GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN SKIZOFRENIA
DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI
SUMATERA UTARA
MEDAN
SKRIPSI
OLEH :
SYALMAN FARIS DONGORAN 121121037
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Syalman Faris Dongoran
NIM : 121121037
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul
“Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara Medan” adalah benar-benar hasil karya sendiri,
kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah
diajukan dalam institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung
jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan skripsi ilmiah yang
harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi
Akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Medan, Februari 2014 Yang menyatakan,
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan berkah, rahmat, dan karunianya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia
Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan”.
Skripsi ini disusun dalam tujuan memenuhi syarat dalam menyelesaikan
mata kuliah skripsi II. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi
berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat adanya bantuan, bimbingan, dan
arahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku
Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara serta
Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep, sebagai Penguji I dan Ibu Wardiyah
5. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, yang
telah mengizinkan saya untuk meneliti di Rumah Sakit yang Bapak Pimpin,
dan kepada Ibu Lince Herawati, S.Kep, Ns, sebagai Koordinator Diklat
Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.
6. Teristimewa kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, dan keluarga tersayang
yang selalu mendoakan serta memberikan segala bantuan baik dari segi moril
maupun materi sehingga dengan restunya peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini.
7. Teman-teman sejawat angkatan 2012 yang selalu memberikan dukungan,
bantuan, motivasi, partisipasi, dan saran-saran kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT, penulis berserah diri semoga kita selalu
dalam lindungan dan limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.
Medan, Maret 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PRAKATA ...iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR SKEMA ... vii
DAFTAR TABEL ...viii
ABSTRAK ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Defenisi Skizofrenia ... 8
2.2. Epidemiologi ... 8
2.3. Etiologi ... 9
2.3.1. Faktor Genetik ... 9
2.3.2. Faktor Biokimia ... 10
2.3.3. Faktor Psikologis dan Sosial ... 10
2.4. Perjalanan Penyakit ... 11
2.5. Gejala Klinis Skizofrenia ... 12
2. 5.1. Gejala Positif Skizofrenia ... 12
2. 5.2. Gejala Negatif Skizofrenia ... 13
2.6. Karakteristik Penderita Skizofrenia ... 14
2.6.1. Jenis Kelamin ... 14
2.7. Penatalaksanaan ... 18
2.7.2. Psikoterapi ... 19
2.7.3. Terapi Psikososial ... 21
2.7.4. Terapi Psikoreligius ... 22
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 23
3.1. Kerangka Konsep ... 23
3.2. Defenisi Operasional ... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27
4.1. Desain Penelitian ... 27
4.2. Populasi dan Sampel ... 27
4.2.1 Populasi ... 27
4.2.2 Sampel ... 27
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
4.4. Pertimbangan Etik ... 28
4.5. Instrumen Penelitian ... 29
4.6. Pengumpulan Data ... 30
4.7. Analisa Data ... 30
DAFTAR SKEMA
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1.1. Jenis Kelamin ... 32
Tabel 5.1.2. Usia ... 33
Tabel 5.1.3. Suku ... 33
Tabel 5.1.4. Agama ... 34
Tabel 5.1.5. Status Marital ... 34
Tabel 5.1.6. Pendidikan ... 35
Tabel 5.1.7. Pekerjaan ... 35
JUDUL : Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
Penulis : Syalman Faris Dongoran
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan TahunAkademi : 2013/2014
Abstrak
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia yang merupakan kelompok gangguan psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, perilaku menarik diri, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi. Desain yang digunakan deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pasien skizofrenia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling terhadap 311 data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan pasien skizofrenia berdasarkan jenis kelamin laki-laki yang lebih besar 234 pasien (75,24%); usia paling banyak antara 26-35 tahun 169 pasien (54,34%); suku paling banyak adalah suku Batak 246 pasien (79,10%); agama pasien yang paling banyak adalah agama islam 165 pasien (53,03%); status marital yang paling banyak belum kawin 204 pasien (65,59%); pendidikan yang paling banyak pasiennya adalah pendidikan rendah 207 pasien; pekerjaan yang paling besar tidak memiliki pekerjaan 291 pasien (93,57%); tipe skizofrenia yang paling banyak adalah paranoid 216 pasien (69,45%). Sehingga bagi tim kesehatan jiwa lebih mudah memberikan pelayanan yang tepat berdasarkan karakteristik demografi pasien skizofrenia.
JUDUL : Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
Penulis : Syalman Faris Dongoran
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan TahunAkademi : 2013/2014
Abstrak
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia yang merupakan kelompok gangguan psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, perilaku menarik diri, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi. Desain yang digunakan deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pasien skizofrenia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling terhadap 311 data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan pasien skizofrenia berdasarkan jenis kelamin laki-laki yang lebih besar 234 pasien (75,24%); usia paling banyak antara 26-35 tahun 169 pasien (54,34%); suku paling banyak adalah suku Batak 246 pasien (79,10%); agama pasien yang paling banyak adalah agama islam 165 pasien (53,03%); status marital yang paling banyak belum kawin 204 pasien (65,59%); pendidikan yang paling banyak pasiennya adalah pendidikan rendah 207 pasien; pekerjaan yang paling besar tidak memiliki pekerjaan 291 pasien (93,57%); tipe skizofrenia yang paling banyak adalah paranoid 216 pasien (69,45%). Sehingga bagi tim kesehatan jiwa lebih mudah memberikan pelayanan yang tepat berdasarkan karakteristik demografi pasien skizofrenia.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Berdasarkan data dari Word Health Organization (WHO, 2005)
menyebutkan bahwa seluruh dunia terdapat 50 juta orang yang menderita
Skizofrenia. Separuh dari pasien gangguan jiwa yang di rawat di RS Jiwa
adalah pasien dengan skizofrenia.Di Indonesia kurang lebih 1% dari jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2012 berjumlah 237,6 juta menderita
sebanyak 2.377.600 orang (Januarti 2008).
Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan
tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan
jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi masalah
kehidupan, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Gangguan jiwa tidak
dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung,
namun beratnya gangguan tersebut akan menghambatproduktivitas orang
tersebut (Hawari, 2006).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia
adalah gangguan jiwa skizofrenia.Skizofrenia berasal dari kata “skizo” yang
berarti retak atau pecah (split) dan “frenia” yang artinya jiwa.Seseorang yang
menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan
merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama
oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya prilaku
menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam
hal persepsi, pikiran dan kognisi (Hawari, 2003).
Departemen Kesehatan tahun (2007) menyebutkan jumlah penderita
gangguan jiwaberat sebesar 2,3 Juta jiwa, yang diambil dari data RSJ
se-Indonesia.Sementara itu 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan
jiwa maka harus mendapatkan perhatian karena termasuk rawan kesehatan
jiwa. Di Sumatera Utara sendiri terdapat 3 orang per seribu penduduk yang
mengalami gangguan jiwa dan 50% adalah akibat dari kehilangan pekerjaan,
dengan demikian dari 32.952.040 penduduk Sumatera Utara terdapat sekitar
98.856 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sejalan dengan paradigma
sehat yang dicanangkan departemen kesehatan yang lebih menekankan upaya
proaktif melakukan pencegahan daripada menunggu di rumah sakit, kini
orientas upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan preventife dan promotif.
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya dibagi dalam tiga kategori
yaitu gejala positif termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran
(kognitif); gejala negatif ini dimaksudkan karena merupakan kehilangan dari
ciri khas atau fungsi normal seseorang, termasuk kurang atau tidak mampu
menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurang
dorongan untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang
disorganisasi, baik dari perilaku aneh (Bizzare) dan ganguan pembicaraan
(Wiramihardja,2005).
Fausiah & Widury (2008) menunjukkan bahwa perbedaan penderita
skizofrenia berdasarkan jenis kelamin tidak dijumpai perbedaan yang
siknifikan, artinya jumlah penderita pria dan wanita diperkirakan seimbang,
akan tetapi pria lebih mungkin muncul simtom negatif dibandingkan wanita.
Perbedaan antara pria dan wanita terjadi pada onset dan bentuk penyakit,
dimana gangguan onset muncul lebih awal pada pria dibandingkan
wanita.Puncak onset pada pria adalah 15-25 tahun, sementara pada wanita
25-35 tahun. Sedangkan onset sebalum usia 10 tahun atau usia 50 tahun sangat
jarang terjadi.
Penderita skizofrenia tidak bisa ditentukan jumlah yang paling
banyak laki-laki atau perempuan, bisa jadi dalam suatu Rumah Sakit Jiwa
terdapat jumlah laki-laki lebih tinggi dibandingkan jumlah perempuan, bisa
juga jumlah perempuan lebih tinggi di bandingkan laki-laki, dan bisa juga
jumlahnya sama. Pasien skizofrenia laki-laki lebih menimbulkan gejala-gejala
negatif ( afek tumpul, perilaku emosional, kemiskinan rapport, penarikan diri
dari hubungan sosial, kesulitan dalam pemikiran abstrak, berkurangnya
spontanitas dan arus percakapan, pemikiran stereotipik) dibandingkan
perempuan, perempuan lebih cenderung menimbulkan gejala-gejala positif (
Waham, Halusinasi, Kekacauan proses pikir, Gaduh Gelisah, Waham
Pendidikan yang dicapai seseorang memberikan pengaruh terhadap
cara berfikir dan tingkah laku. Semakin tinggi pendidikan maka semakin
tinggi mindset seseorang, akan teteapi banyak orang yang lulusan SD, SMP,
SMA, bahkan sudah Perguruan Tinggi yang mengalami gangguan jiwa
Skizofrenia. Gangguan Jiwa Skizofrenia bisa terjadi pada siapapun termasuk
tingkat pendidikan yang tinggi, karena yang menjadi faktor penyebabnya
adalah stress yang berlanjut, integrasi faktor biologis, psikososial dan
lingkungan.
Pekerjaan seseorang bisa menentukan kualitas ekonomi, pekerjaan
yang sesuai baik dari segi kesanggupan dan hasil yang diperoleh bisa
membuat seseorang hidup sejahtera, tapi tidak tertutup kemungkinan dalam
bekerja menimbulkan stres yang berlebihan yang dapat menimbulkan
gejala-gejala skizofrenia.Skizofrenia bisa juga terjadi akibat diberhentikan dari
pekerjaan yang menimbulkan stres atau tekanan negatif dari dalam diri
individu tersebut.Seseorang yang tidak ada pekerjaan jauh lebih banyak
jumlah penderita skizofrenia, karena tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang menimbulkan stres.Orang miskin yang tidak mempunyai
pekerjaan status gizinya sangat rendah, termasuk asupan giji ke
otak.Skizofrenia salah satu penyebabnya adalah gangguan pada otak (Hawari,
2003)
Perkawinan adalah membentuk keluarga. Seseorang yang sudah
menikah biasanya hidup bahagia, akan tetapi banyak juga yang mengalami
jiwa skizofrenia. Seseorang yang tidak menikah, janda dan duda bisa juga
mengalami gangguan jiwa karena teman berbagi keluh kesah atau penderitaan
tidak ada. Penderita skizofrenia bisa saja muncul dari semua suku khususnya
yang ada di Indonesia.Pengaruh suku terhadap penderita Skizofrenia ini tidak
ada.Gangguan jiwa skizofrenia ini muncul tergantung dari individu
masing-masing.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu,
“Bagaimana Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan ?”.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
Medan.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
berdasarkan usia
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
berdasarkan suku
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
berdasarkan agama
e. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
berdasarkan pendidikan
f. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
berdasarkan pekerjaan
g. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
berdasarkan status marital.
h. Untuk mengetahui gambaran karakteristik skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Menambah informasi dan wawasan tentang gambaran karakteristik
skizofrenia khususnya pasien yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara Medan.
1.4.2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan keperawatan
khususnya pasien yang mengalami gangguan skizofrenia.
1.4.3. Bagi Penelitian Keperawatan
Sebagai tambahan referensi dalam melakukan penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan
pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya dibagi dalam tiga kategori
yaitu gejala positif termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran
(kognitif); gejala negatif ini dimaksudkan karena merupakan kehilangan dari
ciri khas atau fungsi normal seseorang, termasuk kurang atau tidak mampu
menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurang
dorongan untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang
disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia); serta gejala
disorganisasi, baik dari perilaku aneh (Bizzare) dan ganguan pembicaraan
(Wiramihardja,2005).
2.2.Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan
diberbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara
populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal
masa dewasa.Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih
muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar
25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada
perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural
(Sadock, 2003).
2.3.Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebabskizofrenia, antara lain :
2.3.1. Faktor Genetik
Faktor keturunan (genetik) juga menentukan timbulnya
skizofrenia.Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak
kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah
0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7–15%; bagi anak dengan salah satu
orangtua yang menderita skizofrenia 7–16%; bila kedua orangtua
menderita skizofrenia 40–68%; bagi kembar dua telur (heterozigot)
2-15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61–86%. Skizofrenia
melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat
mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di
mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada
orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin
tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang
memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).
2.3.2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan
kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak
yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain.
Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian
tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap
dopamine.Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine
yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa
neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
2.3.3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter
yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat
kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta
interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja &
Menurut Baihaqi (2005) Keluarga pada masa kanak-kanak
memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian.Orang
tua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak
memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya
orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau
tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.
2.4.Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap
individu.Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan,
meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase
aktif dan keadaan residual (Buchanan, 2005).Pola gejala premorbid
merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada
dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang
dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti
dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa
cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi.Penelitian retrospektif
terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita
mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,
kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003).
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata
perilaku.Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan
pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada.Fase residual ditandai
dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia.Yang tinggal hanya
satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat
berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005).
2.5.Gejala Klinis Skizofrenia
2.5.1. Gejala positif skizofrenia
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita
Skizofrenia adalah sebagai berikut :
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakina yang tidak rasional
(tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif
bahwa keyakina itu tidak rasional, namun penderita tetap
meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada
rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar
suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber suara atau bisikan itu.
c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi
pembicaraannya. Misalnya pembicaraanya kacau, sehingga
tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d. Gelisah, gaduh, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,
e. Merasa dirinya “orang besar”, merasa besar mampu, serta hebat
dan sejenisnya.
f. Pikiran penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada
ancaman terhadap dirinya
g. Menyimpan rasa permusuhan.
2.5.2. Gejala negatif skizofrenia :
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia
adalah sebagi berikut :
a. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam
perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak
menunjukkan ekspresi.
b. Menarik diri atau mengasingkan diri (with-drawn) tidak mau
bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day
dreaming).
c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara dan
pendiam.
d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berpikir abstrak
f. Pola pikir stereotip.
g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak
ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas
monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (Hawari,
2.6.Karakteristik Penderita Skizofrenia
2.6.1. Jenis kelamin
Wanita lebih banyak yang dirawat di rumah sakit karena menderita
gangguan jiwa dan mengalami psikosomatis di banding pria.
2.6.2. Usia
Orang dewasa dan usia lanjut disebabkan kehilangan harga diri,
perasaan tidak dihargai dan perasaan kurang percaya diri. Anak
remaja terutama usia puber disebabkan oleh mentalnya yang masih
rapuh karena tidak kuat adanya tekanan dari luar. Akibatnya mudah
patah semangat dan mudah mengalami gangguan jiwa.
2.6.3. Pekerjaan/status ekonominya rendah
Disebabkan tuntunan social tinggi dan ambisi material yang
tinggi.Akibatnya timbul tekanan jiwa, stress atau frustasi.
2.6.4. Tingkat pendidikan
Disebabkan ketidakmampuan beradaptasi dengan tuntutan social yang
baru.Akibatnya kalah bersaing dengan dunia kerja (pendidikan rendah
dan tidak memiliki keterampilan tekhnis) sehingga timbul tekanan
jiwa, stress atau prustasi.
2.6.5. Suku atau budaya
Disebabkan karena kerusuhan sosial, kerusuhan etnis, perubahan
sosial dan budaya yang cepat.
2.6.6. Status marital
2.6.7. Agama
Disebabkan panatik terhadap doktrin agama.Indvidu ini tidak
menggunakan nalar sehat dan pengadilan perasaan sehingga
tindakannya kejam, sadar dan bertentangan dengan hati nurani. Kaum
ateis disebabkan pada waktu mengalami masalah berat, kebimbangan
maupun ketakutan yang berat tidak ada tempat pelarian untuk minta
pertolongan akibatnya timbul tekanan jiwa, stress atau
frustasi(Erlinafsiah, 2010).
2.6.8. Tipe Skizofrenia
Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric
Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American
Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American
Psychiatric Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari
DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang
dominan yaitu (Davison, 2006) :
a. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan
afektif yang relatif masih terjaga.Waham biasanya adalah waham
kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan
tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau
ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi dan
agresif.
b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan
kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.
Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa
yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan.Disorganisasi
tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada
berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
c. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor
yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility).
Aktivitas motor yang berlebihan, negativisme yang ekstrim, sama
sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism),
gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain
(echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).
d. Tipe Hebefrenik
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang
menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat
menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang
sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat
dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang
autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase
yang menunjukkan ketakutan.
e. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari
skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau
sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih
memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya
delusional.Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri
secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas dan afek datar.
2.7.Penatalaksanaan (pengobatan)
Gangguan jiwa Skizofrenia adalah salah satu penyakit yang
cenderung berlanjut (kronis, menahun).Oleh karena itu terapi pada
skizofrenia memerlukan waktu relative lama, hal ini dimaksudkan untuk
menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse).Terapi yang dimaksud
meliputi terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka),
psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius.
2.7.1. Psikofarmaka
Kemajuan di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri)
mengalami kemajuan, baik di bidang organobiologik maupun di
bidang obat-obatannya.Dari sudut organobiologik sudah diketahui
bahwa pada Skizofrenia (dan juga gangguan jiwa lainnya) terdapat
(neurotransmitter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) yaitu
pelepasan zat dopamine dan serotonin yang mengakibatkan
gangguan pada alam pikir, alam perasaan dan perilaku. Oleh karena
itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada
gangguan fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis
dapat di hilangkan atau dapat diobati.
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang
memenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut :
a. Dosis rendah dengan aktivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
b. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
c. Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala
positif maupun negatif Skizofrenia.
d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya
ingat).
e. Tidak menyebabkan kantuk.
f. Memperbaiki pola tidur.
g. Tidak menyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi.
h. Tidak menyebabkan lemas otot.
i. Sebisa mungkin pemakainnya dosis tunggal (single dose).
(Hawari,2006)
Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat
meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah
Kedua obattersebut termasuk kelompok obat phenothiazines,
reserpine (serpasil), dan haloperidol(haldol). Obat ini disebut obat
penenang utama.Obat tersebut dapat menimbulkan rasakantuk dan
kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun
dalamdosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah
terbangun). Obat ini cukup tepat bagipenderita skizofrenia yang
tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang
tidakrelevan.(Durand, 2007).
2.7.2. Psikoterapi
Terapi kejiawaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia,
baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka
sudah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas
(reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih dan pemahaman
diri (instinght) sudah baik.Psikoterapi diberikan dengan cacatan
bahwa penderita masih tetap mendapat terapi
psikofarmaka.Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung
dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit
(pramorbid) :
a. Psikoterapi Suportif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan
dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak
merasa putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit)
b. Psikoterapi Re-edukatif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan
pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan
pendidikan di waktu lalu dan juga pendidikan ini
dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang
baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.
c. Psikoterapi Re-konstruktif
Jenis psikoterpi ini dimaksudkan untuk memperbaiki
kembali keperibadian yang telah retak menjadi
keperibadian utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognitif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan
kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional
sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral
etika, mana yang baik dan buruk dan lain sebagainya
(discriminative judgment).
e. Psikoterapi Psiko-dinamika
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya mencari jalan
keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita
dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan
diri (defensemechanism) dengan baik.
f. Psikoterapi Perilaku
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan
gangguan perilaku yang terganggu (maladaptif) menjadi
perilaku yang adaftif (mampu menyesuaikan
diri).Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar
penderita mampu berfungsi kembali secara wajar dalam
kehidupan sehari-hari baik di rumah, di lingkungan sosial.
g. Psikoterapi Keluarga
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan
hubungan penderita dengan keluarganya. Dengan
psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat memahami
mengenai ganguan jiwa Skizofrenia dan dapat membantu
mempercepat proses penyembuhan penderita.
2.7.3. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial penderita mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain
sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga maupun masyarakat.
Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih
tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya
tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan banyak
bergaul.
2.7.4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita Skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat. Terapi keagamaan yang dimaksudkan adalah
berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa,
memenjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik
pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
Medan.
Skema 1.
Skema 1. Kerangka Konsep Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
3.2. Defenisi Operasional
Definisi operasional menurut Hidayat (2007) adalah mendefinisikan
variabel secaraoperasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi, atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Karakteristik Pasien Skizofrenia
:
1. Jenis kelamin 2. Usia
3. Suku 4. Agama 5. Status mitral 6. Pendidikan 7. Pekerjaan 8. Tipe Skizofrenia
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
dapat diamati dan menjadi kunci dari definisi operasional. Variabel perlu
didefenisikan secara operasional supaya orang yang berlainan dapat
memahami arti dari variabel dengan makna yangiabel yang akan diteliti
ditambah istilah yang dipakai untuk menghubungkan variabel tersebut
maupun subyek penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini
sebagai berikut :
Variabel
Karakteris
tik
Definisi Operasional Alat Ukur Hasil
Ukur
Skala Data
Jenis
Kelamin
Jenis kelamin
adalahperbedaan
antara perempuan
dengan laki-laki
secara biologis sejak
seseorang lahir.
Rekam
Medik
Skala
NomInal
Usia Usia adalah lama
waktu hidup atau
ada (sejak dilahirkan
karena kesamaan
ras, agama, asal-usul
bangsa ataupun
kombinasi dari
kategori tersebut
yang terikat pada
sistem nilai budaya.
Agama agama adalah percaya
pada adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusanNya bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat
Status marital adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Rekam Medik
Yang Maha Esa. Pendidikan Pendidikan adalah
meningkatkan dan
Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan oleh manusia untuk tujuan tertentu yang dilakukan dengan cara yang baik dan benar. ciri-ciri dari yang ada pada pasien.
Rekam Medik
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah penelitian deskriptif retrospektif
dengan menggunakan data rekam medis pasien skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan periode 1 Januari – 31
Desember 2012.
4.2. Populasi dan Sampel
2.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang telah
didiagnosis skizofrenia oleh dokter spesialis kejiwaan di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan periode 1 Januari – 31
Desember 2012 sebanyak 1.398 pasien.
2.2.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah data rekam medik yang memenuhi
kriteria inklusi dimana pasien didiagnosis skizofrenia dan menerima
pengobatan antipsikotik yang dapat mewakili dari jumlah semua
populasi.Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling (pengambilan sampel berdasarkan
Untuk menghitung sampel pada penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
n = �
1+�(�)2
Keterangan :
n = sampel
N = populasi
e = tingkat eror yang ditolerir
(Sudjana, 2000).
n = 1.398
1+1.398(0.05)2
n = 311
Berdasarkan penghitungan sampel didapatkan 311 sampel. Sampel
yang di ambil memenuhi kriteria inklusi (status pasien yang ada di ruangan
Rekam Medik, status pasien yang sudah meninggal dan status pasien yang
sudah pulang ke rumah).
4.3.Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara Medan.Adapun pertimbangan memilih lokasi ini karena Rumah Sakit
tersebut milik pemerintah dan merupakan pusat rujukan tingkat provinsi,
sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkanjumlah sampel sebanyak
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan waktu yang singkat karena
peneliti mengambil data dari Rekam Medik Pasien.Penelitian ini dilakukan
pada 27 Januari 2014 –3 Februari 2014.
4.4.Pertimbangan Etik
Penelitian ini terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pada
Institusi Pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. Selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapatkan izin
meneliti dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.
Kemudian setelah mendapatkan izin peneliti mulai mengumpulkan data.Data
yang dikumpulkan peneliti dari Rekam Medik Pasien. Peneliti
a. Menghormati hak dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti mempertimbangkan hak – hak responden, peneliti juga
memberikan kebebasan kepada responden untuk berpartisipasi dalam
penelitian atau tidak.Oleh karena itu, peneliti mempersiapkan lembar
persetujuan berpartisipasi dalam penelitian (informed
consent).(Notoadmojo, 2010).Peneliti menjelaskan terlebih dahulu tentang
penelitian kemudian meminta persetujuan responden dengan meminta
tanda tangan pada persetujuan yang telah disiapkan.
b. Menghormati privacy dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy confidentiality). Subjek penelitian mempunyai hak untuk
menjawab privacy masing – masing. Oleh karena itu peneliti wajib
orang lain (Notoadmojo, 2010). Pada penelitian ini peneliti tidak
menyediakan pengisian nama responden, identitas responden diketahui
kode responden. Selain itu tidak ada pelaporan responden secara personal
dan pengungkapan identitas responden.
c. Keadilan dan inklusivitas / keterbukaan (respect for justice inclusiveness).
Peneliti berusaha menjaga prinsip keadilan, keterbukaan dan kejujuran
menjelaskan terlebih dahulu prosedur penelitian kepada responden.Jika
masih ada yang kurang jelas, peneliti juga mempersilahkan responden
untuk bertanya. Selain itu, peneliti juga memberikan perlakuan serta
kompensasi yang sama kepada semua subyek penelitian tanpa
membedakan ras, agama, status ekonomi, dan sebagainya.
d. Memperhitungkan mamfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).
4.5.Instrumen Penelitian
Menurut Saryono (2011) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya
lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, dan sistematis)
sehingga mudah diolah.
Penelitian ini menggunakan instrumen Rekam Medik Pasien, sesuai
dengan kriteria inklusi dimana dalam rekam medik pasien penderita
4.6.Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah data
sekunder dengan cara mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian
pada Institusi Pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
Kemudian surat permohonan izin yang diperoleh diajukan ke tempat
penelitian Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.
Kamudian setelah mendapatkan izin peneliti mulai mengumpulkan data dari
Rekam Medik Pasien.
Peneliti membuat master tabel dari Rekam Medik pasien melalui
computer dari 311 Rekam Medik Pasien Skizofrenia. Data demografi pasien
yaitu : jenis kelamin, usia, suku, agama, status marital, pendidikan, pekerjaan.
4.7.Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, peneliti melakukan analisa data dan
mentabulasikan data yang telah dianalisa dan dilakukan pengolahan data
menggunakan tekhnik komputerisasi dan manual mulai dari jenis kelamin,
usia, suku, agama, status marital, pendidikan, pekerjaan serta tipe skizofrenia.
Dari pengolahan data deskriptif peneliti mendapatkan frekuensi dan
persentase. Pengolahan dapat dapat dilakukan meliputi 4 tahap (Notoadmojo,
1. Editing adalah melakukan pengecekan terhadap isian kuesioner
untuk memastikan data merupakan data yang terisi lengkap relevan
dan dapat dibaca dengan baik
2. Coding adalah kegiatan mengubah data huruf menjadi data bilangan.
Pemberian kode ini bertujuan untuk mempermudah proses
pengolahan saat analisa data dan mempercepat proses pengolahan
saat analisa data dan mempercepat proses memasukkan data
3. Processing adalah memasukkan data pada program komputer
4. Cleaning adalah pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan
(entry) untuk memastikan bahwa data tersebur telah bersih dari
kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean maupun dalam
membaca kode, sehingga data benar-benar telah siap untuk dianalisa.
Data yang telah di kumpulkan kemudian dilakukan persentasi pada
semua data yang telah dikelompokkan dengan rumus :
P = �
� �100%
Keterangan :
F = Frekuensi
N = Total Sampel
P = Persentase
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
sumatera Utara Medan terhadap 311 data rekam medik pasien skizofrenia.
Setelah prosedur pengumpulan data selesai dan sudah dilakukan analisa data
maka peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut :
5.1.1.Jenis Kelamin
Tabel 5.1.1.
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan Jenis
Kelamin. (n = 311)
Hasil persentese tabel 5.1.1. menunjukkan pasien laki-laki
berjumlah 234 orang (75,24%), dan pasien perempuan berjumlah 77
orang (24,76%).
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki – laki 234 75,24
5.1.2.Usia
Tabel 5.1.2.
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan Usia.
(n = 311)
No Klasifikasi Usia (Tahun)
Frekuensi Persentase (%)
Hasil persentese tabel 5.1.2.menunjukkan pasien skizofrenia
di RSJ. Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan usia terbanyak
antarausia 26-35 tahun 169 pasien (54,34%) dan usia paling sedikit >
55 tahun 11 pasien (3,54%).
5.1.3.Suku
Tabel 5.1.3
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan Suku.
(n = 311)
No Suku Frekuensi Persentase (%)
1 Batak 246 79,10
2 Jawa 45 14,47
3 Melayu 16 5,14
4 Tionghoa 4 1,29
Table 5.1.3.menunjukkan jumlah persentase yang paling
banyak suku Batak 246 pasien (79,10%) dan paling sedikit suku
5.1.4.Agama
Tabel 5.1.4
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan
Agama. (n = 311)
No Agama Frekuensi Persentase (%)
1 Islam 165 53,05
2 Kristen 142 45,66
3 Budha 4 1,29
Hasil table 5.1.4. menunjukkan jumlah paling banyak Agama
Islam 165 pasien (53,05%) dan paling sedikit Agama Budha 4 pasien
(1,29%).
5.1.5.Status Marital
Tabel 5.1.5
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan Status
Marital. (n = 311)
No Status Marital
Frekuensi Persentase (%) 1 Belum Kawin 204 65,59
2 Kawin 97 31,19
3 Janda 7 2,25
4 Duda 3 0,96
Dari tabel 5.1.5.menunjukkan jumlah status marital yang paling
banyak Belum Kawin 204 pasien (65,59%) dan yang paling sedikit
5.1.6.Pendidikan
Tabel 5.1.6
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan
Pendidikan. (n = 311)
No Jenjang Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tabel 5.1.6. menunjukkan jumlah pendidikan yang tinggi
(SMA, Diploma, Sarjana) paling banyak 104 pasien (33,44%) dan
pendidikan yang rendah (SMP, SD, Tidak Sekolah) sebanyak 207
pasien (66,56%).
5.1.7.Pekerjaan
Tabel 5.1.7
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan
Pekerjaan. (n = 311)
Tabel 5.1.7.menunjukkan yang paling banyak tidakmemiliki
pekerjaan291 pasien (93,57%) dan yang paling sedikit petani 2 pasien
(0,64%).
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Petani 2 0,64
2 PNS 10 3,21
5.1.8.Tipe Skizofrenia
Tabel 5.1.8
Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Berdasarkan Tipe
Skizofrenia. (n=311)
Tabel 5.1.8.menunjukkan jumlah pasien skizofrenia yang
paling banyak Tipe Skizofrenia Paranoid 216 pasien (69,45%) dan
yang paling sedikit Tipe Skizofrenia Katatonik 9 pasien (2,89%). No Tipe Skizofrenia Frekuensi Persentase
5.1. PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang berjudul Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia
Di Rumah Sakit jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
mendapatkan pembahasan di bawah ini :
5.1.1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan menunjukkan
distribusi pasien skizofrenia laki-laki dan perempuan pada hasil
penelitian ini terlihat perbedaan, pasien laki-lakiberjumlah 234
orang (75,24%), dan pasien perempuan berjumlah 77 orang
(24,76%), dengan perbandingannya 3:1. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Jhon dan Ezra (2009)
menyebutkan bahwa prevalensi kejadian skizofrenia pada laki-laki
dan perempuan perbandingannya adalah 1,4:1. Berdasarkan
hipotesis Waber et al (1991) suatu tingkat kematangan fungsi otak
berpengaruh dalam tingkat kerentanan seseorang dalam
jiwanya.Berkaitan dengan onset pria memiliki onset yang lebih
muda dari wanita dan mengalami pubertas lebih lambat artinya pria
memiliki kerentanan untuk menderita kelainan jiwa lebih besar
dibandingkan wanita (Byme M, dkk, 2003).Pasien skizofrenia
laki-laki cenderung mengalami onset pada usia yang lebih muda,
banyak hendaya kognitif dan defisit tingkah laku, mungkin
skizofrenia mempengaruhi daerah otak yang berbeda dari laki-laki
dan perempuan, yang mungkin menjelaskan perbedaan-perbedaan
dalam bentuk cirri-ciri gangguan antargender(Nevid dkk, 2005).
5.1.2. Berdasarkan Usia
Selanjutnya masalah usia yang mengalami skizofrenia di
RSJ. Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan usia terbanyak adalah
usia 26-35 tahun 169 pasien(54,34%)yang merupakan usia
produktif bagi seseorang untuk bekerja. Menurut Kaplan et al
(2010) menyebutkan bahwa kira-kira 90% pasien dalam
pengobatan skizofrenia berada antara usia 15-55 tahun. Gangguan
ini biasanya berkembang pada akhir masa remaja atau awal usia 20
tahun-an, pada masa dimana otak sudah mencapai kematangan
yang penuh. Pada sekitar tiga dari empat kasus, tanda-tanda
pertama dari skizofrenia tampak pada usia 25 tahun (Nevid dkk,
2005).
5.1.3. Berdasarkan Suku
Hasil penelitian di RSJ. Daerah Provinsi Sumatera Utara
Medan menunjukkan persentase yang paling banyak suku Batak
(1,29%), penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Boydell et al (2001) yang meneliti jumlah pasien skizofrenia
di London, hasil yang diperoleh adalah jumlah suku minoritas lebih
banyak daripada suku terbanyak (kulit putih) di London, yaitu 57%
adalah orang non-kulit putih (p<0,05). Jumlah pasien dengan suku
tertentu perlu dikaitkan pula dengan tempat penelitian karena
jumlah kejadian skizofrenianya akan berkaitan juga dengan suku
mayoritas yang ada didaerah tersebut.
5.1.4. Berdasarkan Agama
Selanjutnya hasil penelitian berdasarkan Agama yang
dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
terbanyak adalah Agama Islam 165 pasien (53,05%) dan paling
sedikit Agama Budha 4 pasien (1,29%).Unsur utama dalam
beragama adalah iman atau percaya kepada keberadaan Tuhan
dengan sifat-sifatnya, antara lain: Maha Pemurah, Maha Pengasih,
Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha Pemberi, Maha
Melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Suci,
serta nilai-nilai lebih/Maha yang lainnya. Oleh karena itu, orang
yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul
rasa tenang dan aman, yang merupakan salah satu ciri sehat mental.
Terkait dengan manfaat kesehatan mental dari religiusitas,
keagama-an untuk mempengaruhi kesehatkeagama-an keagama-antara lain: 1. mengatur pola
hidup individu dengan kebiasaan hidup sehat, 2. memperbaiki
per-sepsi ke arah positif, 3. memiliki cara penyelesaian masalah yang
spesifik, 4. mengembangkan emosi positif, 5. mendorong kepada
kondisi yang lebih sehat. Menurut Culliford (2002), orang dengan
komitmen agama yang tinggi akan meningkatkan kualitas
ke-tahanan mentalnya karena memiliki self control, self esteem &
confidence yang tinggi. Juga mereka mampu mempercepat
penyembuhan ketika sakit karena mereka mampu meningkatkan
potensi diri serta mampu bersikap tabah dan ikhlas dalam
menghadapi musibah, juga sebaliknya orang yang komitmen agama
yang rendah kualitas ketahanan mentalnya kurang akan lebih sulit
untuk merasa tenang dan aman.
5.1.5. Berdasarkan status Marital
Dari hasil Penelitian ini menunjukkan jumlah status marital
yang paling banyak Belum Kawin 204 pasien (65,59%), jumlah ini
lebih besar bila dibandingkan dengan pasien dengan status kawin,
janda dan duda. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rao et al (2005) yang menyebutkan pasien
skizofrenia lebih banyak yang sendiri dan belum kawin daripada
pasien gangguan jiwa lainnya. Analisis data statistik WHO
menyebutkan pria dengan status perkawinan sudah kawin
dibandingkan dengan pria belum kawin. Teori yang disebutkan
dalam Kaplan et al (2010) bahwa skizofrenia lebih banyak
dijumpai pada orang orang yang tidak kawin. Skizofrenia memiliki
insidensi pada usia 15-25 tahun (pria) dan 25-35 tahun (wanita).
Bila seorang pasien sudah terkena skizofrenia pada usia tersebut
dan karena skizofrenia bersifat kronis maka pasien kemungkinan
tidak akan menikah dengan kondisi sakit dan perlu pengobatan
sehingga didapatkan bahwa kehidupan sosial pasien dan
kemampuannya membangun relasi dengan baik (misalnya untuk
menikah) cenderung terganggu.
5.1.6. Berdasarkan Pendidikan
Selanjutnya Penelitian ini menunjukkan jenjang pendidikan
terakhir yang diraih pasien skizofrenia di RSJ. Daerah Provinsi
Sumatera Utara Medan jumlah pendidikan yang tinggi (SMA,
Diploma, Sarjana) sebanyak 104 pasien (33,44%) dan pendidikan
yang rendah (SMP, SD, Tidak Sekolah) sebanyak 207 pasien
(66,56%). Penelitian ini menunjukkan data bahwa pasien memiliki
jenjang pendidikan terbanyak adalah pendidikan rendah. Hal ini
dapat dikaitkan dengan onset dari skizofrenia, usia pertama kali
terkena skizofrenia antara 15-25 dan 25-35 tahun sehingga
pendidikan yang dapat diraih pasien juga tidak dapat tinggi bila
terkena skizofrenia pada usia tersebut. Kemampuan bersosialisasi
mempengaruhi seseorang dalam menjalankan proses pendidikan,
bila pasien sudah menderita skizofrenia hal ini akan
mempersulitnya untuk mengikuti pendidikan formal. Namun, tidak
hanya karena penderita sakit pengaruh lainnya juga dapat
menyebabkan seseorang tidak bersekolah seperti kondisi sosial dan
ekonomi (Januarti 2008).
5.1.7. Berdasarkan Pekerjaan
Dari hasil penelitian ini menunjukkan yang paling banyak
tida memiliki pekerjaan291 pasien (93,57%) dari 311
pasien.Pasien skizofrenia kemampuan bersosialisasinya biasanya
menurun sehingga kemampuan untuk melaksanakan kerjanya
menurun juga, bahkan bila dilihat dari prognosis perbaikannya
yang tidak begitu baik (40%-60% terus terganggu selama seluruh
hidupnya) karena sifat kronisnya. Penduduk berumur lima belas
tahun ke atas merupakan penduduk usia kerja, dimana pada usia ini
merupakan sumber tenaga kerja produktif yang dapat dimanfaatkan
sebagai penggerak roda pembangunan. Penelitian ini mendapatkan
pasien usia terbanyak adalah 26-45 tahun, pada usia ini seharusnya
seseorang bekerja dan berkarya dalam usia yang produktif
(Januarti, 2008).
5.1.8. Berdasarkan Tipe skizofrenia
Selanjutnya Skizofrenia tipe paranoid merupakan tipe
Provinsi Sumatera Utara Medan dengan jumlah 216 pasien
(69,45%) dari 311 pasien.Menurut International Classification of
Diseases (ICD) 10 edisi revisi tahun 2007, berdasarkan
epidemiologi tipe skizofrenia yang paling banyak di dunia
dijumpai adalah tipe paranoid.Penelitian ini mendapatkan bahwa
tipe paranoid merupakan tipe skizofrenia terbanyak yang diderita
pasien skizofrenia di RSJ.Daerah Provinsi Sumatera Utara
Medan.Diagnostic and Statistical of Mental Disoerders (DSM) IV
menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan
(preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar
yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarah
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.KESIMPULAN
Penelitian yang telah dilaksanakan mendapatkan hasil sebagai berikut:
6.1.1. Pasien laki-laki berjumlah 234 orang (75,24%), dan pasien perempuan
berjumlah 77 orang (24,76%). Bahwa jumlah penderita pasien
skizofrenia di RSJ. Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan paling
banyak adalah laki-laki.
6.1.2. usia 26-35 tahun 169 pasien (54,34%) dan usia paling sedikit > 55
tahun 11 pasien (3,54%).
6.1.3. Suku Batak 246 pasien (79,10%) dan paling sedikit suku Tionghoa 4
pasien (1,29%).Hal ini karena Rumah sakit tersebut berada di
mayoritas masyarakat suku Batak.
6.1.4. Agama Islam 165 pasien (53,05%) dan paling sedikit Agama Budha 4
pasien (1,29%).Hal ini karena Rumah sakit tersebut berada di
mayoritas masyarakat beragama Islam.
6.1.5. Belum Kawin 204 pasien (65,59%) dan yang paling sedikit Duda 3
pasien (0,96%).
6.1.6. Pendidikan yang tinggi (SMA, Diploma, Sarjana) sebanyak 104
pasien (33,44%) dan pendidikan yang rendah (SMP, SD, Tidak
6.1.7. Tidak memiliki pekerjaan291 pasien (93,57%) dan yang paling sedikit
petani 2 pasien (0,64%).
6.1.8. Tipe Skizofrenia paranoid 216 pasien (69,45%) dan yang paling
sedikit Tipe Skizofrenia Katatonik 9 pasien (2,89%).
Menurut International Classification of Diseases (ICD) 10 edisi revisi
tahun 2007, berdasarkan epidemiologi tipe skizofrenia yang paling
6.2. SARAN
6.2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan Institusi Keperawatan agar lebih memahami faktor-faktor
penyebab terjadinya skizofrenia berdasarkan karakteristik demografi
dan karakteristik pasien skizofrenia.
6.2.2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan Perawat dalam memberi Asuhan Keperawatan dapat
menyesuaikan pelayanan sesuai keadan pasien yang berbeda.
6.2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian tentang hubungan masing-masing
karakteristik pasien dengan kejadian skizofrenia yang ada di
DAFTAR PUSTAKA
Buchanan. (2005). Mengenal Prilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius.
Byme M, dkk. (2003). Parental Age and Risk of Schizophrenia.Arch Gen
Psychiatry; 60:673-8
Davidson G, Dkk (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta : Rajawali Press
Durand, Dkk (2007). Diagnosisi Gangguan Jiwa, PPDJ III. Jakarta : PT. Nuh
Jaya.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Gangguan Kesehatan Jiwa.
Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Trans Info Media.
Fausiah, widury. (2008). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI-press.
Hawari, Dadang (2006). Pendekatan Holistic Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: FKUI.
Hawari, Dadang (2003). Pendekatan Holistic Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: FKUI.
Januarti. (2008). Skizofrenia. Bandung : Refika Aditama
Kaplan et al. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara Publisher. Jilid 1. Jakarta: 2010.
National Institut of Mental Health. 2004. Childhood-onset Schizoprenia. Tersedia di http://www.nimh.nih.gov dikunjungi tanggal 6 Januari 2014.
Nevid dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Sadock. (2003). Psikiatri, Konsep Dasar Dan Gangguan-Gangguan. Bandung :
Refika Aditama
Sujono, Anas. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Wiramihardja, Sutarjo. (2005). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika
Aditama
WHO. (2005). Schizophrenia
World Health Organization. 2003. Mental health: Strengthening Mental Health Promotion. Tersedia di http: //www.who.int/ dikunjungi tanggal 18 Januari 2014.