FAKTORR-FAKTOR (Studi K Diaj U D DEPART FAKUL U
R YANG M
Kasus di Du Kecam Kabu ajukan Gun Untuk Memp Departemen D HOTN TEMEN IL LTAS ILM UNIVERSI MEMPENG MUDA usun IX Ser matan Perc
upaten Del
SKRIP
na Memenu mperoleh Ge n Ilmu Kes
DISUSUN NATALIA 0909020 LMU KESE MU SOSIAL ITAS SUM MEDA 2013 GARUHI PE A roja Pasar cut Sei Tua li Serdang)
PSI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Hotnatalia Naibaho
Nim : 090902029
ABSTRAK
FAKTOR-FATOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN USIA MUDA (STUDI KASUS DI DUSUN IX SEROJA PASAR VII TEMBUNG
KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG) Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 87 Halaman, 4 Tabel, dan 6 Lampiran
Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Pernikahan usia muda saat ini banyak terjadi dibeberapa kalangan baik yang ada di kota maupun di desa. Seperti yang terjadi di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Terjadinya perkawinan di usia muda dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan di usia muda.
Penelitian dilakukan di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah menikah di usia muda yaitu sebanyak 6 orang dan seorang tokoh agama. Teknik pengumpulan data dengan dengan studi pustaka, studi lapangan, wawancara mendalam dan observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitatif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan pernikahan usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan dikarenakan hamil di luar nikah (Marrige By Acident) dan bukan hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan mereka menikah di usia muda seperti faktor kemauan sendiri (merasa sudah saling mencintai), faktor dorongan orang tua/ keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu rendah dikarenakan keadaan ekonomi yang serba pas-pasan.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Hotnatalia Naibaho Nim : 090902029
ABSTRACT
FACTORS AFFECTING YOUNG AGE MARRIAGE (CASE STUDY DUSUN IX SEROJA PASAR VII TEMBUNG SUBDISTRIC PERCUT SEI TUAN
DELI SERDANG REGENCY)
(This thesis consists of 6 chapters, 87 Pages, 4 Tables and 6 Appendix)
Marriage is a very important event and never forgotten in the course of one's life in a form and build a happy family. Marriage at a young age is a lot happening in some circles both in cities and villages. As in Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung subdistric Percut Sei Tuan Deli Serdang regency. The marriage at a young age is influenced by various factors that encourage them to establish a marriage at a young age.
The study was conducted in Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Percut Sei Tuan Deli Serdang regency. This study is descriptive, where informants in this study is that couples who had been married at a young age as many as 6 people and a religious leader. Data collection techniques to the study of literature, field studies, in-depth interviews and observation. The data obtained in the field and then analyzed by researchers who described qualitatively, so that in the end it can be concluded from these findings.
The results showed that the dominant factor in the young marriage in Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Percut Sei Tuan due to pregnancy out of wedlock (Marrige By acident) and not only that, there are other factors that cause them to get married at a young age as factors willingness it self (feel 've loved each other) , factor encouragement of parents / families, as well as the educational factor is so low due to the economic situation which is toomediocre.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pernikahan Usia Muda (Studi Kasus di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,
arahan, dan masukan dari semua pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Maka Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
ini, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
2. Ibu Hairani Siregar, S.sos, M.Sp, selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial.
3. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si. Ph.D, selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan
dukungan serta masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Kepada kedua orangtua saya, Bapak R. Naibaho dan mama Nurmala. Br.
Simbolon, yang talah memberikan doa, dukungan sehingga skripsi ini
dapat selesai.
5. Kepada abang-abang, kakak saya dan adik saya yang saat ini sedang
6. Buat teman saya Julia Hartati Br. Pasaribu yang sama-sama berjuang.
Trimakasi buat dukungannya. Kepada Anita Romauli Priskila Purba
(bebek) dan Vera Br. Simbolon. Ayo cepat kerjakan skripsi jangan cari job
aja trus.
7. Buat keluarga bogul (Obok/ Josua, Gomos, Odel, Mesra dan Nesry).
Kepada Juliarni Sipayung, Evi, Jane, dan cek Henny trimakasih atas
dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Buat teman-teman kesos 09 dan adik stambuk ( Hana, Desi dan Riada)
yang mendukung dalam penulisan skripsi ini. Buat teman-teman yang
tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung dan membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam
menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari
segi isi maupun penulisan dari skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan
saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang
akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang turut membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga
bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Oktober 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR BAGAN...ix
DARTAR LAMPIRAN………x
BAB I. PENDAHULUAN ...….1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...10
1.3. Tujuan Penelitian ...10
1.4. Manfaat Penelitian ...10
1.5. Sistematika Penulisan…………...………...11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...12
2.1. Pernikahan………...12
2.1.1. Pengertian Pernikahan ...12
2.1.2. Tujuan Pernikahan………..………...….…...15
2.2. Pernikahan Usia Muda ...17
2.2.1. Pengertian Pernikahan Usia Muda………….………...……...……17
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda.…...…19
2.2.3 Risiko Pernikah Usia Muda ……….………....24
2.2.4 Usia ideal untuk menikah …….………...…26
2.4. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional..……….………...33
2.4.1. Defenisi Konsep………..…….………..…...33
2.4.2. Defenisi Oprasional ………….…..………..….…34
BAB III. METODE PENELITIAN ...37
3.1. Tipe Penelitian...37
3.2. Lokasi Penelitian ……..………...37
3.3 Unit Analisis dan Informan………..…………...38
3.3.1. Unit Analisis………..…………...38
3.3.2. Informan………..………….…38
3.3.2.1. Informan Kunci………..………..38
3.3.2.2 Informan Tambahan………..………....39
3.4. Teknik Pengumpulan Data ……….………….…….39
3.5 Teknik Analisis Data……….……….…40
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN…….…..……..……….41
4.1. Lokasi dan Luas Desa……….………..……….…41
4.2. Tata Ruang Desa………..………..42
4.3. Cara Mencapai Desa………..……….43
4.4. Kondisi Sosial Ekonomi………..………...47
4.4.1. Penduduk………..……….……….….47
4.4.2. Menurut Agama………..……….………....48
4.4.3. Menurut Mata Pencaharian…………..……….………...49
4.5.1. Fasilitas Jalan dan Jembatan………..…..………50
4.5.2. Fasilitas Pendidikan ………...…………51
4.5.3. Fasilitas Beribadah ……….52
BAB V. ANALISIS DATA………....53
5.1. Temuan………...53
5.1.1. Informan I ………..…54
5.1.2. Informan II ………..…..58
5.1.3. Informan III ……….……..61
5.1.4. Informan IV ……….………..64
5.1.5. Informan V ………...68
5.1.6. Informan VI ……….…..71
5.1.7. Informan VII ……….73
5.2. Analisis Data……….….…75
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN……….……84
6.1. Kesimpulan……….…...84
6.2. Saran……….….…85
DAFTAR TABEL
No Tabel Hal
1. Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin 47
2. Tabel 4.2 Persentase Penduduk Berdasarkan Agama 48
3. Tabel 4.3 Persentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian 49
DAFTAR BAGAN
No Bagan Hal
LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
2. Foto
3. Berita Acara Seminar Proposal Penelitian
4. Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Poposal/Penelitian Skripsi
5. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Hotnatalia Naibaho
Nim : 090902029
ABSTRAK
FAKTOR-FATOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN USIA MUDA (STUDI KASUS DI DUSUN IX SEROJA PASAR VII TEMBUNG
KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG) Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 87 Halaman, 4 Tabel, dan 6 Lampiran
Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Pernikahan usia muda saat ini banyak terjadi dibeberapa kalangan baik yang ada di kota maupun di desa. Seperti yang terjadi di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Terjadinya perkawinan di usia muda dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan di usia muda.
Penelitian dilakukan di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah menikah di usia muda yaitu sebanyak 6 orang dan seorang tokoh agama. Teknik pengumpulan data dengan dengan studi pustaka, studi lapangan, wawancara mendalam dan observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitatif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan pernikahan usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan dikarenakan hamil di luar nikah (Marrige By Acident) dan bukan hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan mereka menikah di usia muda seperti faktor kemauan sendiri (merasa sudah saling mencintai), faktor dorongan orang tua/ keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu rendah dikarenakan keadaan ekonomi yang serba pas-pasan.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Hotnatalia Naibaho Nim : 090902029
ABSTRACT
FACTORS AFFECTING YOUNG AGE MARRIAGE (CASE STUDY DUSUN IX SEROJA PASAR VII TEMBUNG SUBDISTRIC PERCUT SEI TUAN
DELI SERDANG REGENCY)
(This thesis consists of 6 chapters, 87 Pages, 4 Tables and 6 Appendix)
Marriage is a very important event and never forgotten in the course of one's life in a form and build a happy family. Marriage at a young age is a lot happening in some circles both in cities and villages. As in Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung subdistric Percut Sei Tuan Deli Serdang regency. The marriage at a young age is influenced by various factors that encourage them to establish a marriage at a young age.
The study was conducted in Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Percut Sei Tuan Deli Serdang regency. This study is descriptive, where informants in this study is that couples who had been married at a young age as many as 6 people and a religious leader. Data collection techniques to the study of literature, field studies, in-depth interviews and observation. The data obtained in the field and then analyzed by researchers who described qualitatively, so that in the end it can be concluded from these findings.
The results showed that the dominant factor in the young marriage in Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Percut Sei Tuan due to pregnancy out of wedlock (Marrige By acident) and not only that, there are other factors that cause them to get married at a young age as factors willingness it self (feel 've loved each other) , factor encouragement of parents / families, as well as the educational factor is so low due to the economic situation which is toomediocre.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah
terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina
keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam
mempersiapkan segala sesuatu yang meliputi aspek fisik, mental, dan sosial
ekonomi. Pernikahan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit
terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan
suatu masyarakat, bangsa dan negara.
Pernikahan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak
memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa
atau di kota. Namun tidak sedikit manusia yang sudah mempunyai kemampuan
baik fisik maupun mental akan mencari pasanggannya sesuai dengan apa yang
diinginkannya.
Dalam UU No. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa
pernikahan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974
ayat (1) pernikahan dapat dan dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan
berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan pernikahan
masing-masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat
izin kedua orangtua, sesuai dengan kesepakatan pihak Badan Kependudukan dan
MOU yang menyatakan bahwa Usia Pernikahan Pertama diijinkan apabila pihak
pria mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 20
Secara umum dapat dikatakan patokan minimal usia itu tergolong muda.
Batasan usia tersebut terlalu muda baik dilihat dari kondisi fisik maupun pisikis,
karena dengan kondisi demikian sukar untuk merealisasikan tujuan kebahagiaan
lahir batin sebagaimana menjadi maksud dari UU No. 1 tahun 1974
Dalam kehidupan manusia pernikahan bukan bersifat sementara tetetapi
untuk seumur hidup. Sayangnya tidak semua orang bisa memahami hakekat dan
tujuan dari pernikahan yang seutuhnya yaitu, mendapatkan kabahagiaan yang
sejati dalam berumahtangga.
Tingginya angka perceraian di Indonesia membuktikan perceraian ini
banyak terjadi akibat dari suami atau isteri yang ketika menghadapi masalah yang
tak kunjung dapat ia selesaikan mereka lalu merasa tidak bahagia ironisnya lagi,
dalam tekanan akibat masalah yang menimpanya itu, kemudian mereka secara
tidak sadar menggugat dirinya sendiri dengan menanyakan apakah ia tidak layak
mendapatkan kebahagiaan. Padahal kebahagiaan itu bersifat relatif. Karena
sifatnya yang relatif itu, maka ketika kebahagiaan semakin dicari, maka kita akan
semakin sulit mendapatkannya.
Kasus perceraian yang terjadi tahun 2010, yakni sebanyak 285.184 kasus.
Berdasarkan data yang dirilis Direktur Jendral Bimas Islam Kementerian Agama
Republik Indonesia, tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia yang menikah
sebanyak 2 juta orang, sementara 285.184 perkara yang berakhir dengan
Perceraian seringkali terjadi akibat faktor ekonomi, dan ketidakcocokan
individu dalam perjalanan rumahtangganya karena mereka mempertahankan ego
masing-masing. Perceraian dianggap sebagai salah satu pilihan cepat yang
ditempuh banyak pasangan setelah merasa terjebak dalam situasi yang dirasa kian
menjemukan. Sudah tidak ditemukannya lagi sesuatu yang dicari dari
pasangannya seperti yang diharapkan sebelum menikah. Persepsi yang telah
berubah dan harapan yang tidak terpenuhi pun turut mendorong keinginan untuk
bercerai.
Begitu juga dengan kesiapan finansial, karena finansial merupakan syarat
mutlak yang harus ada di dunia. Tanpa finansial, suatu pernikahan tidak akan
terwujud. Bagaimana mungkin suatu pernikahan akan terwujud bila tanpa modal
materi, apalagi pada zaman sekarang ini. Kesiapan fiansial dalam hal ini juga
berkaitan dengan kesiapan manusia untuk memberi nafkah pada keluarganya
nanti. Karena itu, seseorang yang mau menikah harus mempunyai pekerjaan
terlebih dahulu atau minimal mempunyai modal finansial dalam menghidupi
keluarganya nanti (Bachtiar, 2004:22)
Pernikahan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan
hubungan biologis namun juga membentuk sebuah keluarga yang menuntut
pelaku pernikahan mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam
pernikahan. Karena pernikahan merupakan ikatan yang kuat didasari oleh
perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup. Dan
tentunya dalam jangka waktu yang lama dan didalam pernikahan tersebut terdapat
untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis serta mendapatkan
keturunan.
Pernikahan usia muda merupakan istilah yang sudah tidak asing di telinga
kita. Mengingat pernikahan usia muda bukan menjadi suatu hal baru untuk
diperbincangkan. Masalah ini sering diangkat dalam berbagai seminar dan
diskusi. Tema tersebut juga sering dibicarakan oleh media massa, baik elektronik
maupun non-elektronika. Masalah ini memang sebagai suatu tema yang laris
menggundang peminat, maka tidak mengherankan meskipun hal ini sering
dibahas namun selalu ramai dan mendapat perhatian, khususnya dari kalangan
kawula muda.
Pernikahan usia muda juga masih banyak dijumpai di negara berkembang
termasuk Indonesia. Sebenarnya pernikahan usia muda pada jaman
teknologi seperti sekarang ini merupakan kemunduran ke masa lampau,
ketika pendidikan masih belum berkembang. Pernikahan usia muda tidak
hanya terjadi di desa-desa tetetapi juga di kota-kota besar akibat pergaulan bebas
yang mengakibatkan kehamilan.
Pernikahan usia muda tersebut dilakukan di beberapa kalangan baik yang
ada di kota maupun di desa, sehingga hal tersebut menuai kontroversi.
Berdasarkan Survei Data Kependudukan Indonesia tahun 2007 terkait dengan
pernikahan usia muda, dibeberapa daerah tercatat sepertiga dari jumlah
pernikahan terdata dilakukan pasangan usia di bawah 16 tahun. Di Jawa Timur,
angka pernikahan dini mencapai 39,43%; Kalimantan Selatan 35,48%; Jambi
Kasus pernikahan usia dini, juga tidak hanya terjadi pada masyarakat
pedesaan tetapi juga pada masyarakat wilayah perkotaan yang tingkat
pendidikannya rata-rata lebih tinggi. Menurut data laporan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional tentang pencapaian target Tujuan Pembangunan
Millenium Development Goals Indonesia tahun 2008, sebanyak 34,5% dari
2.049.000 pernikahan yang terjadi setiap tahun merupakan pernikahan usia dini.
Pada tahun 2011 terjadi 696.660 kasus pernikahan usia dini, di Jawa Timur
angkanya bahkan lebih tinggi dari angka rata-rata nasional, sampai 39%.
(Bappenas, 2009).
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Pusat Kajian dan
Perlindungan Anak di Indonesia, lebih dari 20 % masyarakatnya menikahkan
anak-anaknya dalam usia muda. Rata-rata anak yang dinikahkan pada usia muda
berusia antara 10-18 tahun dan didominasi perempuan. Perbandingan jumlah
angkanya bisa mencapai tiga kali lipat dari jumlah anak lelaki yang dinikahkan
dini. Sebab, dari data statistik tahun 2005, jumlah perempuan yang menikah usia
dini/muda mencapai 1600 orang sedangkan lelaki sekitar sekitar 500 orang.
Persentasi ini membuktikan masih sangat banyak masyarakat yang tidak
mengetahui mengenai dampak dan sebab akibat pernikahan usia muda tersebut.
Kemungkinan lain, informasi mengenai kesehatan reproduksi masih sangat
kurang disosialisasikan
Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat
itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Usia 20 – 24 tahun dalam psikologi,
dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya
kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi siremaja masih ingin
bertualang menemukan jati dirinya.
Menurut Hoffman dkk (dalam Adhim: 2002, 38) mengatakan bahwa usia
20 sampai dengan 24 tahun adalah sebagai saat terbaik untuk menikah dan selain
untuk keutuhan rumah tangga. Rentan usia ini juga paling baik untuk mengasuh
anak pertama. Senada dengan hal tersebut Rudangta juga mengatakan bahwa
idealnya untuk menikah adalah pada saat dewasa awal yaitu berusia 20 tahun
sebelum 30 tahun untuk wanita sedangkan untuk laki-laki adalah 25 tahun.
Mengingat baik secara biologis dan psikis sudah matang, sehingga fisiknya untuk
memiliki keturunan sudah cukup matang. Artinya risiko melahirkan anak cacat
atau meninggal itu tidak besar (http://lifestyle.okezone.com/index.php/ReadStory
/2008/10/29/29 /158639/ketahuirisiko- pernikahan-dini-yuk, diakses pukul 21.35
WIB, 6 Oktober 2012).
Kematangan emosi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
menjaga kelangsungan pernikahan. Pasangan suami istri yang memiliki
kematangan emosi ketika memasuki gerbang pernikahan akan cenderung lebih
mampu dalam mengelola segala perbedaan yang muncul. Adhim (2002: 109)
menyebutkan bahwa:
Kematangan emosi merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga
kelangsungan pernikahan. Karena dengan bertambahnya kematang emosi ataupun
cara berpikir seseorang akan lebih bisa menghadapi permasalahan dalam rumah
tangga baik suami maupun istri. Karena memasuki suatu pernikahan dituntut
untuk melibatkan diri secara emosional atau batin, dalam hal ini bahwa individu
yang telah memasuki lembaga pernikahan harus mampu mengendalikan dan
mengembangkan kebutuhan emosional dengan pasangan hidupnya agar tercapai
sebuah suasana rumah tangga yang bahagia, seperti yang menjadi tujuan dari
dilaksanakannya pernikahan.
Pernikahan yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara
fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam
kehidupan berumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab
terjadinya pernikahan di usia muda dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang
mendorong mereka untuk melangsungkan pernikahan di usia muda.
Pernikahan pada usia muda biasanya kurang memperoleh keturunan yang
berkualitas dan tingkat kesejahteraan rumah tangga rendah. Karena kondisi
ekonomi sangat berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga sehingga tingkat
ekonomi yang rendah seringkali menjadi penyebab terjadinya permasalahan
dalam keluarga. Akibatnya banyak masalah yang ditemui karena kondisi
keuangan yang memperihatinkan sehingga menyebabkan kondisi keluarga
menjadi tidak harmonis.
Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak,
karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi
Selain mempengaruhi aspek fisik, umur ibu juga mempengaruhi aspek
psikologi anak, ibu usia remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam
arti keterampilan mengasuh anaknya. Ibu muda ini lebih menonjolkan sifat
keremajaannya daripada sifat keibuannya.
Pernikahan di usia muda juga dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi
anak perempuan, terutama bila terjadi kehamilan di usia muda. Hal ini
dikarenakan kematangan secara biologis yang belum betul-betul sempurna dapat
mengakibatkan kematian saat melahirkan. Selain itu, kematangan secara pribadi
juga masih belum maksimal. Untuk itu, setiap pasangan perlu matang secara
pribadi dalam menghadapi lingkungan yang berbeda satu sama lain. Keluarga
besar terkadang memiliki peran yang kuat dalam kehidupan rumah tangga
pasangan suami istri, sehingga keputusan keluarga cenderung lebih dominan.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi perlu disikapi secara matang untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari pasangan tersebut.
Pernikahan pada usia muda juga banyak terjadi di Pasar VII Tembung
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Desa Sambirejo Timur. Ada
beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan di usia muda didaerah ini.
Apabila kita cermati dengan seksama yang mendasari terjadinya pernikahan di
usia muda khususnya di masyarakat adalah karena adanya beberapa faktor seperti
faktor ekonomi, bahwa pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga
yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka
Kondisi ekonomi masyarakat di Tembung masih tergolong rendah.
Apalagi dewasa ini pemenuhan kebutuhan sehari-hari dirasakan sangat berat,
dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok, dan banyaknya anak yang putus
sekolah dan tidak mampu melanjutkan kejenjang pendidikan, sehingga mereka
banyak mencari pekerjaan untuk meringankan baban orang tuanya. Anak laki-laki
bekerja sebagai kuli, menjadi tukang cuci motor dan kuli bangunan, sedangkan
anak-anak perempuan bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau tinggal di
rumah saja, kemudian dinikahkan. Sehingga banyak terjadi pernikahan diusia
muda.
Faktor keluarga juga mempengaruhi seseorang untuk menikah pada usia
yang masih tergolong muda, biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh
anaknya untuk menikah secepatnya tanpa memikirkan umur mereka, karena orang
tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan
karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket
sehingga segera menikahkan anaknya dan takutnya juga anaknya dikatakan
perawan tua sehingga segera dinikahkan ini di sebabkan karena hukum adat masih
berlaku.
Pada umumnya orang tua di daerah Tembung masih berangapan bahwa
seorang anak tidak perlu mengenyam pendidikan yang tinggi karena mereka akan
berada di dapur dan tentunya sebagai ibu rumah tangga yang hanya akan
mengurus keluarga, karena inilah banyak orang tua yang menikahakan anaknya
Berdasarkan uraian tersebut ,maka peneliti tertarik untuk menelaah dan
mengkaji lebih lanjut dengan suatu penelitian yang berjudul: “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka
penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut “ faktor-faktor apa
yang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda (Studi Kasus di dusun IX
Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang)”?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda di dusun IX Seroja Pasar VII
Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
pengembangan teori-teori terkit harmonisasi keluarga, model pembinaan generasi
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I : PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakan masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematis
penulisan penelitian.
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan
masalah objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran,
defenisi konsep dan defenisi operasional.
Bab III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,
populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta
teknik analisis data.
Bab IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data yang lain turut memperkaya
ilmiah ini.
Bab V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian beserta analisisnya.
Bab VI : PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dan saran yang bermanfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pernikahan
2.1.1 Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat untuk
hidup bersama hingga hayatnya. Agar kehidupan rumah tangga ini dapat langgeng
sepanjang masa, mutlak diperlukan ikatan yang kuat berupa rasa cinta dan saling
memahami.
Pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang
didalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belaah pihak. Janji setia
yang terucap merupakan sesuatu yang tidak mudah diucapkan.
Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan,
mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan defenisi pernikahan menurut Duvall & Miller (1985)
“Socially recognized relationship between a man and woman that provider
for sexual relationship, legitimates childbearing and establishes a division
of labour between spouses”
Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan bukan semata-mata legalisasi,
dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari
itu pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga.
memenuhi kebutuhannya dan mengembangkan dirinya. Pernikahan sifatnya kekal
dan bertujuan menciptakan kebahagian individu yang terlibat didalamnya.
Menurut Bachtiar (2004) defenisi pernikahan adalah pintu bagi
bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam
jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan
kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Pernikahan
itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat
mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara
kelangsungan manusia di bumi.
Terruwe menyatakan bahwa pernikahan merupakan suatu persatuan.
Persatuan itu diciptakan oleh cinta dan dukungan yang diberikan oleh seorang pria
pada isterinya, dan wanita pada suaminya.
Menurut Goldberg pernikahan merupakan suatu lembaga yang sangat
populer dalam masyarakat, tetetapi sekaligus juga bukan suatu lembaga yang
tahan uji. Pernikahan sebagai kesatuan tetap menjanjikan suatu keakraban yang
bertahan lama dan bahkan abadi serta pelesatarian kebudayaan dan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan interpersonal (http://smktpi99.blogspot.com/2013
/01/pernikahan/15.html diakses pukul 11.34 WIB, 26 Februari 2013).
Menurut Kartono (1992), pengertian pernikahan merupakan suatu institusi
sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna
pernikahan berbeda-beda, tetetapi praktek-prakteknya pernikahan dihampir semua
kebudayaan cenderung sama pernikahan menunujukkan pada suatu peristiwa saat
para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan
upacara dan ritual-ritual tertentu.
Menurut Saxton pernikahan memiliki dua makna, yaitu:
a. Sebagai suatu institusi sosial. Suatu solusi kolektif terhadap kebutuhan
sosial. Eksistensi dari pernikahan itu memberikan fungsi pokok untuk
kelangsungan hidup suatu kelompok dalam hal ini adalah masyarakat.
b. Makna individual. Pernikahan sebagai bentuk legitimisasi (pengesahan)
terhadap peran sebagai individual, tetetapi yang terutama, pernikahan di
pandang sebagai sumber kepuasan personal.
Menurut Abdul Jumali pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita, hidup bersama dalam rumah tangga,
melanjutkan keturunan menurut ketentuan hukum syariat Islam.
Hukum katholik pernikahan adalah ikatan seumur hidup antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang terjadi atas persetujuan kedua
belah pihak yang tidak dapat ditarik kembali.
Berdasarkan berbagai definisi tentang pernikahan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan
perempuan sebagai suami isteri yang memiliki kekuatan hukum dan diakui secara
sosial dengan tujuan membentuk keluarga sebagai kesatuan yang menjanjikan
2.1.2 Tujuan pernikahan
Bagi mayoritas penduduk Indonesia, sebelum memutuskan untuk menikah
biasanya harus melalui tahap-tahapan yang menjadi prasyarat bagi pasangan
tersebut. Tahapan tersebut diataranya adalah masa perkenalan atau dating
kemudian setelah masa ini dirasa cocok, maka mereka akan melalui tahapan
berikut yaitu meminang. Peminangan (courtship) adalah kelanjutan dari masa
perkenalan dan masa berkencan (dating). Selanjutnya, setelah perkenalan secara
formal melalui peminangan tadi, maka dilanjutkan dengan melaksanakan
pertunangan (mate-selection) sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk
melaksanakan pernikahan (Narwoko, dalam Kertamuda,2009:25).
Pernikahan merupakan aktivitas sepasang laki-laki dan perempuan yang
terkait pada suatu tujuan bersama yang hendak dicapai. Dalam pasal 1
Undang-Undang pernikahan tahun 1974 tersebut diatas dengan jelas disebutkan, bahwa
tujuan pernikahan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Walgito (2002), masalah pernikahan adalah hal yang tidak
mudah, karena kebahagiaan bersifat reltif dan subyektif. Subyektif karena
kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain, relatif karena
sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan kebahagiaan dan belum
tentu diwaktu yang lain juga dapat menimbulkan kebahagiaan.
Masdar Helmy (dalam Bachtiar, 2004) mengemukakan bahwa tujuan
pernikahan selain memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga
mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang
bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.
Menurut Soemijati (dalam bachtiar, 2004) tujuan pernikahan adalah untuk
memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan dasar cinta dan
kasih sayang, memperoleh keturunan yang sah dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh hukum.
Menurut Bachtiar (2004), membagi lima tujuan pernikahan yang paling
pokok adalah:
1 Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan
rumah tangga yang damai dan teratur
2 Mengatur potensi kelamin
3 Menjaga diri dari perbuatan-perbuan yang dilarang agama
4 Menimbulkan rasa cinta antara suami-isteri
5 Membersihkan keturunan yang hanya bisa diperoleh dengan jalan
pernikahan.
Sedangkan menurut Ensiklopedia Wanita Muslimah (dalam bacthtiar,
2004), tujuan pernikahan adalah:
1 Kelanggengan jenis manusia dengan adanya keturunan
2 Terpeliharanya kehormatan
3 Menenteramkan dan menenagkan jiwa
4 Mendapatkan keturunan yang sah
2.2 Pernikahan Usia Muda
2.2.1 Pengertian Pernikahan Usia Muda
Pernikahan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di usia yang masih muda/remaja.
Sehubungan dengan pernikahan usia muda, maka ada baiknya kita terlebih dahulu
melihat pengertian daripada remaja (dalam hal ini yang dimaksud rentangan
usianya). Golongan remaja muda adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun,
inipun sangat tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga
penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada. Dan bagi laki-laki yang
disebut remaja muda berusia 14 tahun sampai 17 tahun. Dan apabila remaja muda
sudah menginjak 17 sampai dengan 18 tahun mereka lajim disebut golongan
muda/ anak muda. Sebab sikap mereka sudah mendekati pola sikap tindak orang
dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum matang sepenuhnya.
Namun dalam prakteknya didalam masyarakat sekarang ini masih banyak
dijumpai sebagian masyarakat yang melangsungkan pernikahan di usia muda atau
di bawah umur. Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak
berlaku di suatu daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada
sejak dahulu.
Di Indonesia pernikahan usia muda berkisar 12-20% yang dilakukan oleh
pasangan baru. Biasanya, pernikahan usia muda dilakukan pada pasangan usia
rata-rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara nasional pernikahan usia muda
dengan usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,95%
Usia ideal perempuan untuk menikah adalah 19-25 tahun sementara
laki-laki 25-28 tahun. Karena diusia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis
sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan
secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis
dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk
melindungi baik psikis emosional, ekonomi dan sosial.
Dalam pernikahan, usia dan kedewasaan memang menjadi hal yang harus
diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin melangsungkan pernikahan.
Karena bila kita melihat fenomena yang ada, pada orang yang dewasa ketika
berumah tangga dipandang akan dapat mengendaliakn emosi dan kemarahan yang
sewaktu-waktu akan muncul dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas
akal dan mentalnya sudah relative stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri
maupun dengan pasangan dan lingkungan sekitar. Kedewasaan dalam bidang
fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama,
ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih
kebahagiaan
Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari
satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak apresiatif terhadap makna menikah
dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah
pernikahan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan pernikahan usia muda ini
dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk
melangsungkan pernikahan usia muda atau di bawah umur.
Setelah melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
belum cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan
menurut kesehatan melihat pernikahan usai muda itu sendiri yang ideal adalah
perempuan diatas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang menikah
dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Dan pada usia
remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar human papiloma
Virus HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Kompono,
2007).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda
Dalam melangsungkan suatu pernikahan maka perlu mempunyai persiapan
dan kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi. Namun
masih ada sebagian masyarakat di dusun IX Seroja Pasar VII Tembung
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang melangsungkan
pernikahan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang
mendorong mereka untuk melangsungkan pernikahan usia muda tanpa
mempertimbangkan kematangan biologis, pisikologis maupun ekonomi.
Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan
BKKBN tahun 2011 menemukan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
median usia pernikahan pertama perempuan adalah faktor sosial, ekonomi,
budaya dan tempat tinggal (desa/kota). Di antara faktor-faktor tersebut, faktor
ekonomi merupakan faktor yang paling dominan terhadap median usia
nikah/kawin pertama perempuan. Hal ini ditengarai disebabkan oleh kemiskinan
yang membelenggu perempuan dan orang tuanya. Karena tidak mampu
menikah sehingga mereka terlepas dari tanggung jawab dan berharap setelah
anaknya menikah mereka akan mendapatkan bantuan ekonomi
(http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?SiaranPersID=7 diakses pukul
22:45 WIB,7 Januari 2012)
Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dalam usia muda
yakni menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari pernikahan
usia muda adalah:
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga
b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan terlalu muda,
baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat.
Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan
anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya pernikahan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat
kita yaitu faktor ekonomi, pendidikan, keluarga, kemauan sendiri, media masa dan
hamil diluar nikah (http://alfiyah23.student.umm.ac.id/, diakses pada tanggal 22
Januari 2013 pukul 20.00 WIB)
a. Faktor Ekonomi
Mencher (dalam Siagian, 2012) mengemukakan kemiskinan adalah gejala
penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga
mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang, dimana
yang layak. Sehingga dapat kita katakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pernikahan usia muda adalah tingkat ekonomi keluarga.
Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si anak untuk menikah
diusia yang tergolong muda untuk meringankan beban orang tuanya. Dengan si
anak menikah sehingga bukan lagi menjadi tanggungan orang tuanya ( terutama
untuk anak perempuan ), belum lagi suami anaknya akan bekerja atau membantu
perekonomian keluarga maka anak wanitanya dinikahkan dengan orang yang
dianggap mampu.
b. Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan cenderung melakukan aktivatas sosial
ekonomi yang turun temurun tanpa kreasi dan inovasi. Akibat lanjutnya
produktivitas kerjanyapun sangat rendah sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya secara memadai. Karena terkadang seorang anak perempuan
memutuskan untuka menikah diusia yang tergolong muda.
Pendidikan dapat mempengaruhi seorang wanita untuk menunda usia
untuk menikah. Makin lama seorang wanita mengikuti pendidikan sekolah, maka
secara teoritis makin tinggi pula usia kawin pertamanya. Seorang wanita yang
tamat sekolah lanjutan tingkat pertamanya berarti sekurang-kurangnya ia menikah
pada usia di atas 16 tahun ke atas, bila menikah diusia lanjutan tingkat atas berarti
sekurang-kurangnya berusia 19 tahun dan selanjutnya bila menikah setelah
mengikuti pendidikan di perguruan tinggi berarti sekurang-kurangnya berusia di
c. Faktor Keluarga/ Orang tua
Biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk menikah
secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan
pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal
yang tidak di inginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki
yang sangat lengket sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal
yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak
gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.
d. Faktor kemauan sendiri
Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan
adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain,
sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh
untuk melakukan pernikahan di usia muda.
e. Faktor Media massa
Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat kota maupun desa. Oleh karena itu, media
masa sering digunakan sebagai alat menstransformasikan informasi dari dua arah,
yaitu dari media massa ke arah masyarakat atau menstransformasi diantara
masyarakat itu sendiri.
Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini
yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi
setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi
seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi
munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya,
masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi.
Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas dan
seks bebas.
Menurut Rohmahwati (2008) paparan media massa, baik cetak (koran,
majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai
pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan
hubungan seksual pranikah.
f. Faktor MBA ( Marriage By Acident)
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa
disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Pernikahan
pada usia remaja pada akhirnya menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi
dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah
menguntungkan, pada hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa.
Selain itu, pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum
menikah mempunyai motivasi untuk melakukan pernikahan usia muda karena ada
suatu paksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar
pentingnya pernikahan.
Berdasarkan data penelitian disejumlah daerah menunjukkan adanya trend
peningkatan perilaku seks di luar nikah. Beberapa penelitian menunjukkan
21-30% remaja Indonesia dikota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta,
telah melakukan hubungan seks pranikah dikalangan remaja
(http://www.koranindonesia.com/2008/11/05/menyelamatkan-generasi-muda/,
Data hasil penelitian Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di kota
besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung dan Surabaya) pada tahun 2009
menunjukkan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah
melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakuka
hubungan sex pranikah.(http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?Siaran
Pers ID=7).
2.2.3 Risiko Pernikah Usia Muda
Masalah yang timbul dari pernikahan usia muda bagi pasangan suami istri
pada umumnya adanya percekcokan kecil dalam rumah-tangganya. Karena satu
sama lainnya belum begitu memahami sifat keduanya maka perselisihan akan
muncul kapan saja. Karena diantara keduanya belum bisa menyelami perasaan
satu sama lain dengan sifat keegoisannya yang tinggi dan belum matangnya fisik
maupun mental mereka dalam membina rumah tangga memungkinkan banyaknya
pertengkaran atau bentrokan yang bisa mengakibatkan perceraian.
Emosi yang tidak stabil, memungkinkan banyaknya pertengkaran jika
menikah diusia muda. Kedewasaan seseorang tidak dapat diukur dengan usia saja,
banyak faktor seseorang mencapai taraf dewasa secara mental yaitu keluarga,
pergaulan, dan pendidikan. Semakin dewasa seseorang semakin mampu
mengimbangi emosionalitasnya dengan rasio. Mereka yang senang bertengkar
cenderung masih kekanak-kanakan dan belum mampu mengekang emosi.
Kesusahan dan penderitaan dalam kehidupan rumah tangga seperti;
kekurangan ekonomi, pertengkaran-pertengkaran dan tekanan batin yang dialami
anak-anaknya menjadi terganggu.Pernikahan usia muda bukan hanya dari masalah
kesehatan saja, dimana pernikahan diusia muda pada anak perempuan mempunyai
penyumbang terbesar terhadap kanker serviks. Tetetapi punya masalah juga
terhadap kelangsungan pernikahan. Pernikahan yang tidak didasari persiapan yang
matang akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga seperti pertengkaran,
percekcokan, bentrok antara suami isteri yang menyebabkan terjadinya
perceraian. Tidak hanya itu saja, pernikahan diusia muda mendatangkan banyak
resiko seperti :
a. Kematian Ibu (Maternal Mortality)
Resiko kesehatan pada ibu yang usia muda juga tidak kalah besarnya
dibanding bayi yang dikandung. Ibu kecil yang berusia antara 10-14 tahun
berisiko meninggal dalam proses persalinan 5 kali lebih besar dari wanita dewasa.
Persalinan yang berujung pada kematian merupakan faktor paling dominan dalam
kematian gadis yang menikah di usia muda.
b. Kekerasan Rumah Tangga (Abuse and violence)
Ketidak setaraan jender merupakan konsekuensi dalam pernikahan anak.
Mempelai anak memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyuarakan pendapat,
menegosiasikan keinginan berhubungan seksual, memakai alat kontrasepsi, dan
mengandung anak. Demikian pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi
pasangan seringkali menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah
tangga. Anak yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga cenderung tidak
melakukan perlawanan, sebagai akibatnya merekapun tidak mendapat pemenuhan
pasangan terpaut jauh usianya meningkatkan risiko keluarga menjadi tidak
lengkap akibat perceraian, atau menjanda karena pasangan meninggal dunia
Banyak sekali pernikahan-pernikahan ini harus berakhir kembali ke
pengadilan dalam waktu yang tidak lama setelah pernikahan, untuk perkara yang
berbeda yaitu perceraian.
c. Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini.
Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini
didukung oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa keluaran negatif sosial
jangka panjang yang tak terhindarkan, ibu yang mengandung di usia dini akan
mengalami trauma berkepanjangan, selain juga mengalami krisis percaya diri.
Anak juga secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan
sebagai istri, partner seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan anak
menyebabkan imbas negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta
perkembangan kepribadian mereka.
Masalah yang ditimbulkan dari pernikahanan usia muda tidak hanya
dirasakan oleh pasangan pada usia muda, namun berpengaruh pula pada
anak-anak yang dilahirkannya. Bagi wanita yang melangsungkan pernikahan di bawah
usia 20 tahun, akan mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya yang
dapat membahayakan kesehatan si anak, sehingga anak mengalami gangguan
perkembangan fisik dan rendahnya tingkat kecerdasan.
2.2.4 Usia ideal untuk menikah
Menurut Undang-Undang pernikahan, usia minimal untuk menikah adalah
1/1974 tentang pernikahan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang di atas
usia tersebut bukan lagi anak-anak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan
usia ini dimaksud untuk mencegah pernikahan terlalu dini. Walaupun begitu
selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua
untuk menikahkan anaknya.
Setelah berusia di atas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua (Pasal
6 ayat 2 Undang-Undang No. 1/1974). Tampaklah di sini, bahwa walaupun
Undang-Undang tidak menganggap mereka yang di atas usia 16 tahun untuk
wanita dan 19 tahun untuk pria bukan anak anak lagi, tetetapi belum dianggap
dewasa penuh. Sehingga masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau
dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun bagi wanita, berarti yang
bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat.
Di Indonesia ternyata masih banyak terjadi pernikahan di usia yang terlalu
muda. Itu semua terjadi karena pengaruh lingkungan atau karena didikan orang
tua sejak kecil yang di tanamkan pada anak-anak mereka hingga masa dewasa.
Para pisikolog mengkhawatirkan pernikahan yang terjadi diusia yang
muda akan menemui batu sandungan karena sangat bergantung pada keadaan jiwa
seseorang. Hal itu senada yang diungkapkan oleh para dokter, bahwa sebelum
melangsungkan pernikahan hendaknya calon suami istri benar-benar berpikir
secara jernih dan matang terutama kesiapan jasmaninya. Karena itu sudah menjadi
kewajiban orang tua untuk mempersiapkan anak-anak mereka sebaik mungkin
dengan memberikan pendidikan yang memadai.
Kepada mereka hendaknya ditekankan bahwa alangkah baiknya
melangsungkan pernikahan setelah mencapai usia kedewasaan. Sebab cara
berpikir seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkatan umur, semakin matang
umurnya semakin matang pula cara berpikirnya.
Secara hukum pernikahan diusia 19 dan 16 tahun sah, sebab semua rukun
dan syarat telah terpenuhi. Tetapi dalam pernikahan, usia dan kedewasaan
memang menjadi hal yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang
ingin melangsungkan pernikahan. Dari segi mental, terkadang emosi remaja
belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi antara usia 24 tahun karena pada
saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Usia 20-40 tahun dikatakan
sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini biasanya mulai timbul transisi dari
gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka kalau pernikahan
dilakukan dibawa 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin berpetualang
menemukan jati dirinya.
Bila kita melihat fenomena yang ada pada orang dewasa ketika berumah
tangga dipandang akan dapat mengendaliakn emosi dan kemarahan yang
sewaktu-waktu akan muncul dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan
mentalnya sudah relatif stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun
dengan pasangan dan lingkungan sekitar.
Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan
tanggung jawab serta keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar
dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan.
Bila diklasifikasikan aspek-aspek yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai
Setidaknya ada beberapa macam hal yang diharapkan dari pendewasaan usia,
seperti:
1. Pendidikan dan keterampilan
Dalam bidang pendidikan dan keterampilan merupakan aspek yang sangat
penting sebagai bekal kemampuan yang harus dimiliki bagi seseorang yang
melangsungkan pernikahan. Hal ini sebagai penopang dan sumber memperoleh
nafkah untuk memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga.
Dalam proses pendidikan yang ditempuh diharapkan dapat terpancar ilmu
pengetahuan sebagai bekal yang tiada tara bila dibandingkan dengan potensi
lainnya kepala rumah tangga yang akan bertanggung jawab terhadap istri dan
anak-anak. besar yang tidak dapat diabaikan.
2. Psikis dan Biologis
Mentalitas yang mantap merupakan satu kekuatan besar dalam
memperoleh keutuhan sebuah rumah tangga. Keseimbangan fisik dan psikis yang
ada pada setiap individual manusia dapat membuahkan ketahanan dan kejernihan
akal sebagai jenis persoalan yang dihadapi. Akal yang potensial baru dapat
muncul setelah mengalami berbagai proses dan perkembangan. Aspek biologis
merupakan potensi yang sangat dominan terhadap keharmonisan rumah tangga.
Oleh karena itu keberadaannya tidak boleh diabaikan begitu saja.
3. Sosial kultural
Pada sisi ini, seorang individu diharapkan mampu membaca kondisi
dilingkungan sekitar dan dapat menyesuaikannya. Hal ini agar tercipta suasana
masyarakat sekitar sebagai bagian dari anggota masyarakat sehingga keluarga
yang dibentuk tidak merasa terisolasi dari pergaulan yang bersifat umum.
Secara sosiologis kedewasaan merupakan merupakan sesuatu yang
didasari atas perbedaan peran sosial yang ditempati. Artinya tingkat
perkembangan kedewasaan berbeda-beda sesuai dengan tempat dan
lingkungannya. Bagi pasangan dalam satu keluarga perlu memahami dan
membekali akan pengetahuan ini, agar kelengkapan potensi yang diperkirakan
dapat tercukupi.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah
terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina
keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam
mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial
ekonomi. Pernikahan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit
terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan
suatu masyarakat bangsa dan negara.
Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan,
mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan
pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki
atau sudah ada kesiapan memikul tanggung jawab sebagai suami isteri dalam
rumah tangga.
Namun masih ada sebagian masyarakat di dusun IX Seroja Kabupaten
Deli Serdang Kecamatan Percut Sei Tuan yang melangsungkan pernikahan usia
muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong
mereka untuk melangsungkan pernikahan usia muda.
a. Faktor ekonomi
Pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya
dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu.
b. Faktor pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan
masyarakat, akan pentingnya pendidikan serta kurangnya pengetahuaan akan
makna dan tujuaan sebuah pernikahan sehingga menyebabkan adanya
kecenderungan menikahkan anaknya yang masih tergolong usia muda.
c. Faktor keluarga/ orang tua
Biasanya orang tua bahkan keluarga meminta anaknya untuk menikah
secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan
pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal
yang tidak diinginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki
yang sangat lengket sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal
yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak
d. Faktor kemauan sendiri
Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan
adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain,
sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh
untuk melakukan pernikahan di usia muda.
e. Faktor Media massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern
kian Permisif terhadap seks. Faktor media massa banyak menjadi penyebab dari
adanya pernikahan usia remaja saat ini. Adanya penyalahgunaan seks atau
kenakalan remaja lainnya seringkali disebabkan oleh kurang adanya kemampuan
remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif. Berkurangnya kemampuan
remaja ini berawal dari kurangnya dukungan yang positif. Selain itu, dipengaruhi
lingkungan terdekat remaja itu sendiri, termasuk orang tuanya sendiri.
f. Faktor MBA ( Marriage By Acident)
Mereka melakukan pernikahan bukan karena bermaksud mendirikan
rumah tangga di atas bangunan komitmen yang kokoh, melainkan karena karena
harus melaksanakan tanggung jawab mendidik anak secara bersama-sama. Selain
itu, pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum menikah
mempunyai motivasi untuk melakukan pernikahan dini karena ada suatu
kepaksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar
Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang
menggambarkan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut
2.4 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.4.1 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya
menggambarkan secra cermat fenomena sosial yang akan diteliti, untuk
menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan
objek penelitian. Dengan kata lain, Penulis berupaya membawa para pembaca
hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai dengan yang diinginkan dan
dimaksudkan oleh penulis. Jadi, defenisi konsep ialah pengertian terbatas dari Pernikahan usia muda di dusun IX
Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang Faktor yang mempengaruhi:
1. Faktor Ekonomi 2. Faktor Pendidikan
3. Faktor Keluarga/ orang tua 4. Faktor Kemauan Sendiri 5. FaktorMedia Masa
Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan,
maka Penulis membatasi konsep-konsep tersebut sebagai berikut:
1. Faktor adalah sesuatu yang mempengaruhi atas terjadinya hal tertentu
2. Pernikahan/ pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. (Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974).
3. Pernikahan usia muda merupakan pernikahan remaja dilihat dari segi umur
masih belum cukup atau belum matang dimana didalam UU Nomor 1
tahun 1974 pasal 71 yang menetapkan batas maksimun pernikahan di usia
muda adalah perempuan umur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun itu
baru sudah boleh menikah. Tetapi dalam hal ini penulis mempunyai batas
dalam pernikahan usia muda yakni yang menikah pada usia dibawah 20
tahun.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda adalah sesuatu
hal yang mempengaruhi seorang pria maupun wanita membuat suatu
ikatan lahir batin sebagai suami isteri di usia yang masih muda/ remaja.
2.4.2 Defenisi Operasional
Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan
bahwa perumusan defenisi oprasional adalah lanjutan dari perumusan defenisi
konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman
pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun
menstransformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat
diobservasi (Siagian,2011:141).
Adapun yang menjadi defenisi oprasional yang Penulis rumuskan dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda, dapat diukur melalui
indikator.
a. Faktor Ekonomi
1. Jenis pekerjaan orang tua
2. Jumlah pendapatan dari orang tua informan.
3. Jumlah tanggungan orang tua
b. Faktor Pendidikan
1. Pernah atau tidak mengenyam bangku sekolah
2. Jenjang pendidikan formal yang diperoleh
c. Faktor keluarga/orang tua
1. Ada tidaknya keluarga/ orang tua yang menikah muda
2. Dijodohkan atau tidak
d. Faktor kemauan sendiri
1. Awal mulai berpacaran
e. Faktor Media massa
1. Media elektonik
2. Media massa
f. Faktor MBA ( Marriage By Acident)
1. Sering berdua-duan
2. Melakukan sex pranikah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti.
Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian
itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung
(Siagian, 2011: 52). Maksud dari tipe penelitian ini adalah untuk mendapatkan
data dan informasi dengan meneliti informan sebagai subjek penelitian dalam
lingkungan hidup kesehariannya, sehingga Peneliti sedapat mungkin berinteraksi
secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat kehidupan mereka,
mengamati dan mengikuti alur kehidupan informasi secara apa adanya.
Pendekatan studi kasus ini digunakan untuk mengetahui lebih dalam
mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pernikahan usia muda,
sehingga diharapkan dapat menemukan berbagai pendekatan dalam menangani
masalah pernikahan usia muda. Dalam hal ini studi kasus yang diteliti adalah
keluarga yang menikah usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
3.2 Lokasi Penelitian
Desa Sambirejo Timur termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Wilayah
administratif masih termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan. Sebelah selatan
berbatasan dengan perkebunan PTPN 2 Bandar Klippa, Sebelah timur
berbatasan dengan Desa Sena Kecamatan Batang Kuis dan sebelah barat berbatasan
dengan Desa Tembung, Kecamatan Medang Tembung.
Desa Sambirejo Timur terbagi kedalam 11 (sebelas) dusun antara lain
;Dusun Melati, Dusun Mawar, Dusun Melur, Dusun Angrek, Dusun Dahlia,
DusunKenanga, Dusun Tanjung, Dusun Cempaka, Dusun Seroja, Dusun Raya,
DusunBakung. Dusun-dusun yang ada di desa terletak di sisi kiri dan kanan
jalan-jalan utama desa
Setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun atau kepala lingkungan
(kepling).Dusun I, II, III, terletak di sisi Jalan Sempurna, dusun IV,V,VI, terletak disisi jalan
makmur, dusunVII, VIII, IX, terletak disisi Jalan Sederhana, Dusun X, XI, terletak di sisi jalan
Rahayu.
3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis
Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini
adalah pasangan yang menikaha usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII
Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, sebanyak 6
keluarga yang menikah di usia muda serta 1 orang informan tambahan.
3.3.2 Informan
3.3.2.1 informan Kunci
Adapun informan kunci dari penelitian ini adalah 6 orang pasangan
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan kriteria Peneliti di
lapangan, yakni sebagai berikut:
a. Pasangan yang menikah diusia muda ( dari 16-20 tahun)
b. Pernikahan yang terjalin minimal satu tahun
c. Sudah memiliki anak.
3.3.2.2 Informan Tambahan
Adapun yang menjadi informana tambahan dalam penelitian ini adalah
satu orang dari tokoh agama yang bermukim di Desa Sambirejo Timur Kabupaten
Deli Serdang Kecamatan Percut Sei Tuan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpul dalam penelitian ini diperoleh dari:
a. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk
memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian
ini Peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk
mengamati objek di lapangan yang meliputi pasangan usia muda yang
berada di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei
Tuan Kabupaten Deli Serdang.
b. Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat
secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung maupun tanya
jawab dengan informan. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data
secara mendetail tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penikahan usia
muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan
c. Studi kepustakaan, yakni mengumpulkan data melalui buku-buku,
jurnal-jurnal ataupun dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penelitian
ini.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang dipergunakan adalah teknik analisa data
kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data,
menelaah, menyusun dalam suatu satuan, yang kemudian dikatagorikan pada
tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta mendefenisikannya dengan
analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan
peneliti ( Moleong, 2006:247).
Selain itu, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis
secara kualitatif, arti