LAMPIRAN
Lampiran 2. Surat pernyataan sukarelawan
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji kelembaban kulit yang
dilakukan selama 1 bulan dan uji iritasi dalam penelitian Yunika Arianda dengan
judul penelitian Formulasi dan Efektivitas Minyak bekatul Sebagai Pelembab
Pada Sediaan Krim Tangan dan memenuhi kriteria sebagai sukarelawan uji
sebagai berikut (Ditjen POM, 1985).
1. Wanita berbadan sehat
2. Usia antara 20-30 tahun
3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan
4. Bersedia menjadi relawan
Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama uji iritasi, sukarelawan
tidak akan menuntut kepada peneliti.
Demikian surat pernyataan ini dibuat, atas partisipasinya peneliti
mengucapkan terima kasih.
Medan, April 2015
Sukarelawan Peneliti
Lampiran 3. Bagan kerja penelitian
Ditimbang semua bahan
Diatas penangas air dilebur asam stearat dan setil alkohol
Ditambahkan butilhidroksitoluen
Dilarutkan metil paraben dan trietanolamin dalam aquades yang telah dipanaskan (fase air)
Dimasukkan fase minyak ke dalam lumpang panas, ditambahkan fase air
Di aduk secara konstan hingga homogen
Ditimbang dasar krim pelembab
Homogenitas pH Stabilitas
Lampiran 4. Gambar sediaan krim setelah dibuat
Lampiran 6. Gambar uji homogenitas
Lampiran11. Data hasil pengukuran kelembaban pada kulit awal, setelah
pemakaian krim 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu.
Formula Sukarelawan Awal
Lampiran 13. Data hasil analisis statistik dengan SPSS
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Lampiran 13. (Lanjutan)
Lampiran 13. (Lanjutan)
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
P.Minggu2
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
P.Minggu3
Lampiran 13. (Lanjutan)
P.Minggu4 Tukey HSDa
Formula N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
Formula A 3 2,13333
Formula B 3 6,63333
Formula C 3 8,46667
Formula D 3 9,73333
Formula E 3 12,63333
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2004). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan Kesebelas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 132.
Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaam Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 158-159, 162, 389.
Aramo, (2012). Skin and Hair Diagnostic System. Sugnam: Aram Huvis Korea Ltd. Hal. 1-10.
Arifan, F., Endy, M.Y., Kurniawan, D.W., Damayanti, N. (2011). Pengembangan Bioreaktor Enzimatik Untuk Produksi Asam Lemak dari Hasil Samping Penggilingan Padi Secara In Situ. Jurnal Ilmiah Jurusan Teknik Kimia
PSD III Teknik Universitas Diponogoro Semarang. ISSN 1693–4393.
Balsam, M.S. (1972). Cosmetics: Science and Techology. Edisi Kedua. New York: John Willey and Sons Inc. Hal. 179-219.
Damayanthi, E., Tjing, L.T., Arbianto, L. (2007). Rice Bran. Depok: Panebar Swadaya. Hal. 28.
Ditjen POM. RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.8.
Ditjen POM. RI. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 22, 84, 86, 356.
Erickson, R.D. (1990). Edible Fats and Processing. Netherland:United states of America. Hal. 333.
Fajriyah, S. (2011). Formulasi Sediaan Kosmetika Alami Luxurious Hand Oil. http.//shofipunya.wordpress.com/2011/12/08/formulasi-sediaan kosmetika-alami-luxurious-hand-oil/. (11 September 2015).
Hapsari, R.P., Fikri, A., Zullaikah, S., Rahmimoellah, H.M. (2013). Isolasi dan Karakterisasi Oryzanol Dari Minyak Bekatul. Jurnal Teknik POMITS
Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh November. 1 (1): 1-3.
Michwan, A. (2008). Sehat Dan Cantik Dengan Bekatul.
http://io.ppijepang.org/old/ cetak.php?id=246. (16 Februari 2015).
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Amsterdam: Elsevier B.V. Hal.13, 19-21.
Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 193-194, 283-284, 64-65.
Nasir, S., Fitriyanti., Kamila, H. (2009). Ekstraksi Dedak Padi Menjadi Minyak Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) Dengan Pelarut n-hexane dan Etanol. Jurnal Ilmiah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya. 2(16): 1-3.
Nursalim, Y., dan Yetti, Z. (2013). Bekatul Makanan yang Menyehatkan. Jakarta: AgroMedia. Hal 18.
Pristian, R. (2013). Stabilitas Fisika Sediaan Body Scrub Dengan Dan Tanpa Bahan Pengemulsi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Surabaya: Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya. 2(2): 16.
Rawlins, E.A. (1977). Bentley’s Texbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan. Eastbourne: Bailliere Tindall. Hal. 20-22, 262-264.
Rofi’ie, A.B. (2011). Buku Pintar Asal Usul Flora dan Fauna. Yogyakarta: DIVA
Press. Hal 16.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. (2009). Hanbook of Phamaceutical
Excipients. Edisi Ke-enam. London: Phamaceutical Press. Hal. 75, 155,
378, 441, 596, 760
Sulistiawati, E., Sari, A., Hidayati, R.C. (2013). Dekolorisasi Crude Rice Bran Oil
Menggunakan Bentonit.Spektrum Industri, 10(1) : 1963-6590
Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 78.
Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press. Hal. 58,62.
Wikipedia. (2015). Oryza sativa. http://id.m.wikipedia.org/wiki/padi. (16 Februari 2015).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi formulasi
sediaan, pemeriksaan homogenitas sediaan, penentuan tipe emulsi sediaan,
pengukuran pH sediaan, penentuan stabilitas sediaan, uji iritasi terhadap kulit
sukarelawan, dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan
air dari kulit dengan menggunakan 15 orang sukarelawan. Terdiri dari 5 kelompok
uji dan masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang sukarelawan, yang dilakukan
selama 1 bulan.
3.1 Alat -Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah pH meter
(Hanna Instruments), skin analyzer, neraca listrik (Boeco Germany), lumpang
porselen, stamfer, objek gelas, alat-alat gelas, cawan penguap, penangas air,
konduktometer.
3.2 Bahan- Bahan
Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat,
setil alkohol, trietanolamin, metil paraben, butilhidroksitoluen (BHT), akuades,
parfum, minyak bekatul (Rice Bran Oil) ”Pietro Coricelli”, larutan dapar pH asam, dan pH netral.
3.3 Sukarelawan
Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan
kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 15
1. Wanita berbadan sehat
2. Usia antara 20-30 tahun
3. Tidak ada riwayat penyakit alergi
4. Bersedia menjadi sukarelawan.
3.4 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisis kandungan asam lemak
yang terkandung dalam minyak bekatul di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1 Formulasi sediaan krim pelembab 3.5.1.1Formulasi standar (Young, 1972)
Formulasi standar yang dipilih adalah dari buku (Young, 1972).
R/ Asam stearat 12 g
Formulasi krim tangan dimodifikasi dengan penambahan antioksidan
(butilhidroksitoluen), dan tidak menggunakan sorbitol, propilen glikol, dan
gliserin. Kemudian pada sediaan krim tangan, digunakan minyak bekatul dalam
beberapa konsentrasi. Formulasi krim tangan yang dibuat adalah:
R/ Asam stearat 12 g
Setil alkohol 0,5 g
Trietanolamin 1 g
Metil Paraben 0,1 g
Oleum lavender 3 tetes
Tabel 3.1 Formula dasar krim yang dibuat
Komposisi Jumlah untuk 500
gram
1 Asam stearat (g) 60
2 Setil alcohol (g) 2,5
3 Trietanolamin (g) 5
4 Metil paraben (g) 0,5
5 Butilhidroksitoluen (%) 0,5
6 Akuades (g) ad 500
Cara pembuatan:
Ditimbang semua bahan, pisahkan fase air dan fase minyak. Asam stearat
dan setil alkohol di lebur di atas penangas air (fase minyak), kemudian
ditambahkan butilhidroksitoluen. Metil paraben dan trietanolamin di larutkan
dalam akuades yang telah di panaskan (fase air). Kemudian, fase minyak di
masukkan ke dalam lumpang porselin panas, ditambahkan fase air dan di aduk
secara konstan hingga di peroleh dasar krim yang homogen.
3.5.3 Pembuatan sediaan krim tangan
Konsentrasi minyak bekatul yang digunakan dalam pembuatan sediaan
Cara pembuatan:
Minyak bekatul di masukkan dalam lumpang porselin, lalu ditambahkan
dasar krim sedikit demi sedikit, di gerus hingga homogen. Terakhir ditambahkan
oleum lavender, diaduk, lalu dimasukkan ke dalam wadah.
Formulasi yang dirancang dapat dilihat pada Tabel 3.2 dibawah ini, yaitu:
Tabel 3.2 Komposisi bahan krim tangan
Bahan
A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul
C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul
3.6 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan 3.6.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok,sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen
dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
3.6.2 Penentuan tipe emulsi sediaan
Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan pengujian konduktivitas
elektrolit menggunakan konduktometri. Dua buah elektroda pada konduktometer
di celupkan dalam sediaan, lalu diamati nilai pada konduktometer yang
baik, sedangkan emulsi tipe a/m menunjukkan sifat konduktor elektrolit yang
lebih jelek (Ditjen POM, 1985).
3.6.3 Pengukuran pH sediaan
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral
(pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga
pH tersebut. Kemudian elektroda di cuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan
tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%,yaitu ditimbang 0,5 gram sediaan dan
dilarutkan dalam 49,5 ml akuades, diaduk. Kemudian elektroda dicelupkan dalam
larutan tersebut. Dibiarkan alat penunjuk nilai pH sampai konstan. Angka yang
ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 1977).
3.6 Penentuan stabilitas sediaan
Pengamatan stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu kamar.Cara:
Masing-masing formula sedíaan dimasukkan ke dalam pot plastik, ditutup bagian
atasnya. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sedíaan telah selesai dibuat,
penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu dilakukan pada suhu kamar, bagian yang
diamati berupa pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari sedíaan
(Ansel,2008).
3.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan
Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan dengan tujuan untuk mengetahui
sifat iritatif sediaan. Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji pakai
(usage test). Percobaan ini dilakukan pada 15 orang sukarelawan yaitu 3 orang
hingga merata di bagian depan lengan bawah sukarelawan, kemudian dibiarkan 24
jam. Setelah 24 jam dihitung dari pengolesan pertama, diamati reaksi yang terjadi.
Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak
pada kulit di bagian depan lengan bawah yang diberi perlakuan. Adanya
kemerahan diberi tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak (+++) dan yang tidak
menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (-) (Wasitaatmadja, 1997).
3.8 Penentuan Kemampuan Sediaan Untuk Meningkatkan Kelembaban Kulit
Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit
ditentukan menggunakan alat skin analyzer menggunakan moisture checker.
Setiap formula diujikan kepada tiga orang sukarelawan yaitu pada bagian
punggung tangan yaitu dengan diberi tanda lingkaran diameter 3 cm, lalu
dioleskan sediaan krim sebanyak 0,5 gram hingga merata seluas area yang telah
ditandai, dioleskan 2 kali sehari selama satu bulan. Setelah pemakaian sediaan
krim, sukarelawan tidak boleh membasuh tangan nya selama beberapa jam, dan
tidak boleh memakai produk pelembab lain selama menjadi sukarelawan.
Pengukuran kelembaban awal dilakukan sebelum sediaan digunakan, selanjutnya
dilakukan pengukuran kelembaban pada daerah kulit yang diuji setelah pemakaian
1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.
Prosedur pengukuran dengan alat skin analyzer terhadap kadar air
(moisture):
1. Bersihkan permukaan kulit yang hendak diukur dengan tisu halus
2. Bersihkan bagian sensor pada moisture checker dengan menggunakan kain
3. Tekan tombol power pada moisture checker dan tunggu hingga menunjukkan
angka 00,0.
4. Letakkan di atas permukaan kulit yang akan diukur, angka yang ditampilkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisis kandungan asam lemak
yang terkandung dalam minyak bekatul di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Kemudian mencocokkan hasil analisis yang didapatkan dengan standar spesifikasi
dalam buku Edible Fats and Oils Processing: Basic Principles and Modern
Practices, dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini, yaitu:
Tabel 4.1 Perbandingan range asam lemak minyak bekatul dari literaturdan hasil
analisis di pusat penelitian kelapa Medan
Berdasarkan literatur* Hasil analisis
Asam oleat 35,1-46,7 % 32,8 %
Asam linoleat 25,3- 38,2 % 47,4 %
Asam palmitat 12,0- 26,0 % 14,3 %
Asam stearat 0,5-3,0 % 1,3 %
Keterangan
* : Edible Fats and Oils Processing: Basic Princinples and Modern Practices
Berdasarkan data hasil analisis seperti yang tertera pada Lampiran 1, dapat
terlihat bahwa asam oleat yang dianalisis oleh pusat penelitian kelapa Medan lebih
rendah dari literatur, dan asam linoleat yang dianalisis oleh pusat penelitian kelapa
Medan lebih tinggi nilainya dari literatur. Hasil ini kemungkinan diakibatkan
karena perbedaan kandungan asam lemak pada bekatul yang dihasilkan oleh
4.2 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Hasil penentuan homogenitas
Dari uji yang dilakukan pada sediaan krim dengan konsentrasi 3%, 6%,
9% dan 12% maupun blanko, sediaan krim yang diperoleh berupa krim putih,
tidak diperoleh butiran-butiran kasar pada objek gelas, maka sediaan krim
dikatakan homogen. Menurut Ditjen POM (1979), sediaan dinyatakan homogen
jika tidak ada butiran-butiran pada kaca, maka sediaan memenuhi syarat.
4.2.2 Hasil penentuan tipe emulsi pada sediaan krim
Dari data uji tipe emulsi, semua formula menunjukkan sifat konduktivitas
eletrolit yang baik. Pergerakan jarum skala pada amperemeter saat kedua katoda
dicelupkan dalam sediaan krim menunjukkan bahwa sediaan krim mempunyai
sifat konduktivitas elektrolit yang baik dan merupakan krim emulsi tipe m/a.
Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan dengan metode
konduktivitas elektrolit dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data penentuan tipe emulsi sediaan
No Formula Sifat Konduktivitas Elektrolit
1 A +
A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul
C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul + : Jarum skala bergerak
4.2.3 Hasil penentuan pH sediaan
Dari hasil pengamatan nilai pH sediaan pada saat selesai dibuat, diperoleh
bahwa pH pada formula A: 6,23; B: 6,13; C: 6,07; D: 6,03; E: 5,97; sedangkan
setelah penyimpanan selama 12 minggu terjadi sedikit perubahan pH pada setiap
sediaan yaitu A: 6,16; B: 6,03; C: 5,93; D: 5,90; E: 5,83. pH sedíaan ditentukan
dengan menggunakan pH meter. Berikut tabel hasil pH yang di peroleh pada saat
selesai di buat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu, yaitu:
Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat.
No Formula pH
A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul
C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul
Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama 12
A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul
Berdasarkan hasil penentuan pH tersebut dapat diketahui bahwa dari tiap
formula sediaan krim, setelah selesai dibuat maupun setelah penyimpanan selama
12 minggu, mengalami penurunan pH, perubahan pH bisa diakibatkan karena
terjadinya hidrolisis dari bekatul dimana lipase yang ada dalam bekatul,
mengubah minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas, sehingga pH menjadi
turun. Meskipun terjadi penurunan pH tetapi masih menunjukkan kisaran pH yang
sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Pristian, 2013).
4.2.4 Hasil penentuan stabilitas sediaan
Tabel 4.5 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim
No Formula
A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul
C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul x : Perubahan warna
y : Perubahan bau z : Pemisahan fase
√ : Terjadi perubahan - : Tidak ada perubahan
Ketidakstabilan formulasi sediaan dapat dideteksi dalam beberapa hal
dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur dari
formulasi tersebut. Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika
suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi. Oleh sebab itu
perlu dilakukan uji evaluasi selama 3 bulan dan dianggap sebagai stabilitas
minimum yang harus dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 2008).
Berdasarkan hasil uji stabilitas pada sediaan selama 12 minggu, maka
diperoleh hasil pada tabel di atas yang menunjukkan bahwa seluruh sediaan dari
tiap formula tidak mengalami perubahan warna, bau dan tidak terjadi pemisahan
fase baik pada pengamatan minggu ke 1, 4, 8 dan minggu ke 12 selama
penyimpanan pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan stabil secara
fisik.
4.3 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan
Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada penggunaan
kosmetik adalah dengan melakukan uji pakai. Percobaan ini dilakukan pada 15
orang sukarelawan yaitu 3 orang sukarelawan untuk tiap formula, dioleskan
sediaan krim sebanyak 0,5 gram hingga merata di bagian depan lengan bawah
sukarelawan, kemudian dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam dihitung dari pengolesan
pertama, diamati reaksi yang terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya
kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit bagian depan lengan bawah yang
diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).
Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya
reaksi seperti kemerahan, gatal-gatal maupun bengkak pada kulit dari setiap
formula, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan sediaan aman untuk digunakan.
Hasil dari uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dapat di lihat pada Tabel
Tabel 4.6 Data hasil uji iritasi krim terhadap sukarelawan
Formula Sukarelawan Kemerahan
pada kulit
4.4 Hasil Penentuan Kemampuan Sediaan Meningkatkan Kelembaban Kulit
Tabel 4.7 dan Gambar 4.1 menunjukkan kemampuan sediaan untuk
meningkatkan kelembaban kulit yang ditentukan dengan menggunakan alat
moisture checker. Pengukuran kelembaban awal dilakukan sebelum sediaan
digunakan, selanjutnya dilakukan pengukuran kelembaban pada kulit bagian
punggung tangan yang diuji setelah 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.
Secara umum, terlihat bahwa setiap formula menunjukkan peningkatan
persentase kelembaban sebelum penggunaan dan setelah penggunaan krim,
Persentase kelembaban semakin meningkat dengan bertambahnya waktu
penggunaan krim, hal ini dapat dilihat bahwa persentase kelembaban pada tiap
pemakaian setelah 2 minggu, setelah 3 minggu dan setelah 4 minggu. Namun,
peningkatan persentase kelembaban berbeda pada tiap formula. Semakin tinggi
konsentrasi minyak bekatul pada krim, maka semakin tinggi pula peningkatan
persentase kelembabannya.
Tabel 4.7 Data hasil pengukuran kelembaban pada kulit awal, setelah pemakaian
krim 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu.
Formula Sukarelawan Awal (%)
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)
A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul
Gambar 4.1 Grafik persentase peningkatan kelembaban kulit versus waktu
Keterangan :
A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul
C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul
Data dianalisis dengan menggunakan aplikasi statistik SPSS 21 (Statistical
product and service solution). Awalnya di lakukan uji deskriptif dan normalitas
data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dan di peroleh hasil p > 0,05
yang artinya data terdistribusi normal.
Selanjutnya dilakukan uji ANOVA, yaitu uji One Way ANOVA dengan
Post-Hoc Test untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kelembaban kulit
sukarelawan dari setiap formula dan diperoleh nilai p ˂0,05 yaitu adanya perbedaan yang signifikan. Semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul yang
ditambahkan maka semakin tinggi kemampuan melembabkan kulit. Berdasarkan
hasil analisis data secara statistik menggunakan uji Post-Hoc diperoleh nilai P
<0,05 pada tiap minggu pengujian, hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula
mempengaruhi peningkatan persentase secara signifikan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat diketahui bahwa perbedaan
konsentrasi minyak bekatul berpengaruh secara signifikan terhadap persentase
kelembaban pada tiap minggu pengujian. Formula E dengan konsentrasi minyak
bekatul 12% yang paling tinggi meningkatkan persentase kelembaban kulit yaitu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Minyak bekatul (Rice bran oil) dapat diformulasikan dalam sediaan krim tipe
m/a. Hasil uji homogenitas sediaan krim menunjukan susunan yang homogen.
pH yang dihasilkan pada saat selesai dibuat adalah 5,97-6,13 dan setelah
penyimpanan selama 12 minggu adalah 5,83-6,03. Hasil ini sesuai dengan pH
fisiologis kulit, serta stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu.
b. Minyak bekatul (Rice bran oil) mampu melembabkan kulit, dan setiap
formula sediaan dapat melembabkan kulit dengan persentase yang berbeda.
Formula E dengan konsentrasi minyak bekatul 12% adalah yang paling baik
dapat meningkatkan kelembaban kulit sampai 12,6 %.
5.2 Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan minyak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman Padi
Padi adalah tanaman pangan berupa rumput berumpun yang banyak
dijadikan sebagai bahan makanan pokok didunia. Indonesia juga termasuk salah
satu produsen padi terbesar di dunia (Rofi’ie, 2011). Padi termasuk dalam suku
padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman
semusim, berakar serabut, batang sangat pendek, struktur berupa batang yang
terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna
dengan pelepah tegak, berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua,
berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga
tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang
terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, buah tipe bulir atau
kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat
hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang
dalam bahasa sehari-hari disebut sekam (Wikipedia, 2015).
2.1.1 Taksonomi tanaman padi
Sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman padi
diklasifikasikan sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Familia : Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa.
2.1.2 Uraian bekatul
Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi.
Pada proses penggilingan beras pecah kulit diperoleh hasil samping dedak 8-9%
dan bekatul sekitar 2-3% (Damayathi, dkk., 2007). Menurut BPS, angka produksi
padi di Indonesia tahun 2014 mencapai 70,83 juta ton gabah kering giling.
Sebagai perbandingannya di Amerika Serikat bahwa 10% dari total produksi padi
dapat menghasilkan bekatul, sehingga jika konversi dari 70,83 juta ton produksi
padi nasional maka diperkirakan akan dapat menghasilkan 7,0 juta ton bekatul
(Michwan, 2008).
2.1.3 Manfaat dan kandungan minyak bekatul
Minyak bekatul atau yang dikenal dengan rice bran oil merupakan minyak
hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul merupakan salah satu jenis minyak
yang memiliki kandungan nutrisi tinggi serta berbagai macam asam lemak yaitu
asam oleat 35,1- 46,7%, linoleat 25,3- 38,2%, palmitat 12,0- 26,0%, dan stearat
0,5- 3,0%, senyawa- senyawa biologis aktif dan senyawa- senyawa antioxidan
seperti: oryzanol, tocopherol, tocotrienol, phytosterol, polyphenol dan squalene
(Nasir, dkk., 2009).
Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses
penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah
lembaga biji. Sementara bekatul (polish) adalah lapisan sebelah dalam dari butiran
penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya
dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul
saja. Bekatul kaya dengan protein, mineral, lemak, vitamin B kompleks (B1, B2,
B3, B5, B6, dan B15) serta serat pencernaan (dietary fibres) (Sulistiawati, dkk.,
2012).
Manfaat dari kandungan oryzanol antara lain adalah sebagai agen
antioksidan yang hanya terdapat pada minyak bekatul, sangat kuat dalam
mencegah oksidasi, menurunkan penyerapan kolesterol, menghambat waktu
monopause serta lebih efektif mencegah radikal bebas dibanding vitamin E.
Kandungan oryzanol di dalam minyak bekatul jumlahnya dapat mencapai 10-20
kali lebih banyak dibandingkan total kandungan tokoferol dan tokotrienol
(Hapsari, dkk., 2013).
Minyak bekatul juga mengandung asam ferulat, yang telah telah diketahui
secara luas sebagai antioksidan dan bahan fotoprotektif. Asam ferulat akan
melindungi asam lemak melawan kerusakan oksidasi yang disebabkan oleh
berbagai jenis polutan, dan radikal bebas yang dibentuk selama proses
metabolisme tubuh. Asam ferulat juga dapat bekerja secara sinergis dengan
komponen antioksidan lain, seperti vitamin C, dan betakaroten, untuk
menghilangkan radikal bebas, peroksida, dan zat berbahaya potensial lain
(Michwan, 2008).
2.2 Kulit
Kulit menutupi dan melindungi tubuh dari perusak eksternal dan dari
kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2.
terluar terbagi dalam tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.
Berbagai tambahan, seperti rambut, kuku, dan kelenjar (keringat dan sebaseus)
juga terdapat pada kulit (Mitsui, 1997).
2.2.1 Struktur kulit
Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda- beda, yaitu
lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan subkutan
(hipodermis) (Guyton dan Hall, 1996).
a. Epidermis
Lapisan ini terletak pada bagian paling luar atau paling atas (tipis sekitar
0,001 inci) dan sebgaian besar terdiri dari sel-sel mati. Lapisan epidermis terdiri
atas lima lapisan sel, yaitu: stratum basale, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lucidum, dan stratum korneum (Guyton dan Hall, 1996).
b. Dermis
Dermis tersusun atas pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat, akar
rambut, otot penegak rambut, dan kelenjar sebaseus (Guyton dan Hall, 1996).
Kelenjar sebaseus menghasilkan minyak kulit (sebum) yang berguna meminyaki
kulit dan rambut agar tidak kering. Kelenjar ini terdapat diseluruh kulit, kecuali
pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).
c. Hipodermis
Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel- sel
penyimpan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain.
Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk
melindungi tubuh dari benturan- benturan fisik serta berperan pula dalam
makan berlebihan. Sebaliknya, bila tubuh memerlukan energi atau kalori ekstra,
maka lapisan ini akan memberikan energi atau kalori dengan cara memecah
simpanan lemaknya (Guyton dan Hall, 1996).
2.2.2 Fungsi kulit
Kulit adalah organ yang memiliki berbagai fungsi penting, yaitu:
a. Pelindung/Proteksi
Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk
mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian
dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit
dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen
melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi UV (Mitsui,
1997).
b. Pengaturan Suhu Tubuh/Termoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah melalui
kulit dengan dilatasi dan kontriksi kapiler darah kulit dengan penguapan uap air
(Mitsui, 1997).
c. Persepsi Pancaindera
Kulit merasakan perubahan pada lingkungan eksternal dan bertanggung
jawab untuk sensasi kulit. Kulit memiliki berbagai reseptor, sehingga dapat
merasakan tekanan, sentuhan, suhu dan nyeri (Mitsui, 1997).
d. Penyerapan/Absorpsi
Berbagai senyawa diabsorpsi melalui kulit kedalam tubuh. Ada dua jalur
absorpsi, satu melalui epidermis dan yang lainnya melalui kelenjar sebaseus pada
adanya sawar (barier) terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan
tanduk (Mitsui, 1997).
e. Fungsi lain
Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan
(pucat dan bulu kuduk berdiri tegak) dan digambarkan sebagai organ yang
menunjukkan emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar UV
terhadap prekursor vitamin D dalam kulit (Mitsui, 1997).
2.2.3 Pentingnya melembabkan kulit
Ada berbagai faktor, baik dari luar tubuh (eksternal) maupun dari dalam
tubuh (internal), yang dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, antara lain:
udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut. Faktor- faktor tersebut dapat
menyebabkan kulit menjadi lebih kering akibat dari kehilangan air oleh
penguapan yang tidak disadari (Fajriyah, 2011). Secara alamiah, kulit memiliki
lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi
kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk
melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi
kulit (Tranggono dan latifah, 2007).
Kandungan air di dalam stratum korneum, meskipun sedikit (hanya 10%),
sangat penting. Air yang terkandung dalam stratum korneum sangat berpengaruh
pada kelembutan dan elastisitas stratum korneum (Tranggono dan latifah, 2007).
Jika kandungan air dari stratum korneum semakin sedikit, maka semakin
rendah elastisitas jaringan stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah-pecah,
membentuk retak-retak mendalam mirip huruf V. Jika bahan-bahan asing, seperti
maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak akan menimbulkan iritasi dan
peradangan yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetika
pelembab kulit untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebakan kekeringan dan
retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan latifah, 2007).
2.3 Emulsi
Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan
yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan terdipersi dalam bentuk globul
dalam cairan lainnya (Anief, 2004).
Emulsi mengandung bahan obat cair atau larutan obat,terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi biasanya mengandung dua zat yang tidak tercampur, yaitu air dan minyak,
dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain.
Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air
dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen
yang paling penting agar diperoleh emulsi yang stabil (Anief, 2004).
Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase
dispersi merupakan fase yang tidak tercampur dengan air, dan air merupakan fase
kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air
dalam minyak (a/m). Pada umumnya, sebagian besar kosmetika yang beredar
adalah sistem minyak dalam air karena mudah menyebar pada pemukaan kulit.
Dengan pemilihan formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak
dan tidak lengket (Ditjen POM, 1985).
Keuntungan dari tipe emulsi m/a menurut Voigt, 1994, adalah:
2. Memberi efek dingin terhadap kulit
3. Bersifat lembut
4. Mudah dicuci dengan air, sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit.
Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan
bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya
terpisah menjadi 2 fase. Secara umum, ada 3 pola kerusakan emulsi, yaitu:
1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh
gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi
krim dan emulsi yang lebih encer, masing-masing mengandung lemak
berkisar 30-35% dan 8-10% (Ditjen POM, 1985).
2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase
m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan
terjadinya inversi fase, antara lain: konsentrasi volume kedua fase, sifat, dan
jumlah zat pengemulsi (Ditjen POM, 1985).
3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi
masing-masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam dua
tahap, yaitu:
a. Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan membentuk
kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi
sempurna (Ditjen POM, 1985).
b. Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok partikel dispersi membentuk
kelompok yang lebih besar, yang sifatnya irreversibel, secara visual terlihat
memisah, tetapi jika dikocok kuat akan terdispersi sempurna (Ditjen POM,
Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme.
Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat dan protein
sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur dan bakteri lain (Rawlins, 1977).
2.4 Kosmetika Untuk Kulit
Kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah
daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit.
Dalam defenisi kosmetika di atas, yang dimaksudkan dengan ‘tidak
dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit’ adalah sediaan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun, bila
bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia, meskipun berasal dari alam dan
organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu
kosmetika itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Tujuan penggunaan kosmetika pada masyarakat adalah untuk kebersihan
pribadi, meningkatkan daya tarik melalui riasan, meningkatkan rasa percaya diri
dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi
dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan dini dan secara umum,
2.4.1 Kosmetika pelembab
Kosmetika pelembab (moisturizers) termasuk kosmetika perawatan yang
bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh
seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit
maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit
menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).
Kandungan air dalam sel-sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi
penguapan air yang berlebihan maka nilai kandungan air tersebut berkurang. Cara
mencegah penguapan air dari sel kulit adalah (Wasitaatmadja, 1997):
1. Oklusif, yaitu: Menutup permukaan kulit dengan lapisan minyak tipis..
2. Humektan,yaitu: Zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit, sehingga
mempertahankan kelembaban kulit dan mencegah kulit kering.
3. Emollien, yaitu: memberikan kesan lembab dan lentur pada tekstur kulit.
Kosmetika pelembab dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu: kosmetika
pelembab berdasarkan lemak dan kosmetika pelembab berdasarkan gliserol atau
sejenisnya (Tranggono dan Latifah, 2007).
a. Kosmetika Pelembab berdasarkan lemak
Kosmetika pelembab tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing
cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit
banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab
dan lembut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Viskositas lemak tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar ke
mana-mana di permukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan
permukaan kulit, menutup tepi-tepi tajam sisik stratum korneum, mencegah
masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit, dan mencegah penguapan air dari
kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar kongesti perspirasi dan
pengeluaran panas badan tetap terjadi (Tranggono dan Latifah, 2007).
Dalam formulasi krim tangan dan krim cair, asam stearat adalah asam
lemak pilihan yang digunakan sebagai emolien. Asam stearat bersifat oklusif,
tetapi berbeda dengan emolien yang bersifat oklusif lain, karena secara alami
kering dan tidak berminyak (Balsam, 1972).
b. Kosmetika pelembab yang didasarkan pada gliserol atau sejenisnya
Preparat jenis ini akan mengering di permukaan kulit, membentuk lapisan
yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan
mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit tampak lebih
halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum korneum kulit (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2.4.2 Krim tangan
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI, sediaan krim tangan termasuk
penggolongan kosmetika bagian preparat perawatan kulit. Krim adalah sediaan
setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1985).
Sediaan krim tangan harus mengandung suatu bahan pelembab untuk
tangan yang secara konstan terpapar dengan sabun, air dan detergen. Sediaan ini
seharusnya juga mengandung minyak dan meninggalkan rasa lembut di kulit,
Suatu sediaan krim tangan dikatakan baik apabila fungsinya dapat
melembutkan kulit, menjaga keseimbangan kulit, dapat dipakai dengan mudah
dan dapat disapukan dengan cepat pada permukaan kulit, tidak meninggalkan
selaput yang retak- retak pada pemakaiannya, tidak mempengaruhi pengeluaran
keringat, mempunyai bau, warna dan kestabilan fisik yang baik (Balsam, 1972).
Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan krim tangan mencakup zat
emolien, zat sawar (barier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat
humektan (pelembab), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi,
zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).
Komponen krim tangan yang digunakan yaitu:
a. Asam Stearat
Pemeriannya yaitu keras, berwarna putih atau kuning pucat, agak
mengkilap, kristal padat atau serbuk putih atau putih kekuningan, bau lemah atau
berasa lemak. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam benzena, kloroform dan eter;
larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur
69-70oC. Penggunaannya dalam sediaan topikal sebesar 1-20%, meningkatkan
stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Tidak hanya itu,
asam stearat juga digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika direaksikan dengan
basa (Rowe, dkk., 2009).
b. Setil Alkohol
Setil alkohol berbentuk lilin, lempengan putih, granul atau dadu. Memiliki
bau yang lemah dan tidak berasa. Kelarutannya yaitu larut dalam etanol (95%)
dan eter, tidak larut dalam air, larut saat dilebur dengan minyak, parafin cair dan
sifat emoliennya dan sebagai bahan pengemulsi. Setil alkohol meningkatkan
stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Sebagai emolien
dan emulgator, digunakan dalam konsentrasi 2-5%. Sebagai pengental dalam krim
dan losion, biasanya digunakan dengan konsentrasi di bawah 1% (Rowe, dkk.,
2009).
c. Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan adalah sabun trietanolamin- stearat
yang termasuk pengemulsi anionik. Kelebihan dari pengemulsi ini adalah lebih
lembut dan lebih mudah larut dari pada natrium atau kalium stearat.Sabun
trietanolamin- stearat menghasilkan emulsi yang stabil. Sedangkan pengemulsi
natrium stearat akan menghasilkan krim yang pada awalnya memiliki konsistensi
yang sangat keras. Pada penyimpanan, konsistensinya menjadi lebih lunak dan
akhirnya sangat pekat. Hal ini dikarenakan natrium stearat tidak larut sempurna
dalam air pada temperatur rendah (Balsam, 1972).
Trietanolamin merupakan cairan kental yang bening, tidak berwarna
sampai kuning pucat dan memiliki bau ammoniak yang lemah, bersifat sangat
higroskopis, memiliki titik lebur 20- 250C dan pH 10,5. Kelarutannya yaitu mudah
larut dalam air, metanol dan aseton. Digunakan sebagai bahan pengemulsi dengan
konsentrasi 0,5-3%, menambah kebasaan dan sebagai humektan (Rowe, dkk.,
2009).
d. Pengawet
Pengawet yang digunakan adalah metil paraben (nipagin). Metil paraben
berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau atau
dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol
dan dalam eter; larut dalam air 80oC. Penggunaan dalam sediaan topikal sebanyak
0,02-0,3% sebagai antimikroba, efektif pada pH 4-8 (Rowe, dkk., 2009).
e. Butilhidroksitoluen (BHT)
Butilhidroksitoluen merupakan serbuk atau kristal padat putih atau kuning
pucat dengan bau fenol lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, gliserin,
propilen glikol, larutan alkali hidrosida; larut dalam etanol, eter, metanol, benzen,
toluen dan minyak mineral. Titik leburnya adalah 70oC. Dalam sediaan topikal,
digunakan sebagai antioksidan, untuk menghambat atau mencegah ketengikan
oksidatif dari lemak dan minyak, dan mencegah hilangnya aktivitas vitamin larut
minyak, penggunaannya sebanyak 0,0075-0,1% (Rowe, dkk., 2009).
f. Minyak lavender
Minyak lavender diekstraksi melalui proses penyulingan uap dari bunga
lavender, memiliki berat jenis 0,885 g/ml. Sejak lama, telah digunakan di aroma
terapi dan produksi parfum.
2.5 Skin Analyzer
Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan
kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat
subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini
memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya
rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).
Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk
untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,
melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.
Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer
menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).
2.5.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer
Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan
dengan menggunakan Skin analyzer, yaitu:
a. Moisture (Kadar air)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture
checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan
menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang
ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.
2.5.2 Parameter pengukuran
Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan Skin analyzer dapat dilihat
kriterianya pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Pengukuran Parameter (%)
Moisture
(Kelembaban)
Dehidrasi Normal Hidrasi
0-29 30-50 51-100
Evenness
(Kehalusan)
Halus Normal Kasar
0-31 32-51 52-100
Pore (Pori) Kecil Beberapa besar Sangat besar
0-19 20-39 40-100
Spot (Noda) Sedikit Beberapa noda Banyak noda
0-19 20-39 40-100
Wrinkle
(Keriput)
Tidak keriput Berkeriput Banyak keriput
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan kuno telah lama menggunakan minyak esensial sebagai
kosmetik dari bahan yang berasal dari tanaman. Minyak esensial memiliki
sejumlah kegunaan yaitu, dapat dioleskan di kulit saat pemijatan. Beberapa tahun
terakhir minyak bekatul telah di produksi dan dimanfaatkan sebagai minyak
goreng, minyak salad, bahan baku kosmetik, bahkan dikonsumsi langsung sebagai
suplemen kesehatan (Nursalim dan Yetti, 2013).
Minyak bekatul atau dikenal dengan Rice Bran Oil merupakan minyak
hasil ekstraksi bekatul padi. Bekatul yang dikenal sebagian besar masyarakat
hanya sebagai pakan ternak ternyata memiliki banyak khasiat untuk kesehatan.
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa beberapa senyawa bioaktif yang
terkandung di dalam bekatul diketahui sebagai bahan untuk perawatan kulit. Di
beberapa negara maju, khususnya di Jepang dan Amerika Serikat, komponen
bioaktif yang terdapat pada bekatul telah disuplementasi ke dalam produk-produk
kecantikan seperti sabun mandi, pelembab dan pembersih kulit. Kandungan asam
amino yang terdapat pada bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek
perlindungan kulit (Michwan, 2008). Sama halnya dengan minyak nabati lainnya,
minyak bekatul tersusun atas sejumlah besar asam lemak, terutama oleat dan
linoleat. Asam linoleat merupakan asam lemak penting yang tidak dapat
diproduksi tubuh manusia. Tambahan pula, minyak bekatul mengandung berbagai
Penampilan kulit yang sehat, lembut, dan kenyal sangat dipengaruhi oleh
kelembaban kulit. Kelembaban kulit di bawah 10% dapat menyebabkan kulit
menjadi kering, sehingga kulit terlihat kusam dan kasar (Muliyawan dan Suriana,
2013). Kulit yang kering dan pecah-pecah akan membentuk retak-retak yang
mendalam, sehingga mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan lain-lain dapat
masuk dan menumpuk pada celah-celah tersebut, akibatnya akan menimbulkan
berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Berbagai faktor dapat menyebabkan berkurangnya kelembaban kulit,
seperti umur, ras, iklim, sinar matahari, dan lain-lain. Oleh pengaruh faktor-faktor
tersebut kulit dapat menjadi lebih kering akibat dari kehilangan air oleh
penguapan yang tidak kita rasakan (Wasitaatmadja, 1997). Problema kulit yang
terlalu kering cukup sering terjadi. Oleh karena itu, kosmetik pelembab menjadi
salah satu jenis kosmetik yang dapat digunakan. Menggunakan kosmetik
pelembab akan mengembalikan kelembaban kulit yang berkurang serta dapat
mencegah dehidrasi kulit yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak pada
kulit serta akibat-akibat buruknya (Muliyawan dan Suriana, 2013).
Umumnya kosmetika pelembab terdiri dari bahan pelembab yang dapat
membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang
kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit (Wasitaatmadja,
1997).
Dalam sediaan kosmetik, bahan pelembab dimaksudkan untuk
mempertahankan kelembaban, baik pada kulit maupun pada penyimpanan dalam
bahan tersebut antara lain fosfolipid dan asam lemak, seperti asam stearat
(Balsam, 1972).
Bahan pelembab yang biasa digunakan terdiri dari berbagai minyak nabati,
hewani maupun sintetis. Minyak tumbuhan lebih baik dari pada minyak mineral
karena lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus
sel-sel stratum korneum dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono dan
Latifah, 2007).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI, sediaan krim tangan termasuk
penggolongan kosmetika bagian preparat perawatan kulit. Krim adalah sediaan
setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1985). Sediaan krim tangan
harus mengandung suatu bahan pelembab untuk tangan yang secara konstan
terpapar dengan sabun air, dan detergen. Sediaan ini seharusnya juga mengandung
minyak dan meninggalkan rasa lembut di kulit, tetapi tidak boleh terlalu
berminyak (Young, 1972).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk memformulasikan
minyak bekatul (Rice bran oil) sebagai bahan pelembab dalam sediaan krim
tangan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah :
a. Apakah minyak bekatul dapat diformulasikan dalam sediaan krim tangan?
b. Apakah minyak bekatul mampu melembabkan kulit dalam bentuk sediaan
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian
ini adalah:
a. Minyak bekatul dapat diformulasikan dalam sediaan krim tangan.
b. Minyak bekatul mampu melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim
tangan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk membuat sediaan krim tangan dengan menggunakan minyak bekatul
sebagai pelembab.
b. Untuk mengetahui kemampuan minyak bekatul melembabkan kulit dalam
bentuk sediaan krim tangan.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan manfaat
minyak bekatul yang berasal dari limbah padi yang berlimpah di Indonesia.
Selanjutnya agar dapat diolah menjadi bahan baku kosmetik yang bernilai,
FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK
BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB
PADA SEDIAAN KRIM TANGAN
ABSTRAK
Latar Belakang: Minyak bekatul atau dikenal dengan rice bran oil merupakan
minyak hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh, vitamin E, B komplek, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia.Kandungan asam amino yang terdapat pada bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek perlindungan kulit.
Tujuan: Memformulasikan minyak bekatul sebagai bahan pelembab dan
menguji kemampuan minyak bekatul melembabkan kulit dalam sediaan krim tangan.
Metode: Formulasi sediaan krim yang dibuat krim tipe m/a berbahan dasar
stearat, di tambahkan minyak bekatul dengan konsentrasi 3, 6, 9, dan 12%, sebagai bahan pelembab. Pengujian: uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, pengamatan stabilitas sediaan selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar, uji iritasi terhadap kulit dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 15 orang sukarelawan yang dibagi menjadi 5 kelompok uji dan masing- masing kelompok uji terdiri dari 3 orang sukarelawan, yang dilakukan selama 1 bulan.
Hasil: Semua sediaan krim pelembab yang dihasilkan homogen dan menunjukkan
tipe m/a. Uji pH pada saat krim dibuat adalah: 5,97 - 6,23 dan setelah penyimpanan selama 12 minggu adalah: 5,83- 6,16. Semua sediaan stabil selama penyimpanan 12 minggu, serta tidak mengiritasi kulit. Hasil pengujian kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit dari masing-masing formula menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul dalam sediaan krim maka semakin tinggi kelembaban kulit dengan signifikan (p < 0,05).
Kesimpulan: Minyak bekatul dapat diformulasikan menjadi sediaan krim m/a
serta mampu melembabkan kulit. Formula dengan konsentrasi minyak bekatul 12% adalah yang paling baik dapat meningkatkan kelembaban kulit sampai 12,06 %.
FORMULATION AND EFFECTIVITY O+F RICE BRAN OIL
AS MOISTURIZER IN HAND CREAM
ABSTRACT
Background: Rice bran oil is extracted free rice bran. Rice bran oil contains
unsaturated fatty acids, vitamin E, B complex, antioxidants and nutrients that the human body needs. The content of amino acids contained in the bran are known suitable for skin protection.
Objective: To formulate bran oil as moisturizer and to determine the ability of
rice bran oil to moisturize the skin in hand cream.
Method: Hand cream formulated was of type o/w, by adding in rice brand oil
with concentration 3, 6, 9, and 12% as moisturizer. The tests conducted were homogeneity, determination of emulsion type, pH, stability observations for 12 weeks in room temperature, irritation test. And determining the ability of the hand cream to reduce water evaporation from skin by using 15 volunteers. Test consistsed of 5 groups and each group consisted of 3 volunteers, who performed for 1 month.
Results: All creams produced were homogeneous and of type o/w. pH at the time
the cream made were: 5.97 to 6.23 and after storage for 12 weeks were: 5.83 to 6.16. All cream were stable during the 12 weeks storage, and did not irritate the skin. The ability of hand cream to increase skin moisture showed that there was a significant difference in the increased percentage of in skin moisture (P < 0.05) after 1 week, 2 weeks, 3 weeks and 4 weeks.
Conclusion: Rice bran oil can be formulated into hand cream dosage form, type
o/w and is able to moisturize the skin. Formula with a concentration of 12% rice bran oil is the most optimal in increasing skin moisture up to 12.06 %.
FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK
BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB
PADA SEDIAAN KRIM TANGAN
SKRIPSI
Diajukan untuk mU
niversatera Uta
OLEH:
YUNIKA ARIANDA
NIM 121524039
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK
BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB
PADA SEDIAAN KRIM TANGAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
YUNIKA ARIANDA
NIM 121524039
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK
BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB
PADA SEDIAAN KRIM TANGAN
OLEH:
YUNIKA ARIANDA NIM 121524039
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 30 November 2015
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001 NIP 195111021977102001
Pembimbing II, Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.
NIP 195807101986012001
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Drs. Suryanto, M.Si., Apt.
NIP 195107031977102001 NIP 196106191991031001
Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini
disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dengan judul:
“Formulasi dan Efektivitas Minyak Bekatul Sebagai Pelembab Pada Sediaan
Krim Tangan”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita
Purba, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,
bimbingan dan nasehat selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku
Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Kemudian, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.,
Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt.,
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan
kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku
penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik
kepala Laboratorium Kosmetologi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas
selama penulis melakukan penelitian.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada
Ayahanda tercinta H Muhammad Yusuf Hanafiah dan Ibunda tercinta Hj Munarni
Ibrahim serta ucapan terima kasih penulis kepada semua teman-teman khususnya
Ekstensi Farmasi 2012 yang selalu mendoakan, memberi nasehat, menyayangi
dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua doa, kasih sayang, keikhlasan,
semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di
bidang Farmasi.
Medan, Januari 2016 Penulis,
FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK
BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB
PADA SEDIAAN KRIM TANGAN
ABSTRAK
Latar Belakang: Minyak bekatul atau dikenal dengan rice bran oil merupakan
minyak hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh, vitamin E, B komplek, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia.Kandungan asam amino yang terdapat pada bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek perlindungan kulit.
Tujuan: Memformulasikan minyak bekatul sebagai bahan pelembab dan
menguji kemampuan minyak bekatul melembabkan kulit dalam sediaan krim tangan.
Metode: Formulasi sediaan krim yang dibuat krim tipe m/a berbahan dasar
stearat, di tambahkan minyak bekatul dengan konsentrasi 3, 6, 9, dan 12%, sebagai bahan pelembab. Pengujian: uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, pengamatan stabilitas sediaan selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar, uji iritasi terhadap kulit dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 15 orang sukarelawan yang dibagi menjadi 5 kelompok uji dan masing- masing kelompok uji terdiri dari 3 orang sukarelawan, yang dilakukan selama 1 bulan.
Hasil: Semua sediaan krim pelembab yang dihasilkan homogen dan menunjukkan
tipe m/a. Uji pH pada saat krim dibuat adalah: 5,97 - 6,23 dan setelah penyimpanan selama 12 minggu adalah: 5,83- 6,16. Semua sediaan stabil selama penyimpanan 12 minggu, serta tidak mengiritasi kulit. Hasil pengujian kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit dari masing-masing formula menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul dalam sediaan krim maka semakin tinggi kelembaban kulit dengan signifikan (p < 0,05).
Kesimpulan: Minyak bekatul dapat diformulasikan menjadi sediaan krim m/a
serta mampu melembabkan kulit. Formula dengan konsentrasi minyak bekatul 12% adalah yang paling baik dapat meningkatkan kelembaban kulit sampai 12,06 %.