktor utama yang memicu munculnya
berbagai penyakit tidak menular termasuk hipertensi, stroke, dan diabetes
mellitus (kencing manis). Peningkatan kasus-kasus penyakit yang dipicu oleh
obesitas tersebut tentunya akan menambah beban pemerintah dan masyarakat
(Siswono 2009). Beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas pada masa
kanak-kanak diikuti dengan akibat serius di masa dewasa (Guillaume Michèle
1999). Prevalensi obesitas yang terus meningkat secara dramatis dari sekitar
9.4% pada National Health and Nutrition Examination Survey/NHANES I
(1971-1974) menjadi 14.5% pada NHANES II (1976-1980), 22.5% pada NHANES III
(1988-1994), dan 30% pada survey tahun 1999-2000. Angka obesitas pada
perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan karakteristik
KERANGKA PEMIKIRAN
Masa remaja merupakan masa penting bagi perkembangan perilaku diet
yang berlangsung terus-menerus sampai dewasa. Kesehatan remaja tergantung
pada asupan makanannya yang berfungsi untuk menyediakan energi dan gizi
yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan fisik, sosial dan perkembangan
kognitif yang optimal (Akman et al. 2010). Remaja sering mengalami gangguan
makan yang ditandai dengan perubahan perilaku makan menjadi kurang baik,
persepsi tentang bentuk tubuh (konsep body image) dan pengaturan berat badan
yang kurang tepat (Ando et al. 2007). Kekhawatiran tentang berat badan pada
remaja putri adalah salah satu penyebab munculnya gangguan makan pada
remaja (Sakamaki et al. 2005).
Konsep body image yang sudah melekat pada diri seorang remaja putri
diduga akan berhubungan dengan perilaku makan dan perilaku sehatnya.
Seseorang yang menginginkan agar tubuhnya tetap menarik dan indah
dipandang mata (berat badan dan tinggi badan ideal) seringkali menjaga perilaku
makan dan perilaku sehatnya. Konsep body image ini dapat mengarah ke arah
yang positif dan negatif. Konsep body image negatif pada remaja umumnya
menjadikan remaja cenderung menghalalkan segala macam cara untuk
memperoleh penampilan fisik yang menarik. Remaja melakukan diet tanpa
pengetahuan gizi yang benar dan melakukan aktivitas fisik yang berlebihan agar
tubuhnya sesuai dengan yang diinginkannya. Dalam studi yang dilakukan pada
remaja putri di Turki menunjukkan bahwa remaja tidak memiliki pola makan yang
sehat (Akman et al. 2010).
Status gizi seseorang dapat secara langsung dipengaruhi oleh kebiasaan
makan dan riwayat penyakit (Riyadi 2003) sedangkan secara tidak langsung
dipengaruhi oleh karakteristik keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang
tua, dan tingkat pengeluaran perkapita per bulan) dan karakteristik individu (usia,
pendidikan, tingkat pengetahuan gizi dan aktivitas fisik) (Suhardjo 1989). Dalam
penelitian ini, variabel kebiasaan makan terdiri dari kebiasaan sarapan pagi,
kebiasaan konsumsi buah dan sayur, frekuensi makan, kebiasaan mengonsumsi
fast food dan soft drink serta kebiasaan mengonsumsi camilan. Kebiasaan
makan ini dipengaruhi oleh persepsi body image yang melekat pada diri seorang
remaja putri.
Pengetahuan gizi, kebiasaan makan dan preferensi bentuk tubuh
sosial ekonomi. Media massa dan gambar dalam majalah fashion memiliki
dampak yang kuat pada persepsi remaja putri tentang berat dan bentuk tubuhnya
(Sakamaki et al. 2005). Selain itu, keinginan remaja untuk mendapatkan tubuh
ideal dan indah dipengaruhi oleh harapannya tentang bentuk tubuhnya, keluarga,
maupun teman sebayanya. Hal ini akan berakibat pada status gizi remaja putri
STATUS GIZI
(I MT/U)
Normal dan Gemuk/Obes
Faktor
Genetik
Teman
sebaya
Media
8
Karakteristik keluarga:
• Besar keluarga
• Pendapatan orang tua • Pendidikan orang tua • Pekerjaan orang tua
Karakteristik individu:
• Usia • Pendidikan • Pengetahuan gizi • Aktivitas fisik
Kebiasaan Makan
• Kebiasaan sarapan pagi
• Kebiasaan konsumsi buah dan sayur • Frekuensi makan
• Kebiasaan konsumsi fast food dan
soft drink
• Kebiasaan konsumsi camilan
Body Image
[image:31.595.51.521.48.797.2]• Harapan tentang bentuk tubuh • Penilaian terhadap tubuh ideal • Upaya pencapaian tubuh ideal
Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: variabel yang diteliti
:variabel yang tidak diteliti
:hubungan yang dianalisis
Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel
diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian
dilaksanakan di SMA Budi Mulia Bogor. Tempat penelitian ditentukan secara
purposive, dengan pertimbangan sekolah tersebut berada di Kota Bogor dan
siswanya dari keluarga golongan menengah ke atas. Waktu penelitian
berlangsung selama 2 bulan yaitu bulan September sampai November 2011.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas XI Sekolah
Menegah Atas (SMA) Budi Mulia Bogor. Hal ini dengan pertimbangan bahwa
siswi kelas X merupakan siswi-siswi yang baru masuk dan masih beradaptasi
dengan sekolah dan teman-temannya, sedangkan siswi kelas XII tidak diambil
sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa mereka harus
mempersiapkan ujian sebagai syarat lulus. Metode yang digunakan dalam
penarikan contoh adalah secara purposive sampling dengan kriteria: (a) remaja
putri, (b) berusia 15-18 tahun, (c) tidak dalam keadaan sakit, (d) memiliki status
gizi normal (-2 SD 5 Z 5 +1 SD) dan gemuk/obes (+1 SD = Z z +2 SD)
berdasarkan hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh terhadap umur (IMT/U), (e)
bersedia untuk dijadikan sampel dalam penelitian.
Penelitian ini diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan
remaja untuk mengetahui jumlah remaja putri SMA yang memiliki status gizi
normal dan gemuk yang selanjutnya diberi kuesioner penelitian. Jumlah contoh
untuk remaja status gizi normal sebanyak 35 orang dan jumlah contoh untuk
remaja yang berstatus gizi gemuk/obes sebanyak 25 orang karena remaja yang
memiliki status gizi gemuk/obes ada sebanyak 25 orang, oleh karena itu seluruh
contoh digunakan dalam penelitian ini.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah:
a. Data karakteristik individu dan keluarga (nama, tempat dan tanggal lahir,
20
dan besar keluarga) diperoleh dengan wawancara langsung dengan alat
bantu kuesioner.
b. Data antropometri remaja meliputi berat badan dan tinggi badan yang
diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat ukur yang digunakan
untuk mengukur berat badan yaitu timbangan injak dan alat ukur tinggi
badan yaitu microtoise.
c. Data kebiasaan makan diperoleh melalui wawancara langsung dengan
alat bantu kuesioner dan data konsumsi pangan dikumpulkan dengan
cara recall 2x24 jam.
d. Data pengetahuan gizi dan body image diperoleh dengan wawancara
langsung dengan alat bantu kuesioner.
e. Data aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode recall 1x24 jam pada
hari sekolah.
Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari buku profil sekolah,
meliputi:
1. Data jumlah guru dan pegawai
2. Data siswa (jumlah siswa kelas 1, 2, dan 3)
3. Lokasi sekolah (lokasi dekat dengan fasilitas umum dan sekolah dilalui
oleh alat transportasi apa saja)
4. Fasilitas sekolah (bangunan dan lahan).
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif dan
inferensial menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program
for Social Science (SPSS for Windows versi 16.0). Karakteristik individu dan
keluarga contoh (umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan besar
keluarga) diberi kode, selanjutnya diberi kriteria untuk kategori dan disajikan
dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif. Data kebiasaan makan
diukur dengan 20 pertanyaan tentang kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan
konsumsi buah dan sayur, kebiasaan mengonsumsi fast food dan soft drink,
kebiasaan mengonsumsi camilan dan frekuensi makan/hari. Penilaian kebiasaan
makan dilakukan dengan memberi skor. Skoring kebiasaan makan dilakukan
pada pertanyaan yang bisa di skor saja, bila tidak bisa di skoring maka
pertanyaan kebiasaan makan tersebut dideskripsikan. Pertanyaan yang bisa
dilakukan skoring seperti frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan
buah. Selain itu dilakukan recall2x24 jam terhadap konsumsi pangan responden.
Data konsumsi pangan (recall 2x24 jam) dikonversi dalam bentuk energi (kkal)
dan protein (g) dengan menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM
2004). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan: Kgij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram Bj = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram)
Gij = kandungan zat gizi I dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j dapat dimakan (% BDD)
Data intake energi dan protein dibandingkan dengan AKG (Angka
Kecukupan Gizi) remaja putri yang dihitung menggunakan rumus menurut
WNPG (2004). Proses Estimasi AKE (Angka Kecukupan Energi) Anak dan
Remaja dalam WNPG (2004) untuk remaja putri:
AKE remaja putri (16-18 tahun) = (88.5 – 61.9U)+26.7B(AkF)+903TB+25
Keterangan: TB: Tinggi Badan (cm) U: Umur (tahun)
AkF: 1.31 (Torun et al. 1966 dalam WNPG 2004)
Sedangkan Proses Estimasi AKP (Angka Kecukupan Protein) Anak dan Remaja
dalam WNPG (2004) untuk remaja putri:
Wanita (16-18 tahun) AKP = 0.85g/kgBB/hr dengan faktor koreksi mutu
protein secara umum 1.2.
Tingkat kecukupannya dihitung dengan rumus:
Tingkat kecukupan zat gizi = Intake zat gizix 100%
Kecukupan gizi menurut AKG
Penilaian untuk tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes
(1996) dibagi dalam lima kategori yaitu:
1. Defisit tingkat berat : < 70%
2. Defisit tingkat sedang : 70% - 79% 3. Defisit tingkat ringan : 80% - 89% 4. Normal: 90% - 119%
5. Kelebihan : z 120%
Pengetahuan gizi diukur dengan 20 pertanyaan tentang contoh pangan
sumber zat gizi tertentu, fungsi zat gizi, dampak mengonsumsi makanan tertentu
dan manfaat melakukan aktivitas fisik. Penilaian pengetahuan gizi dilakukan
dengan memberi skor. Bila menjawab salah diberi skor 0, sedangkan untuk
jawaban benar diberi skor 1, sehingga skor total minimum 0 dan maksimum
adalah 20. Kategori pengetahuan gizi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kategori
tingkat sedang bila skor 60.0-80.0%, dan kategori pengetahuan gizi tingkat tinggi
bila skor >80.0% (Khomsan 2000).
Persepsi tentang body image diukur menggunakan kuesioner yang berisi
pertanyaan mengenai penilaian aktual remaja putri terhadap tubuhnya dan
harapan remaja putri terhadap bentuk tubuhnya. Penilaian aktual dan bentuk
tubuh harapan remaja putri dibagi dalam tiga kategori yaitu kurus, ideal dan
gemuk. Penilaian aktual remaja putri terhadap bentuk tubuhnya kemudian
dibandingkan dengan status gizi remaja putri melalui pengkategorian IMT.
Apabila penilaian aktual remaja putri terhadap bentuk tubuhnya sesuai dengan
status gizi remaja putri maka diberi nilai 1 dan bila tidak sesuai diberi nilai 0.
Adanya perbedaan antara penilaian bentuk tubuh aktual yang dipilih dengan
status gizi aktual disebut persepsi body image negatif. Tidak adanya perbedaan
antara penilaian bentuk tubuh aktual yang dipilih dengan status gizi aktual
disebut persepsi body image positif. Responden juga ditanyakan bentuk tubuh
yang diharapkan dan dibandingkan dengan kedua konsep body image.
Aktivitas fisik selama 24 jam digunakan untuk menaksir pengeluaran
energi. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989), pengeluaran energi ini
dihitung berdasarkan jenis kegiatan dengan menggunakan faktor kelipatan (Fk)
dan EMB (Energi Metabolisme Basal) untuk tiap jenis kegiatan.
Nilai Physical Activity Ratio (PAR) untuk setiap kegiatan ditunjukkan
dalam Tabel 1. Nilai PAR diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik.
Tingkat aktivitas fisik (Physical Activity Level) diperoleh dengan mengalikan PAR
(Physical Activity Ratio) dengan lama melakukan sebuah aktivitas
(FAO/WHO/UNU 2001). Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL:
Physical Activity Level (PAL) = ∑ (Lama melakukan aktivitas x PAR)
24 Jam
Secara sederhana, rumus untuk menghitung total pengeluaran energi adalah:
Total pengeluaran = AMB X PAL
Kategori tingkat aktivitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan menjadi
tiga, yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik ringan memiliki nilai
PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktivitas fisik yang ringan
menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung
meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan
berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Aktivitas fisik sedang memiliki nilai PAL
memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih
tinggi daripada kegiatan aktifiats ringan. Aktivitas fisik berat memiliki nilai PAL
2.00-2.39. Aktivitas berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat
[image:36.595.105.466.103.578.2]dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU 2001).
Tabel 1 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan
Kegiatan PAR
Aktivitas Ringan (Sedentary/Light Activity Lifestyle)
Tidur 1.0
Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3
Makan 1.5
Memasak 2.1
Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5
Pekerjaan rumahtangga 2.8
Mengenderai kendaraan 2.0
Berjalan 3.2
Kegiatan ringan (menonton TV) 1.4
Aktivitas Sedang (Active or Moderately Active Lifestyle)
Tidur 1.0
Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3
Makan 1.5
Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 2.2
Transportasi kerja dengan bus 1.2
Berjalan 3.2
Olahraga ringan 4.2
Kegiatan ringan (menonton TV) 1.4
Aktivitas berat (Viogorous or Vigorously Active Lifestyle)
Tidur 1.0
Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3
Makan 1.4
Masak 2.1
Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 4.1
Mengambil air 4.4
Pekerjaan rumahtangga yang berat 2.3
Berjalan 3.2
Kegiatan ringan 1.4
Sumber: FAO/WHO/UNU 2001
Keterangan: PAR= Physical Activity Ratio (faktor aktivitas)
Status gizi contoh diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut
umur (IMT/U) yang dihitung berdasarkan data antropometri berat badan dan
tinggi badan siswi dengan kategori sebagai berikut:
Tabel 2 Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Kategori Status Gizi Nilai IMT/U
Sangat kurusz score <_ -3 SD
Kurus -3 SD < z score <_ -2 SD Normal -2 SD < z score < +1 SD Kelebihan berat badan +1 SD <_ z score < +2 SD Gemuk +2 SD <_ z score < +3 SD Sangat gemukz score >_ +3 SD
24
Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, scoring, entry
dan analisis data. Perbedaan antar variabel diperoleh dengan menggunakan uji
beda t (Independent Sampel t-Test). Hubungan antar variabel dianalisis
menggunakan uji korelasi Spearman dan uji korelasi Pearson.
Definisi operasional
Remaja putri adalah siswi kelas XI SMA Budi Mulia yang memiliki status gizi normal dan gemuk yang dipilih secara purposive dan bersedia mengisi
kuesioner.
Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran
tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran
tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan
terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya.
Status gizi adalah keadaan gizi seorang remaja yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur
secara antropometri berdasarkan indikator IMT/U.
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh ayah remaja putri yang dikategorikan menjadi tidak tamat SD, SD,
SMP,SMA dan PT.
Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan ayah remaja putri untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang meliputi petani, buruh,
pedagang, PNS dan lain-lain.
Pendapatan orang tua adalah jumlah pendapatan yang diperoleh ayah remaja putri per bulan yang dihasilkan dari pekerjaan utama.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah, hidup dari satu sumber
penghasilan dan makan dari satu dapur yang dikelompokkan menjadi
keluarga besar (> 4 orang) dan keluarga kecil (5 4 orang).
Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman remaja putri tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan remaja putri
dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi yang
disiapkan dalam kuesioner. Pengetahuan gizi dikategorikan rendah jika
kurang dari 60% jawaban benar, sedang jika antara 60-80% jawaban
Harapan bentuk tubuh adalah jenis bentuk tubuh yang diinginkan oleh remaja putri dan dikategorikan menjadi ingin kurus, ideal maupun lebih gemuk.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner body image.
Penilaian tubuh aktual adalah mengenai bagaimana remaja putri menilai bentuk tubuhnya saat ini dan dikategorikan menjadi kurus, ideal dan
gemuk. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner body image.
Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya.
Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.
Aktivitas fisik adalah alokasi waktu (24 jam) yang dihabiskan oleh remaja putri
dalam kehidupan sehari-hari yang diukur menggunakan Physical
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah
Sekolah SMA Budi Mulia terletak di Jalan Kapten Muslihat nomor 22
Bogor. Sekolah ini terletak di pusat keramaian dan letaknya sangat strategis
sehingga banyak kendaraan umum yang melaluinya. SMA Budi Mulia Bogor
memiliki bangunan sekolah seluas 1835m2 dan luas ruang kelas 72m2. Fasilitas
fisik yang dimiliki meliputi ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang
tata usaha, perpustakaan, laboratorium (komputer, fisika, kimia dan biologi),
ruang hotspot, ruang seni, ruang kegiatan, ruang konseling, kantin, gudang, toilet
dan UKS (Unit Kesehatan Siswa). Fasilitas lahan yang ada terdiri atas lapangan
olahraga dan lapangan parkir.
SMA Budi Mulia Bogor merupakan salah satu sekolah swasta favorit yang
unggul di Kota Bogor. Visi dari sekolah ini adalah “SMA Budi Mulia unggul dalam
pembentukan kedewasaan pribadi berdasarkan semangat kebersamaan,
kekeluargaan guna meningkatkan profesionalisme yang diwujudkan melalui
keteladanan dan cinta kasih”. Saat ini SMA Budi Mulia Bogor dikepalai oleh Dra.
Cecilia Hendrawati. Guru dan pegawai SMA Budi Mulia Bogor berjumlah 43
orang. Jumlah siswa/siswi SMA Budi Mulia Bogor adalah 719 orang dengan
rincian 260 orang kelas X, 259 orang kelas XI, dan 200 orang kelas XII. Waktu
belajarnya dimulai dari pukul 07.15 s.d. pukul 13.30 untuk semua kelas. Selain
kegiatan intrakurikuler, SMA Budi Mulia Bogor juga mendukung kegiatan
ekstrakurikuler akademik dan nonakademik.
Karakteristik Remaja Putri
Contoh dalam penelitian ini adalah siswa remaja putri SMA Budi Mulia
Bogor kelas XI. Tabel 3 menjelaskan karakteristik remaja putri berdasarkan
karakteristik individu dan status gizi remaja putri. Karakteristik individu yang
diamati meliputi usia dan asal daerah. Contoh dalam penelitian ini berjenis
kelamin perempuan dengan jumlah contoh sebanyak 60 orang yang terdiri dari
35 orang berstatus gizi normal dan 25 orang berstatus gizi gemuk/obes.
Usia Remaja Putri
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa contoh dalam penelitian ini berusia
15-17 tahun. Pada kelompok usia 16 tahun remaja putri berstatus gizi normal
Rentang usia remaja putri dalam penelitian ini termasuk dalam masa remaja
pertengahan (15-18 tahun). Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang nyata antara usia remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes
(p>0.05).
Asal Daerah Remaja Putri
Persentase remaja putri yang berasal dari Bogor pada kelompok normal
sebesar 88.6% dan pada kelompok gemuk/obes sebesar 96%. Hasil uji
Chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asal daerah
[image:40.595.110.494.303.472.2]kedua kelompok remaja putri (p>0.05).
Tabel 3 Sebaran remaja putri berdasarkan karakteristik individu dan status gizi Status Gizi
Karakteristik Individu Normal Gemuk/Obes Total
n % n % n %
Usia
15 tahun 0 0 1 4 1 1.7
16 tahun 29 82.9 18 72 47 78.3
17 tahun 6 17.1 6 24 12 20
Total 35 100 25 100 60 100
Asal daerah
Bogor 31 88.6 24 96 55 92
Luar Bogor 4 11.4 1 4 5 8
Total 35 100 25 100 60 100
Karakteristik Keluarga Remaja Putri
Tabel 4 menjelaskan tentang kondisi sosial ekonomi keluarga remaja
putri yang dilihat berdasarkan jumlah anggota keluarga, pendidikan orangtua,
pekerjaan orangtua dan pendapatan orangtua.
Besar Keluarga
Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dibagi menjadi keluarga kecil jika
jumlah anggota keluarga 5 4 orang, sedang jika 5-6 orang dan besar jika z 7
orang. Tabel 4 menunjukkan bahwa besar keluarga kedua kelompok remaja putri
merupakan keluarga kecil (58.3%) dan sedang (41.7%). Menurut Suhardjo
(1996), semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang
akan berkurang, akan tetapi dalam penelitian ini besar keluarga tidak menjadi
faktor utama yang berpengaruh besar terhadap konsumsi pangan remaja putri.
28
berasal dari keluarga yang tingkat pendapatan orangtuanya tergolong menengah
ke atas. Hasil uji t menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara
[image:41.595.109.504.154.626.2]besar keluarga remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05).
Tabel 4 Sebaran remaja putri berdasarkan kondisi sosial ekonomi keluarga dan status gizi
Status Gizi Karakteristik Keluarga
Normal Gemuk/Obes Total
n % n % n %
Besar Keluarga Kecil Sedang Besar Total 21 14 0 35 60 40 0 100 14 11 0 25 56 44 0 100 35 25 0 60 58.3 41.7 0 100 Pendidikan Orang tua
SD/Sederajat 0 0 1 4 1 1.7
SMP/Sederajat 4 11.4 0 0 4 6.7
SMA/Sederajat 15 42.9 11 44 26 43.3
Perguruan Tinggi/Sederajat 16 45.7 13 52 29 48.3
Total 35 100 25 100 60 100
Pekerjaan Orang tua
PNS 6 17.1 2 8 8 13.3
Pegawai Swasta 18 51.4 12 48 30 50
Wiraswasta 9 25.7 9 36 18 30
Polisi/ABRI 0 0 0 0 0 0
Lainnya 2 5.7 2 8 4 6.7
Total 35 100 25 100 60 100
Pendapatan Orang tua
< Rp 2.000.000 2 5.7 3 12 5 8.3
Rp 2.000.000-<Rp 3.000.000 12 34.3 10 40 22 36.7 Rp 3.000.000 - Rp 5.000.000 14 40 5 20 19 31.7
> Rp 5.000.000 7 20 7 28 14 23.3
Total 35 100 25 100 60 100
Pekerjaan Orangtua
Pekerjaan orangtua (ayah) remaja putri terdiri dari PNS, pegawai swasta,
wiraswasta dan lainnya (pensiunan). Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa
sebagian besar orangtua remaja putri (50%) bekerja sebagai pegawai swasta.
Hanya 13.3% orangtua dari remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obes
bekerja sebagai PNS. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara
pekerjaan orangtua remaja putri berstatus gizi normal dan remaja putri berstatus
Pendidikan Orangtua
Tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua
dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya
akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi serta menerima
suatu inovasi (Isnani 2011). Pendidikan orangtua (ayah) dikategorikan menjadi
empat, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan perguruan
tinggi/sederajat. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri
berstatus gizi normal dan gemuk/obesitas memiliki orangtua dengan tingkat
pendidikan terakhir SMA (43.3%) dan perguruan tinggi (48.3%). Terdapat
orangtua yang memiliki tingkat pendidikan terakhir hanya sampai SD (1.7%).
Menurut Suhardjo et al. (1988) tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan
mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang. Hasil uji
Chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan
ayah kedua kelompok remaja putri (p>0.05).
Pendapatan Orangtua
Pendapatan orangtua pada penelitian ini diukur dari pendapatan ayah
selama 1 bulan. Pendapatan orangtua diklasifikasikan menurut kisaran
pendapatan sebagai berikut: <Rp 2.000.000, Rp 2.000.000 – <Rp 3.000.000, Rp
3.000.000 – Rp 5.000.000 dan >Rp 5.000.000. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 23.3% orangtua remaja putri memiliki pendapatan perbulan >Rp 5.000
000. Terdapat 8.3% remaja putri yang memiliki orangtua dengan pendapatan
perbulan <Rp 2.000.000 (Tabel 4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
besar pendapatan orangtua remaja putri yang berstatus gizi normal dan
gemuk/obesitas berada pada rentang ekonomi menengah ke atas. Hasil uji
Chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan
orangtua kedua kelompok remaja putri (p>0.05).
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif sert