MAHER ZAIN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun oleh :
ANAH ERVINA
NIM: 108051000098
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
MAHER ZAIN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun oleh : ANAH ERVINA NIM: 108051000098
Pembimbing,
Dr. Rulli Nasrullah M.Si NIP: 19750318200801 1008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Choosen One”- Maher Zaintelah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 09 Januari
2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Manajemen Dakwah.
Jakarta, 09 Januari 2014
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Drs. Wahidin Saputra M.A. Umi Musyarofah, M.A. NIP. 19700093 199603 1 001 NIP. 19710816 199703 200 2
Anggota,
Penguji I Penguji II
Fita Faturrahman M.Si Dr. Hj Roudhonah. MA NIP. 19830610 200912 200 1 NIP. 19580910 198703 200 1
Pembimbing
i
108051000098
Analisis Semiotik DakwahSyari’ahIslam dalam Video Klip Lagu“The Choosen One”- Maher Zain
Manusia adalah makhluk sosial. Dimana manusia memerlukan komunikasi untuk kelangsungan hidupnya. Video klip merupakan suatu sarana medium ekspresi dan komunikasi. Video klip sebagai media memiliki signifikan yang besar untuk memengaruhi public melalui video yang menggambarkan isi dalam lirik. Publik seakan menyaksikan langsung bahkan ikut merasakan lirik dalam video klip.
Video klip yang menjadi objek penelitian adalah video klip Maher Zain yang berjudul The Choosen One garapan sutradara Lena Khan. Video klip ini mengisahkan perilaku seorang muslim dalam kehidupan bersosial sehari-hari ditengah kehidupan masyarakat Amerika yang notabene sebagian besar mereka ialah masyarakat non Muslim. Pada scene pertama dan terakhir ditampilkan melalui tulisan bahwa video ini terinspirasi dari nabi Muhammad SAW..
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat dalam video klip The Choosen One. Serta interpretasi apa yang muncul dalam hasil analisa video klip tersebut. Video klip umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai system tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Karena sebuah video klip pada dasarnya bias melibatkan bentuk-bentuk symbol visual dan linguistik. Untuk mengkodekan pesan yang disampaikan.
Untuk itu penulis menggunakan teknik semiotika dalam penelitian ini dengan metode Roland Barthes. Barthes mengembangkan semiotik menjadi dua tingkat penandaan, yaitu denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna eksplisit untuk memahami makna yang terkandung dalam video klip ini. Dalam kerangka Barthes konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya
sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa pesan dakwah Syari’ah Islam yang disampaikan oleh komunikator kepada penonton. Syari’ah
dalamIslamberhubungan eratdalamamallahir
(nyata)dalamrangkamentaatisemuaperaturanatau hukumAllah guna mengaturhubunganantaramanusiadengantuhannyadan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia.
ii
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji milik Allah SWT, Rabb pemilik alam semesta alam beserta
isinya. Tiada Dzat yang patut kita sembah selain Dia.
Shalawat dan salam semoga tercurah limpah kepada baginda Alam Nabi
Muhammad SAW. Kepada keluarga, sahabat, tabiin dan tabiatnya semoga selalu
tercurah limpah juga.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari benar bahwa tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak terkait, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Karena berkat arahan, bantuan, petunjuk dan motivasi yang
diberikan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna mendapatkan
gelar Strata Satu (S1) di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarid Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yakni Allah Subhanahu wa ta’ala yang tak henti-hentinya mencurahkan karunia dan kasih sayangnya kepada penulis.
2. Nabi Muhammad SAW yang selalu memberi inspirasi dan contoh yang baik
kepada umatnya.
3. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat, MA.
4. Dr. Arief Subhan, MA., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FIDIKOM),serta Pembantu Dekan Dr. Suparto, M. Ed, MA.,
Drs. Jumroni, M.Si., dan Drs. Wahidin Saputra, M.Ag.
5. Bapak Rachmat Baihaki, MA., sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan
iii
waktu, bimbingan, petunjuk, motivasi dan pemikirannya kepada penulis.
8. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
yang telah mentransformasikan ilmu, sehingga penulis mampu menyelesaikan
studi maupun penulisan skripsi ini.
9. Pak Fatony serta tim sidang munaqosyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah.
10. Staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
11. Orang tua tercinta, Mami, Papa, Mbah, Tante Oni, Tante Nita dan Tante Ani
yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
12. Teman-teman semua, Arvin Suarja, Caesar Fatony Raharjo, Firman Auliya,
Hadi El Habsyi, Ahmad Fauzi Assegaf yang selalu memberikan semangat dan
dukungannya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT semua amal balik dikembalikan,
semoga Allah SWT membalas jasa segala dukungan yang diberikan kepada
penulis dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.
Aamiin Yaa Rabbal ‘aalamiin…
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta 9 Januari 2014
iv
ABSTRAK...
KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Rumus Masalah ... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
D. Tinjauan Pustaka ... 6
E. Metodologi Penelitian ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Tentang Dakwah Islamiah ... 13
1. Pengertian Dakwah Islam... 13
2. Tujuan Dakwah ... 15
3. Klasifikasi Ajaran Islam ... 17
4. Hubungan Proses Komunikasi Dengan Penyampaian Pesan Dakwah... 22
B. Tinjauan Umum Mengenai Video ... 24
1. Pengertian Video Sebagai Film... 24
2. Jenis dan Klasifikasi Film ... 26
v
C. Tinjauan Umum Semiotik ... 35
1. Konsep Semiotik ... 35
2. Konsep Semiotika Roland Barthes... 38
3. Video Klip Sebagai Semiotika Komunikasi Visual ... 44
BAB III PROFIL A. Profil Maher Zain ... 46
B. Penghargaan ... 47
C. Gambaran Umum Klip The Choosen One ... 49
D. Tim Produksi The Choosen One ... 52
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Lirik The Choosen One... 55
B. Analisis Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos Video The Choosen One ... 87
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89
B. Saran... 92
DAFTAR PUSTAKA... 94
1
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi melalui media elektronik dipercaya sangat cepat
menyebarkan informasi dibandingkan media yang lainnya. Dengan begitu,
banyak orang yang memanfaatkan media elektronik untuk mendapatkan
informasi dengan cepat, mempromosikan, dan memengaruhi keyakinan dan
perilaku.
Seperti yang kita ketahui bahwasannya media elektronik berkembang
dengan sangat cepat seperti halnya televisi, radio, smartphone, dan lain-lain. Sulit untuk menemukan sebuah rumah tangga tanpa televisi yang mana
televisi merupakan media elektronik yang paling umum digunakan. Televisi
sendiri mempunyai banyak program seperti film, iklan, musik, dll. Dewasa ini,
banyak acara musik yang menjamur di televisi. Tentu saja acara musik
tersebut juga dilengkapi dengan tayangan video klip. Video klip merupakan
salah satu bentuk komunikasi yang menyampaikan pesan dengan
menggunakan audio dan visual. Selain itu, video klip tersebut digunakan
untuk menambah kesan lebih hidup agar pesan yang disampaikan ke
masyarakat luas dapat diterima dengan sangat baik.
Video klip sebagai media komunikasi berarti sebuah video klip adalah
sarana penyampaian pesan. Video klip telah digunakan sebagai media
klip sebagai sarana penyampaian pesan moral ialah bila di dalam video klip
disisipkan materi pesan-pesan ataupun nasehat moral yang biasanya
divisualisasikan dalam cerita berupa kejadian dalam dialog yang diperankan
oleh model. Begitu juga dalam penyampaian pesan agama, kritik sosial, dan
propaganda divisualisasikan dalam adegan visual atau audio yang berupa lagu.
Salah satu video klip yang sekarang sedang ramai diperbincangkan
orang dan menjadi salah satu topik yang menarik adalah video klip dalam lagu
The Choosen One. Lagu The Choosen One tersebut dipopulerkan oleh penyanyi terkenal yang berasal dari Lebanon yaitu Maher Zain. Video klip ini
diproduksi oleh Awakening Record dan bekerjasama dengan Hectic Film dan
diproduseri oleh Noel Vega. Direktur Video klip lagu tersebut adalah Lena
Khan dimana lokasi yang dipilih dalam penggarapan lagu ini di Rickey Bird
dan lirik lagu ditulis oleh Bara Kherigi. Video klip tersebut bercerita tentang
kehidupan Nabi Muhammad sebagai suri tauladan bagi umat manusia yang
ada di dunia ini.
Video klip ini juga menunjukkan pesan dakwah mengenai ajaran Islam
dalam bidang syariah.Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dalam amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia.1
Dapat kita lihat dalam videoklip The Choosen One terdapat rentetan adegan yang diawali dengan adegan seorang tetangga yang selalu berbuat
tidak menyenangkan terhadap tetangga yang lainnya tetapi tetangga yang baik
1
hati itu selalu berusaha sabar tanpa mempermasalahkan atau membalas
dendam. Hal ini menceritakan tentang kisah Nabi Muhammad SAW yang
selalu mendapat perlakuan buruk dari tetangga-tetangganya tetapi Sang Nabi
dengan sifatNya yang luar biasa tetap menyayangi tetangga- tetangganya
tersebut. Hal ini dibuktikan dalam hadist yang diriwayatkan Bukhori dan
Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah ia menghormati tetangganya dan barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan
tamunya.2
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mendalam
terhadap videoklip dalam lagu The Choosen One yaitu tentang pesan-pesan bernuansa Islami yang ingin disampaikan oleh pengarang lagu kepada
khalayak umum melaluil yang terdapat dalam videoklip tersebut. Semua akan
dijelaskan dalam skripsi yang berjudul: Analisis Semiotik Dakwah Syari’ah
Islam dalam Video Klip Lagu“The Choosen One”- Maher Zain.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah di atas, penulis
membatasi untuk mempermudah penyusunan dengan melakukan analisis
secara semiotik dalam videoklip “THE CHOOSEN ONE” dengan
menggunakan metode analisis semiotik Roland Barthes, dan materi yang
2
diteliti dalam videoklip tersebut dikhususkan pada bagian yang berkaitan
dengan konsep dan nilai-nilai keIslaman yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW yang ditampilkan dalam videoklip oleh model dan alur
cerita.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini
terangkum dalam beberapa poin pertanyaan, yaitu:
a. Bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos dalam video klip lagu
“The Choosen One”?
b. Pesan dakwah apa saja yang terkandung dalam video klip tersebut
ditengah latar kehidupan sosial Amerika?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka ada beberapa
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
Tujuan penelitian secara teoritis, diantaranya:
a. Untuk mengetahui makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat
dalam video klip“The Choosen One”dilihat dari perspektif semiotika.
b. Untuk mengetahui pesan dakwah Islam yang dikontruksikan dalam
Tujuan penelitian secara praktis, diantaranya:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pembaca terhadap sesuatu yang menunjuk kepada pembahasan
mengenai semiotika yang terdapat dalam video klip, dan bagaimana lagu
tersebut menyampaikan pesan tentang ajaran Islam melalui videoklip
dimana adegan-adegan yang terdapat dalam videoklip tersebut
mengisahkan tentang perilaku Nabi Muhammad SAW sebagai manusia
pilihan. Serta diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian yang
bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
2. Manfaat Penelitian
Adapun terdapat manfaat penelitian yang dibagi dalm dua aspek
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Memperkaya kajian komunikasi massa melalui kajian semiotik model
Roland Barthes, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Prodi Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
b. Dapat dijadikan pengetahuan terhadap konstruksi pesan yang terdapat
dalam videoklip bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FIDKOM) Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Menambah wawasan mengenai konstruksi pesan dalam sebuah video
klip bagi praktisi di bidang penyiaran dan sejenisnya.
b. Menambah ilmu tentang cara penggambaran video klip bagi para
mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam khususnya, serta
mahasiswa lain yang mempunyai minat dalam bidang penyiaran pada
umumnya.
D. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini penulis juga menggunakan skripsi yang memiliki
beberapa persamaan dengan penelitian ini, sebagai referensi atau rujukan bagi
penulis dalam merumuskan permasalahan, dan sekaligus sebagai referensi
tambahan selain buku, koran, dan artikel. Adapun beberapa judul penelitian
yang penulis dapatkan sebagai berikut:
Pertama “Analisis Semiotik, Wajah Islam dalam Film “My Name is Khan” oleh Farouk Kahlil Gibran Bagawi tahun 2011, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi tersebut
memiliki persamaan dengan penelitian ini dalam hal penggunaan metode
analisis semiotik Roland Barthes.
Berikutnya “Analisis Semiotik Film Turtles Can Flyoleh Istiana tahun 2009, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi tersebut juga mempunyai persamaan dengan penelitian ini
dalam hal penggunaan metode analisis semiotik Roland Barthes dan juga
Selain skripsi-skripsi di atas, penelitian ini juga merujuk pada skripsi
“Analisis Semiotik Terhadap Film Animasi UPIN dan IPIN” oleh Ahmad
Bayhaki, tahun 2009, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini menggunakan teknik analisis semiotik model
Charles Sanders Peirce.
Meskipun penelitian ini mendapat rujukan dari skripsi-skripsi di atas,
akan tetapi ada perbedaan dari skripsi-skripsi di atas yaitu pada bahan
penelitian dan fokus penelitiannya. Bahan penelitian dalam skripsi ini adalah
video klip, sedangkan skripsi-skripsi di atas bahan penelitiannya adalah film.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan analisis semiotik Roland Barthes yang
meneliti adegan-adegan visual yang terdapat dalam video klip “THE
CHOOSEN ONE”.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian: Konstruktivisme
Penulis menggunakan paradigma konstruktivisme dalam penelitian
ini. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan
antithesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam
menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini
memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara/ mengelola
dunia sosial mereka.3
3
Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam
realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi
tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruksivis,
setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian,
penelitian dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang
diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya
rasa menghargai atas pandangan tersebut.4
Peneliti menggunakan paradigm konstruktivis untuk mengetahui
bagaimana cara dakwah yang dilakukan oleh seorang muslim tersebut
ditengah kehidupan sosial masyarakat Non Muslim di Amerika.
2. Pendekatan Penelitian : kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
semiotik yaitu penelitian yang tidak menggunakan data-data statistik dan
jenis penelitiannya adalah deskriptif seperti yang didefinisikan oleh
Jalaludin Rachmat sebagai metode yang hanya memaparkan situasi dan
peristiwa dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan. Penelitian
deskriptif timbul karena adanya suatu peristiwa yang menarik perhatian
peneliti namun belum ada kerangka teoritis yang menjelaskannya.5
3. Metode Penelitian : Semiotika Roland Barthes
Analisis semiotika yang digunakan mengacu pada semiologi
Roland Barthes signifikasi dua tahap (two order signification); denotasi
dan konotasi. Semiologi Roland Barthes dipilih karena mampu memaknai
4
Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rdEdition.
(Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc., 2002), hlm. 96-97. 5
tanda pada media visual seperti iklan televisi. Semiologi Roland Barthes
menekankan pada peran pembaca (reader), peran di sini berarti walaupun
sebuah tanda telah memiliki makna denotasi ataupun konotasi, tetapi tetap
saja dibutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Dalam semiologi
Roland Barthes, kode-kode komunikasi yang terdapat pada desain iklan
televisi nantinya akan dicari makna riil-nya (denotasi), kemudian
hubungan antara satu tanda dengan tanda lainnya akan dicarmakna tersirat
di dalamnya (konotasi)6
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah video klip lagu The Choosen One, sedangkan objek penelitiannya adalah potongan adegan visual dalam video
klip lagu The Choosen One yang berkaitan dengan perilaku dan ajaran Nabi Muhammad SAW.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data, data dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Data
primer adalah berupa data yang diperoleh dari rekaman videoklip laguThe Choosen One. Yang kemudian dibagi perscenedan dipilih adegan-adegan sesuai rumusan masalah yang mana digunakan untuk penelitian. 2) Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen atau literatur-literatur
yang mendukung data primer, seperti buku-buku yang sesuai dengan
penelitian, artikel koran, catatan kuliah, kamus istilah, internet, dan
sebagainya.
6Makna Slogan You C1000 Terhadap Citra Produk
6. Observasi non partisipan
Pengumpulan data dilakukan oleh penulis dengan
menggunakan dua cara, yang pertama observasi yaitu melakukan
pengamatan secara langsung dan bebas terhadap objek penelitian dan
unit analisis dengan cara menonton dan mengamati adegan demi
adegan dan lirik dalam video klip lagu “THE CHOOSEN ONE”.
Kemudian, memilih dan menganalisia sesuai dengan model penelitian
yang digunakan.
7. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data-data melalui telaah dan
mengkaji berbagai literatur yang sesuai dan ada hubungannya dengan
bahan penelitian yang kemudian dijadikan bahan argumentasi. Seperti
buku-buku, artikel koran, arsip, kamus istilah, internet dan sebagainya.
8. Wawancara, Yaitu dengan wawancara langsung kepada sutradara
melalui akun sosial media.
9. Teknik Analisis Data
Setelah data primer dan sekunder terkumpul kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah
ditentukan. Setelah data terklasifikasi, dilakukan analisis data
menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Barthes
mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan penandaan, yaitu
denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna eksplisit untuk
Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data yaitu
analisis semiotik sebagai sarana komunikasi massa penyampai pesan
yang terdapat dalam video klip tersebut. Pada hakikatnya, semiotik
didefinisikan oleh Ferdinand De Sausure di dalam Course In General Linguistic sebagai “ilmu yang mengkaji tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial”7. Jadi secara semiotika dapat dipahami sebagai ilmu
yang mempelajari tentang tanda-tanda.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembatasan skripsi ini, secara sistematis
penulisannya dibagi ke dalam lima bab beserta sub-babnya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN, yaitu berupa latar belakang masalah yang
membahas video klip sebagai media komunikasi, sekilas
tentang videoklip lagu The Choosen One yang berkaitan dengan perilaku Nabi Muhammad SAW sebagai manusia
pilihan dan dakwah yang ingin disampaikan oleh pembuat
video ini tentang Islam. Disamping itu, bab ini juga mencakup
tentang pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,
dan yang terakhir adalah tentang sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS, yang meliputi penjelasan tinjauan
tentang teori dakwah syari’ah yang berisi seputar pengertian
7
dakwah Islam, Tujuan dakwah, klasifikasi ajaran Islam,
hubungan proses komunikasi dengan penyampaian pesan
dakwah. Tinjauan umum mengenai video yang meliputi
pengertian video sebagai film, jenis dan klasifikasi film,
unsure-unsur pembentuk film,film suatu medium ekspresi dan
komunikasi, dan teknik pengambilan gambar. Tinjauan umum
semiotic yang berisi mengenai konsep semiotik, konsep
Semiotika Roland Barthes dan video klip sebagai semiotika
komunikasi visual.
BAB III : GAMBARAN UMUM VIDEOKLIP LAGU “THE
CHOOSEN ONE”, bab ini menjelaskan secara umum segala
sesuatu mengenai videoklip lagu The Choosen One yang berkenaan dengan konstruksi pesan yang terdapat dalam video
klip tersebut.
BAB IV : ANALISIS DATA, bab ini yaitu berupa analisis semiotik
terhadap data dari videoklip lagu “THE CHOOSEN ONE”
dan tentang perilaku Nabi Muhammad SAW sebagai suri
tauladan dan manusia pilihan dan interpretasi data hasil
temuan melalui metode semiotika yang dipakai oleh penulis.
BAB V : PENUTUP, bab ini berupa simpulan dan saran dari penelitian
[image:21.595.98.512.244.603.2]13
A. Tinjauan Tentang Dakwah Islamiah 1. Pengertian Dakwah Islam
Dakwah, baik sebagai gagasan maupun sebagai kegiatan,
sangat terkait dengan ajaran amar ma’ruf nahi mungkar (menyuruh untuk mengerjakan kebaikan dan melarang untuk melakukan
keburukan). Dua hal ini, kebaikan dan keburukan, selalu ada dalam
kehidupan kita dan tampil sebagai suatu keadaan atau kekuatan yang
berlawanan. Tugas kita dalam menegakkan dakwah adalah bagaimana
memenangkan kebaikan dan kebajikan itu atas keburukan dan
kemungkaran.1 Dakwah ibarat lentera kehidupan yang memberi cahaya
dan menerangi hidup manusia dari nestapa kegelapan. Tatkala manusia
dilanda kegersangan spiritual, dengan rapuhnya akhlak, maraknya
korupsi, kolusi dan manipulasi, dakwah diharapkan mampu memberi
cahaya terang. Maraknya berbagai ketimpangan, kerusuhan, kecurangan,
dan sederet tindakan tercela lainnya, disebabkan terkikisnya nilai-nilai
agama dalam diri manusia. Tidak berlebihan jika dakwah merupakan
bagian yang cukup penting bagi umat saat ini.2
1
Hamdan Daulay, Dakwah di Tengah Persoalan Budaya dan Politik, (Yogyakarta : LESFI, 2001) hal v
2
Secara etimologis perkataan dakwah berasal dari bahasa Arab
yang berarti: seruan–ajakan–panggilan. Sedangkan orang yang
melakukan seruan atau ajakan tersebut dikenal dengan panggilan da’i
yaitu orang yang menyeru. Mengingat bahwa proses memanggil atau
menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan–pesan tertentu, maka dikenal mubaligh yaitu orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan kepada
komunikan. Dengan demikian, secara etimologis pengertian dakwah
merupakan suatu proses penyampaian pesan–pesan tertentu yang
berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi
ajakan tersebut. Sedangkan secara terminologis pengertian dakwah
menurut H . Endang S.Anshari ada dua3:
a. Dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan Islam kepada
manusia secara lisan, maupun tulisan, ataupun secara lukisan.
(panggilan, seruan, ajakan kepada manusia pada Islam)
b. Dakwah dalam arti luas ialah penjabaran, penterjemahan dan
pelaksanaan Islam dalam perikehidupan manusia (termasuk
didalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
kesenian, kekeluargaan dan sebagainya).
Apabila kita katakan “Dakwah Islam“ maka yang kita
maksudkan adalah “Risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang
3
tidak ada kebatilan padanya, baik di depan atau di belakangnya,
dengan kalamnya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis di dalam
mushaf yang diriwayatkan dari Nabi SAW dengan sanad yang mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah".4
2. Tujuan Dakwah
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses
dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan
untuk pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan
dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktifitas dakwah akan sia–
sia, tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah, dimana antara
unsur dakwah yang satu dengan yang lain saling membantu,
mempengaruhi, berhubungan (sama pentingnya). Dakwah mempunyai
tujuan yakni tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.
a. Tujuan umum dakwah (major obyektive)
Tujuan umum dakwah merupakan sesuatu yang hendak dicapai
dalam seluruh aktifitas dakwah. Ini berarti tujuan dakwah yaang
masih bersifat umum dan utama, dimana seluruh gerak langkah
proses dakwah harus ditujukan dan diarahkan kepadanya.Tujuan
umum dakwah sebagaimana yang telah disinggung pada bagian
definisi dakwah maupun yang telah disebutkan dalam ayat suci
Alqur’an firman Allah sebagai berikut; “Mengajak umat
manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau
4 Abdul ‘Aziz, Jum’ah Amin, Fiqih Dakw
musyrik) kepada jalan yang benar yang diridlai Allah SWT agar dapat
hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan di akhirat”. Menurut
anggapan sementara ini tujuan dakwah yang utama itu menunjukkan
pengertian bahwa dakwah kepada seluruh alam atau umat, baik yang
sudah memeluk agama maupun yang masih dalam keadaan kafir
atau musyrik. Arti umat atau kaum disini menunjukkan pengertian
seluruh alam atau setidak- tidaknya sealam dunia.
b. Tujuan khusus dakwah (minor objektive)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan
sebagai perincian dari pada tujuan umum dakwah. Tujuan ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktifitas dakwah
dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang
hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara yang
bagaimana dan sebagainya secara terperinci. Sehingga tidak terjadi
overlapping antara juru dakwah yang satu dengan yang lainnya hanya karena disebabkan karena masih umumnya tujuan yang
hendak dicapai. Oleh karena itu dibawah ini disajikan
beberapa tujuan khusus dakw ah sebagai terjemahan dari major objektive yaitu:
1) Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam
untuk selalu meningkatkan takwanya kepada Allah SWT.
Artinya mereka diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala
2) Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mualaf.
Mualaf artinya bagi mereka-mereka yang masih mengkhawatirkan
tentang keislaman dan keimanannnya.
3) Mengajak umat manusia yang belum beriman kepada Allah
(memeluk agama Islam).
4) Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari
fitrahnya.
Hakekat dakwah adalah mempengaruhi dan mengajak manusia
untuk mengikuti (menjalankan) ideologi (pengajaknya). Sedangkan
pengajak atau da’i sudah barang tentu ,memiliki tujuan yang hendak
dicapainya. Proses dakwah tersebut agar mencapai tujuan yang efektif
dan efisien, da’i harus mengorganisir komponen-komponen dakwah secara baik dan tepat .5
3. Klasifikasi Ajaran Islam
Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan
dakwah yang hendak dicapai. Namun secara global dapat dikatakan
bahwa materi dakwah Islam juga mencakup ajaran Islam yang dapat
diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok yaitu
a. Masalah keimanan (aqidah)
Aqidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad batiniah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun
iman. Masalah aqidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh
Rasulullah saw dalam sabdanya:
5
“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat- Nya, Rosul-rosul-Nya, hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk”
(HR.Muslim)
Di bidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju
pada masalah-masalah yang wajib diimani, akan tetapi materi dakwah
meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya
misalnya syirik (menyekutukan adanya Tuhan), ingkar dengan adanya
Tuhan dan sebagainya.6
Aqidah adalah ajaran tentang keimanan terhadap keesaan Allah
swt. Pengertian iman secara luas menurut Daradjat, dkk ialah
keyakinan penuh yang dibenarkan oleh hati, diucapkan oleh lidah
dan diwujudkan oleh amal perbuatan. Adapun pengertian iman
secara khusus ialah sebagaimana yang terdapat dalam rukun iman.
kompetensi iman seseorang yang sempurna antara lain menunjukkan
sifat-sifat:7
1) Segala perilaku merasa disaksikan oleh pencipta-Nya
2) Memelihara sholat dan amanat serta tidak mengingkari janji
3) Berusaha menghindari perbuatan maksiat
4) Mentaati segala perintah dan menjauhi larangan-Nya
5) Apabila memperoleh kebahagiaan, dia bersyukur
6) Apabila mendapat musibah, dia bersabar
7) Rela atas segala ketentuan Allah yang dilimpahkan kepadanya
6
Asmuni Syukir,Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam(Surabaya: Al Ikhlas 1983) hal 60 61
7
8) Apabila mempunyai rencana, maka dia bertawakal kepada
Allah
Akidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh ke
dalam segala aktifitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai
aktifitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf
al-Qardawi (1977) mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang
sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan
penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi
pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan
sehari-hari.
Dengan demikian akidah Islam bukan sekedar keyakinan
dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi
acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta berbuat yang pada
akhirnya menimbulkan amal shaleh.
b. Masalah Syari’ah
Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dalam amal lahir
(nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah
guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan
mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Hal ini
dijelaskan dalam sabda Nabi saw.
Hadits tersebut di atas mencerminkan hubungan antara
manusia dengan Allah swt. Artinya masalah-masalah yang
berhubungan dengan masalah syari’ah bukan saja terbatas pada
ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah-masalah yang
berkenaan dengan pergaulan hidup antara sesama manusia diperlukan
juga. Seperti hukum jual beli, berumah tangga, bertetangga, warisan,
kepemimpinan dan amal-amal shaleh lainnya. Demikian juga
larangan-larangan Allah seperti minum- minuman keras, berzina,
mencuri dan sebagainya termasuk pula masalah-masalah yang
menjadi materi dakwah Islam (nahi anil munkar)8
c. Masalah Budi Pekerti (Akhlaqul Karimah)
Masalah akhlak dalam aktifitas dakwah (sebagai materi
dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi
keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini
berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak
kurang penting dibandingkan dengan masalah-masalah keimanan dan
keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna
keimanan dan keislaman.9 Sebab Rasulullah sendiri pernah bersabda
yang artinya: “Aku (Muhammad)diutus oleh Allah di dunia ini
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”(Hadits Shahih)
8
Asmuni Syukir,Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam(Surabaya: Al Ikhlas 1983) hal 61-62
9
Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata
asalnya khuluqun yang berarti perangai, tabiat, adab atau khalqun
yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi
akhlak itu berarti perangai, adab, tabiat atau sistem perilaku yang
dibuat.
Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk
tergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya,
meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah
mengandung konotasi baik, jadi “orang yang berakhlak” berarti
orang yang berakhlak baik.
Akhlak atau sistem perilaku dapat diajarkan melalui dua
pendekatan:
1) Rangsangan-jawaban, dapat dilakukan dengan cara:
a) Latihan
b) Tanya Jawab
c) Mencontoh
2) Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang
dapat dilakukan dengan cara:
a) Dakwah
b) Ceramah
c) Diskusi
Setelah pola perilaku terbentuk maka sebagai kelanjutannya
akan lahir hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk
perilaku yang dilandaskan norma-norma yang berlaku dan
memanifestasikan nilai-nilai iman, Islam dan ikhsan.10
4. Hubungan Proses Komunikasi Dengan Penyampaian Pesan Dakwah
Komunikasi merupakan kebutuhan hakiki bagi setiap manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi merupakan
bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Karena pada dasarnya manusia
manusia itu selain sebagai makhlik individu juga sebagai makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain. Manusia itu harus menjalin hubungan.
Dengan adanya menjalin hubungan antara manusia sudah dengan sendirinya
komunikasi itu terbentuk.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication,dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna.11 Kesamaan
makna di sini adalah mengenai sesuatu yang dikomunikasikan, karena
komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa
yang dipercakapkan atau dikomunikasikan.
Menurut Onong Uchyana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi
dalan Teori dan Praktek dikatakan: Suatu percakapan dikatakan komunikatif
apabila kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan mengerti
bahasa pesan yang disampaikan.12 Carl I. Hovland mendefinisikan
10
Zakiah Darajat,Kesehatan Mental(Jakarta: PT Gunung Agung, 1986) hal 253-255 11
Onong Uchyana Effendy,Ilmu teori dan filsafat komunikasi. (Bandung: Aditya Bakti, 2000) hal 41
12
komunikasi sebagai: upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas
asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.13
Pendapat lain mengenai komunikasi adalah sebagaimana
dikemukakan oleh Toto Tasmara dalam buku Komunikasi Dakwah, bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communicare yang artinya partisipasi atau komunikasi juga bias berasal dari kata commones yang
artinya sama.14
Untuk mengetahui lebih jelas pengertian komunikasi, Toto Tasmara
mengemukakan: Dengan demikian, secara sangat sederhana, dapat kita
katakana bahwa seseorang yang berkomunikasi berarti mengharapkan agar
orang lain dapat ikut serta berpartisipasi atau bertindak sama sesuai dengan
tujuan, harapan atau isi pesan yang disampaikannya.15
Dakwah juga merupakan bagian dari aktivitas hidup sehari-hari,
seperti yang diungkapkan oleh Amarullah Ahmad bahwa dakwah itu pada
hakekatnya merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu
system kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang
dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir,
bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan
sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya agama Islam dalam
semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.16
13
Carld I Hovland, Irving L. Janis, Harold H. Kelly, Communication and Persuasion.
(New Heaven and London : Yale University Press. 1963) hal 10 14
Toto Tasmara,Komunikasi Dakwah, (Media Prama Jakarta, 1997) hal: 1 15
Toto Tasmara,Komunikasi Dakwah, (Media Prama Jakarta, 1997) hal: 1 16
Dakwah, komunikasi dan bahasa merupakan trilogy, yang satu sama lainnya saling“interdependentif” (saling terkait).17Dalam aplikasinya ketiga
bidang ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan. Dakwah merupakan bentuk
komunikasi membutuhkan bahasa untuk melakukannya.
Sukses tidaknya suatu dakwah bukanlah diukur lewat gelak tawa atau
tepuk riuh pendengarnya tetapi diukur lewat gelak tawa atau tepuk riuh
pendengarnya tetapi diukur lewat asar (bekas) yang ditinggalkan pada benak
pendengarnya.18 Bekas ataupun kesan yang ditinggalkan dalam benak
pendengarnya, kemudian tercermin dalam tingkah laku mereka. Dengan
demikian keberhasilan dakwah dapat diukur. Untuk mencapai sasaran
tersebut diantaranya ditentukan oleh keberhasilan proses komunikasi antara
komunikator dan komunikannya. Sehingga dakwah perlu disampaikan
melalui komunikasi yang efektif.
B. Tinjauan Umum Mengenai Video 1. Pengertian Video Sebagai Film
Secara etimologis, video berasal dari bahsa Inggris vi (visual)yang berarti gambar dan deo (audio) yang berarti suara. Video sebagai media komunikasi massa memiliki peranan yang sangat besar dalam
menyampaikan pesan kepada masyarakat. Dengan kelebihan gambar dan
suara, video dapat menyampaikan pesan dengan baik kepada komunikan.
Video berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan
17
Djamalul Abidin, Ass.,Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Gema Insani Press, Jakarta, 1996) hal.1
18
hiburan yang sudah menjadi kebiasaan, serta menyajikan cerita, peristiwa,
musik, drama, lawak dan sajian lainnya kepada masyarakat umum. Video
merupakan salah satu bagian dari media elektronik dan memiliki
karakteristik seperti film.19
Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film, secara
kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata
kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan
cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid.
Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phyto (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra, jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya.
Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan
alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.20
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian film secara
fisik adalah selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar
negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk gambar positif (yang akan
dimainkan di bioskop). Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film
memperoleh arti seperti yang secara umum dipahami yaitu lakon (cerita)
gambar hidup atau segala sesuatu yang berkaitan dengan gambar hidup.21
19
Yusuf Bangkit Sanjaya, Karya Ilmiah Makna Ikon Video Klip Analisis Semiotika, Video Klip Armada Racun “Amerika” Versi 1. (Program Studi Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacacana Salatiga, 2012)
20
Tentang Film, http://sinthiasinor.blogdetik.com terakhir diakses tanggal 13 Mei 2013 12:09 WIB
21
[image:34.595.100.514.217.592.2]Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan
budya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang
dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid,
pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi
lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses elektronik,
atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan
dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik,
dan/atau lainnya.
Film mengandung dua jenis pengkodean atau rekaman: gambar dan
suara (nada). Dalam film terpadukan tindakan, bahasa, bunyi, dan musik.
[image:35.595.96.515.251.607.2]Yang pertama-tama ialah gambar yang bergerak, penyusunan “teks
gambar” yang meningkatkannya menjadi media tersendiri.22
2. Jenis dan Klasifikasi Film
a. Jenis-Jenis Film
Jika dilihat dari isinya, film dibedakan menjadi jenis film fiksi
dan non fiksi. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah film
dokumenter yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah kejadian
alam, flora, fauna maupun manusia. Adapun penjelasan dari jenis-jenis
film itu sebagai berikut:
1) Film Dokumenter adalah film yang menyajikan fakta berhubungan
dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film
dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan
22
tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan,
pendidikan, sosial, politik (propaganda), dan lain sebagainya.
2) Film fiksi adalah film yang mempergunakan cerita rekaan di luar
kejadia nyata, terkait oleh plot, dan memiliki konsep pengadeganan
yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terkait
hukum kausalitas. Cerita fiksi juga seringkali diangkat dari
[image:36.595.98.513.210.611.2]kejadiaan nyata dengan menggunakan beberapa cuplikan rekaman
gambar dari peristiwa aslinya (fiksi-dokumenter).
3) Film Eksperimental merupakan film yang berstruktur namun tidak
berplot. Fim ini tidak bercerita tentang apapun (anti-naratif) dan
semua adegannya menentang logika sebab-akibat
(anti-rasionalitas).23
b. Klasifikasi Film
Menurut Himawan Pratista dalam buku Memahami film-nya,
metode yang paling mudah dan sering digunakan untuk
mengklasifikasi film adalah berdasarkan genre, yaitu klasifikasi dari
sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) sebagai
berikut24:
1) Aksi, yaitu film yang berhubungan dengan adegan-adegan aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, dan nonstop dengan tempo cerita
yang cepat.
23
Himawan Pratista,Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian, Pustaka, 2008), cet.1, h. 4-8.
24
2) Drama, yaitu film yang kisahnya seringkali menggugah emosi, dramatik, dan mampu menguras air mata penontonnya. Tema
umumnya mengangkat isu-isu sosial, seperti kekerasan
ketidakadilan, masalah kejiwaan, penyakit, dan sebagainya.
3) Epik sejara, yaitu film dengan tema periode masa silam (sejarah) dengan latar sebuah kerajaan, peristiwa, atau tokoh besar yang
menjadi mitos, legenda, atau kisah biblical.
4) Fantasi, yaitu film yang berhubungan dengan tempat, peristiwa dan karakter yang tidak nyata, dengan menggunakan unsur magis,
mitos, imajinasi, halusional, serta alam mimpi.
5) Fiksi Ilmiah, yaitu film yang berhubungan dengan teknologi dan kekuatan di luar jangkauan teknologi dan kekuatan di luar
jangkauan teknologi masa kini yang artificial.
6) Horror,yaitu film yang berhubungan dengan dimensi spiritual atau sisi gelap manusia.
7) Komedi, yaitu jenis film yang tujuannya menghibur dan memancing tawa penonton.
8) Kriminal dan Gangster,yaitu film yang berhubungan dengan aksi-aksi kriminal dengan mengambil kisah kehidupan tokoh kriminal
besar yang diinspirasi dari kisah nyata.
10)Pertualangan, yaitu film yang berkisah tentang perjalanan, eksplorasi, atau ekspedisi ke suatu wilayah asing yang belum
pernah tersentuh.
11)Perang, yaitu film yang mengangkat tema ketakutan serta teror yang ditimbulkan oleh aksi perang dengan memperlihatkan
kegigihan, dan pejuangan.
12)Western, yaitu film dengan tema seputar konflik antara pihak baik dan jahat berisi aksi tembak-menembak, aksi berkuda, dan aksi
duel.
3. Unsur-Unsur Pembentuk Film25
Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni
unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi
dan berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Unsur naratif adalah
bahan (materi) yang akan diolah, berhubungan dengan aspek cerita atau
tema film, terdiri dari unsur-unsur seperti: tokoh, masalah, lokasi, dan
waktu. Sedangkan unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan
aspek-aspek teknis pembentuk merupakan aspek-aspek-aspek-aspek teknis pembentuk film.
Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:
a. Mise-en-scene,yaitu segala hal yang berada di depan kamera.
b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil.
c. Editing,yakni transisi sebuah gambar(shot)ke gambar (shot)lainnya.
25
d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran.
4. Film Suatu Medium Ekspresi dan Komunikasi26
Film merupakan suatu medium yang relatif baru di dalam
kebudayaan umat manusia, dibandingkan dengan medium seperti tulisan
dan bahasa.
Ernest Cassier (AnEssay on Man dan Die Philosophie der Syimbolischen Formen)merumuskan manusia sebagai “animal
symbolicum”, yang berbeda dengan binatang, berkomunikasi dengan lambang-lambang dan perlambangan. Bahasa adalah salah satu lambang
bunyi yang arbiter yang diciptakannya. Itu sebabnya orang Indonesia dan
Inggris mempunyai bunyi yang berbeda untuk melambangkan fakta yang
sama.
Komunikasi antara dua orang yang lahir dari masyarakat bahasa
yang berbeda akan sulit dilakukan apabila yang satu tidak mengenal
bahasa yang lainnya.
Sejak fotografi ditemukan abad yang lalu, dan didasarkan atas
fotografi film dikembangkan, maka bertambah lagi medium ekspresi dan
komunikasi antar manusia manusia.
Tetapi berbeda dengan bahasa yang mempergunakan unsur bunyi
untuk mengekspresikan arti dan bersifat lebih abstrak, film
mempergunakan rekaman optik dari kenyataan. Film merekam secara
26
persis sekali kenyataan yang pernah ada di depan kamera dan kenyataan
itu (melalui film) tampil di depan kita yang melihatnya sebagai kenyataan
optik.
Dengan menganggap bahwa apa yang ada dilayar
sungguh-sungguh kenyataan maka pada penonton sebenarnya terjadi ilusi. Ilusi
bahwa yang ia lihat benar-benar kenyataan.
Di dalam kondisi demikian itu terjadi beberapa proses identifikasi
pada penonton. Oertama, adalah identifikasi optik. Penonton melihat
kenyataan sebagaimana kenyataan itu dilihat oleh lensa (optik) kamera.
Kedua, adalah identifikasi emosional. Disini penonton secara emosional
mepertautkan dirinya dengan bayangan-bayangan dari kenyataan yang ia
lihat di layar. Ketiga, adalah identifikasi imajiner. Di sini penonton
mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu tokoh atau beberapa tokoh
di dalam film yang ditontonnya.
Film mempunyai daya magis yang kuat sekali, tentu tergantung
pada baik-buruknya film yang dibuat.
Film adalah suatu medium yang memungkinkan manusia terlibat
secara ekstensial dengan kenyataan-kenyataan imajiner. Terlibat secara
eksitensial berarti bahwa terjadi suatu hubungan yang dialektis antara
dirinya dan kenyataan memang imajiner itu.
Film pada dasarnya menceritakan suatu perkembangan psikologis
dari tokoh-tokohnya, bukan seperti film dokumenter yang bertolak dari
konsep dan ide. Perkembangan psikologis itu dituang ke dalam suatu plot
dalam garis plot itulah protagonis dan antagonisnya dipertemukan dan
dipertentangkan.
Konflik antara protagponis dan antagonis tentunya merupakan
konflik antara nilai-nilai yang menjadi dasar masing-masing. Nilai itu bisa
bersumber pada pribadi atau pada kelompok dimana pribadi itu berada. Itu
sebabnya konflik-konflik di dalam cerita film bisa juga merupakan konflik
antara berbagai kelompok dan kepentingan, latar belakang sosial,
ekonomi, budaya dan sejarah.
5. Teknik Pengambilan Gambar
a. Sinematografi
[image:41.595.99.514.233.604.2]Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, maka pada tahap inilah unsur sinematografi mulai
berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek,
yakni kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan
melaui kamera dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa,
kecepatan gerak gambar, dan sebagainya.
Sama seperti teknik dalam pemotretan , pada kamera juga
menggunakan teknik framing dalam pengambilan gambarnya.
Framing adalah meletakkan objek sebagai foreground untuk membuat bingkai yang bertujuan memberi kesan ruang tiga dimensi.27
27
Berikut ini adalah salah satu aspek frammingyang terdapat dalam sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot), yaitu:28
1) Extreme long shot, merupakan jarak kamera yang paling jauh dari objeknya. Teknik ini umumnya untuk menggambarkan sebuah
objek yang sangat jauh atau panorama yang luas.
2) Long shot, pada teknik ini memperlihatkan tubuh fisik manusia yang tampak jelas namun latar belakang masih dominan.
3) Medium long shot, pada teknik ini manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas.
4) Medium shot, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.
5) Medium close-up, pada jarak ini memperlihatkan manusia dari dada ke atas. Adegan percakapan normal biasanya menggunakan
jarak ini.
6) Close-up, umumnya memperlihatkan wajah, kaki, atau sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi
wajah secara jelas sertagestureyang mendetil.
7) Extreme close-up, teknik ini mampu memperlihatkan lebih detil dari wajah, seperti telingan, mata, hidung, dan lainnya atau bagian
dari sebuah obyek.
28
b. Sudut Pengambilan Gambar
Ada beberapa tehnik pengambilan gambar yang biasa digunakan
diantaranya:
1) Bird Eye View
Ini merupakan sudut pengambilan gambar yang dilakukan di atas,
seperti burung terbang yang melihat ke bawah. Efek yang tampak,
subjek terlihat menjadi rendah, pendek dan kecil. Manfaatnya untuk
menyajikan suatu lokasi atau pemandangan.29 Biasanya untuk
mengambil gambar dengan sudut ini dilakukan dari atas gedung
ataupun dengan helikopter.
2) High Angle
Ini merupakan sudut pengambilan gambar yang tepat diatas objek,
pengambilan gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu
kecil atau kerdil.
3) Low Angle
Ini merupakan sudut pengambilan gambar yang diambil dari bawah
si objek, sudut pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari
high angle. Efek yang timbul adalah distorsi perspektif yang secara
teknis dapat menurunkan kualitas gambar. Bagi yang kreatif, hal ini
dimanfaatkan untuk menimbulkan efek khusus. Kesan efek ini adalah menimbulkan sosok pribadi yang besar, tinggi, kokoh, dan
berwibawa, juga angkuh.30
29
Yannes Irwan Mahendra,Dari Hobi Jadi Profesional,(Yogyakarta: Andi, 2010), ed. 1, h. 49.
30
4) Eye Level
Ini merupakan sudut pengambilan gambar sebatas mata posisi
berdiri. Sudut pengambilan gambar ini merupakan posisi yang
paling umum. Objek sejajar dengan mata, tidak menimbulkan kesan
khusus yang terlihat menonjol.31
5) Frog Level
Ini merupakan sudut pengambilan gambar yang diambil sejajar
dengan permukaan tempat objek berdiri, seolah-olah
memperlihatlkan objek menjadi sangat besar.32
C. Tinjauan Umum Semiotik 1. Konsep Semiotik
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan
bersama-sama manusia.33
Menurut Preminger(2001), ilmu ini menganggap bahwa fenomena
sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi
yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.34
31
Yannes Irwan Mahendra,Dari Hobi Jadi Profesional,(Yogyakarta: Andi, 2010), ed. 1, h. 50
32
Yannes Irwan Mahendra,Dari Hobi Jadi Profesional,(Yogyakarta: Andi, 2010), ed. 1, h. 50
33
Alex Sobur,Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet-4, h. 15. 34
Menurut John Fiske, studi semiotik dapat dibagi ke dalam bagian
sebagai berikut35:
a. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis
tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam
menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan
dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi
manusia dan hanya bisa dipahami di dalam kerangka
penggunaan/konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda
tersebut.
b. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda diorganisasi. Kajian ini
melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk
mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia bagi
pengiriman kode-kode tersebut.
c. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi. Hal ini
pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan
tanda-tanda untuk eksistensi dan bentuknya sendiri.
Tokoh-tokoh penting dalam bidang semiotik adalah Ferdinand de
Saussure, seorang ahli linguistik dari Swiss dan Charles Sanders Peirce,
seorang ahli filsafat dan logika Amerika.36
35
John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2012), cet-1, h. 66.
36
Saussure mendefinisikan ‘semiotika’ (semiotics) di dalam Course in General Linguistics, sebagai “ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Implisit dalam definisi tersebut
adalah prinsip bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan
main atau kode sosial yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga tanda
dapat dipahami maknanya secara kolektif.37Sedangkan menurut Charles
Sanders Peirce berpendapat semiotika adalah konsep tentang tanda: tak
hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda,
melainkan dunia itu sendiri pun- sejauh terkait dengan pikiran
manusia-seluruhnya terdiri atas tanda-tanda.38
Ada dua pendekatan penting atas tanda-tanda. Pertama, pendekatan yang didasarkan pada pandangan Ferdinand de Saussure yang
mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra
tentang bunyi (semacam kata atau representasi visual)dan sebuah konsep
di mana citra bunyi disandarkan.39
Bagi Saussure, hubungan antara penanda dan petanda bersifat
arbiter (bebas), baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Pendekatan
kedua adalah pendekatan tanda yang didasarkan pada pandangan seorang filsuf dan pemikir Amerika yang cerdas, Charles Sanders Pierce
(1839-1914). Peirce menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan
objek-37
Yasraf Amir Piliang,Semiotika dan Hipersemiotika. (Bandung: Matahari, 2012), cet-4, h.300
38
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet-4, h.13
39
objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan
sebab-akibat dengan tanda atau karena ikatan konvensional dengan
tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks
[image:47.595.99.519.246.595.2]untuk hubungan sebab- akibat, dan simbol untuk asosiasi konvensional. Tabel berikut ini barangkali bisa lebih memperjelas:40
Tabel 2.1 Trikotomi Ikon/Indeks/Simbol Peirce
Tanda Ikon Indeks Simbol
Ditandai dengan: Contoh:
Proses
Persamaan (kesamaan) Gambar-gambar Patung- patung Tokoh besar Foto Reagan
Dapat dilihat
Hubungan sebab–
akibat Asap/api Gejala penyakit
Bercak
merah/campak Dapat
diperkirakan
Konvensi
Kata-kata Isyarat
Harus dipelajari
Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah
pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek
individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek
denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda
sebuahsimbol.
40
2. Konsep Semiotika Roland Barthes
Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di
Cherbourgh dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di
sebelah barat daya Perancis.41 Semiotika dalam pandangan Barthes pada
dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)
memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak
dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi,
dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.42
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure
tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk
kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa
kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada
orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran
tersebut dengan menekankan interaksi antara konvensi dalam teks dengan
konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan
Barthes ini dikenal dengan“Order of Significations”.43
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya
tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun
41
Alex Sobur,Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet-4, h. 63
42
Alex Sobur,Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet-4, h. 15
43
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat
berfungsi. Barthes menjelaskan apa yang disebut sebagai sistem
pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada
sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang
di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.44
Roland Barthes mengembangkan dua sistem pertandaan bertingkat,
yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi.45 Barthes menggunakan
istilah “orders of signification”. First order of signification adalah denotasi. Sedangkan konotasi adalah second order of signification. Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk
tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda
tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat
pada tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru
inilah yang kemudian menjadi konotasi”.46
Sistem denotasi adalah sistem pertandaan tingkat pertama, yang
terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas
penanda dan konsep abstrak yang ada di baliknya. Pada sistem
konotasi-atau sistem penandaan tingkat kedua- rantai penanda/petanda pada sistem
44
Alex Sobur,Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet-4, h. 69
45
Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika. (Bandung: Matahari, 2012), cet-4, h. 159
46
Pappilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo,Metodologi Penelitian Komunikasi,
denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan penanda yang
lain pada rantai pertandaan lebih tinggi.47
Denotasi merujuk pada apa yang diyakini akal sehat/orang banyak
(common-sense), makna yang teramati dari sebuah tanda.48 Makna
denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara
penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang
menhasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti.49
Konotasi dibentuk oleh tanda-tanda (kesatuan antara penanda dan
petanda) dari sitem denotasi.50 Petanda konotasi bersifat umum, global,
dan tersebar, boleh juga Anda sebut sebagai fragmen dari ideologi.51
Melanjutkan studi Hjelmsev, Barthes menciptakan peta tentang
[image:50.595.102.519.233.650.2]bagaimana tanda bekerja:
Tabel 2.2 Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda
denotatif)
4. Connotative signifier (penanda
konotatif)
5. Connotative signified (petanda
konotatif)
6. Connotative sign (tanda konotatif)
47
Yasraf Amir Piliang,Semiotika dan Hipersemiotika. (Bandung: Matahari, 2012), cet-4, h. 159.
48
John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2012), cet-1, h. 140.
49
Yasraf Amir Piliang,Semiotika dan Hipersemiotika. (Bandung: Matahari, 2012), cet-4, h. 304.
50
Roland Barthes,Elemen-elemen Semiologi. (Yogyakarta: Jalasutra, 2012), h. 93. 51
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotati (3) terdiri
atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut
merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”,
barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi
mungkin.52
Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki
makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif
yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes
yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang
berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.53
Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh
Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai
makna harfiah, makna yang “sesungguhnya,” bahkan kadang kala juga
dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi tingkat
pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini
denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan,
dengan demikian, sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling
ekstrem melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes
mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya, yang ada hanyalah
52
Alex Sobur,Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet-4, h. 69
53
konotasi semata-mata. Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia
tetap berguna sebagai sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna
“harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1992:22).
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi,
yang disebutnya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkandan
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi
penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu yang unik, mitos
dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau,
dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran
ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa
petanda.54
Mitos adalah sebuah cerita di mana suatu kebudayaan menjelaskan
atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Mitos primitif
adalah mengenai hidup dan mati, manusia dan Tuhan, baik dan buruk.
Sementara mitos terkini adalah soal maskulinitas dan