• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap Beberaoa Varietas Padi Gogo Terhadap Interval dan Tingkat Pemberian Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggap Beberaoa Varietas Padi Gogo Terhadap Interval dan Tingkat Pemberian Air"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada saat ini, masalah ketersediaan beras merupakan masalah yang cukup memprihatinkan, karena selain perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, juga akibat timbulnya masalah baru pada beberapa saat terakhir ini seperti adanya musim kering yang panjang, keterlambatan masa tanam dan adanya krisis ekonomi yang menyebabkan harga saprodi meningkat. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah memperluas areal pertanaman padi ke lahan kering di luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan.

Lahan kering yang berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan khususnya padi gogo ada sekitar 5,1 juta ha yang tersebar di berbagai propinsi (Tim Peneliti Badan Litbang Pertanian 1998; Hidayat, Soekardi, Prasetyo, 1997). Secara umum budidaya padi gogo, banyak dilakukan petani pada: a) lahan terbuka (ladang/tradisional) dan sekitar bantaran sungai, b) sekitar perbukitan daerah aliran sungai (DAS), dan c) sebagai tanaman sela tanaman pada perkebunan dan tanaman industri (HTI) muda.

(2)

Pengembangan padi gogo untuk tumpangsari sebagai tanaman sela pada areal di bawah tegakan akan menghadapi berbagai kendala, yaitu intensitas cahaya yang rendah, kekeringan, pH rendah dengan Al tinggi serta penyakit blas/karat daun. Dari semua kendala tersebut, intensitas cahaya yang rendah dan kekeringan akan merupakan faktor pembatas terpenting untuk produksi padi gogo sebagai tanaman sela dalam sistem tumpangsari tersebut, walaupun demikian perlu diperhatikan berbagai kendala lainnya. Curah hujan merupakan faktor yang penting bagi pertanian, curah hujan secara langsung akan berpengaruh terhadap ketersediaan air, kurangnya ketersediaan air akan berdampak kekeringan dan sebaliknya apabila kelebihan air akan menimbulkan banjir jika tidak dilakukan pengelolaan dengan baik dan benar. Kekeringan maupun banjir selalu terjadi setiap tahun di indonesia.

Air untuk tanaman padi gogo sangatlah sulit diatur karena sumber air berasal dari air curah hujan yang datangnya tidak tentu, tergantung cuaca. Pada saat musim hujan, sering air berlimpah, sedangkan pada musim kemarau sering kali kekurangan air, bahkan tidak ada air (Suparyono dan Setyono, 1997).

(3)

Faktor lain yang menyebabkan produktivitas padi gogo lebih rendah dibanding padi sawah oleh karena karakteristik pertumbuhan padi gogo kurang baik dibandingkan dengan padi sawah yaitu tanaman lebih pendek, jumlah anakan produktif lebih sedikit, luas daun lebih kecil, pembungaan lebih lambat, persentase gabah hampa lebih tinggi, produksi bahan kering lebih sedikit, dan indeks hasil lebih rendah dari padi sawah (Yoshida, 1975).

Strategi pengelolaan tanaman padi gogo untuk meningkatkan produktivitasnya antara lain (1) melaksanakan waktu tanam yang tepat dapat menjamin curah hujan dan unsur iklim lainnya yang cukup mulai dari fase vegetatif sampai fase reproduktuif : (2) pemilihan varietas tanaman yang toleran terhadap keadaan kurang air dan tahan serangan hama dan penyakit.

Berdasarkan latar belakang inilah saya tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul ”TANGGAP BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO TERHADAP TINGKAT DAN INTERVAL PEMBERIAN AIR”.

Perumusan Masalah

(4)

Peningkatan produksi padi gogo melalui ekstensifikasi dihadapkan kepada kendala semakin menyempitnya areal produktif untuk padi sawah karena itu perluasan areal dimasa mendatang perlu diarahkan ke lahan marginal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari pertumbuhan dan produksi varietas padi gogo yang toleran terhadap tingkat interval dan pemberian air.

Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan tanggap varietas padi gogo terhadap interval pemeberian air yang berbeda.

2. Ada perbedaan tanggap varietas padi gogo terhadap tingkat pemberian air yang berbeda.

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat dua spesies padi yang merupakan tanaman budidaya: Oryza sativa dan O.glaberrima. yang disebut pertama diduga berasal dari daerah hulu sungai di kaki pegunungan Himalaya (India dan Tibet/Tiongkok) dan yang kedua berasal dari Afrika Barat (hulu sungai Niger). Oriza sativa terdiri dari dua varietas : indica dan japonicasinonim sinica. Varietas japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki “bulu” (Ing awn), bijinya cenderung panjang. Varietas indica, sebaiknya berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak berbulu atau hanya pendek saja, dan biji cenderung oval ( www. warintek, 2007).

Tumbuhan padi adalah tumbuhan yang tergolong tanaman air (waterplant). Sebagai tanaman air bukanlah berarti bahwa tanaman padi itu hanya bisa tumbuh di atas tanah yang terus menerus digenangi air, baik penggenangan itu terjadi secara alamiah sebagai terjadi pada tanah rawa-rawa, maupun penggenangan itu sengaja sebagai terjadi pada tanah-tanah sawah. Dengan megahnya juga tanaman padi itu dapat tumbuh di tanah daratan atau tanah kering, asalkan curah hujan mencukupi kebutuhan tanaman akan air (Siregar, 1981).

Keberhasilan budidaya tanaman ditentukan oleh pertumbuhannya. Jika pertumbuhan tanaman baik, umumnya hasil panen akan baik.

(6)

berat bahan hijauan. Dengan memperhatikan masing-masing indikator tumbuh kita dapat menentukan apa yang terjadi pada suatu hamparan pertanaman padi, bahkan dari tanda-tanda yang didapat kita bisa memperkirakan produksi (BPTP, 1988).

Untuk pertumbuhan, tanaman memerlukan hara, air dan energi. Hara adalah unsur pelengkap dari komposisi asam nukleik hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis yang merombak fotosintetat atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana dan energi. Hara dan air diperoleh tanaman padi dari tanah, sedangkan fotosintetat dihasilkan daun melalui fotosintesa.

Walaupun masing-masing indikator tumbuh sangat tergantung pada sifat genetik tanaman namun sifat genetik tanaman ini masih dapat berubah akibat pengaruh lingkungan sehingga akan terbentuk fenotip tertentu.

Pertanaman padi gogo seperti tanaman pangan lahan kering lainnya mempunyai persyaratan tumbuh yang hampir sama. Kendala utama pada pertumbuhan padi gogo adalah kurangnya air, karena kebutuhan air untuk tanaman hanya mengharapkan hujan semata.

Hasil akhir dari pertumbuhan padi adalah produksi gabah. Keseimbangan antara fotosintesa dan respirasi tercermin dari produksi gabah. Fotosintesa dan respirasi adalah proses biokimia tanaman padi yang sangat ditentukan oleh ketersediaan hara dan air serta keadaan cuaca/iklim (BPTP, 1999).

Tanah

(7)

kompleks. Bagian tanaman yang langsung berhubungan dengan tanah adalah akar, yang merupakan salah satu bagian vital yang berperanan dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman dengan jalan mengabsorpsi hara dan air. Di samping itu akar merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk menegakkan dan berdirinya tanaman (Sarief, 1996).

Padi gogo dapat dikembangkan pada berbagai keadaan tanah dan iklim di mana saja karena tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang khusus, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Berdasarkan arahan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), padi gogo akan diarahkan pengembangannya di 7 propinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Barat. Dari ke tujuh propinsi tersebut, penyebaran lahan sesuai yang terluas terdapat di Kalimantan Barat (2,2 juta ha) dan Sumatera Selatan (1,4 juta ha) (http://www.litbang.deptan.go.id/ pdf).

Padi gogo ditanam pada beberapa jenis tanah, pada daerah datar maupun bergelombang. Untuk perkecambahan biji padi gogo, lahan kering menyediakan air untuk kebutuhan tanaman berasal dari curah hujan. Jenis tanah yang digunakan pada pertanaman padi gogo tidak ada yang spesifik bergantung pada tekstur tanah, pH, kandungan bahan organik dan seluruh faktor yang meliputi kesuburan tanah.

(8)

Menurut De Datta dan Feuer (1975) tanah vertisol dan alfisol merupakan tanah yang umum digunakan untuk lahan padi gogo di asia dan didaerah hutan hujan tropis Amerika Selatan. Tanah oksisol merupakan jenis tanah yang banyak dijumpai di Asia Tenggara, di Amerika Selatan dan sebagian Afrika. Tanah hidromorfik dengan permukaan air tanah dangkal selalu digunakan untuk pertanaman padi gogo. Struktur tanah yang baik dimana tanah mempunyai kemampuan menyimpan air yang cukup, mudah penetrasi akar tanaman merupakan tanah yang baik untuk produksi padib gogo.

Tingkat kemasaman, penetralan dan kebasaan tanah dinyatakan dalam pH, yaitu logaritma negatif dari konsentrasi ion H+, pH erat kaitannya dengan tingkat pelapukan, macam mineral liat dan KTK (Brady, 1974).

Reaksi tanah untuk pertanaman padi gogo adalah sekitar pH 5,5 – 5,6 begitupun banyak lahan padi gogo memiliki pH yang lebih rendah (De Datta dan Feur, 1975).

(9)

Pengaruh Faktor Iklim

Curah Hujan

Curah hujan merupakan faktor iklim yang selalu berubah-ubah dan sulit diramalkan. Setiap daerah memiliki pola curah hujan yang berbeda sehingga baik jumlah sepanjang tahun berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya (Oldeman, 1984).

Berdasarkandistribusi curah hujan, Oldeman (1984) membagi pola curah hujan atas tiga tipe yaitu : (1) curah hujan merata sepanjang tahun dan tidak jelas perbedaan antara musim hujan dan musim kering (2) Pola curah hujan monomodal, yaitu dalam satu tahun hanya terdapat satu bulan dimana curah hujannya merupakan yang tertinggi ataupun terendah. Pola curah hujan tipe ini dipengaruhi oleh musim, dan jelas ada musim hujan dan musim kering, (3) pola curah hujan tipe bimodal yaitu dalam satu tahun terjadi dua kali periode dengan curah hujan tinggi dan diantaranya terdapat musim kering.

Pola curah hujan dilokasi penelitian yaitu Sumatera Utara adalah tipe curah hujan merata sepanjang tahun dan tidak jelas perbedaan antara musim hujan dan musim kering.

(10)

untuk menguapkan 100 mm air hujan yang masuk ke dalam tanah (Oldeman, Las dan Darwis, 1979)

Cahaya Matahari

Fotosintesa merupakan hal pokok dalam metabolisme tanaman karena radiasi matahari merupakan satu dari faktor-faktor lingkungan terpenting. Radiasi mempengaruhi organisme melalui energi yang dikandungnya yang diabsorbsi tanaman.

Tanaman padi gogo tergolong tanaman perlu cahaya, sehingga kekurangan cahaya berakibat fatal yaitu terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi kepada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya sintesis karbohidrat (Murty, Dey, Swain and Baig.,1992). Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas padi gogo yang rendah di bawah naungan. Hale dan Orcutt (1987) berpendapat bahwa adaptasi terhadap naungan dapat melalui 2 cara: (a) meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit; contohnya perluasan daun ini menggunakan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar, (b) mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan (http:/ww/tumoutou.net/702_07134/ supijatno.htm).

(11)

Fotosintesa merupakan hal pokok dalam metabolisme tanaman karena radiasi matahari merupakan satu dari faktor-faktor lingkungan terpenting. Radiasi mempengaruhi organisme melalui energi yang di kandungnya yang diabsorbsi tanaman.

Fotosintesa berlangsung di kloroplas, terbukti bahwa kloroplas yang terisolasi mampu melakukan fotosintesis secara lengkap. Tidak semua sel mengandung kloroplas, hanya di dalam sel mesofil dan sel penutup stoma, epidermis batang muda,

sel sub epidermal kelopak bunga (Santosa,1993). Penyediaan, mobilitas dan serapan hara oleh tanaman padi juga dipengaruhi

radiasi surya serta suhu udara dan suhu tanah (Yoshida, 1981 dalam Las dan Mulyadi, 1986). Apabila air cukup dan serta hara tidak menjadi faktor pembatas, maka intensitas radiasi surya merupakan unsur iklim yang sangat menentukan potensi hasil tanaman secara kwantitatif, terutama untuk jenis tanaman kelompok adaptasi C3 dan C4 (Las, 1985). Unsur hara yang terbawa air ke daun karena transpirasi merupakan enzim, co-enzim, hormon, sel-sel klorofil (fotosintetat). Laju fotosintesa sangat ditentukan oleh intensitas sinar surya yang sampai ke permukaan daun. Intensitas sinar surya selama 45-30 hari sebelum panen menentukan pengisian malai dan produksi padi (De Datta, 1981).

(12)

and Hall (1965) dan De Datta (1981) menunjukkaan bahwa masa kritis kebutuhan radiasi surya bagi tanaman padi dimulai pada fase pembentukan primordia bunga sampai 10 hari sebelum pemasakan.

Radiasi surya juga mempengaruhi produksi klorofil, jumlah dan komposisi kloroplas, struktur daun, bentuk dan gerak membuka dan menutupnya stomata (Weaver dan Clement, 1980).

Proses difusi CO2, pergerakan stomata juga dipengaruhi radiasi surya. Pada keadaan CO2 cukup stomata akan tertutup dalam gelap dan stomata akan segera membuka jika ada radiasi surya.

Juga ditambahkan ketahanan stomata dari tanaman padi akan menurun secara eksponensial pada peningkatan intensitas cahaya (Horie, 1990).

Suhu

Suhu berpengaruh langsung pada proses fotosintesa, respirasi, permeabilitas dinding sel, absorpsi air dan hara, transpirasi, aktivitas enzim dan koagulasi protein. Untuk pertumbuhan normal tanaman padi memerlukan lingkungan suhu dalam kisaran 20oc sampai 35oc (Yoshida, 1981). Suhu kritis tersebut bervariasi menurut varietas, lamanya suhu kritis berlangsung, perubahan suhu harian siang dan malam, dan status fisiologi dari tanaman itu sendiri.

(13)

mampu mengadakan fotorespirasi (Murata, 1961). Suhu udara mempengaruhi baik fotosintesa maupun respirasi.

Suhu udara siang dan malam ternyata berpengaruh pada komponen hasil padi. Limbong, et al. menunjukkan bahwa peningkatan suhu di siang hari pada musim kemarau dapat meningkatkan jumlah anakan asalkan suhu malam tidak terlalu tinggi. Ini merupakan gambaran bahwa padi tidak selalu menghasilkan banyak malai pada musim kemarau di semua mintakat agroklimat, karena suhu malam juga menentukan. Yoshida (1981), menambahkan suhu rata-rata harian lebih kecil dari 20oC menyebabkan perkecambahan terlambat disklorasi daun, pembentukan malai tertahan, pembungaan terlambat dan kehampaan gabah tinggi.

Kelembaban Udara

Kelembaban udara nisbi berpengaruh terhadap evapotranspirasi pada musim kemarau dengan kelembaban rendah, intensitas sinar surya dan suhu tinggi mempercepat laju evapotranspirasi. Bila laju evapotranspirasi tidak diimbangi dengan laju translokasi air ke akar, tanaman padi akan mengalami kekeringan.

Kelembaban udara juga mempengaruhi aktivitas fotosintesa padi. Murata (1961) juga menambahkanadanya perubahan pola fotosintesa akibat perubahan kelembaban udara. Dimana ia menyebutkan adanya hubungan antara kelembaban dengan intensitas cahaya dan temperatur.

(14)

mulai meningkat pada pagi hari dan mancapai maksimum pada pukul 11 kemudian fotosintesa menurun kembali menjelang sore. Miyasaka menambahkan perubahan kegiatan fotosintesa antara pagi dan sore hari disebabkan respirasi yang dipengaruhi oleh temperatur. Juga ditambahkan kemukngkinan ada perbedaan energi pada panjang gelombang antara pagi dan sore hari.

Kisaran kelembaban nisbi optimum untuk pagi adalah 50 – 90 %. Di Indonesia yang beriklim tropis tanah basah, kelembaban nisbi tidak merupakan kendala bagi usaha peningkatan produksi padi. Tetapi di dataran tinggi kelembaban lebih dari 95 % dapat menyebabkan agregasi tepung sari, dan ini dapat mengganggu penyerbukan (Las dan Fagi, 1988).

(15)

Potensi Varietas Padi Gogo

Pengembangan padi gogo dihadapkan pada berbagai kendala yang sangat kompleks, sehingga diperlukan perbaikan varietas yang berdaya hasil tinggi dengan sifat multitoleran terhadap faktor biofisik dilahan kering.

(16)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan dirumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Pelaksanaan penelitian pada bulan Maret 2007 sampai bulan Juli 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga varietas padi gogo, tanah top soil, pupuk Urea 150 kg/ha, TSP 135 kg/ha, KCl 60 kg/ha, dan pestisida. Serta alat-alat yang digunakan, leaf area meter untuk mengukur luas daun, timbangan, pipa plastik, gelas ukur, polybag dan alat-alat lain yang mendukung penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (RPT) yang terdiri dari 3 faktor yaitu:

Faktor I : Varietas, dengan simbol V sebagai petak utama terdiri dari 3 taraf yaitu : V1 = Varietas Batutugi

(17)

Faktor I I : Interval Pemberian Air, dengan simbol I sebagai anak petak terdiri dari 4 taraf yaitu :

I1 = setiap hari I2 = 1 x 2 hari I3 = 1 x 3 hari I4 = 1 x 4 hari

Faktor III : Tingkat Pemberian Air, dengan simbol A sebagai anak-anak petak terdiri dari 3 taraf yaitu:

A1 = 2 mm / hari = 251,2 cc / polybag A2 = 4 mm / hari = 502,4 cc / polybag A3 = 6 mm / hari = 753,6 cc / polybag

Dengan demikian diperoleh 36 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Jumlah tanaman dengan 2 tanaman / polybeg. Berdasarkan perlakuan petak utama, anak petak, dan anak-anak petak maka kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut :

V1I1A1 V3I2A2 V1I4A3 V1I1A3 V3I2A1 V2I4A2 V1I1A2 V3I2A3 V2I4A1

(18)

V1I2A3 V3I4A1 V2I1A1 V1I2A2 V3I4A3 V2I1A3 V1I2A1 V3I4A2 V2I1A2

V1I4A1 V3I1A2 V2I3A2 V1I4A3 V3I1A1 V2I3A1 V1I4A2 V3I1A3 V2I3A3

Data hasil pengamatan disusun dalam anova untuk masing-masing peubah. Jika pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati menunjukkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata dapat dilanjutkan uji beda rataan dengan uji DMRT, analisis regresi dan korelasi.

Metode Analisa Data

Percobaan dilakukan menggunakan RPT dalam RAK dengan model matematis adalah sebagai berikut :

Yijkm = + i + ij + ij + k+( )jk + jk +il ( l)jl+( l)jl+( ) jl

+( )jl+( ) jkl + ijk

Yijk : nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan varietas ke j,faktor perlakuan air taraf ke – k, faktor perlakuan intrval pemberian air ke – l.

(19)

i : pengaruh ulangan pada taraf ke – i j : pengaruh perlakuan interval varietas

ij : pengaruh galat pada taraf ke-i dan perlakuan varietas taraf ke-j k : pengaruh perlakuan tingkat pemberian air taraf ke-k

( )jk : pengaruh interaksi perlakuan varietas dengan perlakuan pemberian air taraf ke-k

jk : pengaruh galat pada taraf ke-l dan perlakuan varietas taraf ke j dan perlakuan pemberian air pada taraf ke – k

il : pengaruh perlakuan interval pemberian air ke - l

( l)jl : pengaruh perlakuan interval pemberian air ke – l dan interval pemberian air taraf ke – l

( l)jl : pengaruh interaksi tingkat varietas taraf ke-k

( l)jl : pengaruh interaksi perlakuan interval pemberian air taraf ke-j dan tingkat pemberian air taraf ke-l

( )jl : pengaruh interaksi perlakuan

(20)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan tanah

Tanah top soil, dikering anginkan dan dihaluskan. Tanah diayak dengan ayakan 3 mm, lalu tanah dimasukkan 10 kg per polybag. Tanah yang digunakan terlebih dahulu sifat fisik dan kimianya dianalisis di laboratorium disajikan pada Lampiran 2.

Pupuk Urea diberikan terbagi tiga kali yaitu masing-masing 1/6 dosis yaitu sebanyak 64,8 gr pada umur 2 MST, 3/6 dosis yaitu sebanyak 162 g pada umur 6 MST dan 2/6 dosis yaitu 97,2 g pada fase primordia bunga. Pupuk Tsp 385,92 g dan Kcl sebanyak 172,8 g diberikan saat tugal. Setiap polybag dilengkapi dengan pipa plastik yang ditempatkan dibagian pinggir polibag. Pipa pada bagian bawah (terbenam) diberi lubang, agar air dapat masuk ketanah melalui sisi pipa. Sebelum benih ditugal terlebih dahulu tanah dalam polybag disiram sampai mencapai kapasitas lapang.

Persiapan Bahan Tanaman

(21)

24 jam. Benih yang telah mengalami seed treatment ditugal sedalam 2-3 cm sebanyak 5-6 butir per polybag.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan 2 MST, ditinggalkan 2 tanaman per polybag yang homogen dan yang paling bagus pertumbuhannya.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida Baycarb dengan konsentrasi 0,5 – 1 l/ha. Frekwensi penyomprotan dilakukan sesuai dengan keadaan serangan hama dan penyakit. Gulma yang tumbuh dalam polybag dicabut secara intensif.

Penyiraman

Penyiraman diberikan setiap pagi hari sesuai dengan perlakuan yaitu 2 mm/hari (251,2 cc/polybag), 4 mm/hari (502,4 cc/polybag) dan 6 mm/hari 753,6 cc/polybag).

Pengamatan dan Pengumpulan Data

(22)

sebelum penyiraman, sehingga jumlah pengamatan KAT 6 kali yaitu (2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MST). Pengukuran kadar air tanah dengan rumus :

berat botol + tanah lembab

kadar air = - 1 x 100

berat botol + tanah kering oven

Pengamatan komponen pertumbuhan diamati pada umur 3,6,9 dan 16 MST yang meliputi :

1. Tinggi tanaman / rumpun di ukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi

2. Jumlah anakan / rumpun dihitung mulai umur 3 minggu sampai panen

3. Bobot kering jerami / rumpun. Tanaman dipotong-potong dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC sampai bobot stabil. Untuk saat panen berat jerami termasuk berat malai dan gabah.

4. Luas daun

Di ukur dengan menggunakan leaf area meter. Pengamatan komponen hasil meliputi :

1. Jumlah malai per rumpun dihitung pada waktu panen. 2. Bobot 1000 butir gabah pada kadar air 14%.

3. Produksi gabah kering per rumpun pada kadar air 14% . 4. Jumlah gabah hampa per rumpun

Analisa pertumbuhan dalam penelitian ini dengan formulasi analisis yang digunakan adalah sebagai berikut :

(23)

Nilai laju asimilasi bersih merupakan pertambahan material tanaman dari asimilasi persatuan waktu (Sitompul dan Guritno, 1995) diamati sebanyak tiga kali yaitu 6 mst - 3 mst, 9 mst - 6 mst dan 12 mst - 9 mst dengan persamaan sebagai berikut :

(W2 – W1) . ( ln A2 – ln A1) LAB =

( T2 – T1 ) ( A2 - A1 )

Dimana : W1 dan W2 = berat kering tanaman pengamatan ke 1 dan 2 A1 dan A2 = luas daun pengamatan ke 1 dan 2

T1 dan T2 = waktu pengamatan ke 1 dan 2

2. LTR (Laju Tumbuh Relatif) (g.tan 2.hari-1) laju tumbuh relatif merupakan hasil bahan kering persatuan bahan kering akhir dan awal dilakukan dan dihitung bersamaan dengan LAB, dengan persamaan sebagai berikut :

ln W2 – ln W1 LTR =

T2 – T1

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Tanaman / rumpun (cm)

Sidik ragam tinggi tanaman padi pada umur 3,6, 9 dan 16 MST dapat dilihat pada Lampiran 5.

Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa varietas (V) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada semua pengamatan (3, 6, 9 dan 16 MST). Demikian juga pengaruh interval pemberian air (I) berpengaruh nyata pada umur 3, 6 MST dan sangat nyata pada umur 9 dan 16 MST. Sedangkan perlakuan tingkat pemberian air (A), berpengaruh nyata pada umur 6 MST dan sangat nyata pada umur 9 dan 16 MST.

Tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas, interval dan tingkat pemberian air pada pengamatan 3, 6, 9 dan 16 mst tertera pada Tabel 1.

(25)

dengan tingkat pemberian pada volume 2 mm/hari = 251,2 cc/polybag (A1) dan 6 mm/hari = 753,6 cc/polybag (A3).

Tabel 1.Tanggap Tinggi Tanaman (cm) pada Perlakuan Varietas, Interval dan Tingkat Pemberian Air Pengamatan 3, 6, 9 dan 16 Mst

Varietas Tinggi Tanaman (cm)

3 MST 6 MST 9 MST 16 MST V1 (Batutugi) 50.24 bB 72.69 bB 133.87bB 149.02 bB V2 (Limboto) 34.50 cC 59.90 cC 107.13cC 123.12 cC V3 (Lokal) 65. 05 aA 88.93 aA 161 . 99aA 176.57 aA I1 (Setiap Hari) 49.69 b 73.54 b 133.97 bB 148.79 bB I2 (1 x 2 ) 50.22 a 74.27 a 134.99 aA 150.39 aA I3 (1 x 3 ) 50.16 a 74.11 ab 134.89 aA 150. 23 aA I4 (1 x 4 ) 49.66 b 73.44 b 133.47 bB 148.86 bB A1(2 mm/251,2 cc) 49.83 73.75ab 134.32 bAB 149.57 bB A2(4 mm/502,4 cc) 50.14 74.17 a 134.84 aA 150.14 aB A3(6 mm/753,6 cc) 49.83 73.59 b 133.83 CB 149,00 cC

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

(26)

1 0

Gambar 1. Tinggi Tanaman (cm) BeberapaVarietas Padi Gogo Umur 3,6,9 dan 16 Mst

(27)

1 = 72.33 + 0.96 A – 0,125 A 2, R2 = 1

Gambar 3. Tinggi Tanaman (cm) dengan Tingkat Pemberian Air pada Umur 6, 9 dan 16 Mst

Pada Gambar 1 terlihat bahwa varietas lokal karo (V3) menunjukkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan varietas batutugi (V1) dan varietas limboto (V2) . Gambar 2 dan 3 yang diuji memiliki respon pertumbuhan yang sama terhadap interval pemberian air dengan tinggi tanaman umur 3 – 16 mst menunjukkan hubungan kuadratik positif, sedangkan respon varietas terhadap tingkat pemberian air umur 6, 9 dan 16 mst juga menunjukkan hubungan kuadratik positif, hal ini mencerminkan adanya penurunan tinggi tanaman pada setiap interval dan tingkat pemberian air terhadap beberapa varietas padi gogo.

(28)

sangat drastis, dengan demikian memasuki fase reproduktif (inisiasi malai) terjadi cekaman air atau kelebihan air.

Kelebihan air menyebabkan tanah yang jenuh air dapat menyebabkan terhambatnya aliran udara ke dalam tanah sehingga mengganggu respirasi dan serapan hara oleh akar serta aktivitas mikrobia yang menguntungkan, sedangkan kekurangan air karena suplai air kurang dari akar tanaman.

Jumlah Anakan / rumpun

Sidik ragam jumlah anakan per rumpun pada umur 3,6, 9 dan 16 mst dapat dilihat pada Lampiran 6.

Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan per rumpun pada semua pengamatan (3, 6, 9 dan 16 mst). Perlakuan interval pemberian air (I) berpengaruh sangat nyata pada umur 6, 9 dan 16 mst. Sedangkan perlakuan tingkat pemberian air (A) berpengaruh sangat nyata pada semua umur pengamatan. Demikian juga Interaksi varietas terhadap interval pemberian air (V x I) berpengaruh sangat nyata pada umur 3 MST. Pengaruh varietas, interval pemberian air dan tingkat pemberian air (VxIxA) berpengaruh nyata pada umur 6 mst dan berpengaruh sangat nyata pada 16 mst.

Jumlah anakan tiap varietas padi gogo pada interval pemberian air pada pada pengamatan 3 mst tertera pada Tabel 2.

(29)

Tabel 2. Tanggap Interval Pemberian Air pada Tiap Varietas Padi Gogo Pengamatan Jumlah Anakan 3 MST

Jumlah Anakan

Perlakuan I 1 I 2 I 3 I 4 V 1 0.92 deB-E 1.11 b-dA-C 1.08 b-dA-C 1.47 aA

V 2 1.28 a-cAB 1.36 abAB 1.36 abAB 1.14 b-dAB V 3 0.58 fDE 0.97 c-eB-D 0.67 efC-E 0.47 fD Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kombinasi interval pemberian air 1 x 2 hari (I2) dan 1 x 3 hari (I3 ) menunjukkan jumlah anakan tertinggi terhadap varietas limboto (V2) yaitu 1.36 dan yang terendah pada kombinasi interval pemberian air 1 x 4 hari (I4) terhadap varietas lokal(V3) yaitu 0.47.

Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan tiap varietas dibatasi oleh potensi keturunan dimana tiap varietas mempunyai daya tahan tertentu yang membatasi lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhannya.

Hubungan varietas padi gogo, interval pemberian air dan tingkat pemberian air pada jumlah anakan 6 dan 16 mst tertera pada Tabel 3 dan 4.

(30)

terbaik untuk parameter jumlah anakan per rumpun terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tabel 3. Tanggap Interval Pemberian dan Tingkat Pemberian Air Terhadap Varietas Padi Gogo pada Jumlah Anakan Pengamatan Umur 6 Mst

Jumlah Anakan

Perlakuan A 1 A 2 A 3 V 1 I 1 3.50 h-k 3.33 h-k 3.16 i-l

I 2 3.75 gh 3.75 gh 3.50 h-j I 3 3.75 gh 3.58 fg 3.50 h-j I 4 3.16 i-l 3.58 fg 3.33 h-k V 2 I 1 5.00 cd 5.25 bc 4.41 ef

I 2 5.33 bc 6.08 a 4.92 cd I 3 5.00 cd 5.25 bc 5.67 ab I 4 4.33 ef 4.58 de 4.75 de

V 3 I 1 3.00 k-n 3.25 h-l 2.58 n I 2 3.25 h-l 3.50 h-j 3.25 h-l

I 3 2.75 mn 2.83 l-n 2.75 mn I 4 2.58 n 2.83 l-n 2.75mm

(31)

Tabel 4. Tanggap Interval Pemberian dan Tingkat Pemberian Air Terhadap Varietas Padi Gogo pada Jumlah Anakan Pengamatan Umur 16 Mst

Jumlah Anakan Umur

Perlakuan A 1 A 2 A 3 V 1 I 1 7.17 efgD-H 7.33 d-gC-H 6.67 fgH-K

I 2 7.17 efgD-H 7.33 d-gC-H 7.00 fgE-H I 3 7.33 d-gC-H 7.17 e-gD-H 7.17 e-gD-H I 4 6.67 fgH-K 7.00 fgE-H 6.83 fgF-I

V 2 I 1 8.33 a-dA-E 8.67 abA-C 8.17 b-dA-F I 2 9.00 abAB 9.33 aA 8.33 a-dA-E I 3 8.50 abcA-D 9.33 aA 8.50 a-cA-D I 4 7.10 e-gD-H 7.70 c-f B-H 8.10 b-e A-G

V 3 I 1 8.17 b-d A-F 5.50 hjJ-L 4.10 jM I 2 5.50 hjJ-L 6.50 g-lJ-L 5.17 jLM I 3 5.33 iK-M 6.33 g-lI-L 5.33 iK-M I 4 4.10 jM 5.33 iK-M 5.17 jLM

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang

sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

(32)

1 = 0.162 I + 0.74,r = 0.66

Gambar 4. Hubungan Varietas dan Interval Pemberian Air Terhadap Jumlah Anakan pada Umur 3 Mst

(33)

29-30 oC maka memperkecil penguapan baik dari tanaman maupun dari tanah (evapotraspirasi) sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jumlah anakan.

varietas Batu Tegi (V1)

Gambar 5. Hubungan Interval Pemberian Air dan Tingkat Pemberian Air terhadap Jumlah Anakan pada Umur 6 MST

Gambar 6. Hubungan Interval Pemberian Air dan Tingkat Pemberian Air terhadap Jumlah Anakan pada Umur 6 MST

(34)

Gambar 6 varietas yang di uji memiliki respon yang berbeda terhadap interval pemberian air dan tingkat pemberian air terhadap jumlah anakan 6 mst menunjukkan hubungan linier positif (I4, dan I3) sedangkan I1 dan I2 berpola kuadratik positif terhadap varietas limboto (V2).

Menurut Filter dan Hay (1994) respon suatu varietas berbeda terhadap perubahan-perubahan lingkungan, respon tersebut dapat berupa respon yang positif dan negatif tergantung varietas yang di uji.

Gambar 7. Hubungan Interval Pemberian Air dan Tingkat Pemberian Air terhadap Jumlah Anakan Umur 6 MST

(35)

mencapai maksimum dalam kebutuhan air maka bila volume ditingkatkan akan menurunkan jumlah anakan pada varietas lokal (V3).

Untuk tanaman lahan kering selama pertumbuhan pada kanopi penuh, jumlah kebutuhan airnya adalah sekitar 125 mm per bulan (Oldeman dkk, 1979).

Gambar 8 varietas yang di uji memiliki respon yang berbeda terhadap interval pemberian air dan tingkat pemberian air pada jumlah anakan umur 16 mst, menunjukkan hubungan kuadratik positif (I1, I2 dan I4) dan berpengaruh tidak nyata pada interval pemberian air satu kali setiap tiga hari (I3).

1 = 6.19+ 1.39A-0.41A2,R2 = 1

(36)

1 = 7.15+ 1.6A-0.42A2,R2 = 1

Gambar 9. Hubungan Interval Pemberian Air pada Tingkat Pemberian Air Terhadap Jumlah Anakan Umur 16 Mst

(37)

1 = 12.114-.575A-0.635A2, R2 = 1

Gambar 10. Hubungan Jumlah Anakan dengan Tingkat Pemberian Air Terhadap Interval Pemberian Air Umur 16 Mst

Bobot Kering Tanaman / rumpun (g)

Sidik ragam bobot kering tanaman / rumpun pada umur 3,6, 9 dan 16 MST dapat dilihat pada Lampiran 7.

Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tanaman per rumpun pada semua pengamatan (3, 6, 9 dan 16 MST). Pengaruh interval pemberian air (I) berpengaruh nyata pada 6 MST serta sangat nyata pada umur 9 MST. Sedangkan perlakuan tingkat pemberian air (A) berpengaruh nyata pada umur 3 MST dan 9 MST. Demikian juga dengan interaksi interval pemberian air (I x A) berpengaruh nyata pada umur 9 mst.

(38)

Tabel 5. Tanggap Berat Kering Tanaman / rumpun pada Perlakuan Varietas, Interval dan Tingkat Pemberian Air pada Pengamatan 3, 6, 9 dan 16 Mst

Varietas Berat Kering Tanaman / rumpun (gr)

3 MST 6 MST 9 MST 16 MST V1 (Batutugi) 0,12 bB 1,34 bB 22,27 bB 112,99 bB V2 (Limboto) 0,20 aA 1,66 aA 37,12 aA 123,83 aA V3 (Lokal) 0,08 cC 1,19 cC 13,02 cC 107,95 cC I1 (Setiap Hari) 0,14 1,38 dD 23,18 114,36 I2 (1 x 2 ) 0,14 1,41 aA 25,26 115,52 I3 (1 x 3 ) 0,12 1,41 bA 25,21 115,36 I4 (1 x 4 ) 0,12 1,39 cC 22,90 114,36 A1(2 mm/251,2 cc) 0,13 b 1,39 23,75 b 114,56 A2(4 mm/502,4 cc) 0,14 a 1,41 24,68 a 115,31 A3(6 mm/753,6 cc) 0,13 bb 1,39 23,98 b 114,89 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

(39)

Perkembangan berat kering tanaman per rumpun pada tiap varietas padi gogo

Gambar 11. Berat Kering Tanaman (g) Tiap Varietas Padi Gogo Pengamatan Umur 3, 6, 9 dan 16, mst

(40)

= 1.31 + 0.08I - 0.017 I2, R2 = 0.96

Gambar 13. Berat Kering Tanaman per rumpun pada Interval Pemberian Air Umur 6 MST

Gambar 11 berat kering tanaman per rumpun (g) pada tiap varietas padi gogo umur 3 sampai 16 mst terlihat bahwa varietas limboto (V2) memiliki bobot kering terberat dibandingkan dengan varietas batutugi (V1) dan varietas lokal (V3).

(41)

Kekurangan air akan mengurangi kegiatan fotosintesis dan dengan demikian dapat mengganggu produksi karbohidrat.

Bobot kering meningkat dengan meningkatnya umur tanaman dan peningkatan tertinggi terjadi dari pengamatan ketiga atau dari umur dua bulan ke umur tiga bulan. Hal ini terjadi pada periode tersebut adalah fase reproduktif (inisiasi malai), bunting dan berbunga (De Datta, 1981).

Peningkatan fotosintesis akan meningkatkan asimilat, asimilat ini akan di transportasikan keseluruh jaringan tanaman dan pertumbuhan vegetatifnya seperti peningkatan jumlah anakan, perluasan daun dan berat kering tanaman. Prasita dkk (2001) mengatakan bahwa berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang disintesis tanaman dari senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida.

Luas Daun Tanaman

Sidik ragam luas daun tanaman pada umur 3,6, 9 dan 16 MST dapat dilihat pada Lampiran 8.

Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman pada pengamatan 3 MST. Perlakuan tingkat pemberian air (A) berpengaruh nyata pada umur 3,6 dan 16 MST.

Luas daun tanaman pada perlakuan varietas, interval dan tingkat pemberian air pada pengamatan 3, 6, 9 dan 16 mst tertera pada Tabel 6.

(42)

dibandingkan dengan varietas batutugi (V1) dan varietas lokal karo (V3). Untuk tingkat pemberian air umur 3, 6 dan 16 mst pada volume air 4 mm/hari = 502,4 cc/polybag (A2) menunjukkan luas daun terlebar dibandingkan dengan tingkat pemberian pada volume air 2 mm/hari = 251,2 cc.polybag (A1) dan 6 mm/hari = 753,6 cc/polybag (A3).

Tabel 6. Luas Daun Tanaman pada Perlakuan Varietas, Interval dan Tingkat Pemberian Air pada Pengamatan 3, 6, 9 dan 16 Mst

Perlakuan Luas Daun Tanaman

3 MST 6 MST 9 MST 16 MST V1 (Batutugi) 18,34 a 108,59 524,22 546,57 V2 (Limboto) 19,34 a 113,61 532,95 552,78 V3 (Lokal) 14,37 b 105,78 519,30 538,42 I1 (Setiap Hari) 16,85 111,43 522,04 563,98 I2 (1 x 2 ) 18,67 114,09 540,35 568,98 I3 (1 x 3 ) 17,61 108,35 522,04 533,99 I4 (1 x 4 ) 16,19 103,44 501,07 517,06 A1(2 mm/251,2 cc) 16,07 b 103,15 b 518,69 539,34 ab A2(4 mm/502,4 cc) 18,43 a 117,02 a 545,40 569,38 a A3(6 mm/753,6 cc) 17,54 ab 107,80 ab 512,38 529,06 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

Perkembangan tingkat pemberian air terhadap luas daun tanaman umur 3, 6 dan 16 mst terlihat pada Gambar 14.

(43)

Tabel 7. Tanggap Interval Pemberian Air Terhadap Tiap Varietas Padi Gogo Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 0.05

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa luas dau tanaman pada 6 mst tertinggi dijumpai pada kombinasi V2I2 ( varietas limboto pada interval pemberian air satu kali setiap dua hari) yaitu 130.65, sedangkan yang terendah dijumpai pada kombinasi V3I1 (varietas lokal pada interval pemberian air setiap hari) yaitu 99.21.

1 = 10.43 + 3.64 A - 0.41 A2, R2 = 1

(44)

Gambar 14 terlihat bahwa varietas yang di uji memiliki respon pertumbuhan berpola kuadratik negatif pada umur 3, 6 dan 16 mst , respon pertumbuhan luas daun tanaman yang terluas pada tingkat pemberian air pada volume 4 mm / hari = 502,4 cc/polybag (A2).

Gambar 15. Pengaruh Interval Pemberian Air Terhadap Varietas Padi Gogo pada Luas Daun Tanaman Umur 6 Mst

Gambar 15 terlihat bahwa varietas yang di uji memiliki respon pertumbuhan yang berbeda varietas (V1) pola kuadratik positif sedangkan varietas limboto (V2) dan varietas lokal (V3) berpengaruh tidak nyata. Hal ini berarti semakin lama interval pemberian air dapat menurunkan luas daun tanaman, dan sejalan dengan bertambahnya umur tanaman luas daun juga meningkat.

(45)

Tanaman akibat traspirasi yang begitu besar sedangkan tanaman kekurangan air maka daun tanaman akan layu dan melindungi stomata dari suhu dan cahaya yang panas.

Jumlah Malai / rumpun, Jumlah Gabah (Butir per Malai), 1000 Butir Gabah( g) dan Produksi Gabah/rumpun (g).

Sidik ragam jumlah malai per rumpun, jumlah gabah (butir per malai) 1000 butir gabah dan produksi gabah dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah malai per rumpun, dan produksi gabah per rumpun (g). Pengaruh interval pemberian air (I) berpengaruh sangat nyata pada produksi gabah per rumpun (g). Sedangkan perlakuan tingkat pemberian air (A) berpengaruh nyata pada jumlah malai per rumpun dan sangat nyata produksi gabah per rumpun (g).

Jumlah malai / rumpun, jumlah gabah (butir per malai), 1000 butir gabah (g) dan produksi gabah (g) tertera pada Tabel 8.

(46)

Tabel 8. Tanggap Tiap Varietas Padi Gogo, Interval Pemberian danTingkatPemberian Air pada Jumlah Malai / rumpun, Jumlah Gabah (Butir per Malai), 1000 Butir Gabah dan Produksi Gabah

Perlakuan Jlh malai/rumpun Jlh Gabah(butir/malai) 1000 Butir Produksi Gabah V1 (Batutugi) 12,27 bB 58.24 bB 11.51 bB 17.67 bB V2 (Limboto) 16,30 aA 73.24 aA 16.68 aA 24.51 aA V3 (Lokal) 7,16 cC 46.27 cC 9,14 cC 12.19 cC I1 (Setiap Hari) 11.87 58.77 bC 11.74 bC 17.51 bB I2 (1 x 2 ) 12.31 60.10 aA 13.0 aA 18,85 aA I3 (1 x 3 ) 12. 27 59.63 aAB 12.83 aAB 18,56 aA I4 (1 x 4 ) 11.51 58,08 bBC 12.13 bBC 17,55 bB A1(2 mm/251,2 cc) 11.72 b 58.94 bB 12.41ab 17.92 bB A2(4 mm/502,4 cc) 12.40 a 59.95 aA 12.81 a 18.61 aA A3(6 mm/753,6 cc) 11.60 ab 59.12 bB 12.11 b 17.84 bB Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

(47)

dibandingkan dengan tingkat pemberian pada volume air 2 mm/hari = 251,2

Gambar 16 . Jumlah Malai per rumpun, Jumlah Gabah, 1000 Butir Gabah dan Produksi Gabah per rumpun Tiap Varietas Padi Gogo

(48)

Gambar 16 terlihat bahwa varietas limboto (V2) menunjukkan jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per rumpun, 1000 butir gabah dan produksi gabah tertinggi dibandingkan dengan varietas batutugi (V1) dan varietas lokal (V3) .

1 = 9,85 + 1.24 A – 0.15 A2, R2 = 1

Gambar 18. Pengaruh Tingkat Pemberian Air pada Jumlah Malai per Rumpun, Jumlah Gabah, 1000 Butir Gabah dan Produksi Gabah per Rumpun

(49)

Menurut Seemen dalam Sitaniapessy (1982) kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang diserap dan di uapkan oleh tanaman untuk membentuk satu kilogram bahan kering yang dinyatakan dalam kehilangan air. Justika Baharsyah (1983) menyatakan hampir semua jenis tanaman setahun membutuhkan sedikit curah hujan (± 100 mm bulan-1) pada saat penanaman sampai panen, tetapi memerlukan curah hujan yang lebih banyak (150 – 250 mm bulan -1) selama pertumbuhan dan pembungaan.

Jumlah Gabah Hampa / rumpun

Sidik ragam jumlah gabah hampa / rumpun dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan varietas (V) dan interval pemberian air (I) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah gabah hampa.

Jumlah gabah hampa / rumpun pada tiap varietas padi gogo, interval pemberian air dan tingkat pemberian air tertera pada tabel 9.

(50)

Tabel 9. Tanggap Tiap Varietas Padi Gogo, Interval Pemberian dan Tingkat

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

Perkembangan jumlah gabah hampa per rumpun tiap varietas padi gogo tertera pada Gambar 19. Perkembangan interval pemberian air terhadap jumlah gabah hampa per rumpun (g) disajikan pada Gambar 20.

0

(51)

= 34.86 + 4.78 I – 0.98 I2, R2 = 0.79

Gambar 20. Pengaruh Interval Pemberian Air Terhadap Jumlah Gabah Hampa per rumpun (g)

Pada Gambar 19 terlihat bahwa varietas limboto (V2) memiliki jumlah gabah hampa/rumpun terendah diikuti dengan varietas batutugi (V1) dan varietas lokal (V3). Sedangkan gambar 20 varietas yang di uji memiliki respon menunjukkan hubungan kuadratik negatif terhadap jumlah gabah hampa per rumpun. Hal ini berarti dengan interval pemberian setiap hari (I1) dan interval pemberian setiap empat hari sekali (I4) dapat menaikkan jumlah gabah hampa per rumpun, hal ini dikarenakan tanaman berada pada kapasitas defisit dan surplus air dimana berada pada batasan maksimum jumlah air yang diperlukan oleh tanaman.

Laju Asimilasi Bersih (LAB)

(52)

tingkat pemberian air (A) berpengaruh nyata pada laju asimilasi bersih (LAB) 1. pengaruh varietas terhadap interval pemberian air dan tingkat pemberian air (V x Ix A) berpengaruh sangat nyata pada laju asimilasi bersih (LAB) 3.

Laju Asimilasi Bersih (LAB) 1, 2 dan 3 tiap varietas padi gogo, interval pemberian air dan tingkat pemberian tertera pada Tabel 10.

(53)

Tabel 10. Tanggap Tiap Varietas Padi Gogo, Interval Pemberian dan Tingkat Pemberian Air pada Laju Asimilasi Bersih (LAB) 1, 2 dan 3

Varietas Laju Asimilasi Bersih (LAB)

LAB 1 LAB 2 LAB 3 V1 (Batutugi) 0,36 bB 7,04 bB 21,38 V2 (Limboto) 0,45 aA 11,86 aA 26,00 V3 (Lokal) 0,20 cC 4,18 cC 14,62 I1 (Setiap Hari) 0,30 bB 7,29 bB 17,07 I2 (1 x 2 ) 0,37 aA 7,96 aA 23,46 I3 (1 x 3 ) 0,34 abAB 7,95 aA 23,18 I4 (1 x 4 ) 0,34 abAB 7,57 abAB 18,95 A1(2 mm/251,2 cc) 0,31 b 7,57 19,57 A2(4 mm/502,4 cc) 0,36 a 7,89 21,23 A3(6 mm/753,6 cc) 0,34 ab 7,62 21,20 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

Laju Asimilasi Bersih (LAB) 3 tiap varietas padi gogo, interval pemberian air dan tingkat pemberian air tertera pada Tabel 11.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pada laju asimilasi bersih 3 (9-16 mst) tertinggi dijumpai pada kombinasi V2I2A2 (varietas limboto, interval satu kali setiap dua hari dan tingkat pemberian air pada volume 4 mm/hari = 502,4 cc/polybag) yaitu 32.393 pengamatan jumlah gabah (butir/ malai) sedangkan yang terendah di jumpai pada kombinasi V3I1A3 (varietas lokal, interval pemberian air setiap hari dengan tingkat pemberian air pada volume 6 mm/hari = 753,6 cc/polybag) yaitu 1,980.

(54)

Varietas Padi Gogo pada Laju Asimilasi Bersih (LAB) 3 Laju Asmilasi Bersih

Perlakuan A 1 A 2 A 3 V 1 I 1 25.12 d-fE-I 21.54 g-iI-L 15.77 h-mN-Q

I 2 19.94 h-jK-M 24.58 efFG-I 14.77 lmO-Q I 3 18.24 i-K-O 24.08 fgG-J 32.39 bAB I 4 20.70 g-iJ-M 15.28 lmO-Q 20.67 g-iJ-M V 2 I 1 19.27 h-jL-N 26.13 c-f E-H 27.27 c-eD-G

I 2 32.06 bBC 35.85 aA 28.69 cdC-E I 3 24.06 fgG-J 30.14 bcB-D 27.79 c-eD-G I 4 19.34 h-jL-N 17.33 j-lM-P 27.51 c-eD-G V 3 I 1 5.09 rS 11.47 n-pP-R 1.98 sS

I 2 28.19 cdD-F 32.81 bAB 13.23 m-oP-R I 3 13.90 mnO-R 10.77 o-qQR 23.30 f-hH-K I 4 8.88 pqR 8.26 qRS 17.50 j-lM-P

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

(55)

-0.9

Gambar 21. Laju Asimilasi Bersih (LAB) 1 dan 2 pada Varietas Padi Gogo.

1 = 0.23 + 0.09 I – 0.017 I2, R2 = 0.66

(56)

= 0.19 + 0.07A – 0.017A2, R2 = 0.66

0 0.1 0.2 0.3 0.4

2 m m /hari 4 m m /hari 6 m m /hari Tingkat Pem berian Air

L

AB 1

Gambar 23. Pengaruh Tingkat Pemberian Air terhadap Laju Asimilasi Bersih (LAB) I Dari Gambar 21 terlihat bahwa varietas limboto (V2) memiliki laju asimilasi bersih (LAB) tertinggi diikuti dengan varietas batutugi (V1) dan varietas lokal (V3)

Dari Gambar 22 dan 23 varietas yang di uji memiliki respon menunjukkan hubungan kuadratik negatif terhadap laju aimilasi bersih (LAB) 2 dan 1. Hal ini berarti dengan interval pemberian setiap hari (I1) dan interval pemberian setiap empat hari sekali (I4) menurunkan laju asimilasi bersih, hal ini disebabkan tanaman mengalami cekaman air sehingga dapat menekan laju pertumbuhan yang menyebabkan LAB menurun pada interval pemberian air yang lama (I4), begitu juga dengan tingkat pemberian air pada volume 6 mm menurunkan laju asimilasi bersih ini dikarenakan tanaman berada pada batasan maksimum jumlah air yang diperlukan oleh tanaman.

(57)

mempengaruhi besarnya laju asimilasi bersih (LAB). Pada penelitian ini perhitungan laju asimilasi bersih (LAB) juga didasarkan pada luas daun sehingga terjadinya penurunan laju asimilasi bersih, dengan pertambahan umur tanaman disebabkan oleh pertambahan luas daun yang terlalu cepat dan tidak di imbangi oleh pembentukan bahan kering. Respita dkk (2001) menyatakan bahwa hasil fotosintesis kemudian digunakan sebagai bahan baku pertumbuhan diantaranya untuk pemanjangan dan pemekaran batang serta mempertebal daun sehingga meningkatkan bobot kering pertanaman. Demikian halnya pada LAB 1, 2 dan 3 dimana jika bobot kering semakin berat satuan waktu maka LAB yang dihasilkan juga semakin tinggi.

Perkembangan kombinasi interval pemberian air dan tingkat pemberian air terhadap laju asimilasi bersih (LAB) 3 disajikan pada Gambar 24, 25 dan 26.

1 = 26.51- 0.295A-1.095A2,R2 = 1

(58)

1 = 6.69+ 15.44A-2.86A2,R2 = 1 2 = tn

3 = 9.55+18.72A-4.21A2,R2 = 1 4 = 11.6+ 39.94A-8.96A2,R2 = 1

Gambar 25. Pengaruh Interval Pemberian Air dan Tingkat Pemberian Air terhadap

1 = 17.16+ 30.185A-7.935A2,R2 = 1

(59)

Dari Gambar 24 varietas yang di uji memiliki respon menunjukkan hubungan kuadratik positif pada interval pemberian air setiap hari (I1) dan setiap dua hari sekali (I2) dan linier negatif pada interval pemberian air setiap tiga hari sekali (I3) serta tidak nyata pada interval pemberian sekali empat hari (I4).

Gambar 25 varietas yang di uji menunjukkan hubungan kuadratik positif terhadap interval pemberian air setiap hari (I1), setiap kali tiga hari (I3) dan setiap kali empat hari (I4) sedangkan interval pemberian setiap kali dua hari (I2) berpengaruh tidak nyata.

Gambar 26 pengaruh varietas menunjukkan hubungan kuadratik positif pada interval pemberian air setiap hari (I1) dan interval pemberian setiap kali dua hari (I2) sedang pada interval pemberian air setiap kali tiga hari dan empat hari (I3) dan (I4) berpengaruh tidak nyata.

Menurut Stoskopf (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi LAB adalah suhu, cahaya, CO2, air, umur daun nutrisi mineral jumlah klorofil dan genotip tanaman. Semakin tinggi laju fotosintesis dan semakin rendah penggunaan asimilat dan respirasi maka semakin tinggi laju asimilasi bersih (LAB). Ketersediaan air juga mempengaruhi luas daun tanaman yang tentunya sekaligus berpengaruh terhadap fotosintesis dan LAB. Jika keadaan lingkungan cukup menguntungkan (iklim) laju asimilasi tanaman padi terdapat pada 8 – 12 MST.

(60)

Laju Tumbuh Relatif (LTR)

Sidik ragam laju tumbuh relatif (LTR) dapat dilihat pada Lampiran 12.

Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh sangat nyata terhadap laju tumbuh relatif (LTR) 3. Perlakuan tingkat pemberian air (A) berpengaruh nyata pada laju tumbuh relatif (LTR) 3.

Laju tumbuh relatif (LTR) 1, 2 dan 3 tiap varietas padi gogo, interval pemberian air dan tingkat pemberian air tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Tanggap Tiap Varietas Padi Gogo,Interval Pemberian dan Tingkat Pemberian Air pada Tumbuh Relatif (LTR) 1, 2 dan 3

Varietas Laju Tumbuh Relatif (LTR)

LTR 1 LTR 2 LTR 3

V1 (Batutugi) 0,83 bB 0,88 0,55 bB V2 (Limboto) 0,90 aA 1,03 0,71 aA V3 (Lokal) 0,71 cC 0,79 0,41 cC I1 (Setiap Hari) 0,79 bB 0,86 0,54 I2 (1 x 2 ) 0, 85 aA 0,94 0,57 I3 (1 x 3 ) 0,84 aA 0,93 0,57 I4 (1 x 4 ) 0,78 bB 0,89 0,54 A1(2 mm/251,2 cc) 0,79 bB 0, 91 0,56 a A2(4 mm/502,4 cc) 0, 83 aA 0,93 0,57 a A3(6 mm/753,6 cc) 0,82 aA 0,92 0,54 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 0.05 Tabel 12 dapat dilihat bahwa pada laju tumbuh relatif (LTR) varietas yang

(61)

dengan tingkat pemberian pada volume air 2 mm/hari = 251,2 cc/polybag (A1) dan 6 mm/hari = 753,6 cc/polybag (A3).

Laju tumbuh relatif (LTR) menunjukkan potensi pertumbuhan terhadap tanaman pada tiap satuan waktu pada semua perlakuan, nilai LTR tertinggi pada fase vegetatif dan terendah terjadi setelah fase vegetatif, menunjukkan efisiensi produksi bahan kering tanaman berkurang . Jika dicermati LTR 1, 2 dan 3 nampaknya tidak mempengaruhi oleh kemampuan varietas itu sendiri, dalam hal ini bahwa laju tumbuh relatif tidak harus selalu di ikuti oleh kekuatan bobot kering itu sendiri, sehingga bertolak belakang dengan bobot kering persatuan waktu semakin meningkat maka laju tumbuh relatif semakin meningkat, dalam hal ini varietas padi gogo limboto (V2) menunjukkan nilai tertinggi. Sesuai dengan pendapat Gardner et al (1991) laju tumbuh relatif tidak meningkatkan adanya laju pertumbuhan yang konstan selama jangka waktu tertentu dari t1 sampai t2; karna hal itu dapat bervariasi dari nilai laju tumbuh relatif. Dugaan sementara bahwa tanggap tanaman setiap masing-masing varietas berbeda kemampuan jaringan tanamannya untuk membentuk fase vegetatif.

Laju tumbuh relatif (LTR) 2 pada tiap varieas padi gogo dan interval pemberian air tertera pada Tabel 13.

(62)

Tabel 13. Tanggap Interval Pemberian Air Terhadap Tiap Varietas Padi Gogo Pengamatan LTR 2

LTR 2

Perlakuan I1 I 2 I 3 I 4 V 1 0.92 b 0.94 b 0.93 b 0.92 b V 2 1.03 a 1.04 a 1.04 a 1.03 a V 3 0.77 e 0.85 c 0.81 d 0.75 e Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

Perkembangan laju tumbuh relatif (LTR) 1 dan 3 tiap varietas padi gogo dan pengaruh tingkat pemberian air terlihat pada Gambar 27 dan 28.

0.1 0.6

LTR 1 LTR 3

VARIET AS PADI G O G O V 1 (Batutugi) V 2 (Lim boto) V 3 (Lokal)

(63)

1 = 0.51 + 0.04A – 0.005 A2, , R 2= 1

Gambar 28. Pengaruh Tingkat Pemberian Air terhadap Laju Tumbuh Relatif (LTR) 1 dan 3

Dari Gambar 27 terlihat bahwa varietas limboto (V2) memiliki laju tumbuh relatif (LTR) tertinggi diikuti dengan varietas batutugi (V1) dan varietas lokal (V3)

Dari gambar 28 terlihat bahwa hubungan LTR pada tingkat pemberian air berpola kuadratikr positif, hal ini menunjukkan ada penambahan laju tumbuh relatif pada setiap pengamatan tetapi turun kembali bila peningkatan jumlah volume air yang diberikan seiring dengan pertambahan umur tanaman.

(64)

1 = 0.8925+ 0.0365 I-0.0075 I2,R2 = 0.8364

Gambar 29. Pengaruh Varietas Padi Gogo dan Interval Pemberian Air terhadap Laju Tumbuh Relatif 2

Dari Gambar 29 terlihat bahwa hubungan LTR 2 dengan tingkat interval pemberian air terhadap beberapa varietas padi gogo berpola kuadratik positif kecuali varietas limboto (V2) tidak nyata, hal ini menunjukkan ada penembahan laju tumbuh relatif (LTR) seiring dengan pertamabahn umur tanaman pada setiap pengamatan tetapi turun kembali setelah mencapai maksimum kecuali (V2).

(65)

Kadar Air Tanah (KAT)

Sidik ragam kadar air tanah 2, 4, 6, 8 dan 12 MST dapat dilihat pada Lampiran 13.

Dari sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan interval pemberian air (I) berpengaruh sangat nyata pada kadar air tanah 6 dan 8 MST. Perlakuan tingkat pemberian air (A) berpengaruh sangat nyata pada pengamatan 6, 8 dan12 MST. Pengaruh varietas terhadap interval pemberian air (V x I) berpengaruh sangat nyata pada 4 dan 10 mst. Begitu juga pengaruh varietas terhadap tingkat pemberian air (V x A) berpengaruh sangat nyata pada pengamatan 4 dan 10 MST.

Kadar air tanah 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 mst pada tapi varietas padi gogo, interval pemberian air dan tingkat pemberian air tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Tanggap Kadar Air Tanah 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 MST pada Tiap Varietas Padi Gogo, Interval Pemberian Air dan Tingkat Pemberian Air

Varietas Kadar Air Tanah (KAT)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST V1(Batutugi) 64,79 88,81 80,57 55,09 57,63 62,04 V2 (Limboto) 62,83 91,89 84,59 59,49 60,96 62,83 V3 (Loka) 66.95 94,07 86,64 60,73 60,96 63,75 I1 (Setiap Hari) 71,96 94,20 91,02aA 80,39 Aa 83,19 90.87 I2 (1 x 2 ) 63,01 92,84 84,33 bAB 64,95 Bb 61,51 70.60 I3 (1 x 3 ) 67,19 89,06 81.59 bB 46,03 Cc 48,43 45,45 I4 (1 x 4 ) 55,71 90,28 80,81 bB 42,38Cc 45,53 44.28 A1 (2 mm) 58.91 58,91 76.97 bB 54.78 bB 54,78 58,94 bB A2 (4 mm) 63,81 63,82 87,46 aA 59.24 aA 59,53 60,94 bB A3 (6 mm) 71,4 95.47 88.88 aA 61.33 aA 61,01 68.51 aA Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom

(66)

Tabel 13 dapat dilihat bahwa pada kadar air tanah 6, 8 dan 10 mst interval pemberian air yaitu pada pemberian setiap hari (I1) menunjukkan angka tertinggi terhadap kadar air tanah dibandingkan dengan I2 (1 x 2 hari), I3 (1x3 hari), dan I4 (1x4 hari). Demikian juga tingkat pemberian air pada volume air 6 mm/hari = 753,6 cc/polybag (A3) menunjukkan angka tertinggi pada pengamatan, 6, 8 12 MST dibandingkan dengan tingkat pemberian pada volume air 2 mm/hari = 251,2 cc/polybag (A1) dan 4 mm/hari = 502,4 cc/polybag (A2).

Turunnya kadar air tanah yang sangat besar terdapat pada perlakuan interval pemberian air setiap empat hari sekali (I4) dan tingkat pemberian air pada volume 2 mm / hari = 251,2 cc/polybag sedangkan kadar air tanah tertinggi terdapat pada interval pemberian air setiap hari (I1) dengan tingkat pemberian air pada volume 6 mm/hari = 753.6 cc/polybag. Hal ini disebabkan oleh pertambahan umur tanaman maka kadar air tanah semakin menurun akibat dari evotranspirasi yaitu peningkatan air yang hilang melalui transpirasi akibat dari peningkatan bobot kering tanaman (Lamid, 1984).

(67)

Tabel 14. Tanggap Tingkat Pemberian Air Terhadap Tiap Varietas Padi Gogo pada Kadar Air Tanah Pengamatan 4 Mst dan 10 Mst

KAT 4 MST KAT 10 MST

Perlakuan A 1 A 2 A 3 A 1 A 2 A 3 V 1 84.0bB 91.0 aAB 97.1 aA 51.7 dC 54.3cdA-C 66,7 aA V 2 84.1bB 94.4 aA 94.7 aA 56.6 b-dA-C 62.0 a-cA-C 64,2 abAC V 3 97.4aA 91.8 aAB 94.5 aA 61.8 a-cA-C 66.1 abAB 53,2 cdBC

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5% dan 1%

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa kadar air tanah 4 mst tertinggi dijumpai kombinasi V1A3 (varietas batutugi pada tingkat pemberian air dengan volume 6 mm/hari = 753,6 cc/polybag) yaitu 97.12 sedangkan yang terendah di jumpai pada kombinasi V1A1 (varietas batutugi pada tingkat pemberian air dengan volume 2 mm/hari = 251,2 cc/polybag) yaitu 84.05.

Pada pengamatan 10 mst kadar air tanah tertinggi tertinggi dijumpai kombinasi V1A3 (varietas batutugi pada tingkat pemberian air dengan volume 6 mm/hari = 753,6 cc/polybag) yaitu 66,79 sedangkan yang terendah di jumpai pada kombinasi V1A1 (varietas batutugi pada tingkat pemberian air dengan volume 2 mm/hari = 251,2 cc/polybag) yaitu 51.72.

(68)

1 = 73.89+ 11.765A-1.605A2,R2 = 1

Gambar 30. Pengaruh Tingkat Pemberian Air Terhadap Varietas Padi Gogo pada Kadar Air 4 Mst

Gambar 31. Pengaruh Tingkat Pemberian Air Terhadap Varietas Padi Gogo pada Kadar Air 10 Mst

(69)

berbeda. Gambar 31 varietas yang di uji memiliki respon dengan pola kuadratik positif pada varietas limboto (V2) dan varietas karo (V3) sedangkan varietas batu tegi (V1) menunjukkan hubungan pola linier positif.

Perkembangan interval pemberian air kadar air terhadap pengamatan 10 mst dan tingkat pemberian air terhadap kadar air 6,8 dan12 mst tertera pada Gambar 32 dan 33.

1 = 92,79 – 3.34 I, r = 0.93

2 = 106.63 + 28,11 I – 2.96 I2, R2 = 0.98

20 40 60 80 100

I1 I2 I3 I4

Interval Pemberian Air

6 m st

8 m st

(70)

1 = 57.37 +12,07 A-1,14A2, R 2= 1

Gambar 33. Pengaruh Tingkat Pemberian Air pada Kadar Air Tanah Pengamatan 6,8 dan12 Mst

Gambar 32 Hubungan Kadar Air Tanah dengan Interval Pemberian menunjukkan respon linier positif pada umur 6 mst sedangkan umur 8 mst menunjukkan kuadratik negatif. Hal ini disebabkan semakin bertambah umur tanaman maka kebutuhan air akan semakin banyak dan tidak di imbangi dengan laju evapotrasnspirasi.

Gambar 33 menunjukkan hubungan kuadratik positif pada umur 6 mst, linier negatif pada 8 mst dan linier negatif pada 12 mst, dimana semakin tinggi tingkat pemberian air yang diberikan maka kadar air tanah semakin tinggi.

(71)
(72)

Pembahasan

Pengaruh Varietas terhadap Peertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi Gogo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 3 – 16 minggu setelah tanam (mst). Hal ini di duga karena secara genetis varietas yang di uji berbeda responnya terhadap lingkungan dan memiliki potensi yang sama dalam pertumbuhan tanaman padi serta dapat beradaptasi dengan baik sehingga dapat berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Sejalan dengan pernyataan Nyakpa dkk (1988) menyatakan bahwa setiap varietas memiliki respon yang berbeda terhadap kondisi lingkungan yang berbeda.

Tanaman tertinggi diperoleh pada varietas lokal (V3) untuk semua umur pengamatan di ikuti dengan varietas batutugi (V1) dan varietas limboto (V2) ini menunjukkan bahwa potensi varietas tersebut telah nampak pada saat tanaman umur 3 mst sampai umur 16 mst. Pertumbuhan setiap varietas berbeda pada kondisi lingkungan yang sama karena setiap varietas memiliki kemampuan genetik yang berbeda tanggapnya terhadap kondisi lingkungannya.

(73)

Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata pada jumlah anakan pada umur 3 – 16 mst, varietas limboto (V2) secara genetik memiliki keunggulan dari varietas lainnya dalam hal jumlah anakan sehingga berpengaruh pada jumlah anakan yang dibentuk. Hal ini diduga kemampun varietas limboto (V2) dapat beradaptasi dalam lingkungan dan mempunyai kemampuan dalam hal memaksimalkan penyerapan sinar matahari. Hasil uji korelasi antara tinggi tanaman dengan jumlah anakan menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu r = 0.85 (lampiran 14).

Perlakuan varitas berpengaruh sangat nyata pada berat kering tanaman pada awal pertumbuhan masing-masing varietas sudah menunjukkan potensi dalam penumpukan bahan kering tanaman. Varietas mulai menunjukkan bobot kering pada umur 6 – 9 minggu setelah tanam (mst), varietas limboto (V2) memiliki bobot kering tanaman tertinggi pada setiap umur pengamatan di ikuti dengan varietas batutugi (V1) dan varietas lokal (V3) ini menunjukkan bahwa bobot kering dan jumlah anakan mempunyai hubungan yang erat (0.85), semakin banyak jumlah anakan maka bobot kering juga semakin meningkat.

(74)

berpengaruh nyata tetapi dari angka yang ada varietas lomboto (V2) menunjukkan yang terbaik pada semua umur pengamatan sehingga mampu meningkatkan aktivitas sel untuk perluasan daun. Garner dkk (1991) menyatakan bahwa aktivitas pembelahan sel dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik tanaman, secara genetis tanaman tertentu dapat lebih aktif dalam melakukan pembelahan sel.

Perlakuan varietas pada pengamatan luas daun secara umum berpengaruh tidak nyata pada umur 6, 9 dan 16 mst. IRRI (1977) menyebutkan bahwa sifat daun yang dikehendaki adalah daun yang tumbuhnya tegak, kecil, tebal dan pendek. Asumsi tersebut sejalan dengan hasil penelitian terutama jika dihubungkan dengan pengaruh varietas pada luas daun per rumpun dan hasil bobot kering tanaman dimana varietas memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot kering tanaman namun tidak berpengaruh nyata pada luas daun. Hasil tersebut membuktikan bahwa bobot kering tanaman dipengaruhi oleh luas daun namun dipengaruhi oleh efisiensi fotosintesis, sedangkan efisiensi fotosintesis itu sendiri sangat dipengaruhi oleh luas daun per rumpun.

(75)

Dari hasil analisis korelasi person antara variabel respon ke yang lainnya berkorelasi nyata kecuali luas daun. Sutoro dkk (1992) menyatakan bahwa terdapat keeratan hubungan antara pertumbuhan dan produksi tanaman dan varietas yang responsif terhadap mutu lingkungan dengan optimal sehingga produksi lebih tinggi.

Pengaruh laju asimilasi bersih (LAB) dan laju tumbuh relatif (LTR) berpengaruh sangat nyata pada umur 3-6, 6-9 dan 9-16 mst. LAB dan LTR tertinggi diperoleh pada varietas limboto (V2) di ikuti varietas batutugi (V1) dan varietas lokal (V3), hal ini menunjukkan kemampuan tanaman oleh total luas daun dan berat kering yang lebih besar sehingga produksi semakin meningkat.

Hasil penelitian Husin, Toha, Permadi, Prayitno (2005 ) varietas limboto dan batu tugi setelah diadakan rangking berdasarkan varietas yang di tanam di desa Rama Murti kecamatan Seputih Raman Lampung, varietas limboto dan batu tegi menjadi pilihan petani karna produktivitas rata-rata gabah kering (GKP) mencapai 6,7 ton/ha, disamping banyak kelebihan lain seperti tertera pada deskripsi lampiran 3 dan 4.

Tanggap Interval Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Tanaman Padi Gogo

Empat interval pemberian air telah diuji dalam penelitian ini yaitu pemberian setiap hari (I1), Pemberian satu kali dua hari (I2), Pemberian satu kali tiga hari (I3) dan Pemberian satu kali empat hari (I4).

Suhu selama penelitian dirumah kaca berada pada kisaran 29 oC sampai 39 o

(76)

hari sekitar 60 – 70 cal cm-2 hari -1, siang hari 250 -290 cal cm-2 hari -1 dan sore hari sekitar 80 – 90 cal cm-2 hari -1.

Interval pemberian air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 3,6 mst dan sangat nyata pada umur 16 mst sedangkan pada umur 9 mst tidak berpengaruh nyata. Berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan 6, 9 dan 16 mst dan tidak nyata pada umur 3 mst. Berat kering berpengaruh nyata 6 dan 9 mst sedangkan pada umur 3 dan 16 mst tidak berpengaruh nyata. jumlah gabah, 1000 butir gabah dan produksi gabah berpengaruh nyata sedang jumlah malai per rumpun jumlah gabah hampa serta kadar air tanah 4 dan 12 mst tidak berpengaruh nyata. Laju asimilasi Bersih (LAB) berpengaruh nyata dan sangat nyata pada semua pengatan. Demikian juga laju tumbuh relatif (LTR) berpengaruh nyata pada pengamatan 1 dan 2 kecuali pada laju tumbuh relatif 3. Pada penelitian ini di duga kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi gogo terus meningkat dari awal penanaman sampai fase reproduktif sedangkan parameter tidak berpengaruh nyata terjadi kehilangan air yang tidak begitu besar akibat dari suhu dirumah kaca berada pada kisaran 28 oC dan 29 o

(77)

Pada semua parameter diperoleh perlakuan (I2) yaitu interval pemberian satu kali setiap dua hari hal ini mencukupi pertumbuhan tanaman padi gogo dan mampu mengimbangi kehilangan air akibat dari transpirasi dan evaporasi, dan terendah pada (I4) Interval pemberian air satu kali setiap empat hari, yang mana jumlah air yang semakin menurun dan mengakibatkan tanaman kekurangan air sehingga pertumbuhan tanaman semakin jelek, sedangkan interval pemberian setiap hari I1 terjadi kelebihan air sehingga ruang udara yang tidak cukup untuk difusi oksigen dan mengakibatkan perakaran tanaman terhambat, sedangkan perlakuan I3 interval pemberian satu kali setiap tiga hari pertumbuhan tanaman masih dapat ditolerir tetapi dari hasil yang ada masih berada dibawah perlakuan I2 interval pemberian satu kali setiap dua hari.

Soepardi (1983) membagi air tanah dalam tiga bentuk yaitu (1) air bebas atau air berlebihan, yaitu air yang melebihi kapasitas lapang, air ini kurang berguna bagi tanaman; (2) Air tersedia, merupakan air yang terdapat antara kapasitas lapang dan titik layu permanen, air ini tersedia bagi tumbuhan; (3) Air tidak tersedia, yaitu air yang di ikat oleh tanah pada titik layu permanen.

(78)

Tanggap Tingkat Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Tanaman Padi Gogo

Tingkat pemberian air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 6 mst dan sangat nyata pada umur 9, 16 mst sedangkan pada umur 3 mst tidak berpengaruh nyata. Berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan pada semua umur pengamatan. Berat kering berpengaruh nyata pada umur 3 dan 9 mst sedangkan pada umur 6 dan 16 mst tidak berpengaruh nyata. Luas daun tanaman berpengaruh nyata pada umur 3,6 dan 16 mst sedang umur 9 mst tingkat pemberian air. Jumlah malai, 1000 butir gabah berpengaruh nyata sedangkan Jumlah gabah dan produksi gabah berpengaruh sangat nyata. Jumlah gabah hampa tidak berpengaruh nyata. kadar air tanah berpengaruh sangat nyata pada semua pengamatan. Laju asimilasi Bersih (LAB) berpengaruh nyata pada pengamatan 3-6, sangat nyata pada pengamatan 9-16 dan tidak berpengaruh nyata pada pengamatan 6-9 mst. Demikian juga laju tumbuh relatif (LTR) berpengaruh sangat nyata pada pengamatan 3-6, berpengaruh nyata 9-16 mst dan tidak nyata pada pengatan 6-9 mst.

Gambar

Tabel 3. Tanggap  Interval Pemberian  dan Tingkat  Pemberian Air Terhadap Varietas    Padi Gogo pada Jumlah Anakan Pengamatan Umur 6 Mst
Tabel 4. Tanggap  Interval Pemberian  dan Tingkat  Pemberian Air Terhadap Varietas    Padi Gogo pada Jumlah Anakan Pengamatan Umur 16 Mst
Gambar 4.  Hubungan Varietas dan Interval Pemberian Air Terhadap  Jumlah Anakan
Gambar 5.  Hubungan Interval Pemberian Air  dan Tingkat Pemberian Air terhadap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri adalah data sekunder berupa data time series (deret waktu) berupa data harga beras di tingkat grosir/pasar penampung

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah : 1) Lampung Post dapat dan mengembangkan strategi pemasaran khususnya dalam

Berdasarkan hasil analisis korelasi dapat dilihat bahwa dari keenam faktor yang telah diidentifikasi, hanya terdapat dua faktor yang memiliki hubungan yang nyata terhadap

Lebih lanjut, ketika ditanya keinginan masyarakat terhadap SPM, ternyata sebanyak 203 orang (64,65%) responden sangat setuju bila model Standar Pelayanan Minimal yang disusun

Hipotesis penelitian ini adalah: “ Melalui layanan penguasaan konten dapat meningkatkan kemampuan bahasa menggunakan metode bercerita pada siswa kelas III SDN 03 Soco

Oleh karena itu menyadari betapa pentingnya memilih calon pegawai yang tepat, maka dirancang program aplikasi sistem pendukung keputusan untuk pemilihan. penerimaan pegawai

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

If there are any payments that cleared the bank and appear on the bank statement but were not posted in the system by the ‘As of’ bank reconciliation date, enter the total amount