T E S I S
Oleh
CHARISMA KURIATA GINTING S.
067018046/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
CHARISMA KURIATA GINTING S.
067018046/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. Kasyful Mahalli, SE, M.Si. Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana
Dr. Murni Daulay, M.Si. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.
Tanggal Lulus : 1 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : 1. Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. Anggota : 2. Kasyful Mahalli, S.E, M.Si.
3. Dr. Murni Daulay, M.Si. 4. Dr. Rahmanta, M.Si. 5. Drs. Rujiman, M.A.
Charisma Kuriata Ginting S, 2008, Analysis of Human Development in Indonesia, under the guidance of Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. (Head) dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. (Member).
Most of study of human development focused on human capital as a factor of economic growth. Meanwhile specific factors that determine human development itself unexplored systematically. This research aims to analyze influence of household consumption for food and non-food, government expenditure for education, headcount of poverty ratio and economic crisis in Indonesia.
This research used data of time series and cross section to each research variable covering 26 provinces in year 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 and 2006, according to the availability of data for particular variables. Quantitative analysis using random effect method to test the hypothesis. This method have advantage because it able to explain the variance of characteristic of each province behaviors of human development.
Result from this research shows quite significance influence among household consumption for food and non-food, government expenditure for education, headcount of poverty ratio and economic crisis to human development in Indonesia. Amount of influence showed by coefficient of regression of independent variables, which are: –0,9829 for household consumption for food, 1,2774 for household consumption for non-food, 26,6791 for government expenditure for education, –0.214 for rate of poverty. The dummy shows negative influence.
Key words: human development, household consumption, poverty, government expenditure, economic crisis.
Charisma Kuriata Ginting S, 2008, Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia, di bawah bimbingan Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. (Ketua) dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. (Anggota).
Studi tentang pembangunan manusia pada umumnya lebih menekankan pada modal manusia sebagai salah satu faktor pertumbuhan ekonomi. Sementara faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi pembangunan manusia itu sendiri kurang dieksplorasi secara sistematis. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data runtun waktu (time series) dan silang tempat (cross section) atas 26 propinsi pada periode 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006. Analisis data menggunakan metode efek efek acak (random effect). Penggunaan metode ini dapat menjelaskan perbedaan karakteristik pembangunan manusia masing-masing propinsi, sehingga lebih representatif.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai koefien regresi variabel-variabel bebas, yakni: –0,9829 untuk variabel konsumsi rumah tangga untuk makanan, 1,2774 untuk konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan, 26,6791 untuk pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan –0.214 untuk rasio penduduk miskin. Variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif.
Kata kunci: pembangunan manusia, konsumsi rumah tangga, kemiskinan, pengeluaran pemerintah, krisis ekonomi.
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan kasih karuniaNya yang begitu besar sehingga Penulis dapat menjalani perkuliahan dan menyelesaikan tesis tentang “Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia” ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. Dalam kesempatan ini dengan hati tulus Penulis hendak menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan fasilitas beasiswa program pasca sarjana (BPPS) kepada saya, sehingga saya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang magister.
2. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan merampungkan pendidikan program magister.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis boleh menjadi mahasiswa program magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si., selaku ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah menyetujui usulan penulisan tesis ini.
5. Bapak Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D., dan Bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, perhatian dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
6. Seluruh Guru Besar dan Dosen Sekolah Pascasarjana pada umumnya dan Program Studi Ekonomi Pembangunan pada khususnya.
8. Para staf Perpustakaan dan ICT Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan BPS Sumatera Utara, Perpustakaan BPS Pusat, atas kerja samanya.
9. Seluruh rekan mahasiswa Angkatan XI Ekonomi Pembangunan, atas kebersamaan yang indah dan saling membantu.
10. Elysabeth Kembaren, isteri tercinta, Charel Erenos Rafael Gintings, putra tersayang, atas dukungan cinta kasihnya. Kedua orang tua Penulis, atas dukungan dan doanya. Kristina, adik Penulis dan suaminya, atas keletihannya membantu mengumpulkan data.
Akhir kata, Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan Penulis dalam menjelaskan fenomena pembangunan manusia di Indonesia. Oleh karena itu Penulis berharap adanya penelitian lanjutan dan lebih mendalam demi kemajuan bangsa.
Medan, 1 – 9 – 2008 Penulis
Charisma Kuriata Ginting S.
1. NAMA : CHARISMA KURIATA GINTING S.
2. TEMPAT / TGL LAHIR : MEDAN / 30 – 01 – 1970
3. PEKERJAAN : PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)
4. AGAMA : KRISTEN
5. ORANG TUA :
a. AYAH : PDT. EM. G. GINTING S, M.MIN.
b. IBU : R. BANGUN
6. ALAMAT : JL. MERAK NO. 71 MEDAN
7. PENDIDIKAN :
a. SD : SD METHODIST 1 MEDAN
b. SMP : SMP METHODIST 1 MEDAN
c. SMA : SMA NEGERI 1 MEDAN
d. S-1 : FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS
PADJADJARAN BANDUNG
e. S-2 : MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Halaman
ABSTRACT ………... v
ABSTRAK ………..……….. vi
KATA PENGANTAR ……….. vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………... viii
DAFTAR ISI ………... ix
DAFTAR TABEL ………... x
DAFTAR GAMBAR ………... xi
DAFTAR LAMPIRAN ………. xii
DAFTAR SINGKATAN ………..……… xiii
BAB I PENDAHULUAN ………1
1.1 Latar Belakang ………... 1
1.2 Perumusan Masalah ………..………... 8
1.3 Tujuan Penelitian ……….……..………8
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Definisi Pembangunan Manusia ... ...10
2.2. Indeks Pembangunan Manusia ... 11
2.2.1. Indeks Harapan Hidup ... 13
2.4. Penelitian-Penelitian Sebelumnya ... 22
2.4.1. Farhad Noorbakhsh ... 22
2.4.2. Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) ... 24
2.4.3. Aloysius Gunadi Brata (2004) ...25
2.4.4. Aloysius Gunadi Brata (2005) ...26
2.4.5. Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) ... 27
2.4.6. Valeria Constantini & Salvatore Monni (2006) ... 29
2.4.7. Peter Lanjouw dan kawan-kawan ...30
2.5. Kerangka Pemikiran ...32
2.6. Hipotesis Penelitian ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ...34
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 34
3.2. Jenis dan Sumber Data ...35
3.3. Model Analisis ...35
3.4. Metode Analisis ... 36
3.5. Uji Kesesuaian ... 38
3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...39
3.7. Batasan Operasional ... 40
BAB IV PEMBAHASAN ... 42
4.1.2.1. Untuk Makanan ... 55
4.1.2.2. Untuk Bukan Makanan ... 58
4.1.3. P. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan ...65
4.1.4. Perkembangan Rasio Penduduk Miskin ...71
4.2. Hasil Estimasi Model Pembangunan Manusia ... 74
4.3. Hasil Uji Kesesuaian Model ... 75
4.4. Hasil Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 77
4.5. Analisis Hasil Estimasi ... 78
4.5.1. Pengeluaran Konsumsi RT untuk Makanan ... 79
4.5.2. Pengeluaran Konsumsi RT untuk B. Makanan ... 80
4.5.3. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan ... 80
4.5.4. Rasio Penduduk Miskin ...81
4.5.5. Krisis Ekonomi (Dummy) ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
5.1. Kesimpulan ... 83
5.2. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
LAMPIRAN ... 88
1. Rasio Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Negara- Negara
ASEAN Tahun 2005 ... .1
2. Nilai & Peringkat HDI dan GDP/capita Negara-Negara ASEAN
Tahun 2005 ... .2
3. Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan
Pendidikan Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005 ...6
4. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM ……… 13
5. Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung
Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) ………..…16
6. Daftar Komoditas yang Digunakan untuk Menghitung Purchasing
Power Parity (PPP) ……….. 18
7. Hasil Estimasi Penelitian Farhad Noorbakhsh (1999) ... 23
8. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) .... 24
9. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2004) ... 26
10. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2005) ... 27
11. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) .... 28
12. Hasil Estimasi Penelitian Valeria Constantini dan Salvatore
Monni (2006) ... 30
13. Hasil Penelitian Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah,
Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001) ... 31
14. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Regional Periode
1996-2006 ... 43
17. IPM Indonesia dan Beberapa IPM Negara di Dunia Tahun 2005…… 51
18. Pengeluaran Pangan di Indonesia Menurut Kelompok Barang
Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) ……….………….... 57
19. Pengeluaran Bukan Pangan di Indonesia Menurut Kelompok
Barang Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) ……….... 59
20. Perkembangan Proporsi Konsumsi Pendidikan Rumah Tangga
Periode 1996-2002 ………... 61
21. Perkembangan Proporsi Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga
Periode 1996-2002 ………... 63
22. Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga di Negara-Negara ASEAN
Tahun 2004 (% PDB) ………... 64
23. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Per
Propinsi Periode 1996-2006 (dalam Rp/kapita) ………... 69
24. Rata-Rata Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan di
Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005 ………... 71
25. Perkembangan Rasio Penduduk Miskin Per Provinsi Periode
1996-2006 (dalam %) ………... 73
26. Hasil Estimasi Metode GLS ………. 74
27. Koefisien Determinasi di Antara Variabel-Variabel Bebas …………. 77
No. Gambar Judul Halaman
1. Hubungan Pendapatan dan Permintaan Barang ... 21
2. Perkembangan IPM Regional Tahun 2006 ... 44
3. Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode
1996-2006 ... 50
4. Perkembangan Proporsi Konsumsi Pangan dan Non Pangan
di Indonesia Periode 1996-2006 ……….. 53
5. Perkembangan Konsumsi Pangan Rumah Tangga Tahun 2006 …….. 55
6. Hasil Uji Hausman pada Distribusi Chi-Kuadrat ………...75
1. Data Penelitian ………..………... 88
2. Hasil Estimasi: Metode Efek Random ………... 92
3. Hasil Estimasi: Metode Efek Tetap ………... 93
4. Hasil Uji Hausman ………... 94
5. Hasil Uji Hausman (Penghitungan Invers Matriks Koefisien Kovarian) ………....………... 96
6. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRM ………... 98
7. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRB ………. 99
8. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PPD ……… 100
9. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: RPM ………..…. 101
10. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: D ………... ….102
11. Regresi Uji Heteroskedasitas ……..………..……. 103
ASEAN = Association of South East Asia Nation
APBN-P = Anggaran Pendapatan Belanja Negara –
Perubahan
BAPPENAS = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BPS = Badan Pusat Statistik
GDP = Gross Domestic Product
GNP = Gross National Product
GLS = General Least Square
HDI = Human Development Index
ICT = International Comparison Project
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
MYS = Mean Years of Schooling
OLS = Ordinary Least Square
PDB = Produksi Domestik Bruto
PDRB = Produksi Domestik Regional Bruto
PPP = Purchasing Power Parity
SDM = Sumber Daya Manusia
SUSENAS = Survey Sosial Ekonomi Nasional
UNDP = United Nation Development Program
1 1.1. Latar Belakang
Di tengah semakin membaiknya kinerja perekonomian nasional sepanjang
tahun 2007, persoalan pengangguran dan kemiskinan masih saja tak terselesaikan.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasinya. Kebanyakan upaya
yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana melapangkan perkembangan investasi
sektor riil yang pada gilirannya akan membuka akses pada lapangan kerja yang
semakin luas. Untuk itu pemerintah bekerja keras membenahi sistem dan aturan agar
lebih ringkas, murah dan memiliki kepastian hukum. Tetapi semua itu tidak
Tabel 1. Rasio Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Negara-Negara ASEAN Tahun 2005
Populasi di Bawah Garis
Lao People's Democratic Republic 27,0 74,1
memberikan hasil yang memuaskan bagi kesejahteraan rakyat pada umumnya. Angka
kemiskinan sampai dengan Juni 2007 berjumlah 37,17 juta jiwa atau 17,75 persen
populasi penduduk Indonesia (Kompas, 11/12/2007).
Berdasarkan publikasi UNDP dalam Human Development Report 2007/2008,
rasio penduduk berpenghasilan maksimal US$2 mencapai 52,4 persen, lebih buruk
dibandingkan negara tetangga Malaysia, Thailand dan Filipina (Tabel 1). Fenomena
ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dengan sendirinya menjamin
terciptanya kesejahteraan masyarakat (trickle down effect).
Tabel 2. Nilai & Peringkat IPM dan PDB/kapita Negara-Negara ASEAN Tahun 2005
I P M PDB/kapita (US$) Negara
2005 Rank 2005 Rank
Singapore 92,2 25 29.663 19
Brunei Darussalam 89,4 30 28.161 22
Malaysia 81,1 63 10.882 57
Thailand 78,1 78 8.677 65
Philippines 77,1 90 5.137 101
Viet Nam 73,3 105 3.071 122
Indonesia 72,8 107 3.843 113
Lao People's Democratic Republic 60,1 130 2.039 139
Cambodia 59,8 131 2.727 124
Myanmar 58,3 132 1.027 164
Banyak negara – termasuk Indonesia – menerapkan strategi pembangunan
yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk memulihkan
keadaan pasca Perang Dunia II. Dalam kondisi rekontruksi pasca perang, penyediaan
kebutuhan hajat hidup orang banyak menjadi sangat penting untuk diprioritaskan.
Tujuan pembangunan adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
diukur dengan indikator gross domestic product/gross national product (GDP/GNP).
Jadi, dalam hal ini, disadari atau tidak disadari, manusia adalah sebagai input dalam
proses pertumbuhan, bukan sasaran pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 1990 United Nation Development Program (UNDP)
memperkenalkan ”Human Development Index” (HDI) atau Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Menurut Drapper (1990) dalam kata pengantarnya pada Human
Development Report 1990, munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran
GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan
manusia. Proses penerjemahan itu kadang-kadang berhasil, tetapi tidak jarang yang
gagal. Ada beberapa negara yang berhasil mencapai tingkat pembangunan manusia
yang tinggi dengan pendapatan per kapita yang rendah. Demikian pula sebaliknya,
seperti ditunjukkan Tabel 2.
Pembangunan manusia, menurut definisi UNDP, adalah proses memperluas
pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga
pilihan yang dianggap paling penting, yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan,
dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup yang layak. Pilihan
manusia, dan penghormatan hak pribadi. Dengan demikian, pembangunan manusia
lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan pendapatan
dan lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal.
Alasan mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah:
pertama, banyak negara berkembang – termasuk Indonesia – yang berhasil mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang mempunyai tingkat
pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti:
penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah
tangga. Ketiga, beberapa negara berpendapatan rendah mampu mencapai tingkat
pembangunan manusia yang tinggi, jika negara-negara itu mampu menggunakan
secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar
manusia.
Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut, UNDP menyusun suatu indeks
komposit berdasarkan tiga indikator, yaitu: angka harapan hidup pada waktu lahir
(life expectancy at birth), angka melek huruf penduduk dewasa (adult literacy rate)
dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan kemampuan daya beli
(purchasing power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan,
indikator angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur
pendidikan dan terakhir indikator daya beli mengukur standar hidup.
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam
berkualitas kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini
dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan. Demi
memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia.
Dibutuhkan kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas SDM.
Dalam kasus Indonesia, seperti disebutkan dalam Indonesia Human
Development Report 2004, perkembangan pembangunan manusia selama ini sangat
bergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an.
Pertumbuhan tersebut berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan yang
memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan
pendidikan lebih banyak. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan
kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk
kedua bidang tersebut kalah jauh dibandingkan negara tetangga kita seperti
Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina (Tabel 3).
Rumah tangga masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan
manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap
pembangunan manusia, seperti: makanan, kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran
rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak atau
bahkan seluruh pendapatannya digunakan untuk kebutuhan makanan, dibandingkan
penduduk kaya. Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya
mengandalkan pendapatannya. Di sinilah perlunya campur tangan pemerintah untuk
Tabel 3. Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan
Pendidikan Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005
Pengeluaran
Lao People's Democratic Republic 0,8 2,3
Cambodia 1,7 1,9
Myanmar 0,3 1,3
Catatan: n.a. = not available (tidak tersedia). *Rata-rata
Sumber: Idem.
Lanjouw, dkk. (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah
identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan
kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak
miskin, karena bagi penduduk miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya
fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan
produktifitas, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan.
Noorbakhsh (1999) melakukan penelitian terhadap 86 negara nasabah Bank
restrukturisasi berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia, sedangkan
debitur dengan fasilitas restrukturisasi intensif justru tidak. Brata (2004) dalam
penelitiannya menemukan bahwa distribusi pendapatan adalah determinan paling
berperan dalam pembangunan manusia pada seluruh kabupaten/kota di Indonesia, di
samping determinan pendapatan per kapita dan rata-rata lama sekolah perempuan.
Ranis dan Stewart (2002) menyatakan hal yang sama kecuali adanya tambahan
determinan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Ranis dan Stewart
melakukan penelitian atas 22 negara di Amerika Latin. Brata (2005) menyimpulkan
bahwa pengeluaran pemerintah, investasi dan distribusi pendapatan sebagai
determinan-determinan pembangunan manusia atas penelitiannya terhadap seluruh
provinsi di Indonesia. Investasi sebagai penentu pembangunan manusia dipertegas
oleh Ranis dan Stewart (2005) dalam studinya atas 85 negara di dunia, di samping
determinan pendapatan per kapita dan jumlah penduduk miskin.
Atas dasar pemikiran tersebut, penulis terdorong untuk mendalami
faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Indonesia. Besar harapan
penulis, kesimpulan akhir dari tulisan ini bisa lebih membuka pikiran dan nurani para
elit bangsa untuk lebih arif dan segera memperhatikan pembangunan manusia
Indonesia serta kaum intelektual untuk lebih intensif lagi mencari cara dan jalan
keluar yang efektif agar pembangunan manusia di Indonesia dapat maju pesat.
Bagaimana pun kesejahteraan rakyat adalah visi tunggal berdirinya Negara Kesatuan
1.2. Perumusan Masalah
Masalah-masalah yang dirumuskan dalam studi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap
pembangunan manusia?
2. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan
terhadap pembangunan manusia?
3. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap
pembangunan manusia?
4. Bagaimanakah pengaruh rasio penduduk miskin terhadap pembangunan manusia?
5. Bagaimanakah pengaruh krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap
pembangunan manusia.
2. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan
terhadap pembangunan manusia.
3. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan
terhadap pembangunan manusia.
4. Untuk menganalisis pengaruh rasio penduduk miskin terhadap pembangunan
manusia.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Permasalahan strategis yang paling mendesak dan sangat dibutuhkan dalam upaya
peningkatan pembangunan manusia dapat diidentifikasi, sehingga dapat menjadi
acuan bagi semua pihak (pemerintah, LSM, parpol, legislatif, swasta/dunia usaha,
dan masyarakat lainnya) untuk meningkatkan kinerja pembangunan manusia di
Indonesia pada masa yang akan datang.
2. Masukan bagi pemerintah sebagai alat bantu perencanaan (planning tool)
pembangunan yang lebih mengakomodasi dimensi pembangunan manusia.
Misalnya melalui peningkatan anggaran pada sektor-sektor yang berhubungan
langsung dengan pembangunan manusia, seperti pendidikan, kesehatan, dan
pemberdayaan masyarakat pra sejahtera agar dapat mandiri secara ekonomi.
3. Dalam jangka panjang, analisis ini dapat dijadikan alat evaluasi (evaluating tool)
dalam kerangka penilaian arah pembangunan apakah berperspektif pembangunan
manusia atau tidak.
4. Ajakan bagi kaum akademisi untuk lebih banyak lagi melakukan kajian dan
penelitian tentang pembangunan manusia di Indonesia yang relatif masih jarang
dilakukan. Diharapkan dengan semakin banyaknya penelitian akan semakin
terbuka informasi dan cara-cara yang efektif guna mencapai pembangunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pembangunan Manusia
Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk
memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (”a process of enlarging peoples’s
choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu
negara adalah manusia sebagai aset negara yang sangat berharga. Definisi
pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang
sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya
menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia,
pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya
dari sisi pertumbuhan ekonominya.
Sebagaimana laporan UNDP (1995), dasar pemikiran konsep pembangunan
manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;
b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk,
bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep
pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan
c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan
kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan
kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal;
d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas,
pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;
e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan
dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP ini
mengembangkan suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan
pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). IPM diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1990.
IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara
operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan
upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut adalah peluang hidup
(longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (living standards). Peluang
hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun
ke atas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada
paritas daya beli (purchasing power parity).
2.2. Indeks Pembangunan Manusia
dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam
memperluas pilihan-pilihan, yaitu:
1. Indeks Harapan Hidup
2. Indeks Pendidikan
3.Indeks Standart Hidup Layak
Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut :
Di mana :
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pendidikan
X3 = Indeks Standart Hidup Layak
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya
sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam
analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada
dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut:
3 Xi - Min Xi
IPM =
Σ
Ii ; Ii =i=1 Max Xi - Min Xi Di mana:
Ii = Indeks komponen IPM ke i di mana i = 1,2,3
Xi = Nilai indikator komponen IPM ke i
MaxXi = Nilai maksimum Xi
Min Xi = Nilai minimum Xi
Tabel 4. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator Komponen IPM Nilai Minimum
Nilai Maksimum
Angka Harapan Hidup (e0) 25,0 85,0
Angka Melek Huruf (Lit) 0 100
Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 0 15
Purchasing Power Parity (PPP) 360.000 737.720
Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004
2.2.1. Indeks Harapan Hidup
Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan
dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai
angka kelahiran dan kematian per tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan
rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat.
Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal
pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan
metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan
dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup
dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup
Σ fi x si MYS =
Σ fi
dengan cara menstandartkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan
minimumnya.
2.2.2. Indeks Pendidikan
Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka
melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan adalah
penduduk berumur 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia
tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih
mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15
tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk
rata-rata lama sekolahnya.
Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat
mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan
proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok
penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan
gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk.
MYS dihitung secara tidak langsung, pertama-tama dengan memberikan
Faktor Konversi pada variabel “Pendidikan yang Ditamatkan” sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.2. Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung rata-rata tertimbang
Di mana :
MYS = Rata – rata lama sekolah
fi = Frekuensi penduduk berumur 10 tahun ke atas pada jenjang pendidikan i, i
= 1,2,…,11
si = Skor masing-masing jenjang pendidikan
Angka melek huruf pengertiannya tidak berbeda dengan definisi yang telah
secara luas dikenal masyarakat, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Pengertian
rata-rata lama sekolah, secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut:
misalkan di Provinsi Sumatera Utara ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP,
5 orang tamatan SMA, 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata- rata lama
sekolah di Provinsi Sumatera Utara adalah {5 (6) + 5 (9) +5 (12) +5 (0) } : 20 = 6,25
tahun.
Setelah diperoleh nilai Lit dan MYS, dilakukan penyesuaian agar kedua nilai
ini berada pada skala yang sama yaitu antara 0 dan 1. Selanjutnya kedua nilai yang
telah disesuaikan ini disatukan untuk mendapatkan indeks pendidikan dengan
perbandingan bobot 2 untuk Lit dan 1 untuk MYS, sesuai ketentuan UNDP. Dengan
demikian untuk menghitung indeks pendidikan digunakan rumus:
Tabel 5. Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)
Jenjang Pendidikan Faktor Konversi
1. Tidak; belum pernah sekolah 0
2. Belum tamat SD 3
3. Tamat Sd sederajat 6
4. Tamat SLTP 9
5. Tamat SLTA 12
6. Tamat D I 13
7. Tamat D II 14
8. Tamat D III/Sarjana Muda/Akademi 15
9. Tamat D IV/Sarjana 16
10. Tamat S2 18
11. Tamat S3 21
Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP, 2001
2.2.3. Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP)
Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP mengunakan
indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM
sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena
PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan
daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli
penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27
komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap
bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP
dengan tahapan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):
a. Menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi perkapita per tahun untuk 27
komoditi dari SUSENAS Kor yang telah disesuaikan (=A).
b. Menghitung nilai pengeluaran riil (=B) yaitu dengan membagi rata-rata
pengeluaran (A) dengan IHK tahun yang bersangkutan.
c. Agar indikator yang diperoleh nantinya dapat menjamin keterbandingan antar
daerah, diperlukan indeks ”Kemahalan“ wilayah yang biasa disebut dengan daya
beli per unit (= PPP/ Unit). Metode penghitungannya disesuaikan dengan metode
yang dipakai International Comparsion Project (ICP) dalam menstandarkan GNP
per kapita suatu negara. Data yang digunakan adalah data kuantum per kapita per
tahun dari suatu basket komoditi yang terdiri dari 27 komoditi yang diperoleh dari
Susenas Modul sesuai ketetapan UNDP (Tabel 6). Penghitungan PPP/unit
dilaksanakan dengan rumus :
Di mana:
E (i,j ) = Pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi i
P ( i,j ) = Harga komoditi j di Provinsi i
Q (i,j) = Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di Provinsi i
27
Σ
E(i,j)j=1 27
Σ
P(i,j) Q(i,j)j=1
Tabel 6. Daftar Komoditas yang Digunakan untuk
9. Susu kental manis 397 Gram
10. Bayam Kg
22. Rokok kretek filter 10 Batang
Untuk kuantitas sewa rumah ditentukan berdasarkan Indeks Kualitas Rumah yang
dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal 7 (tujuh) yang diperoleh
dari daftar isian Susenas.
1. Lantai : keramik, marmer, atau granit =1, lainnya =0
2. Luas lantai perkapita : > 10 m2 =1, lainnya =0
3. Dinding : tembok = 1, lainnya = 0
4. Atap : kayu /sirap, beton = 1, lainnya = 0
5. Fasilitas penerangan : Listrik = 1, lainnya = 0
6. Fasilitas air minum : Ledeng = 1, lainnya = 0
7. Jamban : Milik sendiri = 1, lainnya = 0
h. Skor awal untuk setiap rumah = 1
Indeks Kualitas Rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh
suatu rumah tangga tinggal dan bernilai antara 1 s/d 8. Kualitas dari rumah yang
di konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8.
Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang
mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kualitas rumah yang dikonsumsi
oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit (=C).
d. Untuk mendapatkan nilai pengeluaran riil yang dapat dibandingkan antar waktu
dan antar daerah maka nilai B dibagi dengan PPP/unit (=C).
e. Menyesuaikan nilai C dengan Formula Aktinson sebagai upaya untuk
untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, dinyatakan sebagai berikut
(berdasarkan ketentuan UNDP):
D = C Jika C ≤ Z
= Z + 2(C– Z)(1/2) Jika Z < C ≤ 2Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C-2Z)(1/3) Jika 2Z < C ≤ 3Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(Z)(1/3) + 4(C - 3Z)(1/4) Jika 3Z < C ≤ 4Z
Di mana :
C = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit
Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas
kecukupan yang ditetapkan Rp 1.040.250,- per kapita setahun atau Rp
2.850,- per hari (BPPS, 2005).
2.3. Teori Engel
Engel (1857) melakukan studi tentang prilaku konsumsi rumah tangga
terhadap 153 rumah tangga di Belgia. Engel menetapkan lima jenis konsumsi yang
umumnya dilakukan rumah tangga, yaitu konsumsi makanan, sandang, perumahan
(termasuk penerangan dan bahan bakar minyak), jasa (meliputi pendidikan, kesehatan
dan perlindungan hukum) dan rekreasi. Terhadap konsumsi makanan, peningkatan
pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan
hal tersebut dan dengan asumsi harga makanan yang dibayar rumah tangga adalah
Q2
Kurva Engel
Y″
Y′
KI3
Y KI2
KI1
Q1 Y Y′ Y″
pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya
pendapatan; disebut juga dengan Hukum Engel (Nicholson, 1992).
Gambar 1. Hubungan Pendapatan dan Permintaan Terhadap Barang
dengan Asumsi Harga Barang Tetap; Makanan (Q1)
dan Bukan Makanan (Q2).
Hukum Engel dapat dijelaskan dengan Kurva Engel seperti ditunjukkan
Gambar 2.1. Kurva Engel berdasarkan asumsi harga barang tetap, peningkatan
kesejahteraan penduduk yang ditunjukkan oleh garis anggaran dan kurva indeferen
yang bergeser ke kanan atas akan meningkatkan konsumsi barang dengan proporsi
yang semakin berkurang untuk makanan (Q1) dan proporsi yang semakin meningkat
pengeluaran untuk belanja makanan yang merupakan barang normal akan semakin
berkurang.
Menurut Engel, pangsa pengeluaran makanan rumah tangga miskin lebih
besar dari rumah tangga kaya, sehingga pangsa pengeluaran makanan terhadap
pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan.
2.4. Penelitian-Penelitian Sebelumnya
2.4.1. Farhad Noorbakhsh (1999)
Penelitian Noorbakhsh ditujukan untuk menganalisis pengaruh restrukturisasi
hutang yang diselenggarakan Bank Dunia (Word Bank) terhadap indeks
pembangunan manusia (human development index = HDI) negara-negara sedang
berkembang. Penelitian dilakukan terhadap 86 negara sedang berkembang pada tahun
1992. Noorbakhsh menyusun model menurut klasifikasi negara-negara yang
dikeluarkan World Bank, yakni: (a) restrukturisasi intensif (early-intensive
adjustment lending = EAL), (b) restrukturisasi (other adjustment lending = OAL) dan
(c) non restrukturisasi (non-adjustment lending = NAL).
Model yang dibangun adalah sebagai berikut:
HDI=α0 +α1d1 +α2d2 +α3dLI+β1GDP+β2(d1GDP)+β3(d2GDP)+β4(dLIGDP)+u
Di mana: d1 adalah dummy untuk negara-negara EAL (=1 untuk EAL dan =0 untuk
lainnya); d2 untuk negara-negara OAL (=1 untuk OAL dan =0 untuk lainnya); dLI
dan =0 untuk lainnya). GDP untuk negara-negara EAL dikalikan dummy d1, OAL
dikalikan d2 dan GDP low income dikalikan dLI, sedangkan GDP untuk NAL tetap.
Hasil estimasi model pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Estimasi Penelitian Farhad Noorbakhsh (1999)
Koefisien t-tes
GDP 0,00003222 5,56**
d1GDP 0,00000512 0,67
d2GDP 0,00002394 2,62**
dLIGDP 0,00008241 3,68**
d1 -0,010 -0,27
d2 -0,078 -2,23*
dLI -0,293 -6,90**
Konstanta 0,550 17,15**
R2 N
Variabel Independen
Variabel Dependen: HDI
86 0,86
*Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%
Hasil regresi (Tabel 7) memberikan kesimpulan bahwa negara-negara yang
termasuk kategori EAL tidak signifikan mempengaruhi HDI. Ini menjadi pukulan
bagi World Bank, di mana semestinya negara-negara EAL menerima pengaruh lebih
besar terhadap pembangunan manusianya. Dalam penelitian ini, Indonesia termasuk
2.4.2. Gustav Ranis & Frances Stewart (2002)
Ranis dan Stewart melaksanakan penelitian tentang pengaruh timbal-balik
antara pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pembangunan manusia (human
development) di negara-negara Amerika Latin. Mereka menggunakan model
persamaan simultan, masing-masing untuk persamaan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan manusia. Pembangunan manusia dengan proksi tingkat kematian bayi
(HD) dipengaruhi oleh variabel-variabel tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita
(GDP growth rate = GDP), persentase belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap
PDB (public expenditure on education as a percentage of GDP = PEE) dan tingkat
partisipasi kasar sekolah tingkat dasar perempuan (gross female primary school
enrollment rate = FPS). Hasil regresi ditampilkan pada Tabel 8.
Pada model di atas, pembangunan manusia tidak signifikan dipengaruhi
pertumbuhan ekonomi, sehingga penelitian ini memiliki kelemahan dalam
menjelaskan pengaruh imbal-balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan
ekonomi. Hanya variabel FPS di luar dummy yang signifikan menjelaskan
pembangunan manusia di negara-negara Amerika Latin. Penggunaan tingkat
kematian bayi sebagai proksi pembangunan manusia diperkirakan sebagai penyebab
tidak baiknya hasil estimasi. Terutama dikaitkan dengan PEE yang relatif tidak
berhubungan dengan tingkat kematian bayi. Akan lebih baik jika menggunakan
variabel pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan.
2.4.3. Aloysius Gunadi Brata (2004)
Penelitian Brata ini dilakukan untuk mengkaji secara empiris hubungan
imbal-balik antara pembangunan manusia dan kinerja ekonomi kabupaten/kota di Indonesia.
Brata dalam model penelitiannya menggunakan variabel-variabel output regional (Y)
proksi kinerja ekonomi, angka harapan hidup (LER) proksi pembangunan manusia,
persentase rumah tangga yang memiliki air bersih (WATER) proksi distribusi
pendapatan, dummy untuk daerah penghasil migas (dOIL) dan dummy untuk daerah
perkotaan (dCITY). Hasil estimasinya ditampilkan pada Tabel 9.
Pada hasil estimasi ditemukan dua variabel penjelas yang berpengaruh
signifikan di luar dummy, yaitu WATER dan Y. WATER berpengaruh negatif terhadap
LER. Secara teoritis antara distribusi pendapatan dan pembangunan manusia berlaku
sebagai proksi variabel distribusi pendapatan. Sementara koefisien positif dari
variabel Y menunjukkan bahwa kinerja ekonomi yang baik memungkinkan
pembangunan manusia yang baik pula.
Tabel 9. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi
Brata (2004)
Koefisien t-rasio
Y 2,313 8,321**
WATER -0,00293 -2,645**
dOIL 0,601 1,326
dCITY -0,737 -1,410
Konstanta 68,100 110,059**
Adj R2 N
Variabel Independen
Variabel Dependen: LER
0,216 632
*Koefisien signifikan pada tingkat 5%
**Koefisien signifikan pada tingkat 1%
2.4.4. Aloysius Gunadi Brata (2005)
Pada penelitian ini Brata menguji bagaimana pengaruh pengeluaran
pemerintah daerah khususnya bidang pendidikan dan kesehatan (IPP), investasi
swasta (IS) dan distribusi pendapatan proksi indeks Gini (IG) terhadap indeks
pembangunan manusia (IPM) dalam konteks regional (antar provinsi) di Indonesia.
Hasil estimasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10.
Variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan
pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan semakin baik pula IPM dicapai.
Variabel investasi swasta berpengaruh negatif terhadap IPM. Hal ini dimungkinkan
karena karakteristik investasi swasta tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
pembangunan manusia. Variabel IG berpengaruh positif terhadap IPM, artinya
semakin merata distribusi pendapatan semakin baik pula pembangunan manusia.
Variabel lagIG menunjukkan pengaruh negatif yang berarti pada jangka panjang akan
semakin sulit meningkatkan kualitas SDM melalui distribusi pendapatan.
Tabel 10. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi
Brata (2005)
**Koefisien signifikan pada tingkat 1%
2.4.5. Gustav Ranis & Frances Stewart (2005)
Dalam penelitian lanjutannya, Ranis dan Stewart memperluas cakupan
dalam hal indeks pembangunan manusianya (IPM). Faktor-faktor yang
mempengaruhi indeks pembangunan manusia (human development index = HDI),
mereka menggunakan variabel penjelas pertumbuhan PDB per kapita (GDP per
capita growth rate = GDP), tingkat melek huruf (literacy shortfall reduction = LIT),
persentase investasi gross domestik terhadap PDB (gross domestic investment as
percentage of GDP = GDI), persentase ekspor terhadap PDB (exports as percentage
of GDP = EXP), jumlah penduduk miskin (poverty headcount = POV) dan dummy
untuk regional Timur Tengah (dME), Asia (dAS) dan Amerika Latin (dAL).
Penelitian dilakukan terhadap 85 negara di dunia. Hasil estimasi penelitian mereka
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 11.
Hasil estimasi menunjukkan tidak semua variabel penjelas (independent
variables) signifikan terhadap indeks pembangunan manusia (HDI). Hanya variabel
pertumbuhan ekonomi (GDP), investasi domestik bruto (GDI) dan jumlah penduduk
miskin (POV) yang signifikan, di luar variabel dummy. Model ini memiliki
kelemahan karena memasukkan variabel penjelas tingkat melek huruf, di mana
variabel tersebut merupakan komponen dari komposit HDI. Di samping itu, variabel
GDP dan GDI sebaiknya tidak dimasukkan bersama-sama karena GDI adalah bagian
dari GDP (kesalahan estimasi akibat multikolinearitas).
2.4.6. Valeria Constantini dan Salvatore Monni (2006)
Constantini dan Monni (2006) menganalisa keterkaitan antara pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan manusia dengan menggunakan model Resource Curse
Hypothesis (RCH) untuk menjelaskan dampak pertumbuhan ekonomi terhadap
kualitas lingkungan hidup. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan data panel
dengan menggabungkan data 70 negara di dunia pada periode 1970 dan 2003. Model
yang disusun Constantini dan Monni ini berupaya menerangkan bahwa indeks
pembangunan manusia (Human Development Index = HDI) dipengaruhi oleh variabel
PDB per kapita tahun 1970 (gross domestic product year 1970 = GDP70), rata-rata
aliran modal privat (investment = INV), umur harapan hidup tahun 1970 (life
expectation year 1970 = LE70), tingkat partisipasi sekolah menengah tahun 1970
2003 (gross domestic product year 2003 = GDP03). Hasil penelitiannya
selengkapnya ditampilkan pada Tabel 12.
Pada hasil estimasi hanya satu variabel bebas yang signifikan mempengaruhi
HDI, yaitu LE70. Model yang dibangun Constantini dan Monni ini mengandung
beberapa kelemahan, yakni: variabel bebas LE dan SE merupakan komponen dari
komposit HDI, begitu pula INV adalah bagian dari GDP.
Tabel 12. Hasil Estimasi Penelitian Valeria Constantini dan Salvatore Monni (2006)
Koefisien t-rasio
GDP70 0,004 0,14
INV 0,082 1,43
LE70 0,841 6,45**
SE70 0,065 0,85
GDP03 -0,002 -0,08
Konstanta 0,379 2,91*
Adj R2 N
Variabel Independen
Variabel Dependen: IPM
0,86 70
*Koefisien signifikan pada tingkat α 5%
**Koefisien signifikan pada tingkat α 1%.
2.4.7. Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah, Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001)
Studi ini bermaksud menganalisis bagaimana hubungan antara kemiskinan,
pelayanan publik. Penelitian dengan metode statistik deskriptif ini menemukan bahwa
penduduk miskin sangat membutuhkan pelayanan/subsidi pendidikan dan kesehatan.
Lanjouw dan kawan-kawan juga hendak membuktikan report Bank Dunia tahun 1990
bertajuk ”Indonesia: Strategy for a sustained Reduction in Poverty” yang menyatakan
bahwa pendidikan dan kesehatan adalah hal yang ciritical (sangat mendesak) untuk
diberikan kepada penduduk miskin di Indonesia, sehingga sangat dibutuhkan
peningkatan investasi di kedua bidang tersebut.
Tabel 13. Hasil Penelitian Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah, Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001)
1 (miskin) 2 3 4 5 (kaya)
Dasar 47.898 45.324 40.004 34.375 25.270
Menengah
Pertama 10.446 13.235 14.072 14.299 13.472 Menengah
Atas 4.505 6.708 8.849 11.336 15.987
Pendidikan 62.849 65.267 62.925 60.010 54.729
Puskesmas 10.785 10.734 10.192 10.553 9.097
Rumah Sakit 1.825 2.015 3.656 3.445 7.167
Kesehatan 12.610 12.749 13.848 13.998 16.264 Kuantil
Konsumsi per Kapita
Subsidi Pemerintah (Rp per kapita)
Pada kenyataannya, berselang sepuluh tahun kemudian (terhitung sejak riset
tersebut justru dinikmati oleh penduduk bukan miskin bahkan kaya (Tabel 13).
Temuan ini menjadi bukti empiris bahwa perhatian pemerintah terhadap penduduk
miskin masih memerlukan pembenahan; tidak sekedar meningkatkan kuantitas, tetapi
juga perlu diperhatikan pengalokasiannya agar benar-benar menyentuh penduduk
miskin. Sense of social responsibility pemerintah masih sangat lemah.
2.5. Kerangka Pemikiran
2.6. Hipotesis Penelitian
1. Konsumsi rumah tangga untuk makanan berpengaruh negatif terhadap
pembangunan manusia, ceteris paribus.
PEMBANGUNAN MANUSIA DI
INDONESIA PENGELUARAN
PEMERINTAH BIDANG PENDIDIKAN
RASIO PENDUDUK MISKIN
KRISIS EKONOMI (DUMMY)
PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK
MAKANAN
2. Konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan berpengaruh positif terhadap
pembangunan manusia, ceteris paribus.
3. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh positif terhadap
pembangunan manusia, ceteris paribus.
4. Rasio penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia,
ceteris paribus.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Konsentrasi penelitian ini adalah pada analisis perkembangan pembangunan
manusia di Indonesia dengan representasi variabel Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) karena hingga saat ini IPM adalah alat ukur pembangunan manusia yang
terbaik dan paling banyak digunakan dalam berbagai penelitian sejenis. Dalam
penelitian ini akan dikaji 4 (empat) variabel penjelas dan 1 (satu) variabel dummy
yang dianggap mempengaruhi pembangunan manusia di Indonesia, yaitu:
a) Pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan (PRM)
PRM dianggap mempengaruhi IPM berdasarkan publikasi UNDP dalam
Indonesia Human Development Report 2004 dan hasil penelitian Lanjouw, dkk.
(2001).
b) Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bukan makanan (PRB).
Penetapan variabel PRB sama halnya dengan PRM.
c) Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan (PPD)
Variabel PPD dinilai mempengaruhi pembangunan manusia berdasarkan hasil
penelitian Ranis-Stewart (2002) dan Brata (2005) serta publikasi UNDP.
d) Rasio Penduduk Miskin (RPM)
Variabel RPM ditentukan berdasarkan hasil penelitian Brata (2004) dan
e) Krisis Perekonomian (dummy)
Pemilihan variabel dummy ini berdasarkan pertimbangan bahwa data empiris
memang mengalami perubahan tren akibat krisis perekonomian dan juga
berdasarkan publikasi UNDP dalam Indonesia Human Development Report 2001
serta hasil penelitian Brata (2005).
3.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS,
Bappenas dan UNDP dalam beberapa publikasi. Berhubung terbatasnya data serial,
maka penelitian ini menggunakan pooled data (data panel) yaitu dengan
menggabungkan data tahun 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006 (T=6) atas 26
provinsi (N=26). Maka banyaknya data dalam penelitian adalah N x T = 6 x 26 sama
dengan 156.
3.3. Model Analisis
Spesifikasi model yang digunakan diadaptasi dari beberapa penelitian
sebelumnya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap akan
memberikan hasil yang lebih baik untuk menjelaskan faktor-faktor penentu
pembangunan manusia Indonesia. Model yang dibangun merupakan suatu fungsi
matematis sebagai berikut:
Dari fungsi (1) tersebut dapat dimodifikasi ke dalam model linear dengan spesifikasi
model sebagai berikut:
IPM = x0 + x1 PRM + x2 PRB + x3 PPD + x4 RPM + x5 D + ε1 ... (2)
Di mana:
IPM = pembangunan manusia di Indonesia, indeks.
PRM = pengeluaran rumah tangga untuk makanan per kapita riil menurut harga
konstan 2000, juta rupiah.
PRB = pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan per kapita riil menurut
harga konstan 2000, juta rupiah.
PPD = pengeluaran pemerintah bidang pendidikan per kapita riil menurut harga
konstan 2000, juta rupiah.
RPM = rasio penduduk miskin, persen.
D = dummy krisis perekonomian, sebelum krisis = 0 dan setelah krisis = 1
3.4. Metode Analisis
Mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, maka
untuk menguji hipotesis digunakan model Efek Tetap dan Efek Random (Greene,
2000). Penjelasan model Efek Tetap dan Efek Random adalah sebagai berikut:
1. Model Efek Tetap (Fixed Effect)
masing, maka model ini memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan
untuk tiap-tiap individu. Tetapi model ini memiliki kekurangan di mana tidak
dihasilkan satu estimasi umum (general estimates) karena tidak terdapat general
intercept atau konstanta untuk mewakili seluruh individu.
2. Model Efek Random (Random Effect)
Pada Efek Tetap perbedaan antar individu dicerminkan oleh intercept atau
konstanta, tetapi pada metode Efek Random perbedaan tersebut diakomodasi oleh
error terms masing-masing individu. Metode ini memiliki keuntungan karena
menghilangkan heterokedasitas jika memang ada.
Penetapan model yang digunakan, apakah Efek Tetap (Fixed Effect) atau Efek
Random (Random Effect) didasarkan pada uji Hausman (Hausman’s test of
specification model) yang mengikuti distribusi X2. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Estimator random konsisten
H1 : Estimator random tidak konsisten
Apabila H0 diterima, artinya model Efek Random lebih baik digunakan dari
pada model Efek Tetap, demikian sebaliknya. H0 diterima/ditolak jika:
X2hit < X2tab artinya H0 diterima,
X2hit > X2tab artinya H0 ditolak.
Nilai X2hit atau nilai Hausman (H) diperoleh dari perbedaan nilai koefisien dan
kovarian antara kedua metode. Rumusan statistik uji Hausman adalah sebagai berikut
H = ( βFE – βRE )1
[
cov (βFE) – cov (βRE)]
-1 ( βFE – βRE )Di mana:
βFE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Tetap
βRE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Random
cov (βFE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Tetap
cov (βRE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Random
Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi chi-square dengan degree of
freedom sebanyak k, di mana k adalah jumlah variabel bebas. Jika nilai statistik
Hausman lebih besar dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah Efek Tetap.
Demikian pula sebaliknya jika nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya,
maka model yang tepat adalah model Efek Random.
Selanjutnya, pengolahan data sekunder dan penerapan ketiga metode di atas
akan menggunakan program (software) statisitik EViews versi 4.1.
3.5. Uji Kesesuaian
1. Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-variabel
bebas (independent variables) secara bersama-sama (uji serempak) terhadap
variabel terikat (dependent variable).
2. Koefisien determinasi (R2), berguna untuk menguji kekuatan variabel-variabel
3. Uji parsial (t-test), yaitu menguji pengaruh tiap-tiap variabel bebas (secara
parsial) terhadap variabel terikat.
3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Agar pengujian hipotesis berdasarkan model analisis tersebut tidak bias atau
bahkan menyesatkan, maka perlu dilakukan uji penyimpangan klasik. Uji
penyimpangan asumsi klasik terdiri dari:
1. Uji Multikolinearitas
Uji ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang
sempurna atau hampir sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas.
Analisis regresi yang baik bilamana tidak terdapat korelasi antar variabel bebas.
Multikolinearitas dapat dideteksi dengan cara sebagai berikut (Gujarati, 2003):
a. R2 relatif tinggi (0,70 – 1,00) tetapi hanya sebagian kecil atau bahkan tidak
ada variabel bebas yang signifikan menurut t-test, maka diduga terdapat
multikolinearitas.
b. Koefisien korelasi parsial (r2) relatif tinggi (lebih tinggi dari R2), maka cenderung
terdapat multikolinearitas.
2. Uji Heteroskedasitas
Mengingat data yang digunakan adalah pooled data, maka perlu dilakukan uji
heteroskedasitas untuk menguji apakah variabel gangguan (disturbance/error terms)
analisis yang baik adalah jika varians gangguan adalah sama (homoskedastik).
Heteroskedasitas dapat dideteksi dengan metode grafik (Gujarati, 2003), yakni:
a. Jika terdapat pola tertentu pada penyebaran titik-titik variabel gangguan, maka
telah terjadi heteroskedasitas.
b. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang jelas, titik-titik variabel gangguan
menyebar di atas dan di bawah 0 (nol), maka tidak terjadi heterokedasitas.
Permasalahan heteroskedasitas ini dapat diatasi dengan menggunakan
software EViews untuk melakukan transformasi atas data yang mengandung
heterokedasitas dan menghasilkan estimasi regresi yang masalah heterokedasitasnya
telah dieliminasi (white heteroskedasticity).
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi pada error antar serial waktu
(time series), sehingga diperlukan uji autokorelasi ini untuk memastikan model yang
dibangun adalah baik dan representatif. Model analisis yang baik bilamana tidak
terdapat autokorelasi. Mengingat data yang digunakan adalah data panel, maka uji
autokorelasi tidak diperlukan. Ditambah lagi, tidak adanya variabel lag dalam model
penelitian, sehingga uji autokorelasi tidaklah kompeten.
3.7. Batasan Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap variabel-variabel yang digunakan
a. Pembangunan Manusia adalah ukuran agregat kualitas manusia yang
dikuantifikasi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dihitung dalam
angka 0 – 100.
b. Pengeluaran Rumah tangga untuk Makanan (PRM) adalah pengeluaran konsumsi
rumah tangga untuk makanan per kapita menurut harga konstan 2000, dalam juta
rupiah.
c. Pengeluaran Rumah tangga untuk Bukan makanan (PRB) adalah pengeluaran
konsumsi rumah tangga untuk non-makanan per kapita menurut harga konstan
2000, dalam juta rupiah.
d. Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan (PPD) adalah pengeluaran
pembangunan untuk bidang pendidikan per kapita menurut harga konstan 2000,
dalam juta rupiah.
e. Rasio Penduduk Miskin (RPM) adalah persentase jumlah penduduk yang berada
di bawah garis kemiskinan per provinsi menurut standar yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik, dalam persen.
f. Krisis Perekonomian (D) adalah dummy variable sebagai representasi krisis
perekonomian yang terjadi sejak tahun 1999, di mana sebelum krisis diberi nilai 0
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Pembangunan Manusia di Indonesia dan
Variabel-Variabel yang Mempengaruhinya
4.1.1. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti disebutkan dalam
”Indonesia Human Development Report 2004” (UNDP, 2004), sangat tergantung
pada pertumbuhan ekonomi dari awal tahun 1970-an sampai akhir 1990-an.
Pertumbuhan ekonomi memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran
untuk pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak. Sementara itu, pengeluaran
pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan
akan peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut
makin sangat dibutuhkan sejak krisis ekonomi menerpa.
Sampai dengan tahun 1996 tingkat pembangunan manusia regional cukup
mengagumkan, seperti tampak dari berkurangnya kemiskinan dan membaiknya
tingkat harapan hidup dan melek huruf (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Namun
pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika krisis ekonomi melanda
Indonesia pada tahun 1997. Akibat krisis ekonomi, tidak satu propinsi pun yang tidak
mengalami penurunan IPM, sehingga IPM 1999 menjadi lebih rendah dari IPM 1996
(Tabel 4.1.). Tahun 2002 IPM kembali mengalami perbaikan, namun perbaikan
ada satu provinsi yang mampu melampaui IPM 1996, yakni Nusa Tenggara Barat
(NTB) yang merupakan salah satu kantung kemiskinan di Indonesia (Tabel 14).
Karena IPM Provinsi NTB berada pada tingkat yang relatif sangat rendah, sehingga
terpaan krisis ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya. Dengan sedikit stimulus akan
relatif mudah untuk kembali ke kondisi awal.
Tabel 14. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Regional Periode 1996-2006
1996 1999 2002 2004 2005 2006
1. NAD 69,4 65,3 66,0 68.7 69,0 69,4
2. Sumut 70,5 66,6 68,8 71.4 72,0 72,5
3. Sumbar 69,2 65,8 67,5 70.5 71,2 71,6
4. Riau 70,6 67,3 69,1 72.2 73,6 73,8
5. Jambi 69,3 65,4 67,1 70.1 71,0 71,3
6. Sumsel 68,0 63,9 66,0 69.6 70,2 71,1
7. Bengkulu 68,4 64,8 66,2 69.9 71,1 71,3
8. Lampung 67,6 63,0 65,8 68.4 68,8 69,4
9. DKI 76,1 72,5 75,6 75.8 76,1 76,3
10. Jabar 68,2 64,6 65,8 69.1 69,9 70,3
11. Jateng 67,0 64,6 66,3 68.9 69,8 70,3
12. DIY 71,8 68,7 70,8 72.9 73,5 73,7
13. Jatim 65,5 61,8 64,1 66.8 68,4 69,2
14. Bali 70,1 65,7 67,5 69.1 69,8 70,1
15. NTB 56,7 54,2 57,8 60.6 62,4 63,0
16. NTT 60,9 60,4 60,3 62.7 63,6 64,8
17. Kalbar 63,6 60,6 62,9 65.4 66,2 67,1
18. Kalteng 71,3 66,7 69,1 71.7 73,2 73,4
19. Kalsel 66,3 62,2 65,3 66.7 67,4 67,7
20. Kaltim 71,4 67,8 70,0 72.2 72,9 73,3
21. Sulut 71,8 67,1 71,3 73.4 74,2 74,4
22. Sulteng 66,4 62,8 64,4 67.3 68,5 68,8
23. Sulsel 66,0 63,6 65,3 67.8 68,1 68,8
24. Sultra 66,2 62,9 64,1 66.7 67,5 67,8
25. Maluku 68,2 67,2 66,5 69.0 69,2 69,7
26. Papua 60,2 58,8 60,1 60.9 62,1 62,8
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi