• Tidak ada hasil yang ditemukan

Soil development of mine Tailings in ModADA PTFI reclamation and natural sucession aspect

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Soil development of mine Tailings in ModADA PTFI reclamation and natural sucession aspect"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN TANAH DARI TAILING DI ModADA PTFI :

ASPEK REKLAMASI DAN SUKSESI ALAMI

SARTJI TABERIMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami adalah benar karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain atau laporan instansi tertentu telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir dari penulisan disertasi.

Bogor, Agustus 2009

(3)

ABSTRACT

SARTJI TABERIMA. Soil Development of Mine Tailings in ModADA PTFI :

Reclamation and Natural Sucession Aspect. Under the supervision of BUDI MULYANTO

as Chairman, SUDARSONO, BASUKI SUMAWINATA, YAHYA ABDUL HUSIN as Members.

Tailings are residue of mining material after separation of valuable substances such as copper, gold and silver elements. Separation of these elements involves crushing of parent material to become fine particles and separation of the precious elements by flotation technique. Total amount of tailings produced by PT Freeport Indonesia are about 230.000 tons/day. These tailings are transported and deposited in the lowlands of Timika, Papua and confined in the two levees i.e East Levee and West Levee called as ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area). The research had been done in ModADA, the property of PTFI in Timika, Papua from March to November 2005.

The main objectives of this research were to study the morphological, physical, chemical, and mineralogical characteristics of soil developed on tailings. The representative sampling location of soils were chosen based on differences in tailings particle size distribution from north to south around Mile 28-21 of ModADA.

Results of the research showed that tailings were still under development stage to become soil. It was indicated by soil structure development with ochric epipedon on surface horizons without diagnostic subsurface horizons, therefore tailings soil were classified as Entisols. Distribution of particle size tend to gradual from north to south of area ModADA, that were sand, loamy coarse-fine sand, and silty coarse sand. On the family category, Succession Area were clasified as Typic Endoaquent (PS-1 sand; PS-2, PS-3, PS-4 silty coarse sand; PS-5 loamy fine sand). While Reclamation Area were clasified as Typic Udorthent-sand (I/PR-4-VI/PR-9), Aquic Udorthent-sand (I/PR-8), Aquic Udorthent-loamy coarse sand (VI/PR-7), Aquic Udorthent-silty coarse sand (VI/PR-10), Typic Epiaquent (Mile 21.5, silty coarse sand; Mile 21, loamy coarse sand).

The available micro nutrients from high to lower : Cu > Fe > Mn > Zn, and base cations : Ca > Mg > Na > K. Concentration of Cu > 600 mg/kg when total of S > 1% which tend to increase on sub horizons of silty coarse and loamy fine in Sucession Area, but it can be neutralized by OH- because of dissolving Ca from CaO, therefore Ca was high with deepness on sub surface horizons.

The mineralogical analysis showed that quartz and feldspar minerals were the dominant, whereas clay mineral contents were very low. Process pedogenesis has been happening especially on loamy coarse-fine sand and silty coarse sand. It showed by weak weathering of feldspar, carbonate, amphibole or piroksen minerals; chlorite to illite, montmorillonite, and inter stratification minerals; and forming of iron oxide/hydroxide.

The leaching experiment for 3 months showed that Mn was higher leached than Cu, Fe, dan Zn on the treatment without organic matter, because pH tailing was neutral to alkalin. Dissolving of base cations predominated by Ca2+ from CaO, therefore Ca2+ was high on sub layer of loamy and silty particles.

Base on the research that the recommendation for Succession Area is to let land occupied by natural vegetation, while Reclamation Area on sandy particle in the north of ModADA (Mile 28-25) suggested : a). Giving treatment of organic matter to increase soil fertility; b). Chosening of vegetation types which is able to improve soil fertility and continued to forest or agriculuture vegetation; c). Routine monitoring and land evaluation to determine land use and suitably vegetation types,and also do analysis of tissue plant on absorbed nutrient elements.

(4)

RINGKASAN

SARTJI TABERIMA. Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek

Reklamasi dan Suksesi Alami. Dibawah bimbingan BUDI MULYANTO sebagai Ketua

Komisi Pembimbing, SUDARSONO, BASUKI SUMAWINATA, YAHYA ABDUL HUSIN masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tailing adalah residu bahan induk setelah mengalami proses pemisahan dari mineral-mineral berharga yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Proses pemisahan ini dilakukan secara mekanis dengan menghancurkan batuan yang mengandung tembaga, emas, dan perak di dataran tinggi Grasberg. Total tailing yang diproduksi oleh PTFI adalah 230.000 ton/hari, yang dialirkan dari dataran tinggi 2800 m dpl melalui sistem Sungai Aghawagon-Otomona-Ajkwa dan mengalir ke dataran rendah untuk diendapkan di dalam Tanggul Barat dan Tanggul Timur yang disebut Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Luas ModADA adalah 45.000 Ha yang terdiri dari 23.000 Ha merupakan bagian daratan dan 22.000 Ha merupakan bagian estuari.

Di ModADA terdapat area tailing yang sudah tidak aktif sekitar 8-20 tahun dengan luas ± 1500 Ha, dan saat ini telah berfungsi sebagai Area Suksesi dan Area Reklamasi. Area Suksesi memiliki kedalaman air tanah dangkal (< 50 cm) yang hanya ditumbuhi vegetasi alami, sedangkan Area Reklamasi memiliki kedalaman air tanah dalam (≥ 100 cm) yang telah direklamasi dengan vegetasi budidaya pertanian dan kehutanan tertata. Secara gradual

penyebaran ukuran partikel kedua area ini di sepanjang Mile 28-21 dari utara (hulu) ke selatan (hilir) adalah kasar, medium sampai halus. Oleh karena pengendapan tailing mencakup area begitu luas, maka usaha reklamasi perlu dilakukan, termasuk mempelajari karakteristik tanah yang terbentuk dari tailing agar penggunaan lahan setelah penutupan tambang dapat direncanakan.

Penelitian bertujuan untuk : 1). Mempelajari karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang berkembang dari tailing di ModADA; 2). Mengklasifikasikan tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan keterwakilan kelas ukuran partikel; 3). Mempelajari kadar unsur makro dan mikro yang terkandung di tailing terhadap waktu pencucian berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel.

Penelitian lapang telah dilakukan terhadap 5 profil tanah pewakil di Area Suksesi dan 12 profil tanah pewakil di Area Reklamasi, menyebar dari hulu ke hilir ModADA. Setelah pengamatan lapang dilanjutkan dengan percobaan simulasi selama 3 bulan terhadap contoh tanah tailing utuh dari profil pewakil untuk mempelajari pencucian unsur makro dan unsur mikro yang terkandung di tanah tailing. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Environmental Timika PTFI, Laboratorium Jurusan Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB Bogor, serta Laboratorium Metalurgi PTFI dan Laboratorium Belle Chasse New Orleans USA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan struktur tanah belum maksimal, kecuali pada horison permukaan. Hal ini ditunjukkan oleh epipedon okhrik pada horison permukaan, dan tanpa horison bawah penciri. Penyebaran ukuran partikel secara gradual dari hulu ke hilir, yaitu berpasir, berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar, dengan ordo Entisol (A-C). Pada tingkat famili, Area Suksesi diklasifikasikan Typic Endoaquent (PS-1 berpasir; PS-2, PS-3, PS-4 berdebu kasar; PS-5 berlempung halus). Area Reklamasi diklasifikasikan

Typic Udorthent-berpasir (I/PR-4-VI/PR-9), Aquic Udorthent-berpasir (I/PR-8), Aquic Udorthent-berlempung kasar (VI/PR-7), Aquic Udorthent-berdebu kasar (VI/PR-10), Typic Epiaquent (Mile 21.5, berdebu kasar; Mile 21, berlempung kasar). Secara morfologi, sebagian besar Area Suksesi dan Area Reklamasi memiliki kemiripan sifat, namun secara kimia berubah sangat cepat.

(5)

Suksesi, yaitu > 600 mg/kg ketika terjadi penurunan pH karena oksidasi sulfida, ditunjukkan oleh total S ≥ 1% pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus. Penurunan pH umumnya pada horison permukaan, kemudian dinetralisir oleh CaO yang terkandung di tailing. Oleh karenanya Ca meningkat dan terakumulasi pada horison-horison bawah.

Berdasarkan karakteristik mineralogi, proses pelapukan ditunjukkan oleh menurunnya jumlah mineral feldspar, amphibol, dan piroksen; terdapatnya illit, montmorillonit, dan mineral campuran dari pelapukan mineral klorit; serta oksida dan hidroksida besi, terutama pada partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar.

Percobaan Simulasi 3 bulan, jumlah Mn tercuci lebih tinggi dibandingkan Cu, Fe, dan Zn pada perlakuan tanpa bahan organik, kemudian menurun dengan waktu pencucian. Nilai pH ≥ 7 - 8 merupakan faktor pembatas melarutkan unsur mikro secara berlebihan, kecuali Mn2+ lebih mudah tercuci karena mobile. Setelah pencucian, Ca2+ masih dominan ditemukan pada lapisan bawah, dan pencucian Ca2+ lebih intensif pada partikel berpasir daripada partikel berlempung kasar-halus atau berdebu kasar.

Dari penelitian ini direkomendasikan untuk Area Suksesi adalah membiarkan lahan tetap ditumbuhi vegetasi secara alami. Area Reklamasi pada partikel berpasir di bagian utara disarankan : a). Mengatur perlakuan pupuk organik sesuai kebutuhan vegetasi reklamasi untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan perlu mengetahui kandungan awal unsur makro-mikro tersedia di lahan reklamasi; b). Penanaman awal pada lahan reklamasi dengan jenis-jenis vegetasi yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, seperti Calopogonium sp., kemudian dilanjutkan dengan vegetasi hutan dan budidaya pertanian terutama bagi pemenuhan kebutuhan biomassa; c). Perlu dilakukan pemantauan rutin untuk mengevaluasi lahan dan vegetasi melalui analisis tanah dan jaringan tanaman untuk mempelajari serapan unsur makro-mikro dari jenis-jenis vegetasi reklamasi maupun alami di ModADA.

(6)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumber;

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya

ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian

Bogor.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

PERKEMBANGAN TANAH DARI TAILING DI ModADA PTFI :

ASPEK REKLAMASI DAN SUKSESI ALAMI

SARTJI TABERIMA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup (30 Juni 2008)

: Dr. Ir. Suwardi, MSc.

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Iskandar, MSc. (20 Agustus 2009)

(9)

Judul Penelitian : Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami

Nama

:

Sartji Taberima

NRP

:

A 261030021

Program Studi

:

Ilmu Tanah

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc. Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, M.Sc. Ketua Anggota

Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. Dr. Yahya Abdul Husin, MS Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Atang Sutandi, MS Prof. Dr. Ir. Kharil Anwar Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah menjadikan segala sesuatu indah pada waktuNya dan karena kasih karuniaNya saja, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Judul Disertasi adalah Perkembangan Tanah

dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami, telah dilaksanakan

sejak Maret - Nopember 2005 di PTFI Timika dilanjutkan dengan analisis contoh tailing di Laboratorium Lingkungan PTFI dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB hingga Juli 2006.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc., Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, M.Sc., Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr., Dr. Yahya Abdul Husin, MS selaku pembimbing yang telah memberi saran, arahan, dan koreksi selama proses penyelesaian disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada PT. Freeport Indonesia (PTFI) atas kesempatan yang diberikan, termasuk fasilitas kerja dan bantuan tenaga kerja, laboratorium, data dan literatur penunjang, serta informasi selama pelaksanaan penelitian.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor UNIPA Manokwari dan Hubungan kerja sama antara UNIPA dan PTFI, sehingga pelaksanaan penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

Penulis juga berterima kasih kepada Pimpinan dan Staf laboran di Laboratorium Lingkungan Timika PTFI, Laboratorium Metalurgi Mile 74 PTFI, Laboratorium Mineralogi Belle Chasse New Orleans USA, Laboratorium Sukofindo Timika, dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan-Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Terima kasih kepada Departemen Environmental dan Departemen Mine Serve PTFI dan para stafnya untuk segala bantuan, dukungan dan informasi selama pelaksanaan penelitian dan komunikasi yang tetap terjalin baik hingga saat ini.

Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Rektor IPB dan Jurusan Tanah untuk segala fasilitas dan kesempatan menyelesaikan studi pada program pasca sarjana.

Terima kasih atas dukungan doa dan semangat dari keluarga terkasih dan saudara-saudara di Papua, Bogor, dan Australia (WA), serta sahabat-sahabat penulis dan teman-teman IPB, UNIPA, dan PTFI.

Diharapkan banyak manfaat yang berguna dapat diperoleh dari penulisan disertasi ini, khususnya untuk penanganan tailing saat ini dan masa mendatang di Timika, Papua.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xvi I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pemikiran ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Era Tambang di PTFI ... 6

2.2 Era Tambang Grasberg di PTFI ... 7

2.3 Deskripsi Kegiatan Penambangan di PTFI dan Pengendapan Tailing di ModADA ... 8

2.4 Karakteristik Umum Tailing di ModADA ... 10

2.5 Geologi dan Geomorfologi di ModADA ... 11

2.6 Klasifikasi Tanah Tailing ... 12

2.7 Peranan Mineralogi dan Proses Perkembangan Tanah ... 13

2.8 Proses Pelapukan Mineral dan Pembentukan Tanah ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 16

3.3 Bahan Penelitian ... 21

3.4 Tahapan Penelitian ... 21

3.4.1 Deskripsi Morfologi dan Klasifikasi Tanah ... 21

Pengamatan Lapang dan Pengambilan Contoh ... 21

1. Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah ...……....………. 22

2. Karaktersitik Mineralogi Tanah ... 23

3.4.2 Percobaan Simulasi : Unsur Hara Tercuci (Nutrients Leaching Test) 24 1. Percobaan Unsur Hara Tercuci ……….…….……… 24

2. Pelaksanaan Percobaan Unsur Hara Tercuci .……….……… 24

3. Pengolahan Data Unsur Hara Tercuci ...….……….……… 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Karakteristik Morfologi, Fisik, Kimia,dan Mineralogi Tanah yang Terbentuk dari Tailing di ModADA ... 28

4.1.1 Morfologi dan Fisik Tanah ... 28

(12)

4.1.3 Mineralogi Tanah ... 60

4.1.4 Kesimpulan ... 68

4.2 Unsur Hara Tercuci pada Tanah yang Berkembang dari Tailing di ModADA 69 4.2.1 Hubungan Ukuran Partikel dengan Unsur-unsur Makro Tercuci ... 69

4.2.2 Pengaruh Bahan Organik (BO) terhadap Unsur-unsur Makro Tercuci ... 74

4.2.3 Kation-kation Basa pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi ... 75

4.2.4 Hubungan Ukuran Partikel dengan Unsur-unsur Mikro Tercuci ... 77

4.2.5 Pengaruh Bahan Organik (BO) terhadap Unsur-unsur Mikro Tercuci 80

4.2.6 Kesimpulan ... 82

4.3 Deskripsi dan Klasifikasi Tanah yang Terbentuk dari Tailing di ModADA .. 83

4.3.1 Penentuan Horison Permukaan (Epipedon) dan Horison Bawah Penciri ... 83

4.3.2 Proses Perkembangan Profil Tanah di ModADA ... 85

4.3.3 Klasifikasi Tanah di ModADA ... 86

4.3.4 Perkembangan Klasifikasi Tanah di ModADA ... 95

4.3.5 Kesimpulan ... 99

V. PEMBAHASAN UMUM ... 100

5.1 Proses Pengendapan Tailing di ModADA ... 100

5.2 Faktor-faktor Pembentukan Tanah di ModADA ... 106

5.3 Vegetasi Reklamasi dan Suksesi Alami di ModADA ... 113

5.4 Hubungan antara Unsur Mikro dan Vegetasi di ModADA ... 114

VI. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ... 116

6.1 Kesimpulan Umum ... 116

6.2 Saran ... 116

Novelty ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

DAFTAR SINGKATAN ... 127

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis Analisis Contoh Tanah dan Metode Analisisnya ... 23

2. Waktu Pengambilan Contoh Air dari Contoh Tailing dari Perlakuan 1, 2, 3, 4 pada Percobaan Simulasi ... 26

3. Analisis Kimia Unsur Hara dari Contoh Air pada Percobaan Simulasi ... 27

4. Karakteristik Morfologi di Area Suksesi, ModADA ... 29

5. Karakteristik Morfologi di Area Reklamasi, ModADA ... 34

6. Rata-rata Parameter Kimia Tailing Akhir dari Sungai Otmona, Mile 40 Pemantauan Tailing Periode Tahun 2005 - 2007 ... 40

7. Nilai rata-rata Komposisi Mineral dari Contoh Bulk pada Tailing Mile 74 dan ModADA (Mile 28 - Mile 21) ……….……….……. 61

8. Persentase Jenis Mineral pada Contoh Bulk di ModADA-PTFI ... 66

9. Rata-rata Unsur Mikro Fe, Mn, Cu, Zn dengan Pereaksi DTPA pada Contoh Tailing Awal di ModADA ... 78

10. Klasifikasi Tanah Tailing Berdasarkan Sistem USDA (Soil Survey Staff, 1999; 2006) ... 97

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pemikiran Perkembangan Tanah Tailing di ModADA ... 5

2. Proses Pemisahan Bijih di Mile 74, PTFI ... 9

3. Tahapan Stabilitas Mineral ... 13

4. Pelapukan Mineral Primer membentuk Mineral Sekunder ... 15

5. Area Kontrak Karya PTFI, Timika - Papua ... 17

6. Area Pengendapan Tailing ModADA PTFI, Timika - Papua ... 18

7. Profil Pewakil di Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif ModADA ... 19

8. Zonasi Pengendapan Tailing di ModADA Berdasarkan Distribusi Ukuran Partikel ... 20

9a-d. Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci Selama 3 Bulan di Mile 21 PTFI, Timika ... 25

10a. Kelas Ukuran Partikel pada Profil Pewakil di Area Suksesi, ModADA ……….. 32

10b. Kelas Ukuran Partikel pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA ……. 39

11a. Nilai pH di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5) .. 42

11b. 11b. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (I/PR-4 - II/PR-1) ... Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (III/PR-2 - VI/PR-9) ... 43 44 11c. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 25 dan Mile 21 ModADA; Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) ... 45

11d. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5 ModADA; Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5) …... 45

12a. Bahan organik dan KTK di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5) ... 47 12b. Bahan organik dan KTK di Area Reklamasi Mile 21 - Mile 21.5, Selatan ModADA; Partikel Berlempung Kasar (Mile 21) dan Partikel Berdebu Kasar (Mile 21.5) ... 48

13a. Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5) ………... 50

13b. Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 28 ModADA; Partikel Berpasir (I/PR-4, 6, 8) ... 53

13c. Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 26 - Mile 21; Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) ... 54

(15)

14a. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4),

Berlempung Halus (PS-5) ... 55

14b. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 27 ModADA; Partikel Berpasir (I/PR-4, I/PR-6, V/PR-3) ... 58

14c. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 26 - Mile 21 ModADA; Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) ... 59

14d. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5 ModADA; Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5) ... 59

15. Pelapukan Mineral Primer menjadi Mineral Sekunder di ModADA - PTFI ... 67

16a. Nilai pH, C-org, KTK pada Contoh Tanah Tailing, Awal 0 Bulan - Akhir Percobaan 3 Bulan (-BO/+BO) ... 70

16b. Kation Basa Ca2+, Mg2+, K+, Na+ pada Contoh Tanah Tailing, Awal 0 Bulan - Akhir Percobaan 3 Bulan (-BO/+BO) ... 71

17a. Kation Basa dari Contoh Air pada Perlakuan Tanpa Bahan Organik ... 72

17b. Kation Basa dari Contoh Air pada Perlakuan Bahan Organik ... 73

18a. pH, EC, C-organik, KTK pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi ... 76

18b. Ca2+, Mg2+, K+, Na+ pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi ... 77

19a. Unsur Mikro dari Contoh Air pada Perlakuan Tanpa Bahan Organik ... 79

19b. Unsur Mikro dari Contoh Air pada Perlakuan Bahan Organik ... 80

20a. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1994 - 2004 Stasiun Meteorologi 04 Area Timika ... 89

20b. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1997 - 2004 Stasiun Meteorologi 21 Area Pusat Reklamasi ... 93

21. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1996 - 2004 Stasiun Meteorologi 11 Kuala Kencana ... 95

22a-e. Profil Tanah Pewakil di ModADA dan Tanah Mineral KK-5 ... 98

23. Penyebaran Ukuran Partikel di Area Suksesi, ModADA, Berpasir (PS-1) - Berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4) - Berlempung Halus (PS-5) ... 104

24a Kelas Ukuran Partikel di Area Reklamasi, ModADA, Partikel Berpasir (profil pewakil I/IPR-4, 6, 8, V/PR-3) ... 104

24b. Partikel Berlempung Kasar Profil pewakil VI/PR-7 dan Mile 21 ... 104

24c. Partikel Berdebu Kasar Profil pewakil VI/PR-10 dan Mile 21.5 ... 104

25a. Kation Basa di Area Suksesi, ModADA ……….. 107

25b. Dinamika Unsur di Area Suksesi, ModADA ………... 108

26a. Kation Basa di Area Reklamasi, ModADA ……….………. 111

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Tahapan Kerja Analisis Contoh Air di Laboratorium Lingkungan Timika,

PTFI ... 128 2. Analisis Contoh Tanah Tailing pada Awal (0 Bulan) dan Akhir (3 Bulan)

Percobaan Simulasi ………... 131

3. Rata-rata Unsur Hara Tercuci dari Contoh Tanah Tailing Setelah Percobaan

Simulasi ... 133

4. Anova Unsur Hara Tercuci dari Contoh Air pada Percobaan Simulasi ………. 134

5. Anova Residu Unsur Hara dari Contoh Tanah Tailing pada Percobaan

Simulasi ... 141 6. Uji Lanjutan (LSD) Residu Unsur Hara dari Contoh Tanah Tailing pada

Percobaan Simulasi ………... 146

7. Penentuan Horison Permukaan (Epipedon) Berdasarkan Soil Survey Staff

(1999; 2006) ... 149 8. Penentuan Horison Bawah Penciri Berdasarkan Soil Survey Staff (1999;

2006) ... 150

9. Deskripsi Profil Tanah di Area Suksesi, ModADA, PTFI - Timika …….…… 152

10. Deskripsi Profil Tanah di Area Reklamasi, ModADA, PTFI-Timika ……….. 155

11. Deskripsi Profil Tanah Mineral di Area Hutan Kuala Kencana-PTFI …….…. 166

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah suatu perusahaan pertambangan tembaga, emas, dan perak yang telah beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua (Irian Jaya) sejak tahun 1972. Bijih yang ditambang terletak pada ketinggian 4000 m di atas permukaan laut di daerah Ertsberg dan Grasberg dalam wilayah Kontrak Karya seluas

100 km2 (PTFI, 2007). Untuk memperoleh tembaga, emas, dan perak dilakukan

pengolahan bahan tambang secara mekanis dengan menghancurkan bijih batuan dan diikuti dengan proses pengapungan di Mile-74. Selanjutnya tembaga, emas, dan perak dipisahkan secara fisika - kimiawi. Selain itu terkandung juga mineral-mineral sulfida di antaranya pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), dan

digenit (Cu2S) (PTFI, 1997).

Dalam proses pengolahan bijih tambang dihasilkan tailing. Tailing merupakan limbah setelah tembaga, emas, dan perak dipisahkan di pabrik pengolahan dengan teknik pengapungan. Limbah yang disebut tailing berjumlah sekitar 96-97% dari batuan yang diolah, kemudian dialirkan dari pabrik pengolahan bijih pada ketinggian 2800 m di atas permukaan laut melalui sistem sungai Aghawagon-Otomona dan mengalir secara gravitasi ke dataran rendah untuk selanjutnya diendapkan di Area Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi yang dikenal sebagai ModADA di dalam Tanggul Barat - Tanggul Timur. Luas area pengendapan tailing di ModADA adalah 450 km2 (45.000 Ha), yaitu 230 km2 (23.000 Ha) merupakan bagian daratan dan 220 km2 (22.000 Ha) merupakan bagian estuari (PTFI, 2000).

Umumnya tailing dari kegiatan pertambangan menimbulkan dampak dan masalah lingkungan yang perlu mendapat penanganan lebih lanjut. Sebagai gambaran saat ini, jumlah tailing yang dihasilkan PTFI sekitar 230.000 ton/hari (PTFI, 2003; 2006; 2007). Pengendapan tailing di ModADA ini menyebabkan karakteristik lahan berubah. Selain masalah fisik yang ditimbulkan tailing, masalah kimia berupa potensi kemasaman karena oksidasi mineral-mineral sulfida adalah mungkin terjadi.

Untuk mengantisipasi masalah yang ditimbulkan akibat oksidasi mineral-mineral sulfida ini, maka sifat geokimia tailing sebelum memasuki ModADA telah

dipertahankan agar memiliki kemampuan menetralkan asam (Acid Neutralizing

(18)

Acidity) (PTFI, 2007). Proses ini dilakukan dengan menambahkan bubur kapur CaO, sehingga pH tailing stabil sekitar 7 - 8. Penambahan kapur ini juga mutlak dibutuhkan pada proses pemisahan bijih tambang melalui pemberian reagen agar konsentrat

menjadi hydrophobic dan mengapung. Proses untuk membuat hydrophobic

membutuhkan pH alkalin, sehingga dilakukan penambahan kapur yang secara tidak langsung akan meningkatkan pH tailing. Nilai pH ini yang mengkondisikan pengendapan unsur mikro dalam bentuk senyawa hidroksida yang tidak larut.

Di area pengendapan tailing ModADA terdapat area tailing tidak aktif dan berumur sekitar 8 - 20 tahun, dengan luas ± 1500 Ha yang saat ini telah berfungsi sebagai Area Suksesi Alami dan Area Reklamasi. Area Suksesi memiliki kedalaman air tanah dangkal (< 50 cm) yang hanya ditumbuhi vegetasi alami, terutama

Phragmites karka sebagai pionir, sedangkan Area Reklamasi memiliki kedalaman air

tanah dalam (≥ 100 cm) yang telah direklamasi dengan vegetasi pertanian dan kehutanan yang tertata. Kedua area ini berada di sebelah barat dari Tanggul Barat, ModADA dan memiliki penyebaran ukuran partikel dari utara ke selatan yang berubah secara gradual dari kasar, medium, dan halus. Secara keseluruhan di ModADA, ukuran partikel tailing terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu kasar (> 175 µm), medium (175-150 µm), halus (38-75 µm), dan sangat halus (< 38 µm) (PTFI, 1998).

Sejalan dengan bertambahnya waktu, maka area pengendapan tailing di ModADA akan berkembang menjadi tanah. Tanah yang terbentuk dari tailing akan memiliki karakteristik yang sangat spesifik dan berbeda dari tanah mineral secara alami. Menurut Jenny (1941), proses pembentukan tanah selain dipengaruhi oleh bahan induk dalam hal ini adalah tailing, juga iklim, organisme (vegetasi), topografi, dan waktu. Sementara proses perkembangan tailing menjadi tanah di ModADA masih sangat muda dan bersifat belum stabil (unstabilize), mengingat strukturnya lepas karena didominasi partikel pasir. Selain itu kondisi umur tailing baru berakhir masa aktifnya dan memiliki ukuran partikel beragam. Namun demikian karena luasan area pengendapan tailing di ModADA cukup besar, maka studi mengenai karakteristik tanah yang berkembang dari tailing ini perlu diteliti sedini mungkin.

(19)

kelarutan unsur-unsur hara secara alami dari contoh-contoh utuh di ModADA. Manfaat dari penelitian ini sebagai informasi ilmiah untuk tujuan reklamasi dan pengembangan kawasan ModADA lebih lanjut, terutama setelah berakhirnya masa penambangan.

1.2. Kerangka Pemikiran

Tailing adalah limbah dari proses pemisahan mineral berharga yang terkandung dari bijih tambang. Taling dari kegiatan pertambangan ini menimbulkan dampak lingkungan dan merubah ekosistem mahluk hidup di sekitarnya, sehingga masalah ini perlu mendapat penanganan lebih lanjut (Mealey, 1999). Sebagai gambaran saat ini, jumlah tailing yang dihasilkan PTFI sekitar 230.000 ton/hari (PTFI,2003; 2006; 2007). Pengendapan tailing di ModADA menyebabkan tertutupnya ekosistem, sehingga karakteristik lahannya berubah. Perubahan ini meliputi perubahan karakteritik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi penyusun tanah, serta vegetasi yang tumbuh di atasnya.

Dengan bertambahnya waktu, maka area pengendapan tailing akan berkembang menjadi tanah. Mengingat faktor-faktor pembentuk tanah dalam keadaan alami seperti yang dikatakan oleh Jenny (1941) tidak mungkin diterapkan dalam

artificial pengendapan seperti di ModADA, karena tanah yang terbentuk dari tailing

memiliki karakteristik yang sangat spesifik dan berbeda dari tanah mineral secara umum. Menurut Schafer et al. (1980), tanah yang terbentuk dari sisa tambang mempunyai perbedaan nyata terhadap kenampakan morfologi, karena merupakan tanah muda yang baru terbentuk dari campuran fragmen batuan pasir, debu, dan sedikit liat secara heterogen dengan perkembangan lapisan atau horison lebih dipengaruhi oleh kontrol manusia daripada proses-proses alami.

(20)

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas dan mengingat umur pengendapan tailing tidak aktif di bagian barat dari Tanggul Barat ModADA baru berakhir 8-20 tahun yang lalu dengan ukuran partikel beragam, maka dalam penelitian ini akan dipelajari karakteristik tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan sifat morfologi, fisik, kimia, dan mineraloginya. Manfaat dari penelitian ini sebagai informasi ilmiah untuk tujuan reklamasi dan pengembangan lahan lebih lanjut setelah

berakhirnya masa penambangan. Secara ringkas pada Gambar 1 adalah Kerangka

Pemikiran Perkembangan Tanah Tailing di ModADA.

1.3 Tujuan

1. Mempelajari karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang berkembang dari tailing di area pengendapan tailing ModADA;

2. Mengklasifikasi tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan keterwakilan kelas ukuran partikel;

3. Mempelajari kadar unsur makro dan unsur mikro dari tanah yang terbentuk dari tailing terhadap lamanya waktu pencucian berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel.

1.4 Hipotesis

1. Karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang terbentuk dari tailing dipengaruhi oleh karakteristik bahan induk dan waktu pengendapan tailing berakhir;

2. Perbedaan kelas ukuran partikel tailing memberikan pengaruh dalam menciptakan karakteristik tanah yang spesifik terhadap jenis tanah yang terbentuk;

(21)

Karakteristik morfologi/fisik :

- Struktur dan horison penciri - Ukuran partikel (tekstur) - Kedalaman air tanah - Vegetasi dan Suksesi Alami

Karakteristik kimia :

- pH, C-organik, KTK - Unsur makro

- Unsur mikro

Karakteristik mineralogi :

- Pelapukan mineral primer - Pembentukan mineral liat - Pembentukan senyawa oksida atau hidroksida

- Pelepasan kation-kation

DAMPAK PENGENDAPAN TAILING DI AREA ModADA

TERHADAP LINGKUNGAN DAN MAHLUK HIDUP SETELAH MASA PENAMBANGAN BERAKHIR

Volume Endapan Tailing : ± 230.000 ton/hari

Luas area pengendapan di ModADA : 45 000 Ha (Dataran : 23.000 Ha, Estuari : 22.000 Ha)

PERUBAHAN TANAH NYATA

EKOSISTEM AREA TERTUTUP KARAKTERISTIK LAHAN BERUBAH

Perubahan pada Karakteristik Tanah dan Vegetasi yang tumbuh di Area Pengendapan Tailing ModADA

PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL TAILING :

topografi relatif datar, melewati aliran air mengalir/CH tinggi, pengelolaan tailing dikontrol manusia, kedalaman air tanah (dangkal/dalam), vegetasi alami, dan waktu pengendapan berakhir

STUDI PERKEMBANGAN TANAH DARI TAILING :

RENCANA PENGELOLAAN AREA ModADA Æ TUJUAN REKLAMASI

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Era Tambang di PTFI

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah suatu perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), bergerak di bidang pertambangan Tembaga dan Emas yang telah beroperasi sejak tahun 1972 di Kabupaten Mimika, Papua.

Bijih yang ditambang terletak pada ketinggian ± 4000 m di atas permukaan laut di daerah Ertsberg dan Grasberg dalam Wilayah Kontrak Karya seluas 100 km2 (PTFI, 2007). Kegiatan penambangan diawali pada tambang Ertsberg yang merupakan daerah mineralisasi dan terdapat banyak patahan. Bijih Ertsberg merupakan skarn (endapan) kontak metasomatis, yaitu endapan bijih yang tidak terbentuk di dalam batuan magma, melainkan hanya menempel (kontak) pada batuan kapur yang terdapat di sekelilingnya (Mealey, 1999).

Proses pembentukan endapan bijih terjadi ketika cairan magma muncul ke permukaan bumi, kemudian menembus lapisan batuan berumur 36-53 juta tahun yang merupakan bagian utama dari daerah pegunungan di sekitar Ertsberg. Proses awal aliran magma ke permukaan ini dan proses intrusi magma selanjutnya ditandai oleh suhu dan tekanan tinggi yang menghasilkan cairan magma panas dan mudah mengalir. Cairan ini mengandung tembaga (Cu) dan emas (Au), yang kemudian muncul ke permukaan menembus celah-celah batuan kapur. Wilson (1981) mengemukakan bahwa endapan bijih Ertsberg mengandung 40-50% Fe (terutama magnetit atau Fe-oksida), 3% Cu (terutama CuFeS2, Cu5FeS4, Fe- dan Cu-sulfida),

dan juga mengandung perak dan emas.

Umumnya endapan bijih ini berupa bagian-bagian yang terpisah satu terhadap yang lain dengan ukuran relatif kecil dibandingkan endapan porfiri atau endapan sedimen. Di sisi lain, penambangan endapan ini sulit dilakukan karena ukurannya relatif kecil dan menyebar pada daerah yang tidak beraturan, serta tidak berlanjut dan kadang sulit ditemukan.

Pada tahun 1975, ahli geologi Freeport menemukan cebakan mineral yang dikenal sebagai Ertsberg East atau Gunung Bijih Timur (GBT). Cebakan ini memiliki

dua zona tambahan, yaitu DOZ (Deep Ore Zone atau Zona Bijih Dalam) dan IOZ

(Intermediate Ore Zone atau Zona Bijih Tengah). Mineral tembaga utama yang

(23)

mengandung kalkopirit (CuFeS2). Selama tahun 1976, dari hasil bor diperoleh 40 juta

ton bijih dalam cadangan GBT dengan kadar tembaga rata-rata 2.5%, namun pada saat itu dianggap kurang memiliki nilai ekonomis, sehingga tidak menjamin bahwa operasi penambangan ini akan memiliki nilai ekonomis dan juga akses pengeboran relatif sulit di GBT (Mealey, 1999).

Pada akhir tahun 1980, tambang bawah tanah di GBT dimulai dan pada tahun 1982 mencapai kapasitas pengolahan sebesar 4500 ton bijih/hari. Pada saat itu produksi bijih GBT cukup banyak, sehingga produksi bijih dari tambang terbuka Ertsberg diperkecil menjadi 5000 ton/hari dari total 9500 ton/hari. Selanjutnya produksi bijih mencapai 12.500 ton/hari pada tahun 1984 dan 20.000 ton/hari pada tahun 1988.

Menjelang pertengahan Juni 1988, Freeport melakukan pengeboran dangkal pada zona utama di Grasberg yang terletak sekitar 3 km dari Ertsberg yang baru dibor 15 tahun kemudian setelah tambang Ertsberg di sebelahnya dikerjakan. Pada pengeboran sedalam 611 m tegak lurus kedalaman batuan ditemukan endapan emas dan tembaga berkadar tinggi. Sepanjang kedalaman 591 m dari lobang bor ini mengandung 1.69 % tembaga dan 1.77 g/ton emas, sehingga membuat Grasberg merupakan cadangan emas terbesar dan cadangan tembaga ketiga terbesar di dunia (Mealey, 1999).

2.2 Era Tambang Grasberg di PTFI

Tambang Grasberg terletak di daerah pegunungan bagian selatan pulau Papua (Irian Jaya) pada ketinggian 4200 m dari permukaan laut. Endapan bijih di Grasberg berupa intrusi yang telah berumur tiga juta tahun. Berbeda dengan endapan (skarn) Ertsberg, endapan bijih di Grasberg terdapat dalam batuan beku yang disebut intrusi ilaga meliputi diorit, diorit kuarsa, monzonit, monzonit kuarsa, stok, retas, dan sills (Rusmana et al., 1995). Tubuh batuan bijih Grasberg adalah bagian dari batuan intrusi yang mengandung mineral tembaga dan emas (Mealey, 1999).

(24)

utama yang terkandung pada kompleks batuan Grasberg meliputi SiO2 (61.41%),

Fe2O3 (11.18%), Al2O3 (10.27%), CaO (1.97%), MgO (1.30%), Na2O (1.51%), K2O

(5.17%), S (1.59%), Au (2.27%), dan Cu (1.46%).

Intrusi-intrusi di Grasberg ini menghasilkan daerah mineralisasi berbentuk kerucut terbalik berukuran 2.3 km x 1.7 km di bagian atas dekat permukaan pada ketinggian 4100 m, kemudian mengecil ke bawah dengan ukuran 900 m pada ketinggian 3000 m. Dari ketinggian tersebut, kerucut kemudian mengecil pada ukuran 500-600 m. Pada ketinggian 2650 m masih terdapat endapan mineral cukup berharga hingga kedalaman maksimum yang dapat dicapai dengan alat bor. Mineralisasi tembaga terutama terdapat dalam kalkopirit (CuFeS2), selain itu juga dalam bornit

(Cu5FeS4). Bagian yang memiliki kandungan tembaga dan emas terbanyak terdapat

pada ketinggian 3550 m dan 3350 m (Mealey, 1999).

2.3 Deskripsi Kegiatan Penambangan di PTFI dan Pengendapan Tailing di ModADA

Kegiatan penambangan yang berlangsung saat ini didasarkan pada Kontrak Karya Kedua antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PTFI yang ditandatangani tahun 1991. Saat ini PTFI mengoperasikan tambang terbuka Grasberg

dan tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone) dengan target produksi harian

sekitar 240.000 ton bijih (PTFI, 2007). Proses pengolahan bijih tambang ini dilakukan secara mekanis, yaitu menghancurkan batuan yang mengandung mineral tembaga, emas, dan perak.

Pabrik Pengolahan bijih terletak di dataran tinggi pada ketinggian 2800 m dpl. Pengolahan bijih mineral tembaga, emas, dan perak diekstrak menggunakan teknik pengapungan (flotasi). Sebelumnya bijih yang ditambang digiling sampai halus dan dicampur dengan air dalam jumlah tertentu pada mesin penggilingan yang kemudian dialirkan ke dalam tangki-tangki flotasi. Pada tangki-tangki flotasi diberikan gelembung-gelembung udara dan reagen yang bergerak dari dasar tangki menuju ke permukaan.

(25)

Konsentrat ke Pelabuhan Amamapare. Pengeringan dilakukan dengan penyaringan bertekanan tinggi dan pemanasan.

Pada kuartal pertama 1999, kapasitas pengolahan bijih mencapai 220.000 ton/hari (PTFI, 2000). Dari total bijih olahan di pabrik, yang merupakan konsentrat sekitar 3 - 4% tembaga, emas, dan perak. Konsentrat kering berupa butiran pasir halus berwarna hitam yang merupakan produk akhir PTFI. Sementara pasir yang tersisa dari proses pengolahan bijih yang disebut tailing berjumlah sekitar 96-97% atau 212.000 ton/hari (PTFI, 2000) yang kemudian diangkut melalui sistem sungai Aghawagon-Otomona menuju area pengendapan tailing di ModADA. Hingga tahun 2007 jumlah tailing yang dihasilkan PTFI telah mengalami peningkatan sekitar 230.000 ton/hari (PTFI, 2003; 2006; 2007).

Secara umum proses pemisahan bijih di dataran tinggi Mile-74 hingga

menghasilkan konsentrat mineral berharga dan tailing, disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pemisahan Bijih di Mile 74, PTFI

Tailing selama perjalanannya dari dataran tinggi ke dataran rendah tidak mengalami pengendapan, namun mengalami pengenceran pada anak-anak sungai Aghawagon dan Otomona. Supaya tidak terjadi perluasan dampak secara lateral, maka dibangun dua buah tanggul yang membujur arah utara ke selatan yang dikenal sebagai Tanggul Barat (± 50 km) dan Tanggul Timur (± 54 km). Jarak kedua tanggul

Produksi Bijih (240.000 ton/hari)

Konsentrat 3 - 4% Cu, Au, Ag 96 - 97% Tailing

(230.000 ton/hari)

Penggilingan dan Pengapungan di Dataran Tinggi Mile 74

Pengeringan

Pengapalan

Pengendapan di ModADA

Transportasi melalui jalur Pipa ke Amamapare

(26)

bervariasi antara 4 - 7 km dengan luas total area pengendapan tailing di antara kedua tanggul adalah 230 km2 atau 23.000 Ha merupakan bagian daratan (PTFI, 2006) dan 220 km2 merupakan bagian estuari (PTFI, 2000).

Pembangunan tanggul dirancang sebagai proses yang bertahap. Perubahan ketinggian dasar ModADA karena pengendapan tailing diprediksi sekitar 6-12 bulan sebelumnya, dan kemudian elevasi tanggul dinaikkan sesuai dengan laju sedimentasi yang terjadi. Ketinggian tanggul dirancang sedemikian rupa, sehingga mampu menampung ketinggian banjir 100 tahunan (Q100). Tinggi Tanggul Barat dibangun

1 m di atas tinggi banjir rencana 100 tahunan dan tinggi Tanggul Timur 0.5 m di atas Q100. Sejalan dengan naiknya dasar sungai akibat pengendapan tailing aktif, maka

kedua tanggul dipertinggi secara bertahap hingga mencapai ketinggian maksimum yang diperkirakan antara 10 - 15 m (PTFI, 2000).

Pengendapan tailing di ModADA yang disebabkan oleh gaya gravitasi dari dataran tinggi ke dataran rendah terdistribusi menurut ukuran partikel. Partikel kasar cenderung akan ditemukan lebih banyak mengendap di bagian utara (hulu) ModADA, partikel berukuran sedang mengendap di bagian selatan (hilir) ModADA, dan partikel halus mengendap hingga ujung selatan (hilir) ModADA ke arah Estuari muara Ajkwa. Sementara partikel sangat halus mengendap di Estuari Ajkwa dan sisanya terbawa hingga ke Laut Arafura di bagian selatan pantai Mimika (PTFI, 2006; 2007).

2.4 Karakteristik Umum Tailing di ModADA

Karakteristik tailing sangat berbeda dibandingkan tanah mineral secara alami, baik dari sifat fisik maupun sifat kimianya. Berdasarkan karakteristik fisik, ukuran partikel tailing bervariasi dari pasir kasar, medium, halus hingga sangat halus berupa debu. PTFI (1998) membagi ukuran partikel tailing menjadi 4 kelompok, yaitu kasar (> 175 µm), medium (175 - 150 µm), halus (38 - 75 µm), dan sangat halus (< 38 µm).

(27)

Pada area berukuran partikel kasar dimana tailing diendapkan memiliki sifat drainase tanah cukup baik dan infiltrasi air tinggi, sehingga ketersediaan air bagi tanaman pada musim kemarau akan berkurang. Sebaliknya area dengan ukuran partikel halus memiliki sifat drainase tanah buruk dan infiltrasi air sangat rendah, sehingga pada musim hujan akan terjadi genangan air yang mengakibatkan ketersediaan O2 bagi tanaman menjadi berkurang.

Sementara nilai pH tailing relatif tinggi dan menyebabkan mobilitas beberapa

unsur hara menjadi rendah. Umumnya pH tailing ≥ 7 di ModADA karena dalam

proses pengolahan bijih menggunakan bahan kapur dari batu gamping di sekitar Grasberg untuk pemisahan tembaga, emas, dan perak melalui proses pengapungan.

Meningkatnya nilai pH berhubungan erat dengan ketersediaan kation-kation basa yang terkandung di tailing. Kation Ca2+ menjadi sangat tinggi karena berasal dari penambahan kapur pada proses pemisahan bijih, sehingga pH tailing cenderung netral - agak alkali. Kation Mg2+ rendah hingga sedang, sedangkan K+ dan Na+ rendah. Hasil analisis sifat kimia tailing oleh Istalaksana et al. (2000) menunjukkan bahwa ketersediaan N dan C organik rendah, sehingga tingkat kesuburan tailing tergolong rendah. Sementara kation basa Ca meningkat, temasuk unsur mikro Fe dan Cu. Menurut Tordoff et al. (2000) dan Ross (1994), bahwa konsentrasi tinggi dari Ca adalah baik bagi tanaman, namun kandungan logam berat yang diperoleh dari batuan induk jika terlarut berlebihan akan menghambat pertumbuhan tanaman.

2.5 Geologi dan Geomorfologi di ModADA

Secara geologi area pengendapan tailing ModADA yang terletak di dataran aluvial Ajkwa merupakan hasil pengendapan limbah tailing pasca penambangan. Pengendapan tailing di ModADA berasal dari sisa hasil penghancuran batuan dari mineral berharga di pabrik pengolahan bijih, dataran tinggi Mile 74.

(28)

fomasi otomona (berumur proterozoikum akhir sampai cambrium). Sebagian besar dari kelompok batuan ini didominasi batu pasir, batu lumpur, batu lanau, dan batu gamping (Rusmana et al., 1995).

Sebelum terjadi pengendapan tailing, dataran rendah ModADA terbentuk dari bahan aluvium (kerikil, pasir, dan lumpur) yang merupakan dataran aluvium di Kali Kopi dan Kali Aimua. Bahan endapan tersebut terbawa bersama kedua aliran kali yang berasal dari pegunungan Jayawijaya. Menurut Schroo (1962), daerah ini merupakan hamparan endapan aluvial yang luas dari zaman pliosen. Pada zaman pliosen terjadi perombakan batuan sehingga menyebabkan endapan aluvial. Proses pengendapan ini mulai terjadi sejak masa pliosen hingga saat ini (DEPTRANS dan PT Parama Consultant, 1986).

2.6 Klasifikasi Tanah Tailing

Tanah-tanah yang berkembang dari tailing di ModADA relatif masih baru dan belum mengalami perkembangan berarti. Pengendapan tailing masih berlangsung terus menerus hingga saat ini, kecuali pada beberapa area di bagian Barat dari Tanggul Barat telah berakhir masa pengendapan tailing sekitar < 20 tahun. Pengendapan tailing yang terus menerus ini juga dapat menyebabkan perkembangan lapisan tailing terhambat.

Hasil survei sebelumnya pada tahun 1997 di sekitar area pengendapan tailing tidak aktif pada sebagian besar tanah yang berkembang dari endapan tailing termasuk ordo Entisol. Di sekitar area Kali Kopi Breakout ditemukan endapan tailing tebal dan diklasifikasikan sebagai Typic Tropopsamment, sedangkan endapan tailing tipis diklasifikasikan sebagai Plinthic Tropaquept. Sementara area Tanggul Barat yang memiliki endapan tailing tebal di Pusat Reklamasi Mile-21 diklasifikasikan sebagai

Typic Tropopsamment (PTFI dan PT Hatfindo Prima, 1998).

(29)

Perkembangan horison tanahnya juga lebih lambat karena terletak di daerah beriklim sedang (temperate).

2.7 Peranan Mineralogi dan Proses Perkembangan Tanah

Mineral primer banyak ditemukan dalam fraksi pasir dan debu, sedangkan mineral sekunder terbentuk setelah mengalami proses pelapukan dari mineral primer yang ditemukan sebagai fraksi liat. Berdasarkan tahapan stabilitas mineral menunjukkan bahwa kelompok mineral feldspar, muskovit, dan kuarsa termasuk mineral primer yang stabil di dalam tanah, disajikan pada Gambar 3.

Olivine

Calcic Plagioclase

Augite

Calcic-Alkalic Plagioclase

Hornblende Alkali-Calcic Plagioclase Alkalic Plagioclase Biotite

Potash Feldspar

Muscovite

Quartz

Gambar 3. Tahapan Stabilitas Mineral (Goldich, 1938;Rai dan Kittrick, 1989)

Pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa mineral primer yang paling stabil adalah kuarsa. Sementara mineral yang paling tidak stabil adalah olivin, disusul augit, hornblende, dan biotit. Pada bagian kiri dari atas ke bawah dengan menurunnya temperatur, olivin merupakan mineral mudah lapuk dan tidak stabil karena terdiri dari satu Si-tetrahedral yang terikat satu sama lain oleh Mg yang mudah dihidrolisis atau Fe yang mudah teroksidasi. Berikutnya augit (piroksen) mempunyai rantai tunggal, hornblende (amphibol) mempunyai struktur rantai ganda, dan biotit mempunyai struktur yang berlapis-lapis. Kelompok mineral mudah lapuk ini umumnya berhubungan dengan mineral ferro magnesian yang cenderung tidak stabil di dalam lingkungan pedogenik (Allen dan Hajek, 1989; Huang et al., 1989).

Stabilitas meningkat Temperatur

(30)

Pada bagian kanan dari atas ke bawah ditemukan penghancuran atau pelapukan mineral semakin berkurang dari Ca-plagioklas ke K-feldspar, karena kation bervalensi dua (Ca2+) tidak mengisi dengan tepat kisi dalam struktur rantai feldspar, walaupun telah memenuhi kekurangan muatan sebagai akibat substitusi Si oleh Al. Sementara K berukuran lebih besar dapat mengisi kisi struktur mineral tersebut dengan tepat. Oleh karenanya K-feldspar (orthoklas) lebih stabil daripada Ca, Na-feldspar (plagioklas).

Kuarsa adalah mineral yang paling stabil karena tahan terhadap pelapukan (Dress et al., 1989), terdiri dari ikatan Si-tetrahedral secara keseluruhan dengan semua atom oksigen diikat oleh lebih dari satu Si. Dengan semakin banyaknya Si yang mengikat O, maka rasio O : Si akan semakin menurun, sehingga rasio kuarsa = 2.0 lebih rendah, sedangkan rasio kelompok mineral mudah lapuk lebih tinggi, seperti olivin = 4, piroksen (augit) = 3, dan amphibol (hornblende) = 2.7 (Goldich, 1938; Hardjowigeno, 1993).

Mineral kuarsa akan menjadi lebih mudah larut bila ukuran partikelnya semakin halus karena meningkatnya luas permukaan, terutama pada lingkungan pH tinggi (Nahon, 1991). Sementara muskovit lebih stabil karena stability effect dari lapisan silika aluminium. Muskovit cenderung lebih stabil dalam lingkungan pedogenik daripada biotit, karena Al dalam lembar oktahedral sebagai pengganti Fe

dan Mg dalam biotit (Fanning et al., 1989; Allen dan Hajek, 1989). Rasio

muskovit/biotit pada fraksi pasir cenderung meningkat dengan waktu (Mokma et al., 1973). Muskovit juga tersebar luas pada pasir dan debu, tetapi masih merupakan komponen minor pada sebagian besar tanah (Allen dan Hajek, 1989).

2.8 Proses Pelapukan Mineral dan Pembentukan Tanah

(31)

Proses pelapukan menyebabkan perubahan komposisi mineral-mineral utama penyusun batuan, meliputi perubahan struktur dan komposisi bahan padatan yang mempengaruhi air tanah dan ketersediaan hara untuk tanaman. Terbentuknya mineral liat sekunder dari proses pelapukan mineral primer menghasilkan bentuk kombinasi dan tambahan dari ion-ion dan molekul di dalam larutan tanah pada fase padat. Secara umum, jenis mineral sekunder yang terbentuk dari pelapukan dan hidrolisis mineral primer adalah kaolinit (1:1), illit (2:1), smektit (2:1), vermikulit (2:1), dan klorit (2:1 atau 2:2) dengan hydroxide interlayer seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pelapukan Mineral Primer membentuk Mineral Sekunder (Fieldes dan Swindale, 1954)

Mineral Primer Mineral Sekunder

Olivin Piroksen Hornblende

Biotit Muskovit

Feldspar

Kuarsa

Trioctahedral illite

Clay vermiculite

Dioctahedral illite

Hydrous oxides

Amorphous

(Al, Si)

Silicic acid

Anatase Goethite Hematite Gibbsite Boehmite

Montmorillonit

Kaolinite

Chalcedonite Silicic acid

Secondary quartz Gibbsite

Hydroxides

-SiO2

+SiO2

H+

Ca++

K+

K+

K+

K+

H+

H+

H+

Ca++

Ca++ Hydrous oxides

Amorphous

(32)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret - Nopember 2005 di ModADA dan dilanjutkan hingga Juli 2006 di laboratorium. Penelitian dilakukan di area

pengendapan tailing ModADA di dalam area kontrak karya PTFI (Gambar 5).

Lokasi penelitian difokuskan di ModADA yang sudah tidak aktif sekitar 8 - 20 tahun yang lalu. Area tailing tidak aktif terletak di sebelah barat Tanggul Barat di dalam Tanggul Barat - Tanggul Timur dari Mile 28 - Mile 21 dan membujur arah utara (hulu) - selatan (hilir) ModADA.

3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di ModADA, PTFI Timika - Papua (Gambar 6).

ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area) adalah Area Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi. Pengendapan tailing di ModADA dikontrol melalui Tanggul Barat dan Tanggul Timur. Tanggul Barat dan Tanggul Timur memiliki panjang masing-masing sekitar 50-54 km dan jarak antara kedua tanggul sekitar 4-7 km, sehingga luas daratan ModADA adalah 230 km2 atau 23 000 Ha (PTFI, 1998).

Sebelah barat Tanggul Barat dari lokasi pengendapan tailing terdapat area tailing tidak aktif dengan luas ± 1500 Ha. Terdapat dua pendekatan yang diadopsi oleh PTFI untuk mereklamasi area tersebut, yaitu : (1) menyediakan area pengendapan tailing tidak aktif untuk tanaman suksesi alami, dan (2) mengubah area pengendapan tailing tidak aktif untuk area pertanian meliputi tanaman pertanian, kehutanan, dan agroforestri, serta ternak hewan (Husin et al., 2005). Area pertama telah ditumbuhi vegetasi alami dengan kedalaman air tanah < 50 cm yang dikenal sebagai Area Suksesi, dan area kedua ditanami vegetasi pertanian - kehutanan tertata dengan kedalaman air tanah ≥ 100 cm yang dikenal sebagai Area Reklamasi.

(33)

Gambar 5. Area Kontrak Karya PTFI, Timika - Papua

Keterangan : Sumber Peta Dasar PTFI 2005

Area ModADA, Bagian Daratan

Legenda :

Area Kontrak Karya PTFI

(34)

Gambar 6. Area Pengendapan Tailing ModADA PTFI, Timika - Papua (Utara - Selatan atau Hulu - Hilir)

Legenda :

Area Tailing aktif ModADA

Area Tailing tidak aktif Tanggul Barat - Timur

Pulau Ajkwa

Laut Arafura

Area Hutan Kuala Kencana

Area Pengendapan Tailing Aktif

Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif Area Reklamasi dan Area Suksesi

Mile 28 - Mile 21 (± 1500 Ha)

(35)

Gambar 7. Profil Pewakil di Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif ModADA (Mile 28 - Mile 21, Utara - Selatan atau Hulu - Hilir)

Legenda :

Profil Pewakil Area Suksesi

Profil Pewakil Area Reklamasi Area Tailing tidak aktif di ModADA Tanggul Barat (Lama - Baru) PS-1

PS-2 PS-3

PS-4

PS-5

I/PR4

I/PR8

I/PR6

II/PR1

III/PR2 V/PR4

IV/PR5

VI/PR7 VI/PR9 VI/PR10

M 21.5 M 21

2001/2002

2003

2003/2004 2003/2004

1998 1992/1993

Area Pengendapan Tailing ModADA

Keterangan : Sumber Peta Dasar PTFI 2006/2007 dan Tahun Penanaman bervariasi antara 1992 - 2004

Tanggul Barat Baru

(36)

Keterangan : Sumber Peta Dasar PTFI 2005/2006

UTARA (HULU)

SELATAN (HILIR)

Partikel Kasar - Medium

Partikel Campuran Kasar - Sangat Halus

Partikel Medium - Halus -

Sangat Halus Partikel Medium - Halus

Gambar 8. Zonasi Pengendapan Tailing di ModADA Berdasarkan Distribusi Ukuran Partikel

[Distribusi partikel pada masing-masing zona dari utara - selatan, dikutip dari Laporan PTFI (2006)]

Zona Atas

Zona Tengah

Zona Bawah

Zona Peralihan

Zona Estuari

Legenda :

Area Tailing Aktif ModADA

Area Tailing tidak aktif Tanggul Barat - Timur

Area Pengendapan Tailing Aktif,

ModADA

Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif, ModADA

(37)

3.3 Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah tailing tidak aktif di Area Suksesi (Mile 28 - 25) dan Area Reklamasi (Mile 28 - 21) dari utara (hulu) ke selatan (hilir) ModADA (Gambar 7). Penetapan lokasi pemeriksaan profil dan pengambilan contoh didasarkan pada Peta Zonasi Pengendapan Tailing di ModADA sesuai Distribusi Ukuran Partikel (Gambar 8). Tailing yang mengendap mempunyai ukuran partikel berkisar antara 1000-38 µm. Sebagian tailing kasar mengendap di bagian hulu, tailing medium mengendap di bagian tengah, sedangkan tailing halus dan sangat halus di bagian hilir ModADA (PTFI, 1998; 2006).

Selanjutnya penetapan ukuran partikel atau tekstur contoh tanah dari masing-masing lapisan profil pewakil dilakukan dengan sistem Laser. Pengukuran partikel

dengan sistem Laser dikelaskan berdasarkan Table American Geophysical Union

Sediment Classification System Laser, yaitu kasar atau pasir (62 - >1000 μm), sedang

atau debu (4 - 62 μm), dan halus-sangat halus atau liat (< 0.24 - 4 μm). Data ukuran partikel yang diperoleh dari hasil pengukuran Laser ini kemudian ditentukan berdasarkan sistem USDA, yaitu pasir (2 mm - 50 μm), debu (50 - 2 μm), dan liat (< 2 μm) (Soil Survey Staff, 1999; 2006).

3.4 Tahapan Penelitian

Penelitian terdiri atas dua tahapan, yaitu : 1). Karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi; 2). Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci, 3 bulan di Lapang.

3.4.1 Deskripsi Morfologi dan Klasifikasi Tanah

Pengamatan Lapang dan Pengambilan Contoh

(38)

21-rumput dan hutan sekunder secara alami. Kedalaman air tanah di Area Reklamasi lebih dalam sekitar 100 cm di bagian utara hingga kurang dari 60 cm dari permukaan tanah di bagian selatan.

Pengamatan morfologi profil pewakil dilakukan berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel. Kelas ukuran partikel menyebar dari kasar, sedang, sampai halus yang membujur dari utara ke selatan (hulu - hilir) ModADA (Gambar 8). Profil-profil pewakil Area Suksesi dan Area Reklamasi terletak di sebelah barat Tanggul Barat ModADA, sedangkan sebagai profil pembanding adalah tanah mineral di Area Hutan Kuala Kencana, Mile 38 (Gambar 6).

Tahapan penelitian untuk deskripsi dan klasifikasi tanah di lapang sebagai berikut :

a. Pembuatan profil pewakil pada kedalaman 0 - 200 cm (1 m x 1.5 m x 1.5 - 2 m); b. Deskripsi karakteristik morfologi pada masing-masing lapisan profil pewakil;

Metode pengamatan karakteristik morfologi tanah di lapang merujuk pada Soil

Survey Staff (1975) dengan menggunakan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey

Staff, 1999; 2006) untuk tujuan deskripsi morfologi dan klasifikasi tanah. c. Pengambilan contoh tanah dari masing-masing lapisan profil pewakil;

d. Analisis laboratorium pada contoh tanah untuk sifat fisik, kimia, dan mineralogi dari setiap lapisan profil pewakil;

e. Penentuan jenis tanah di ModADA berdasarkan karakteristik morfologi, fisik, kimia dan mineralogi pada kelas ukuran partikel yang berbeda.

1. Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah

(39)

Tabel 1. Jenis Analisis Contoh Tanah dan Metode Analisisnya

No. Parameter Satuan Metode Analisis

Kimia *)

1. pH H2O (1:2); pH KCl 1N (1:2) - pH Meter - Glass Electrode

2. C-organik % Walkley & Black

3. N-total % Kjeldahl

4. S-total % Combustion (Pembakaran)

5. Ca, Mg, K, Na-dapat dipertukarkan meq/100 g NH4OAc, 1N pH 7 (AAS Flame) 6. Kapasitas Tukar Kation (KTK) meq/100 g NH4OAc, 1N pH 7 (Titrasi) 7. Kejenuhan Basa (KB) % NH4OAc, 1N pH 7 (Perhitungan) 8. Fe, Mn, Cu, Zn - tersedia mg/kg DTPA, pH 7.3**) (ICP)

9. Fe, Mn, Cu, Zn - total mg/kg HNO3 (ICP) 10. Electro Conductivity (EC) µS/cm EC Meter

Fisik *)

11. 12.

Tekstur (Ukuran Partikel) Struktur

% -

Laser (< 0.024 - 2000 μm) Pengamatan morfologi di Lapang

Keterangan : *) Analisiskimia dan fisik tanah tailing dilakukan di Laboratorium Lingkungan Timika - PTFI dan Laboratorium Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB - Bogor.

** )

Pereaksi DTPA dikembangkan oleh Lindsay dan Norvell (1978) untuk analisis Fe, Mn, Cu, dan Zn tersedia

pada tanah-tanah netral-berkapur (Martens dan Lindsay, 1990; Loeppert dan Inskeep, 1996; Reed dan Martens, 1996; Gambrell, 1996).

2. Karakteristik Mineralogi Tanah

Contoh tanah untuk analisis mineral primer diambil pada keseluruhan lapisan, sedangkan contoh tanah untuk analisis mineral liat diambil dari bagian penentu

(control section) pada kedalaman 25-100 cm (tanah mineral) dan 0 - ≥ 100 cm (tanah

tailing) pada masing-masing lapisan profil pewakil.

Contoh tanah diambil dari setiap lapisan profil pewakil, dibersihkan dan dikering anginkan. Setelah itu diambil sebanyak 100 g dari masing-masing contoh dengan menggunakan alat splitter untuk mendapatkan contoh yang mewakili dan dihaluskan hingga berukuran < 50 μm (pulverized), kemudian dianalisis dengan alat XRD (X-Ray Difraktometer).

Karakteristik mineralogi tanah yang diamati meliputi mineral primer dari contoh bulk dan mineral sekunder (fraksi liat) dari contoh tanah melalui proses pemisahan liat. Analisis mineral dengan alat XRD untuk mineral primer dan mineral sekunder dari contoh bulk dilakukan di Laboratorium Metalurgi Mile 74 PTFI Timika, sedangkan analisis mineral sekunder dari proses pemisahan liat dilakukan di Laboratorium Mineralogi Belle Chasse, New Orleans USA.

Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan mengidentifikasi puncak

(peak) pada difraktogram dan menentukan jenis mineral secara otomatis pada

(40)

untuk setiap contoh tanah dari lapisan pada profil-profil pewakil. Prosedur standar untuk metode kuantifikasi XRD pada komposisi jenis-jenis mineral ditampilkan

dalam bentuk nilai persentase (%) berdasarkan perhitungan dari peak height

normalization.

3.4.2 Percobaan Simulasi : Unsur Hara Tercuci (Nutrients Leaching Test)

1. Percobaan Unsur Hara Tercuci

Percobaan Simulasi dilakukan untuk mempelajari dinamika unsur makro-mikro tercuci pada kolom tanah yang tidak terganggu, sehingga menyerupai kondisi alami di lapangan. Contoh tanah diambil secara utuh dengan kolom PVC (paralon) berdiameter 6.5 cm dan tinggi 100 cm dari profil-profil tanah pewakil di Area Suksesi dan Area Reklamasi, ModADA.

Contoh tanah utuh yang diteliti meliputi :

a. Area Suksesi diwakili oleh partikel berpasir (PS-1); berdebu kasar (PS-2,PS-3, PS-4); dan berlempung halus (PS-5).

b. Area Reklamasi diwakili oleh partikel berpasir (I/PR-4, I/PR-6, I/PR-8, II/PR-1, III/PR-2, IV/PR-5, V/PR-3, V/PR-9), berlempung kasar (VI/PR-7), dan berdebu kasar (V/PR-10).

Percobaan berlangsung selama 3 bulan, terhitung 11 Mei - 17 Agustus 2005 di Area Percontohan Reklamasi Mile 21 PTFI Timika. Analisis contoh air dan contoh tanah tailing selama Percobaan Simulasi dilakukan di Laboratorium Lingkungan Timika, PTFI. Analisis parameter kation-kation basa dan KTK contoh tanah tailing dari kolom PVC setelah Percobaan Simulasi dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB - Bogor.

2. Pelaksanaan Percobaan Unsur Hara Tercuci

Tahapan kerja dalam penelitian sebagai berikut :

a. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan setelah tahap I, yaitu deskripsi

karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi pada profil-profil tanah pewakil di lapang telah selesai diamati;

b. Pengambilan contoh utuh dengan memasukkan kolom PVC (diameter 6.5 cm;

(41)

c. Percobaan dilakukan di Mile 21 dengan meletakkan kolom-kolom PVC pada tempat terbuka untuk menerima air hujan secara alami (Gambar 9c, 9d). Contoh air yang tercuci dikumpulkan ke dalam botol plastik hitam berukuran 1 liter. Contoh air ini diambil setiap 2 minggu dari perlakuan 1 (1 bulan pengamatan), perlakuan 2 (2 bulan pengamatan), perlakuan 3 (3 bulan pengamatan), dan setiap 4 minggu dari perlakuan 4 (3 bulan pengamatan + pupuk kandang) selama 3 bulan percobaan untuk keperluan analisis kimia di laboratorium (Tabel 2 dan 3);

Gambar 9a. Kolom PVC digunakan mengambil contoh tanah tailing utuh dari Profil Pewakil, Lokasi : Area Suksesi, PS-2

Gambar 9b. Kolom PVC pada Profil Pewakil, Lokasi : Area Reklamasi, VI/PR-9

Gambar 9c. Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci pada kolom PVC,

Lokasi : Mile 21

Gambar 9d. Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci pada 15 contoh tanah profil dengan 4 perlakuan, Lokasi : Mile 21

(42)

d. Perlakukan pupuk kandang (BO) hanya diberikan pada perlakuan 4. Takaran BO yang diberikan adalah 25.44 g/kolom PVC atau setara 80 ton/Ha seperti yang dilakukan oleh PTFI terhadap vegetasi budidaya di Area Reklamasi, ModADA. e. Perlakukan BO diberikan pada lapisan permukaan dari 15 contoh x 1 perlakuan

(4) = 15 contoh tanah, sedangkan tanpa perlakuan BO adalah 15 contoh x 3 perlakuan (1, 2, 3) = 45 contoh tanah. Dengan demikian total contoh tanah pada masing-masing kolom PVC adalah 60.

f. Komposisi kimia pupuk kandang (BO) adalah sebagai berikut :

Pupuk Kandang (BO)

C %

N %

P %

Ca Mg K Na KTK Fe Mn Cu Zn

me/100g mg/kg

47.69 0.98 0.58 27.17 13.72 46.15 12.17 44.83 1.45 0.025 24.90 0.01

g. Setelah 3 bulan percobaan diambil contoh tanah dari kolom-kolom PVC,

kemudian dibagi menjadi 4 lapisan, yaitu 0-25, 25-50, 50-75, 75-100 cm untuk keperluan analisis kimia di laboratorium.

h. Parameter tanah yang dianalisis meliputi pH, EC, C-organik, kation-kation basa, KB, dan KTK setelah percobaan pencucian dengan air hujan secara alami. Rata-rata curah hujan di Mile 21 adalah 3700 mm/tahun (Data Stasiun Meteorologi PTFI, 2005).

Tabel 2. Waktu Pengambilan Contoh Air dari Contoh Tailing dari Perlakuan 1, 2, 3, 4 pada Percobaan Simulasi

No. Perlakuan Waktu Pengambilan Contoh Air Tercuci

Total Contoh Air (Botol penampung)

Waktu Terakhir Pengambilan Contoh Air

1. 1, 2, 3 25 Mei 2005 45 -

2. 1, 2, 3 8 Juni 2005 45 8 Juni 2005 (Perlakuan 1)

3. 4 17 Juni 2005 15 -

4. 2, 3 22 Juni 2005 30 -

5. 2, 3 6 Juli 2005 30 6 Juli 2005 (Perlakuan 2)

6. 4 15 Juli 2005 15 -

7. 3 20 Juli 2005 15 -

8. 3 3 Agustus 2005 15 3 Agustus 2005 (Perlakuan 3) 9. 4 17 Agustus 2005 15 17 Agustus 2005 (Perlakuan 4) Keterangan : Perlakuan 1, 2, 3 dimulai pada 11 Mei 2005; Perlakuan 4 dimulai pada 17 Mei 2005, selama 3 bulan.

(43)

Tabel 3. Analisis Kimia Unsur Hara dari Contoh Air pada Percobaan Simulasi

No. Parameter Satuan Metode Analisis

1. pH H2O - pH Meter - Glass Electroda

2. EC (Electro Conductivity) µS/cm EC Meter

3. Anion (SO42-) mg/L CIA

4. Kation-kation dan logam-logam terlarut (Ca, Mg, K, Na, Fe, Mn, Cu, Zn, S, C-organik)

mg/L ICP-AES

Keterangan : CIA = Capillary Ion Analyzer

ICP-AES = Inductively Coupled Plasma - Atomic Emission Spectrometry

3. Pengolahan Data Unsur Hara Tercuci

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Morfologi, Fisik, Kimia, dan Mineralogi Tanah yang Terbentuk dari Tailing di ModADA

4.1.1 Morfologi dan Fisik Tanah

Berdasarkan karakteristik morfologi dan fisik tanah yang terbentuk dari tailing di ModADA terlihat bahwa secara keseluruhan ModADA (Mile 28-21) didominasi partikel berpasir di bagian utara (hulu), sementara partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar ke arah selatan (hilir), disajikan pada Tabel 4 dan 5. Karakteristik morfologi tanah yang terbentuk dari tailing belum memperlihatkan perkembangan cukup berarti. Hal ini dikarenakan pengendapan tailing di ModADA relatif baru berakhir masa pengendapannya, sementara secara alami terbentuknya tanah dari proses pelapukan batuan membutuhkan waktu lama. Namun demikian tanah-tanah di ModADA yang didominasi oleh partikel berlempung kasar dan berdebu kasar telah memperlihatkan perkembangan struktur pada lapisan permukaannya, karena kandungan partikel halus dan bahan organik relatif tinggi sebagai akumulasi dari vegetasi yang tumbuh di atasnya. Sementara pada lapisan-lapisan di bawahnya belum menunjukkan perkembangan struktur tanah.

Gambar

Gambar 5. Area Kontrak Karya PTFI, Timika - Papua
Gambar  6. Area Pengendapan Tailing ModADA PTFI, Timika - Papua (Utara - Selatan atau Hulu - Hilir)
Gambar 7.  Profil Pewakil di Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif ModADA (Mile 28 - Mile 21, Utara - Selatan atau Hulu - Hilir)
Gambar  9b.  Kolom PVC pada Profil Pewakil,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melihat kecenderungan informasi media massa dalam mewacanakan demokrasi, media massa di Indonesia menurut Subono, dkk (2012) cenderung mewacanakan tradisi demokrasi

Latar belakang penelitian adalah untuk mengetahui keamanan pemberian ekstrak pauh kijang pada mencit, sedangkan tujuan penelitian adalah untuk melakukan evaluasi

Jika anda kompeten dalam pekerjaan tertentu, anda memiliki seluruh keterampilan, pengetahuan dan sikap yang perlu untuk ditampilkan secara efektif ditempat kerja, sesuai

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6LQHUJLWDV DQWDUNRPSRQHQ SHQGXNXQJ GHVD LQIRUPDVL WHUVHEXW PHQMDGL KDO XWDPD XQWXN PHZXMXGNDQ GHVD LQIRUPDVL \DQJ EHURULHQWDVL SDGD SHPEHUGD\DDQ PDV\DUDNDW GL VHNWRU VRVLDO EXGD\D

Status perkawinan salah satu identitas diri yang melekat pada seseorang. Seorang tenaga kerja yang sudah menikah secara umum dianggap kurang produktif dibanding tenaga

Gaya kerja financial manager masing-masing mempunyai cara-cara sendiri di dalam membuat cash baudget adalah untuk membuat jalannya perusahaan tidak

1). Ketua Direksi bertanggung jawab atas semua kegiatan Direksi dan unit- unit proyek lainnya, baik kedalam maupun keluar. Anggota-anggota Direksi memelihara hubungan serta