• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi dan Efektivitas Minyak Bekatul Sebagai Pelembab pada Sediaan Krim Tangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi dan Efektivitas Minyak Bekatul Sebagai Pelembab pada Sediaan Krim Tangan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

(2)

Lampiran 2. Surat pernyataan sukarelawan

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji kelembaban kulit yang

dilakukan selama 1 bulan dan uji iritasi dalam penelitian Yunika Arianda dengan

judul penelitian Formulasi dan Efektivitas Minyak bekatul Sebagai Pelembab

Pada Sediaan Krim Tangan dan memenuhi kriteria sebagai sukarelawan uji

sebagai berikut (Ditjen POM, 1985).

1. Wanita berbadan sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan

4. Bersedia menjadi relawan

Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama uji iritasi, sukarelawan

tidak akan menuntut kepada peneliti.

Demikian surat pernyataan ini dibuat, atas partisipasinya peneliti

mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2015

Sukarelawan Peneliti

(3)

Lampiran 3. Bagan kerja penelitian

Ditimbang semua bahan

Diatas penangas air dilebur asam stearat dan setil alkohol

Ditambahkan butilhidroksitoluen

Dilarutkan metil paraben dan trietanolamin dalam aquades yang telah dipanaskan (fase air)

Dimasukkan fase minyak ke dalam lumpang panas, ditambahkan fase air

Di aduk secara konstan hingga homogen

Ditimbang dasar krim pelembab

Homogenitas pH Stabilitas

(4)

Lampiran 4. Gambar sediaan krim setelah dibuat

(5)

Lampiran 6. Gambar uji homogenitas

(6)
(7)
(8)
(9)

Lampiran11. Data hasil pengukuran kelembaban pada kulit awal, setelah

pemakaian krim 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu.

Formula Sukarelawan Awal

(10)
(11)

Lampiran 13. Data hasil analisis statistik dengan SPSS

Tests of Normality

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

(12)

Lampiran 13. (Lanjutan)

(13)

Lampiran 13. (Lanjutan)

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

P.Minggu2

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

P.Minggu3

(14)

Lampiran 13. (Lanjutan)

P.Minggu4 Tukey HSDa

Formula N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

Formula A 3 2,13333

Formula B 3 6,63333

Formula C 3 8,46667

Formula D 3 9,73333

Formula E 3 12,63333

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2004). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan Kesebelas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 132.

Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaam Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 158-159, 162, 389.

Aramo, (2012). Skin and Hair Diagnostic System. Sugnam: Aram Huvis Korea Ltd. Hal. 1-10.

Arifan, F., Endy, M.Y., Kurniawan, D.W., Damayanti, N. (2011). Pengembangan Bioreaktor Enzimatik Untuk Produksi Asam Lemak dari Hasil Samping Penggilingan Padi Secara In Situ. Jurnal Ilmiah Jurusan Teknik Kimia

PSD III Teknik Universitas Diponogoro Semarang. ISSN 16934393.

Balsam, M.S. (1972). Cosmetics: Science and Techology. Edisi Kedua. New York: John Willey and Sons Inc. Hal. 179-219.

Damayanthi, E., Tjing, L.T., Arbianto, L. (2007). Rice Bran. Depok: Panebar Swadaya. Hal. 28.

Ditjen POM. RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.8.

Ditjen POM. RI. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 22, 84, 86, 356.

Erickson, R.D. (1990). Edible Fats and Processing. Netherland:United states of America. Hal. 333.

Fajriyah, S. (2011). Formulasi Sediaan Kosmetika Alami Luxurious Hand Oil. http.//shofipunya.wordpress.com/2011/12/08/formulasi-sediaan kosmetika-alami-luxurious-hand-oil/. (11 September 2015).

(16)

Hapsari, R.P., Fikri, A., Zullaikah, S., Rahmimoellah, H.M. (2013). Isolasi dan Karakterisasi Oryzanol Dari Minyak Bekatul. Jurnal Teknik POMITS

Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh November. 1 (1): 1-3.

Michwan, A. (2008). Sehat Dan Cantik Dengan Bekatul.

http://io.ppijepang.org/old/ cetak.php?id=246. (16 Februari 2015).

Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Amsterdam: Elsevier B.V. Hal.13, 19-21.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 193-194, 283-284, 64-65.

Nasir, S., Fitriyanti., Kamila, H. (2009). Ekstraksi Dedak Padi Menjadi Minyak Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) Dengan Pelarut n-hexane dan Etanol. Jurnal Ilmiah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Sriwijaya. 2(16): 1-3.

Nursalim, Y., dan Yetti, Z. (2013). Bekatul Makanan yang Menyehatkan. Jakarta: AgroMedia. Hal 18.

Pristian, R. (2013). Stabilitas Fisika Sediaan Body Scrub Dengan Dan Tanpa Bahan Pengemulsi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Surabaya: Fakultas Farmasi

Universitas Surabaya. 2(2): 16.

Rawlins, E.A. (1977). Bentley’s Texbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan. Eastbourne: Bailliere Tindall. Hal. 20-22, 262-264.

Rofi’ie, A.B. (2011). Buku Pintar Asal Usul Flora dan Fauna. Yogyakarta: DIVA

Press. Hal 16.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. (2009). Hanbook of Phamaceutical

Excipients. Edisi Ke-enam. London: Phamaceutical Press. Hal. 75, 155,

378, 441, 596, 760

Sulistiawati, E., Sari, A., Hidayati, R.C. (2013). Dekolorisasi Crude Rice Bran Oil

Menggunakan Bentonit.Spektrum Industri, 10(1) : 1963-6590

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 78.

(17)

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press. Hal. 58,62.

Wikipedia. (2015). Oryza sativa. http://id.m.wikipedia.org/wiki/padi. (16 Februari 2015).

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi formulasi

sediaan, pemeriksaan homogenitas sediaan, penentuan tipe emulsi sediaan,

pengukuran pH sediaan, penentuan stabilitas sediaan, uji iritasi terhadap kulit

sukarelawan, dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan

air dari kulit dengan menggunakan 15 orang sukarelawan. Terdiri dari 5 kelompok

uji dan masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang sukarelawan, yang dilakukan

selama 1 bulan.

3.1 Alat -Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah pH meter

(Hanna Instruments), skin analyzer, neraca listrik (Boeco Germany), lumpang

porselen, stamfer, objek gelas, alat-alat gelas, cawan penguap, penangas air,

konduktometer.

3.2 Bahan- Bahan

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat,

setil alkohol, trietanolamin, metil paraben, butilhidroksitoluen (BHT), akuades,

parfum, minyak bekatul (Rice Bran Oil) ”Pietro Coricelli”, larutan dapar pH asam, dan pH netral.

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan

kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 15

(19)

1. Wanita berbadan sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan.

3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisis kandungan asam lemak

yang terkandung dalam minyak bekatul di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Formulasi sediaan krim pelembab 3.5.1.1Formulasi standar (Young, 1972)

Formulasi standar yang dipilih adalah dari buku (Young, 1972).

R/ Asam stearat 12 g

Formulasi krim tangan dimodifikasi dengan penambahan antioksidan

(butilhidroksitoluen), dan tidak menggunakan sorbitol, propilen glikol, dan

gliserin. Kemudian pada sediaan krim tangan, digunakan minyak bekatul dalam

beberapa konsentrasi. Formulasi krim tangan yang dibuat adalah:

R/ Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Trietanolamin 1 g

Metil Paraben 0,1 g

(20)

Oleum lavender 3 tetes

Tabel 3.1 Formula dasar krim yang dibuat

Komposisi Jumlah untuk 500

gram

1 Asam stearat (g) 60

2 Setil alcohol (g) 2,5

3 Trietanolamin (g) 5

4 Metil paraben (g) 0,5

5 Butilhidroksitoluen (%) 0,5

6 Akuades (g) ad 500

Cara pembuatan:

Ditimbang semua bahan, pisahkan fase air dan fase minyak. Asam stearat

dan setil alkohol di lebur di atas penangas air (fase minyak), kemudian

ditambahkan butilhidroksitoluen. Metil paraben dan trietanolamin di larutkan

dalam akuades yang telah di panaskan (fase air). Kemudian, fase minyak di

masukkan ke dalam lumpang porselin panas, ditambahkan fase air dan di aduk

secara konstan hingga di peroleh dasar krim yang homogen.

3.5.3 Pembuatan sediaan krim tangan

Konsentrasi minyak bekatul yang digunakan dalam pembuatan sediaan

(21)

Cara pembuatan:

Minyak bekatul di masukkan dalam lumpang porselin, lalu ditambahkan

dasar krim sedikit demi sedikit, di gerus hingga homogen. Terakhir ditambahkan

oleum lavender, diaduk, lalu dimasukkan ke dalam wadah.

Formulasi yang dirancang dapat dilihat pada Tabel 3.2 dibawah ini, yaitu:

Tabel 3.2 Komposisi bahan krim tangan

Bahan

A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul

C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul

3.6 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan 3.6.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok,sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.6.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan pengujian konduktivitas

elektrolit menggunakan konduktometri. Dua buah elektroda pada konduktometer

di celupkan dalam sediaan, lalu diamati nilai pada konduktometer yang

(22)

baik, sedangkan emulsi tipe a/m menunjukkan sifat konduktor elektrolit yang

lebih jelek (Ditjen POM, 1985).

3.6.3 Pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral

(pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga

pH tersebut. Kemudian elektroda di cuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan

tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%,yaitu ditimbang 0,5 gram sediaan dan

dilarutkan dalam 49,5 ml akuades, diaduk. Kemudian elektroda dicelupkan dalam

larutan tersebut. Dibiarkan alat penunjuk nilai pH sampai konstan. Angka yang

ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 1977).

3.6 Penentuan stabilitas sediaan

Pengamatan stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu kamar.Cara:

Masing-masing formula sedíaan dimasukkan ke dalam pot plastik, ditutup bagian

atasnya. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sedíaan telah selesai dibuat,

penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu dilakukan pada suhu kamar, bagian yang

diamati berupa pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari sedíaan

(Ansel,2008).

3.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan dengan tujuan untuk mengetahui

sifat iritatif sediaan. Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji pakai

(usage test). Percobaan ini dilakukan pada 15 orang sukarelawan yaitu 3 orang

(23)

hingga merata di bagian depan lengan bawah sukarelawan, kemudian dibiarkan 24

jam. Setelah 24 jam dihitung dari pengolesan pertama, diamati reaksi yang terjadi.

Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak

pada kulit di bagian depan lengan bawah yang diberi perlakuan. Adanya

kemerahan diberi tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak (+++) dan yang tidak

menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (-) (Wasitaatmadja, 1997).

3.8 Penentuan Kemampuan Sediaan Untuk Meningkatkan Kelembaban Kulit

Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

ditentukan menggunakan alat skin analyzer menggunakan moisture checker.

Setiap formula diujikan kepada tiga orang sukarelawan yaitu pada bagian

punggung tangan yaitu dengan diberi tanda lingkaran diameter 3 cm, lalu

dioleskan sediaan krim sebanyak 0,5 gram hingga merata seluas area yang telah

ditandai, dioleskan 2 kali sehari selama satu bulan. Setelah pemakaian sediaan

krim, sukarelawan tidak boleh membasuh tangan nya selama beberapa jam, dan

tidak boleh memakai produk pelembab lain selama menjadi sukarelawan.

Pengukuran kelembaban awal dilakukan sebelum sediaan digunakan, selanjutnya

dilakukan pengukuran kelembaban pada daerah kulit yang diuji setelah pemakaian

1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.

Prosedur pengukuran dengan alat skin analyzer terhadap kadar air

(moisture):

1. Bersihkan permukaan kulit yang hendak diukur dengan tisu halus

2. Bersihkan bagian sensor pada moisture checker dengan menggunakan kain

(24)

3. Tekan tombol power pada moisture checker dan tunggu hingga menunjukkan

angka 00,0.

4. Letakkan di atas permukaan kulit yang akan diukur, angka yang ditampilkan

(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisis kandungan asam lemak

yang terkandung dalam minyak bekatul di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Kemudian mencocokkan hasil analisis yang didapatkan dengan standar spesifikasi

dalam buku Edible Fats and Oils Processing: Basic Principles and Modern

Practices, dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini, yaitu:

Tabel 4.1 Perbandingan range asam lemak minyak bekatul dari literaturdan hasil

analisis di pusat penelitian kelapa Medan

Berdasarkan literatur* Hasil analisis

Asam oleat 35,1-46,7 % 32,8 %

Asam linoleat 25,3- 38,2 % 47,4 %

Asam palmitat 12,0- 26,0 % 14,3 %

Asam stearat 0,5-3,0 % 1,3 %

Keterangan

* : Edible Fats and Oils Processing: Basic Princinples and Modern Practices

Berdasarkan data hasil analisis seperti yang tertera pada Lampiran 1, dapat

terlihat bahwa asam oleat yang dianalisis oleh pusat penelitian kelapa Medan lebih

rendah dari literatur, dan asam linoleat yang dianalisis oleh pusat penelitian kelapa

Medan lebih tinggi nilainya dari literatur. Hasil ini kemungkinan diakibatkan

karena perbedaan kandungan asam lemak pada bekatul yang dihasilkan oleh

(26)

4.2 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Hasil penentuan homogenitas

Dari uji yang dilakukan pada sediaan krim dengan konsentrasi 3%, 6%,

9% dan 12% maupun blanko, sediaan krim yang diperoleh berupa krim putih,

tidak diperoleh butiran-butiran kasar pada objek gelas, maka sediaan krim

dikatakan homogen. Menurut Ditjen POM (1979), sediaan dinyatakan homogen

jika tidak ada butiran-butiran pada kaca, maka sediaan memenuhi syarat.

4.2.2 Hasil penentuan tipe emulsi pada sediaan krim

Dari data uji tipe emulsi, semua formula menunjukkan sifat konduktivitas

eletrolit yang baik. Pergerakan jarum skala pada amperemeter saat kedua katoda

dicelupkan dalam sediaan krim menunjukkan bahwa sediaan krim mempunyai

sifat konduktivitas elektrolit yang baik dan merupakan krim emulsi tipe m/a.

Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan dengan metode

konduktivitas elektrolit dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data penentuan tipe emulsi sediaan

No Formula Sifat Konduktivitas Elektrolit

1 A +

A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul

C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul + : Jarum skala bergerak

(27)

4.2.3 Hasil penentuan pH sediaan

Dari hasil pengamatan nilai pH sediaan pada saat selesai dibuat, diperoleh

bahwa pH pada formula A: 6,23; B: 6,13; C: 6,07; D: 6,03; E: 5,97; sedangkan

setelah penyimpanan selama 12 minggu terjadi sedikit perubahan pH pada setiap

sediaan yaitu A: 6,16; B: 6,03; C: 5,93; D: 5,90; E: 5,83. pH sedíaan ditentukan

dengan menggunakan pH meter. Berikut tabel hasil pH yang di peroleh pada saat

selesai di buat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu, yaitu:

Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat.

No Formula pH

A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul

C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul

Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama 12

A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul

(28)

Berdasarkan hasil penentuan pH tersebut dapat diketahui bahwa dari tiap

formula sediaan krim, setelah selesai dibuat maupun setelah penyimpanan selama

12 minggu, mengalami penurunan pH, perubahan pH bisa diakibatkan karena

terjadinya hidrolisis dari bekatul dimana lipase yang ada dalam bekatul,

mengubah minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas, sehingga pH menjadi

turun. Meskipun terjadi penurunan pH tetapi masih menunjukkan kisaran pH yang

sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Pristian, 2013).

4.2.4 Hasil penentuan stabilitas sediaan

Tabel 4.5 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim

No Formula

A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul

C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul x : Perubahan warna

y : Perubahan bau z : Pemisahan fase

√ : Terjadi perubahan - : Tidak ada perubahan

Ketidakstabilan formulasi sediaan dapat dideteksi dalam beberapa hal

dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur dari

formulasi tersebut. Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika

(29)

suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi. Oleh sebab itu

perlu dilakukan uji evaluasi selama 3 bulan dan dianggap sebagai stabilitas

minimum yang harus dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 2008).

Berdasarkan hasil uji stabilitas pada sediaan selama 12 minggu, maka

diperoleh hasil pada tabel di atas yang menunjukkan bahwa seluruh sediaan dari

tiap formula tidak mengalami perubahan warna, bau dan tidak terjadi pemisahan

fase baik pada pengamatan minggu ke 1, 4, 8 dan minggu ke 12 selama

penyimpanan pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan stabil secara

fisik.

4.3 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada penggunaan

kosmetik adalah dengan melakukan uji pakai. Percobaan ini dilakukan pada 15

orang sukarelawan yaitu 3 orang sukarelawan untuk tiap formula, dioleskan

sediaan krim sebanyak 0,5 gram hingga merata di bagian depan lengan bawah

sukarelawan, kemudian dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam dihitung dari pengolesan

pertama, diamati reaksi yang terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya

kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit bagian depan lengan bawah yang

diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya

reaksi seperti kemerahan, gatal-gatal maupun bengkak pada kulit dari setiap

formula, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan sediaan aman untuk digunakan.

Hasil dari uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dapat di lihat pada Tabel

(30)

Tabel 4.6 Data hasil uji iritasi krim terhadap sukarelawan

Formula Sukarelawan Kemerahan

pada kulit

4.4 Hasil Penentuan Kemampuan Sediaan Meningkatkan Kelembaban Kulit

Tabel 4.7 dan Gambar 4.1 menunjukkan kemampuan sediaan untuk

meningkatkan kelembaban kulit yang ditentukan dengan menggunakan alat

moisture checker. Pengukuran kelembaban awal dilakukan sebelum sediaan

digunakan, selanjutnya dilakukan pengukuran kelembaban pada kulit bagian

punggung tangan yang diuji setelah 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.

Secara umum, terlihat bahwa setiap formula menunjukkan peningkatan

persentase kelembaban sebelum penggunaan dan setelah penggunaan krim,

Persentase kelembaban semakin meningkat dengan bertambahnya waktu

penggunaan krim, hal ini dapat dilihat bahwa persentase kelembaban pada tiap

(31)

pemakaian setelah 2 minggu, setelah 3 minggu dan setelah 4 minggu. Namun,

peningkatan persentase kelembaban berbeda pada tiap formula. Semakin tinggi

konsentrasi minyak bekatul pada krim, maka semakin tinggi pula peningkatan

persentase kelembabannya.

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran kelembaban pada kulit awal, setelah pemakaian

krim 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu.

Formula Sukarelawan Awal (%)

Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)

A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul

(32)

Gambar 4.1 Grafik persentase peningkatan kelembaban kulit versus waktu

Keterangan :

A : Blanko sebagai pembanding tanpa ditambahkan minyak bekatul B : Sediaan yang mengandung 3% minyak bekatul

C : Sediaan yang mengandung 6% minyak bekatul D : Sediaan yang mengandung 9% minyak bekatul E : Sediaan yang mengandung 12% minyak bekatul

Data dianalisis dengan menggunakan aplikasi statistik SPSS 21 (Statistical

product and service solution). Awalnya di lakukan uji deskriptif dan normalitas

data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dan di peroleh hasil p > 0,05

yang artinya data terdistribusi normal.

Selanjutnya dilakukan uji ANOVA, yaitu uji One Way ANOVA dengan

Post-Hoc Test untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kelembaban kulit

sukarelawan dari setiap formula dan diperoleh nilai p ˂0,05 yaitu adanya perbedaan yang signifikan. Semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul yang

ditambahkan maka semakin tinggi kemampuan melembabkan kulit. Berdasarkan

hasil analisis data secara statistik menggunakan uji Post-Hoc diperoleh nilai P

(33)

<0,05 pada tiap minggu pengujian, hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula

mempengaruhi peningkatan persentase secara signifikan.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat diketahui bahwa perbedaan

konsentrasi minyak bekatul berpengaruh secara signifikan terhadap persentase

kelembaban pada tiap minggu pengujian. Formula E dengan konsentrasi minyak

bekatul 12% yang paling tinggi meningkatkan persentase kelembaban kulit yaitu

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Minyak bekatul (Rice bran oil) dapat diformulasikan dalam sediaan krim tipe

m/a. Hasil uji homogenitas sediaan krim menunjukan susunan yang homogen.

pH yang dihasilkan pada saat selesai dibuat adalah 5,97-6,13 dan setelah

penyimpanan selama 12 minggu adalah 5,83-6,03. Hasil ini sesuai dengan pH

fisiologis kulit, serta stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu.

b. Minyak bekatul (Rice bran oil) mampu melembabkan kulit, dan setiap

formula sediaan dapat melembabkan kulit dengan persentase yang berbeda.

Formula E dengan konsentrasi minyak bekatul 12% adalah yang paling baik

dapat meningkatkan kelembaban kulit sampai 12,6 %.

5.2 Saran

Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan minyak

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Padi

Padi adalah tanaman pangan berupa rumput berumpun yang banyak

dijadikan sebagai bahan makanan pokok didunia. Indonesia juga termasuk salah

satu produsen padi terbesar di dunia (Rofi’ie, 2011). Padi termasuk dalam suku

padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman

semusim, berakar serabut, batang sangat pendek, struktur berupa batang yang

terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna

dengan pelepah tegak, berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua,

berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga

tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang

terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, buah tipe bulir atau

kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat

hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang

dalam bahasa sehari-hari disebut sekam (Wikipedia, 2015).

2.1.1 Taksonomi tanaman padi

Sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman padi

diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

(36)

Familia : Poaceae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa.

2.1.2 Uraian bekatul

Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi.

Pada proses penggilingan beras pecah kulit diperoleh hasil samping dedak 8-9%

dan bekatul sekitar 2-3% (Damayathi, dkk., 2007). Menurut BPS, angka produksi

padi di Indonesia tahun 2014 mencapai 70,83 juta ton gabah kering giling.

Sebagai perbandingannya di Amerika Serikat bahwa 10% dari total produksi padi

dapat menghasilkan bekatul, sehingga jika konversi dari 70,83 juta ton produksi

padi nasional maka diperkirakan akan dapat menghasilkan 7,0 juta ton bekatul

(Michwan, 2008).

2.1.3 Manfaat dan kandungan minyak bekatul

Minyak bekatul atau yang dikenal dengan rice bran oil merupakan minyak

hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul merupakan salah satu jenis minyak

yang memiliki kandungan nutrisi tinggi serta berbagai macam asam lemak yaitu

asam oleat 35,1- 46,7%, linoleat 25,3- 38,2%, palmitat 12,0- 26,0%, dan stearat

0,5- 3,0%, senyawa- senyawa biologis aktif dan senyawa- senyawa antioxidan

seperti: oryzanol, tocopherol, tocotrienol, phytosterol, polyphenol dan squalene

(Nasir, dkk., 2009).

Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses

penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah

lembaga biji. Sementara bekatul (polish) adalah lapisan sebelah dalam dari butiran

(37)

penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya

dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul

saja. Bekatul kaya dengan protein, mineral, lemak, vitamin B kompleks (B1, B2,

B3, B5, B6, dan B15) serta serat pencernaan (dietary fibres) (Sulistiawati, dkk.,

2012).

Manfaat dari kandungan oryzanol antara lain adalah sebagai agen

antioksidan yang hanya terdapat pada minyak bekatul, sangat kuat dalam

mencegah oksidasi, menurunkan penyerapan kolesterol, menghambat waktu

monopause serta lebih efektif mencegah radikal bebas dibanding vitamin E.

Kandungan oryzanol di dalam minyak bekatul jumlahnya dapat mencapai 10-20

kali lebih banyak dibandingkan total kandungan tokoferol dan tokotrienol

(Hapsari, dkk., 2013).

Minyak bekatul juga mengandung asam ferulat, yang telah telah diketahui

secara luas sebagai antioksidan dan bahan fotoprotektif. Asam ferulat akan

melindungi asam lemak melawan kerusakan oksidasi yang disebabkan oleh

berbagai jenis polutan, dan radikal bebas yang dibentuk selama proses

metabolisme tubuh. Asam ferulat juga dapat bekerja secara sinergis dengan

komponen antioksidan lain, seperti vitamin C, dan betakaroten, untuk

menghilangkan radikal bebas, peroksida, dan zat berbahaya potensial lain

(Michwan, 2008).

2.2 Kulit

Kulit menutupi dan melindungi tubuh dari perusak eksternal dan dari

kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2.

(38)

terluar terbagi dalam tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.

Berbagai tambahan, seperti rambut, kuku, dan kelenjar (keringat dan sebaseus)

juga terdapat pada kulit (Mitsui, 1997).

2.2.1 Struktur kulit

Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda- beda, yaitu

lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan subkutan

(hipodermis) (Guyton dan Hall, 1996).

a. Epidermis

Lapisan ini terletak pada bagian paling luar atau paling atas (tipis sekitar

0,001 inci) dan sebgaian besar terdiri dari sel-sel mati. Lapisan epidermis terdiri

atas lima lapisan sel, yaitu: stratum basale, stratum spinosum, stratum

granulosum, stratum lucidum, dan stratum korneum (Guyton dan Hall, 1996).

b. Dermis

Dermis tersusun atas pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat, akar

rambut, otot penegak rambut, dan kelenjar sebaseus (Guyton dan Hall, 1996).

Kelenjar sebaseus menghasilkan minyak kulit (sebum) yang berguna meminyaki

kulit dan rambut agar tidak kering. Kelenjar ini terdapat diseluruh kulit, kecuali

pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Hipodermis

Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel- sel

penyimpan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain.

Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk

melindungi tubuh dari benturan- benturan fisik serta berperan pula dalam

(39)

makan berlebihan. Sebaliknya, bila tubuh memerlukan energi atau kalori ekstra,

maka lapisan ini akan memberikan energi atau kalori dengan cara memecah

simpanan lemaknya (Guyton dan Hall, 1996).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit adalah organ yang memiliki berbagai fungsi penting, yaitu:

a. Pelindung/Proteksi

Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk

mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian

dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit

dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen

melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi UV (Mitsui,

1997).

b. Pengaturan Suhu Tubuh/Termoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah melalui

kulit dengan dilatasi dan kontriksi kapiler darah kulit dengan penguapan uap air

(Mitsui, 1997).

c. Persepsi Pancaindera

Kulit merasakan perubahan pada lingkungan eksternal dan bertanggung

jawab untuk sensasi kulit. Kulit memiliki berbagai reseptor, sehingga dapat

merasakan tekanan, sentuhan, suhu dan nyeri (Mitsui, 1997).

d. Penyerapan/Absorpsi

Berbagai senyawa diabsorpsi melalui kulit kedalam tubuh. Ada dua jalur

absorpsi, satu melalui epidermis dan yang lainnya melalui kelenjar sebaseus pada

(40)

adanya sawar (barier) terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan

tanduk (Mitsui, 1997).

e. Fungsi lain

Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan

(pucat dan bulu kuduk berdiri tegak) dan digambarkan sebagai organ yang

menunjukkan emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar UV

terhadap prekursor vitamin D dalam kulit (Mitsui, 1997).

2.2.3 Pentingnya melembabkan kulit

Ada berbagai faktor, baik dari luar tubuh (eksternal) maupun dari dalam

tubuh (internal), yang dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, antara lain:

udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut. Faktor- faktor tersebut dapat

menyebabkan kulit menjadi lebih kering akibat dari kehilangan air oleh

penguapan yang tidak disadari (Fajriyah, 2011). Secara alamiah, kulit memiliki

lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi

kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk

melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi

kulit (Tranggono dan latifah, 2007).

Kandungan air di dalam stratum korneum, meskipun sedikit (hanya 10%),

sangat penting. Air yang terkandung dalam stratum korneum sangat berpengaruh

pada kelembutan dan elastisitas stratum korneum (Tranggono dan latifah, 2007).

Jika kandungan air dari stratum korneum semakin sedikit, maka semakin

rendah elastisitas jaringan stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah-pecah,

membentuk retak-retak mendalam mirip huruf V. Jika bahan-bahan asing, seperti

(41)

maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak akan menimbulkan iritasi dan

peradangan yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetika

pelembab kulit untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebakan kekeringan dan

retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan latifah, 2007).

2.3 Emulsi

Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan

yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan terdipersi dalam bentuk globul

dalam cairan lainnya (Anief, 2004).

Emulsi mengandung bahan obat cair atau larutan obat,terdispersi dalam

cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Emulsi biasanya mengandung dua zat yang tidak tercampur, yaitu air dan minyak,

dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain.

Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air

dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen

yang paling penting agar diperoleh emulsi yang stabil (Anief, 2004).

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase

dispersi merupakan fase yang tidak tercampur dengan air, dan air merupakan fase

kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air

dalam minyak (a/m). Pada umumnya, sebagian besar kosmetika yang beredar

adalah sistem minyak dalam air karena mudah menyebar pada pemukaan kulit.

Dengan pemilihan formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak

dan tidak lengket (Ditjen POM, 1985).

Keuntungan dari tipe emulsi m/a menurut Voigt, 1994, adalah:

(42)

2. Memberi efek dingin terhadap kulit

3. Bersifat lembut

4. Mudah dicuci dengan air, sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit.

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan

bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya

terpisah menjadi 2 fase. Secara umum, ada 3 pola kerusakan emulsi, yaitu:

1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh

gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi

krim dan emulsi yang lebih encer, masing-masing mengandung lemak

berkisar 30-35% dan 8-10% (Ditjen POM, 1985).

2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase

m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan

terjadinya inversi fase, antara lain: konsentrasi volume kedua fase, sifat, dan

jumlah zat pengemulsi (Ditjen POM, 1985).

3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi

masing-masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam dua

tahap, yaitu:

a. Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan membentuk

kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi

sempurna (Ditjen POM, 1985).

b. Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok partikel dispersi membentuk

kelompok yang lebih besar, yang sifatnya irreversibel, secara visual terlihat

memisah, tetapi jika dikocok kuat akan terdispersi sempurna (Ditjen POM,

(43)

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme.

Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat dan protein

sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur dan bakteri lain (Rawlins, 1977).

2.4 Kosmetika Untuk Kulit

Kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk

digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ

kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah

daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau

menyembuhkan suatu penyakit.

Dalam defenisi kosmetika di atas, yang dimaksudkan dengan ‘tidak

dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit’ adalah sediaan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun, bila

bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia, meskipun berasal dari alam dan

organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu

kosmetika itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Tujuan penggunaan kosmetika pada masyarakat adalah untuk kebersihan

pribadi, meningkatkan daya tarik melalui riasan, meningkatkan rasa percaya diri

dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi

dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan dini dan secara umum,

(44)

2.4.1 Kosmetika pelembab

Kosmetika pelembab (moisturizers) termasuk kosmetika perawatan yang

bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh

seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit

maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit

menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).

Kandungan air dalam sel-sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi

penguapan air yang berlebihan maka nilai kandungan air tersebut berkurang. Cara

mencegah penguapan air dari sel kulit adalah (Wasitaatmadja, 1997):

1. Oklusif, yaitu: Menutup permukaan kulit dengan lapisan minyak tipis..

2. Humektan,yaitu: Zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit, sehingga

mempertahankan kelembaban kulit dan mencegah kulit kering.

3. Emollien, yaitu: memberikan kesan lembab dan lentur pada tekstur kulit.

Kosmetika pelembab dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu: kosmetika

pelembab berdasarkan lemak dan kosmetika pelembab berdasarkan gliserol atau

sejenisnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

a. Kosmetika Pelembab berdasarkan lemak

Kosmetika pelembab tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing

cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit

banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab

dan lembut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Viskositas lemak tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar ke

mana-mana di permukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan

(45)

permukaan kulit, menutup tepi-tepi tajam sisik stratum korneum, mencegah

masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit, dan mencegah penguapan air dari

kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar kongesti perspirasi dan

pengeluaran panas badan tetap terjadi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Dalam formulasi krim tangan dan krim cair, asam stearat adalah asam

lemak pilihan yang digunakan sebagai emolien. Asam stearat bersifat oklusif,

tetapi berbeda dengan emolien yang bersifat oklusif lain, karena secara alami

kering dan tidak berminyak (Balsam, 1972).

b. Kosmetika pelembab yang didasarkan pada gliserol atau sejenisnya

Preparat jenis ini akan mengering di permukaan kulit, membentuk lapisan

yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan

mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit tampak lebih

halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum korneum kulit (Tranggono dan

Latifah, 2007).

2.4.2 Krim tangan

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI, sediaan krim tangan termasuk

penggolongan kosmetika bagian preparat perawatan kulit. Krim adalah sediaan

setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan

dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1985).

Sediaan krim tangan harus mengandung suatu bahan pelembab untuk

tangan yang secara konstan terpapar dengan sabun, air dan detergen. Sediaan ini

seharusnya juga mengandung minyak dan meninggalkan rasa lembut di kulit,

(46)

Suatu sediaan krim tangan dikatakan baik apabila fungsinya dapat

melembutkan kulit, menjaga keseimbangan kulit, dapat dipakai dengan mudah

dan dapat disapukan dengan cepat pada permukaan kulit, tidak meninggalkan

selaput yang retak- retak pada pemakaiannya, tidak mempengaruhi pengeluaran

keringat, mempunyai bau, warna dan kestabilan fisik yang baik (Balsam, 1972).

Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan krim tangan mencakup zat

emolien, zat sawar (barier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat

humektan (pelembab), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi,

zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).

Komponen krim tangan yang digunakan yaitu:

a. Asam Stearat

Pemeriannya yaitu keras, berwarna putih atau kuning pucat, agak

mengkilap, kristal padat atau serbuk putih atau putih kekuningan, bau lemah atau

berasa lemak. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam benzena, kloroform dan eter;

larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur

69-70oC. Penggunaannya dalam sediaan topikal sebesar 1-20%, meningkatkan

stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Tidak hanya itu,

asam stearat juga digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika direaksikan dengan

basa (Rowe, dkk., 2009).

b. Setil Alkohol

Setil alkohol berbentuk lilin, lempengan putih, granul atau dadu. Memiliki

bau yang lemah dan tidak berasa. Kelarutannya yaitu larut dalam etanol (95%)

dan eter, tidak larut dalam air, larut saat dilebur dengan minyak, parafin cair dan

(47)

sifat emoliennya dan sebagai bahan pengemulsi. Setil alkohol meningkatkan

stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Sebagai emolien

dan emulgator, digunakan dalam konsentrasi 2-5%. Sebagai pengental dalam krim

dan losion, biasanya digunakan dengan konsentrasi di bawah 1% (Rowe, dkk.,

2009).

c. Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan adalah sabun trietanolamin- stearat

yang termasuk pengemulsi anionik. Kelebihan dari pengemulsi ini adalah lebih

lembut dan lebih mudah larut dari pada natrium atau kalium stearat.Sabun

trietanolamin- stearat menghasilkan emulsi yang stabil. Sedangkan pengemulsi

natrium stearat akan menghasilkan krim yang pada awalnya memiliki konsistensi

yang sangat keras. Pada penyimpanan, konsistensinya menjadi lebih lunak dan

akhirnya sangat pekat. Hal ini dikarenakan natrium stearat tidak larut sempurna

dalam air pada temperatur rendah (Balsam, 1972).

Trietanolamin merupakan cairan kental yang bening, tidak berwarna

sampai kuning pucat dan memiliki bau ammoniak yang lemah, bersifat sangat

higroskopis, memiliki titik lebur 20- 250C dan pH 10,5. Kelarutannya yaitu mudah

larut dalam air, metanol dan aseton. Digunakan sebagai bahan pengemulsi dengan

konsentrasi 0,5-3%, menambah kebasaan dan sebagai humektan (Rowe, dkk.,

2009).

d. Pengawet

Pengawet yang digunakan adalah metil paraben (nipagin). Metil paraben

berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau atau

(48)

dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol

dan dalam eter; larut dalam air 80oC. Penggunaan dalam sediaan topikal sebanyak

0,02-0,3% sebagai antimikroba, efektif pada pH 4-8 (Rowe, dkk., 2009).

e. Butilhidroksitoluen (BHT)

Butilhidroksitoluen merupakan serbuk atau kristal padat putih atau kuning

pucat dengan bau fenol lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, gliserin,

propilen glikol, larutan alkali hidrosida; larut dalam etanol, eter, metanol, benzen,

toluen dan minyak mineral. Titik leburnya adalah 70oC. Dalam sediaan topikal,

digunakan sebagai antioksidan, untuk menghambat atau mencegah ketengikan

oksidatif dari lemak dan minyak, dan mencegah hilangnya aktivitas vitamin larut

minyak, penggunaannya sebanyak 0,0075-0,1% (Rowe, dkk., 2009).

f. Minyak lavender

Minyak lavender diekstraksi melalui proses penyulingan uap dari bunga

lavender, memiliki berat jenis 0,885 g/ml. Sejak lama, telah digunakan di aroma

terapi dan produksi parfum.

2.5 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan

kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat

subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini

memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya

rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

(49)

untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,

melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.

Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer

menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.5.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

dengan menggunakan Skin analyzer, yaitu:

a. Moisture (Kadar air)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan

menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang

ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

2.5.2 Parameter pengukuran

Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan Skin analyzer dapat dilihat

kriterianya pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture

(Kelembaban)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-50 51-100

Evenness

(Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (Pori) Kecil Beberapa besar Sangat besar

0-19 20-39 40-100

Spot (Noda) Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0-19 20-39 40-100

Wrinkle

(Keriput)

Tidak keriput Berkeriput Banyak keriput

(50)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan kuno telah lama menggunakan minyak esensial sebagai

kosmetik dari bahan yang berasal dari tanaman. Minyak esensial memiliki

sejumlah kegunaan yaitu, dapat dioleskan di kulit saat pemijatan. Beberapa tahun

terakhir minyak bekatul telah di produksi dan dimanfaatkan sebagai minyak

goreng, minyak salad, bahan baku kosmetik, bahkan dikonsumsi langsung sebagai

suplemen kesehatan (Nursalim dan Yetti, 2013).

Minyak bekatul atau dikenal dengan Rice Bran Oil merupakan minyak

hasil ekstraksi bekatul padi. Bekatul yang dikenal sebagian besar masyarakat

hanya sebagai pakan ternak ternyata memiliki banyak khasiat untuk kesehatan.

Penelitian terbaru menyebutkan bahwa beberapa senyawa bioaktif yang

terkandung di dalam bekatul diketahui sebagai bahan untuk perawatan kulit. Di

beberapa negara maju, khususnya di Jepang dan Amerika Serikat, komponen

bioaktif yang terdapat pada bekatul telah disuplementasi ke dalam produk-produk

kecantikan seperti sabun mandi, pelembab dan pembersih kulit. Kandungan asam

amino yang terdapat pada bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek

perlindungan kulit (Michwan, 2008). Sama halnya dengan minyak nabati lainnya,

minyak bekatul tersusun atas sejumlah besar asam lemak, terutama oleat dan

linoleat. Asam linoleat merupakan asam lemak penting yang tidak dapat

diproduksi tubuh manusia. Tambahan pula, minyak bekatul mengandung berbagai

(51)

Penampilan kulit yang sehat, lembut, dan kenyal sangat dipengaruhi oleh

kelembaban kulit. Kelembaban kulit di bawah 10% dapat menyebabkan kulit

menjadi kering, sehingga kulit terlihat kusam dan kasar (Muliyawan dan Suriana,

2013). Kulit yang kering dan pecah-pecah akan membentuk retak-retak yang

mendalam, sehingga mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan lain-lain dapat

masuk dan menumpuk pada celah-celah tersebut, akibatnya akan menimbulkan

berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Berbagai faktor dapat menyebabkan berkurangnya kelembaban kulit,

seperti umur, ras, iklim, sinar matahari, dan lain-lain. Oleh pengaruh faktor-faktor

tersebut kulit dapat menjadi lebih kering akibat dari kehilangan air oleh

penguapan yang tidak kita rasakan (Wasitaatmadja, 1997). Problema kulit yang

terlalu kering cukup sering terjadi. Oleh karena itu, kosmetik pelembab menjadi

salah satu jenis kosmetik yang dapat digunakan. Menggunakan kosmetik

pelembab akan mengembalikan kelembaban kulit yang berkurang serta dapat

mencegah dehidrasi kulit yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak pada

kulit serta akibat-akibat buruknya (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Umumnya kosmetika pelembab terdiri dari bahan pelembab yang dapat

membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang

kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit (Wasitaatmadja,

1997).

Dalam sediaan kosmetik, bahan pelembab dimaksudkan untuk

mempertahankan kelembaban, baik pada kulit maupun pada penyimpanan dalam

(52)

bahan tersebut antara lain fosfolipid dan asam lemak, seperti asam stearat

(Balsam, 1972).

Bahan pelembab yang biasa digunakan terdiri dari berbagai minyak nabati,

hewani maupun sintetis. Minyak tumbuhan lebih baik dari pada minyak mineral

karena lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus

sel-sel stratum korneum dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono dan

Latifah, 2007).

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI, sediaan krim tangan termasuk

penggolongan kosmetika bagian preparat perawatan kulit. Krim adalah sediaan

setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan

dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1985). Sediaan krim tangan

harus mengandung suatu bahan pelembab untuk tangan yang secara konstan

terpapar dengan sabun air, dan detergen. Sediaan ini seharusnya juga mengandung

minyak dan meninggalkan rasa lembut di kulit, tetapi tidak boleh terlalu

berminyak (Young, 1972).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk memformulasikan

minyak bekatul (Rice bran oil) sebagai bahan pelembab dalam sediaan krim

tangan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah :

a. Apakah minyak bekatul dapat diformulasikan dalam sediaan krim tangan?

b. Apakah minyak bekatul mampu melembabkan kulit dalam bentuk sediaan

(53)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian

ini adalah:

a. Minyak bekatul dapat diformulasikan dalam sediaan krim tangan.

b. Minyak bekatul mampu melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim

tangan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk membuat sediaan krim tangan dengan menggunakan minyak bekatul

sebagai pelembab.

b. Untuk mengetahui kemampuan minyak bekatul melembabkan kulit dalam

bentuk sediaan krim tangan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan manfaat

minyak bekatul yang berasal dari limbah padi yang berlimpah di Indonesia.

Selanjutnya agar dapat diolah menjadi bahan baku kosmetik yang bernilai,

(54)

FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK

BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB

PADA SEDIAAN KRIM TANGAN

ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak bekatul atau dikenal dengan rice bran oil merupakan

minyak hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh, vitamin E, B komplek, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia.Kandungan asam amino yang terdapat pada bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek perlindungan kulit.

Tujuan: Memformulasikan minyak bekatul sebagai bahan pelembab dan

menguji kemampuan minyak bekatul melembabkan kulit dalam sediaan krim tangan.

Metode: Formulasi sediaan krim yang dibuat krim tipe m/a berbahan dasar

stearat, di tambahkan minyak bekatul dengan konsentrasi 3, 6, 9, dan 12%, sebagai bahan pelembab. Pengujian: uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, pengamatan stabilitas sediaan selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar, uji iritasi terhadap kulit dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 15 orang sukarelawan yang dibagi menjadi 5 kelompok uji dan masing- masing kelompok uji terdiri dari 3 orang sukarelawan, yang dilakukan selama 1 bulan.

Hasil: Semua sediaan krim pelembab yang dihasilkan homogen dan menunjukkan

tipe m/a. Uji pH pada saat krim dibuat adalah: 5,97 - 6,23 dan setelah penyimpanan selama 12 minggu adalah: 5,83- 6,16. Semua sediaan stabil selama penyimpanan 12 minggu, serta tidak mengiritasi kulit. Hasil pengujian kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit dari masing-masing formula menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul dalam sediaan krim maka semakin tinggi kelembaban kulit dengan signifikan (p < 0,05).

Kesimpulan: Minyak bekatul dapat diformulasikan menjadi sediaan krim m/a

serta mampu melembabkan kulit. Formula dengan konsentrasi minyak bekatul 12% adalah yang paling baik dapat meningkatkan kelembaban kulit sampai 12,06 %.

(55)

FORMULATION AND EFFECTIVITY O+F RICE BRAN OIL

AS MOISTURIZER IN HAND CREAM

ABSTRACT

Background: Rice bran oil is extracted free rice bran. Rice bran oil contains

unsaturated fatty acids, vitamin E, B complex, antioxidants and nutrients that the human body needs. The content of amino acids contained in the bran are known suitable for skin protection.

Objective: To formulate bran oil as moisturizer and to determine the ability of

rice bran oil to moisturize the skin in hand cream.

Method: Hand cream formulated was of type o/w, by adding in rice brand oil

with concentration 3, 6, 9, and 12% as moisturizer. The tests conducted were homogeneity, determination of emulsion type, pH, stability observations for 12 weeks in room temperature, irritation test. And determining the ability of the hand cream to reduce water evaporation from skin by using 15 volunteers. Test consistsed of 5 groups and each group consisted of 3 volunteers, who performed for 1 month.

Results: All creams produced were homogeneous and of type o/w. pH at the time

the cream made were: 5.97 to 6.23 and after storage for 12 weeks were: 5.83 to 6.16. All cream were stable during the 12 weeks storage, and did not irritate the skin. The ability of hand cream to increase skin moisture showed that there was a significant difference in the increased percentage of in skin moisture (P < 0.05) after 1 week, 2 weeks, 3 weeks and 4 weeks.

Conclusion: Rice bran oil can be formulated into hand cream dosage form, type

o/w and is able to moisturize the skin. Formula with a concentration of 12% rice bran oil is the most optimal in increasing skin moisture up to 12.06 %.

(56)

FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK

BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB

PADA SEDIAAN KRIM TANGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk mU

niversatera Uta

OLEH:

YUNIKA ARIANDA

NIM 121524039

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(57)

FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK

BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB

PADA SEDIAAN KRIM TANGAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

YUNIKA ARIANDA

NIM 121524039

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(58)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK

BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB

PADA SEDIAAN KRIM TANGAN

OLEH:

YUNIKA ARIANDA NIM 121524039

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 30 November 2015

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001 NIP 195111021977102001

Pembimbing II, Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

NIP 195807101986012001

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Drs. Suryanto, M.Si., Apt.

NIP 195107031977102001 NIP 196106191991031001

Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

(59)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada

Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini

disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dengan judul:

“Formulasi dan Efektivitas Minyak Bekatul Sebagai Pelembab Pada Sediaan

Krim Tangan”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita

Purba, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,

bimbingan dan nasehat selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku

Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Kemudian, penulis

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.,

Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt.,

selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku

penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis

serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik

(60)

kepala Laboratorium Kosmetologi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas

selama penulis melakukan penelitian.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada

Ayahanda tercinta H Muhammad Yusuf Hanafiah dan Ibunda tercinta Hj Munarni

Ibrahim serta ucapan terima kasih penulis kepada semua teman-teman khususnya

Ekstensi Farmasi 2012 yang selalu mendoakan, memberi nasehat, menyayangi

dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua doa, kasih sayang, keikhlasan,

semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di

bidang Farmasi.

Medan, Januari 2016 Penulis,

(61)

FORMULASI DAN EFEKTIVITAS MINYAK

BEKATUL (Rice Bran Oil) SEBAGAI PELEMBAB

PADA SEDIAAN KRIM TANGAN

ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak bekatul atau dikenal dengan rice bran oil merupakan

minyak hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh, vitamin E, B komplek, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia.Kandungan asam amino yang terdapat pada bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek perlindungan kulit.

Tujuan: Memformulasikan minyak bekatul sebagai bahan pelembab dan

menguji kemampuan minyak bekatul melembabkan kulit dalam sediaan krim tangan.

Metode: Formulasi sediaan krim yang dibuat krim tipe m/a berbahan dasar

stearat, di tambahkan minyak bekatul dengan konsentrasi 3, 6, 9, dan 12%, sebagai bahan pelembab. Pengujian: uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, pengamatan stabilitas sediaan selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar, uji iritasi terhadap kulit dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 15 orang sukarelawan yang dibagi menjadi 5 kelompok uji dan masing- masing kelompok uji terdiri dari 3 orang sukarelawan, yang dilakukan selama 1 bulan.

Hasil: Semua sediaan krim pelembab yang dihasilkan homogen dan menunjukkan

tipe m/a. Uji pH pada saat krim dibuat adalah: 5,97 - 6,23 dan setelah penyimpanan selama 12 minggu adalah: 5,83- 6,16. Semua sediaan stabil selama penyimpanan 12 minggu, serta tidak mengiritasi kulit. Hasil pengujian kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit dari masing-masing formula menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul dalam sediaan krim maka semakin tinggi kelembaban kulit dengan signifikan (p < 0,05).

Kesimpulan: Minyak bekatul dapat diformulasikan menjadi sediaan krim m/a

serta mampu melembabkan kulit. Formula dengan konsentrasi minyak bekatul 12% adalah yang paling baik dapat meningkatkan kelembaban kulit sampai 12,06 %.

Gambar

Tabel 3.1 Formula dasar krim yang dibuat
Tabel 3.2 Komposisi bahan krim tangan
Tabel 4.1  Perbandingan range asam lemak minyak bekatul dari literaturdan hasil analisis di pusat penelitian kelapa Medan
Tabel 4.2 Data penentuan tipe emulsi sediaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Motion of a loose rock is calculated as difference between two transformation matrices: the matrix � �� which transforms the target rock part of the reference point

4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan

tlnit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) adalah Unsur Pela-ksana Operasional Dinas di- Lapangan;.. Kel,ompok Jabat.an Er-rngsi.onal adalah kelompok

The registration performance and time consumption of the proposed approach are compared with using the ICP algorithm alone without initialization in different scenarios such

Scans were taken every 5 m along the lock, which provided 9 point clouds. As shown on Fig. We note that placing the sonar deeper would limit these angles and distances, leading to

For the volume of concrete estimation and thickness calculation, the signed distances from the initial to the successive point cloud were obtained using Cloud Compare.. In this

Dari kondisi tersebut timbul beberapa pertanyaan, struktur bangunan bangunan tinggi tahan gempa seperti apa yang dikatakan tahan terhadap gempa, pengaruh apa saja yang ditimbulkan

dengan fasilitas e-Banking (Kartu Debit Mandiri, SMS Banking Mandiri, Internet Banking Mandiri dan Call Mandiri) adalah rekening yang hanya memiliki 1 (satu)