• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trophic ecology of fish community as a fundamental to management of fish resources in Segara Menyan estuary lagoon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Trophic ecology of fish community as a fundamental to management of fish resources in Segara Menyan estuary lagoon"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

EKOLOGI TROFIK KOMUNITAS IKAN

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN

DI EKOSISTEM ESTUARI SEGARA MENYAN

SUBANG, JAWA BARAT

AHMAD ZAHID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Ekologi Trofik Komunitas Ikan Sebagai Dasar Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Ekosistem Estuari Segara Menyan, Subang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Ahmad Zahid C261090071

1

(4)
(5)

AHMAD ZAHID. Ekologi trofik komunitas ikan sebagai dasar pengelolaan sumber daya ikan di ekosistem estuari Segara Menyan, Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh M.F. RAHARDJO, SUBHAT NURHAKIM, dan SULISTIONO.

Estuari adalah ekosistem yang kompleks dan menyediakan habitat bagi beragam biota akuatik, khsususnya ikan. Segara Menyan merupakan perairan pantai semi tertutup yang berlokasi di Laut Jawa. Banyak spesies ikan memanfaatkan perairan ini sebagai lumbung makanan, area pemijahan, dan area pengungsian.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan iktiodiversitas yang mendiami ragam habitat, (2) menjelaskan variasi spasial temporal sebaran komunitas ikan, (3) menjelaskan ekologi trofik komunitas ikan, (4) menentukan strategi pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di estuari Segara Menyan.

Ikan contoh dikoleksi setiap bulan antara Januari sampai Desember 2011 di tiga zona, yaitu pantai laguna, laguna, dan sungai. Ikan dikoleksi dengan menggunakan jaring insang (5 m x 85 m, ukuran mata jaring 2, 3, 4 inci); jaring berlapis (2 m x 70 m, ukuran mata jaring 0,75; 1,5; 2,5 inci); dan jaring arad (6 m x 1,2 m, ukuran mata jaring 4,5 mm, kantong 1,2 m x 1,2 m). Ikan yang tertangkap diawetkan dalam larutan formalin 10% di lapangan. Sementara di laboratorium, ikan contoh disortasi kemudian difiksasi dalam larutan etanol 70% untuk dianalisis lebih lanjut.

Sebanyak 6.254 ekor ikan yang terdiri atas 47 famili, 79 genera, dan 106 spesies. Famili dengan spesies terbanyak ditemukan pada famili Carangidae. Komunitas ikan dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan kategori ekologis yaitu spesies estuari pendatang dari laut, spesies laut, spesies penetap, dan spesies estuari pendatang dari perairan tawar. Spesies estuari pendatang dari laut dan ikan fase juwana mendominasi perairan ini. Berdasarkan habitat yang didiami, jumlah spesies dan biomassa yang terbesar ditemukan di zona pantai laguna.

Variasi spasial temporal densitas ikan, kekayaan spesies, diversitas ikan, dan spesies dominan tergambar di tiga zona di Segara Menyan. Analisis regresi linear berganda memperlihatkan tidak ada konsistensi terhadap pola hubungan antara variabel pengukuran ikan (densitas ikan, kekayaan spesies, dan diversitas ikan) dengan variabel lingkungan (suhu, salinitas, kecerahan, dan oksigen terlarut).

Pada pengamatan 106 spesies ikan, sebanyak 1-380 saluran pencernaan ikan diamati. Indeks vakuitas berbeda antar spesies. Sebanyak lima dari 106 spesies memiliki nilai indeks vakuitas “0” dan jumlah makanan yang dikonsumsi bervariasi mulai dari empat hingga 27 jenis makanan. Secara umum, luas relung ikan di Segara Menyan adalah rendah berkisar 0,78 dan kebanyakan berada pada kisaran 0,20-0,48. Kelompok zooplankton merupakan jenis makanan paling dominan dikonsumsi oleh ikan. Komunitas ikan dikelompokkan dalam tujuh serikat trofik yaitu detritivora, fitoplanktivora, zooplanktivora, zoobentivora, moluskivora, krustasivora, dan pisivora. Tingkat trofik komunitas ikan berkisar antara 2,05-4,73.

Pemahaman tentang ekologi trofik komunitas ikan digunakan untuk menentukan strategi manajemen dan konservasi sumber daya ikan. Strategi pengelolaan dan konservasi yang diajukan adalah pengembangan perikanan rekreasi, regulasi perikanan tangkap, dan pengelolaan habitat fauna ikan.

(6)
(7)

AHMAD ZAHID. Trophic ecology of fish community as a fundamental to management of fish resources in Segara Menyan estuary lagoon. Supervised by M.F. RAHARDJO, SUBHAT NURHAKIM, and SULISTIONO.

Estuaries areas are the complex ecosystem and provide habitat for aquatic organisms, particularly for fishes. The Segara Menyan is a semi-enclosed estuarine lagoon located within the Java Sea. Many fish species utilize estuary lagoon as feeding, nursery, and refuge area.

The objectives of this study are to (1) investigate the ichthyodiversity inhabiting of various habitats, (2) describe the spatiotemporal variation in fish community distribution, (3) describe the trophic ecology of fish community, and (4) determine the strategy of fish resources management in Segara Menyan estuary. Fish samples were collected every month between January and December 2011 at three zones, i.e. coastal lagoon, lagoon, and streams. Fishes were collected using a gillnet (5 m x 85 m, three panels 2, 3, and 4 inci mesh); trammel net (2 m x 70 m, three panels 0.75; 1.5; 2.5 inci

mesh); and minitrawl (6 m x 1.2 m, 4.5 mm mesh, bag 1.2m x 1.2 m). Captured fish

were preserved in 10% buffered formalin in the field. In the laboratory, samples were sorted then fixed in 70% etanol for later analysis.

A total of 6,254 fishes consisted of 47 families, 79 genera, and 106 species, and the most collected group of fish was Carangidae. Fish communities divided into four groups according to ecological category i.e. estuarine species from marine, marine species, resident estuarine species, and estuarine species from freshwater. The estuarine species from marine and juvenile were dominant. Based on occupied habitat, the most number of species and biomass were found at coastal lagoon zone.

Spatiotemporal variation in fish density, species richness, diversity Shannon-Wiener, and dominant species were found in the three zones at Segara Menyan estuary. Multiple linear regression analysis revealed inconsistent patterns in terms of the relationships between univariate fish assemblage measures (fish density, species richness, and diversity) and environmental variables (temperature, salinity, water clarity, and dissolved oxygen).

For each of 106 fish species, between 1 and 380 stomachs, were examined. The vacuity index was also different among species. Five of 106 species had a vacuity

index of “0” and total number of food items consumed varied between fish species,

ranging from three items to 27 items. The overall diet breadth (Bi) was relatively low among species, ranging from 0.20 to 0.78, with most of them between 0.20 and 0.48. Calanoid copepods comprised the most common food item consumed by all the fishes examined. Fishes occurring can be broadly categorized into seven different trophic guilds. The trophic level of fish communities ranged from 2.05 to 4.73.

An understanding of trophic ecology of fish communities was used to determine a management and conservation of fish resources strategies. The strategy proposed were the development of recreational fisheries, regulation of capture fisheries, and management of fish habitats.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

EKOLOGI TROFIK KOMUNITAS IKAN

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN

DI EKOSISTEM ESTUARI SEGARA MENYAN

SUBANG, JAWA BARAT

AHMAD ZAHID

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji luar pada ujian tertutup:

1. Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin

(Staf pendidik pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB)

2. Dr. Ir. Malikusworo Hutomo, M.Sc., APU

(Peneliti pada Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI)

Penguji luar pada ujian terbuka:

1. Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas, M.Agr.

(Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI)

2. Dr. Ir. Djumanto, M.Sc.

(13)

Judul Disertasi : Ekologi trofik komunitas ikan sebagai dasar pengelolaan sumber daya ikan di ekosistem estuari Segara Menyan, Subang, Jawa Barat

Nama : Ahmad Zahid

NIM : C261090071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir M.F. Rahardjo Ketua

Diketahui oleh Dr Ir Subhat Nurhakim

Anggota

Dr Ir Sulistiono, MSc Anggota

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumber Daya Perairan

Dr Ir Enan M. Adiwilaga

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)
(15)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas kehendak-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan di estuari Segara Menyan merupakan penelitian pamungkas dari serentetan penelitian yang dilakukan di wilayah perairan Mayangan sejak tahun 1999. Penelitian yang diharapkan mampu menggambarkan secara komprehensif mengenai peran ekosistem estuari Segara Menyan bagi komunitas ikan di ekosistem estuari Segara Menyan dalam hal ini ditinjau dari ekologi trofik komunitas ikan.

Ucapan terima kasih atas bantuan penulisan dan penyempurnaan disertasi ini disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, Dr. Ir. Subhat Nurhakim, dan Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing; dengan bantuan mereka niscaya disertasi ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan atas komentar dan saran yang diberikan.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga karya kecil ini berguna bagi keilmuan pengelolaan sumber daya ikan di Indonesia.

Bogor, Maret 2013 Penulis,

(16)
(17)

Karya yang berhasil dituliskan ini bukan merupakan hasil kerja penulis seorang, melainkan banyak tangan-tangan yang turut membantu di belakang penulis baik sekadar memberikan semangat, doa dan harapan, turut membantu saat pengambilan contoh, dan membantu menganalisis data hasil penelitian; maupun sumbangan pemikiran yang berharga. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka, yaitu:

1. Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mencari yang terbaik dan mereka telah memberikan yang terbaik di IPB ini;

2. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Ketua Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, atas fasilitas yang disediakan kepada penulis selaku mahasiswa;

3. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan SPs IPB beserta jajarannya, atas komentar, saran, pengampuan, dan bantuan administratif kepada penulis;

4. Kepala Bagian Ekobiologi dan Konservasi Sumber Daya Perairan, atas

bantuan dana penelitian yang diberikan dan fasilitas laboratorium yang memadai untuk penulis beraktivitas;

5. Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, Dr. Ir. Subhat Nurhakim, dan Dr. Ir. Sulistiono, atas bimbingan, arahan, dan sumbangan pikiran yang sangat berharga dalam penyelesaian disertasi ini;

6. Penguji pada ujian pra kualifikasi Doktor, Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin dan Prof. (R). Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, atas saran dan pertanyaan yang diberikan sehingga membuat penulis semakin memiliki wawasan dalam penyelesaian penelitian dan disertasi ini;

7. Penguji pada ujian tertutup, Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin dan Prof. (R). Dr. Ir. Malikusworo Hutomo, atas saran dan pertanyaan yang diberikan saat ujian. Saran dan pertanyaan tersebut sangat berarti bagi penulis untuk perbaikan disertasi demi mendekati kesempurnaan;

8. Penguji pada ujian terbuka, Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rrompas, M.Agr. dan Dr. Ir. Djumanto, M.Sc. atas saran dan pertanyaan yang akan diberikan pada saat ujian terbuka. Saran dan pertanyaan tersebut akan penulis perhatikan saat perbaikan disertasi;

9. Staf pendidik pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan SPs IPB,

atas bekal ilmu yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa;

10.Keluarga Besar di Makassar (ARHAS dan SATHA) dan di Ngawi atas

dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis sehingga penulis tetap bersemangat dalam penyelesaian studi;

(18)

13.Bapak Prof. Dr. M.F. Rahardjo dan Ibu Dr. Lenny S. Syafei yang telah banyak mendukung penulis, memberikan arahan dan pelajaran hidup, mengajarkan integritas dan sikap kritis;

14.Bapak Charles P.H. Simanjuntak, M.Si., atas dukungan semangat, bantuan analisis data, dan buah pikiran;

15.Bapak Warnita Noor sekeluarga dan Sdr. Prawira ARP Tampubolon, S.Pi., beserta masyarakat Mayangan atas bantuan yang diberikan selama penelitian; 16.Rekan mahasiswa SDP 2009 (Pak Bahtiar, Pak Safrudin La Abukena, Ibu

Frederika S. Pelo, Pak Yoyok Sudarso, Pak Gunawan Pratama Yoga, Ibu Lismining Pujiyani Lestari), atas kebersamaan, candaan, dan tukar pemikiran; dan

17.Segenap raga dan jiwa yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, sumbangan yang anda berikan juga sangat berharga dan berarti bagi penulis dalam meniti jalan hingga penyelesaian disertasi ini.

Semoga jasa-jasa Bapak/Ibu/Saudara (i) mendapat ganjaran setimpal dari Allah, sang penguasa jagad raya.

Penulis,

(19)

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xvii

1. PENDAHULUAN UMUM 1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Perumusan masalah 2

1.3. Kerangka pendekatan masalah 3

1.4. Ruang lingkup penelitian 3

1.5. Tujuan dan manfaat 5

1.6. Kebaruan 5

2. IKTIODIVERSITAS DI RAGAM HABITAT ESTUARI

SEGARA MENYAN 6

2.1. Pendahuluan 6

2.2. Metode penelitian 7

2.3. Hasil 9

2.4. Pembahasan 10

2.5. Simpulan 14

3. VARIASI SPASIO-TEMPORAL SEBARAN KOMUNITAS IKAN

DI ESTUARI SEGARA MENYAN 15

3.1. Pendahuluan 15

3.2. Metode penelitian 16

3.3. Hasil 16

3.4. Pembahasan 20

(20)

4. EKOLOGI TROFIK KOMUNITAS IKAN DI PERAIRAN SEGARA

MENYAN 25

4.1. Pendahuluan 25

4.2. Metode penelitian 26

4.3. Hasil 27

4.4. Pembahasan 31

4.5. Simpulan 35

5. PENGELOLAAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN

DI SEGARA MENYAN 37

5.1. Pendahuluan 37

5.2. Strategi pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan 38

5.3. Penutup 45

6. SIMPULAN UMUM DAN SARAN 46

6.1. Simpulan umum 46

6.2. Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

(21)

3-1 Uji ragam pada variabel lingkungan berdasarkan musim dan zona 18 3-2 Hasil regresi linear berganda antara variabel pengukuran ikan

(variabel terikat) dengan variabel lingkungan (variabel bebas) 21

4-1 Atribut trofik komunitas ikan di Segara Menyan 28

5-1 Jenis dan wilayah sebaran ikan yang dapat dipancing 42

DAFTAR GAMBAR

1-1 Kerangka pendekatan pemecahan masalah 4

2-1 Peta lokasi penelitian, Segara Menyan 8

2-2 Ikan-ikan dominan berdasarkan indeks nilai penting 11

2-3 Densitas dan biomassa ikan di setiap lokasi pengambilan contoh 11

3-1 Variasi kondisi lingkungan di Segara Menyan 17

3-2 Variasi spasio-temporal rataan densitas ikan (± SE) di Segara

Menyan 18

3-3 Variasi spasio-temporal diversitas dan kekayaan spesies di Segara

Menyan 19

4-1 Posisi serikat trofik dalam tingkat trofik 29

4-2 Jejaring trofik ikan-ikan dominan secara umum 30

4-3 Jejaring trofik ikan-ikan dominan saat musim penghujan 32

4-4 Jejaring trofik ikan-ikan dominan saat musim kemarau 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daerah penelitian 57

2 Indeks nilai penting fauna ikan di ragam habitat estuari Segara

Menyan 58

3 Hasil tangkapan berdasarkan zona dan bulan 63

4 Curah hujan di wilayah penelitian 67

5 Atribut trofik komunitas ikan di Segara Menyan 68

(22)
(23)

1

1.1. Latar belakang

Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan pada berbagai tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dan dewasa) (Blaber 1997; Costa et al. 2002). Estuari disebut sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton -daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)- yang memberikan karakteristik khusus pada ekosistem yang terbentuk. Ekosistem utama yang terbentuk di estuari yaitu padang lamun, mangrove, pantai, dan sungai (khususnya bagian muara).

Segara Menyan berada di sebelah barat perairan Pantai Mayangan merupakan bagian dari sistem Laut Jawa yang pada daerah pesisirnya terbentuk ekosistem mangrove. Segara Menyan merupakan ekosistem unik dengan ragam habitat yang terbentuk seperti pantai berpasir, laguna, dan dua aliran sungai (Sungai Terusan dan Sungai Poncol) yang bermuara di laguna. Daerah ini dimanfaatkan oleh nelayan sebagai daerah penangkapan ikan yang intensif karena perairan ini menyimpan fauna ikan yang besar. Simanjuntak et al. (2001) pernah mencatat 77 spesies ikan yang hidup di perairan Pantai Mayangan dan 10 tahun kemudian Zahid et al. (2011a) dalam riset enam bulan pertama telah tercatat 105 spesies di estuari Mayangan. Spesies ikan yang melimpah di ekosistem ini tidak terlepas dari kondisi ekosistemnya dalam menyediakan ruang untuk bereproduksi, tumbuh dan berkembang biak, dan sebagai lumbung makanan berbagai spesies ikan.

(24)

ekologi trofik ikan merupakan kunci dalam memahami berbagai aspek biologi, ekologi, fisiologi, dan tingkah laku ikan (Gonçalves & Erzini 1998).

Penelitian mengenai aspek ekobiologi ikan belum dilakukan secara khusus di perairan Segara Menyan, hanya saja beberapa spesies yang ditemukan di sekitar perairan Pantai Mayangan telah diteliti lebih lanjut pada aspek pertumbuhan (Suhono 2005), reproduksi (Novitriana et al. 2004; Yuniarti et al. 2005; Rahardjo 2006a; Rahardjo & Simanjuntak 2007; Zahid & Simanjuntak 2009), dan makanan (Rahardjo & Simanjuntak 2002; 2005; Wahyuni et al. 2004; Rahardjo 2006b; 2007; Rahardjo et al. 2006; 2009; Simanjuntak & Zahid 2009). Penelitian mengenai interaksi inter- dan intraspesies juga belum pernah dilakukan secara komprehensif. Hubungan yang nyata antara spesies satu dengan lainnya di dalam ekosistem adalah interaksi trofik komunitas ikan di perairan ini. Fakta ini yang mendorong kajian mengenai ekologi trofik dalam mendukung pertumbuhan dan reproduksi ikan yang mendiami ekosistem tersebut. Pemahaman mengenai ekologi trofik komunitas ikan dapat dijadikan sebagai dasar di dalam menyusun jejaring trofik di dalam ekosistem. Dalam memahami ekologi trofik komunitas ikan diperlukan kajian mengenai diversitas dan sebaran ikan yang ditentukan habitat (spasial) dan musim (temporal) yang berkembang.

1.2. Perumusan masalah

Permasalahan yang ada di perairan Segara Menyan adalah ukuran dan biomassa ikan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh penangkapan ikan yang intensif dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap non selektif, seperti jaring arad, jaring dogol, jaring rampus, dan pukat pantai. Bahkan penangkapan dengan menggunakan jaring insang dan rampus sangat intensif dilakukan di zona segara. Sumber penyebab lainnya adalah degradasi habitat. Degradasi habitat dalam bentuk abrasi dan kerusakan ekosistem mangrove. Kerusakan ekosistem mangrove ditimbulkan oleh kegiatan manusia, seperti kegiatan budi daya yang menyebabkan perubahan fungsi ekologis mangrove.

(25)

Degradasi habitat menyebabkan ikan kehilangan ruang untuk mencari makanan. Pergerakan ikan menuju estuari lebih didasari pada upaya pencarian makanan selain perlindungan dan pengungsian. Makanan menentukan pertumbuhan dan reproduksi ikan. Persediaan sumber daya makanan yang menurun akibat perubahan habitat menyebabkan induk ikan akan cenderung mencari daerah lain untuk memijah yang mampu menyediakan sumber daya makanan bagi larva yang akan ditetaskannya. Sementara juwana ikan yang menetap di area tersebut tidak mampu tumbuh dengan optimal.

1.3. Kerangka pendekatan masalah

Sumber daya ikan di perairan Segara Menyan perlu dikelola agar kepunahan spesies ikan tidak akan terjadi di masa datang. Prinsip pengelolaan yang dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:

1. Perlindungan habitat penyedia sumber daya makanan bagi komunitas ikan; dan

2. Pengendalian penangkapan sumber daya ikan dengan melakukan penangkapan

menggunakan alat tangkap selektif sehingga laju pembentukan biomassa menjadi produktif dan efisien.

Diagram alir kerangka pendekatan pemecahan masalah ditampilkan pada Gambar 1-1.

1.4. Ruang lingkup penelitian

(26)

Gamb

ar

1

-1.

K

er

an

gka

p

ende

ka

tan p

emec

aha

n m

asa

(27)

dari tulisan ini berisi tentang implikasi ekologi trofik pada pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di Segara Menyan, bagian ini pulalah yang menjadi pembahasan umum dari seluruh rangkaian yang telah ditulis sebelumnya.

1.5.Tujuan dan manfaat

Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan iktiodiversitas yang mendiami ragam habitat, menjelaskan variasi spasio-temporal sebaran komunitas ikan, menjelaskan ekologi trofik komunitas ikan, dan menentukan strategi pengelolaan sumber daya ikan di Segara Menyan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi mengenai peran estuari Segara Menyan bagi komunitas ikan perairan Mayangan dalam rangka menentukan konsep pengelolaan sumber daya ikan berkenaan dengan konservasi sumber daya ikan.

1.6. Kebaruan

(28)

2. IKTIODIVERSITAS DI RAGAM HABITAT ESTUARI SEGARA MENYAN

2.1. Pendahuluan

Estuari merupakan habitat yang vital bagi kebanyakan spesies ikan, krustase, dan moluska dengan fungsinya sebagai area pemijahan dan pembesaran, lumbung makanan, dan merupakan area yang penting bagi perkembangan awal dan adaptasi fisiologis spesies pemigrasi (Blaber 1997; Bayhan et al. 2008). Estuari merupakan ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat, seperti hutan mangrove, rawa air asin, padang lamun, muara sungai, dan wilayah tanpa vegetasi. Heterogenitas habitat menyebabkan area ini kaya sumber daya perairan dengan fauna ikan sebagai komponen terbesarnya. Selain itu, hubungan yang terbuka antara laut dengan estuari dan estuari dengan sungai turut mendukung ragam sumber daya ikan di estuari.

Sepanjang estuari Segara Menyan ditumbuhi vegetasi mangrove yang semakin berkurang kerapatannya dengan dibukanya lahan tambak. Selain itu, telah terjadi pula perambahan hutan mangrove; walaupun dalam jumlah kecil. Kerusakan ekosistem mangrove turut menurunkan produktivitas sumber daya ikan di perairan, seperti yang diungkap oleh Shinnaka et al. (2007) bahwa kerusakan mangrove sebesar 50% dalam 35 tahun telah memengaruhi struktur komunitas ikan di Thailand. Penurunan sumber daya ikan juga disebabkan oleh penangkapan intensif oleh nelayan.

Pengungkapan tentang fauna ikan di Segara Menyan dan perairan sekitarnya diawali dari penelitian oleh Simanjuntak (2001). Ia mengemukakan bahwa perairan Mayangan yang melingkupi perairan Segara Menyan terdapat 77 spesies ikan. Setelah satu dasawarsa, dilakukan penelitian kembali di perairan Mayangan dengan waktu yang lebih lama (enam bulan) dan alat tangkap yang komprehensif oleh Zahid et al. (2011a) dan ditemukan 105 spesies ikan mendiami atau sekadar melintasi perairan ini.

(29)

2.2. Metode penelitian

Daerah penelitian

Penelitian yang berlangsung dari Januari hingga Desember 2011 ini dilakukan di ekosistem estuari Segara Menyan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat

(6°12’45”-6°14’00” LS dan 107°44’30”-107°46’00” BT) (Gambar 2-1). Segara Menyan sebagai ekosistem estuari memiliki ragam habitat yang tinggi seperti sungai-sungai dengan vegetasi mangrove di tepiannya, segara (laguna) yang luas, dan pantai berpasir.

Rancangan dan prosedur pengambilan contoh

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei post facto dengan pengambilan contoh dilakukan setiap bulan pada saat pasang terendah di lokasi pengambilan contoh yang telah ditentukan. Lokasi pengambilan contoh (Gambar 2-1; Lampiran 1) ditentukan secara horizontal berdasarkan habitat yang terbentuk di ekosistem estuari tersebut dan daerah yang merupakan area penangkapan nelayan yaitu:

Zona 1 : Pantai

Zona ini berada di perairan terbuka di depan segara yaitu sekitar 150 meter tegak lurus zona segara ke arah laut. Zona ini didominasi substrat pasir (76%) dengan kedalaman perairan 2-4 m. Pada zona ini, pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi (1a, 1b);

Zona 2 : Segara

(30)

Gambar 2-1. Peta lokasi penelitian, Segara Menyan. 1= pantai, 2= segara, 3= sungai. (Sumber: Modifikasi dari GoogleMap)

Zona 3 : Sungai

Zona ini merupakan badan air yang mengalir ke Segara Menyan. Pada zona ini ditentukan dua lokasi pengambilan contoh yaitu di sungai-sungai besar yang mengalir ke Segara Menyan (Sungai Terusan dan Sungai Poncol). Bagian tepi kedua sungai ini ditumbuhi vegetasi mangrove jenis Rhizopora mucronata dan Avicennia marina. Kedalaman air di zona ini mencapai 2-4 m dengan dominasi substrat lempung (liat, 80%).

Ikan ditangkap dengan menggunakan tiga alat tangkap (jaring rampus, jaring berlapis, dan jaring arad) yang pengoperasiannya disesuaikan dengan efektivitas dan efisiensi alat tangkap. Jaring rampus dan jaring berlapis dipasang melingkari gerombolan ikan, sedangkan jaring arad dioperasikan dengan ditarik oleh kapal. Dengan demikian, luas area penangkapan ikan di setiap zona dapat ditentukan.

(31)

sungai. Luas area penangkapan ikan di segara diperkirakan 380 m2 dan sungai 240 m2. Ikan yang tertangkap diawetkan secara terpisah berdasarkan zona pengambilan contoh dalam wadah berlarutan formalin 10%.

Ikan yang telah diawetkan di dalam larutan formalin 10% dipindahkan ke dalam larutan etanol 70%, lalu ikan-ikan contoh tersebut diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan buku identifikasi Kottelat (1993); Carpenter & Niem (1999a,b, 2001a,b); Peristiwady (2006). Selanjutnya diukur panjang bakunya dan ditimbang bobotnya. Data panjang tidak digunakan pada bagian ini, melainkan pada bagian ke empat disertasi ini.

Analisis data

Indeks nilai penting (INP) diperoleh dari penjumlahan persentase biomassa (%B), persentase jumlah ikan tertangkap (%J), dan persentase frekuensi kehadiran setiap bulan (%K). Total nilai indeks ini adalah 300. Densitas ikan ditentukan dari jumlah per unit area (ind. m-2), selanjutnya diekstrapolasi ke 1000 m2; sedangkan biomassa ikan dihitung dari bobot per unit area (kg m-2).

Pengelompokan ikan menurut kategori ekologis disusun berdasarkan tingkah laku dan catatan-catatan biologis ikan-ikan tersebut di perairan Segara Menyan dan sekitarnya. Kategori tersebut dimodifikasi dari Blaber (1997) yaitu 1) spesies estuari penetap, ikan yang menghabiskan kehidupannya hanya di estuari; 2) spesies laut, ikan yang menghabiskan kehidupannya hanya di laut; 3) spesies peruaya dari laut, ikan laut yang kadangkala beruaya ke estuari dengan berbagai keperluan biologi, seperti mencari makanan, kawin, dan memijah; umumnya anggota kelompok ini adalah ikan pada stadia dewasa; 4) spesies peruaya dari perairan tawar, ikan dari perairan tawar yang kadangkala masuk ke estuari melalui alur sungai. Selain ditentukan kategori ekologisnya, ikan juga dibedakan menurut fase dalam siklus hidupnya yaitu juwana dan dewasa. Penentuan fase tersebut ditentukan dari ukuran panjang yang dibandingkan dengan informasi biologi masing-masing ikan.

2.3. Hasil

(32)

dijumpai pada Carangidae dengan sembilan spesies, diikuti oleh Leiognathidae dan Sciaenidae masing-masing delapan spesies. Beberapa spesies dominan disajikan pada Gambar 2-2. Beberapa spesies dominan merupakan ikan konsumsi penting seperti T. mystax, E. tetradactylum, N. soldado, S. leptolepis, S. javus, T. hammiltonii, S. jello, H. sagor, O. rubber, J. belangerii, V. engeli, D. russelli.

Dominansi ini didasarkan pada besaran nilai INP ikan seriding, A. nalua (108,54) merupakan spesies dengan nilai INP terbesar; diikuti oleh ikan bilis, T. mystax (106,18); dan ikan kuro, E. tetradactylum (106,06). Besaran nilai INP spesies dominan, sebagian besar disumbang oleh persentase frekuensi kehadiran yang mencapai 100% pada beberapa ikan seperti A. nalua, T. mytax, dan E. tetradactylum (Lampiran 2).

Berdasarkan kategori ekologis, sebesar 40,56% merupakan ikan estuari pendatang dari laut; 30,18% ikan laut; 28,30% ikan penetap di estuari; dan hanya 0,94% ikan estuari pendatang dari perairan tawar. Mayoritas spesies pendatang dari laut seperti kelompok terapontidae (ikan kerong-kerong) mencapai estuari saat musim kemarau, sedangkan spesies pendatang dari perairan tawar (nila, O. niloticus) terjadi pada musim penghujan (Lampiran 3). Sebagian besar ikan yang ditemukan berada pada fase juwana (102 spesies) dan dewasa (72 spesies) (Lampiran 2). Kebanyakan fase juwana ditemukan di zona segara.

Densitas ikan yang terhitung sebesar 15.334 ind.1000 m-2 dan biomassa ikan sebesar 154,62 kg.1000 m-2. Berdasarkan lokasi penangkapan, zona pantai yang diwakili oleh stasiun 1A dan 1B memiliki densitas dan biomassa terbesar, sedangkan zona sungai yang diwakili oleh stasiun 3A dan 3B memiliki densitas dan biomassa paling rendah (Gambar 2-3; Lampiran 3).

2.4. Pembahasan

(33)

Gambar 2-2. Ikan-ikan dominan berdasarkan indeks nilai penting

Gambar 2-3. Densitas dan biomassa ikan di setiap lokasi pengambilan contoh

laguna satu dengan lainnya karena perbedaan metode sampling (alat tangkap, upaya penangkapan, waktu), kondisi geografis dan luas area laguna (Kneib 1997).

Jumlah individu ikan yang tertangkap sedikit, namun sangat bervariasi. Hal ini ditengarai oleh kehadiran beberapa spesies ikan di ekosistem ini hanya sekadar singgah beberapa saat untuk berbagai keperluan seperti mencari makanan (ikan

alu-alu, Sphyraena jello) atau melepaskan telur (ikan kuro, Eleutheronema

(34)

makanan atau F. persimilis yang sekadar melepaskan telurnya di ekosistem estuari Semenajung Yucatan (Arceo-Carranza & Vega-Cendejas 2009). Simier et al. (2004) menjelaskan bahwa keragaman ikan yang tinggi di estuari disebabkan oleh 1) keberadaan ikan-ikan spesies laut di estuari sebagai dampak dari hubungan estuari dengan laut dan keberadaan aliran air tawar ke ekosistem estuari; 2) heterogenitas habitat (padang lamun, perakaran mangrove, hamparan lumpur, aliran air tawar) menyebabkan kehadiran berbagai macam spesies ikan.

Keberadaan ekosistem mangrove di pesisir Segara Menyan turut berperan dalam memengaruhi kelimpahan ikan di area ini. Hal ini didukung oleh hipotesis yang menjelaskan mengenai penyebab sejumlah spesies ikan tertarik memasuki ekosistem mangrove (Laegdsgaard & Johnson 2001), yaitu 1) perlindungan terhadap pemangsa, ikan mangsa akan memasuki area mangrove untuk berlindung dari pemangsa. Kompleksitas struktur perakaran mangrove menyulitkan pergerakan pemangsa dan tingkat kekeruhan yang tinggi di ekosistem mangrove menyebabkan jarak pandang ikan pemangsa berkurang; 2) terkait dengan persediaan makanan, yang menunjukkan bahwa ekosistem ini menyediakan banyak makanan dengan produktivitas yang tinggi. Dua hal ini menyebabkan kelimpahan dan keragaman ikan yang tinggi di ekosistem mangrove. Selain hipotesis tersebut, ekosistem mangrove juga menyediakan daerah pengasuhan bagi juwana. Argumentasi ini didukung dengan dominasi juwana ikan di estuari Segara Menyan. Hal yang sama terlihat pula pada penelitian Brinda et al. (2010) yang menemukan 45 juwana ikan di estuari Vellar, pantai tenggara India.

(35)

memiliki densitas dan biomassa yang lebih besar dibandingkan di area segara dan sungai. Pola ini memiliki kemiripan dengan perairan estuari dan laguna lainnya (Whitfield 1999, Ley et al. 1999, Akin et al. 2005).

Keberadaan beberapa spesies ekonomis penting pada kelompok ikan-ikan dominan menandakan bahwa ekosistem ini (khususnya keberadaan ekosistem mangrove) mampu menyediakan sumber daya ikan yang dapat dipanen oleh nelayan. Kaitan ekosistem mangrove (luas area) baik di tropis maupun subtropis dengan produksi spesies ekonomis penting telah banyak dikaji, kesemuanya menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif diantara luas area hutan mangrove dengan hasil tangkapan ikan ekonomis penting (Manson et al. 2005; Meynecke et al. 2007; Shinnaka et al. 2007). Disamping itu heterogenitas habitat yang terjadi di estuari memiliki korelasi yang kuat dengan kekayaan spesies (Sheridan & Hays 2003). Arti penting estuari bersama ragam habitat yang melekat padanya bagi spesies ikan terancam oleh perambahan hutan, degradasi habitat, dan penangkapan intensif. Peristiwa ini terjadi pada perairan estuari Sine Soloum (Senegal), selama sepuluh tahun terjadi penurunan biomassa sebesar 40%, penurunan rata-rata ukuran panjang beberapa spesies mencapai 17%, dan penurunan 0,11 unit tingkat trofik (Ecoutin et al. 2010).

Dominansi ikan seriding, A. nalua di perairan estuari Segara Menyan disebabkan oleh persediaan sumber daya makanan dan kemampuan adaptasi ikan ini terhadap kondisi lingkungan. Kehadiran kelompok kopepoda dalam jumlah melimpah menjamin sumber daya makanan ikan seriding di estuari Segara Menyan, kelompok mikrokrustase (Calanus, Acartia, Evadne, Podon) ini menjadi makanan utamanya (Zahid et al. 2011b). Ikan yang hidup berasosiasi dengan perakaran mangrove ini mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan mangrove yang rusak sekalipun, seperti yang terjadi beberapa wilayah di estuari Segara Menyan. Bahkan penelitian Shinnaka et al. (2007) di Teluk Pak Phannang, Thailand dan Tse et al. (2008) di Tolo Harbour, Hongkong; menunjukkan bahwa ikan ini melimpah pada kondisi mangrove yang telah rusak. Ikan seriding yang berlimpah ini didukung oleh keberadaan zooplankton (mikrokrustase khususnya kelompok kalanoida).

(36)

2003; Stål et al. 2007; Guedes & Araújo 2008). Kebanyakan spesies ikan memiliki kemampuan adaptasi terhadap dinamika faktor lingkungan yang bervariasi secara spasial dan temporal. Hal ini turut menentukan sebaran kelompok ikan pada skala spasial maupun temporal tersebut. Bahasan lebih mendalam mengenai variasi spasio-temporal komunitas ikan disajikan pada pokok bahasan berikut dari disertasi ini.

Kekayaan biologis di suatu ekosistem estuari mencerminkan kesehatan lingkungannya. Meskipun estuari Segara Menyan memiliki kekayaan iktiofauna yang tinggi, namun perlu mendapat perhatian serius akibat degradasi ekologis yang mendera ekosistem tersebut. Eksploitasi sumber daya ikan yang meningkat dengan berbagai jenis alat tangkap tidak ramah lingkungan, degradasi hutan mangrove, dan abrasi pantai menjadi masalah utama yang perlu diatasi. Kondisi ini membutuhkan pemantauan secara berkala terhadap keanekaragaman ikan untuk menjamin kemantapan ekosistem dan kelanjutan sumber daya ikan.

2.5. Simpulan

(37)

3. VARIASI SPASIO-TEMPORAL SEBARAN KOMUNITAS IKAN DI ESTUARI SEGARA MENYAN

3.1. Pendahuluan

Estuari dan pantai laguna merupakan zona transisi yang terletak di antara habitat perairan tawar dan laut, dengan variabilitas lingkungan yang dinamis. Kondisi ini mengharuskan komunitas biologi melakukan penyesuaian terhadap dinamika lingkungan yang terjadi (Kupschus & Tremain 2001). Pada ekosistem ini, ikan merupakan komponen biologis utama yang memanfaatkan estuari sebagai lumbung makanan, tempat bereproduksi, bertumbuh, dan berlindung dari pemangsa (Raz-Guzmán & Huidobro 2002).

Kondisi lingkungan perairan yang dinamis memengaruhi variabel lingkungan yang selanjutnnya akan memengaruhi sebaran ikan di perairan baik pada skala spasial maupun temporal (Carassou & Ponton 2007; Bosman et al. 2011; Arceo-Carranza & Vega-Candejas 2009). Variabel lingkungan yang berperan dalam hal ini adalah salinitas, suhu, kekeruhan, dan oksigen terlarut. Disamping itu, tipe sedimen dan jenis vegetasi berpengaruh pada persediaan sumber nutrisi dan perlindungan terhadap predator, yang dengan hal tersebut berdampak pada komposisi dan kelimpahan ikan (Blaber 1997). Kebanyakan spesies yang berada di zona ini adalah spesies penetap dan pendatang (okasional dan siklikal) yang sangat bergantung pada perubahan kondisi perairan (Velázquez-Velázquez et al. 2008). Berdasarkan kondisi tersebut, kebanyakan spesies yang mendiami area ini memiliki adaptasi fisiologis, dengan begitu mereka mampu menoleransi perubahan ekstrim lingkungan yang terjadi di ekosistem ini (Shih-Rong et al. 1999).

(38)

3.2. Metode penelitian

Prosedur pengambilan contoh

Variabel lingkungan yang diukur meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan kecerahan. Semua variabel ini diambil setiap bulan di setiap lokasi pengamatan. Suhu diukur dengan menggunakan termometer raksa, salinitas diukur dengan menggunakan salinorefraktometer, oksigen terlarut diukur dengan DO meter, dan kecerahan diukur dengan keping Secchi. Data curah hujan digunakan untuk mengelompokkan bulan dalam musim penghujan dan kemarau yang diperoleh dari Perum Jasa Tirta II (Lampiran 4). Penentuan musim berdasarkan besaran curah hujan dan jumlah hari hujan pada setiap bulan selama periode penelitian.

Prosedur pengambilan contoh ikan telah dijelaskan pada bagian kedua disertasi ini. Hal yang sama berlaku pada penanganan dan identifikasi contoh ikan.

Analisis data

Variabel pengukuran ikan meliputi densitas, kekayaan spesies, dan diversitas ikan; sedangkan variabel lingkungan meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan kecerahan perairan.

Densitas ikan ditentukan dari jumlah per unit area (ind. m-2), sementara kekayaan spesies (S) ditentukan dari besaran spesies yang ditemukan setiap bulan di zona penelitian. Diversitas ikan (H’) ditentukan dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (bit). Analisis ragam (ANOVA) satu arah digunakan untuk menguji perbedaan variabel pengukuran ikan dan variabel lingkungan antar musim dan zona.

Pengujian hubungan antara komunitas ikan dengan variabel lingkungan dilakukan melalui analisis regresi linear berganda antara variabel pengukuran ikan (variabel terikat) dengan variabel lingkungan (variabel bebas). Semua analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17,0.

3.3. Hasil

Kondisi lingkungan perairan

(39)

Gambar 3-1. Variasi kondisi lingkungan di Segara Menyan (MPH= musim penghujan, MK= musim kemarau)

berada pada nilai tertinggi dibandingkan dua zona lain. Berdasarkan musim, variabel lingkungan di musim kemarau menunjukkan nilai terbesar daripada musim penghujan, kecuali variabel oksigen terlarut. Analisis ragam setiap variabel terhadap musim dan zona penelitian dihasilkan bahwa suhu, salinitas, dan kecerahan menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) (Tabel 3-1).

(40)

Tabel 3-1. Uji ragam pada variabel lingkungan berdasarkan musim dan zona

Faktor

Variabel lingkungan

Suhu Kecerahan Salinitas Oksigen terlarut

F p F p F p F p

Musim 5,30 0,02* 5,22 0,04* 30,85 0,00* 0,01 0,94

Zona 38,14 0,00* 327,77 0,00* 33,94 0,00* 0,29 0,64

*p<0,05

Variasi spasio-temporal densitas, diversitas, dan kekayaan spesies ikan

Zona sungai memiliki densitas, kekayaan spesies, dan diversitas ikan terendah dibandingkan zona segara dan pantai (Gambar 3-2, 3-3). Fakta menarik terlihat pada perubahan densitas ikan berdasarkan musim di masing-masing habitat (Gambar 3-2). Densitas ikan di pantai mencapai puncak pada awal musim kemarau dan akhir musim penghujan di sungai, sementara di segara terjadi pada pertengahan musim kemarau. Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) satu arah, densitas ikan antar zona dan musim berbeda nyata (p<0,05).

Kekayaan spesies di perairan Segara Menyan yang tercatat selama penelitan adalah 106 spesies. Kekayaan spesies dan diversitas ikan memiliki pola yang sama di masing-masing habitat (Gambar 3-3). Diversitas ikan tertinggi ditemukan pada

(41)
(42)

musim kemarau di setiap zona. Hasil analisis ragam (ANOVA) satu arah menunjukkan pebedaan signifikan (p<0,05) pada diversitas ikan di seluruh zona. Perbedaan signifikan (p<0,05) diversitas ikan juga terlihat berdasarkan musim pada zona segara dan sungai, sedangkan zona pantai tidak terdapat perbedaan. Kekayaan spesies tidak memperlihatkan perbedaan (p>0,05) baik antar musim maupun zona, kecuali di zona sungai.

Hubungan komunitas ikan dengan variabel lingkungan

Analisis regresi linear berganda memperlihatkan tidak ada konsistensi terhadap pola hubungan antara variabel pengukuran ikan dengan variabel lingkungan (Tabel 3-2). Ada kesamaan variabel lingkungan yang berkorelasi dengan kekayaan spesies ikan di zona pantai dan sungai yaitu salinitas dan kecerahan perairan. Namun korelasi yang terbentuk berbeda, di sungai berkorelasi negatif; sedangkan di pantai berkorelasi positif. Zona segara memperlihatkan berbagai hubungan yang nyata antara variabel lingkungan dengan variabel pengukuran ikan, keempat variabel lingkungan berkorelasi nyata dengan kekayaan spesies; salinitas dan kecerahan perairan berkorelasi negatif sementara suhu dan oksigen berkorelasi positif. Densitas dan diversitas ikan di segara berkorelasi nyata dengan salinitas dan kecerahan, sedangkan di pantai dan sungai hanya diversitas yang memperlihatkan perbedaan nyata dengan salinitas.

3.4. Pembahasan

(43)

Tabel 3-2. Hasil regresi linear berganda antara variabel pengukuran ikan (variabel terikat) dengan variabel lingkungan (variabel bebas)

Zona Variabel pengukuran ikan Variabel lingkungan (koefisien r)

Suhu Salinitas Oksigen Kecerahan

Pantai Densitas -0,101 -0,179 -0,266 0,088

Kekayaan spesies 0,491 0,677* -0,328 0,645*

Diversitas 0,486 0,505* -0,485 0,255

Segara Densitas 0,195 0,516* 0,169 0,689*

Kekayaan spesies 0,595* -0,602* 0,521* -0,552*

Diversitas 0,251 0,521* 0,391 0,550*

Sungai Densitas -0,273 -0,282 0,039 0,356

Kekayaan spesies 0,394 -0,583* 0,126 -0,551*

Diversitas 0,421 0,574* -0,068 0,211

* p<0,05

nyata secara spasial dan temporal. Variasi spasio-temporal terkait dengan kondisi perairan terjadi di berbagai perairan estuari dan laguna; Laguna Pereyra, Mexico memperlihatkan variasi salinitas secara spasial (Velázquez-Velázquez et al. 2008) dan suhu secara temporal (Shih-Rong et al. 2001). Tidak hanya salinitas dan suhu, Garcia et al. (2003) menegaskan bahwa kedalaman dan kecerahan perairan di Laguna Patos memiliki variasi pada skala spasial dan temporal. Perbedaan ini dipengaruhi pergerakan air dan curah hujan yang berbeda secara signifikan pada musim berbeda.

(44)

Perubahan musim yang menyebabkan perbedaan spesies dominan bertalian dengan aktivitas reproduksi dan pencarian makanan. Saat musim penghujan, ikan blama dan ikan petek memiliki tingkat kematangan gonad tinggi (Novitriana et al. 2004; Rahardjo 2006). Hal ini diperkuat pula oleh hasil pengamatan pada gonad kedua ikan tersebut yang menunjukkan gonad telah matang. Ketika musim kemarau, ikan kuro dan ikan bilis menunjukkan hal yang berbeda, keberadaannya di pantai lebih disebabkan oleh ketertarikannya terhadap makanan. Ikan-ikan ini lebih banyak mengonsumsi kelompok krustase (Sulistiono et al. 2009; Bogarestu et al. 2013), jenis-jenis yang menjadi makanan ikan ini banyak ditemukan di tepi pantai.

Variasi spasial dan temporal terlihat jelas pada densitas dan diversitas ikan di Segara Menyan, sedangkan kekayaan spesies tidak menampakkan variasi secara nyata baik spasial maupun temporal, kecuali di zona sungai. Walaupun tidak terdapat perbedaan kekayaan spesies secara nyata, namun terjadi variasi pada setiap zona dan musim yang berbeda dalam skala kecil. Akin et al. (2003) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa kekayaan spesies dan diversitas ikan di estuari Mad Island, Texas menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan spasial dan temporal. Kondisi berbeda disampaikan oleh Mwandya et al. (2010) bahwa kekayaan spesies dan diversitas ikan di sebelah barat laut Pantai Zanzibar berbeda menurut lokasi (spasial) dan tidak pada skala temporal (musiman). Pengaruh musim tidak banyak memengaruhi keberadaan kelompok ikan karena kondisi perairan relatif stabil. Berbeda dengan yang terjadi di Laguna Chiku, pengaruh musiman terasa kuat memengaruhi densitas dan diversitas ikan (Shih-Rong et al. 2001).

(45)

pula bahwa salinitas, kecerahan, dan suhu memegang peranan penting dalam menentukan keberadaan kelompok ikan (Blaber 1997; Feyrer & Healey 2003). Faktor-faktor ini tidak hanya menentukan sebaran, densitas, dan keragaman ikan secara spasial; tetapi juga turut menentukan pada skala temporal (Garcia et al. 2003). Persediaan makanan bervariasi menurut musim, begitu pula dengan kekeruhan dan suhu berfluktuasi secara musiman. Kondisi ini yang membuat faktor-faktor tersebut memengaruhi keberadaan kelompok ikan pada tataran temporal (Harrison & Whitfield 2006; Brinda et al. 2010; Nicolas et al. 2010).

Kekayaan spesies dan diversitas ikan di perairan Segara Menyan dapat dikelompokkan dalam kategori tinggi, seperti halnya di Teluk Pattani ditemukan 108 spesies (Hajisamae et al. 2006). Hal ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Whitfield (1999) bahwa estuari dan pantai laguna dicirikan dengan diversitas rendah, tetapi kelimpahan spesiesnya tinggi bagi beberapa spesies. Kekayaan spesies yang besar, diikuti dengan nilai diversitas yang tinggi pula. Hal ini terlihat pada Gambar 3-3, yang menampilkan pola variasi antara kekayaan spesies dengan diversitas ikan relatif sama. Gambaran yang sama terlihat pada komunitas ikan di estuari Kundu, Turki (Innal & Ozdemir 2012). Walaupun secara keseluruhan tinggi, tetapi kekayaan spesies dan diversitas ikan di perairan Segara Menyan sangat bervariasi antar zona. Kekayaan spesies dan diversitas ikan tertinggi ditemukan pada zona segara, sedangkan terendah berada di zona sungai.

(46)

Berbeda dengan zona segara, sungai merupakan wilayah dengan kekayaan spesies dan diversitas rendah, hal ini diduga terkait dengan salinitas yang lebih rendah. Hasil analisis regresi linear berganda (Tabel 3-2) mendukung pernyataan bahwa kekayaan spesies dan diversitas berkorelasi dengan salinitas perairan. Hal yang sama juga diutarakan oleh Elliott & Hemingway (2002) bahwa distribusi ikan ditentukan salah satunya oleh salinitas. Salinitas bisa menjadi rintangan fisiologis bagi kebanyakan ikan. Kondisi ini membuat spesies pendatang dari laut yang mendominasi zona segara tidak dapat masuk ke alur sungai. Zona sungai hanya dihuni oleh spesies pendatang dari perairan tawar dan spesies penetap di estuari. Arceo-Carranza & Vega-Candejas (2009) memperlihatkan pengaruh salinitas yang sangat besar pada persebaran ikan-ikan laut di Semenanjung Yucatan.

Berdasarkan musim, diversitas dan kekayaan spesies ikan di ketiga zona penelitian menunjukkan pola yang sama. Diversitas ikan tertinggi pada musim kemarau diduga dipengaruhi oleh salinitas, hal ini juga didukung oleh hasil regresi linear berganda (Tabel 3-2). Salinitas tinggi yang umumnya terjadi pada musim kemarau menyebabkan persebaran ikan semakin luas di ketiga zona. Ketika di sungai memiliki salinitas tinggi, maka akan memperbesar peluang ikan-ikan dari laut untuk masuk ke sungai. Peristiwa ini terjadi pula di Laguna Mar Chiquita (Castro et al. 2009). Salinitas tertinggi di perairan tersebut terjadi pada musim panas menyebabkan sebaran ikan meluas hingga zona perairan tawar.

3.5. Simpulan

(47)

4. EKOLOGI TROFIK KOMUNITAS IKAN DI PERAIRAN SEGARA MENYAN

4.1. Pendahuluan

Pengetahuan mengenai ekologi trofik merupakan dasar dalam memahami ekosistem secara keseluruhan. Ekologi trofik tidak hanya sekadar menentukan pola makanan, melainkan dapat menjelaskan hubungan trofik baik interspesies maupun interserikat (interguild) yang tercermin melalui jejaring trofik. Berkaitan dengan trofik, beberapa spesies menempati peran fungsional dan memanfaatkan sumber daya yang sama di dalam komunitasnya, kelompok ini diistilahkan sebagai serikat (guild). Elliott et al. (2002) mengidentifikasi tujuh kategori kelompok fungsional komunitas ikan di estuari yaitu detritivora, herbivora, omnivora, zooplanktivora, zoobentivora, pisivora, dan oportunis.

Dalam setiap ekosistem, jejaring trofik merupakan ciri utama dari proses dasar ekologi yang terorganisasi. Berbagai pendekatan yang telah berkembang dalam memahami jejaring trofik, berawal dari pengamatan langsung terhadap isi lambung dari setiap individu hingga pada akhirnya dapat menetukan jenis makanan pada tingkat populasi (Pasquaud et al. 2009). Selanjutnya Pasquaud et al. (2009) menyatakan bahwa pendekatan yang lebih baru dengan menggunakan teknik isotop stabil untuk menentukan aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif dari dinamika dan struktur jejaring trofik. Studi lain dengan menggunakan berbagai teknik untuk mengevaluasi interaksi mangsa-pemangsa (prey-predator) dan dinamika dalam transfer dan aliran energi (Zetina-Rejón et al. 2003; Sá et al. 2006; Haputhantri et al. 2008).

(48)

Kajian mengenai ekologi trofik di perairan Segara Menyan belum pernah dilakukan. Kajian hanya terbatas pada pengungkapan kebiasaan makanan, perubahan ontogenetik, dan variasi musiman jenis makanan beberapa jenis ikan tanpa melihat keterkaitan satu spesies dengan spesies lainnya (Rahardjo & Simanjuntak 2002; 2005; Rahardjo 2006; 2007; Rahardjo et al. 2006; 2009). Oleh karena itu, kajian ini diarahkan untuk mengungkap jenis makanan dominan kumpulan ikan, menentukan tingkat dan serikat trofik ikan-ikan yang ada, dan mengevaluasi variasi spasio-temporal jejaring makanan yang terbentuk oleh ikan-ikan dominan di Segara Menyan.

4.2. Metode penelitian

Prosedur pengambilan contoh

Prosedur pengambilan contoh ikan telah dijelaskan pada bagian kedua disertasi ini. Hal yang sama berlaku pada penanganan dan identifikasi contoh ikan. Setiap individu ikan yang tertangkap diukur panjang dan ditimbang bobotnya.

Analisis isi saluran pencernaan diawali dengan membedah bagian perut ikan dan mengeluarkan saluran pencernaannya. Setiap saluran pencernaan yang berisi dikeluarkan isinya, diidentifikasi jenis organismenya, dan diukur volumenya. Isi saluran pencernaan diletakkan pada cawan petri; organisme makro langsung diidentifikasi, sedangkan identifikasi organisme mikro dibantu dengan mikroskop binokuler. Organisme makanan diidentifikasi menggunakan buku identifikasi oleh Gosner (1971); Yamaji (1979). Setiap organisme makanan pada masing-masing individu diukur volumenya, sehingga diperoleh data volume total (Hyslop 1980).

Analisis data

(49)

mampu dimanfaatkan oleh kelompok ikan. Luas relung ini ditentukan dengan

menggunakan indeks Le in’s yang distandarisasi (Krebs 1989; Labr p ul u &

Papadopoulou-Smith 1999):

(∑ ) ... (4.1)

Ket.: Bi= luas relung distandarisasi; pij= proporsi organisme makanan ke-i oleh kelompok ikan ke-j; n= jumlah total organisme makanan

Sementara tingkat trofik ditentukan dengan formula Pauly & Christensen (2000):

∑ ... (4.2)

Ket.: Trophj= fraksi tingkat trofik mangsa j; DCij= fraksi mangsa j dalam makanan pemangsa i; G= jumlah total organisme mangsa (spesies atau grup).

Selanjutnya disusun jejaring trofik komunitas ikan menurut jenis makanan dominan dan serikat trofik. Jejaring ini selain dibuat untuk menggambarkan keseluruhan trofik komunitas ikan di Segara Menyan juga disusun berdasarkan variasi spasio-temporal.

4.3. Hasil

Indeks trofik komunitas ikan

Pada pengamatan 106 spesies ikan, sebanyak 1-380 saluran pencernaan ikan diamati (Lampiran 5). Indeks vakuitas berbeda antar spesies dengan mayoritas nilai

<30. Sebanyak lima dari 106 spesies memiliki nilai indeks akuitas “0” yang

mengindikasikan tidak terdapat saluran pencernaan yang kosong pada individu tersebut. Jumlah makanan yang dikonsumsi bervariasi mulai dari empat hingga 27 jenis makanan. Secara umum, luas relung ikan di Segara Menyan adalah rendah berkisar 0,20-0,78 dan kebanyakan berada pada kisaran 0,20-0,48. Mayoritas ikan-ikan tersebut bersifat spesialis (<0,60) dalam memanfaatkan makanan, sedangkan 19 spesies bersifat generalis seperti J. belangerii, L. equulus, dan S. tumbil.

Jenis makanan dominan

(50)

Tabel 4-1. Kelompok organisme makanan ikan Kelompok Jenis organisme

Detritus Detritus

Fitoplankton Biddulphia, Ceratium, Chaetoceros, Cocconeis, Coscinodiscus, Diploneis, Dinophysis, Fragillaria, Guinardia, Gymnodinium, Gyrosigma, Melosira, Navicula, Nitzschia, Pleurosigma, Peridinium, Rhabdonema, Rhizosolenia, Tabellaria, Thalassionema, Thalassiosira, Triceratium

Zooplankton Acartia, Acetes, Calanus, Eucalanus, Globigerina, Nauplius, Oithona, Podon, Tintinopsis

Polikaeta Anaitides, Nephtys, Nereis, Polydora

Amfipoda Gammarus

Moluska Anadara, Balanus, Dentalium, Dentalium (trokopor), Limacina, Littorina, Loligo, Nucula, Peasiella (veliger), Sephia, Tellina

Krustase Brachyura, Episesarma, Euphausia, Lucifer, Metapenaeus, Neomysis, Penaeus, Portunus, Scylla, Squilla

Ikan Ambassis, Amblygaster, Anodontostoma, Apogon, Dussumieria, Encrasicolina, Gazza, Gerres, Ilisha, Leiognathus, Liza, Mugil, Platycephalus, Sardinella, Saurida, Secutor, Setipinna, Sillago, Thryssa, Valamugil

paling dominan dikonsumsi oleh ikan. Sebanyak 37 spesies (34,9%) memanfaatkan zooplankton sebagai makanan utamanya, diikuti oleh kelompok krustase (19,8%), ikan (17,0%), polikaeta (9,4%), detritus dan moluska (masing-masing 6,6%), dan plankton (5,7%) (Lampiran 5).

Serikat dan tingkat trofik secara umum di Segara Menyan

Serikat trofik ditentukan berdasarkan jenis makanan yang dominan dimanfaatkan oleh ikan. Berdasarkan hal tersebut, komunitas ikan dikelompokkan dalam tujuh serikat trofik, yaitu detritivora (seperti ikan-ikan mugilidae), fitoplanktivora (A. chacunda), zooplanktivora (S. ruconius), zoobentivora (A. venosus), moluskivora (T. nigroviridis), krustasivora (N. soldado), dan pisivora (O. ruber). Fase veliger pada spesies moluska seperti yang ditemukan pada isi lambung ikan T. nigroviridis dikelompokkan pada serikat moluska. Sementara krustasivora

tidak membedakan kelompok ikan pemakan mikrokrustase (seperti Neomysis)

dengan makrokrustase (Metapenaeus). Sajian lengkap mengenai pengelompokan ikan menurut serikat trofik termuat dalam Lampiran 6.

(51)

(Troph=2,01-3,00), kelompok II (3,01-4,00), dan kelompok III (4,01-5,00) (Gambar 4-1). Kelompok I diisi oleh detritivora, fitoplanktivora, zooplanktivora, dan zoobentivora; kelompok II ditempati oleh zooplanktivora, zoobentivora, moluskivora, dan krustasivora; kelompok II dihuni oleh moluskivora, krustasivora, dan pisivora. Ikan-ikan pada serikat zooplanktivora, zoobentivora, moluskivora, dan krustasivora dapat menempati dua kelompok tingkat trofik. Hal ini dipengaruhi oleh kategori makanan yang dimakan. Ikan I. melastoma termasuk serikat zooplanktivora yang

berada pada kelompok trofik II. Dia memanfaatkan Acetes sebagai makanan

utamanya dan kelompok krustase sebagai makanan tambahan yaitu Neomysis dan Penaeus.

Jejaring trofik secara umum disusun menurut serikat trofik yang telah ditentukan berdasarkan jenis makanan utama. Jejaring makanan ini menggambarkan jenis makanan utama dan sekunder yang dimanfaatkan oleh setiap ikan dalam serikat trofik tersebut (Gambar 4-2).

Variasi spasio-temporal trofik komunitas ikan

Variasi spasio-temporal jejaring trofik tampak jelas pada beberapa jenis ikan (Gambar 4-3; 4-4). Zona sungai menampilkan jejaring trofik yang sangat sederhana baik saat musim penghujan maupun kemarau dibandingkan dengan zona pantai dan

Gambar 4-1. Posisi serikat trofik dalam tingkat trofik

Keterangan: detritivora (◊); fitoplanktivora (□); zooplanktivora (∆); zoobentivora (Χ);

(52)

Detritus

Gambar 4-2. Jejaring trofik ikan-ikan dominan secara umum ( = makanan utama, = makanan sekunder)

segara. Zona segara merupakan zona dengan jejaring trofik paling rumit yang ditandai oleh kehadiran tujuh serikat trofik penyusun jejaring trofik. Sementara di pantai hanya ditemukan lima serikat trofik yang menyusun jejaring trofik pada musim penghujan dan kemarau.

Perbedaan spesifik jejaring dapat dipantau melalui jenis makanan yang dimanfaatkan oleh masing-masing spesies yang mengisi serikat trofik tersebut. Ikan H. sagor di pantai menempati dua serikat berbeda pada musim berbeda; pada musim penghujan menempati serikat zoobentivora, sedangkan pada musim kemarau mengisi serikat moluskivora. Zooplanktivora di pantai memperlihatkan perbedaan pada

konsumsi fitoplankton selain mikrokrustase sebagai makanan sekunder oleh ikan S.

(53)

4.4. Pembahasan

Sebagian besar ikan contoh yang dianalisis selama penelitian ini berada pada fase juwana dan dewasa dengan spesies berukuran kecil. Variasi indeks trofik 106 spesies menunjukkan bahwa ikan memiliki kebutuhan nutrisi dan strategi pola makanan yang berbeda (Deudero 2001). Meskipun habitat ini banyak dipengaruhi oleh kegiatan antropogenik, kebanyakan ikan yang mendiami ekosistem ini memiliki asupan makanan yang tinggi. Mayoritas dari mereka bersifat spesialis (<0,60) dalam memanfaatkan sumber daya makanan dan hanya beberapa dianggap bersifat generalis. Mereka sangat bergantung pada kelompok zooplankton sebagai makanan utama. Konsumsi zooplankton pada fase juwana merupakan suatu tahapan penting yang harus dilewati dalam daur pemanfaatan makanan, seperti pada ikan Pterengraulis atherinoides di alursungai-alursungai mangrove di utara Brazil (Krumme et al. 2005); Syngnathus folletti di estuari Laguna Patos (Garcia et al. 2005); Engraulis encrasicolus di Laut Aegean (Catalán et al. 2010). Keberadaan zooplankton dalam jumlah melimpah menegaskan bahwa area ini merupakan area pengasuhan dan pembesaran bagi kebanyakan ikan (Hajisamae et al. 2006; de Raedemaecker et al. 2011).

Secara umum, Ley et al. (1994) menyebutkan bahwa karakteristik ikan estuari adalah bersifat omnivora, tumpang tindih relung makanan besar, dan memiliki kelenturan dalam memanfaatkan sumber daya mangsa yang melimpah secara musiman. Sifat omnivora tidak terlihat pada penelitian ini, tetapi tampak pada dua karakteristik lainnya. Tumpang tindih relung makanan besar diduga dari kesamaan kelompok makanan utama yaitu zooplankton, 37 dari 106 spesies memanfaatkan zooplankton sebagai makanan utamanya. Karakteristik ketiga diamati melalui kontribusi pemanfaatan polikaeta pada musim penghujan oleh ikan H. sagor, sedangkan moluska yang dimanfaakan sebagai makanan utama pada musim kemarau. Karakteristik-karakteristik ini tampak pula pada penelitian Hajisamae et al. (2003) di Selat Johor.

(54)

Zoobentivora

Gambar 4-3. Jejaring trofik ikan-ikan dominan saat musim penghujan Pantai

Segara

(55)

Zoobentivora

Gambar 4-4. Jejaring trofik ikan-ikan dominan saat musim kemarau Pantai

Segara

(56)

Peristiwa ini tidak hanya pada kelompok zooplankton, tetapi juga pada kelompok organisme makanan yang melimpah lainnya, seperti polikaeta yang mendominasi isi saluran pencernaan S. sihama dan delapan spesies ikan lainnya. Peristiwa yang sama pada ikan N. soldado yang memanfaatkan krustase sebagai makanan utamanya. Relung makanan yang rendah dikhawatirkan menimbulkan persaingan yang tinggi pada saat tingkat kesamaan makanan tinggi dan sumber daya makanan terbatas, seperti beberapa spesies di Selat Johor (Hajisamae et al. 2004).

Keberadaan kelompok detritivora pada serikat trofik komunitas ikan di Segara Menyan merupakan hal menarik. Rantai makanan di estuari dikenal dengan rantai makanan detritus, artinya pembentukan biomassa di ekosistem ini diawali dari detritus. Detritus memegang peranan penting sebagai sumber makanan di ekosistem estuari di daerah tropis. Kejadian berbeda di daerah bermusim empat, mikrofitobentos berperan penting sebagai pengisi pada tingkat trofik terendah (Elliot et al. 2002). Beberapa spesies ikan di Segara Menyan mampu memanfaatkan secara langsung keberadaan detritus, seperti sebagian besar ikan famili Mugilidae dan S. argus. Kemampuan ikan-ikan mugilidae dalam memanfaatkan detritus telah banyak dilaporkan (Eggold & Motta 1992; Blay Jr. 1995; Sá et al. 2006; Isangedighi et al. 2009).

(57)

Variasi spasio-temporal memperlihatkan pengaruh signifikan terhadap jejaring trofik yang terbentuk dari spesies ikan dominan. Pada banyak studi, ikan menunujukkan variasi spasial dan temporal jenis makanannya (Zahid et al. 2009; Zahid & Rahardjo 2009; Zahid et al. 2011b). Beberapa spesies tertentu mengalami perubahan makanan sekunder terkait lokasi dan waktu, dan hanya H. sagor yang memperlihatkan perbedaan makanan utama terkait perubahan waktu di pantai. Variasi ini diduga disebabkan oleh kondisi perairan dan distribusi organisme makanan yang terjadi secara musiman serta fase dari siklus kehidupan ikan yang menyebabkan perbedaan dalam mengonsumsi jenis makanan (Beukers-Stewart & Jones 2004; Gning et al. 2008; Hajisamae 2009). Peristiwa yang terjadi pada H. sagor merupakan strategi pola makanan yang diterapkan oleh ikan ini. Pada daerah

pantai berpasir, moluska banyak ditemui. Hal ini menyebabkan H. sagor

memanfaatkan jenis ini sebagai makanannya dan dukungan kecerahan tinggi pada musim kemarau menyebabkan ikan ini dapat memaksimalkan kemampuan visualnya dalam mengambil makanan. Berbeda saat musim penghujan, substrat pasir berlumpur dengan kecerahan rendah. Pada kondisi ini polikaeta banyak dijumpai dan ikan H. sagor lebih banyak memanfaatkan jenis ini sebagai makanan utamanya.

Fase siklus hidup ikan memengaruhi jenis makanan yang dimakan. Kondisi ini berlaku pada mayoritas ikan karnivora yang melakukan perubahan jenis makanan terkait kesempurnaan organ pencernaan (ontogenentik) (Adite & Winemiller 1997; Bishop & Wear 2005). Gejala seperti ini ditunjukkan oleh ikan T. jarbua dan S. jello. Pada ukuran kecil, kedua ikan ini mengonsumsi zooplankton sebagai makanan utamanya. Seiring dengan kesempurnaan organ pencernaan maka terjadi pergeseran

makanan utama. Ikan T. jarbua memanfaatkan kelompok udang-udangan

(Metapenaeus), sedangkan S. jello memakan ikan seriding (Ambassis). Variasi ontogenetik ikan telah banyak dilaporkan, seperti ikan Grammoplites scaber dan Saurida tumbil di Mayangan (Simanjuntak & Zahid 2009; Rahardjo et al. 2009); ikan Mugil cephalus di Florida (Eggold & Motta 1992).

4.5. Simpulan

(58)
(59)

5. PENGELOLAAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN DI SEGARA MENYAN

5.1. Pendahuluan

Perairan Segara Menyan sebagai daerah estuari memiliki keanekaragaman fauna ikan yang tinggi. Hal ini tergambar dari besaran jumlah spesies yang ditemukan di perairan tersebut. Ikan-ikan estuari yang datang dari laut dan ikan fase juwana mendominasi hasil tangkapan di perairan Segara Menyan, khususnya di zona segara. Zona segara memiliki kekayaan spesies dan diversitas ikan terbesar dibandingkan dengan dua zona lainnya. Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa zona segara ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang memungkinkan ikan-ikan dari laut dan ikan stadia tersebut mencari makanan dan berlindung serta melangsungkan pemijahan. Meskipun demikian, terdapat permasalahan pada sumber daya ikan yaitu ukuran dan biomassa ikan mengecil akibat penangkapan intensif dan degradasi habitat.

Penangkapan intensif dengan menggunakan alat tangkap tidak selektif seperti jaring arad (mini trawl) di zona pantai dan pemasangan jaring insang dan rampus di sepanjang badan air zona segara menyebabkan ikan-ikan juwana dan dewasa berukuran kecil ikut tertangkap. Kejadian ini menyebabkan sumber daya ikan tidak memiliki kesempatan untuk berkembang secara produktif. Sementara degradasi habitat berupa abrasi pantai dan kerusakan mangrove menyebabkan ikan kehilangan lumbung makanan, ruang untuk bernaung, bereproduksi, dan berlindung.

Penggunaan jaring arad di wilayah perairan Mayangan dan sekitarnya oleh nelayan telah dihentikan sejak tahun 2004 dan digantikan oleh jaring rampus (dikenal dengan jenis milenium). Walaupun demikian, sampai saat ini jaring arad masih tetap dipergunakan karena nelayan-nelayan dari luar Mayangan masih menggunakan jaring tersebut untuk menangkap ikan di wilayah perairan Mayangan dan sekitarnya. Sementara abrasi pantai telah ditanggulangi dengan memasang pilar beton dan rehabilitasi mangrove. Namun, kondisi tidak menjadi lebih baik karena pilar beton hancur dan vegetasi mangrove yang ditanam gagal tumbuh.

Gambar

Gambar 1-1. Kerangka pendekatan pemecahan masalah
Gambar 2-1. Peta lokasi penelitian, Segara Menyan. 1= pantai, 2= segara, 3= sungai.
Gambar 2-2. Ikan-ikan dominan berdasarkan indeks nilai penting
Gambar 3-1. Variasi kondisi lingkungan di Segara Menyan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Impor Sementara adalah pemasukan barang ke dalam Daerah Pabean yang nyata-nyata akan diekspor kembali dalam jangka waktu tertentu, jika barang tersebut memenuhi persyaratan

Sehubungan dengan pelelangan Pekerjaan Penyediaan Jasa Kebersihan Kantor pada Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan Berita

Technical eooperation 」ッョセコM。セエウL@ which may take the form of studies, supervision of works or technical assistance contracts, shall , be.. concluded by

Dengan membudidayakan ayam buras bagi keluarga yang tergolong pada posisi ekonomi kelas bahwa tentulah sangat membantu kondisi fnansial dan kebutuhan rumah tangga

( sumber: http://www.astalog.com/1594/struktur-teks-ulasan-film-laskar-pelangi.htm) Perbaikan kata yang tidak baku pada kutipan paragraf tersebut adalah….. afdol

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai

SEKOLAH M ENENGAH TEKNOLOGI INDUSTRI (SM TI) M AKASSAR PANITIA PENGADAAN RENOVASI GEDUNG

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana edukasi pemasaran yang dilakukan atas penawaran VCO “Zait assyifa” kepada target market, mengetahui tingkat pemahaman