• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DIFFERENCES OF PRE AND POST HEMODIALYSIS HEMOGLOBIN LEVEL IN CHRONIC KIDNEY DISEASE PATIENT AT RSUD DR. H.

ABDOEL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE 2016

By

Astriani Rahayu

Background: Chronic kidney disease (CKD) is defined as a damage kidney more than three months, with the abnormality of structural or functional, with or without decreasing glomerulus filtration rate (GFR). On the end stage renal disease (ESRD), patient with GFR less than 15ml/min/1,73m2is recommeded to undergo renal replacement therapy (RRT), such as hemodialysis in order to survive and have a good quality of life. Anemia is the most complication occurs in CKD patient, especially when the GFR declining less than 30-40ml/min/1,73m2and occurs in 80-90% CKD patients with hemodialysis.

Objective: To know the differences of pre and post hemodialysis hemoglobin level in CKD patient at RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Lampung Province 2016.

Method: An analytic study with cross-sectional data which included 36 CKD patients who undergo hemodialysis. This study uses primary data which taken from patients undergo hemodialysis directly.

Result: The average value of hemoglobin level’s pre hemodialysis is 9,3g/dl and post hemodialisis is 10,7g/dl with 91,7% of respondents’s hemoglobin have increased after hemodialysis. Statistical T-paired test resultspvalue=0,000 (p<0,05) with 95%CIdoesn’t passed zero.

Conclusion: There is a significant difference between hemoglobin level pre and post hemodialysis in CKD patients.

(2)

ABSTRAK

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL

MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

Oleh Astriani Rahayu

Latar Belakang: Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunangromelurus filtration rate(GFR). Padaend-stage renal disease(ESRD), GFR pasien kurang dari 15ml/menit/1,73m2 dianjurkan untuk menjalani renal replacement therapy (RRT), seperti hemodialisis, agar dapat bertahan hidup dengan kualitas baik. Anemia merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien CKD, terutama ketika GFR menurun kurang dari 30-40ml/menit/1,73m2 dan terjadi pada 80-90% pasien CKD yang menjalani hemodialisis.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016.

Metode: Penelitian analitik dengan pendekatan pengambilan data cross-sectional yang melibatkan 36 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini menggunakan data primer dimana data diambil secara langsung dari pasien yang menjalani hemodialisis.

Hasil: Nilai rerata kadar hemoglobin pre hemodialisis 9,3g/dl dan post hemodialisis 10,7g/dl dengan 91,7% responden mengalami peningkatan kadar hemoglobin post hemodialisis. Hasil uji statistik T-paired didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) dengan IK95% tidak melewati nol.

Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.

(3)

PERBEDAAN KAD PADA PASIEN G

MOEL

DAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HE GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H LOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

(Skripsi)

Oleh:

ASTRIANI RAHAYU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017

(4)

PERBEDAAN KAD PADA PASIEN G

MOEL

Sebagai

Fak

PRO

DAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HE GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H LOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

Oleh

ASTRIANI RAHAYU

Skripsi

agai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Ge SARJANA KEDOKTERAN

Pada

akultas Kedokteran Universitas Lampung

OGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2017

EMODIALISIS R. H. ABDUL 2016

elar

(5)

ABSTRACT

DIFFERENCES OF PRE AND POST HEMODIALYSIS HEMOGLOBIN LEVEL IN CHRONIC KIDNEY DISEASE PATIENT AT RSUD DR. H.

ABDOEL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE 2016

By

Astriani Rahayu

Background: Chronic kidney disease (CKD) is defined as a damage kidney more than three months, with the abnormality of structural or functional, with or without decreasing glomerulus filtration rate (GFR). On the end stage renal disease (ESRD), patient with GFR less than 15ml/min/1,73m2is recommeded to undergo renal replacement therapy (RRT), such as hemodialysis in order to survive and have a good quality of life. Anemia is the most complication occurs in CKD patient, especially when the GFR declining less than 30-40ml/min/1,73m2and occurs in 80-90% CKD patients with hemodialysis.

Objective: To know the differences of pre and post hemodialysis hemoglobin level in CKD patient at RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Lampung Province 2016.

Method: An analytic study with cross-sectional data which included 36 CKD patients who undergo hemodialysis. This study uses primary data which taken from patients undergo hemodialysis directly.

Result: The average value of hemoglobin level’s pre hemodialysis is 9,3g/dl and post hemodialisis is 10,7g/dl with 91,7% of respondents’s hemoglobin have increased after hemodialysis. Statistical T-paired test resultspvalue=0,000 (p<0,05) with 95%CIdoesn’t passed zero.

Conclusion: There is a significant difference between hemoglobin level pre and post hemodialysis in CKD patients.

(6)

ABSTRAK

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL

MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

Oleh Astriani Rahayu

Latar Belakang: Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunangromelurus filtration rate(GFR). Padaend-stage renal disease(ESRD), GFR pasien kurang dari 15ml/menit/1,73m2 dianjurkan untuk menjalani renal replacement therapy (RRT), seperti hemodialisis, agar dapat bertahan hidup dengan kualitas baik. Anemia merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien CKD, terutama ketika GFR menurun kurang dari 30-40ml/menit/1,73m2 dan terjadi pada 80-90% pasien CKD yang menjalani hemodialisis.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016.

Metode: Penelitian analitik dengan pendekatan pengambilan data cross-sectional yang melibatkan 36 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini menggunakan data primer dimana data diambil secara langsung dari pasien yang menjalani hemodialisis.

Hasil: Nilai rerata kadar hemoglobin pre hemodialisis 9,3g/dl dan post hemodialisis 10,7g/dl dengan 91,7% responden mengalami peningkatan kadar hemoglobin post hemodialisis. Hasil uji statistik T-paired didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) dengan IK95% tidak melewati nol.

Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.

(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 9 Februari 1994 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari Bapak Sarwono dan Ibu Erna Siswanti, S.Pd.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Sukarame hingga kelas 3 dan kemudian pindah ke SDN 1 Sukabumi Indah dan selesai pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 9 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2012.

(11)

Sebuah Persembahan kecil untuk Bapak, Ibu, Mbak, Mamas,

dan Keluarga Besarku yang Tercinta.

A Smooth Sea Never Made A Skilled Sailor

Sebuah Persembahan kecil untuk Bapak, Ibu, Mbak, Mamas,

dan Keluarga Besarku yang Tercinta.

A Smooth Sea Never Made A Skilled Sailor

Sebuah Persembahan kecil untuk Bapak, Ibu, Mbak, Mamas,

dan Keluarga Besarku yang Tercinta.

(12)

SANWACANA

Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala kemudahan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “Perbedaan Kadar Hemoglobin Pre dan Post Hemodialisis

pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung tahun 2016” adalah salah satu sarat untuk memperoleh gelas Sarjana

Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

(13)

4. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes., Sp.PK selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

6. Dr. dr. Asep Sukohar, S.Ked., M.Kes selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan, pesan dan nasehat yang telah diberikan selama ini;

7. Bapakku tercinta, Sarwono, dan Ibuku tersayang, Erna Siswanti, S.Pd, atas

segala cinta dan kasih sayang, do’a dan dukungan, serta keringat dan air

mata yang selalu tercurah untuk kesuksesan dan kebahagiaanku;

8. Mbakku, Ayu Oktarini, S.Pd dan Mamasku, Dwi Aryo Nugroho, S.Ars yang selalu menemani dalam suka maupun duka dan memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini;

9. Seluruh keluarga besar Sastrowidarso dan Abdul Hadi yang tiada henti

memberikan do’a dan dukungan;

10. Seluruh kepala dan staf Instansi Hemodialisa dan Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung atas bantuan dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini;

11. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas segala ilmu dan bimbingan yang kelak digunakan sebagai bekal dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter;

(14)

Wijayanti, dan Bunga Ulama yang selalu saling menguatkan dan mengingatkan, menyediakan tangan untuk saling menopang, demi cita-cita kesuksesan di masa depan;

13. Sahabat kecilku yang selalu kurindukan, Melfriani Amalia, Andreas Adi, dan Dinda Putri. Terimakasih telah memberikan memori masa kecil hingga saat ini dengan penuh kebahagiaan dan petualangan yang tak terlupakan;

14.Sahabat pejuang skripsi “FIGHTER HD”, Ajeng Amalia, Ni Made Shanti, Fathan Muhi Amrullah, dan Dani Kartika, yang selalu saling membantu dan menguatkan untuk terselesainya skripsi ini;

15. Seluruh sahabat Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, terutama Biro Fundrising, yang telah memberikan banyak pengalaman, keseruan, dan pelajaran berharga dalam berorganisasi;

16. Seluruh sahabat PMPATD PAKIS Rescue Team Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga dalam berpetualang;

17. Seluruh sahabat Asisten Dosen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga;

(15)

19. Seluruh sahabat Exclusive, terutama sahabat AnG yang selalu setia dan kompak memberikan semangat serta dukungan dalam menggapai cita-cita dan kesuksesan di masa depan;

20. Seluruh sahabat KKN Unila kecamatan Sumberejo, terutama desa Sidorejo yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga selama berada di desa binaan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2017 Penulis

(16)

DAFTAR ISI

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2. Manfaat Praktis ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1.Chronic Kidney Disease... 7

2.1.1. Definisi ... 7

2.1.2. Etiologi ... 8

2.1.3. Klasifikasi... 9

2.1.4. Patofisiologi ... 10

2.1.5. Manifestasi Klinis ... 11

2.1.6. Penatalaksanaan ... 13

2.2. Hemodialisis ... 16

2.2.1. Definisi Hemodialisis ... 16

2.2.2. Prinsip Hemodialisis ... 16

2.2.3. Proses Hemodialisis ... 17

2.2.4. Indikasi Hemodialisis ... 19

2.2.5. Komplikasi Hemodialisis ... 19

2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi Adekuasi Hemodialisis ... 20

2.2.7. Anemia Selama Dialisis ... 22

2.3. Hemoglobin... 24

2.4. Anemia PadaChronic Kidney Disease... 26

(17)

ii

2.4.2. Etiologi ... 26

2.4.3. Tanda Dan Gejala... 29

2.4.4. Penatalaksanaan ... 29

2.5. Kerangka Teori ... 31

2.6. Kerangka Konsep ... 32

2.7. Hipotesis ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Desain Penelitian ... 34

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

3.2.1. Waktu Penelitian ... 34

3.2.2. Tempat Penelitian... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.3.1. Populasi ... 35

3.3.2. Sampel... 35

3.4. Kriteria Penelitian ... 36

3.4.1. Kriteria Inklusi ... 36

3.4.2. Kriteria Ekslusi... 36

3.5. Identifikasi Variabel... 36

3.5.1. Variabel Terikat (Dependent Variable)... 36

3.5.2. Variabel Bebas (Independent Variable)... 37

3.6. Definisi Operasional ... 37

3.7. Alat, Bahan, dan Cara Penelitian ... 37

3.7.1. Alat Penelitian ... 37

3.7.2. Bahan Penelitian... 37

3.7.3. Cara Kerja Alat... 38

3.7.4. Cara pengambilan sampel ... 38

3.8. Alur Penelitian ... 39

3.9. Pengolahan dan Analisis Data ... 40

3.9.1. Pengolahan Data... 40

3.9.2. Analisis Data ... 40

3.10. Etika Penelitian... 41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Hasil Penelitian ... 42

4.1.1. Hasil Univariat ... 42

4.1.2. Hasil Bivariat... 44

4.2. Pembahasan... 45

4.2.1. Analisis Univariat... 45

4.2.2. Analisis Bivariat ... 47

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1. Simpulan ... 52

5.2. Saran ... 53

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria CKD ... 7

2. Kriteria CKD (berdasarkan kerusakan fungsi / struktur ginjal yang berlangsung >3bulan) ... 8

3. Penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2011. ... 8

4. Klasifikasi CKD ... 9

5. Definisi operasional ... 37

6. Distribusi responden CKD yang menjalani hemodialisis . ... 42

7. Kadar Hb pre dan post hemodialisis ... 44

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses Hemodialisis ... 18

2. Kerangka Teori... 32

3. Kerangka Konsep. ... 32

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar kaji etik Lampiran 2. Hasil data primer

Lampiran 3. Hasil analisis data penelitian

Lampiran 4. Lembar penjelasan daninformed consent

(21)

DAFTAR SINGKATAN

BB Berat Badan

CKD Chronic Kidney Disease

EPO Erytropoietin

ESA Erytropoiesis Stimulating Agents ESRD End Stage Renal Disease

GFR Glomerular Filtration Rate

HB Hemoglobin

HD Hemodialisis

RRT Renal Replacement Therapy SLS Sodium Lauryl Sulphate

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Chronic kidney disease(CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunanglomerulus filtration rate (GFR), dengan manifestasi kelainan patologis berupa kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan. CKD juga dapat terjadi apabila nilai GFR kurang dari 60ml/menit/1,73m2, yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

Berdasarkan nilai GFR, CKD dibagi menjadi 5 stadium. Pada stadium akhir,

end-stage renal disease (ESRD), GFR pasien kurang dari 15ml/menit/1,73m2 dianjurkan untuk menjalani renal replacement therapy

(23)

2

keseimbangan elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen dialisat melalui membran semipermeabel (Suharjono dan Susalit, 2009; NA, Pangabean, Lengkong,et al., 2012).

Prevalensi CKD di Amerika meningkat dari rentang tahun 1988-1994 sebesar 12% hingga tahun 1999-2004 sebesar 14% dan sedikit menurun pada tahun 2007-2012 sebesar 13,6%. Pada tahun 2013, pasien CKD di Indonesia sebesar 0,2%, sedangkan di Lampung sebesar 0,3%. Prevalensi CKD meningkat seiring dengan bertambahnya umur yaitu meningkat tajam pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%) dengan prevalensi pada masyarakat pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pertani / nelayan / buruh (0,3%) (Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 2013; USRDS, 2015).

Prevalensi ESRD juga meningkat setiap tahunnya, di Amerika Serikat pada tahun 2013 terdapat 659.869 pasien ESRD, yang berarti terdapat 2.034 pasien dalam sejuta penduduk. Dari total kasus, terdapat 63,9% pasien menjalani terapi pergantian ginjal berupa hemodialisis, 6,9% dengan peritoneal dialisis, dan 29,3% menerima transplantasi ginjal. Pada tahun 2014 di Indonesia terdapat 17.193 pasien baru dan 11.689 pasien aktif yang menjalani hemodialisis dengan angka kematian sebesar 2.779 pasien (49%) (IRR, 2014; USRDS, 2015).

(24)

3

pasien CKD terus meningkat dari 8,4% pada stadium 1 hingga 53,4% pada stadium 5. Jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10g/dL digunakan sebagai nilai minimal, prevalensi anemia pada pasien dialisis adalah 96,2% dan 30,8% pada pradialisis. Di Amerika, menurut data United State Renal Data System(USRDS) 2010, angka kejadian anemia pada CKD stadium 1-4 adalah sebesar 51,8%, dan kadar Hb rata-rata pada CKD tahap akhir sebesar 9,9g/dL (USRDS, 2010; Stauffer dan Fan, 2014).

Anemia pada pasien CKD merupakan konstribusi terbesar dalam penurunan kualitas hidup dan meningkatkan komplikasi kardiovaskular, serta meningkatkan angka kematian. Menurut National Kidney Foundation,

anemia merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi Hb <12g/dl pada wanita dan <13,5g/dl pada pria. Konsentrasi Hb <13,0g/dl terjadi sekitar 20% pasien CKD dengan GFR 45-60ml/min dan sekitar 90% pada pasien dengan GFR kurang dari 15ml/min. Faktor utama penyebab terjadinya anemia adalah defisiensi eritropoetin (EPO) sebagai akibat kerusakan sel-sel penghasil EPO (sel-sel peritubuler) pada ginjal. Anemia juga dapat terjadi selama proses hemodialisis yang disebabkan karena kehilangan darah pada proses hemodialisis tersebut (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000;

O’Mara, 2008; Berns, 2014).

(25)

4

nilai Hb pre hemodialisis sebesar 11,7g/dl dan post hemodialisis sebesar 12,2g/dl pada pasien dengan volume ultrafiltrasi yang tinggi.

Selain peningkatan kadar Hb post hemodialisis pada penelitian sebelumnya, penelitian Amin et al. (2014) menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar Hb post dialisis yang dikarenakan kehilangan darah selama dialisis. Pada penelitian ini, 60 pasien (75%) memiliki Hb post dialisis sekitar 5-11g/dl, dan 10 pasien sekitar 11-14g/dl.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

(26)

5

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui rata-rata kadar hemoglobin pre hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016.

2. Mengetahui rata-rata kadar hemoglobin post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016.

3. Mengetahui persentase pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016 yang mengalami penurunan kadar hemoglobin post hemodialisis. 4. Mengetahui persentase pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016 yang mengalami peningkatan kadar hemoglobin post hemodialisis.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1.4.1. Manfaat Teoritis

(27)

6

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi tentang perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.

2. Bagi para klinisi

Menambah sumber informasi kepada para klinisi di rumah sakit tentang perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.

3. Bagi penelitian lain

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Chronic Kidney Disease 2.1.1. Definisi

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan terjadi lebih dari 3 bulan. Kriteria CKD seperti yang tertulis pada tabel 1 dan 2 (National Kidney Foundation, 2002; KDIGO, 2013).

Tabel 1. Kriteria CKD No Kriteria CKD

1. Kerusakan ginjal(renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunanglomerulus filtration rate(GFR), dengan menifestasi :

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. GFR kurang dari 60ml/menit/1,73m2selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

(29)

8

Tabel 2. Kriteria CKD (berdasarkan kerusakan fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung >3bulan).

Kriteria CKD

Penanda kerusakan ginjal Albuminuria (AER ≥30mg/24jam; ACR≥30mg/g (≥3mg/mmol))

Abnormalitas sediment urine

Kelainan elektrolit karena gangguan tubular

Kelainan histologi

Kelainan struktural yang terdeteksi oleh pencitraan

Riwayat transplantasi ginjal

Penurunan GFR GFR <60ml/min/1,73m2 (GFR kategori stadium 3a-5)

Sumber : KDIGO, 2013

2.1.2. Etiologi

Etiologi CKD menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2011 menyatakan bahwa penyebab CKD terbanyak adalah ginjal hipertensi dengan insiden sebanyak 34% seperti pada tabel 3 (PERNEFRI, 2011).

(30)

9

2.1.3. Klasifikasi

Klasifikasi derajat CKD dibuat berdasarkan GFR dengan ada atau tidaknya kerusakan ginjal, yang dihitung dengan menggunakan rumusKockcroft-Gaultsebagai berikut (KDIGO, 2013):

GFR (ml/mnt/1,73m2)= (140-umur) × berat badan 72 × kreatinin plasma (mg/dl) ) *) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 4. Klasifikasi CKD G1 Kerusakan ginjal dengan

GFR normal atau meningkat

≥90 Albuminuria, proteinuria, hematuria G2 Kerusakan ginjal dengan

GFR menurun ringan

60-89 Albuminuria, proteinuria, hematuria G3a Kerusakan ginjal dengan

GFR menurun ringan hingga sedang

45-59 Chronic renal insufficiency, early renal insufficiency G3b Kerusakan ginjal dengan

GFR menurun sedang hingga berat

30-44 Chronic renal insufficiency, early renal insufficiency G4 Kerusakan ginjal dengan

GFR menurun berat G5 Gagal ginjal <15 atau dialisis Renal failure,

(31)

10

2.1.4. Patofisiologi

Sebuah ginjal berisikan sekitar 1 juta nefron, yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap total GFR. Dalam menghadapi cedera ginjal (terlepas dari etiologinya), ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR, meskipun terjadi kerusakan nefron yang progresif. Adaptasi nefron ini memungkinkan untuk dilanjutkannya clearanceplasma zat terlarut secara normal. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun dibawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000; Arora dan Batuman, 2015).

(32)

11

2.1.5. Manifestasi Klinis

Pasien CKD stadium 1-3 (GFR >30mL/min/1,73m²) sering tanpa gejala (asymptomatic), tapi sudah terjadi peningkatan kadar kreatinin serum. Umumnya, gangguan ini menjadi nyata secara klinis pada CKD stadium 4-5 (GFR <30mL/min/1,73m²). Pasien dengan penyakit tubulointerstitial, penyakit kistik, sindrom nefrotik, dan kondisi lain yang terkait dengan gejala "positif" (misalnya, poliuria, hematuria, edema) memiliki risiko untuk meningkatkan progresifitas CKD (Arora dan Batuman, 2015). Manifestasi uremik pada pasien CKD stadium 5 diyakini karena akumulasi beberapa racun yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Asidosis metabolik di stadium 5 dapat bermanifestasi sebagai kekurangan energi protein, hilangnya massa otot, dan kelemahan otot. Pengubahan garam dan penanganan air oleh ginjal pada CKD dapat menyebabkan edema perifer dan, tidak jarang, edema paru dan hipertensi (Arora dan Batuman, 2015).

Penyakit CKD akan menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh antara lain (Isselbacher, Braunwald, Wilson,et al., 2000):

1. Gangguan cairan dan elektrolit

(33)

12

2. Gangguan metabolik-endokrin

Hiperparatiroidisme sekunder, intoleransi karbohidrat, hiperuresemia, hipotermia, hipertrigliseridemia, malnutrisi kalori-protein, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, infertilitas dan disfungsi seksual, amenore.

3. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea dan vomitus, gastroenteritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal, hepatitis, peritonitis. 4. Gangguan kardiovaskular dan paru

Hipertensi, gagal jantung kongestif atau edema paru, perikarditis, kardiomiopati.

5. Gangguan dermatologik

Pucat, hiperpigmentasi, pruritus, ekimosis, beku uremik. 6. Gangguan neuromuskular

Kelelahan, gangguan tidur, nyeri kepala, gangguan mental, letargi, asteriksis, iritabilitas otot, paralisis, demensia dialisis, miopati.

7. Gangguan hematologik dan imunologik

(34)

13

2.1.6. Penatalaksanaan

Pengobatan CKD bertujuan untuk memperlambat progresifitas dan untuk mempersiapkan ESRD. Karena gejala CKD yang progresif berkembang secara perlahan, terapi CKD biasanya diarahkan pada kondisi asimtomatik yang dideteksi dengan tes laboratorium. Artinya, penyebab utama ESRD dapat dihindari untuk beberapa derajat dengan tindakan pencegahan primer atau konservatif seperti diet, mengontrol berat-badan, dan olahraga. Selanjutnya, penyakit yang mendasari terjadinya CKD seperti hipertensi dan diabetes dapat diatasi dengan upaya pencegahan sekunder seperti kontrol tekanan darah dan glukosa darah (Turner, Bauer, Abramowitz, et al.,2012).

(35)

14

1. Pengaturan diet protein

Pembatasan asupan protein terbukti menormalkan kembali gejala-gejala seperti anoreksia, nausea, dan vomitus dan jika dimulai sejak dini (GFR >40-50ml/menit) dapat menahan perburukan penyakit ginjal. Asupan protein yang dianjurkan adalah 0,6g/kg/hari untuk pasien CKD pradialisis yang stabil (GFR <24ml/menit) dan hingga 1g/kg/hari pada pasien CKD dialisis teratur (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000; Price dan Wilson, 2005).

2. Pengaturan diet kalium

Pembatasan kalium penting bagi penderita CKD untuk mengatasi hiperkalemia dengan cara diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan atau makanan yang mengandung kalium tinggi. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80mEq/hari. Makanan atau obat-obatan yang mengandung kalium seperti ekspektoran, kalium sitrat, sup, pisang, dan jus buah murni (Price dan Wilson, 2005).

3. Pengaturan diet natrium dan cairan

(36)

15

hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Sebaliknya, asupan natrium yang kurang dapat menyebabkan hipovolemia, penurunan GFR, dan perburukan fungsi ginjal (Price dan Wilson, 2005).

Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada pasien CKD. Asupan yang kurang dari optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan perburukan fungsi ginjal. Sedangkan, asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan intoksikasi cairan. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24jam + 500ml mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari. Pasien dialisis diberi cairan yang mencukupi untuk memungkinkan penambahan berat badan 2-3pons (sekitar 0,9-1,3kg) selama pengobatan (Price dan Wilson, 2005).

(37)

16

2.2. Hemodialisis

2.2.1. Definisi Hemodialisis

Hemodialisis adalah pembuangan elemen-elemen tertentu dari darah dengan memanfaatkan perbedaan laju difusinya melalui membran semipermeabel ketika disirkulasikan keluar tubuh. Hemodialisis merupakan salah satu metode RRT yang paling umum digunakan dalam penanganan pasien ESRD (Dorland, 2002; NIDDK, 2014).

2.2.2. Prinsip Hemodialisis

Penggantian ginjal menggunakan dialisis bertujuan untuk mengeluarkan zat terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air yang membawa zat terlarut yang tidak diinginkan tersebut.

1. Prinsip Dialisis

(38)

17

2. Prinsip Hemofiltrasi

Hemofiltrasi serupa dengan filtrasi glomerulus. Jika darah dipompa pada tekanan hidrostatik yang lebih tinggi daripada cairan disisi lain membran, maka air dalam darah akan dipaksa bergerak melewati membran dengan cara ultrafiltrasi, dengan membawa serta elektrolit dan zat terlarut lainnya (O’Callaghan, 2006).

Ultrafiltrasi merupakan proses perpindahan cairan dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat melalui membran semipermeabel karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Ultrafiltrasi terjadi apabila kompartemen dialisat memiliki tekanan hidrostatik negatif dan kompartemen darah memiliki tekanan hidrostatik positif (Kallenbach, Gutch, Stoner, et al.,

2005).

2.2.3. Proses Hemodialisis

(39)

18

Cairan dialisat terbuat dari konstituen esensial plasma-natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, glukosa dan suatu bufer seperti bikarbonat, asetat, atau laktat. Darah dan dialisat mencapai kesetimbangan dikedua sisi membran. Dengan demikian, komposisi plasma dapat dikontrol dengan mengubah komposisi dialisat. Konsentrasi kalium dalam dialisat biasanya lebih rendah daripada dalam plasma sehingga memacu pergerakan kalium keluar darah. Heparin digunakan dalam sirkuit dialisis untuk mencegah penggumpalan darah. Pada pasien yang memiliki risiko perdarahan, prostasiklin dapat digunakan untuk hal tersebut, walaupun dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi (US Department of Health and Human Services, 2009).

Gambar 1. Proses Hemodialisis

(40)

19

2.2.4. Indikasi Hemodialisis

Indikasi tindakan dialisis adalah pasien ESRD dengan GFR <15mL/menit/1,73m2, pasien dengan GFR <10mL/menit dengan gejala uremia, atau GFR <5mL/menit/1,73m2 walau tanpa gejala. Pada GFR <5mL/menit/1,73m2, fungsi ekskresi ginjal sudah minimal sehingga mengakibatkan akumulasi zat toksik dalam darah dan komplikasi yang membahayakan bila tidak dilakukan tindakan dialisis segera (Daugirdas, Depner, Inrig,et al., 2015).

2.2.5. Komplikasi Hemodialisis

Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien yang menjalani hemodialisis yaitu (Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al., 2000;

O’Callaghan, 2006):

1. Hipotensi, dapat terjadi saat pergerakan darah keluar sirkulasi menuju sirkuit dialisis.

2. Disequilibrium dialisis, sebagai akibat perubahan osmotik di otak pada saat kadar ureum plasma berkurang. Hal ini terjadi karena dialisis awal yang terlalu agresif. Efek yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari mual dan nyeri kepala hingga kejang dan koma.

3. Nyeri kepala, dapat disebabkan oleh efek vasodilator asetat. 4. Gatal, merupakan gatal pada CKD yang dieksaserbasi oleh

(41)

20

5. Kram, karena adanya pergerakan elektrolit melewati membran otot.

6. Hipoksemia, adanya hipoventilasi yang disebabkan pengeluaran bikarbonat atau pembentukan pirau dalam paru akibat diinduksi oleh zat yang diaktivasi oleh membran dialisis.

7. Anemia, kehilangan darah dari prosedur hemodialisis.

2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi Adekuasi Hemodialisis

Pencapaian adekuasi hemodialisis diperlukan untuk menilai efektivitas tindakan hemodialisis yang dilakukan. Hemodialisis yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa (Daugirdas, Depner, Inrig,et al., 2015). Hemodialisis inadekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang, dan kesalahan dalam pemeriksaan laboratorium. Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut (Pernefri, 2003; Septiwi, 2011; Daugirdas, Depner, Inrig,et al.,2015):

1. Interdialytic Time

(42)

21

setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam (Gatot, 2003).

2. Time of Dialysis

Lama waktu pelaksanaan hemodialisis idealnya 10-12 jam per-minggu. Bila hemodialisis dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam (Pernefri, 2003).

3. Quick of Blood (Blood flow)

Besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yaitu antara 200-600ml/menit. Pengaturan Qb 200ml/menit akan memperoleh bersihan ureum 150ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200ml/menit. Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan secara bertahap selama hemodialisis dan dimonitor setiap jam (Septiwi, 2011).

4. Quick of Dialysate (Dialysate flow)

(43)

22

5. Trans membrane pressure

Besarnya perbedaan tekanan hidrostatik antara kompartemen dialisis (Pd) dan kompartemen darah (Pb) yang diperlukan agar terjadi proses ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh kurang dari -50 dan Pb harus lebih besar daripada Pd (Pernefri, 2003).

6. Clearance of dialyzer

Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk membersihkan darah dari cairan dan zat terlarut, dan besarnya klirens dipengaruhi oleh bahan, tebal, dan luasnya membran (Septiwi, 2011).

2.2.7. Anemia Selama Dialisis

Pasien yang menjalani hemodialisis juga dapat mengalami anemia karena kehilangan darah yang menyertai pengobatannya. Kehilangan darah pada pasien CKD yang menerima terapi dialisis rutin merupakan konsekuensi dari sejumlah faktor seperti pengambilan sampel untuk pemeriksaan biokimia rutin dan perdarahan dari situs fistula. Kehilangan darah dalam dialiser mungkin dikarenakan beberapa penyebab seperti episode clotting

selama dialisis dan darah yang tertinggal di dialiser (NKFKDOQI, 2015; Chioini, 2016).

1. Episodeclottingselama proses dialisis

(44)

23

tersebut. Para peneliti menemukan bahwa pasien yang memiliki episode sering mengalami tekanan darah (TD) rendah selama dialisis dua kali lebih mungkin untuk memiliki clotted fistula dibanding pasien dengan episode TD rendah yang jarang (White, 2011).

2. Darah yang tertinggal di dalam dialiser

Pada akhir setiap perlakuan hemodialisis, sejumlah kecil darah biasanya tertinggal didalam dialiser. Hal ini dapat menjadi sumber kekurangan zat besi dari waktu ke waktu. Sehingga dapat menimbulkan anemia (NKFKDOQI, 2015).

3. Pengambilan darah untuk kontrol biokimia

Pengambilan sampel darah pada pasien hemodialisis untuk kontrol biokimia dan hematologi pada pasien hemodialisis dilakukan sebelum sesi hemodialisis pertengahan minggu dengan menggunakan jarum kering atau jarum suntik. Sampel darah digunakan untuk memeriksa komponen-komponen serum seperti bicarconate, potassium, phosphate, dan calcium

(Barratt, Tophan, Harris, 2008). 4. Hemolisis

(45)

24

anti-N. Kejadian antibodi anti-N meningkat secara signifikan pada pasien reuse dialyzer. Hal ini terkait dengan jumlah

formaldehida residual dalam limbah dialisis setelah pengolahan, yaitu, jumlah formaldehida dimana pasien yang terkena (Suki dan Massry, 2012).

5. Kehilangan darah melalui AV fistula

Kehilangan darah akut melalui akses pembuluh darah dapat menjadi masalah yang mengancam kehidupan terutama pada pasien ESRD dan dialisis kronik. Kehilangan darah melalui AV fistula dapat disebabkan oleh aneurisma, stenosis dan kemudian ruptur, infeksi, trauma, penggunaan antikoagulan dan antiplatelets (Saeed, Kousar, Sinnakirouchenan, et al., 2011).

2.3. Hemoglobin

Hemoglobin (Hb), komponen utama dari sel darah merah (eritrosit), merupakan protein terkonjugasi yang berfungsi untuk transfortasi O2 dan

CO2. Ketika telah sepenuhnya jenuh, setiap gram Hb mengikat 1,34ml O2.

Massa sel darah merah orang dewasa yang mengandung sekitar 600gr Hb, mampu membawa 800ml O2. Molekul HbA terdiri dari dua pasang rantai

(46)

25

Fungsi utama Hb adalah untuk mengangkut O2 dari paru-paru, dimana

tekanan O2 tinggi, sedangkan pada jaringan tekanannya rendah. Pada

tekanan O2 100mmHg dalam kapiler paru, 95-98% Hb mengikat O2.

Dalam jaringan, dimana tekanan O2 sekitar 20mmHg mudah terjadi

pelepasan O2 dari Hb, dalam hal ini, kurang dari 30% dari O2 akan tetap

ada dalam Hb. Ketika setiap kelompok heme berikatan dengan satu molekul O2, Hb disebut sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ketika besi ferro

teroksidasi menjadi ferri, terbentuk methemoglobin (Hi), dan molekul kehilangan kemampuannya untuk membawa O2 dan CO2 karena besi

dalam bentuk ferri tidak dapat mengikatnya (Isselbacher, Braunwald, Wilson,et al., 2000; Kiswari, 2014).

Derivat hemoglobin terdiri dari (Kiswari, 2014): 1. Hemiglobin (methemoglobin)

Methemoglobin (Hi) adalah turunan dari Hb, dimana ferro teroksidasi menjadi ferri, mengakibatkan ketidakmampuan methemoglobin untuk mengikat O2 secara reversibel, sedangkan rantai polipeptida tidak

diubah. Hi normal yaitu mencapai 1,5%. 2. Sulfohemoglobin (SHb)

(47)

26

3. Karboksihemoglobin (HbCO)

CO endogen diproduksi saat degradasi heme menjadi bilirubin normal yang berpengaruh sekitar 0,5% dari HbCO di dalam darah, dan meningkat pada anemia hemolitik.

2.4. Anemia PadaChronic Kidney Disease 2.4.1. Definisi

Anemia merupakan manifestasi klinis penurunan sirkulasi massa sel darah merah dan biasanya terdeteksi oleh konsentrasi Hb darah yang rendah. National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan anemia pada CKD merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi Hb <13,5g/dl pada pria dan <12,0g/dl pada wanita. Pada pasien CKD, produksi erythropoietin (EPO) mungkin terganggu yang menyebabkan kekurangan EPO dan kematian EPO lebih awal. (KDOQI, 2007).

2.4.2. Etiologi

Etiologi anemia pada CKD adalah multifaktorial, termasuk defisiensi EPO, pemendekan masa hidup sel darah merah, defisiensi besi, dan kehilangan darah dari hemodialisis.

1. Defisiensi EPO

(48)

27

(sel peritubuler) pada ginjal. EPO adalah sebuah hormon glikoprotein yang diproduksi terutama oleh ginjal. EPO yang akan berdiferensiasi menjadi sel darah matur berinteraksi dengan reseptor spesifik pada permukaan sel induk eritroid. Perkembangan sel eritroid ini melibatkan produksi sel yang mengandung Hb. Hemoglobin pada sel darah merah berfungsi mengangkut O2 dari paru ke jaringan dan mengangkut CO2

dalam arah yang berlawanan. Selain itu, defisiensi EPO dapat disebabkan karena penumpukan zat yang secara normal dikeluarkan ginjal sehingga menyebabkan sumsum tulang membuat sel darah merah lebih sedikit dan menyebabkan anemia (Isselbacher, Braunwald, Wilson,et al., 2000).

2. Pemendekan masa hidup sel darah merah

(49)

28

3. Defisiensi besi

Anemia defisiensi besi pada pasien CKD terutama disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang, gangguan absorbsi, perdarahan kronik, inflamasi atau infeksi, serta peningkatan kebutuhan besi selama koreksi anemia dengan terapi Eritropoietin Stimulating Agent(ESA) (Singh dan Anjay, 2014).

4. ACE inhibitordanangiotensin receptor antagonist

Kedua golongan obat ini dapat menyebabkan penurunan reversibel konsentrasi Hb pada pasien CKD. Mekanisme ACE inhibitor dan angiotensin receptor blockers menurunkan Hb dengan memblokade langsung efek proerythropoietic dari angiotensin II pada prekursor sel darah merah, degradasi inhibitior fisiologis hematopoiesis, dan penindasan IGF-1 (Mohanram, Zhang, Shahinfar, 2008).

5. Perdarahan Gastrointestinal (GI) bagian bawah

Anemia yang terjadi karena perdarahan GI bagian bawah merupakan kompensasi kurangnya pasokan nutrien, seperti besi, dan mekanisme fisiologis yang juga berkontribusi terhadap kejadian perdarahan GI bagian bawah seperti disfungsi uremik platelet, penggunaan heparin intermiten di dialisis, penggunaan agen antiplatelet dan antikoagulan. Penyebab perdarahan ini dapat disebabkan oleh angiodisplasia, divertikulosis, ca-colon,

(50)

29

ischemic colitis, hemorroid, anal fissure, dan stercoral ulceration(Saeed, Agrawal, Greenberg,et al., 2011).

2.4.3. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala anemia pada CKD meliputi : 1. Lemah

2. Fatigue atau kelelahan 3. Sakit kepala

4. Gangguan konsentrasi 5. Pucat

6. Pusing

7. Kesulitan bernapas atau sesak napas 8. Sakit dada

(Somvanshi, Khan, Ahmad, 2012)

2.4.4. Penatalaksanaan

(51)

30

penggunaan ESA harus hati-hati dengan memperhatikan riwayat penyakit pasien CKD (O’Callaghan, 2006; National Kidney Foundation, 2007).

The National Kidney Foundation: Kidney Disease Outcomes

Quality Initiative (KDOQI) merekomendasikan pasien CKD dengan anemia yang menjalani hemodialisis untuk memiliki target Hb kisaran 11,0-12,0g/dl. Sedangkan pada pasien dialysis dannon dialysis yang menerima terapi ESA, target Hb tidak boleh >13,0g/dl. Hal ini didasarkan pada penelitian yang menyatakan bahwa pasien CKD yang ditargetkan memiliki Hb >13,0g/dl tidak menunjukkan manfaat yang bermakna untuk mencegah kejadian kardiovaskular dan angka kematian (National Kidney Foundation, 2007).

(52)

31

memiliki kadar albumin yang rendah dan serum ferritin serum yang tinggi, atau yang memiliki perubahan nafsu makan terkait perubahan status gizi atau inflamasi. Variabilitas Hb juga berbeda pada pasien yang menerima suplemen zat besi (Ofsthun dan Lazarus, 2007; Kalantar-Zadeh dan Aronoff, 2009).

Transfusi sel darah merah juga diperlukan pada pasien dengan Hb yang turun sangat rendah. Mentrasfusikan sel darah merah ke pembuluh darah vena pasien akan meningkatkan sejumlah O2

didalam tubuh (Somvanshi, Khan, Ahmad, 2012).

2.5. Kerangka Teori

(53)

32

Gambar 2. Kerangka teori.

(54)

33

2.7. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ho: Tidak terdapat perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.

Ha: Terdapat perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan pengambilan data

cross-sectional. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari pre dan post hemodialisis untuk mengetahui kadar hemoglobin pasien dan data sekunder yang didapat dari rekam medik untuk menentukan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016

3.2.2. Tempat Penelitian

(56)

35

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Pada penelitian ini, populasi targetnya adalah pasien ESRD di Provinsi Lampung dan populasi terjangkaunya adalah pasien ESRD yang melakukan hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016.

3.3.2. Sampel

Pada penelitian ini, penghitungan sampel menggunakan rumus analitik komparatif numerik berpasangan sebagai berikut:

1 = 2 = ( + )

1 2

Keterangan :

Zα : kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehinggaZα= 1,64

Zβ : deviat baku beta, kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, makaZβ= 1,28

S : simpang baku dari selisih nilai antar kelompok yaitu 1,8g/dl (kepustakaan)

X1–X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 0,9g/dl (Dahlan, 2012). Hasil perhitungan :

1 = 2 = (1,64+1,28)1,8 0,9

2

(57)

36

Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 34 sampel. Untuk mencegah drop out, maka peneliti menambahkan jumlah sampel sebesar 10% sehingga total keseluruhan sampel yang digunakan adalah 38 sampel. Cara pengambilan sampel ini menggunakan teknikconsecutive sampling.

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi

a. Pasien ESRD yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

b. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatanganiinformed-consent.

3.4.2. Kriteria Ekslusi

a. Pasien yang mengalami perdarahan akut saat hemodialisis. b. Pasien dengan leukemia / limfoma hodgkin / limfoma

non-hodgkin / mieloma multipel.

3.5. Identifikasi Variabel

3.5.1. Variabel Terikat (Dependent Variable)

(58)

37

3.5.2. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dari penelitian ini adalah pasien hemodialisis.

3.6. Definisi Operasional Tabel 5. Definisi operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

3.7. Alat, Bahan, dan Cara Penelitian 3.7.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik, alat tulis, spuit 3 cc, tabung EDTA, handscoon, plester, dan automated hematology analyzer.

3.7.2. Bahan Penelitian

(59)

38

3.7.3. Cara Kerja Alat

Prinsip kerja untuk mengukur kadar Hb pada alat automated hematology analyzer adalah cyanide free hemoglobin spectrophotometry. Reagen cyanide-free sodium lauryl sulphate

(SLS) digunakan untuk melisiskan sel darah merah dan sel darah putih pada sampel darah. Reaksi kimia dimulai dengan mengubah globin dan kemudian mengoksidasi group heme. Kemudian SLS’ hidrophilic groups mengikat kelompok heme dan membentuk formasi yang lebih stabil yaitu SLS-hemoglobin (SLS-HGB) (Sysmex UK, 2016).

Light emeting diode mengirimkan cahaya monokromatik dan bergerak melalui cahaya campuran yang diabsorbsi oleh kompleks SLS-HGB. Absorbansi diukur dengan fotosensor dan dibandingkan dengan konsentrasi Hb sampel. Metode absorpsi fotometrik biasanya dipengaruhi oleh kekeruhan sampel itu sendiri. Dalam sampel darah, kekeruhan dapat disebabkan karena lipemia atau leukositosis. Dengan metode SLS-HGB gangguan ini dapat diminimalkan dengan efek dari reagen (Sysmex UK, 2016).

3.7.4. Cara pengambilan sampel

Pengambilan sampel darah dari responden dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah proses hemodialisis dengan cara berikut: 1. Melakukaninformed-consentkepada responden

(60)

39

3. Aspirasi darah sebanyak 3 cc melalui selang yang terhubung dari badan ke dialiser

4. Memasukkan sampel darah ke dalam tabung 5. Menuliskan identitas responden pada tabung

6. Mengirimkan sampel darah ke laboratorium patologi klinik

3.8. Alur Penelitian

Gambar 4. Alur Penelitian

1. Tahap persiapan Pembuatan proposal

(61)

40

3.9. Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diolah menggunakan software statistik. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah (Notoatmodjo, 2010):

1. Editing, untuk melakukan pengecekan apakah semua data pemeriksaan sudah lengkap, jelas, relevan, dan kuisioner. 2. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

3. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam komputer.

4. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan kemudian dilakukan koreksi.

3.9.2. Analisis Data

(62)

41

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, nilai minum dan maksimum dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).

b. Analisis Bivariat

Hasil analisis univariat yang menggambarkan karakteristik atau distribusi setiap varibel dapat dilanjutkan dengan analisis bivariat. Perbandingan hubungan antara kedua kelompok diuji dengan Uji-T untuk kelompok berpasangan pada sebaran data berdistribusi normal. Namun jika sebaran data tidak terdistribusi normal, digunakan analisis statistik non parametrik uji

Wilcoxon. Dalam penelitian ini, jumlah sampel adalah sebesar 38 sampel, sehingga uji normalitas data menggunakan Uji

Saphiro-Wilk(Notoatmodjo, 2010; Dahlan, 2012).

3.10. Etika Penelitian

(63)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian perbedaan kadar hemoglobin pre dan post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2016, didapat simpulan sebagai berikut:

1. Pada pemeriksaan kadar hemoglobin pre hemodialisis didapatkan rerata sebesar 9,3g/dl dan termasuk dalam rentang dibawah nilai normal kadar hemoglobin.

2. Pada pemeriksaan kadar hemoglobin post hemodialisis didapatkan rerata 10,7g/dl dan termasuk dalam rentang dibawah nilai normal kadar hemoglobin.

3. Pada pasien CKD yang mengalami peningkatan kadar hemoglobin post hemodialisis sebesar 91,7%.

4. Pada pasien CKD yang mengalami penurunan kadar hemoglobin post hemodialisis sebesar 8,3%.

(64)

53

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar: 1. Penelitian selanjutnya terkait anemia pada pasien hemodialisa dilakukan

dengan sampel yang lebih besar.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin pasien CKD yang menjalani hemodialisis.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian kohort prospektif terkait kadar hemoglobin pasien CKD yang menjalani hemodialisis.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Amin N, Mahmood RT, Asad MJ, Zafar M, Raja AM. 2014. Evaluating Urea and Creatinine Levels in Chronic Renal Failure Pre and Post Dialysis: A

Prospective Study. J Cardiovasc. Dis. 2(2):2–5.

Agarwal R, Kelley K, Light RP. 2008. Diagnostic Utility of Blood Volume Monitoring in Hemodialysis Patients. Am J Kidney Dis. 51:242–54.

Arora P, Batuman V. 2015. Chronic Kidney Disease. Medscape. [internet]. [Diakses tanggal 19 Mei 2016]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a3

Australian Institute of Health and Welfare. 2009. Australia’s welfare 2009. Canberra: AIHW.

Barratt J, Topham P, Harris KPG. 2008. Oxford Desk Reference: Nephrology. Oxford University Press. [internet]. [Diakses tanggal 27 Mei 2016].Tersedia dari: https://books.google.com/books?id=VWwLYYTfGcEC&pgis=1 Berns JS. 2014. Hematologic Complications of Chronic Kidney Disease:

Erythrocytes and Platelets. Chronic Renal Disease. 266–76.

Castilo NGP, Rivero AJA, Macia M, Getino MA. 2012. Should We Adjust Erythropoiesis-Stimulating Agent Dosage To Postdialysis Hemoglobin Levels? A Pilot Study. BMC Nephrology. 13(60):2–7.

Chioini RL. 2016. Anemia And Kidney Disease. Rockwell Med. [internet]. [Diakses tanggal 7 September 2016]. Tersedia dari: http://www.rockwellmed.com/therapeutic-anemia-kidney-disease.htm. Dahlan MS. 2012. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang

(66)

55

Daugirdas JT, Depner TA, Inrig J, Mehrotro R, Rocco MV, Suri RS, et al. 2015. KDOQI Clinical Practice Guideline For Hemodialysis Adequacy: 2015 Update. Am J Kidney Dis. 66(5):884–930.

Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Riskesdas.111–6.

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland 29th ed. Jakarta: EGC.

Galbusera M, Remuzzi G, Boccardo P. 2008. Treatment of Bleeding in Dialysis Patients. Seminars in Dialysis. 22(3):279–86.

Gatot D. 2003. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 dan 2 Dializer Seri 0,90 Dengan 1,20.USU Digital Library. 1–17.

Geller AB, Devita MV, Marku-podvorica J, Rosenstock JL, Panagopoulos. 2010. Increase in Post-Dialysis Hemoglobin Can Be Out of Proportion and Unrelated to Ultrafiltration. Dialysis and Transplantation. 39(2):57–62. IRR. 2014. 7 Th Report of Indonesian Renal Registry. 2014.1–36.

Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam 13th ed. A. H. Asdie, ed. Jakarta: EGC.

Kalantar-Zadeh K, Aronoff GR. 2009. Hemoglobin Variability in Anemia of Chronic Kidney Disease. JASN. 20(3):479–87.

KDIGO. 2013. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline For The Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney Inter., Suppl. 3(1):4–9. KDOQI. 2007. KDOQI Clinical Practice Guideline and Clinical Practice

Recommendations For Anemia in Chronic Kidney Disease: 2007 Update Of Hemoglobin Target. Am J Kidney Dis. 50(3):471–530.

Kiswari R. 2014. Hematologi dan Transfusi 1st Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lerma EV, Nissenson AR. 2012. Nephrology Secrets 3rd ed. United State Of

(67)

56

Levey AS, Eckardt KU, Tsukamoto Y, Levin A, Coresh J, Rossert J, et al. 2005. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement From Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney inter., Suppl. 67(6):2089–100.

Möddel M. Schwarzkopf A, Meffert G, Sachs M, Park KI, Zurich, et al. 2011. The Association Between Ultrafiltration Volume and Change of The Pre And Post Dialysis Hemoglobin Levels in Maintenance Hemodialysis Patients. Hirslanden.1

Mohanram A, Zhang Z, Shahinfar S. 2008. The Effect of Losartan on Hemoglobin Concentration and Renal Outcome in Diabetic Nephropathy Of Type 2 Diabetes. Kidney. 73(5):630–6.

Movilli E, Pertica N, Camerini C, Cancarini GC, Brunori G, Scolari F, et al. 2002. Pre-Dialysis Versus Post-Dialysis Hematocrit Evaluation During Erythopoietin Therapy. Am J Kidney Dis. 39:850-53

NA L, Panggabean SH, Lengkong J, Christine I. 2012. Kecemasan Pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RS Universitas Kristen Indonesia. MMI. 46:6–11.

National Kidney Foundation. 2002. K/DOQI Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease: Evaluation, Clasification and Stratification. Am J Kidney Dis. 39:1-266.

National Kidney Foundation. 2007. KDOQI clinical Practice Guideline And Clinical Practice Recommendations For Anemia in Chronic Kidney Disease: 2007 Update of Hemoglobin Target. Am J Kidney Dis. 50(3):471–

530.

NIDDK. 2014. High Blood Pressure and Kidney Disease. NKUDIC.1–12.

Nissenson AR, Fine RN. Handbook of Dialysis Therapy, 4th ed. Philadelpia: Saunders Elsevier. 548-95

NKFKDOQI. 2015. Iron Needs in Dialysis - The National Kidney Foundation. National kidney foundation. [internet]. [Diakses tanggal 27 Mei 2016]. Tersedia dari: https://www.kidney.org/atoz/content/ironDialysis

(68)

57

O’Callaghan CA. 2006. At A Glance Sistem Ginjal 2nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga.

O’Mara NB, 2008. Anemia in Patients With Chronic Kidney Disease. Diabetes Spectr. 21(1):12–9.

Ofsthun N, Lazarus J. 2007. Impact of The Change in Cms Billing Rules For Erythropoietin On Hemoglobin Outcomes in Dialysis Patients. Blood Purif. 25:31–5.

PERNEFRI. 2011. 4 th Report of Indonesian Renal Registry 2011

Pernefri. 2003. Konsensus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

6th ed. H. Hartanto. ed. Jakarta: EGC.

Saeed F, Kousar N, Sinnakirouchenan R, Ramalingan V, Johnson PB, Holley JL. 2011. Blood Loss Through Av Fistula: A Case Report and Literature Review. Int J Nephrol. 2011:350870.

Saeed F, Agrawal N, Greenberg E, Holley JL. 2011. Lower Gastrointestinal Bleeding in Chronic Hemodialysis Patients. Int J Nephrol. 2011:272535. Septiwi C. 2011. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas

Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr.Margono Soekarjo Purwokerto. Universitas Indonesia.

Singh AK, Anjay. 2014. Anemia of Chronic Kidney Disease. JCM. 21(3):181–95. Smeltzer S, Bare B. 2008. Buku Ajar Medikal Bedah 8th ed. Jakarta: EGC. Somvanshi S, Khan NZ, Ahmad M. 2012. Anemia In Chronic Kidney Disease

Patients. Clinical Queries: Nephrology. 1(3):198–204.

Stauffer ME, Fan T. 2014. Prevalence of Anemia in Chronic Kidney Disease In The United States. PLoS ONE. 9(1):2–5.

Suharjono, Susalit E. 2009. Hemodialisis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1050–

(69)

58

Suki WN, Massry SG. 2012. Therapy of Renal Diseases and Related Disorders 2nd ed. London: Springer Science and Business Media.

Sysmex UK. 2016. Haematology Measurement Technologies. [internet]. [Diakses tanggal 1 Juni 2016]. Tersedia dari:

http://www.sysmex.co.uk/education/knowledge-centre/measurement-technologies/haematology-measurement-technologies.html.

Turner JM, Bauer C, Abramowitz MK, Melamed ML, Hostetter TH. 2012. Treatment of Chronic Kidney Disease. ISN. 81(4):351–62.

Ulya I, Suryanto. 2005. Perbedaan Kadar Hb Pra Dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 1–

16.

US Department of Health and Human Services. 2009. Treatment Methods for Kidney Failure: Hemodialysis. NIDDK. 1–11.

USRDS. 2010. Atlas of End-Stage Renal Disease in the United States. Annual data report. 1–21.

USRDS. 2015. Chapter 1: CKD in The General Population. USRDS Annual Data Report. 1:13–24.

USRDS. 2015. Chapter 1: Incidence, Prevalence, Patient Characteristics, and Treatment Modalities. USRDS Annual Data Report. 2:139–58.

Gambar

Tabel 3. Penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun2011.
Tabel 4. Klasifikasi CKD
Gambar 1. Proses Hemodialisis
Gambar 3. Kerangka Konsep.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas dapat terlihat bahwa hemodialisis merupakan terapi yang tersering digunakan dalam penatalaksanaan gagal ginjal terutama yang telah memasuki tahap akhir

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan lama menjalani terapi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik di instalasi hemodialisis RSUD

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perbedaan bermakna kadar hemoglobin sebelum dan sesudah hemodialisis pada pasien PGK di RSUP Sanglah Denpasar Bali, dimana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Eritropoietin Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa

Pasien dengan kejadian hipertensi intradialitik lebih dominan memiliki karakteristik usia &lt; 60 tahun, lama hemodialisis &lt; 12 bulan, durasi hemodialisis &lt; 3,5 jam,

Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari rekam medis dan hasil laboratorium pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa tanpa komplikasi DM