• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tekstual Dan Musikal Nangen Nandorbin Pada Masyarakat Pakpak Di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tekstual Dan Musikal Nangen Nandorbin Pada Masyarakat Pakpak Di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Atur Pandapotan Solin

Usia : 52 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta / Pengelola Sanggar Pakpak di Pakpak bharat

Alamat : Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat

2. Nama : Marseti Limbong S.pd, SD

Usia : 45 tahun

Pekerjaan : Guru SD

Alamat : Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat

3. Nama : Alm. Esron Kaloko S.H

Usia : 57 tahun

Pekerjaan : PNS Dinas Kebudayaan Kab. Dairi

Alamat : Jalan 45 Sidikalang

4. Nama : Nursina br. Cibro

Usia : 56 tahun

Pekerjaan : Ketua Organisasi PERPPI (Persatuan Perempuan Pakpak

Indonesia)

Alamat : Jalan Pasar Lama Sidikalang

5. Nama : H. Raja Ardin Ujung

Usia : 65 tahun

Pekerjaan : Ketua Organisasi IKPPI (Ikatan Pemuda Pakpak Indonesia)

Alamat : Jalan Ujung Sidikalang

(2)

Usia : 27 tahun

Pekerjaan : Pengelola Sanggar Pakpak di Dairi

Alamat : Jalan 45 Sidikalang

7. Nama : Lianna br. Cibro

Usia : 74 tahun

Pekerjaan : petani

Alamat : Natam julu Pakpak Bharat

8. Nama : Rosma br. Berutu

Usia : 60 tahun

Pekerjaan : petani

Alamat : Natam julu Pakpak Bharat

9. Nama : Happy Berutu S.sn

Usia : 54 tahun

Pekerjaan : Pelatih vokal Pakpak

Alamat : Salak Pakpak Bharat

10. Nama : Barca Sagala

Usia : 55 tahun

Pekerjaan : Penyanyi Pakpak

Alamat : Jalan Merdeka Sidikalang

11. Nama : Agus Ujung S.H

Usia : 48 tahun

Pekerjaan : Anggota DPRD Kab. Dairi

(3)

LAMPIRAN FOTO-FOTO

Foto 1 : Ibu Lianna br. Cibro (74tahun), Informan Kunci Sedang menyajikan

Nangen Nandorbin.

Foto 2 : Ibu Marseti Br Limbong S.Pd,SD. (45tahun) informan kunci sedang

(4)
(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1985. Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah. Tarsito: Bandung.

Banjarnahor, Erni Juita, 2014. Tangis Beru Si Jahe di Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual, dan Musikal. Medan:

Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Bogdan, R. and Taylor, S. J. 1975. Introduction to Qualitative Resarch

Method. Newyork: John Willey and Sons.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of

Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage

Publications.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem

Gendang Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi,

Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft.

Kartomi, Margareth J., (1990), On Concepts and Classifications of Musical

Instruments. Chicago dan London: The University of Chicago Press.

Keraf, Goris, 1986. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat (ed.), 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1980a. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra.

Koentjaraningrat, 1980b. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Koentowidjojo, 1991. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Penerbit Mizan.

Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Anthropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

(6)

Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk,

Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari,

Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Merriam, Alan P 1964The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern Univercity Press.

Meuraxa, Dada, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar.

Molleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution, S., 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars.

Nettl, Bruno. 1964. Theory And Methode In Ethnomusicology. Newyork: The Free Press Of Glencoe.

Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Nettl, Bruno, 1992. “Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and

Directions.” Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May

(ed.). California: University California Press.

Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks

Gondang Sabangunan. Skripsi Etnomusikologi Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Perlman, Marc. 1994. Unplayed Melodies: Music Theory in Postcolonial Java. Ph.D. dissertation, Wesleyan University.

Poerwadarminta, W.J.S. (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purba, Setia Dermawan, 1994. Penggunaan, Fungsi, dan Perkembangan

Nyanyian Rakyat Simalungun bagi Masyarakat Pendukungnya: Studi Kasus di Desa Dolok Meriah, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Tesis S-2. Jakarta: Universitas Indonesia.

Putro, Brahma, 1981. Karo dari Jaman ke Jaman. Medan: Yayasan Masa

Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von

Hornbostel, 1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan

Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An

(7)

Saragih, Tumpal H.F.M., 2013. Teknik Permainan Sarune oleh Bapak Kerta

Sitakar. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi

Sarjana).

Sihotang, Batoan L., 2013. Kajian Organologi Kucapi Buatan Bapak Kami

Capah di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat. Medan:

Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

(8)

BAB III

ANALISIS TEKSTUAL NANGEN NANDORBIN

3.1 Penyajian Nangen Nandorbin

Dalam Bab III ini, penulis akan menganalisis tekstual dan serta makna

yang terkandung dari teks nangen nandorbin tersebut. Nangen nandorbin

disajikan pada saat putri tersebut masih menginjak remaja. Pada umumnya,

nyanyian ini hanya disajikan oleh keluarga dekat saja. Tidak ada peraturan

waktu tertentu dalam menyajikan nyanyian ini. Nyanyian ini bebas disajikan

pada saat kapan saja selagi seorang putri masih belum menikah.

Ketika nyanyian ini disajikan, maka ibunya tidak boleh bermain-main

dalam menyampaikan pesan dan makna yang ada pada teks nyanyian tersebut.

Nyanyian ini tidak diiringi alat musik. Nyanyian ini biasanya disajikan ketika

melihat putrinya sudah beranjak dewasa, dan harus dididik menjadi seorang

putri yang bernilai mahal. Kemudian, nyanyian ini disajikan secara perlahan

dimana pada saat suasana dalam keadaan sunyi, maka si penyaji melontarkan

perkataan mendidik dengan cara bernyanyi. Kemudian, nyanyian ini sering

juga disajikan ketika ada anggota keluarga yang lain datang sehingga keluarga

yang ada di sekitar tersebut merasa tertarik kepada putri yang telah terdidik

tersebut, sehingga putri tersebut menjadi sorotan masyarakat Pakpak yang ada

di Desa Sukaramai.

Pada umumnya, nyanyian ini hanya disajikan oleh kaum wanita dewasa

saja. Sejauh pengamatan penulis, tidak ada kaum laki-laki yang menyajikan

(9)

mereka mengungkapkan ekspresi kebahagiannya lewat tingkah laku yang baik

saja.

3.2 Penggunaan Nangen Nandorbin

Nangen nandorbin digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Nangen nandorbin ini bukanlah suatu bagian dari adat, tetapi tradisi yang

dilakukan secara turun-temurun dan hanya digunakan dalam konteks

kehidupan sehari-hari saja. Nyanyian ini sejenis bahasa yang digunakan untuk

mendidik seorang putri yang belum menikah mendidik sifat, kepribadian,

kebaikan atau hal-hal lainnya berupa didikan.

3.3 Analisis Semiotik terhadap Tekstual Nangen Nandorbin 3.3.1 Teks Nangen Nandorbin oleh Marseti Limbong S.Pd, SD

Sebelum menganalisis makna dan struktur dari teks nyanyian tersebut,

maka penulis menuliskan teks dari nyanyian tesebut. Berikut ini adalah teks

yang disajikan oleh Marseti Limbong yang kemudian saya terjemahkan sendiri

ke dalam bahasa Indonesia.

Nandorbin

1. Sada Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi

Nandorbin Nandorbin

Sada-sadana kuambit

Man permainku idi

Nandorbin Nandorbin

(10)

Satu, putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Satu-satunya untuk menjadi menantu

Menantu yang menjadi kesayangan

Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri yang sudah siap untuk dilamar oleh siapapun,

Seorang putri tersebut dianggap seperti bambu yang sangat bermanfaat,

Karena pada saat itu bambu sangat berperan penting bagi kehidupan

masyarakat Pakpak,

Putri tersebut sudah siap menjadi menantu siapapun]

2. Dua Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi

Nandorbin Nandorbin

Dua-duana mahan silindung bulan

Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Dua, putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Putri yang siap menjadi menantu seorang raja

Putriku yang terbaik

(11)

Seorang putri tersebut sudah siap menjadi menantu seorang raja

yang memiliki takhta tertinggi pada masyarakat Pakpak,

Ia sudah layak menjadi bindo hara (istri seorang raja atau

pertaki]

3. Tellu Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi

Nandorbin Nandorbin

Tellu-telluna mahan tongket ku idi

Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Tiga, putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Menjadi pengokoh dalam keluarga yang melamar

Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut dapat menjadi pengokoh dalam keluarga yang

melamar, atas permintaan ibu si pelamar]

4. Empat Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi

Nandorbin Nandorbin

Empat-empatna mahan peningkat marga

Nandorbin Nandorbin

(12)

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Mampu memberikan keturunan kepada keluarga si pelamar

Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut yang sudah siap memberikan keturunan

kepada marga atau orang yang telah melamarnya,

Sehingga generasi penerus marga si pelamar tersebut makin

bertambah]

5. Lima Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi

Nandorbin Nandorbin

Lima-limana mahan dengngan merarih

Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

(13)

Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut telah siap menjadi tempat bernaung untuk suka

maupun duka dalam konteks pembicaraan khusus di dalam keluarga]

6. Ennem Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi

Nandorbin Nandorbin

Ennem-ennemna mahan dengngan mengula

Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Mampu bekerja keras

Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

[Seorang putri tersebut telah siap untuk bekerja keras,

Demi menghidupi keluarga dan mengurus keluarga yang

melamar tersebut]

7. Pitu Nandorbin Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi

(14)

Pitu-pituna man dengngan cayur ntua

Nan Ndorbin Nan Ndorbin

[Arti harfiah:

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik

Putriku yang terbaik

Siap mendampingi suami sampai akhir tuanya

Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut telah siap untuk mendampingi hidup si pelamar

Tersebut sampai akhir tuanya]

Secara struktural, teks nangen nandorbin tersebut terdiri dari tujuh bait.

Masing-masing bait di awalnya dimulai dengan kata-kata angka yaitu: sada

(artinya satu); dua (dua), tellu (tiga), empat (empat), lima (lima), ennem

(enam), dan pitu (tujuh). Kata-kata bilangan satu sampai tujuh dalam bahasa

Pakpak ini mempertegas jumlah dan rangakian teks nangen nandorbin.

Selain itu, struktur teks nangen nandorbin ini, pada setiap baitnya

banyak mengulangi kata nandorbin itu sendiri sebagai ekspresi gaya bahasa

perulangan (repetisi) dan untuk mempertegas tema mengenai nandorbin itu

(15)

Tema utama teks ini adalah kesiapan seorang putri untuk disunting

pujaan hati, yaitu yang dalam konsep budaya Pakpak tipe ideal suami sang

calon mempelai perempuan ini adalah seorang pertaki atau raja (dalam

pengertian luas). Jadi seorang suami idaman dalam konsep budaya Pakpak

adalah suami yang memiliki berbagai keunggulan baik dari sisi kekuasaan

politis, ekonomis, budaya, agama, dan aspek-aspek sejenisnya.

3.3.2 Formula Pembentukan Teks

Melihat struktur nangen nandorbin seperti terurai di atas, maka

sebenarnya dapat dilacak terbentuknya formula (rumusan) dalam membentuk

teks. Adapun formula tersebut dimulai dari kata bilangan untuk masing-masing

bait. Kata ini diteruskan dengan Nandorbin, kedua kata ini membetuk baris

pertama setiap baris dari tujuh baris secara keseluruhan. Kemudian pada baris

kedua dilanjutkan dengan lima kata yaitu Ko buluh i bernoh idi. Dilanjutkan

kepada baris ketiga Nandorbin nandorbin, dua kata ulangan yang membentuk

satu kesatuan. Baris keempat adalah penciri setiap baris yang menggunakan

rumus, kata bilangan baris, dan berubah terus setiap baitnya. Baris inilah yang

menjadi tema utama di setiap bait. Kata-kata ini kemudian diselesaikan dengan

baris kelima yang sama dengan baris ketiga yaitu menggunakan dua kata

Nandorbin nandorbin. Fornula garapan teks setiap baris tersebut dapat

(16)

Bagan 3.1

Formula Pembentukan Teks Nangen Nandorbin

Setiap Bait

Kata bilangan (indeks bait) Nandorbin

Ko buluh I bernoh idi Baris pertama

Baris kedua

Baris ketiga Nandorbin nandorbin

Baris keempat Kata bilangan (indeks bait)

+ akhiran na

Kata-kata khas penciri bait

Baris kelima (repetisi baris ketiga)

(17)

3.3.3 Isi Teks

Dalam teks ini menceritakan bagaimana penyaji mengungkapkan

nyanyian nya ketika putri nya masih berada di hadapan nya. Dia menceritakan

banyak hal dalam nyanyian ini, tidak hanya berkisar tentang kehidupannya

sendiri. Dalam nyanyian ini, dia juga menceritakan tentang suka duka

kehidupan setelah menikah, tanggung jawab yang besar bahwa dia adalah

seorang putri terbaik yang di pinang oleh raja. Ungkapan hati seorang ibu

untuk putri tercinta, berupa ekspresi kebahagiaan yang bersifat mendidik

putrinya, agar menjadi wanita yang baik dan pantas menjadi menantu siapa pun

yang akan melamarnya.

Di dalam teks yang di ungkapkan penyaji melalui nangen nandorbin

yaitu kata-kata yang benar-benar terpilih, di dalam nyanyian ini si Ibu atau

penyaji mendidik putrinya tersebut dapat menjadi pengokoh dalam keluarga

yang melamar, sehingga ibu si pelamar semakin yakin bahwa putri yang akan

dilamarnya tersebut merupakan putri yang terdidik dan pantas dijadikan

bindohara (istri seorang raja). Di dalam nyanyian tersebut si ibu yang

menyanyikan tersebut menceritakan bahwa putrinya sudah siap untuk

memberikan keturunan kepada marga atau orang yang telah melamarnya,

sehingga generasi penerus si pelamar tersebut semakin bertambah. Selain itu,

dia juga menceritakan bagaimana penderitaan dalam menjalani kehidupannya.

Hidup dengan serba kekurangan. Bagaimanapun kerasnya dia mencari nafkah,

semangat untuk menghadapi keluarga yang baru, mencintai ibu mertua harus di

seimbangkan dengan cinta ibu kandung, tidak boleh lebih mencintai ibu

(18)

Dalam penyajian yang disampaikan seorang ibu tersebut bahwa putrinya

sudah dapat menjadi tempat bernaung keluarga si pelamar dalam suka maupun

duka di dalam konteks khusus pembicaraan keluarga. Putri tersebut telah

bersedia bekerja keras untuk memberi kehidupan yang layak terhadap keluarga

yang akan melamarnya, mampu menghadapi segala ujian serta perihnya

kehidupan, sehingga putri tersebut menjadi sorotan para kaum-kaum

terpandang yang ada di daerah Pakpak.

3.3.4 Makna Teks

Dalam teks nangen nandrobin tersebut si penyaji menggunakan bahasa

sehari sehari, namun pada bagian-bagian tertentu penyaji harus menggunakan

pemilihan pemilihan kata yang tepat sesuai dengan tradisi yang berlaku. Istilah

lain atau berupa ungkapan-ungkapan yang menyerupai pantun. Ada beberapa

makna yang bisa saya lihat dari teks tersebut yaitu sebagai ungkapan rasa haru

dan rasa bangga karena putrinya memang yang terbaik. Teksnya dapat kita

lihat di bawah ini.

Sada Nandorbin Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin [Seorang putri

yang sudah siap untuk dilamar oleh siapapun, seorang putri tersebut dianggap

seperti bambu yang sangat bermanfaat].

Sada-sadana kuambit man permainku idi Nandorbin Nandorbin

[Seorang putri tersebut menjadi pilihan satu satu nya untuk menjadi

(19)

Dua-duana mahan silindung bulan Nandorbin Nandorbin [Seorang

Putri tersebut sudah siap menjadi menantu seorang raja yang memiliki

tahta tertinggi di masyarakat Pakpak dan dapat menjadi pelindung

dalam keluarga tersebut].

Tellu-telluna mahan tongket ku idi Nandorbin Nandorbin [Seorang

Putri tersebut dapat menjadi pengokoh dalam keluarga yang melamar,

atas permintaan ibu si pelamar].

Empat-empatna mahan peningkat marga Nandorbin Nandorbin

[Seorang putri tersebut sudah dapat dipastikan, bahwa dia mampu untuk

memberikan keturunan kepada keluarga si pelamar].

Lima-limana mahan dengngan merarih Nandorbin Nandorbin [Seorang

putri itu mampu jadi tempat bernaung dan tempat bercerita dalam suka

maupun duka].

Ennem-ennemna mahan denggan mengula Nandorbin Nandorbin

[Seorang putri yang sudah mampu untuk bekerja keras dan menjadi

sosok yang multitalenta].

Pitu-pituna man dengngan ncayur ntua Nandorbin Nandorbin [Seorang

putri tersebut dapat menjadi teman sehidup semati].

Dalam teks tersebut, si penyaji mengungkapkan keterbaikan dan hal-hal

yang berat untuk di topang oleh putri tersebut, agar mampu bertahan dan tetap

(20)

putrinya dengan nangen nandorbin tersebut. Teksnya dapat kita lihat di bawah

ini.

Buluh i bernoh [Serumpun bambu yang terbaik]

Mahan silindung bulan [Menjadi pelindung]

Mahan tongket ku idi [Menjadi tongkat penopang]

Mahan peningkat marga [Menjadi peningkat keturunan]

Mahan dengngan merarih [Menjadi teman bercerita]

Mahan dengngan mengula [Menjadi teman bekerja]

Man dengngan ncayur ntua [Menjadi teman hidup sampai tua]

Dari teks di atas terlihat dengan jelas bahwa terdapat tujuh tipe wanita

ideal untuk menjadi seorang istri dalam konsep etnosains masyarakat Pakpak.

Seorang istri itu dilambangkan sebagai serumpun bambu terbaik. Bambu

adalah simbol dari kekuatan wanita yang akan melahirkan tunas-tunas baru dari

rumpun tersebut. Bambu juga adalah simbol dari perkembangan umat manusia,

dari waktu ke waktu. Begitu juga bambu ini memiliki berbagai kegunaan di

dalam kehidupan masyarakat Pakpak.

Dalam teks tersebut, si penyaji meyakinkan kepada masyarakat Pakpak

bahwa putrinya sudah mampu menjadi yang terbaik. Dia juga sangat mendidik

putrinya selama tinggal bersama, sehingga putrinya sudah dapat mencontohkan

yang terbaik karena yang diperlihatkan ibunya adalah kepribadian yang terbaik.

Dia juga berpesan banyak kepada putrinya agar dapat menghadapi berbagai

rintangan serta permasalahan hidup.

Tipe ideal kedua seorang istri dalam budaya Pakpak adalah menjadi

(21)

inti dan keluarga batihnya. Seorang ibu akan selalu melindungi anak-anaknya

dengan cara menyusui, memberi makan, memandikan, mengurusi segala

keperluan anak dan suami, termasuk juga bekerja, dan melindungi nama baik

keluarganya dan keluarga suaminya. Yang jelas ia menjadi sosok pelindung di

dalam keluarga tersebut.

Tipe ideal ketiga seorang istri dalam kebudayaan Pakpak adalah menjadi

figur ibu yang digambarkan sebagai tongkat penopang (tongket ku idi). Artinya

seorang ibu itu adalah tongkat penopang keluarga. Ia harus dapat menyangga

berdirinya bangunan rumah tangga, agar kokoh dalam menjalankan bahtera

rumah tangga, sebagaimana kokohnya tongkat untuk membantu seorang dalam

berjalan. Jadi seorang istri yang ideal dalam gambaran masyarakat Pakpak

adalah istri yang terus berusaha menyokong berdirinya sumah tangga yang

kuat, teritegrasi, dan memiliki kepekaan kekerabatan dan sosial.

Tipe ideal keempat seorang istri yang digambarkan dalam nangen

nandorbin ini adalah menjadi peningkat keturunan (mahan peningkat marga).

Di sinilah fungsi utama seorang istri itu, yaitu ia akan mampu melakukan

reproduksi generasi-generasi manusia Pakpak melalui lembaga perkawinan.

Seorang istri adalah tempat awal pertumbuhan manusia, dari masa pembuahan,

kemudian datangnya ruh, selepas itu menjadi bentuk manusia, di mana di

tempat ini yaitu alam rahim sudah terjadi interaksi alamiah antara ibu dan

anaknya. Kemudian setelah itu di masa kehamilan kurang lebih sembilan bulan

akan lahirlah anak-anak buah dari perkawinannya. Seorang ibu memliki peran

utama dalam konteks meneruskan generasi manusia, termasuk orang-orang

(22)

tentu saja kebudayaan Pakpak. Jadi masyarakat Pakpak secara umum sangat

menggantungkan kontinuitas dan perkembangan generasinya melalui seorang

ibu. Demikian maksud tipe ideal yang keempat ini.

Seterusnya tipe ideal kelima seorang istri dalam konteks kebudayaan

Pakpak adalah dilukiskan dalam baris teks mahan dengngan merarih (menjadi

teman bercerita. Artinya dalam frase ini, seorang istri itu menjadi teman

bercerita kepada suami yang amat dikasihinya, terutama dalam membina

keluarga yang sempurna, menurut panduan adat dan juga agama. Dengan

demikian, walaupun masyarakat Pakpak menganut garis keturunan dari pihak

laki-laki (patrilineal), namun fungsi seorang istri sangatlah penting dalam

konteks memberikan arah yang baik dalam membina keluarganya. Suami tidak

akan dapat berjalan atau menentukan sendiri arah rumah tangganya. Ia tetap

harus memusyawarahkan dan kemudian mencari kesepakatan dalam

menentukan mahligai rumah tangganya.

Selanjutnya, tipe ideal yang keenam seorang istri dalam budaya Pakpak

adalah menjadi teman bekerja untuk sang suami tercinta, yang diistilahkan

dalam nangen ini sebagai mahan dengngan mengula (menjadi teman bekerja).

Seorang istri bukan hanya pasif, artiny cukup sekedar melahirkan keturunan.

Istri haruslah bekerja mengurusi anak, suami, dan keluarga saja, atau lebih jauh

dari itu ia juga bekerja membantu ekonomi keluarga, seperti ikut bertani,

mengambil kemenyan, menenun, dan sebagainya. Seorang istri yang ideal

dalam kebudayaan Pakpak adalah istri yang rajin bekerja. Ia bertindak nyata

(23)

Tipe ideal yang terakhir, yaitu yang ketujuh yang diekspresikan dalam

teks nangen nandorbin ini adalah seorang istri dalam kebudayaan Pakpak

adalah man dengngan ncayur ntua (menjadi teman hidup sampai tua). Artinya

adalah seorang istri adalah menjadi pendamping atau pasangan hidup terhadap

suaminya untuk selama-lamanya yang dikonsepkan sampai tua dalam frase ini.

Dengan demikian, secara etnosains, seorang istri dan seorang suami yang ideal

dalam konteks kehidupan masyarakat Pakpak adalah istri dan suami yang

menjaga keutuhan dan perkembangan rumah tangganya sampai ajal menemui

mereka. Jadi tipe ideal rumah tangga dalam kehidupan masyarakat Pakpak

adalah rumah tangga yang langgeng, kalau bisa jangan sampai bercerai. Sebab

dampaknya akan merugikan kepada anak-anaknya dan juga keluarga kedua

belah pihak.

Selain itu, larik di atas juga menggambarkan keberhasilan dalam hidup

seorang Pakpak apabila ia mati dalam keadaan ncayur ntua, yaitu meninggal

dunia dengan meninggalkan keturunan (anak dan cucu) yang berhasil di dalam

kehidupannya. Ncayur ntua ini menjadi dambaan dari seorang Pakpak. Jika

seseorang mampu mencapai derajat kematian ncayur ntua, maka ia akan

dihargai, dihormati, diapresiasi dengan baik oleh seluruh warga Pakpak. Ini

juga yang terkandung di dalam konsep adat Pakpak.

3.3.5 Pemilihan Teks

Dalam teks tersebut, ada beberapa istilah yang digunakan oleh penyaji

(24)

tersebut ditujukan kepada orang yang akan pelamar putrinya, agar orang yang

akan melamar tersebut yakin dan percaya bahwa putri tersebut adalah putri

terbaik dan pilihan, seperti contoh di bawah ini.

(a) buluh i bernoh: sebutan untuk putri yang terdidik,

(b) kuambit: sebutan halus untuk mengungkapkan perasaan,

(c) man permain: sebutan untuk putri tersebut diangkat menjadi menantu,

(d) silindung bulan: sebutan untuk putri perumpaan cahaya bulan,

(e) mahan: sebutan untuk perkataan halus dijadikan yang terbaik.

Istilah tersebut merupakan suatu hal yang harus diketahui penyaji dalam

menyampaikan nyanyiannya karena jika tidak tepat dalam menyebutkannya,

maka orang-orang yang mendengar akan mengejek bahkan menertawakannya.

Hal-hal tersebut sangatlah penting dalam menyajikan nyanyian ini. Dengan

demikian si penyaji tidak boleh sembarangan dalam menyampaikan kata-kata

dalam nyanyiannya.

Dalam teks tersebut juga terdapat istilah eufoniks yaitu menambah atau

mengurangi suku kata dalam teks nyanyian untuk menambah efek musical atau

keindahan dalam lagu tersebut, seperti: man, kata ini seharusnya mahan, tetapi

dalam teks tersebut dikurangi menjadi man. Permen, kata ini seharusnya

permain, tetapi dalam teks tersebut dikurangi menjadi permen.

3.3.6 Struktur Teks

Secara umum, teks yang terdapat dalam nangen nandorbin tidak

mempunyai peraturan yang baku. Artinya, teks yang disampaikan secara

(25)

tengah dan bagian akhir, atau teks yang sudah baku tetapi disampaikan sesuai

dengan isi hati si penyaji. Hanya saja harus menggunakan kata-kata yang sopan

dan istilah yang benar sesuai dengan tradisi yang berlaku seperti yang sudah

dijelaskan di atas.Teks dari nyanyian tersebut juga tidak terikat rima atau sajak.

Struktur teks dari Nangen nandorbin tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, dia menyanyikan untuk putrinya. Teksnya dapat dilihat di

bawah ini.

Sada Nandorbin ko buluh i bernoh idi

Putriku kau bagaikan bambu yang terbaik dari serumpun bambu yang

ada di lembah tersebut.

Nandorbin Nandorbin

Putriku yang terdidik.

Sebagian besar, dia lebih banyak menceritakan kehidupan dan didikan terbaik

(26)

BAB IV

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL NANGEN NANDORBIN

4.1 Teknik Transkripsi dan Hasilnya

Dalam disiplin ilmu etnomusikologi, transkripsi merupakan proses

penulisan bunyi-bunyian musikal sebagai hasil dari pengamatan dan

pendengaran suatu musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan

notasi. Untuk melakukan transkripsi melodi nangen nandorbin, penulis

memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi

deskriptif adalah notasi yang ditujukan untuk menyampaikan kepada pembaca

tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh

pembaca.

Dalam bab ini, penulis memilih untuk mentranskripsi dan menganalisis

melodi nangen nandorbin yang disajikan oleh Marseti Limbong S.Pd, SD.

Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan dengan menggunakan notasi Barat.

Penulis memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi

nangen nandorbin secara grafis. Hasil transkripsi yang dibuat oleh penulis

yang dibantu Amsaal Siburian. Nangen nandorbin ini merupakan hasil

penelitian pada tanggal 14 Maret 2015 lalu di kediaman Ibu Marseti Limbong,

S.Pd., SD, di Desa Sukaramai, Kecamatan Kereajaan, Kabupaten Pakpak

Bharat.

Selanjutnya dalam menganalisis nyanyian tersebut, penulis berpedoman

(27)

teori weightedscale. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan

melodi, yaitu :tangga nada (scale), nada dasar (pitch center), wilayah nada

(range), jumlah nada (frequency of note), jumlah interval, pola kadensa,

formula melodi (melody formula), dan kontur (contour) (Malm dalam

terjemahan Takari 1993:3).

Simbol dalam Notasi

1. Merupakan garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan

empat buah spasi dengan tanda kunci G.

2. = Merupakan empat buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.

3. = Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.

4. = Merupakan tanda istirahat (rest) ¼ ketuk yang bernilai satu ketuk

5. = Merupakan tanda istirahat (rest) 1/16 ketuk yang bernilai ¼ ketuk

Selengkapnya hasil transkripsi berupaa notasi nangen nandorbin yang

disajikan oleh Ibu Marseti Berru Limbong, dengan teknik dan simbol-simbol

(28)

Notasi 4.1:

NANDORBIN

Penyaji: Marseti Berru Limbong

Direkam di: Desa Sukaramai, Kerajaan, Pakpak Tanggal perekaman: 14 Maret 2015

(29)

4.1.1 Tangga Nada (scale)

Tangga nada atau scale yang dimaksud dalam skripsi ini adalah

nada-nada yang dipakai dalam lagu nangen nandorbin, yang berkaitan dengan

melodi serta nada tonika. Tangga nada ini memiliki nada-nada anggota, yang

membangun melodi secara keseluruhan.

Dalam mendeskripsikan tangga nada, penulis mengurutkan nada-nada

yang terdapat dalam melodi nyanyian tersebut, berdasarkan kaidah penyusunan

tangga nada atau modus melodi di dalam kebudayaan musik manapun di dunia

ini. Dari hasil transkripsi diperoleh nada-nada anggota tangga nada nangen

nandorbin ini sebagai berikut.

Notasi 4.2:

Tangga Nada Nangen Nandorbin

Es -- F -- Bes – C -- Es’

Adapun jarak antara nada-nada anggota tanggga nada ini adalah:

200 -- 500 -- 200 -- 500 sent

atau 1 -- 2½ -- 1 -- 2½ laras

Tangga nada tersebut dilihat dari hubungan antara nada yang satu dengan yang

lainnya memiliki formula-formula interval yang menyusunnya sebagai berikut

(30)

Notasi 4.3:

Hubungan Antar Nada dalam Tangga Nada Nangen Nandorbin

Dengan demikian tangga nada yang digunakan oleh penyanyinya untuk

menyanyikan nangen nandorbin ini dapat diklasifikasikan kepada tangga nada

yang menggunakan empat nada dalam satu oktaf, yang dalam peristilahan

musik disebut dengan tetratonik.8

4.1.2 Nada Dasar (Pitch Center)

Dalam menentukan nada dasar pada nangen nandorbin ini, penulis menggunakan tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl

(31)

dalam bukunya Theory and Method in Etnomusicology (1963:147), yaitu sebagai berikut.

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi musik.

2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar, meskipun jarang dipakai.

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian

tengah komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas

tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun

posisi tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai

sebagai patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama

oktafnya, sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama

tersebut boleh dianggap lebih penting.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai

sebagai patokan tonalitas.

7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem

tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas.

Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik

tampaknya adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan

musik tersebut (terjemahan Marc Perlman 1963:147).

Dengan melihat ketujuh kriteria di atas, maka dapat diuraikan nada

(32)

1 Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Bes

2 Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Bes

3 Nada awal yang paling sering dipakai: Bes, dan nada akhir yang

paling sering dipakai: F

4 Nada yang memiliki posisi paling rendah: Es

5 Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Es

6 Nada yang mendapat tekanan ritmis: Bes

7 Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan

besar nada dasar lagu nangen nandorbin ini adalah nada: Es

Tabel 4.1:

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Nangen Nandorbin

No Kriteria Nada

Wilayah nada dapat didefiniskan merupakan retang antara nada yang

(33)

terutama yang berkaitan dengan melodi. Wilayah nada ini selalu juga dalam

istilah musik disebut dengan ambitus atau range.

Dengan berpedoman pada hasil transkripsi seperti terurai di atas maka

wilayah nada yang digunakan penyanyi nangen nandorbin ini adalah dari nada

terendahnya yaitu Es (dia atas C tengah) dan nada tertinggi adalah nada F. Jika

di gambarkan di dalam monasi adalah sebagai berikut ini.

Notasi 4.4:

Wilayah Nada Nangen Nandorbin

Es F

1400 sent

7 laras

Dengan demikian tergambar dengan jelas bahwa ambitus suara yang

diekspresikan oleh penyaji nangen nandorbin adalah satu oktaf lebih satu laras.

4.1.4 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik

atau nyanyian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam nyanyian tersebut

(34)

Notasi 4.5:

Jumlah Nada-nada yang Digunakan pada Nangen Nandorbin

Dari bagan di atas terlihat kepada kita bahwa dua nada yaitu Es dan F

menggunakan duplikasi oktaf. Dua nada lainnya yaitu Bes dan C tidak

menggunakan duplikasi oktaf. Dengan menyatukan nada-nada yang

menggunakan duplikasi oktaf, maka nada yang terbanyak digunakan dalam

nangen nandorbin adalah nada Bes yang muncul sebanyak 126 kali. Kemudian

disusul oleh nada F yang muncul sebanyak 70 kali, selanjutnya nada Es 42 kali,

dan nada C sebanyak 35 kali kemunculannya dalam komposisi musik vokal ini.

(35)

Kemudian setiap nada tersebut dapat dipersentasekan berdasarkan

kepentingannya di dalam komposisi lagu. Adapun persentase tersebut adalah

sebagai berikut:

(a) Nada Es 42/273 x 100 = 15,83 %

(b) Nada F 70/273 x 100 = 25,64 %

(c) Nada Bes 126/273 x 100 = 46,15 %

(d) Nada C 35/273 x 100 = 12,82 %

Jika digambarkan dalam bentuk diagram batang adalah sebagai berikut.

Diagram 4.1:

Diagram Batang Persentase Nada-nada Nangen Nandorbin

(36)

Diagram 4.2:

Diagram Pie Persentase Nada-nada Nangen Nandorbin

4.1.5 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri

dari interval naik maupun turun. Sedangkan jumlah interval adalah banyaknya

interval yang dipakai dalam suatu musik atau nyanyian. Berikut ini adalah

(37)

Tabel 4.2:

Interval yang Digunakan Nangen Nandorbin

Interval Posisi Total

Naik Turun

1P 110 110

2m 3 2 5

2M 66 39 105

3m

3M

4P 30 10 40

5P 8 20 28

5Aug 1 1 2

6M 1 8 9

4.1.6 Pola Kadensa

Pengertian kadensa adalah pergerakan nada akhir dari suatu frasa lagu.

Pola kadens dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu semi kadens (half cadence)

dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat

yang tidak lengkap atau tidak selesai dan memberi kesan adanya gerakan ritme

yang lebih lanjut. Sedangkan kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat di

akhir frase yang terasa selesai sehingga pola kadens seperti ini tidak

(38)

penggunaan kadens pada lagu Nandorbin tersebut hanya menggunakan jenis

semi kadens dikarenakan penggunaan melodi yang repetitif dan menunjukkan

adanya kesan menambah gerakan ritem baru.

Pola semi kadens (half cadence) pada lagu nandorbin terdapat pada

birama ke enam, delapan belas, dua puluh empat, tiga puluh, tiga puluh enam,

empat puluh dua dan empat puluh delapan. Penggunaan kadens tersebut

(39)

Notasi 4.6:

(40)

Kadens a terdiri dari nada Bes sebesar not seperdelapan pada ketukan up beat

dilanjutkan dengan seperdelapan nada Bes juga dan diakhiri oleh nada Bes

seperdelapan dalam keadaan up beat. Kadens b diisi oleh nada Es pada posisi

down beat durasi not seperdelapan dialnjutkan ke nada F sebesar not

seperdelapan dan diakhiri oleh nada F dengan durasi not seperempat, dalam hal

ini memiliki durasi satu ketukan dasar.

4.1.7 Formula Melodi

Formula melodi yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi bentuk,

frasa dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin

menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Dan

motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi.

William P. Malm mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam

menganalisis bentuk, yaitu:

1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang.

2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil

dengan kecenderungan pengulangan-pengulanag di dalam keseluruhan

nyanyian.

3. Strophic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks

nyanyian yang baru atau berbeda.

4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan

pada frasa pertama setelah terjadi penyimpanganpenyimpangan melodi.

5. Progresive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan

(41)

Melihat kepada hal yang dikemukakan oleh Malm mengenai bentuk

nyanyian, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa melodi dari nyanyian

tersebut adalah strophic yang artinya bentuk nyanyian yang diulang tetapi

menggunakan teks nyanyian yang baru atau berbeda. Dalam nyanyian nangen

nandorbin ini, contohnya adalah sebagai berikut.

Notasi 4.7:

(42)

4.1.8 Analisis Bentuk, Frase, dan Motif pada Nangen Nandorbin

Secara garis besar, bentuk, frasa dan motif yang terdapat dalam Nangen

(43)

Frase-frase yang membentuk komposisi nangen nandorbin ini di dalam

bentuk notasi adalah seberti analisis berikut ini.

Notasi 4.8:

(44)

Dari notasi di atas dapat dideskripsikan dua frase yang membentuk nagen

nandorbin ini sebagai berikut.

(i) Frase A, pada birama pertama dimulai dari tiga nada Bes

masing-masing not seperdelapan, dilanjutkan dengan nada Es seperdelapan,

rangkaian ini mengisi dua ketukan awal pada birama pertama.

Diteruskan dengan nada F sebesar not seperempat pada ketukan ketiga

dan disambung dengan nada F juga sebesar not tiga perdelapan dan

digenapi oleh nada F seperenam belas pada ketukan keempat birama

pertama ini. Sesudah itu pada birama kedua ketukan pertamanya diisi

oleh dua nada F masing-masing not seperdelapan, dilanjutkan ke

ketukan kedua diisi nada Es seperdelapan dan nada Bes seperdelapan.

Diteruskan dengan nada C seperdelapan dan nada Bes seperdelapan

pada ketukan ketiga birama ini. Dilanjutkan kpeda nada Es bawah

seperdelapan dan Bes seperdelapan menutup ketukan keempat birama

kedua ini. Setersunya dilanjutkan dengan nada C seperdelapan Bes

seperdelapan, Es seperdelapan dan F seperdelapan, diteruskan kepada F

tiga perenam belas dan Bes seperenambelas. Kemudian pada ketukan

keempat birama tiga ini diisi oleh dua nada Bes masing-masing not

seperdelapan. Pada ujung frase ini, ketukan pertama birama keempat

diisi oleh dua nada Bes masing-masing seperdelapan, kemudian

digunakan tanda istirahat dua seperdelapan.

(ii)Frase B, dimulai nada C seperdelapan ditambah tiga nada Bes

masing-masing seperdelapan. Diteruskan ke birama berikutnya dengan

(45)

dan F seperdelapan. Rangkaian nada ini kemudian dilanjutkan dengan

menggunakan nada Bes seperdelapan, C seperdelapan, Es seperdelapan,

F seperdelapan, dan frase ini ditutup dengan nada F seperempat

ditambah tanda istirahat tiga perempat. Kedua-dua frase inilah menjadi

pembentuk komposisi nangen nandorbin.

Dari dua frase tersebut, maka selanjutnya lebih detil lagi dapat

dianalisis motif-motif melodi yang digunakan nangen nandorbin ini.

Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut.

Notasi 4.9

(46)

Motif melodi frase A terdiri dari: a, b, a1, c, d, a2, dan a3. Sementara di

sisi lainnya, frse B dibentuk oleh motif-motif: a4, e, f, dan a21. Dengan

demikian motifnya cenderung berkembang terus. Di samping itu, khusus motif

a, motif yang statis yaitu rangkaian nada-nada yang sama sangat berkembang

di dalam melodi nangen nandorbin ini.

4.1.9 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan

1997: 85), yang dapat dibedakan beberapa jenis kontur, yaitu:

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari

nadayang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada

yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada

ke nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang

lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih

rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada

yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun

(47)

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai

batas-batasan.

Garis kontur yang terdapat pada melodi nangen nandorbin adalah

ascending, descending dan static. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada

gambar di bawah ini.

Notasi 4.10:

(48)

Notasi 4.11:

(49)

Melihat dari dua notasi grafik di atas dapat dikemukakan mengenai kontur

secara umum, dua frase nangen nandorbin ini, yaitu sebagai berikut.

1. Frase A dibentuk oleh dua kontur, yang pertama adalah kontur

pendulum ke arah atas dan ditambah dengan bahagian ujungnya yaitu

kontur naik (ascending). Keduanya dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Frse B dibentuk oleh dua kontur juga. Yang pertama adalah kontur

menurun, dan yang kedua adalah kontur pendulum ke arah atas, yang

secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.

Secara umum melodi nangen nandorbin disusun oleh tiga bentuk kontur, yaitu

(50)

4.1.10 Analisis Waktu

Nangen nandorbin selain dikomposisikan oleh dimensi ruang (tangga

nada) juga disusun berdasarkan waktu. Aspek waktu ini mencakup: meter,

aksentuasi, tempo, durasi, aksentuasi, dan.lain-lainnya. Inilah aspek-aspek

yang mendukung dimensi waktu.

4.1.10.1 Meter

Meter yang dimaksud di dalam skripsi ini adalah kesatuan unit-unit

ketukan yang menjadi siklus dari melodi nangen nandorbin. Secara umum

meter yang digunakan dalam nangen nandorbin ini adalah empat. Keempat

ketukan dasar dalam meter ini ditulis dalam tanda birama 4/4. Proses

pembentukan meter dalam lagu ini dapat dikonsepkan sebagai berikut.

Bagan 4.1:

Meter Nangen Nandorbin

Kemudian diterapkan di dalam melodi adalah sebagai berikut.

(51)

4.1.10.2 Aksentuasi

Sebagaimana lazimnya melodi yang terikat dalam meter dan juga pulsa

dasar, maka nangen nandorbin dalam menyusun dimensi ruang menggunakan

aksentuasi-aksentuasi metrik, dan sekaligus juga melodis.

Aksentuasi-aksentuasi metrik ini, berdasarkan aspek audio, adalah:

1. Untuk ketukan pertama di setiap birama adalah intensitas kuat,

2. Untuk ketukan kedua di setiap birama adalah intensitas lemah,

3. Untuk ketukan ketiga di setiap birama adalah intensitas sedang, dan

4. Untuk ketukan keempat pada setiap birama adalah intensitas lemah,

Keempat intensitas (aksentuasi) ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 4.1:

Aksentuasi Metrik Nangen Nandorbin

Aksentuasi seperti terurai di atas adalah aksentuasi berdasarkan meter

yang digunakan. Selain itu, aksentuasi juga terjadi dalam melodi, yang menjadi

bahagian terintegrasi dari keseluruhan melodi. Aksentuasi melodi di dalam

nangen nandorbin secara umum memiliki hubungan dengan aksentuasi meter,

(52)

juga, namun tidak sampai berlawanan. Ang jelas dasar aksentuasinya adalah

ostinato (ulangan-ulangan).

4.1.10.3 Tempo

Tempo adalah cepat lambatnya sebuah komposisi musik disajikan.

Tempo ini bisa saja dideskripsikan dengan kata-kata atau juga bisa ditentukan

berdasarkan ketukan-ketukan pada metronom (Metronom Maelzal). Dalam

musik Barat misalnya tempo ini dideskripsikan dengan kata-kata: largo,

adagio, moderate, tempo dimarcia, presto, prestissimo, dan lain-lainnya.

Setelah m,endengarkan secara audio, maka tempo ang digunakan dalam

nangen nandorbin, berdasarkan sistem metronom adalah sekitar 120 kietukan

dasar per menit. Artinya adalah dalam satu menit terdapat ketukan dasar

sebanyak 120. Atau dalam setiap detiknya ada dua ketukan dasar. Jika

dideskripsikan dengan kata-kata, maka tempo yang digunakan pada nangen

nandorbin ini adalah sedang. Tempo ini dapat dikonsepkan sebagai berikut.

Notasi 4.12:

Tempo Nangen Nandorbin

MM = 120

(53)

4.1.10.4 Durasi

Durasi adalah panjang dan pendekna not yang digunakan dalam

konteks menyusun ritme (pola rime dan motif ritme). Dengan melihat notasi

sebagai hasil transkripsi, maka durasi-durasi yang digunakan dalam nangen

nandorbin ini adalah sebagai berikut:

A. Durasi not

1. Not seperempat

2. Not tiga perenam belas

3. Not seperdelapan

4. Not seperenam belas

B. Durasi tanda istirahat

1. Tanda istirahat ¾

2. Tanda istirahat ¼

Dikaitkan dengan garapan durasi pada setiap ketukan dasar, maka nangen

nandorbin ini dikomposisikan dengan:

a. Satu ketukan dasar diisi oleh not seperempat

b. Satu ketukan dasar diisi oleh dua not seperdelapan

c. Satu ketukan dasar diisi oleh satu not tiga perenambelas dan satu

(54)

d. Satu ketukan dasar diisi oleh tanda istirahat seperempat

Dapat digambarkan sebagai berikut.

Notasi 4.13

Garapan Durasi Per Satu Ketukan Dasar

(55)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap nangen nandorbin

ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa penulis peroleh, yaitu sebagai berikut.

1. Nangen nandorbin adalah suatu nyanyian nasihat yang bersifat mendidik

yang disajikan oleh kaum wanita ketika ada putrinya yang sudah beranjak

dewasa. Disajikan di hadapan seorang putri tersebut di rumah dan tidak

diiringi alat musik.

2. Jika melihat teksnya, penulis menemukan hal baru yang belum pernah

penulis ketahui sebelumnya yaitu bahwa teks atau objek yang dinyanyikan

tidak hanya berkisar tentang nasihat-nasihat baik kepada putri tersebut saja,

tetapi nyanyian tersebut adalah tempat atau kesempatan untuk

mencurahkan isi hati si penyaji. Hal-hal yang disampaikan bercerita tentang

kelebihan, sifat serta kebiasaan-kebiasaan terbaik yang dilakukan oleh si

putri tersebut, dia juga menceritakan bagaimana keluh kesah atau

penderitaan yang akan dihadapi dalam hidup nya apabila sudah menikah

kelak dan sering pula menceritakan atau, mengenang masa-masa

pembelajaran pernikahan melalui nyanyian nangen nandorbin tersebut.

Melalui nyanyian tersebut, si penyaji mencurahkan isi hatinya agar putrinya

kelak menjadi putri sorotan masyarakat Pakpak yang ada di Desa

(56)

Secara tematik, teks lagu nangen nandorbin ini adalah menceritakan

tipe ideal seorang ibu rumah tangga dalam konteks kebudayaan Pakpak.

Ada tujuh tipe idealnya yaitu: (1) buluh i bernoh (seperti serumpun bambu

yang terbaik), (2) mahan silindung bulan (menjadi pelindung), (3) mahan

tongket ku idi (menjadi tongkat penopang), (4) mahan peningkat marga

(menjadi peningkat keturunan), (5) mahan dengngan merarih (menjadi

teman bercerita), (6) mahan dengngan mengula (menjadi teman bekerja),

dan (7) man dengngan ncayur ntua (menjadi teman hidup sampai tua).

3. Jika melihat teksnya, penulis menyimpulkan bahwa tidak ada peraturan atau

teks yang baku dalam nyanyian tersebut. Artinya, si penyaji bebas

mengungkapkan sesuai dengan isi hatinya. Namun, ada pemilihan kata

yang digunakan seperti : inang ni berruna yang ditujukan untuk ibu, tendi

ni inangna yang ditujukan kepada putrinya dan lain sebagainya.

4. Jika melhat struktur melodinya, dapat disimpulkan bahwa melodi yang

digunakan adalah cenderung berulang-ulang, hanya teksnya saja yang

berubah. Sama halnya dengan struktur teks, bahwa tidak ada peraturan

yang baku terhadap melodi yang digunakan. Nangen nandorbin ini

bukanlah suatu adat dalam masyarakat Pakpak, namun tradisi yang

dilakukan secara turun-temurun. Jika dalam suatu pernikahan tidak ada

penyajian nyanyian ini, maka akan terasa sunyi dan suasana bahagia tidak

terasa. Tetapi ketika nyanyian ini disajikan, maka orang-orang yang akan

merasa bahagia apabila sudah meminang putri yang terdidik tersebut.Ada

kebahagiaan yang mendalam ketika mendengar nyanyian ini. Penulis juga

(57)

Secara struktural melodi lagu nangen nandorbin ini disusun oleh

unsur-unsur melodi sebagai berikut: (i) tangga nada yang digunakan adalah

tetratonik; (ii) wilayah nadanya 7 laras, satu oktaf lebih satu laras; (iii) nada

dasar berada pada nada paling rendah yaitu Es; (iv) formula melodinya

strofik; (v) interval yang digunakan adalah dari prima sampai sekta mayor;

(vi) pola-pola kadensanya biner; (vii) jumlah nada-nada yang digunakan

mayoritas berada pada nada ketiga, dan (viii) kontur yang digunakan ada

tiga yaitu pendulum ke atas, naik, dan turun.

Jika melihat keberadaannya dalam situasi sosial masyarakat di masa kini,

yaitu nyanyian ini sudah jarang disajikan karena beberapa faktor sosial dan

budaya yaitu:

1. Faktor agama, hal ini disebabkan karena adanya kebahagiaan yang dianggap

berlebihan sedangkan menurut agama yang kita yakini bahwa setiap orang

harus menikah karena jodoh sudah ditentukan oleh Sang Pencipta.

2. Pada saat sekarang ini sudah jarang ditemukan orang yang bisa menyajikan

nyanyian ini diakibatkan karena kurangnya minat dan perhatian terhadap

nyanyian ini, baik generasi tua maupun generasi muda. Tidak jarang

ditemukan bahwa dalam suatu pernikahan tidak menyajikan nyanyian ini.

Biasanya jika tidak ada anggota keluarga yang bisa untuk menyajikan

nyanyian ini, maka orang lain yang bukan keluarga dekat yang bisa

menyajikan nyanyian ini disuruh untuk bernyanyi. Tetapi jika tidak ada

(58)

3. Perkembangan tekhnologi yang semakin maju yang membuat orang semakin

tidak peduli dengan tradisinya sendiri. Orang-orang lebih tertarik terhadap

teknologi yang semakin maju.

5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, dengan rendah hati penulis bersedia untuk diberikan saran atau

kritik yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi. Penulis juga

memberikan saran kepada masyarakat Pakpak agar kiranya tetap memelihara

dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada baik seni musik, seni

vokal dan seni tari.

Penulis juga melihat bahwa kebudayaan Pakpak sudah semakin hilang

seiring dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, sebagai masyarakat

Pakpak mari kita sama-sama menunjukkan dan memberikan perhatian terhadap

(59)

BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

Pada Bab II ini, saya akan membahas tentang etnografi1 umum

masyarakat2 Pakpak secara umum, serta menggambarkan tentang lokasi

penelitian yang saya teliti. Di sini akan saya jelaskan beberapa hal, seperti

bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan, serta kesenian yang terdapat di

daerah lokasi yang saya teliti.

Etnik3 Pakpak adalah salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera

Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa

bagian, yaitu:

1Dalam konteks studi disiplin antropologi dan juga etnomusikologi, yang dimaksud dengan etnografi adalah sebuah karya antropologi yang isinya berupa deskripsi mengenai kebudayaan satu suku bangsa (etnik). Jenis karya etnografi adalah karangan penting dan mengandung bahan pokok dari kajian antropologis. Namun demikian dalam kenyataannya, karena di dunia ini terdapat berbagai suku bangsa yang jumlahnya kecil (ratusan saja) dan ada yang besar sampai jutaan, maka seorang ahli antropologi (antropolog) yang mendeskripsikan sebuah etnografi, tentu saja tidak bisa mencakup keseluruhan dari suku bangsa yang besar jumlahnya. Oleh itu, pakar antropologi biasanya membatasi jumlah atau lokasi suku bangsa yang ditelitinya. Dalam melakukan penelitian terhadap nangen nandorbin ini, penulis tidak mendeskripsikan keseluruhan etnik Pakpak yang berada di kawasan Sumatera Utara dan Aceh, namun sesuai dengan batasan kajian ini, hanya akan forkus terhadap etnografi etnik Pakpak yang terdapat di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara. "kelompok manusia yang terbesar, yang secara umum memiliki adat istiadat, tradisi, sikap, dan rasa bersatu, yang merupakan kesatuan tingkah laku mereka." Lebih jauh lihat J.L. Gillin dan J.P. Gillin (1954:139).

(60)

1. Kabupaten Dairi ibu kotanya Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan

148 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibu kotanya Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan

dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibu kotanya Salak yang terdiri dari 8 Kecamatan

dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah

Keppas.

4. Kota Subulussalam ibu kotanya Subulussalam yang terdiri dari 5 Kecamatan

dan Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh

Singkil dan masih termasuk Suak Boang.

5. Kabupaten Tapanuli Tengah ibu kotanya Pandan yang terdiri dari 6

Kecamatan dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak

ulayat Tanah Pakpak (Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus,

Barus Utara, Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung

dan 56 Desa/kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibu kotanya Dolok Sanggul yang terdiri

dari 3 Kecamatan, yaitu : Kec. Pakkat, Kec. Parlilitan dan Kec. Tara Bintang

dan masih termasuk ke dalam Suak Kelasen.

Luas wilayah tanah Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari

52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

(61)

Tabel 2.1

Luas Wilayah Budaya Etnik Pakpak di Sumatera Utara dan Aceh

Sumber: Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat (2015)

Selanjutnya tanah hak ulayat Pakpak berbatasan sebagai berikut.

(a) Sebelah Utara berbatasan dengan Aceh Tenggara dan Aceh Selatan,

(b) Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Karo,

(c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara, dan

(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Tapanuli Tengah.

No Kabupaten/Kecamatan Luas

1 Kabupaten Dairi 1.927,8 Km2

2 Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Madya Subulussalam

375,8 Km2

3 Kabupaten Pakpak Bharat 1.221,3 Km2

4 Kabupaten Barus 84,83 Km2

5 Kecamatan Sosor Gadong 143,18 Km2

6 Kecamatan Andam Dewi 122,42 Km2

7 Kecamatan Manduamas 99,55 Km2

8 Kecamatan Sirandorung 87,82 Km2

9 Kecamatan Pakkat 459,140 Km2

10 Kecamatan Parlilitan 598,70 Km2

11 Kecamatan Tara Bintang 277,30 Km2

(62)

2.2 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi Pakpak

Lokasi penelitian yang penulis ambil terletak di Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan salah satu

daerah/wilayah bermukimnya suku Pakpak yang disebut dengan Suak Pakpak

Simsim dan Keppas. Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebuah kabupaten yang

berada di perbatasan Dairi dan Aceh, yang merupakan pemekaran dari

Kabupaten Dairi.

Kabupaten Pakpak Bharat terletak di Pesisir Pantai Barat Sumatera

dengan luas wilayah 2.187 Km2 terletak di 2 02’27’30”Lintang Utara /9704’

-97 45” 00” Bujur Timur yang berbatasan langsung dengan Kota Subulussalam

di sebelah Utara, Samudera Indonesia di sebelah Selatan provinsi Sumatera

Utara di sebelah Timur dan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan di

sebelah Barat.

Kabupaten Pakpak Barat terbagi dalam 8 Kecamatan, yaitu sebagai

berikut:

(1) Kecamatan Salak,

(2) KecamatanTinada,

(3) Kecamatan Sipagindar,

(4) Kecamatan Kerajaan,

(5) Kecamatan Siempat Rube,

(6) Kecamatan PGGS (Pergenteng-genteng sengkut),

(7) Kecamatan Sitellu tali urang jehe,

(63)

2.3 Penduduk Pakpak di Desa Sukaramai

Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari Kantor Kecamatan

Desa Sukaramai, Pakpak-Barat, tahun 2015 maka jumlah keseluruhan

penduduk desa adalah 1.599 jiwa, yang terdiri dari 817 jiwa berjenis kelamin

laki-laki dan 782 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sehingga dapat dikatakan

bahwa laki-laki lebih banyak 35 orang dibandingkan perempuan. Dari total

1.599 jiwa penduduk

Desa Sukaramai ini, terdapat sebanyak 343 keluarga. Umumnya sistem

pengelolaan keluarga adalah berbasis pada keluarga inti, yang terdiri dari ayah,

ibu, dan anak-anaknya. Namun ada juga yang menerapkan sistem keluarga

batih atau extended family, yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, dan kerabat

dekatnya seperti nenek, kakek, paman, kemenakan, dan lainnya.

Berikut ini adalah data penduduk Desa Sukaramai berdasarkan jenis

kelamin dan jumlah keluarga

Tabel 2.2

Penduduk Desa Sukaramai Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 817 Jiwa

Perempuan 782 Jiwa

Jumlah Total 1599 Jiwa

Jumlah Kepala Keluarga 343 Jiwa

(64)

Kemudian data kependudukan lainnya adalah tingkat pendidikan

penduduk di Desa Sukaramai. Dari tabel berikut ini dapat diketahui bahwa

masyarakat Desa Sukaramai telah sadar akan pentingnya pendidikan dalam

rangka menjawab tantangan sosial, yaitu mencari pekerjaan berdasarkan ilmu

formal yang diperoleh. Ini dapat dibuktikan bahwa sebahagian besar usia

sekolah adalah bersekolah, yaitu usia 7 sampai 18 tahun sebanyak 21 orang.

Kemudian tamatan Sekolah Dasar sebanyak 125 orang, tamatan Sekolah

Menengah Pertama dan sederajat 111 orang, tamat SMA dan sederajat 75

orang. Bahkan tamatan Perguruan Tinggi (baik dari D1, D2, D3, dan S1)

mencapai total 30 orang. Jadi angka ini cukup menggembirakan dalam konteks

pendidikan masyarakat Desa Sukaramai. Tingkat pendidikan tersebut tentu

perlu juga diimbangi dengan rasa memiliki dan menghayati kebudayaan

tradisinya, termasuk melestarikan nangen nandorbin secara bersama-sama.

Tabel 2.3

Data Pendidikan Penduduk Desa Sukaramai

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

7-18 Tahun Yang tidak pernah

sekolah

(65)

7-18 Tahun Yang sedang

bersekolah

120 121

18-56 Tahun Yang tidak pernah

bersekolah

(66)

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan

Pada mulanya masyarakat Pakpak di desa Sukaramai masih menganut

animisme dan dinamisme. Mereka percaya akan adanya kekuatan yang berasal

dari luar dirinya sendiri. Mereka percaya kepada roh-roh nenek moyang

maupun kepada benda-benda alam yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.

Sistem religi yang seperti itu percaya kepada dewa-dewa juga.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pada masa sekarang

masyarakat Pakpak menganut berbagai agama besar dunia, terutama

agama-agama samawi,4 yaitu: Kristen dan Islam. Antara umat beragama ini di dalam

kebudayaan Pakpak terjadi toleransi, yang saling menghargai

perbedaan-perbedaan yang hidup bersama di dalam satu wilayah budaya, yaitu budaya

Pakpak.

2.4.1 Kepercayaan Kepada Dewa-dewa

Dahulu suku Pakpak mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya

bahwa alam sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata

Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitimempa/

Simenembe nasa si lot yang artinya yang “menciptakan yang ada di dunia ini.”

Debata Guru atau Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan

melindungi. Selain itu masyarakat Pakpak awal, mempercayai

makhluk-makhluk gaib sebagai berikut ini.

Gambar

Tabel 4.1:
Tabel 4.2:
Tabel 4.3:
gambar di bawah ini.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nangan merupakan seni vokal dalam masyarakat Pakpak dan sebuah media sosial atau tradisi oral dari orangtua yang menceritakannya kepada anak- anak mereka, khususnya orangtua

Untuk memperoleh data atau informasi tentang nyanyian ini, maka penulis melakukan wawancara langsung dengan informan yang mengetahui tentang nyanyian ini dan mengadakan

Untuk memperoleh data atau informasi tentang nyanyian ini, maka penulis melakukan wawancara langsung dengan informan yang mengetahui tentang nyanyian ini dan mengadakan

2. Perubahan apa saja yang terjadi dari nyanyian tersebut?.. Bagaimana kajian tekstual dan musikal tangis beru si jahe?.. 1.3.

Adapun lokasi penelitian yang penulis ambil berlokasi di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dimana daerah ini merupakan salah satu daerah atau

Pengalaman Seni : Penyanyi Pakpak, Penyaji Tangis Beru Si Jahe.. Alamat : Desa

Selanjutnya di dalam kebudayaan masyarakat pakpak ini terdapat alat musik yang khas yang disebut dengan ketter dan gumbar , yaitu mengekspresikan kebudayaan

Untuk memperoleh data atau informasi tentang nyanyian ini, maka penulis melakukan wawancara langsung dengan informan yang mengetahui tentang nyanyian ini dan