• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjuangan dakwah fethullah gulen di Turki 1956-1976

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjuangan dakwah fethullah gulen di Turki 1956-1976"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PERJUANGAN DAKWAH FETHULLAH GÜLEN DI TURKI

(1956-1976)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

MUHAMAD MULKI MULYADI NOOR

NIM: 1111022000013

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Bismihi subhanah wa in kullu syai’in illa yusabbihu bihamdih. Penulis

panjatkan puji serta syukur ke hadirat Ilahi Rabbi, Tuhan semesta alam yang karena syukur kepadaNya akan menambah nikmatNya. Tak lupa pula sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, Sahabat dan Tabiin yang selalu membimbing umat manusia kepada agama yang lurus. Amma Ba’du.

Skripsi yang berjudul “Perjuangan Dakwah Fethullah Gülen di Turki

(1956-1976) di tulis dalam konteks untuk menyelesaikan studi strata (S1) pada fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penghujung tahun 2014 dan awal tahun 2015 adalah awal mula lembar lembar-lembar naskah ini di tulis. Dengan berbekal semangat untuk mencapai gelar sarjana serta motivasi dari orang-orang terdekat, siang dan malam penulis melanjutkan kata demi kata, paragraf demi paragraf dan bab demi bab, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini pada bulan Ramadhan yang mulia.

Karena itu tidak lengkap rasanya jika tidak menghaturkan ribuan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang menjadi penyemangat penulis dalam penulisan skripsi ini. Kepada Ayah dan Bundaku di Kendari: Sahrun Hi Noor dan Misatiti yang dengan nasehat-nasehat “SUPER” dan support yang tiada batas dari mereka telah membakar semangat penulis untuk terus belajar dan berkarya. Duo saudariku yang imut dan lucu-lucu penawar hati dari berbagai masalah: Nurul Chairunnisa dan Khoiriyah Rahmantini.

Kepada semua Abiler rumah belajar (Dershane) yang telah penulis anggap

(7)

teman diskusi di kala buntu, teman bercanda di kala jenuh, dan teman berbagi di kala sedih, khususnya grup SEKOTENG (Sejarah Konsentrasi Timur Tengah), yang mau bersusah payah meladeni penulis hingga mendapatkan ispirasi-inspirasi baru: Sufyan, Husen, Alan, Zikrul, Maya, Ismawati, Yeni, Wilda, Indi, Ulfa, Wira, Nabilah, dan Silpia. Terima kasih semuanya.

Tak lupa pula penulis mengucap banyak terimakasih kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA dan Saiful Umam, MA, P.h.D yang di tengah kesibukan mereka telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis, mengoreksi dan merevisi banyak hal sampai sedetail mungkin sehingga skripsi ini ada dalam kondisi terbaik. Juga ucapan trimakasih kepada Prof. Dr. Didin Saepudin, MA selaku penguji I dan Drs. Azhar Saleh, M.Ag selaku penguji II. Juga kepada H. Nurhasan, MA dan Sholikatus Sa’diyah M.Pd sebagai ketua dan sekertaris

Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang telah memberi arahan dan bimbingan secara teknis dan administratif sehingga proses penulisan skripsi ini berjalan lancar sebagaimana semestinya.

Akhir kata, penulis ingin mengutip sebuah ayat suci “Kullu Syai’in Halikun illa

wajhah” segala sesuatu akan binasa kecuali wajahNya. Makhluk yang fana tak

pantas bersombong diri di depan sang Maha Kekal. Semoga kita semua menjadi hamba-hamba Allah yang selalu bersyukur kepadaNya. Amin.

Sekian.

(8)

ABSTRAK

Studi ini ingin menjelaskan tentang sejarah perjuangan dakwah Fethullah Gülen di Turki dengan menggunakan metode dan pendekatan historis untuk merekonstruksi kembali secara komprehensif kehidupan dan aktivitas dakwah Fethullah Gülen dari tahun 1956 hingga 1976. Fethullah Gülen adalah seorang Sufi, ulama Sunni-Hanafi, pemikir, penulis dan penyair yang lahir di Turki, yang kini tinggal di Pennsylvania Amerika Serikat. Studi ini menemukan bahwa Gülen memulai karir dakwahnya dengan dengan cara ceramah dan berdiskusi kepada banyak orang di segala lapisan masyarakat Turki. Gülen juga menggagas satu model pendidikan yang mulai dicanangkannya selama periode Izmir sehingga dengan bantuan masyarakat yang percaya padanya, ia mendirikan asrama dan kursus untuk pelajar dan mahasiswa serta mengadakan kegiatan-kegiatan untuk menginternalisasikan ajaran Islam kepada generasi muda. Dakwahnya yang santun dan sosoknya yang kharismatis membuat orang-orang yang terinspirasi olehnya mendirikan sebuah gerakan yang telah dimulai dari tahun 1966. Pemikiran dan gerakan Gülen yang sangat fenomenal dan telah menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan sejenis di tempat lain.

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... I

KATA PENGANTAR ... II

UCAPAN TERIMA KASIH ... III

ABSTRAK ... V

DAFTAR ISI ... VI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Teori dan Konsep ...

10

1.Dakwah sebagai proses interaksi sosial ... 10

2.Dakwah transformatif ... 11

G. Tinjauan Pustaka ...

13

H. Sistematika Penulisan ...

16

BAB II KONDISI MASYARAKAT TURKI AWAL ABAD 20 ... 17

A.

Sosial-Politik... 17

B.

Pendidikan ... 24

A.

Keagamaan ... 28

BAB III BIOGRAFI DAN AKTIVITAS DAKWAH FETHULLAH GÜLEN ... 33

A. Kehidupan Gülen ...

33

B. Pendidikan Gülen ...

37
(10)

2.Pendidikan Umum ... 40

C. Kegiatan Dakwah Gülen di Turki (1956-1976) ...

41

1.Dasar Inspirasi Dakwah ... 42

2.Periode Edirne ... 43

3.Periode Izmir ... 47

BAB IV HASIL DAKWAH GÜLEN ... 54

A. Media dan Sasaran Dakwah ... 54

B. Asrama dan Kursus ... 55

C. Ceramah dan Khutbah ... 57

D. Diskusi Ilmiah ... 58

E. Karya Tulis ... 59

F. Kaderisasi ... 59

G. Embrio Sebuah Pergerakan ... 60

BAB V PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Turki, dalam kajian sejarah dakwah Islam selalu menjadi objek pembahasan yang menarik bagi para sejarawan Muslim maupun orientalis Barat. Dengan diproklamasikannya Republik Turki oleh Mustafa Kemal Atatürk pada tahun 1923, Turki secara bertahap mulai kehilangan kebudayaan aslinya yang identik dengan Islam. Kebijakan Atatürk yang bertujuan untuk menghilangkan segala sesuatu yang berbau Islam dari ranah publik dan politik serta menyiapkan langkah-langkah sekularisasi dan westernisasi. Menurut B.R. Wilson, sekularisme terjadi ketika fungsi-fungsi lembaga agama telah hilang; yaitu institusi yang melakukan berbagai kegiatan sosial seperti diplomasi, pendidikan dan pengaturan perdagangan, maka otoritas sipil (non agama) akan memperoleh kekuatan dan tidak memerlukan lagi institusi agama.1 Kemudian untuk mendukung gerakan perubahan ini, pemerintah Republik membuat lembaga yang mengakuisisi kebudayaan Barat ke dalam masyarakat Turki secara membabi-buta dengan membuang unsur-unsur Islam.2 Meskipun gerakan menuju ke arah sekularisme tersebut sebenarnya telah dilakukan abad sebelumnya pada era Tanzimat3.

1 B.R. Wilson, “Agama Dalam Masyarakat Sekuler”,

Roland Robertson (ed), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, (Jakarta: Rajawali, 1988), h. 184

2 Jenny B. White, “Islam and Politics in Contemporary Turkey”, Reşad Kasaba (ed), Cambridge History of Turkey, Vol. 4, (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), h. 357

3

(12)

Sekularisme di Turki tergolong unik dan berbeda dengan sekularisme versi Amerika dan Eropa. Jika negara Barat pada umumnya menjadikan agama hanya berada pada ruang privat tanpa mempengaruhi bentuknya secara radikal, Republik Turki yang sekuler mengambil alih pengawasan atas agama untuk memastikan tidak ada pergesekan antara lembaga-lembaga agama dengan birokrasi pemerintahan. Sebagai contoh setelah lembaga Khilafah dan Kantor Urusan Agama dihapuskan, Majelis Agung Nasional (Grand National Assembly)

membentuk Direktorat Urusan Agama (Diyanet Isleri Başkanlığı) yang berada di bawah pengawasan langsung Perdana Menteri.4

Tiga dasar reformasi yang dilakukan Atatürk (1923-1938) untuk memisahkan Islam dengan Turki adalah Nasionalisme, Sekularisme dan Westernisasi.5 Langkah-langkah reformasi tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Berdasarkan dekrit (Heyeti Umumiye Kararı) yang diputuskan oleh Majelis Agung Nasional, Kesultanan dihapuskan pada tahun 1922, Perjanjian Laussane6 ditandatangani pada tahun 1923 yang membatasi

Cleveland & Martin Bunton, A History of the Modern Middle East, (Westview Press, 2009), hal. 82. Lihat juga: Stanford J. Shaw & Ezel Kural Shaw, History of Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol 2, (Camrigde: Cambrigde University Press, 1977), h. 55, dan Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 57

4 Banu Eligur,

The Mobilization of Political Islam in Turkey, (New York: Cambrigde University Press, 2010), h. 1

5Şerif Mardin “Religion and Secularism in Turkey”, Albert Hourani dkk (ed),

The Modern Middle East, (New York: IB. Tauris, 2009), h. 366-370. Lihat juga: Jenny B. White, “Islam and

Politics in Contemporary Turkey”, Reşad Kasaba (ed), Cambridge History of Turkey, Vol. 4, (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), h. 539, dan Feroz Ahmad, The Making of Modern Turkey, (New York: Routledge, 1994), h. 15

6 Perjanjian Laussane atau The Treaty of Laussane adalah perjanjian mengenai batas

(13)

Republik Turki hanya dalam wilayah yang mayoritas penduduknya berbahasa Turki. Selanjutnya pada tahun 1924, Lembaga Kekhalifahan, Kantor Kepala Keagamaan Negara, Lembaga Şeyhül

-İslam, dan Pengadilan Syariah juga dihapuskan.

2. Melalui Undang-undang unifikasi pendidikan (Tevhid-I Tedrisat

Kanunu) pada tahun 1924, semua sekolah dibuat menjadi sekuler dan menghapuskan semua sekolah tradisional Islam (Medrese) di Turki.

3. Alphabet Latin, penanggalan Gregorian, dan pemakaian baju ala Barat diadopsi pada tahun 1925.

4. Pasal Konstitusi Republik yang mengadopsi Islam sebagai agama negara dibatalkan pada tahun 1928.

5. Hukum Islam dihapuskan, UU Sipil Swiss, UU Pidana Italia dan UU Perdagangan Jerman diadopsi antara tahun 1926-1930.

6. Jaminan atas hak-hak perempuan diadopsi pada tahun 1934 dan akhinya Konstitusi Republik Turki menjadi sepenuhnya sekuler pada tahun 1937.7

Suasana perpolitikan di Turki dengan rezim satu partai berlanjut hingga tahun 1950. Selanjutnya sistem ini mengalami perubahan ketika rezim satu partai yang diktator mengizinkan adanya partai oposisi dalam pemerintahan. Pemilihan umum untuk yang pertama kalinya pun digelar. Partai Demokrat yang belum lama dibentuk memenangkan pemilu secara mengejutkan dengan meraih 53,4 persen suara dengan 408 kursi di parlemen dan mengalahkan Partai Republik yang hanya

negara Eropa terdahulu (capitulation) dihapuskan. Lihat: Phillip K. Hitti, The Near East in History: A 5000 Year Story, (Canada: D. Van Nostrand Company, 1961), h. 368

7

(14)

mendapatkan 39,8 persen suara dengan 69 kursi di parlemen. Kemenangan Partai Demokrat ini disambut dengan penuh suka cita di seluruh penjuru negeri itu.8 Kemenangan ini memberikan harapan baru bagi Islam dan pendukungnya di Turki. Kemenangan Partai Demokrat dikarenakan partai ini menjalin hubungan baik dengan gerakan dakwah Islam seperti Nurcu (Gerakan Nur) dan Tarekat

Nakşibendi sebagai basis dukungan mereka. Bahkan Said Nursi sebagai pendiri gerakan Nurcu mendukung partai ini dan memerintahkan pengikutnya untuk

memilih Demokrat dengan tujuan untuk berdakwah dan menunjukkan kepada para politisi jalan yang benar dan mengarahkan mereka untuk mengadakan pelayanan terhadap agama.9

Perkembangan dakwah Islam di Turki antara tahun 1950 hingga 1970 terbilang sangat pesat. Ada dua macam gerakan dakwah yang eksis di Turki. Pertama adalah Tarekat Sufi dan kedua adalah kelompok komunitas Islam yang biasa disebut dengan cemaat (Jamaah). Meskipun kelompok-kelompok Tarekat telah dibubarkan pada tahun 1925, kelompok Tarekat Nakşibendi tetap

menyelenggarakan aktifitas mereka di masjid dan rumah-rumah. Setelah tahun 1960-an Tarekat Nakşibendi yang dipimpin oleh ulama kharismatik Syekh

Mehmed Zahid Kotku (1897-1980) dan Muhammed Raşid Erol (1929-1996), berhasil mengembangkan pengaruh mereka di masyarakat dan pemeritahan. Pengaruh Tarekat ini mencakup kalangan menengah keatas yang berpendidikan hingga kalangan elite pemerintahan seperti Presiden Turgut Ozal, Perdana Menteri Necmettin Erbakan, hingga Recep Tayyip Erdogan.

8 Erik J. Zürcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 285

9

(15)

Salah satu cemaat yang berpengaruh luas di Turki adalah Süleymanlı (atau

Süleymancı) yang dinamakan berdasarkan nama pendirinya yaitu Süleyman Hilmi

Tunahan (1888-1959), seorang ulama pada masa akhir periode Usmani. Ketika pemerintah sekuler membuat kebijakan untuk menggantikan huruf Arab dengan Alphabet Latin, Tunahan melancarkan misi untuk mengajarkan Al-Qur’an dan bahasa Arab. Süleymanlı menggunakan elemen dari tradisi Sufi seperti dzikir jamaah dan mengkhususkan diri pada pengajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah secara tradisional. Cemaat ini memiliki sekitar 4 juta pengikut di Turki.

Cemaat lain yang berpengaruh adalah Nurcu (Gerakan Nur atau Nur Movement), sebuah gerakan yang didirikan oleh Bediuzzaman Said Nursi

(1876-1960)10. Gerakan ini mulai melebarkan pengaruhnya ke seluruh Turki dengan mencetak naskah-naskah Risalah Nur karya Said Nursi serta mengadakan perkumpulan rahasia guna mempelajari Islam lewat karya-karya tersebut. Gerakan ini mempunyai pengikut sekitar 2 hingga 6 juta orang. Setelah wafatnya Nursi pada tahun 1960, para pengikutnya terbagi ke dalam beberapa kelompok yang memainkan peranan penting dalam dakwah Islam di berbagai bidang yang mencakup politik, pendidikan, penerbitan, dan media sehingga dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat di Turki.11

Muhammed Çetin menyebutkan bahwa pada periode ini kebanyakan keluarga di Turki, masih tetap menjaga tradisi Islam dengan memastikan anak-anak mereka belajar Al-Qur’an dan praktik dasar agama termasuk Shalat. Mereka

10 Mengenai sosok Badi’uzzaman Said Nursi dapat dibaca selengkapnya d

alam dua buku berikut: Sukran Vahide, Islam Modern Turkey: an Intelectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi, (New York: State University of New York Press, 2005) dan Ihsan Kasim Salih, Said Nursi: Pemikir dan Sufī Besar Abad 20: membebaskan agama dari dogmatisme dan sekularisme, (Jakarta: Gramedia, 2003)

11

(16)

menghindari konfrontasi dengan rezim yang berkuasa dengan merahasiakan fakta bahwa mereka mengajarkan dasar-dasar Islam kepada anak-anak dan tetangga mereka.12

Dalam keluarga seperti yang tersebut di atas pada tahun 1941 lahir Fethullah Gülen. Setelah dewasa Gülen memulai karirnya sebagai pendakwah di seluruh wilayah Turki. Pada masa itu, tantangan bagi dakwah Gülen adalah keadaan negara Turki yang terbelenggu dalam paham Sekularisme, tekanan rezim pemerintah penerus ajaran Mustafa Kemal Atatürk terhadap gerakan agama sangat kuat dan keberadaan Medrese sebagai pusat keilmuan Islam banyak yang ditutup oleh pemerintah. Tapi Gülen tidak pesimis melihat kondisi umat Islam Turki saat itu, ia bahkan memegang prinsip bahwa Turki yang sekuler tidak boleh menghalangi kemajuan umat Islam. Hal lain yang membuat Gülen prihatin adalah realitas yang dialami Turki saat itu yang mayoritas penduduknya beragama Islam namun digerogoti oleh kebodohan dan kemiskinan. Kondisi tersebut ia lihat sejak kecil hingga dewasa. Karena itu, menurut Gülen salah satu kunci untuk mencapai kemajuan tersebut adalah pendidikan. Perhatiannya pada pendidikan dan kesejahteraan umat diwujudkan dengan usaha kerasnya membangun berbagai lembaga pendidikan di seluruh penjuru Turki.13

Fethullah Gülen adalah seorang ulama Islam Sunni, pemikir, filosof dan penulis produktif sekaligus penyair yang sangat terkenal dan dihormati di Turki saat ini.14 Ia juga adalah seorang cendikiawan, sufi sekaligus imam kharismatik

12 Muhammed Çetin, Pencerahan Gülen: Gerakan Sosial Tanpa Batas. (terj) Pipin Sophian

dkk, (Jakarta: UI-Press, 2013), h. 25 13

Zulfahmi, Fethullah Gülen, Sang Inspirator Gerakan Damai Masyarakat Sipil di Turki, (Jakarta: UI-Press, 2014), h. 61

14

(17)

yang kini tinggal di pegunungan Pocono, Pennsylvania Amerika Serikat. Fethullah Gülen dalam pemikirannya menggabungkan spiritualitas tradisional Islam dengan humanisme. Tulisannya sangat menarik bagi kebanyakan filosof karena menangani masalah-masalah moralitas, toleransi, pelayanan kepada umat manusia dan Islam.15

Tak hanya itu Fethullah Gülen juga seorang aktivis pendidikan yang mendukung terwujudnya dialog antar agama dan budaya, ilmu pengetahuan, demokrasi dan spiritualitas, menentang berbagai tindak kekerasan atas nama agama. Fathullah Gülen juga giat mempromosikan terjalinnya dialog menuju sebuah peradaban dunia yang damai, sebagai bentuk oposisi dari perselisihan dan pertentangan di dunia.16 Sehingga majalah Time pada tahun 2013 menobatkan Gülen sebagai salah satu dari 100 orang yang paling berpengaruh di dunia.17 Hasil dakwahnya yang terkenal pada masa kini telah menjelma sebagai sebuah gerakan transnasional yang dinamakan sendiri oleh Gülen sebagai Hizmet (Pelayanan) atau yang disebut oleh Çetin sebagai Gülen Movement.

B.

Batasan dan Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, menarik untuk dikaji perjuangan Fethullah Gülen dalam memulai gerakan dakwahnya di Turki yang masih sangat sekuler. Maka dari itu penulis ingin mengkaji tentang dakwah Fethullah Gülen di Turki khususnya antara tahun 1956-1976 dilihat dari perspektif sosial. Masalah pokok pada pembahasan ini adalah bagaimana perkembangan dan perjuangan dakwah

15Erkan M. Kurt, So That Other May Live: A Fethullah Gülen Reader

, Review by: Muhammed Hassanali, Library Journal, Vol. 138, No. 2, (November, 2013), h. 106

16

Mengenal Fathullah Gülen”, http://fGülen.com/id/profil/tentang-fethullah-Gülen/35008-mengenal-fethullah-Gülen, (diakses tanggal 7 Desember 2014)

17 “The 2013 Time 100”,

(18)

Fethullah Gülen di Turki. Alasan penulis membatasi pembahasan ini dalam rentang waktu 1956-1976 karena secara kronologis pada rentang tahun tersebut Gülen memulai karirnya sebagai dai secara informal hingga ia berhasil membangun dasar bagi pergerakannya di kota Izmir.

Dari masalah pokok di atas, beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial-politik, pendidikan dan keagamaan masyarakat Turki pada masa ketika Gülen berdakwah?

2. Bagaimana sejarah kehidupan, aktifitas dakwah serta dasar yang menjadi inspirasi dakwah Fethullah Gülen di Turki antara tahun 1956-1976?

3. Bagaimana hasil dari dakwah Fethullah Gülen pada masyarakat Turki?

C.

Tujuan Penelitian

Sebagaimana lazimnya sebuah penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang perjuangan dakwah Fethullah Gülen di Turki antara tahun 1958 hingga 1976.

Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk:

1. Mengetahui kondisi sosial-politik, pendidikan dan keagamaan masyarakat Turki pada masa itu.

2. Mengetahui riwayat hidup, kegiatan dakwah serta apa yang menjadi dasar inspirasi dakwah Fethullah Gülen di Turki (1956-1976).

3. Mengetahui hasil dari dakwah Fethullah Gülen pada masyarakat Turki.

D.

Manfaat Penelitian

(19)

1. Menambah wawasan kesejarahan, yang terkait dengan biografi tokoh dan sejarah perjuangan dakwah para ulama khususnya dakwah Fethullah Gülen di Turki, negara yang mengalami sekularisasi di segala bidang. 2. Memberikan sumbangan hasil karya penelitian bagi UIN Syarif

Hidayatullah pada umumnya dan Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam khususnya. Apalagi dewasa ini, sangat minim penelitian-penelitian mengenai sejarah dakwah para ulama Turki.

3. Bermanfaat bagi pecinta Ilmu pengetahuan sejarah.

E.

Metode Penelitian

Metode Penelitian Sejarah yang digunakan adalah metode deskriptif-analisis dengan pendekatan historis. Metode ini merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau yang berupa teks tertulis. Lalu, poin-poin penting yang telah dianalisa, kemudian ditulis atau dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana dan masa berlangsungnya topik penelitian sejarah yang berkaitan.18

Dalam Metode Penelitian Sejarah terdapat beberapa prasyarat sebagai sebuah prosedur yang harus diikuti oleh para peneliti sejarah. Adapun, prosedur yang penulis gunakan untuk penelitian skripsi ini adalah Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi. Pengumpulan data yang penulis lakukan pertama, menggunakan metode kepustakaan (Library Research) dengan mengakses

sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, jurnal serta situs internet. Kedua, menggunakan metode lapangan (Field Research) yaitu dengan melakukan

18 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (terj) Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI-Press,

(20)

wawancara secara langsung terhadap sumber yang terkait dengan kajian ini.19 Adapun sumber yang penulis wawancarai adalah Dr. Ali Ünsal sebagai direktur Fethullah Gülen Chair UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F.

Teori dan Konsep

1. Dakwah Sebagai Proses Interaksi Sosial

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup mandiri dan pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala dalam hidupnya. Maka dari itu manusia membutuhkan interaksi dan komunikasi dengan manusia lain dalam kehidupannya. Proses sosial yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis disebut interaksi sosial. Interaksi sosial adalah syarat utama terjadinya aktivitas sosial, aktivitas-aktivitas ini saling mempengaruhi dalam pikiran maupun tindakan.20 H. Bonner mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan antara dua individu atau lebih yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Gillin & Gillin mendefinisikannya sebagai hubngan-hubungan antara dua individu, antar kelompok, dan antara individu dan kelopok.21

Komunikasi dan kontak sosial merupakan syarat penting terciptanya interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat. Salah satu arti penting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran terhadap perilaku orang lain yang berupa sikap, gerak-gerik maupun pembicaraan, dan perasaan yang ingin disampaikan orang tersebut, karenanya timbul reaksi yang ingin disampaikan pula kepada orang lain. Dengan demikian terjadi proses timbal balik

19

M. Dien Madjid & Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 219-223

20 Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 90 21

(21)

dan saling menyesuaikan satu sama lain dengan tindakan yang akan dilakukan. Dalam konteks ini definisi interaksi sosial itu sangat erat kaitannya dengan

dakwah. Istilah “general approach” atau dakwah secara umum adalah istilah

saling pengaruh mempengaruhi antara dai dan mad’u dalam kelompok sosial.22 Dalam hal ini terjadi proses interaksi sosial yang saling mempengaruhi antara Fethullah Gülen sebagai dai dengan masyarakat Turki sebagai mad’u maupun sebaliknya.

2. Dakwah Transformatif

Islam sejak awal sesungguhnya menjadi bagian dari upaya perubahan sosial ketika terjadi penindasan, kesewenang-wenangan, kezaliman dan segala macam perilaku sosial yang tidak adil. Disini penulis mendasari kajian pada model dakwah trasformatif. Khamami Zada menyebutkan bahwa dakwah trasformatif merupakan model dakwah yang tidak hanya mengandalkan dakwah verbal (Konvensional) untuk memberikan materi-materi keagamaan kepada masyarakat, yang memposisikan dai sebagai penyebar pesan-pesan keagamaan semata, tetapi menginternalisasikan pesan-pesan keagamaan ke dalam kehidupan riil masyarakat dengan cara melakukan pendampingan masyarakat secara langsung.

Dengan demikian dakwah tidak hanya memperkuat basis religiusitas dalam masyarakat, namun juga memperkukuh basis sosial untuk mewujudkan sebuah transformasi sosial. Dengan dakwah ini, seorang dai memiliki fungsi ganda, yakni melakukan aktivitas penyebaran materi keagamaan sekaligus

22

(22)

menjadi penjaga moral masyarakat dan sebagai pengawal dalam memahami serta menjabarkan kepada masyarakat berbagai isu-isu sosial, politik dan budaya.23

Dalam “Bangkitnya Spiritualitas Islam” Fethullah Gülen mengangkat

istilah “arsitek rohani” untuk para dai yang dapat menggerakkan perubahan. Para

arsitek rohani menurut Gülen adalah orang-orang yang memiliki kedalaman spiritual yang tidak memiliki tendensi individual dalam apa pun yang mereka lakukan dan menganggap bahwa keselamatan diri mereka bergantung pada upaya mereka untuk menyelamatkan orang lain.24 Dengan kata lain sikap mental dan spiritual para dai diperlukan dalam mendampingi komunikannya dalam mencerna nilai-nilai Islam serta bersikap seperti “pemadam kebakaran” dalam lingkungan sosialnya, sehingga memudahkan transformasi sosial dan keagamaan dalam masyarakat.

Dakwah Transformatif ini tidak akan bisa disebut transformatif apabila tidak memenuhi setidaknya lima indikator, yaitu:

1. Perubahan materi dakwah dari yang bersifat ubudiyah ke materi sosial. 2. Perubahan materi dakwah dari eksklusif ke inklusif.

3. Perubahan dari aspek metodologi, dari model monolog ke dialog. 4. Menggunakan institusi yang bisa diajak bersama dalam aksi dakwah.

Hal ini dilakukan agar para dai mendapatkan legitimasi yang kuat dalam dakwahnya.

23

Abdullah Kholis Hafidz dkk, Dakwah Transformatif, (Jakarta: PP LAKPESDAM NU, 2006), h. 4

24 Muhammad Fethullan Gülen, Bangkitnya Spiritual Islam, (Jakarta: Republika, 2012), h.

(23)

5. Melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat terhadap suatu kasus yang terjadi agar kaum yang terzalimi mendapatkan pendampingan.25

Dalam hal ini Fethullah Gülen sebagai juru dakwah selain mengadakan dakwah secara verbal dengan kajian, ceramah, khutbah, seminar dan diskusi, dia juga melakukan dialog dan pembinaan kepada seluruh lapisan masyarakat salah satu contohnya dengan berusaha memahamkan masyarakat akan bahaya komunisme yang sedang melakukan infiltrasi ke dalam tatanan sosial masyarakat Turki. Selain itu Gülen juga ikut andil dalam pembinaan terhadap pelajar dan mahasiswa dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk menginternalisasikan nilai-nilai keislaman pada generasi muda Turki.

Dalam dakwahnya Gülen juga menggunakan institusi pemerintah untuk menjadi juru dakwah yang legal di Turki. Ia juga telah menginspirasi banyak orang dengan mendirikan sebuah gerakan yang memperkuat legitimasi dakwahnya dengan mengedepankan konsep pelayanan, dialog, cinta, dan toleransi kepada masyarakat Turki hingga menembus batas-batas ras dan budaya. Karena itu menurut penulis, Gülen telah mencapai lima indikator dakwah transformatif yang telah disebutkan sebelumnya.

G.

Tinjauan Pustaka

Tema dan judul penelitian yang penulis ajukan ini. “Perjuangan Dakwah

Fethullah Gülen di Turki (1956-1976)”. Dalam pencarian di Perpustakaan

Utama UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, dan Perpustakaan Fethullah Gülen Chair serta browsing ke beberapa situs internet

25

(24)

yang terpercaya, penulis menemukan beberapa sumber mengenai tema dan judul diatas. Di antara sumber-sumber tersebut ialah:

Zulfahmi, dengan karyanya Fethullah Gülen, Sang Inspirator Gerakan

Damai Masyarakat Sipil di Turki, menguraikan tentang sosok dan pemikiran Fethullah Gülen dalam hubungannya dengan masyarakat Turki. Pemikiran Gullen dipandang sebagai solusi dari permasalahan masyarakat Turki yang berkontribusi dalam menghadapi kemiskinan dan kebodohan sehingga mereka seperti menemukan kembali jalan keislaman mereka dengan damai tanpa harus berhadapan dengan pemerintahan rezim sekuler.

Muhammed Çetin, dengan karyanya The Gülen Movement, menjelaskan

perkembangan gerakan Gülen dari awal terbentuknya hingga sekarang serta memberi pemahaman tentang pemikiran Fethullah Gülen secara lebih komprehensif. Gerakan Gülen yang diprakarsai ulama besar Turki yaitu Fethullah Gülen ini adalah suatu gerakan transnasional agama, sosial dan politik. Gerakan ini adalah gerakan damai yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Turki, tetapi juga di dunia internasional. Berkat gerakan ini, telah berdiri lebih dari 1000 sekolah di lebih dari 100 negara di dunia, enam buah rumah sakit umum, beberapa media cetak dan elektronik, universitas, organisasi bantuan sosial internasional, serta organisasi dialog antar agama internasional. Karya ini mengurai apa rahasia di balik kesuksesan Gülen dan para pengikutnya, bagaimana mereka dapat bertahan di tengah rezim yang kurang bersahabat serta apa saja yang mereka tawarkan sehingga dapat diterima dunia internasional.

Skripsi Savira Rahmayani, Fethullah Gülen sebagai tokoh sentral dalam

(25)

Indonesia. Skripsi ini membahas peranan sentral Gülen dalam membangun dan mengembangkan pergerakannya dalam kajian sosial dan pendidikan.

Skripsi Farhan Taufik, Dimensi Dakwah Fethullah Gülen di Indonesia,

yang diujikan oleh Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karya ini memfokuskan kajian tentang dakwah Fethullah Gülen di Indonesia dalam aspek sosial agama, budaya dan ekonomi.

Skripsi Ali Sahin, Pemikiran M. Fethullah Gülen Dalam Pendidikan

Islam, yang diujikan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membahas pemikiran Gülen dalam konteks pendidikan Islam, dimana Sahin secara gamblang menjelaskan tentang konsep pendidikan yang berperan sebagai penyempurnaan dalam hidup untuk meraih dimensi spiritual, intelektual dan fisikal kemanusiaan.

Salah satu artikel dalam jurnal yang menarik adalah karya Salih Yucel,

“Fethullah Gülen, Spiritual Leader in a Global Islamic Context” yang diterbitkan

dalam Journal of Religion and Society. Dalam tulisannya ini Yucel menjelaskan

pengaruh Fethullah Gülen sebagai intelektual Muslim yang dapat menggabungkan antara Islam dan modernitas disertai dengan beberapa konsep pemikiran Gülen.

(26)

H.

Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima Bab pembahasan.

(27)

BAB II

KONDISI MASYARAKAT TURKI AWAL ABAD 20

Bab ini menguraikan tentang kondisi masyarakat Turki pada awal abad ke-20. Terciptanya negara-negara baru dari hasil reruntuhan Turki Usmani menghasilkan perubahan yang sangat besar yang mencakup bidang sosial, politik, pendidikan bahkan agama. Bahasan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman secara mendalam terhadap dakwah Fethullah Gülen berdasarkan kondisi masyarakat Turki pada masanya. Dinamika masyarakat Turki pada saat itu sedikit banyak mempengaruhi perjuangan dan strategi dakwah Gülen.

A.

Sosial-Politik

Republik Turki yang baru dibentuk lebih bersifat homogen dalam kebangsaan, bahasa dan agama. Karena itu dalam perjanjian Laussane tahun 1923, bangsa Turki pimpinan Atatürk melepaskan diri dari sisa-sisa warisan Dinasti Usmani yang dahulunya berkuasa di sepanjang wilayah Balkan, Anatolia, Mesopotamia, Syria, Lebanon, Palestina, semenanjung Arabia hingga Afrika Utara, dan membatasi diri dalam wilayah yang mayoritas penduduknya berbahasa Turki. Negara yang baru dibentuk ini kemudian menghadapi problem baru dalam bidang pendidikan, institusi sosial dan modal dibandingkan dengan kekurangan sumber daya alam. Terjadinya migrasi dari wilayah timur Anatolia yang kondisi ekonominya lebih terbelakang menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang masif di kota-kota sebelah barat Turki dan kemudian menyebar di wilayah-wilayah sekitarnya.1

(28)

Menurut Lapidus, sejarah Turki modern dibedakan menjadi dua fase. Periode pertama antara 1921 hingga 1950, dan periode kedua dari 1950 hingga sekarang.2 Periode pertama ditandai dengan fase kediktatoran presidensial, reformasi agama, dan tahap program industrialisasi. Setelah perubahan dari Kesultanan menjadi Republik, Turki menerapkan sistem satu partai yaitu Partai Republik (RPP). Partai ini berkomitmen untuk sejalan dengan prinsip-prinsip revolusi yang dikobarkan oleh Atatürk yang bertujuan membangkitkan kehidupan nasional Turki ke puncak tertinggi peradaban sebuah bangsa.3 Pada awal kebijakannya, Partai tidak menghendaki adanya oposisi dalam pemerintahan. Rezim Republik menggunakan lembaga negara sebagai alat untuk menyebarkan informasi tentang kemajuan pertanian, mengorganisir program pendidikan baru, serta mengajarkan ideologi nasional dan sekuler kepada masyarakat. Dalam setiap propagandanya rezim Republik selalu berbicara atas nama rakyat Turki, namun tidak berupaya untuk menjalin hubungan dekat dengan mereka.

Golongan Kemalis adalah sebutan bagi pendukung setia Mustafa Kemal Atatürk. Mereka memiliki tujuan utama untuk menciptakan pembangunan ekonomi nasional dan modernisasi kultural. Mereka berusaha meningkatkan produksi pertanian dengan mereduksi pajak dan berinvestasi dalam proyek jalan dan lintasan kereta api. Pembangunan di segala bidang dimantapkan sehingga dalam tempo sepuluh tahun rezim yang berkuasa telah menyiapkan dasar-dasar bagi kelahiran ekonomi industri modern. Adapun kebijakan paling penting dari kaum Kemalis dengan Partai Republik sebagai corongnya adalah revolusi kultural

2

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (terj) Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 88

3 Donald E. Webster, “State Control of Social Change in Republican Turkey”,

(29)

yang merenggangkan hubungan antara masyarakat dengan agama serta nilai-nilai tradisional dengan jargon kemajuan dan kemoderenan.4

Untuk tujuan tersebut, Lembaga Desa (Village Institute) kemudian

didirikan untuk memudahkan pengembangan loyalitas masyarakat dan untuk berkomunikasi dengan warga negara agar sesuai dengan misi dan nilai yang telah diformulasikan oleh rezim Republik Turki. Meskipun begitu, lembaga ini secara luas dibenci oleh rakyat. Mereka menduga dalang di balik pendirian lembaga-lembaga tersebut adalah pendukung Komunis dan Ateis. Mereka juga meyakini bahwa lembaga tersebut hanya sebagai kontrol negara dan telah gagal mewujudkan retribusi tanah serta melepaskan rakyat dari kekuasaan tuan tanah.5 Sekalipun beberapa kebijakan ekonomi dan kultural rezim Kemalis bersifat radikal, rezim ini bukanlah rezim revolusioner. Tidak ada upaya untuk memobilisasi kaum petani seperti halnya rezim Komunis. Perpaduan antara kebijakan kultural yang radikal dengan kebijakan sosial politik yang konservatif menjadikan Republik Turki sebagai model baru Negara-Bangsa yang pertama di Asia.6

Fase kedua yang dimulai dari tahun 1950 hingga sekarang ditandai dengan kekuasaan multi partai, berkembangnya perbedaan sosial, perubahan ekonomi yang pesat dan berkecamuknya konflik ideologis. Pada tahun 1945, Partai Republik memperkenalkan sistem multi partai dengan memperbolehkan berdirinya Partai Demokrat. Sejak itu kekuasaan pemerintahan beralih dari kediktatoran ke sebuah pemerintahan demokrasi yang terpilih dengan banyak

4

Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, h. 89 5

Muhammed Çetin, Pencerahan Gülen: Gerakan Sosial Tanpa Batas. (terj) Pipin Sophian dkk, (Jakarta: UI-Press, 2013), h. 22

6

(30)

partai di dalamnya. Partai Demokrat memenangkan pemilihan umum dan melancarkan kebijakan-kebijakan ekonomi baru. Salah satu kebijakan Partai Demokrat tentang mekanisasi di bidang pertanian menyebabkan banyak pengangguran dan memaksa buruh di bidang tersebut berimigrasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Pedagang dan usahawan mengakumulasi kekayaan dan dengan pengaruh politik yang kuat menyerukan stabilitas ekonomi mereka. Asal-usul konglomerat industri berskala besar di Turki sekarang berasal dari masa ini.

Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi yang cepat menimbulkan konsekuensi sosial yang tinggi. Bergabungnya para pedagang dalam aktivitas politik bersama dengan Partai Demokrat menimbulkan kecemburuan politik dari pihak-pihak yang merasa terancam. Kekacauan ini menimbulkan kebencian dari kalangan birokrasi dan elite intelektual “Rezim Republik” terhadap pemerintah. Hal ini disebabkan karena kebijakan Partai Demokrat yang berorientasi demokratis serta toleran terhadap Islam dianggap mencederai semangat revolusi Atatürk. Kemudian akibat kondisi ekonomi yang sulit, usahawan dan akademisi yang tidak puas memutuskan untuk menarik dukungan terhadap Partai Demokrat, mengakibatkan mobilisasi mahasiswa untuk melakukan demonstrasi di jalan-jalan.

(31)

memasukkan ideologi revolusioner ke dalam pelatihan taruna dan perwira junior. 7 Kemudian dengan alasan kemerosotan ekonomi, sebuah kudeta militer yang dilancarkan pada tanggal 27 Mei 1960 berhasil menggulingkan pemerintahan Demokrat. Kudeta ini didalangi oleh kubu militer yang bersekutu dengan elite birokrat dan pelajar. Rezim militer kemudian membentuk National Unity

Committee yang bertahan hanya satu tahun, namun berhasil membubarkan Partai Demokrat, menangkap pemimpinnya, dan memberlakukan sebuah konstitusi dan parlemen baru.8

Setelah kudeta militer tahun 1960, Zürcher membagi periode Republik menjadi dua yaitu periode Republik Turki kedua (1960-1979), dan periode Republik Turki ketiga yang bermula sejak tahun 1980.9 Periode Republik Turki kedua ditandai dengan terbentuknya partai-partai sayap kanan maupun kiri, bangkitnya kembali sistem demokrasi, dan kudeta militer. Instabilitas politik yang terjadi mampu diredam sebentar ketika Suleyman Demirel berkuasa dari tahun 1965, namun memburuknya ekonomi, perubahan sosial dan hilangnya kepercayaan publik terhadap negara menggoyahkan pemerintahan. Disamping itu pertentangan antara golongan kiri dan kanan semakin menajam. Partai Nasional Republik Petani (RPNP) mewakili golongan kanan yang radikal, sedangkan golongan kiri membentuk Confederation of Revolutionary Workers’ Unions (DISK). Aktifitas dan kegiatan kelompok ekstremis dan fundamentalis ini menarik para mahasiswa dan pemuda untuk bergabung sehingga memperparah kondisi dalam negeri Turki. Salah satu kelompok ekstremis kiri paling terkenal

7

Muhammed Çetin, Pencerahan Gülen, h. 27-29 8

Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, h. 96

9 Eric J. Zürcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.

(32)

yang muncul dari kegiatan diskusi kampus adalah Revolutionary Youth (

Dev-Genç). Kelompok ini berada di bawah pengaruh paham Marxis dan menyerukan

masyarakat untuk menjatuhkan pemerintahan dengan cara kekerasan. Mereka pada umumnya anti pada imperialisme Barat khususnya Amerika Serikat. Sedangkan kelompok kanan yang bersatu dalam sikap anti-komunisme tidak menyukai kelompok kiri. Mereka mendukung nilai-nilai kesalehan Islam konservatif sebagai norma masyarakat Turki meskipun kerap dimanipulasi demi kepentingan politik semata. Kerusuhan ini terjadi sehingga Demirel terpaksa mengundurkan diri pada tahun 1970 dan militer segera mengambil alih negara pada 12 Maret 1971. Kudeta ini dilancarkan dengan alasan krisis di parlemen dan kurang kompetennya pemerintahan yang menyebabkan bentrokan di jalan-jalan dan di kampus antara kelompok komunis dan ultranasionalis yang melibatkan pasukan keamanan. Alasan ini berulang kali dikatakan ketika pihak militer mengambil alih kekuasaan untuk membenarkan tindakan tersebut.10

Militer kemudian memberlakukan kembali sebuah pemerintahan sipil. Namun, koalisi pemerintahan yang bergantian berkuasa umumnya lemah dan mengalami jalan buntu akibat bergantungnya industri baru terhadap barang impor dan turunnya nilai investasi dalam negeri, hal ini mempengaruhi kegelisahan sosial dan melumpuhkan pemerintahan di akhir tahun 70-an. sehingga konflik yang terjadi sepanjang tahun 70-an seakan meneruskan konflik yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Akhirnya militer kembali mendapatkan kesempatan untuk melakukan kudeta yang mengakhiri periode Republik kedua.11

10 Muhammed Çetin, Pencerahan Gülen, h. 38-41 11

(33)

Kembalinya militer ke tampuk kekuasaan untuk ketiga kalinya pada September 1980 disebut sebagai awal periode Republik ketiga. Ketakutan akan ancaman fundamentalisme pada umumnya dipandang sebagai penyebab utama kembalinya intervensi militer yang mengakhiri Republik kedua. Perbedaan kudeta ini dengan dua kudeta yang terjadi sebelumnya adalah, militer tidak saja mengambil alih pemerintahan namun membubarkan semua partai politik, menangkap para pemimpin politik, menyita aset mereka dan memusnahkan segala sesuatu termasuk arsip-arsip yang terkait dengan masa lalu partai-partai di Turki. Jenderal Kenan Evren yang berkuasa menjelaskan bahwa kelak di Turki sama sekali tidak ada tempat bagi mantan politikus terdahulu. Semua struktur pemerintahan diisi dan dikendalikan penuh oleh rezim militer. Rezim militer mempunyai kekuasaan luas dan menangani urusan pendidikan, pers, kamar dagang, dan serikat kerja, dan kemudian mengarah kepada penutupan sejumlah surat kabar terkemuka. Junta militer juga memberangus kalangan fundamentalis sehingga keberadaan mereka selama masa tersebut menjadi berkurang.12

Tiga kudeta militer dan pertikaian-pertikaian antara berbagai partai politik di Turki mempengaruhi kehidupan masyarakat secara signifikan. Kekerasan dan demonstrasi di jalan-jalan menjadi hal yang biasa. Kekayaan yang meningkat di tahun 1960-an dan awal 1970-an, diikuti dengan kekurangan bahan pangan serta kenaikan harga setelah masa itu, industrialisasi serta kurangnya peluang pertanian dan daya pikat industri-industri baru yang telah dimulai sejak tahun 1950-an menjadi penyebab perpindahan orang-orang dari desa ke kota-kota besar. Perpindahan ini menimbulkan pembangunan pemukiman padat di pinggiran kota

12

(34)

yang disebut gecekondu, rumah yang dibangun sangat kecil dan bergaya lama, mirip dengan kebanyakan rumah umumnya di desa yang dilengkapi dengan kebun atau taman kecil. Meskipun terkesan kumuh, penduduk gecekondu sebenarnya

masih terhubung erat dengan desa asal mereka dan sering kembali untuk sekedar merayakan hasil panen di desa.

Pembangunan gecekondu lama-kelamaan semakin bertambah banyak, hingga mencapai separuh pemukiman yang dibangun di Ankara dan kurang lebih separuh dari penduduk Turki adalah penghuni gecekondu. Pada mulanya

gecekondu tidak dilengkapi dengan infrastruktur seperti listrik, bus dan pos. Namun lambat laun akibat perebutan suara dari kalangan parlemen yang bertumpu pada masyarakat yang tinggal di daerah gecekondu, pemukiman pinggiran tersebut secara bertahap dihubungkan dengan jalur listrik, suplai air, sistem jalan dan saluran pembuangan air. Penduduk yang berpindah ini umumnya sulit mendapatkan pekerjaan reguler di industri baru yang sedang berkembang, namun dapat bekerja secara temporer sebagai buruh harian, pembantu rumah tangga, pedagang keliling, pembersih kantor dan terkadang beberapa anggota dalam satu keluarga berkontribusi dalam pendapatan keluarga.13 Hingga dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Turki modern sangat berkaitan dengan dinamika politik yang terjadi pada rentang masa tersebut.

B.

Pendidikan

Sistem pendidikan di Turki pada masa akhir Turki Usmani masih berkarakter abad pertengahan. Pendidikan ala Eropa cenderung dijauhi karena dicurigai melawan negara serta dianggap tidak sesuai dengan kultur Islam.

13

(35)

satunya bentuk sekolah yang ada hanyalah Medrese yang biasanya melekat pada Masjid dan hanya mengajarkan Al-Qur’an dan Ilmu-ilmu Islam. Untuk orang-orang kaya Usmani biasanya menyewa tutor untuk mengajari anak-anak mereka sastra Arab dan Persia. Pendidikan dalam arti luas tidak ada setidaknya sampai pada peristiwa Tanzimat. Sepanjang periode Tanzimat, upaya untuk melepaskan

diri dari sistem pendidikan lama dimulai dari sekolah menengah guru yang diinstruksikan untuk membuka mata pelajaran sekuler. Sultan Abdul Mecid berperan aktif dalam pembentukan sekolah-sekolah tersebut. Sekitar dua puluh lima sekolah menengah telah dibuka pada tahun 1853.14

Periode akhir Usmani adalah periode pertarungan antara berbagai aliran pemikiran, di mana program Tanzimat dianggap sebagai kebijakan penting yang membuka jalan bagi munculnya sejumlah tokoh intelektual baru yang berafiliasi dengan gerakan Turki Muda (Young Turks) dan kemudian mendominasi

kehidupan politik dan intelektual Usmani setelah tahun 1908. Mereka kemudian berperan besar pada masa pembentukan Turki modern dan menjadi pengusung ideologi nasionalisme meskipun mendapat kecaman dari golongan Islamis dan Usmanis. Golongan yang disebut belakangan sebagai kaum Kemalis berasal dari masa ini. Tokoh intelektual utama dari periode Republik seperti Ahmed Riza, Ziya Gokalp, Besir Fuad, Baha Tevfik dan Abdullah Cevdet sebagian besar dipengaruhi oleh aliran positivisme Perancis dan paham materialisme. Pandangan-pandangan mereka berpengaruh luas di kalangan intelektual lainnya di Turki

14 T. Verschoyle, “Education in Turkey”,

(36)

sehingga juga berdampak pada bidang agama, filsafat, seni dan sastra Turki Modern.15

Terciptanya negara-bangsa dari sisa reruntuhan Turki Usmani merupakan langkah penting dalam mewujudkan transformasi masyarakat Turki terutama dalam bidang pendidikan untuk mengikuti model Eropa. Enam doktrin Mustafa Kemal yaitu Republikanisme, Sekularisme, Nasionalisme, Populisme, Statisme (seluruh pengaturan berpusat kepada negara) dan Revolusionisme16 merupakan ideologi negara Kemalis yang dituangkan dalam konstitusi Turki 1937 dan merupakan basis bagi indoktrinasi di sekolah-sekolah, media massa, dan angkatan bersenjata. Pendidikan pada masa Republik bersifat sentralistik dan ketat karena semua jenis pendidikan dan lembaga ilmiah berada di bawah kontrol Departemen Pendidikan Nasional, begitu pula dengan sekolah-sekolah asing dan milik kaum minoritas berada dalam kontrol negara. Dengan demikian diharapkan bahwa pendidikan dapat menjadi agen perubahan sosial, nilai-nilai dan tatanan lama dalam masyarakat Turki modern.17

Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah sekuler untuk membangun tatanan pendidikan baru, di antaranya adalah dengan mendirikan Lembaga Masyarakat Bahasa Turki pada tahun 1923 yang bertujuan untuk menghilangkan kerak-kerak bahasa Arab dan Persia dari bahasa Turki. Untuk itu dibuatlah sebuah teori yang dinamakan “Teori Bahasa Matahari” yang menyatakan bahwa bahasa

Turki adalah asal-muasal bagi bahasa bangsa-bangsa di dunia. Akibatnya

15

Elizabeth Özdalga (ed), “Late Ottoman Society: The Intelectual Legacy”, Reviewed by: Tahsin Özcan, Insight Turkey, Vol. 15, No. 3 (2013), h. 197

16 William Ochsenwald & Sidney Nettleton Fisher, The Middle East: A History, (New

York: Mcgraw-Hill, 2004), h. 396-401. Lihat juga: Feroz Ahmad, The Making of Modern Turkey, (New Yotk: Routledge, 1994), h. 63

17

(37)

kata yang bukan Turki disingkirkan dan dari 80 persen kata-kata dengan asal-usul bahasa Arab dan Persia pada tahun 1920, yang tersisa hanya tinggal 10 persen saja pada tahun 1980. Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan mengubah aksara Arab-Persia menjadi aksara latin pada tahun 1928 dengan alasan meningkatkan melek huruf.18

Kemudian diambil sebuah kebijakan unifikasi pendidikan (Tevhid-I

Tedrisat Kanunu) pada tahun 1924. Kebijakan ini menghapuskan dualitas

pendidikan pada periode Usmani yang mengajarkan pendidikan agama dan sekuler. Kemudian sistem pendidikan baru dibentuk sesuai dengan model pendidikan di Eropa Barat khususnya sistem Perancis. Sekolah Galatasaray (Galatasaray Lycee) contohnya yang didirikan pada tahun 1868 sebagai hasil dari perjanjian antara Usmani dengan Perancis, dijadikan sebagai model untuk sekolah tingkat menengah. Tahun 1933, Universitas Darülfünun diberi sebuah anggaran

dasar baru dan direkonstruksikan menjadi Universitas Istanbul. Perubahan besar ini mengakibatkan dua pertiga dari pengajarnya diberhentikan dan yang masih dipertahankan adalah pengikut Kemalis yang paling dipercaya.19 Kemudian sejarah revolusi Turki menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah pada tahun 1934 dan berfokus secara luar biasa kepada kisah kepahlawanan dan sosok Mustafa Kemal Atatürk sehingga hampir mencapai tahap pengkultusan.20

Jadi, masyarakat Turki dalam bidang intelektual telah berkembang menjadi masyarakat sekuler dengan pengaruh dari pemikiran-pemikiran para intelektual baru Usmani yang mendukung nasionalisme Turki, sehingga dapat dengan mudah menerapkan sekularisasi dalam bidang pendidikan. Dengan

18

Muhammed Çetin, Pencerahan Gülen, h. 18-20 19 Eric J. Zürcher, Sejarah Modern Turki, h. 234 20

(38)

kebijakan pendidikan yang baru, kalangan Kemalis telah berhasil menjadikan Turki sebagai negara mayoritas muslim yang berpendidikan Barat serta melahirkan generasi-generasi baru yang menggantikan generasi lama hasil pendidikan di masa Turki Usmani.

C.

Keagamaan

Menurut sensus tahun 1950 populasi penduduk Turki kurang lebih 21 juta jiwa dan bertambah menjadi 43 juta jiwa pada tahun 1980.21 Mayoritas penduduk Turki adalah Muslim Sunni-Hanafi yang mencapai 85 persen dari seluruh populasi Turki, 15 hingga 20 persen sisanya adalah sekte Alevi yang merupakan sekte non Sunni terbesar. Sekte ini dianut oleh sebagian etnis Turki dan juga Kurdi. Sekitar 55 juta etnis Turki dan 15 juta etnis Kurdi hidup di wilayah Anatolia dan Thrace Timur.22

Dalam masyarakat Turki Usmani, Islam menjadi penghubung antara kekuatan sosial lokal dengan struktur politik,23 dimana kultur Islam dan ketaatan kepada agama sangat penting secara sosial dan telah berabad-abad menjadi bagian integral dari kebudayaan dan kehidupan individual di Turki.24 Namun akibat dibentuknya Masyarakat Sejarah Turki (Turkish Historical Society) oleh rezim

Atatürk, kebanyakan orang Turki sekarang lebih suka membanggakan asal muasal mereka sejak Pra-Islam di Asia tengah ketimbang pada periode kejayaan Islam.25

21“Turkey, General Information”,

http://www.geohive.com/cntry/turkey.aspx (diakses pada

tanggal 24 Juni 2015)

22 Cemal Karakas, Turkey: Islam and Laicism Between the Interest of State, Politics, and

Society, (Frankfurt: Peace Research Institute Frankfurt, 2007), h. 5

23 Serif A. Mardin, “Ideology and Religion in the Turkish Revolution”,

International Journal of Middle East Studies, Vol. 2, No. 3, (July, 1971), h. 205

24

Paul B. Henze, Turkey: Toward the Twenty-First Century, (Santa Monica: RAND, 1992), h. 6 -7

25

(39)

Sejak itu Islam hanya menjadi rutinitas dan tidak lagi menjadi satu aspek yang luar biasa bagi sejarah masyarakat Turki modern.

Setahun setelah proklamasi kemerdekaan Turki pada tahun 1923, dibentuklah Kementrian Agama (Diyanet Isleri Başkanlığı) yang dimaksudkan

untuk melakukan reformasi terhadap agama sekaligus depolitisasi terhadap mayoritas umat Islam Sunni. Kontrol ketat pemerintah terhadap aktifitas keagamaan diwujudkan dengan pembubaran tarekat-tarekat sufi pada Oktober 1925, melarang aktifitas keagamaan dan kurikulum agama di sekolah-sekolah, mengganti Adzan Arab dengan Adzan Turki, mengambil alih semua institusi-institusi agama dan menyatukannya ke dalam proyek pembangunan Turki modern. Meski menghadapi tekanan seperti itu, Islam tetap menjadi bagian yang kuat dari kehidupan masyarakat Muslim. Golongan tarekat tetap aktif berdakwah secara sembunyi-sembunyi dengan tetap memainkan fungsi-fungsi religius dan sosial dalam masyarakat. Tarekat Nakşibendi adalah salah satu gerakan tarekat yang telah menyebarkan pengaruhnya hingga ke pemerintahan. Tarekat ini melakukan gerakan yang fleksibel untuk menolak manipulasi agama oleh rezim sekuler.26

Penindasan terhadap agama seperti yang dilakukan oleh pemerintahan sekuler ternyata menimbulkan gerakan-gerakan Islam baru yang bernuansa modernis. Gerakan Nurcu adalah salah satu gerakan Islam modernis yang paling

penting di Turki. Gerakan ini timbul dari keprihatinan Said Nursi terhadap kondisi umat Islam yang telah jauh dari ajaran agama. Kondisi Nursi yang diasingkan dan dipenjara selama puluhan tahun oleh rezim sekuler tidak menghalanginya untuk

26 Cihan Tuğal, “Islamism in Turkey: Beyond Instrument and Meaning”,

(40)

membuat pergerakan. Bediuzzaman Said Nursi dengan karyanya Risale-I Nur

(Surat-surat cahaya) menganjurkan kaum muslim untuk menjadikan tauhid sebagai asas hidup mereka dan untuk mempelajari sains dan teknologi modern serta menggunakannya demi kepentingan Islam. Karya Nursi ini telah dilarang pada masa Atatürk namun tetap disalin dengan tangan secara luas oleh para pengikutnya.27

Menjelang pemilihan umum 1950, pengganti Atatürk yaitu Ismet Inönü sedikit lebih moderat dalam hal agama ketimbang pendahulunya.28 Partai Republik pimpinan Inönü yang khawatir dengan perkembangan Partai Demokrat mengambil kebijakan yang lebih toleran kepada agama demi tujuan politis. Di antara kebijakan tersebut adalah dibukanya Fakultas Agama (İlahiyat Fakültesi)

di Universitas Istanbul dan diadakan kembali kursus Imam dan Khatib (İ

mam-Hatip Kursları). Selain itu parlemen juga kembali membolehkan perjalanan Haji

ke Mekkah dan membuka kembali makam para Wali.29 Kebijakan ini dilanjutkan oleh Partai Demokrat yang mengembalikan adzan dengan bahasa Arab yang sebelumnya dikumandangkan dengan bahasa Turki pada 17 Juni 1950, materi agama kemudian ditambahkan ke dalam kurikulum sekolah dan lembaga desa (Village Institutes), dan pada Maret 1952 bacaan Al-Qur’an juga mulai

diperdengarkan di radio milik pemerintah.30 Rezim Demokrat juga membuka lebih banyak sekolah pendidikan Imam dan khatib (İmam-Hatip Okulları),

27 Eric J. Zürcher, Sejarah Modern Turki, h. 250-251

28Howard A. Reed, “Revival Islam in Secular Turkey”, Middle East Journal, Vol. 8, No. 3, (Summer, 1954), h. 270

29

Binnaz Toprak, Islam and Political Development in Turkey, (Leiden: E. J. Brill, 1981), h. 78

30 G. L. Lewis, Nations of Modern World: Turkey, (New York: Frederick A. Praeger, 1955),

(41)

meningkatkan pembangunan dan renovasi Masjid, dan memperbolehkan kembali penjualan literatur-literatur Islam.31

Dengan demikian beragam pembaharuan dalam masyarakat Turki adalah hasil dari program sekularisasi dalam bidang politik dan sosial. Kediktatoran presidensial yang terjadi sepanjang fase pertama Turki modern menghendaki adanya modernisasi serta revolusi kultural dengan jargon kemajuan bangsa Turki. Fase ini bertujuan untuk meruntuhkan tatanan lama yang telah di bangun sejak masa Usmani. Berbeda dengan fase pertama, fase kedua dari Turki modern menunjukkan semangat demokrasi dengan adanya pemilihan umum. Kebijakan ekonomi baru yang diadopsi oleh Partai yang berkuasa menimbulkan elite-elite baru di bidang ekonomi. Meskipun begitu muncul banyak oposisi terhadap pemerintah terutama berasal dari kalangan militer sehingga berakhir dengan kudeta militer.

Setelah periode tersebut, seakan kudeta militer menjadi salah satu tradisi sepuluh tahunan bagi kalan militer dengan alasan menyelamatkan negara. Tiga kudeta militer yang terjadi antara tahun 1960-1980 menimbulkan instabilitas politik dan kekacauan di jalan-jalan. Hal ini diperparah dengan lahirnya partai-partai dari golongan kanan dan kiri yang ekstrem dan radikal. Golongan radikal ini masuk ke kampus-kampus, mempengaruhi mahasiswa serta menyerukan kekerasan. Akhirnya situasi sosial dan ekonomi di masyarakat menjadi tidak menentu. Lapangan pekerjaan menjadi sulit dan memaksa orang-orang pindah dari desa ke kota. Perpindahan ini membentuk perkampungan padat penduduk dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah.

(42)
(43)

BAB III

BIOGRAFI DAN AKTIFITAS DAKWAH FETHULLAH

GÜLEN

Bab ini membahas masa kecil Fethullah Gülen dari sanak keluarga hingga pendidikan dan guru-gurunya, kemudian dilanjutkan dengan jabatannya sebagai Imam dan khatib resmi pemerintah Turki beserta aktifitas dakwahnya di dua kota yang berbeda, yaitu Edirne dan Izmir.

A.

Kehidupan Gülen

Muhammad Fethullah Gülen, tercatat secara resmi lahir pada 27 April 19411 di Korucuk, sebuah desa kecil yang berpenduduk hanya sekitar 50-60 kepala keluarga. Desa ini termasuk distrik Hasankale (Pasinler) dalam wilayah provinsi Erzurum2, Anatolia Timur.3 Fethullah Gülen adalah anak ketiga dari sebelas bersaudara; ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga besar yang taat

1

Muhammad Fethullah Gülen sebenarnya dilahirkan pada 11 November 1938. Ketika itu registrasi kependudukan diperlukan untuk mendapatkan keuntungan administratif, namun ayah Gülen (Ramiz) gagal mendaftarkan nama Fethullah Gülen ketika mendatangi kantor kependudukan di Hasankale untuk pertama kali setelah ia lahir. Kemudian setelah itu Ramiz Gülen ditunjuk untuk menjadi kepala desa dan membuatnya sibuk sehingga baru bisa mendaftarkan nama Fethullah Gülen dua setengah tahun kemudian bersamaan dengan kelahiran adiknya Sıbgatullah pada tahun 1942. Jadi, Gülen meskipun lahir pada tahun 1938, tercatat secara resmi dalam dinas kependudukan Turki lahir pada tahun 1941. Lihat. “1941-1959 Hayat Kronolojisi”, http://tr.fgülen.com/content/view/3502/128/ (diakses tanggal 14 Januari 2015)

2

Erzurum merupakan kota yang berada di bagian timur Anatolia Tengah. Dahulunya Erzurum merupakan wilayah perbatasan paling timur Turki Usmani yang menjadi zona konflik antara kerajaan Rusia, Iran dan Usmani. Selain itu banyak penduduk di wilayah ini terdiri dari para pengungsi dan imigran yang melarikan diri dari Kaukasus setelah perang dengan Kekaisaran Rusia pada tahun 1878. Daerah ini juga mengalami konflik paling berdarah dalam sejarah, yaitu konflik antara Kristen Armenia dengan Muslim yang terjadi pada tahun 1877 dan 1920. Erzurum dikenal sebagai daerah yang sebagaian penduduknya adalah orang-orang saleh dan taat beragama. Lihat Helen Rose Ebaugh, The Gülen Movement: A Sociological Analysis of A Civic Movement Rooted in moderate Islam, (New York: Springer, 2010), h. 181

(44)

beragama. Ayah Gülen, Ramiz Gülen, dalam kesehariannya dikenal sebagai pribadi yang berpengetahuan tinggi, mencintai ilmu pengetahuan, taat, cerdas, dan selalu menggunakan waktu luangnya untuk sesuatu yang bermanfaat. Selain itu, dia juga masyhur dengan kemurahan hati dan kedermawanannya. Ramiz juga sering mengundang para ulama ke rumahnya, karena itulah sejak kecil Fethullah Gülen menjadi terbiasa berkumpul dengan para ulama. Ibunda Gülen bernama Refia Hanım. Dia adalah seorang pengajar Al-Qur’an bagi kaum wanita dan

anak-anak di desanya. Refia terkenal dengan perangainya yang sopan dan menyukai kebaikan.

Nenek Gülen dari pihak ayah bernama Munise Hanım dan dari pihak ibu bernama Hatice Hanım. Munise dikenal sebagai tokoh wanita yang sangat saleh yang tercermin dari kehidupannya sehari-hari. Sedangkan Hatice Hanım berasal dari kalangan bangsawan yang terkenal dengan kelembutan dan kesantunannya. Sedangkan kakeknya dari ayah bernama Syamil Agha dan kakeknya dari ibu bernama Ahmed, keduanya juga adalah sosok saleh dan taat dalam beragama. Kakek dan nenek Fethullah Gülen mempunyai hubungan yang erat dengan cucunya sehingga ia sangat mencintai mereka.4

Singkatnya, Gülen dibesarkan oleh keluarga yang religius yang mendukung anak mereka dalam mendapatkan pendidikan agama yang baik dan berpengaruh bagi hidup Fethullah Gülen pada masa yang akan datang. Sedari kecil Gülen telah dibimbing dalam nuansa spiritual yang kental. Dari keluarganya

4

(45)

pula Gülen mendapatkan pandangan yang mendasar bagi kebutuhan manusia modern akan pendidikan keagamaan sejak dini tanpa menjauh dari realitas kehidupan serta tanpa rasa takut dan khawatir pada masa yang akan datang.5

Selain itu Fethullah Gülen mempunyai kepribadian yang santun dan selalu menjaga hubungan baik dengan kerabat dan keluarganya. Ia juga memiliki energi yang luar biasa, sangat aktif, pemberani, berpandangan tajam terhadap sejarah, sekaligus memiliki semangat yang tak pernah padam. Itu karena ia dibesarkan di tengah kondisi dan lingkungan yang sangat kondusif dan berpengaruh bagi perkembangan kepribadiannya.6 Salah satu kejadian yang amat berpengaruh dalam kehidupan Fethullah Gülen adalah ketika pada 10 Januari 1954 kakek dan nenek yang sangat dicintainya meninggal dunia.7 Saat itu Gülen sedang menempuh pendidikan dasarnya di Erzurum. Ia mengenang kejadian tersebut dalam kata-katanya:

Dunia seakan runtuh bagiku, aku sangat terguncang, setelah kelas berakhir aku keluar, tentu saja, aku tak bisa hadir ke upacara pemakaman mereka. Aku menangis berhari-hari. Aku berdoa siang dan malam dengan mengatakan, ‘ya Allah ambilah juga nyawaku, agar aku dapat bergabung dengan kakek dan nenekku.’ Aku benar-benar tidak bisa menerima kematian mereka. 8

Ketika Gülen beranjak dewasa dan telah menyelesaikan pendidikan agamanya hingga mendapatkan ijazah tradisional, ia kemudian tinggal di Kota Edirne sebagai Imam dan Khatib. Di Edirne, Gülen mempunyai gaya hidup yang sangat sederhana namun tetap bergaul dengan anggota masyarakat yang memiliki

5 Doğu Ergil, Fethullah Gülen and the Gülen Movement in 100 Question, (New York, Blue Dome Press, 2012), h. 5

6

Muhammad Fethullah Gülen, Bangkitnya Spiritualitas Islam, h. XII

7 “1941

-1959 Hayat Kronolojisi”, http://tr.fgülen.com/content/view/3502/128/ (diakses tanggal 19 Januari 2015)

8Latif Erdoğan,

(46)

hubungan baik dengan otoritas sipil dan militer yang ia temui dalam menjalankan tugasnya.9 Begitu pula saat menjalani wajib militer di Ankara dan Iskenderun, Gülen terus menjalankan gaya hidup wara’ dan sederhana sembari memberikan

ceramah kepada para tentara tentang moralitas dan kepercayaan Islam. Keberanian Gülen dalam menyampaikan perilaku Islam yang positif dan bertanggung jawab banyak memberikan pencerahan terhadap lingkungan masyarakat tempat ia berdakwah.10

Menurut Dr. Ali Ünsal (salah seorang murid Gülen), Fethullah Gülen memiliki sifat rendah hati, kasih sayang yang amat besar terhadap seluruh makhluk hidup, kharismatis, memiliki kesetiaan (loyality), istiqamah dan sensitif

terhadap hak-hak manusia. Fethullah Gülen akan tersinggung bila ada yang memujinya berlebihan misalnya sebagai alim, ulama besar, mujtahid atau semacamnya. Gülen lebih suka hanya dipandang sebagai hamba dan muslim biasa. Ia juga sangat penyayang bukan hanya kepada sesama manusia tapi juga kepada seluruh makhluk hidup. Dalam hal ini Ünsal menuturkan satu kisah pada tahun 70-an ketika Gülen dan teman-temannya mengalami kecelakan mobil di sebuah kota. Mobil yang ia tumpangi menabrak sebatang pohon dan susah dikeluarkan karena salah satu cabang pohon tersebut menembus badan mobil. Salah seorang temannya mengatakan bahwa ia akan memperbaiki mobil tersebut dengan memotong pohonnya. Namun Gülen bersikeras bagaimana caranya untuk menyelamatkan mobil dan pohonnya sekaligus. Karena desakan Gülen yang kasihan kepada pohon tersebut, akhirnya mereka pun memutuskan untuk

9

Muhammed Çetin, Pencerahan Gülen: Gerakan Sosial Tanpa Batas. (terj) Pipin Sophian dkk, (Jakarta: UI-Press, 2013), h. 31

10

(47)

memotong mobilnya untuk menyelamatkan pohon tersebut. Hal yang menarik dari cerita di atas adalah ternyata ia tidak melupakan kejadian tersebut hingga sebulan kemudian dan bertanya kembali tentang kabar pohon tersebut kepada temannya.

Dalam hal kesetiaan, Gülen selalu ingat kepada teman dan sahabatnya meskipun mereka telah melupakannya, menanyakan kabar mereka, mengunjungi mereka dan memberi mereka hadiah-hadiah. Ia juga selalu istiqamah dalam menjalan sesuatu khususnya ibadah. Ia beranggapan bahwa dakwah harus dimulai dari diri sendiri lalu kepada sekitarnya. Segala perkataannya ia tepati hingga sedetail apa pun. Ini dibuktikan dengan sensitifitasnya terhadap hak-hak manusia. Selama bertugas di sekolah Al-Qur’an ia tidak pernah mengambil gaji, tidak pernah memakai barang milik murid-muridnya dan selalu membayar apa yang ia gunakan dan apa yang ia makan. Sensitifitasnya dan keistiqamahannya ini yang membawanya menjadi dai yang paling berpengaruh di Turki.11

B.

Pendidikan Gülen

1. Pendidikan Agama

Fethullah Gülen menyelesaikan pendidikan agamanya di bawah bimbingan sejumlah ulama terkemuka dan sufi, serta memperoleh ijazah Islam tradisional (lisensi untuk mengajar). Pendidikan agama ini diberikan hampir seluruhnya dalam sistem informal. Sebenarnya sistem ini diabaikan dan tidak diakui oleh negara meskipun tetap berjalan beriringan dengan sistem pendidikan formal. Ketika itu rezim Republik memperbolehkan shalat di masjid secara berjamaah, tetapi seluruh bentuk ajaran dan praktik agama dilarang. Meskipun

11 Wawancara dengan Dr. Ali Ünsal, Direktur Fethullah Gülen Chair pada tanggal 26 Mei

(48)

begitu, kedua orang tua Gülen seperti masyarakat Turki lainnya pada umumnya tetap menjaga tradisi Islam warisan Turki Usmani dan memastikan anak-anak mereka mendapatkan pelajaran Al-Qur’an dan praktik dasar agama termasuk shalat sembari menghindari konfrontasi dengan penguasa rezim sekuler.12

Kedua orang tua Gülen mendidik sendiri pendidikan dini dan ajaran agama anaknya. Itulah sebabnya Gülen pertama kali mendapatkan pengajaran membaca Al-Qur’an langsung dari ibundanya. Pada tahun 1945 ketika usianya baru menginjak empat tahun, Fethullah Gülen telah mampu mengkhatamkan Al-Qur’an hanya dalam waktu satu bulan. Hal itu dikarenakan setiap tengah malam

ibundanya membangunkan Gülen dan menyampaikan nasehat serta mengajari Gülen bacaan Al-Qur’an.13 Dalam buku “Contemporary Islamic Conversation” Gülen mengungkapkan kekaguman dan kebanggaannya terhadap ibunya tersebut dalam kata-katanya.

I was nine or ten, I was completing my memorization of the Qur’an and the same time I used to help my mother. I used to help her make dough, cook, wash the dishes and clothes. Of course she still had a lots of thing left to do. She also milked the sheep and the cows. For the reason, my mother’s life was a hardship on whole. Despite all this, she is struggle to rise us.14

Saat saya berusia sembilan atau sepuluh tahun, saya telah menyelesaikan hafalan Al-Qu’an saya dan dalam waktu yang sama

Gambar

Tabel daftar rekaman ceramah dan khutbah Fethullah Gülen tahun 1973-1976.1

Referensi

Dokumen terkait

Diberitahukan kepada seluruh peserta Pelelangan Sederhana Pascakualifikasi pekerjaan diatas, dengan ini kami Pokja ULP, mengumumkan Penetapan Pemenang untuk pekerjaan

diatas dapat kita ketahui hasil uji beda kekasaran permukaan resin nanokomposit bermatriks bis-GMA antara yang direndam coca cola dengan aqua pada lama waktu perendaman

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadrat Allah SWT karena dengan izin dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul ‘Tingkat Pengetahuan

 Pasangan Calon Gubernur, Bupati, dan Walikota dapat mengajukan permohonan sebagai Pihak Terkait sejak permohonan dicatat dalam e-BRPK dan/atau diunggah pada Laman Mahkamah.

Formulasi Tablet Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia, L.) dengan Variasi Laktosa dan Aerosil Sebagai Bahan Pengering.. Di bawah bimbingan Agus Siswanto dan

Menurut Arsil (2000:43), kecepatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, sedangkan faktor tersebut tergantung dari jenis kecepatannya. Seperti: kecepatan reaksi

Walaupun dalam rubrik ”Deteksi” Jawa Pos banyak digunakan bentuk interferensi yang merupakan indikator ketidakbakuan dan ketidakcermatan pemakaian ejaan, bukan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suhaimi selaku Kepala Desa Kuala Baru Sungai pada kamis, 31 Januari 2019 pukul 08.00 mengatakan bahwa pelaksanaan Musrenbang di