• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA

TINGGI

MARTA YUSFITA SARI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MARTA YUSFITA SARI. Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan

Kromatografi

Lapis

Tipis

Kinerja

Tinggi.

Dibimbing

oleh

ELLY

SURADIKUSUMAH dan WULAN TRI WAHYUNI.

Benalu teh merupakan tanaman obat yang banyak diperjualbelikan dalam

bentuk kering sehingga memungkinkan adanya pencampuran dengan bahan lain.

Analisis sidik jari dengan teknik kromatografi lapis tipis kinerja tinggi dapat

dimanfaatkan untuk menguji keaslian herbal benalu teh komersial. Pemilihan fase

gerak yang tepat merupakan salah satu tahap penting dalam pemisahan

komponen. Pelarut yang terpilih sebagai eluen adalah campuran 1,2-dikloroetana

dengan etil asetat pada nisbah 65:35 yang menghasilkan 9 pita pada benalu teh

asli dengan kisaran

R

f

(0.02−

0.97). Hasil analisis menunjukkan bahwa salah satu

sampel benalu teh komersial memiliki pola kromatogram yang sama dengan

benalu teh asli, sedangkan 2 sampel lainnya menghasilkan 11 pita dan diduga

karena pencampuran dengan daun teh.

ABSTRACT

MARTA YUSFITA SARI. Fingerprint Analysis of Tea Parasitic Plant Leaves

Using High Performance Thin Layer Chromatography. Supervised by ELLY

SURADIKUSUMAH and WULAN TRI WAHYUNI.

(3)

ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA

TINGGI

MARTA YUSFITA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

: Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan Kromatografi

Lapis Tipis Kinerja Tinggi

Nama

: Marta Yusfita Sari

NIM

: G44086033

Disetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Ir Elly Suradikusumah, MS Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi

NIP 19450214 197010 2 001

Diketahui

Ketua Departemen,

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

beriring salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta

keluarganya, semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember

hingga Juni 2011 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Elly Suradikusumah, MS

dan Ibu Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberi

banyak arahan, inspirasi, dorongan, kritik, dan saran selama penulis melaksanakan

penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan

Almarhumah Ibunda serta Kakak tercinta yang telah memberi banyak kasih

sayang, semangat, dan doa selama penulis menempuh studi, penelitian, dan

penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Salina, SSi, Ibu Nunuk,

Ibu Susi, Mba Wiwi, Endi, Antonio, dan Bapak Agung Zaim, S.Si, MSi atas

segala bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis berikan

kepada Arini, Zulia, Nanda, Ayu, Fajar Sumi, Rika, Desi, dan teman-teman

Ekstensi Kimia angkatan 2008 yang turut membantu memberikan semangat dan

dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2011

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Benalu Teh ... 1

Maserasi ... 2

Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) ... 2

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 3

Persiapan Sampel ... 3

Penentuan Kadar Air ... 3

Ekstraksi dengan Maserasi ... 3

Uji Fitokimia ... 3

Kondisi KLT ... 4

Penentuan Eluen Terbaik ... 4

Deteksi Komponen ... 4

Sidik Jari Ekstrak Daun Benalu Teh ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Preparasi Sampel ... 4

Kadar Air ... 4

Uji Fitokimia ... 5

Rendemen Ekstrak ... 5

Eluen Terbaik ... 5

Sidik Jari Benalu Teh ... 7

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 8

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kadar air benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa sampel benalu teh

komersial ... 5

2 Nilai

R

f pola KLT dengan menggunakan eluen tunggal. ... 6

3 Nilai

R

f

komponen ekstrak benalu teh dan beberapa benalu teh komersial ... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Scurrulla atropurpurea.

... 1

2 Bejana kromatografi berisi KLT dan eluen serta hasil elusi. ... 2

3 Rendemen ekstrak kasar benalu teh asal Gunung Mas (Gm) dan

beberapa sampel benalu teh komersial ... 5

4 Pola KLT menggunakan eluen tunggal ... 6

5 Pola KLT menggunakan campuran eluen dikloroetana dan etil asetat. ... 7

6 Pola KLT ekstrak daun benalu teh dan berbagai sampel benalu

teh komersial pada visualisasi UV 366 nm (a), 254 nm (b). ... 7

7 Pola KLT ekstrak sampel benalu teh (a), daun teh (b), dan campuran benalu

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 11

2 Determinasi tanaman benalu teh ... 12

3 Penentuan kadar air ... 13

4 Uji fitokimia ... 14

5 Rendemen ekstrak kasar sampel benalu teh asli dan komersial ... 15

6 Penggolongan pelarut oleh Snyder (Snyder 1979)... 16

7 Hasil elusi dengan 10 pelarut tunggal visulisasi UV 254 nm ... 17

(10)

1

PENDAHULUAN

Perkembangan penggunaan tanaman

herbal di Indonesia sebagai pengobatan alternatif semakin luas. Hal ini ditunjang oleh adanya bukti-bukti empiris dan juga dukungan ilmiah terhadap khasiat produk herbal dalam bentuk minuman atau jamu yang semakin banyak, sehingga meyakinkan masyarakat untuk menggunakannya sebagai obat untuk pencegahan dan pengobatan berbagai macam penyakit. Benalu teh (Scurrula atropurpurea)

merupakan salah satu tumbuhan yang

digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat herbal antitumor atau antikanker. Menurut Winarno et al. (2000), benalu teh menghambat pertumbuhan tumor secara tidak langsung, yaitu melalui sistem kekebalan

dengan cara meningkatkan konsentrasi

imunoglobulin G (IgG).

Benalu teh banyak diperjualbelikan dalam bentuk yang telah dikeringkan sehingga memungkinkan adanya pencampuran dengan bahan lain yang bukan merupakan simplisia benalu teh asli. Kesalahan identifikasi herbal benalu teh mungkin terjadi, karena kesamaan fisik (morfologi) sampel dalam bentuk simplisia sehingga sulit dibedakan oleh masyarakat awam. Menurut Delaroza dan Scarminio (2008), metode analisis sidik jari dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Senyawa kimia yang dikandung oleh tanaman obat dapat ditampilkan dalam kromatogram sidik jari sehingga karakteristik tanaman obat tersebut dapat digambarkan secara menyeluruh (Liang et al. 2009). Analisis sidik jari dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas multikomponen dari bahan baku obat herbal karena profil kromatografi yang dihasilkan mencirikan komposisi sampel dan stabilitas dari suatu tanaman obat (Zhao et al. 2008). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT). Kromatografi lapis tipis memiliki kelebihan berupa mudah dalam

preparasi sampel, sederhana, biaya

operasional relatif murah karena semua komponen sampel dan standar diujikan dalam waktu yang sama, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual (Kimura et al.2008). Salah satu hal yang diperlukan untuk menunjang analisis sidik jari adalah pemilihan fase gerak yang tepat untuk mendapatkan pemisahan komponen yang baik. Tujuan penelitian ini adalah menentukan

sidik jari benalu teh yang dapat dimanfaatkan untuk pengujian herbal benalu teh komersial.

TINJAUAN PUSTAKA

Benalu Teh

Benalu adalah tumbuhan liar yang melekat dan parasit pada tumbuhan lain sebagai inangnya. Pada umumnya benalu diberi nama berdasarkan tumbuhan yang ditumpanginya. Benalu teh adalah tumbuhan yang hidupnya menumpang pada tumbuhan teh dan mengisap

makanan dari tumbuhan inang untuk

kelangsungan hidupnya (Winarno et al. 2000). Salah satu tanaman benalu teh yang

ditemukan di Indonesia adalah S.

atropurpurea yang termasuk suku

Loranthaceae, dapat tumbuh pada ketinggian 1 600 m di atas permukaan laut (Florentina et al. 1998). Ciri morfologi S. atropurpurea

ialah batang menggantung berbentuk silindris

berbintik-bintik cokelat, memiliki daun

tunggal berhadapan, lonjong, ujung agak meruncing, pangkal membulat, tepi rata, permukaan atas hijau dan permukaan bawah cokelat (Gambar 1).

Gambar 1 Scurrulla atropurpurea.

Secara tradisional benalu teh dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit cacar air, diare, cacing tambang, amandel, kanker, dan tumor. Tanaman benalu teh diduga memiliki beberapa senyawa aktif yang berfungsi sebagai antioksidan. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Santa (1998) yang

menunjukkan bahwa benalu teh S.

atropurpurea yang dipakai untuk obat antikanker memiliki kemampuan antioksidan tersebut. Menurut Nugroho et al. (2000), benalu teh mengandung senyawa alkaloid, flavanoid, terpenoid, glikosida, triterpena,

saponin, dan tanin. Benalu teh juga

(11)

2

Berdasarkan hasil isolasi, tanaman benalu teh mangandung komponen senyawa flavan (katekin, epikatekin, epikatekin-3-O-galat, dan epigalokatekin-3-O-galat), flavonol

glikosida, dan inhibitor kanker asam

oktadeka-8,10,12-triunoat.

Maserasi

Maserasi ialah metode ekstraksi dengan cara merendam sampel menggunakan pelarut yang sesuai dalam jangka waktu tertentu sehingga interaksi antara senyawa yang diekstraksi dan pelarut dapat berlangsung maksimum (Houghton & Raman 1998). Keuntungan menggunakan teknik ini adalah peralatan yang digunakan sederhana dan aman untuk senyawa yang tidak tahan panas, sedangkan kerugiannya adalah waktu yang diperlukan lama serta jumlah pelarut yang dipakai tidak efisien (Meloan 1999).

Pengambilan komponen target pada proses maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam jangka waktu tertentu sehingga isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi

tinggi akan terdesak keluar kemudian

digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi lebih rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang-ulang sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam

sel. Selama proses maserasi, sesekali

dilakukan pengadukan dan juga penggantian pelarut. Kemudian residu yang diperoleh

dipisahkan dan filtrat yang dihasilkan

diuapkan (Sudjadi 1986).

Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT)

Analisis sidik jari adalah suatu prosedur untuk menunjukkan informasi kimia dalam bentuk spektrogram, kromatogram, dan grafik lainnya yang didapatkan dari teknik analitis. Informasi ini dapat dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas multikomponen, antara lain dari tanaman obat (Delaroza &

Scarminio 2008), yang penting untuk

klasifikasi dan validasi spesies botani serta kendali mutu tanaman obat.

Informasi mengenai komponen kimia pada tanaman obat dapat dilihat dari sidik jari tanaman tersebut melalui pola kromatogram tanpa memperhatikan jenis komponennya.

Beberapa teknik kromatografi seperti

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas (KG), kromatografi lapis

tipis (KLT), dan elektroforesis kapiler dapat ditetapkan untuk analisis sidik jari (Delaroza & Scarminio 2008)

Teknik kromatografi yang paling luas digunakan dalam fitokimia adalah KLT karena dapat diterapkan pada hampir setiap golongan senyawa, kecuali komponen yang sangat atsiri (Harbone 1987). Kromatografi adalah suatu teknik yang digunakan untuk

memisahkan senyawa berdasarkan

distribusinya pada fase gerak dan fase diam. Komponen yang memiliki interaksi lebih besar pada fase diam akan bertahan lama, sedangkan komponen yang memiliki interaksi lebih besar dengan fase gerak akan bergerak lebih cepat (Gambar 2)

Gambar 2 Bejana kromatografi berisi KLT dan eluen serta hasil elusi.

KLT merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk analisis sidik jari karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu mudah dalam preparasi sampel, sederhana dalam prosedur kerja, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual

(Cie’sla & Hajnos 2009). Secara luas KLT

banyak digunakan untuk berbagai keperluan analisis tumbuhan obat. Saat ini telah dikembangkan KLT semiautomatis CAMAG Linomat V. Alat ini dikendalikan oleh suatu mikroprosesor yang menyebabkan larutan ekstrak dapat diaplikasikan pada pelat dalam bentuk pita dengan mengalirkan tekanan udara atau gas nitrogen sehingga tidak memerlukan kontak langsung dengan pelat dan dapat mengurangi kerusakan pelat (Wall 2005).

Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT) atau high performance thin layer chromatography merupakan aplikasi modern

dari KLT yang dimaksudkan untuk

(12)

3

baik apabila dibandingkan dengan KLT biasa yang memiliki ukuran partikel pelat 12 m. Pencirinya berupa kromatogram, yaitu pola yang menggambarkan senyawa dalam setiap tumbuhan obat sehingga bermanfaat dalam kontrol kualitas tumbuhan obat baik untuk pencirian bahan baku maupun produk akhir. KLTKT lazim digunakan untuk identifikasi dan sangat ideal untuk uji penapisan pendahuluan ekstrak tanaman (Marston 2007).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan selama

penelitian adalah peranti KLTKT Camag Linomat 5, Camag Reprostar 3 didukung

peranti lunak winCATS 1.2.3 untuk

dokumentasi kromatogram KLT, bejana kaca kromatografi, peralatan kaca, neraca analitik, dan oven Memmert.

Bahan-bahan yang digunakan adalah daun benalu teh asli yang diambil dari perkebunan teh Gunung Mas, sampel benalu teh komersial produksi dari Cianjur (K1), Cisarua (K2), dan Sukabumi (K3), pelat KLTKT silika gel 60 F254 2020 cm (Merck, Jerman), etanol 96%.

Pelarut p.a untuk fase gerak diperoleh dari Merck dan Sigma Aldrich (St Louis, Amerika Serikat) seperti dietil eter, n-butanol, etanol absolut, etanol 30%, asetonitril, kloroform, etil asetat, metanol, 1,2-dikloroetana, dan diklorometana.

Persiapan Sampel

Tanaman benalu teh diambil dari Gunung Mas. Identifikasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Sampel benalu teh komersial diperoleh di pasaran yang merupakan produksi dari Cianjur (K1), Cisarua (K2), dan Sukabumi (K3). Selanjutnya sampel-sampel tersebut dikeringkan, dan dibuat serbuk. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penentuan Kadar Air (BPOM 2004)

Sebanyak 3 g serbuk kering ditimbang, digunakan wadah yang telah dikeringkan pada suhu 105 C hingga diperoleh bobot konstan. Wadah beserta isinya dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit sebelum bobotnya ditimbang. Kadar air diperoleh sebagai nisbah selisih bobot sampel awal dengan bobot sampel setelah dikeringkan terhadap bobot

sampel sebelum dikeringkan. Perlakuan

diulangi sebanyak 3 kali.

Ekstraksi dengan Maserasi

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi menggunakan etanol 96%. Sebanyak 50 g serbuk kering daun benalu teh direndam dengan 250 mL pelarut selama 24 jam. Maserat dipisahkan dari residu dengan penyaringan. Ke dalam residu ditambahkan kembali pelarut dan tahapan ekstraksi diulangi hingga 3 kali.

Maserat dari setiap ulangan ekstraksi

digabung dan dikeringkan dengan penguap putar.

Uji Fitokimia (Harbone 1987)

Alkaloid

Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dilarutkan dengan 10 mL kloroform dan 4 tetes NH4OH. Larutan kemudian disaring dan

filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2 M

dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga jika terdapat alkaloid.

Saponin

Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuk buih yang stabil.

Flavonoid

(13)

4

Tanin

Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh ditambahkan larutan FeCl3

1%. Hasil positif ditunjukkan oleh warna hijau kehitaman.

Triterpenoid dan Steroid

Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dilarutkan dengan 25 mL etanol panas (50

C). Larutan disaring dalam pinggan porselen

dan diuapkan sampai kering. Residu

ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan

ke dalam lempeng tetes. Kemudian

ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (Uji Lieberman-Burchard).

Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.

Uji Fenol

Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan FeCl3. Warna ungu,

biru, atau hijau menunjukkan adanya senyawa golongan fenol.

Kondisi KLT

Penotolan ekstrak sampel daun benalu teh pada pelat menggunakan aplikator KLT semiautomatis, yaitu Camag Linomat V dengan menggunakan pelat silika gel 60 F254.

Pelat dimasukkan ke dalam oven sebelum digunakan. Kondisi aplikasi antara lain gas

pembawa adalah nitrogen, kecepatan

pengiriman sampel dengan syiringe sebesar 40 nL/det, aplikasi volume sampel sebesar 5.0 L dan 4.0 L untuk standar, lebar pita 8 mm, dan jarak dari tepi bawah pelat sebesar 10 mm. Ekstrak yang diaplikasikan dipersiapkan.

Ekstrak pekat dari ekstraksi maserasi

dilarutkan dengan etanol 96% sehingga diperoleh konsentrasi 10 g/L.

Penentuan Eluen Terbaik

Sebanyak 5 mL pelarut dietil eter, n

-butanol, etanol absolut, etanol 30%,

asetonitril, kloroform, etil asetat, metanol, 1,2-dikloroetana, diklorometana masing-masing dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dijenuhkan. Sampel dengan konsentrasi 10 g/L ditotolkan pada pelat KLT, setelah

kering langsung dielusi dalam bejana

kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen. Pengembangan dilakukan hingga fase

gerak mencapai  0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat diangkat segera setelah elusi mencapai

garis finis dan dikeringkan. Deteksi

komponen dilakukan untuk melihat bercak yang muncul pada pelat. Eluen yang dipilih ialah yang memberikan penampakan bercak terbanyak dan mewakili pemisahan yang baik. Eluen terpilih kemudian dikombinasikan untuk mendapatkan eluen campuran.

Deteksi Komponen

Deteksi komponen dilakukan dengan cara pelat dikeringudarakan selama 5−10 menit

kemudian pelat disinari dengan sinar

ultraviolet (UV) 254 nm dan 366 nm, bercak akan terlihat (Fernand 2003).

Sidik Jari Ekstrak Daun Benalu Teh

Ekstrak daun benalu teh asli dan benalu teh komersial diaplikasikan pada pelat yang sama dan dielusi menggunakan pelarut

pengembang terbaik untuk dilihat

perbandingan pola kromatografinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Preparasi Sampel

Tanaman benalu teh yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Gunung Mas, Bogor, Jawa Barat. Tanaman benalu teh kemudian dideterminasi oleh Herbarium Bogoriense. Berdasarkan determinasi yang

dilakukan, tanaman tersebut benar S.

atropurpurea (BI) Danser (Lampiran 2). Sebelum sampel digunakan, terlebih dahulu dikeringkan dan dibuat serbuk. Pengeringan bertujuan agar sampel tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu

lama. Dengan mengurangi kadar air,

kerusakan sampel oleh mikrob dapat

dihindari. Penggilingan sampel menjadi

ukuran yang lebih kecil bertujuan

memperbesar luas permukaan bahan sehingga dapat membantu penetrasi pelarut ke dalam

sel tumbuhan, mempercepat pelarutan

komponen bioaktif, dan meningkatkan

rendemen.

Kadar Air

(14)

5

0 10 20 30

Gm K1 K2 K3

Sampel Benalu teh

R e n d e m e n ( % )

pada sampel kering daun benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa benalu teh komersial berkisar 6.35–8.88% (Tabel 1).

Tabel 1 Kadar air benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa sampel benalu teh komersial

Sampel benalu teh Kadar air

(%)

Benalu teh asli 7.50

Komersial asal Cianjur (K1) 6.35

Komersial asal Cisarua (K2) 8.88

Komersial asal Sukabumi (K3) 7.86

Kadar air yang diperoleh kemudian digunakan sebagai faktor koreksi dalam penentuan rendemen ekstrak. Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3.

Penetapan kadar air berguna untuk

mengetahui kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya serta untuk memperkirakan untuk daya tahan bahan dan cara penyimpanan terbaik agar tidak terjadi kerusakan sampel akibat aktivitas mikrob (jamur dan bakteri) (Harjadi 1993).

Berdasarkan BPOM (2004), kadar air simplisia tidak boleh lebih dari 10%. Simplisia yang mengandung kadar air di bawah 10 % akan memiliki masa simpan yang relatif lama karena proses pembusukan oleh bakteri dan jamur dapat terhambat sehingga lebih stabil.

Nilai kadar air yang diperoleh lebih kecil dari 10%. Kadar tersebut telah memenuhi persyaratan simplisia menurut BPOM (1995), sehingga diharapkan pertumbuhan mikrob dapat dihambat dan risiko kerusakan sampel benalu teh akibat serangan jamur dan bakteri dapat dikurangi.

Uji Fitokimia

Uji fitokimia pada simplisia dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel. Uji yang dilakukan meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, triterpenoid, dan fenol. Golongan senyawa dalam sampel dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna setelah ditambahkan pereaksi yang

spesifik untuk setiap uji kualitatif.

Berdasarkan hasil uji fitokimia, diketahui bahwa dalam sampel serbuk kering benalu teh asli dan komersial mengandung metabolit sekunder dari golongan flavonoid, tanin,

saponin, fenol, alkaloid, dan steroid

(Lampiran 4).

Uji alkaloid memberikan hasil yang positif

karena terbentuk endapan. Uji tanin

memberikan warna hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl3 1%. Pada uji saponin

terbentuk busa yang stabil selama beberapa menit setelah dikocok secara vertikal. Uji flavonoid memberikan hasil positif yang ditunjukkan dengan timbulnya warna merah pada lapisan amil alkohol. Uji steroid

menunjukkan hasil positif sedangkan

triterpenoid negatif karena warna yang terbentuk adalah warna hijau kehitaman dan bukan merah atau ungu yang menandakan positif untuk triterpenoid.

Rendemen Ekstrak

Pelarut merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan ekstrak yang baik. Pelarut yang dipilih adalah yang memiliki daya larut tinggi, tidak berbahaya, dan tidak beracun. Pelarut etanol dipilih karena lebih selektif dan aman. Rendemen ekstrak kasar benalu teh dari Gunung Mas dan benalu teh komersial berkisar 7.8319.82% dari masing masing 2 g sampel yang di ekstraksi (Gambar 3). Proses ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi pada suhu kamar dengan pertimbangan

maserasi dapat digunakan untuk

mengekstraksi sampel yang tahan maupun tidak tahan terhadap panas. Dengan demikian, kerusakan komponen kimia benalu teh dapat dihindari. Perhitungan ditunjukkan rendemen pada Lampiran 5.

Gambar 3 Rendemen ekstrak kasar benalu teh asal Gunung Mas (Gm) dan

beberapa sampel benalu teh

komersial (K1−K3)

Eluen Terbaik

Eluen yang akan digunakan sebagai

larutan pengembang adalah yang

(15)

6

semipolar (n-butanol, kloroform, etil asetat, dan etanol absolut) dan nonpolar (dietil eter, 1,2-dikloroetana, dan diklorometana). Dalam mencari eluen terbaik dilihat dari jumlah pita yang dihasilkan, selain itu juga berdasarkan pemisahan antar pitanya.

Diantara 10 pelarut yang digunakan, 1,2-dikloroetana menghasilkan 4 noda yang terpisah dengan baik tetapi Rf kurang dari 0.5 (Gambar 4C), sedangkan etil asetat yang juga menghasilkan 4 noda memiliki Rf yang lebih tinggi (Gambar 4G). Perbedaan antara kedua pelarut tersebut terjadi karena kekuatan pelarut etil asetat lebih tinggi dari

1,2-dikloroetana (Lampiran 6). Kombinasi

keduanya diharapkan mampu menghasilkan pola KLT yang memiliki jumlah pita yang banyak dan terpisah dengan baik.

A B C D E

F G H I J

Gambar 4 Pola KLT menggunakan eluen tunggal. Keterangan: dietil eter (A), diklorometana (B), 1,2-dikloroetana (C), n-butanol (D), kloroform (E), etanol absolut (F), etil asetat (G), metanol (H), asetonitril (I), etanol 30% (J).

Berdasarkan penggolongan pelarut

menurut Snyder (Lampiran 6),

1,2-dikloroetana memiliki kekuatan pelarut 3.5, sedangkan etil asetat 4.4. Kedua pelarut tersebut dapat bercampur dengan baik

sehingga bisa digunakan dalam bentuk camputan.

Eluen 1,2-dikloroetana dan etil asetat menghasilkan 4 noda pada UV 366 nm. Selain

eluen pengembang, jumlah pita yang

dihasilkan juga dipengaruhi oleh jenis deteksi yang digunakan. Sinar UV 366 nm akan memunculkan komponen yang berpendar sehingga pita akan terlihat lebih jelas sedangkan, sinar UV 254 nm digunakan untuk memunculkan senyawa yang mengabsorpsi sebagai bercak gelap. Kedua deteksi tersebut akan memunculkan senyawa yang berbeda. Pola KLT menggunakan eluen tunggal deteksi UV 254 dapat dilihat pada lampiran 7. Dilihat dari jumlah pita terbanyak dan intensitas warna yang dihasilkan, deteksi UV 366 nm selanjutnya digunakan untuk pendeteksian. Nilai Rf dari kromatogram pada Gambar 4 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai Rf pola KLT dengan

menggunakan eluen tunggal.

Eluen Jumlah

noda

Rf

Dietileter 2 (0.06); (0.37)

Diklorometana 4 (0.03); (0.06);

(0.11); (0,21)

1,2-dikloroetana

4 (0.03); (0.06);

(0.11); (0,24)

n-Butanol 3 (0.15); (0.83);

(0.92)

Kloroform 2 (0.03); (0.81)

Etanol absolut 2 (0.73); (0.82)

Etil asetat 4 (0.15); (0.34);

(0.42); (0.91)

Metanol 4 (0.50); (0.58);

(0.75); (0.85)

Asetonitril 2 (0.42); (0.95)

Etanol 30% 2 (0.02); (0.37)

(16)

7

7 7 7

10 7 11 9 8 4 5 3 1 2 6

(a) (b) (c) (d) (e)

(f) (g) (h) (i) (j)

Gambar 5 Pola KLT menggunakan campuran eluen dikloroetana dan etil asetat dengan nisbah (50:50) (a), (55:45) (b), (60:40) (c), (65:35) (d), (70:30) (e), (75:25) (f), (80:20) (g), (85:15) (h), (90:10) (i), dan (95:5) (j).

Sidik Jari Benalu Teh

Eluen campuran 1,2-dikloroetana dan etil asetat pada nisbah 65:35 dipilih sebagai eluen terbaik yang akan diaplikasikan pada ekstrak

benalu teh asli dan komersial untuk

membandingkan pola kromatogramnya. Pola KLT pada Gambar 6a memberikan informasi bahwa ekstrak benalu teh asli (GM) mempunyai 9 pita dengan Rf 0.02−0.97 (Tabel 3).

(a)

(b)

Gambar 6 Pola KLT ekstrak daun benalu teh dan berbagai sampel benalu teh komersial pada visualisasi UV 366 nm (a), 254 nm (b). Keterangan: ekstrak benalu teh asli (GM), benalu teh komersial (K1), (K2), dan (K3).

Dua sampel benalu teh komersial yaitu K1 dan K3 menunjukkan 11 pita, sedangkan satu sampel lainnya yaitu K2 menunjukkan 9 pita dengan pola yang sama dengan benalu teh asli (GM). Berdasarkan Gambar 6b diketahui bahwa katekin dengan Rf 0.13 terdapat pada semua sampel benalu teh.

Tabel 3 Nilai Rf komponen ekstrak benalu teh dan beberapa benalu teh komersial

Pita ke -

Rf

GM K1 K2 K3

1 0.02 0.02 0.02 0.02

2 0.04 0.04 0.04 0.04

3 0.06 0.06 0.07 0.06

4 0.13 0.13 0.14 0.13

5 0.19 0.19 0.19 0.19

6 0.29 0.27 0.28 0.28

7 - 0.77 - 0.70

8 0.88 0.87 0.88 0.86

9 - 0.91 - 0.91

10 0.93 0.93 0.93 0.93

11 0.97 0.98 0.97 0.98

Benalu teh hanya tumbuh di pohon teh yang cukup tinggi sehingga sulit untuk didapatkan. Hal ini memungkinkan penjual benalu teh komersial melakukan pencampuran benalu teh dengan bahan lain seperti daun teh. Karena itu, dilakukan pengujian dengan mencampurkan ekstrak benalu teh dengan ekstrak daun teh yang juga berasal dari Gunung Mas.

(17)

8

Gambar 7 Pola KLT ekstrak sampel benalu teh (a), daun teh (b), dan campuran benalu teh dengan daun teh (c), dengan nisbah c1 (1:3), c2 (1:2), c3 (1:1), c4 (2:1), dan c5 (3:1).

Benalu teh asli tidak menunjukkan intensitas warna yang jelas pada pita ke- 9 pada Rf 0.97, sementara pada daun teh warnanya jelas dan tajam. Pola yang sama ditunjukkan oleh sampel komersial K1 dan K3 campuran benalu teh dengan daun teh pada nisbah (3:1), (2:1), (1:1), (2:1), dan (3:1) yang dapat dilihat pada Gambar 7 c1−c5 .

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pelarut terpilih yang baik sebagai eluen untuk penentapan sidik jari benalu teh metode Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT) adalah campuran dikloroetana dengan etil asetat nisbah 65:35 yang menghasilkan 9 pita pada benalu teh asli yaitu pada kisaran Rf0.02–0.97. Satu sampel benalu

teh komersial menunjukkan pola

kromatogram yang sama dengan benalu teh asli, sedangkan dua sampel lainnya terdapat 11 pita dan diduga ada campuran dengan daun teh.

Saran

Perlu dilakukan pengujian benalu teh asli dari daerah lain untuk melihat pola sidik jarinya.

DAFTAR PUSTAKA

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta : BPOM RI.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Depkes RI.

Bustanussalam, Simanjuntak P, Muwarni R. 2003. Chatechin analysis from several water extract of tea plant parasitic. J Kim Mulawarman. 6:37-42.

Cie’sla L, Hajnos MW. 2009. Two

-dimensional thin layer chromatography in

the analysis of secondary plant

metabolites. J Chromatogr 12:1035−1052.

Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture design optimization of extraction and mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegate L. J Separation Sci 31:1034-1041.

Florentina I, Windadri, Raharjoe JS. 1998. Keanekaragaman jenis benalu di Pulau

Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesia

4:25-28.

Fernand VE. 2003. Initial characterization of crude extracts from Phyllanthus amarus

Schum. and Thonn. and Quassia amara L.

using normal phase thin layer

chromatography tesis. Lousiana:

Program Pascasarjana, University of Suriname.

Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia.

Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor; Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Harvey D. 2000. Modern Analytical

Chemistry. New York: Mc.Graw-Hill.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for Fractionation of Natural Extracts. London: Chapman & Hall.

Liang YZ, Xie P, Chen K. 2004. Quality control of herbal medicines. J Chromatogr

812:53-70.

(18)

9

Kimura M, Fujimura M, Yoshida M, Takeshi T, Naoko TA. 2008. An easy method to identify 8-keto-15-hydroxytrichothecenes by thin layer chromatographic. Mycotoxins

58 : 115-117.

Marston A. 2007. Role of advances in

chromatographic techniques in

phytochemistry. Phytochemistry 68:22-24

Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York: J Wiley.

Nugroho YA, Nuratmi B, Suhardi. 2000.

Daya hambat benalu teh (Scurrulla

atropurpurea) terhadap poliferasi sel tumor kelenjar susu mencit (Mus Musculus L) C3H. Cermin Dunia Kedokteran 27:15-17.

Ohashi K et al. 2003. Indonesian medicinal plants. XXV. Cancer cell invasion inhibitory effects of chemical constituens

in the parasitic plant Scurrula

atropurpurea (Loranthaceae). Chem

Pharm 51:343-345.

Santa IGP. 1998. Studi kemotaksonomi farmakognosi benalu anti kanker Scurrulla

atropurpurea (BI) Dans dan

Dendreoephthoe petendra (L) Miq. Warta Tumbuhan Obat Indones 4:12-13.

Snyder LR. Introduction to modern liquid chromatography. New York : J Wiley.

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan.

Yogyakarta: UGM Pr.

Wall PE. 2005. Thin Layer Chromatography: A Modern Practical Approach. Dorset: VWR Int.

Winarno MW, Sundari D, Nuratmi B. 2000. Penelitian aktivitas biologik infus benalu teh (Scurulla atropurpurea BI. Danser) terhadap aktivitas sistem imun mencit.

Cermin Dunia Kedokteran 127:11-14.

Zhao L, Chaoyu H, Zhen S, Bingren X, Linghua M. 2008. Fingerprint analysis of

(19)

10

(20)

11

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Penentuan sidik jari menggunakan KLTKT

Penentuan eluen terbaik

menggunakan KLT

Pemekatan ekstrak

Pemeriksaan kadar air dan fitokimia

Ekstraksi (Maserasi, etanol 96%)

Preparasi sampel

Determinasi sampel

tanaman asli

Pengambilan sampel benalu teh

(21)

12

(22)

13

Lampiran 3 Penentuan kadar air

Sampel

Benalu teh

Ulangan

Bobot sampel (g)

Kadar Air

(%)

Rerata (%)

Bobot basah

Bobot kering

GM

1

3.0014

2.7701

7.71

7.50

2

3.0028

2.7733

7.64

3

3.0063

2.7909

7.16

K1

1

3.0044

2.8147

6.31

6.35

2

3.0027

2.7977

6.83

3

3.0055

2.8279

5.91

K2

1

3.0056

2.7551

8.33

8.88

2

3.0001

2.7155

9.49

3

3.0013

2.7366

8.82

K3

1

3.0023

2.7546

8.25

7.86

2

3.0007

2.7842

7.21

3

3.0043

2.7607

8.11

Keterangan : GM = Gunung Mas ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2;

K3= Sampel komersial 3

Contoh perhitungan kadar air sampel Benalu teh Gunung Mas ulangan 1:

Kadar air

=

=

(23)

14

Lampiran 4 Uji fitokimia

No

Kandungan fitokimia

Hasil uji

Gunung

Mas

K1

K2

K3

1

Alkaloid

+

+

+

+

2

Flavonoid

+

+

+

+

3

Saponin

+

+

+

+

4

Tanin

+

+

+

+

5

Fenol

+

+

+

+

6

Steroid

+

+

+

+

7

Triterpenoid

-

-

-

-

(24)

15

Lampiran 5 Rendemen ekstrak kasar sampel benalu teh asli dan komersial

Kkkk Sampel

Kadar

air

Ulangan

Bobot

sampel (g)

Bobot

ekstrak

kasar (g)

Rendemen

(%)

Rerata

(%)

Gunung

Mas

7.5%

1

2.0383

0.3589

19.04

19.82

2

2.0003

0.3905

20.88

3

2.0011

0.3721

19.53

K1

6.35%

1

2.0036

0.2376

12.61

11.60

2

2.0044

0.2223

11.66

3

2.0026

0.2201

10.54

K2

8.88%

1

2.0022

0.1424

7.60

8.33

2

2.0012

0.1652

8.66

3

2.0036

0.1602

8.71

K3

7,86%

1

2.0002

0.1558

8.13

7.83

2

2.0058

0.1439

7.57

3

2.0084

0.1506

7.80

Keterangan : GM = Gunung Mas ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2; K3= Sampel komersial

Contoh perhitungan kadar air sampel Benalu teh Gunung Mas ulangan 1:

Rendemen

=

=

(25)

16

Lampiran 6 Penggolongan pelarut oleh Snyder (Snyder 1979)

Golongan

Pelarut

Kekuatan Pelarut

I

n

-Heksana

0

n

-Butil eter

2.1

Diisopropil eter

2.4

Metil

t

-butil eter

2.7

Dietil eter*

2.8

II

Isopentanol

3.7

n

-Butanol

3.9

Isopropanol

3.9

n

-Propanol

4.0

Etanol*

4.3

Metanol*

5.1

III

Tetrahidrofuran

4.0

Piridina

5.3

2-Metoksietanol

5.5

Metil formamida

6.0

Dimetilformamida

6.4

IV

Dimetil sulfoksida

7.2

Asam asetat*

6.0

Formamida

9.6

V

Diklorometana*

3.1

1,2-Dikloroetana

3.5

Benzil alkohol

5.7

VI

Etil asetat*

4.4

Metil etil keton

4.7

Dioksana

4.8

Aseton*

5.1

Asetonitril*

5.8

VII

Toluena

2.4

Benzena

2.7

Nitrobenzena

4.4

Nitrometana

6.0

VIII

Kloroform*

4.1

Dodekafluoroheptanol

8.8

Air

10.2

(26)

17

Lampiran 7 Hasil elusi dengan 10 pelarut tunggal visulisasi UV 254 nm

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan : 1.Dietil eter, 2. Diklorometana, 3. 1,2-Dikloroetana, 4. n-Butanol, 5. Kloroform, 6. Etanol, 7. Etil asetat, 8. Metanol, 9. Asetonitril, dan 10. Etanol 30%

Lampiran 8 Pola KLT komposisi nisbah 1,2-dikloroetana dan etil asetat

visualisasi UV 254 nm

a b c d e f g h i j

Keterangan: A = 1,1-dikloroetana, B = etil asetat

Gambar

Gambar 1  Scurrulla atropurpurea.
Gambar 2  Bejana kromatografi berisi KLT dan eluen serta hasil elusi.
Tabel 2
Gambar 5  Pola KLT menggunakan campuran

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap kedua, ekstrak antioksidan daun sirih yang diperoleh pada tahap pertama difraksinasi dengan kromatografi lapis tipis silika dengan pengembangan satu

Pemurnian produk fraksinasi dingin campuran CPO dan PKO menggunakan metode kromatografi lapis tipis menghasilkan 5 fraksi komponen terpisah yang ditentukan berdasarkan

Berdasarkan hasil perhitungan rerata nilai R F kedua pelat (Tabel 2) dapat disimpulkan perbedaan jenis bejana kromatografi tidak menimbulkan perbedaan nyata pada

Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu melakukan analisis kromatografi lapis tipis terhadap larutan standar dengan konsentrasi berbeda, penentuan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2009 ini ialah sidik jari kromatografi tanaman obat, dengan judul Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari

Identifikasi kandungan Flavonoid dilakukan pada fraksi air- kloroform, fraksi kloroform, dan fraksi n-butanol.Dari hasil pemeriksaan secara Kromatografi Lapis Tipis

Analisis campuran Parasetamol, Propifenazon dan Kafein dari sediaan tablet secara simultan dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri.. Pendeteksian

Dalam penelitian ini dilakukan pemisahan komponen aktif pegagan meliputi asiatikosida, madekasosida, asam asiatat, dan asam madekasat dengan metode kromatografi