• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Psikologis Tokoh Shoko Tendo Dalam Novel “Yakuza Moon” Karya Shoko Tendo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Psikologis Tokoh Shoko Tendo Dalam Novel “Yakuza Moon” Karya Shoko Tendo"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH SHOKO TENDO DALAM NOVEL “YAKUZA MOON” KARYA SHOKO TENDO

“YAKUZA MOON” NO SHOSETSU NI OKERU SHUJINKO SHINRITEKI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana Bidang Ilmu Sastra

Jepang

Oleh:

Henni Triana. Manik

NIM : 040708036

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN

(2)

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana Bidang Ilmu

Sastra Jepang

Oleh:

Henny Triana. Manik NIM : 040708036

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Eman kusdiyana, M. Hum. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS.Ph.D

NIP: 131763365 NIP: 131422712

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN

(3)

Disetujui oleh:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

Departemen S-1 Sastra Jepang

Departemen Studi

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S,Ph.D

NIP.131422712

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh,

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk

melengkapi salah satu Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang pada

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Pada : Pukul 09:00 WIB

Tanggal : 8 Desember 2009

Hari : kamis

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Dekan

Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D

NIP.132098531

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D ( )

2. Drs. Nandi S. ( )

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Dia yang memlihara hati dan pikiran, serta hidupku. Allah yang memberi kehidupan dan juga kekutan untuk dapat menjalani kehidupan ini dengan penuh suka cita dan damai.

Oleh karena kasih karunia Nya lah, penulis juga dapat menyelesaiakan skripsi ini dengan judul Analisis Psikologis Tokoh Shoko Tendo Dalam Novel “Yakuza Moon” Karya Shoko Tendo, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas

Sastra Universitas Sumatera Utara.

Tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, baik keterbatasan bahan maupun keterbatasan penulis sendiri dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Bapak Prof. Bahren Umar Siregar, Ph. D, selaku dekan Fakultas Sastra universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, PhD, selaku ketua jurusan program Studi Sastra Jepang yang sekaligus juga sebagai pembimbing II, yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya membimbing penulisan skripsi ini. Penulis hanya bisa berdoa semoga Tuhan memberkati dan membalas segala kebaikan Bapak.

(6)

4. Kepada dosen-dosen Fakultas Sastra, khususnya dosen-dosen Sastra Jepang yang telah membimbing dan memberikan didikan dan pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis hingga saat ini, penulis dapat menyelesaiakn skripsi ini.

5. kepada orang tuaku yang tercinta P. Damanik dan K. Sinaga yang sudah begitu banyak kasih sayang dan selalu mendoakan, memotivasi, mencukupkan materi sehingga pada hari ini, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. kepada Bapa/inang tuaku yang juga merupakan orang tuaku yang juga penulis hormati dan kasihi, Bapak O. Damanik dan k. Nainggolan yang juga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih buat doa, motivasi, dan penghiburan yang diberikan kepada ananda.

7. Saudara-saudaraku tercinta, abana-abang dan adek-adek penulis dimanapun berada. Terima kasih untuk dukungan dan motivasi yang selalu diberikan kepada kepada penulis. Doaku akan selalu bersama kalian semua selamanya.

(7)

9. teman-teman sekos yang juga sudah seperti saudaraku di Medan ini ada Nova, kak Gelora, Eva, Junita, Siti, Elisabeth, Lastri, Sisgon, Yanti, Hema, Kak Qhinala, Lisbeth, dan juga adekku yang baik dan juga membantu penulis menyelesaikan skripsi ini yaitu May-May.

10.Teman-teman semua satu angkatan serta kohai-kohai mulai dari stambuk 2005-2008 di Sastra Jepang. Termakasih untuk kebaikan dan canda tawa dan kebersamaan selama ini.

11.semua pihak yang membantu menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan teman-teman yang ingin mengetahui budaya Jepang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan masa yang akan datang.

Medan, 08 Januari 2009

(8)

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Perumusan Masalah...5

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan...11

1.4. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori...13

1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian...15

1.6. Metode Penelitian...17

BAB II DEFENISI PSIKOLOGI SOSIAL, MORAL, DAN NOVEL...18

2.1. Defenisi Psikologi secara umum...18

2.1.1. Psikologi Sosial...20

2.1.2. Riwayat Pengarang...23

2.1.3. Peristiwa-peristiwa Kejiwaan...25

2.2. Defenisi Moral. 2.2.1. Prinsip Moral Masyarakat Jepang Secara Umum...26

2.2.2. Moral Dalam Interaksi Antar Masyarakat...29

2.3. Defenisi Novel...32

2.3.1. Novel Sebagai Genre Sastra...44

(9)

BAB III ANALISIS PESAN MORAL DALAM NOVEL YAKUZA MOON…52

3.1. Sejarah yakuza di Jepang………...52

3.2. Sinopsis Cerita yakuza moon……….55

3.3. Hubungan Interaksi Antar Tokoh Dalam Novel Yakuza Moon...56

3.4. Pesan Moral yang Terdapat Dalam Novel Yakuza Moon...58

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...67

4.1. Kesimpulan...67

4.2. Saran...68

DAFTAR PUSTAKA...69

ABSTRAK...70

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

B. Latar Belakang Masalah

Secara harfiah, kata sastra dala bahasa Latin, “littera” yang artinya tulisan. Demikian juga di dalam bahasa Indonesia, kata sastra diambil dari bahasa Sansekerta, yang juga berarti tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Antara lain seperti perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Yang menjadi cirri khas pengungkapan bentuk dalam sastra adalah bahasa.

Karya sastra tersebut dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa rakyat dapat dibedakan atas mite, dongeng, legenda. Sastra prosa juga mempunyai ragam seperti cerpen, roman, dan novel.

(11)

Poerwadaminta (1996:694) mengemukakan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang dikelilinginya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Sedangkan menurut Jacob Sumardjo (1991:11-12), novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna. Novel juga mengandung unsur pemikat dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Jadi, dalam novel terdapat bahasa sastra yang berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca.

Di Jepang sendiri, sebagai salah satu negara yang memiliki karya-karya sastra yang terkenal di dunia, juga mengenal novel sebagai salah satu genre sastranya. Dalam bahasa Jepang novel disebut dengan shosetsu. Pengertian shosetsu menurut

Kawabara Takeo dalam Muhamad Pujiono (2002:3) adalah novel yang

menggambarkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat yang lebih menitikberatkan kepada tokoh manusia (Peran) di dalam karangannya daripada kejadiannya.

Pada umumnya, setiap karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh dalam membangun karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur – unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau unsur – unsur yang secara langsung membangun cerita. Unsur – unsur yang dimaksud misalnya, tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain – lain.

(12)

dapat dikatakan sebagai unsur – unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Unsur – unsur ekstrinsik tersebut adalah kebudayaan, sosial, psikologis, ekonomi, politik, agama dan lain – lain yang mempengaruhi pengarang dalam karya yang ditulisnya. Berbicara tentang psikologis tokoh dalam suatu karya sastra berarti kita berbicara unsur ekstrinsik dari karya sastra tersebut.

Secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala–gejala kejiwaan. Menurut Freud (dalam Dirgagunarso 1996 : 124) kehidupan psikis itu pada hakikatnya tidak disadari, lagipula pengaruh-pengaruh ketidaksadaran ini memainkan peranan besar sekali. Mengenai struktur kepribadian, Freud membedakan beberapa unsur dalam kehidupan psikhis, yaitu Das Es, yaitu ketidak sadaran, Das Ich yang memiliki unsur kesadaran, Uber-ich atau Aku-ideal, yang berfungsi sebagai hati nurani, yang mengkritik dan mengontrol kehidupan sendiri.

Salah satu hasil karya sastra berupa novel adalah novel yang berjudul

“Yakuza Moon” yang ditulis Shoko Tendo. Novel ini menceritakan tentang kisah

hidup nyata dari seorang anak perempuan dari yakuza yang bernama Shoko Tendo. Shoko adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Daiki abangnya, Maki kakaknya, Natsuki adiknya, pasangan Hiroyashu, seorang bos yakuza dengan istrinya Satomi. Lahir pada tahun 1968. Shoko dan ketiga saudaranya terlahir dalam sebuah keluarga

yakuza yang cukup terkenal di Jepang.

(13)

Namun, masalah mulai datang saat kakek dan nenek Shoko meninggal dunia. Timbul masalah kelurga karena Hiroyashu dengan saudara-saudaranya bertengkar hebat untuk saling memperebutkan harta peninggalan orang tua mereka yang sudah meninggal. Hiroyashu terlilit perkara dan akhirnya ia dijebloskan ke penjara. Hal itu membuat isteri dan anak-anak Hiroyashu terkena imbasnya. Para tetangga, bahkan guru mengolok-olok mereka dengan perkataan yang sangat menyakitkan karena masalah Hiroyashu ini dan status Hiroyashu sebagai kepala gangster yakuza.

Selepas Hiroyashu bebas dari penjara, masalah yang ada tidak lantas mereda begitu saja. Bahkan, masalah baru pun mulai bermunculan. Sejak bebas dari penjara,

Hiroyashu tidak pernah absen setiap harinya untuk datang ke bar dan pulang dalam

keadaan mabuk bersama wanita-wanita malam menggandengnya ke rumah. Tidak jarang pula, Hiroyashu mengamuk tanpa alasan yang jelas di rumah kepada anak-anak dan istrinya.

Melihat kehidupan ayahnya yang mengerikan itu, Shoko akhirnya mengikuti jejak Maki yang sudah lebih dulu meninggalkan sekolah dan menjadi seorang yanki sebutan untuk anak liar yang mengecat putih rambutnya dan kebut-kebutan mobil atau motor dengan knalpot tanpa peredam suara. Sejak saat itulah kehidupan Shoko berubah. Ia sudah sangat jarang pergi ke sekolah, menindik telinganya, mulai menghirup thinner, berkelahi, hingga melakukan hubungan seks.

(14)

ayahnya harus masuk rumah sakit karena terserang TBC. Hal itu menambah kehancuran perekonomian keluarga Hiroyashu. Utang pun di mana-mana.

Himpitan masalah yang diterima Shoko ternyata membawanya bertemu

Nakauchi, seorang anggota yakuza baru yang dikenalkan oleh seorang kawan Shoko

sesama yanki. Ia lah yang memperkenalkan Shoko pada amfetamin. Namun, yang dilakukan Nakauchi terhadap Shoko belum seberapa. Shoko menjadi seorang pecandu amfetamin dan seks yang tidak lazim setelah ia bertemu Maejima, seorang

yakuza yang dulunya merupakan anak buah Hiroyashu. Maejima adalah seorang yang

kejam dan berdarah dingin. Shoko begitu sulit melepaskan dirinya dari Maejima. Sekalipun Shoko mampu melepaskan diri sesaat saja dari Maejima, ia pasti akan segera menemukan Shoko kembali dan tidak segan - segan untuk menyiksanya.

Kehidupan Shoko pun kian memburuk. Selain tidak bisa lepas dari Maejima, ia juga mulai terjerat sensasi cinta terlarang. Ia selalu jatuh ke tangan laki - laki beristeri yang hanya membuat dirinya sakit hati terus-menerus.

(15)

Pengalaman-pengalaman buruk yang dialami oleh Shoko Tendo lama-kelamaan akhirnya menjadi beban psikologis. Shoko berusaha lari dari masalah keluarganya dengan meninggalkan rumah dan mengikuti jejak kakaknya, Maki. Kehidupan Shoko yang berantakan berawal dari sini. Shoko yang dulunya seorang anak yang baik dan penurut terhadap orang tua menjadi bandal. Selain itu, seperti disebutkan dalam beberapa penggalan cerita, Shoko mengalami trauma sewaktu diperkosa oleh seorang yakuza ketika dia menginjak masa SMP. Beban psikologis Shoko makin berat. Apalagi pada umur itu merupakan umur yang sangat rawan dan sensitif serta cenderung labil bagi seorang anak seperti Shoko Tendo. Setelah bergaul dengan yanki, Shoko Tendo telah melakukan hubungan seks dengan siapa saja yang menyukai dan memintanya. Seks bebas merupakan hal yang biasa bagi kaum yanki.

Setelah membaca memoar ini, yang merupakan kisah nyata dari kehidupan penulis dengan memakai nama aslinya, Shoko Tendo, penulis merasa tertarik untuk membahas masalah psikologis yang dialami oleh tokoh utama. Penulis tertarik, juga karena kemampuan tokoh utama untuk menata kembali kehidupannya yang sudah berantakan dan semangat hidupnya di tengah-tengah permasalahan hidupnya dan keluarganya.

B. PERUMUSAN MASALAH

(16)

sebagai seorang anak kepala geng yakuza yang mengalami pengalaman-pengalaman menyedihkan dan sangat buruk yang diakibatkan oleh cemohan dari berbagai pihak, tekanan batin, kekerasan phisik yang akhirnya menjadi beban psikologis dalam hidupanya. Semua pengalaman buruk yang dialami oleh Shoko Tendo berawal karena statusnya sebagai anak kepala geng yakuza di Jepang.

Sebagai karya sastra, kisah Shoko Tendo ini cukup dapat mewakili menggambarkan kondisi realitas sosial Jepang yaitu penolakan masyarakat Jepang terhadap kaum yakuza. Penulis novel sekaligus sebagai tokoh utama dalam novel ini yang mempunyai latar belakang sosial masyarakat Jepang yang kurang dapat menerima keberadaannya sebagai anak yakuza dan juga latar belakang keluarga yang bermasalah mengalami beban psikologis yang memaksanya menjalani hidup yang tidak benar dan berrantakan.

Untuk memberikan arahan pada suatu penelitian, maka perlu dibuat suatu rumusan masalah. Hal ini penting untuk mempermudah penulis menemukan kata-kata yang diperlukan dan dengan adanya perumusan masalah, suatu penelitian menjadi terarah dan spesifik, sehingga permasalahan akan lebih mudah untuk dipahami.

Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang akan dibahas adalah: 1. Bagaimana psikologis tokoh utama Shoko Tendo dalam novel yakuza moon.

(17)

D. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh, maka dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang masalah psikologis tokoh utama dalam novel yakuza moon karya Shoko Tendo. Penulis akan membahas dan menganalisis psikologis tokoh utama, Shoko Tendo, seorang puteri kepala geng yakuza yang mengalami banyak tekanan psikologis yang diakibatkan karena statusnya sebagai puteri

yakuza. Karena statusnya sebagai anak yakuza, Shoko Tendo sering ditolak dan kurang

dapat diterima oleh sebagian masyarakat Jepang. Sehingga Shoko Tendo mencari jati diri tetapi dengan cara yang salah yang pada akhirnya tambah membuatnya mengalami tekanan psikologis.

Analisis ini difokuskan kepada bagaimana kodisi psikologis tokoh utama Shoko Tendo. Oleh karena itu penulis akan menjelaskan defenisi psikologi sastra secara umum, peristiwa - peristiwa kejiwaan dan juga semangat hidup tokoh utama. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan lebih jelas dan akurat.

E. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

1. Tinjauan Pustaka

(18)

bersifat imajiner. Karya sastra fiksi berupa novel, cerpen, roman, essai, dan cerita rakyat, dan lain-lain.

Sedangkan karya sastra non fiksi adalah suatu karya sastra yang isi ceritanya tidak berdasarkan hasil imajinasi pengarang. Isi cerita berdasarkan kisah nyata atau hasil pengalaman pribadi baik pengalaman langsung pengarang maupun pengalaman orang lain yang dituliskan dalam bentuk karya sastra. karya sastra non fiksi meliputi puisi, drama, memoir dan lagu.

Karya sastra novel ini dalam bentuk memoir yang merupakan kisah nyata kehidupan tokoh utama, dan merupakan pengarang, yaitu Shoko Tendo, novel ini termasuk karya sastra non fiksi.

De Bonald dalam Wellek dan Warren ( 1995: 110), mengatakan bahwa sastra adalah ungkapan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup. Seorang sastrawan hidup dalam masyarakat dimana dia berada. Karena itu dia dapat melihat kondisi masyarakatnya dan menuangkan pemikiranya kedalam karya sastra melalui penciptaan imajinatif yang menunjukkan nilai-nilai kreatifitas dan estetikanya.

Karya sastra novel “Yakuza Moon” dikarang oleh Shoko Tendo juga merupakan karya sastra yang mengungkapkan sebuah pengalaman kehidupan dan mencerminkan salah satu bentuk kehidupan masyarakat Jepang. ”Cerita kehidupan putri bos yakuza di dalam buku ini berhasil memotret imajinasi dari negara Jepang itu sendiri (The Asahi

(19)

2. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan rancangan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan teori yang mengacu pada penelitian. Pada kerangka teori ini semua teori-teori yang mengacu kepada objek yang dibahas akan dijelaskan secara terperinci. Penjelasan tersebut dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran dan titik acuan dari masalah penelitian. Meneliti suatu karya sastra berarti harus menggunakan salah satu teori sastra atau dapat juga dikatakan pendekatan sastra.

Kata psikologi merupakan suatu istilah ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah sehingga digunakan untuk merujuk kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah tertentu. Istilah psikologi mengandung psyche yang berarti “jiwa” dan kata logos dapat diterjemahkan dengan kata “ilmu”. Jhon Locke berpendapat bahwa :

1. Semua pengetahuan, tanggapan, dan perasaan jiwa manusia itu diperoleh karena pengalaman melalui alat-alat inderanya. Ketika manusia dilahirkan, jiwanya kosong bagaikan sehelai kertas putih yang tidak ditulisi. Segala sesuatu yang “tertulis” pada helai kosong tadi akan tertulis oleh pengalaman-pengalamannya sedari kecil melalui panca inderanya. Semua pergolakan jiwanya itu akan tersusun oleh pengalamannya.

(20)

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan psikologi sosial. Menurut Nyoman (2004:59) pendekatan psikologis menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat sampai kepada individu. Nyoman (2004:340) pendekatan psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya antara psikis dengan aspek-aspek kejiwaan. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa psikologi sosial menganalisis aspek-aspek kejiwaan manusia dalam masyarakat sampai kepada diri sendiri.

Study psikologi berkaitan dengan sosiologi sastra karena kaitan psikologi sosial dengan karya sastra tersebut, maka Freud dalam Nyoman (Milner 1992: 32 – 38) juga menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung. Analisis psikologi sosial dibangun atas dasar kekayaan sekaligus perbedaan khasanah kultural bangsa. Novel tidak hanya melukiskan tokoh-tokoh dari semesta yang sama, akan tetapi di pihak lain novel juga tidak menampilkan tokoh-tokoh sebagai manusia secara individual.

(21)

Pendekatan kedua yang penulis gunakan adalah pendekatan semiotika. Semiotika atau sering juga disebut semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena kejiwaan sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik berasal dari kata semeion (Yunani) yang berarti tanda. Sudjiman dan Zoest dalam Poedja Wijatna (1997: 5) bahwa semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.

Penggunaan semiotik dalam menelaah suatu karya sastra dilakukan berdasarkan anggapan bahwa karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya, dan medium itu sendiri merupakan tanda yang bermakna. Dalam penelitian ini, penulis akan menerapkan teori semiotika untuk menjelaskan tanda-tanda.

(22)

Sesuai dengan pokok masalah yang akan diteliti, adapun tujuan penelitian adalah:

1. Mendeskripsikan psikologis Shoko Tendo sebagai tokoh utama dalam novel Yakuza Moon, sebagai putri yakuza yang mengalami banyak masalah di tengah masyarakat Jepang yang tidak dapat menerima keberadaan anggota yakuza.

2. Untuk memberikan gambaran masalah psikologis seorang anak yakuza yang disebabkan oleh kurang diterimanya yakuza dalam kehidupan masyarakat Jepang.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat umum yang ingin mengetahui mengenai psikologis kehidupan keluarga yakuza di Jepang dalam karya sastra non fiksi.

2. Menambah pengetahuan bagi peneliti dan pembaca mengenai psikologis tokoh Shoko Tendo dengan kondisi kehidupan yakuza yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Jepang.

F. METODE PENELITIAN

(23)

keadaan dan gejala atau kelompok tertentu. Metode deskriptif ini digunakan untuk mengukur dengan cermat fenomena sosial tertentu yang terjadi atau berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Penelitian menggunakan metode penghimpunan data dan fakta, tetapi tidak melakukan hipotesa (Singarimbun, dkk;1989:4-5).

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menguraikan dan menjelaskan masalah - masalah yang terdapat dalam novel yakuza moon karangan Shoko Tendo dengan teori – teori yang sudah ada. Teori – teori adalah teori semiotika dan teori psikologis khususnya teori psikoanalisa Sigmund Freud.

Metode deskriptif ini juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data atau bahan yang telah dikumpulkan sebelumnya dalam proses penelitian tersebut. Dengan menempuh metode ini maka penulis diharapkan mampu menjelaskan masalah - masalah yang menjadi latar belakang penelitian tersebut.

(24)
(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “YAKUZA MOON” DAN

PSIKOANALISA FREUD

Sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni Novella yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams dan Nurgiyantoro, 1995:9). Dalam bahasa Jerman novel disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia.

Novel merupakan jenis dan Genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam pengertian kesusasteraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyaran pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2), tokoh peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner.

Menurut Jacob Sumardjo(1999:11-12), novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicernakan, juga kebanyakan mengandung unsure suspense dalam alur ceritanya yang menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.

(26)

biografis (biographical fiction) atau novel biografis; jika yang menjadi dasar penulisan fakta biogarafis dan; (3) fiksi sains (science fiction) atau novel sains, jika yang menjadi dasar penulisan fakta ilmu pengetahuan. Dilihat dari segi penggolongan, maka penulis memasukkan novel “yakuza moon” yang merupakan objek penelitian ini, ke dalam novel biografis karena merupakan langsung pengalaman atau kisah nyata kehidupan pengarang novel mulai dari kecil hingga sekarang.

2.1 Pengertian Psikologi Secara Umum

Setiap penilitian psikologi diselenggarakan dalam suatu kondisi dan dengan parameter tertentu yang menjadi keterbatasanya karena tidaklah mungkin melakukan sebuah penelitian pada semua manusia dengan semua kondisinya. Di lain sisi disepakati bahwa dinamika psikologis manusia bagaimanapun juga tidak akan pernah bisa lepas dari pengaruh kondisi eksternal.

Faktor-faktor eksternal antara lain:

(27)

kegiatan-kegiatan psikis pada umumnya dari manusia dewasa dan normal, termasuk kegiatan-kegiatan pengamatan, intelijensi, perasaan, kehendak, motif-motif, dan seterusnya.

Pada abad ke-20teori sastra dilanda perkembangan yang sangat pesat. Berbagai teori bermunculan , baik dalam jalur strukturalisme, semiotic, sosiologi sastra, psikoanalisis, dan lain sebagainya. Beberapa teori psikoanalisis dan penerapanya di dalam analisis sastra:

Perspektif topografis yang dikemukan oleh Freud

Struktur dalam kehidupan psikis: “yang tak sadar”/”yang pra sadar”/”yang sadar”.

“yang tak sadar” adalah keseluruhan isi yang tak sadar dalam wilayah kesadaran yang actual. Istilah itu mengacu pula pada suatu system yang dianggap sebagai tempat pulsi-pulsi yang ada sejak lahir dan hasrat dan kenangan yang ditekan, yang berupaya untk kembali ke dalam alam sadar dan kedalam tindakan . instansi yang ada di antara system ketidakasadaran dan kesadaran adalah alam prasadar. Isinya tidak disadari ; namun berbeda dengan isi alam tak sadar dalam pengertian bahwa instansi ini dapat dicapai oleh kesadaran (misalnya kenangan yang tidak diaktualisasi, yang dapat dikenang apabila ada kesempatan).

Perpindahan dari “yang tidak sadar” ke “yang sadar” diatur oleh sensor yang berusaha untuk menghalangi isi alam tak sadar yang ingi masuk ke dalam kesadaran. Di pihak lain, sebenarnya “yang pra sadar” membentuk satu sistem dengan “yang sadar”.

(28)

ambang “yang pra sadar”, dapat terjadi represi, dapat pula muncul dalam bentuknya yang tersamar yaitu gagasan, kata-kata, perasaan, dan tindakan.

Gagasan ini muncul untuk memperbaiki gagasannya yang pertama, yang terlalu bersifat special. Freud mendefenisikan pribadi sebagai produksi hubungan yan mengandung konflik: Id, Ego, dan superego.

Id adalah bentuk netral yang mengacu pada pengertia tentang adanya yang impersional dan yang tidak dikuasai dalam struktur psikis manusia. Id merupakan sumber energi , persediaan pulsi pertama, suatu kekacauan yang bergerak dan tidak stabil yang tidak dapat diberi defenisi ilmiah terlalu ketat. Inilah bentuk psikisyang asli dan kekanak-kanakan, tempat

2.1. RIWAYAT PENGARANG

Pengarang novel yakuza moon adalah Shoko Tendo, yaitu seorang putri bos yakuza terkenal di Jepang. Shoko Tendo lahir pada tahun 1968 di Toyonaka, sebelah utara Osaka. Dia anak ketiga dari empat bersaudara, ayahnya bernama Hiroyashu dan ibunya Satomi. Kakak lelakinya Daiki, dua belas tahun lebih tua dari Shoko Tendo, dan kakak perempuannya Maki, hanya terpaut dua tahun darinya. Adik bungsunya, Natsuki, lima tahun lebih muda darinya.

(29)

makan, dua ruang tatami, dan sebuah ruang tempat ayah Shoko menjalankan bisnisnya dan menemui tamu-tamu.

Di samping menjadi bos Yakuza setempat, ayah Shoko juga menjalankan tiga bisnis lainya: kontraktor pekerjaan umum, perusahaan kontruksi bangunan, dan perusahaan real estate. Bagi mereka ayah adalah sosok yang menyenagkan, tetapi di lain sisi mereka juga menakuti bahkan tidak berani melihat atau memandang wajah sang ayah apabila ayah sudah marah atau mabuk ketika pulang malam hari dari tempat-tempat hiburan bersama wanita-wanita penghibur. Ayah Shoko mempunyai hobi seperti kebanyakan bos yakuza lainya. Ia tergila-gila pada mobil, ayahnya memiliki hampir semua koleksi mobil , Harley dan sepeda motor lainya. Ayahnya suka mengutak-atik model mobilnya, Harleynya, sepeda motornya. Ayahnya juga memiliki banyak uang.

Ayahnya sangat sibuk mengurusi geng dan bisnis-bisnisnya yang lain, tetapi ia akan selalu meluangkan waktunya pekan pertama untuk tahun baru untuk keluarga. Sedangkan ibu Shoko adalah sesosok ibu yang lembut dan penuh kasih sayang pada anak-anaknya, cantik dan suka berdandan. Ibu merupakan tempat berlindung dan mengadu bagi Shoko dan saudara-saudaranya.

Pada usia tiga belas tahun sesudah kakek dan neneknya yang Shoko sayangi meninggal dunia, ayahnya terlilit perkara juga dan dijebloskan ke dalam penjara, tetapi hanya setahun.

(30)

berbeda adalah ketika Shoko melepas pakaianya dan akan terlihat seluruh tubuhnya dihiasi tato bergambar seorang pelacur kelas atas di era Muromachi yang bernama Jigoku Dayu, pernah tinggal di Sakai. Shoko merasa tertarik dengan tato ini karena ia juga ingin menadi seorang pelacur yang selalu nomor satu.

Shoko Tendo mulai mengerjakan karya yang merupakan pengalaman nyata hidupnya sebagai puteri seorang bos yakuza tahun 2002. Novel ini merupakan karya pertama Shoko. Pada usia genap 39 tahun Shoko menerbitkan novel ini ynag mengisahkan semua perasaannyabaik suka da dukanya sebagai puteri bos yakuza.

Shoko Tendo bukan seorang pengarang yang berpendidikan tinggi. Dia hanya tamat SMP dan tidak ada pendidikan lainnya. Namun, sejak dia kecil dia bercita-cita ingin menjadi seorang penulis yang baik, bukan hanya pintar mengarang Karya ini merupakan hasil dari pengalamannya mulai dari anak-anak hingga dia berumur 38 tahun.

Struktur kepribadian

(31)

rasional yang sepenuhnya sadar akan segala prilakunya. Ketaksadaran ini adalah segi pengalaman yang tak pernah kita sadari atau kita repress. Menurut Freud (2003:3) ketidaksadaran merupakansalah satu inti pokok teorinya. Segi – segi terpenting perilaku manusia justru ditentukan oleh alam taksadarnya. Ia membayangkan kesadaran manusia sebagai gunung es dimana hanya sebagian saja yaitu puncak teratasnya yang tampak terapung di laut. Sebagian besar badan gunung es tersebut terendam dibawah permukaan laut. Bagian yang terendam ini dapat dibagi menjadi dua yaitu bagian pra-dasar yang dengan usaha dapat kita angkat ke kesadaran dan bagian taksadar yang hanya muncul dalam perbuatan – perbuatan tak sengaja, fantasi, khayalan, mimpi, mitos, dongeng, dan sebagainya.

Tahun 1923 Freud secara tegas mengemukakan dlam bukunya, The Ego and the Id, pandangannya engenai struktur kepribadian manusia, yaitu terdiri dari tiga bagian yaitu Id, Ego dan Superego yang tumbuh secara kronologis. Bila dikaitkan dengan pandangan topografis sebelumnya, Id terletak dalam ketaksadaran, Ego dan Superego meliputi ketiga tingkat kesadaran manusia.

(32)

Ia selalu mengejar kesenangan dan menghindar dari ketegangan. Teori Freud sebagai keseluruhan juga dikenal sebagai teori penurunan ketegangan. Untuk menjalankan fungsinya, Id memiliki dua mekanisme dasar yaitu gerakan – gerakan refleks dan proses primer. Dalam keadaan lapar mulut bayi akan langsung mengatup pada putting ibunya dan menghisap susu. Bila terkena debu mata akan langsung berkedip dan seterusnya. Walaupun demikian refleks tidak selalu efesien dalam meredakan ketegangan, sehingga diperlukan proses dimana manusia membentuk citra dari objek yang berguna bagi pemuasan suatu kebutuhan mendasar. Proses pembayangan ini disebut proses primer dan memiliki ciri, tidak logis, tidak rasional, tidak dapat membedakan antara khayalan dan realitas. Untuk dapat bertahan hidup seorang bayi mutlak harus dapat membedakan mana yang khayal mana yang kenyata, maka berkembanglah sistem kepribadian kedua yaitu Ego.

Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada Id dan harus mencari dalam realitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda ketegangan. Dengan demikian Ego adalah segi kepribadian yang dapat membedakan antara khayalan dan kenyataan serta mau menanggung ketegangan dalam batas tertentu. Berlawanan dengan Id yang bekerja berdasarkan prinsip realitas, artinya ia dapat menunda pemuasan diri atau mencari pemuasan lain yang lebih sesuai dengan batasan lingkungan fisik maupun social dan hati nurani. Ego menjalankan proses sekunder, artinya ia menggunakan kemampuan berfikir secara rasional dalam mencari pemecahan masalah terbaik.

(33)

berbagai perintah dari larangan dari orang tuanya. Titik perkembangan yang amat penting dalam pembentukan superego adalah dilaluinya tahap oidipal dengan baik. Freud membagi superego dalam dua subsistem yaitu hati nurani dan Ego ideal. Hati nurani diperoleh melalui penghukuman berbagai perilaku anak yang dinilai jelek oleh orang tua dan menjadi dasar bagi rasa bersalah. Ego ideal adalah hasil pujian dan penghadiahan atas berbagai perilaku yang dinilai baik oleh orang tua. Anak mengejar keunggulan dan kebaikan dan bila berhasil akan memiliki diri dan kebanggaan diri. Berbeda dengan Ego yang berpegang prinsip realitas, superego yang memunginkan manusia memiliki pengendalian diri selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkatan dan perbuatan.

Peristiwa-Peristiwa Kejiwaan Tokoh Utama Shoko Tendo

Dalam analisis psikologis tokoh, perlu mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa kejiwaan tokoh utama dalam beberapa tahap atau fase kehidupan:

MASA ANAK-ANAK

Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain, terutama ibunya.karena manusia pertama-tama tergantung pada orang lain, maka penting sekali peranan orang tersebut terhadap perkembangan kepribadian anak. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian orang tua kebanyakan menjadi pemurung tidak semangat dan daya tangkapnya kurang baik.

Menurut Allprot dalam Purwanto, Heri (Pengantar Prilaku Manusia:1999:7) kepribadian adalah organisasi dinamis dari system psiko-fisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang khas dan unik dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Menurut Sigmund Freud super ego pribadi manusia yang terdiri dari hati nurani, norma-norma dan citacita pribadi sudah terbentuk mulai umur 5-6 tahun an hal itu tidak akan berkembang tanpa adanya pergaulan sosial yang dimaksud individu adalah manusia sebagai kesatuan yang terbatas yaitu manusia

(34)

Tokoh, pada masa ini pada awalnya memiliki segalanya kebutuhan materi, kasih sayang dari kedua orang tua terutama sosok ibu, saudara-saudaranya, kakek dan neneknya. Namun, kasih sayang atau perhatian dari seorang teman tidak pernah dirasakan sama sekali, seperti diungkapkan oleh tokoh bahwa ketika dia di kelas tidak ada yang pernah mau bergaul atau mengajak dia dalam melakukan suatu kegiatan, ketika kegiatan kebersihan di kelas teman-teman tidak pernah menganggap dia ada bahkan memperlakukan tokoh sebagai budak. Teman-teman selalu memperlakukan tokoh tidak adil dan mengarah ke pelecehan anak-anak. Sebagian guru-gurunya juga menganggap dia bodoh, rendah, dan berbahaya. Hal ini membuat Shoko merasa tidak percaya terhadap lingkungan sekolah atau lingkungan yang berada di luar dari

rumahnya. Dia hanya bertemankan pensil dan buku catatan di kelas. Dia merasa masa pendidikannya di sekolah dasar berubah menjadi masa enam tahun penindasan.

Jadi, walaupun tokoh mendapat kasih sayang dari rumah, tetapi pergaulan dengan orang luar atau sosialisasi tidak baik karena tidak ada yang dapat menerima dia sebagai teman, tetangga karena statusnya sebagai bagian dari keluarga yakuza yang dianggap sangat berbahaya dan tidak diinginkan oleh masyarakat Jepang.

MASA REMAJA

Freud berpendapat bahwa pribadi manusia itu terbentuk dari dorongan-dorongan nafsu-nafsu. Dengan dorongan-dorongan inilah berarti adanya suatu energi yang harus dapat memenuhi kebutuhannya atau kepuasannya untuk meniadakan ketegangan. Juga dikemukan olehnya bahwa ada tiga sistim dalam pembentukan pribadi manusia yang disebut Id, Ego dan Super Ego. Ia inilah yang menurut Freud merupakan pokok yang dapat menimbulkan suatu penderitaan. Kalau kita kembali kepada si remaja, maka sebenarnya perbuatannya itu tidak lain hanya untuk menghilangkan ketegangannya belaka.

Selanjutnya dijelaskan bahwa Id itu bersifat lincah sehingga dalam penyalurannya bisa dijelmakan dalam berbagai bentuk, asal sifat-sifat semula itu tiada hilang. Yang dapat mengatur dan merubahnya adalah Ego dan Super Ego nya.

Dengan adanya kecemasan yang diderita itu dapat meletus dalam bentuk lain. Bila anak selalu mengalami kecemasan dan ketegangan itu akan meledak dalam bentuk-bentuk tindakan yang agresif serta asosial, dimana Ego atau Super Ego tidak kuasa lagi.

Masa remaja adalah suatu masa perkembangan yang harus dilalui dan masa ini merupakan masa peralihan yang amat sukar dan gawat. Sebab pada masa ini pula si remaja berada dalam masa pemilihan atau penentuan yang bisa mempengaruhi pandangannya kelak.

Dapat disimpulkan bahwa kenakalan atau sifat-sifat asosial pada masa remaja itu, disebabkan adanya rasa pada anak yang sedang mencari-cari atau memilih nilai-nilai yang cocok baginya. Sehingga bila terdapat nilai-nilai yang dianggapnya kurang sesuai baginya selalu ditentangnya dan dia sebenarnya sedang mencoba norma-normanya sendiri.

(35)

ketegasannya sebab si remaja itu sedang menderita dan menghadapi konflik batiniahnya. Pandangan keluarga terhadap si remaja ini harus berubah atau berbeda dengan cara menghadapi pada masa sebelumnya.

Setelah tokoh tamat dari sekolah dasar, dia merasa penasaran dengan apa yang dilakukan kakaknya, Maki di luar bersama teman-temannya. Tokoh juga merasa ingin memiliki teman-teman atau komunitas yang mau menerima dirinya tanpa melihat latar-belakang keluarganya yang belum pernah dialami sebelumnya. Apalagi setelah masalah kelurganya, usaha keluarga bangkrut dan tingkah sang ayah semakin hari semakin membuat tokoh tidak tahan berada di rumah.

Dorongan-dorongan nafsu untuk mengikuti kesenangan dan kepuasan batiniah yang selama ini tertekan atau mengalami represi membuat tokoh melakukan apa saja di luar rumah bersama teman-teman barunya, tanpa disadarinya bahwa hidup dan masa depannya akan hancur dengan pergaulannya dan apa yang dilakukannya. Yang penting hasrat dan dorongan-dorongan nafsu hatinya untuk mencari kesenangan, yaitu rasa diterima dalam komunitas, rasa aman terpenuhi karena tidak mendengar dan berhadapan dengan ayah yang mabuk dan mengamuk tiap hari, rasa aman karena tidak berhadapan dengan penagih-nagih utang mereka dari para Debt-collector yang kasar. Sementara peranan kedua orang tuanya dalam mengawasi Pada masa ini Id tokoh sudah mulai memberontak terhadap Ego dan Super Ego. Sehingga Ego dan Super Ego tidak kuasa lagi mempengaruhi Id.

MASA DEWASA

2.3 Realitas Yakuza Sekarang Sebagai Setting

Sejarah Berdirinya Yakuza

(36)

sebagai kaum ronin.

(37)

PEJUDI SEWAAN

Kaum Bakuto (penjudi), punya sejarah yang unik. Awalnya mereka disewa oleh Shogun untuk berjudi melawan para pegawai konstruksi dan irigasi. Jenis judi yang biasa dilakukan adalah menggunakan kartu Hanafuda dengan sistem permainan mirip Black Jack. Tiga kartu dibagikan dan bila angka kartu dijumlahkan – maka angka terakhir menunjukkan siapa pemenang. Nah diantara sekian banyak “kartu sial”, kartu berjumlah 20 adalah yang paling sering disumpahi orang, karena berakhiran nol. Salah satu konfigurasi kartu ini adalah kartu dengan nilai 8-9-3 – yang dalam bahasa Jepang menjadi Ya-Ku-Za – yang kemudian menjadi nama asal Yakuza.

(38)

YAKUZA MODERN

Waktu pun berlalu, kaum Bakuto dan Tekiya menjadi satu identitas sebagai Yakuza. Kaum yang asalnya bertugas melindungi masyarakat – menjadi ditakuti masyarakat. Para pimpinan Jepang memanfaatkan hal ini untuk mengendalikan masyarakat dan menggerakkan nasionalisme. Yakuza ikut direkrut oleh pemerintah Jepang dalam aksi pendudukan di Manchuria dan China oleh Jepang tahun 1930-an. Para Yakuza dikirim ke daerah tersebut untuk merebut tanah, dan memperoleh hak monopoli sebagai imbalan.

(39)

ECSTASY, PACHINKO DAN PELUNCUR ROKET

Di masa kini, keanggotaan Yakuza diperkirakan telah menurun tajam – tetapi bukan berarti tidak berbahaya. Tulang punggung bisnis illegal mereka adalah pachinko, perdagangan ampethamine (termasuk ice dan ecstasy), prostitusi, pornografi, pemerasan, hingga penyelundupan senjata.

Di era 1980-an, Yakuza mengembangkan sayap mereka hingga ke Amerika, dan ikut masuk dalam bisnis legal untuk mencuci uang mereka. Dalam operasinya, Yakuza membeli asset di Amerika – dan salah satu yang pernah mencuat ke permukaan adalah keterlibatan Prescott Bush Jr., saudara dari presiden George Bush dan paman dari Presiden George W. Bush Jr., dalam transaksi penjualan perusahaan Asset Management International Financing & Settlements di awal 1990-an.

Berdasarkan perkiraan kasar dari sumber majalah Far Eastern Economic Review edisi 17 Januari 2002 – Yakuza diperkirakan telah menanamkan uang hingga USD 50 Milyar dalam investasi saham dan perusahaan di Amerika. Bandingkan dengan cadangan devisa Indonesia yang USD 36 Milyar.

(40)

Di sisi lain, anggota Yakuza juga kerap membeli asset properti dengan harga miring dari perusahaan yang butuh cash – untuk dijual kembali dengan harga tinggi – apapun itu mulai dari apartemen, perkantoran hingga rumah sakit. Bila sebuah bangunan telah dibeli oleh Yakuza – siapa sih yang berani jadi tetangga mereka? Alhasil harga properti langsung amblas, dan segera naik segera setelah Yakuza menjualnya

(41)

BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS DALAM NOVEL YAKUZA MOON

3.1. Sinopsis Cerita Novel Yakuza Moon

Pada masa kecilnya, Shoko Tendo begitu yakin bahwa dunia yang dijalaninya teramat indah. Shoko hidup dikelilingi oleh keluarga besar yang mencintainya, dan juga tamu-tamu yang selalu datang berkunjung dan menghormati keluarganya. Ayah dan ibunya, Hiroyashu dan Satomi, begitu ia sayangi. Shoko adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak lelakinya, Daiki, hanya terpaut dua belas tahun lebih tua darinya, dan Maki, kakak perempuannya, dua tahun lebih tua darinya. Adik bungsunya, Natsuki – atau biasa dipanggil Na-Chan – lima tahun lebih muda darinya. Tempat tinggalnya di kota Sakai menjadi begitu indah pada mulanya.

Kehidupan Shoko-Chan mulai berbeda sejak ayahnya terlibat masalah dan dijebloskan ke penjara. Shoko yang baru saja masuk ke sekolah dasar terpaksa harus belajar menerima bahwa keluarganya selalu dipergunjingkan oleh para tetangganya. Di sekolah, Shoko selalu diolok-olok baik oleh para guru maupun teman-temannya. Akibatnya, di sekolah ia selalu menyendiri dan hanya berteman buku dan pensil. Meski begitu, ia tidak pernah menyesali apalagi mengutuk kenyataan dirinya yang merupakan putri seorang yakuza. Dia menjadi sangat sayang pada rumah, dan terlebih ibunya yang dicintainya.

(42)

Tahun-tahun berikutnya di SMP berujung dengan pengalaman Shoko di dunia

Yanki. Yanki adalah sebutan untuk anak liar yang mengecat putih rambutnya dan

kebut-kebutan di jalan raya. Shoko mengikuti jejak kakaknya, Maki, dengan kabur dari rumah dan meninggalkan sekolah. Dia menjadi terbiasa mabuk dengan cara menghirup thinner. Shoko segera kehilangan keperawanannya dengan Yuya, seorang Yanki yang dua tahun lebih tua darinya. Shoko berpikir bahwa kehilangan keperawanan adalah semacam ritual menjadi “dewasa”. Dia menjalani ritual tersebut dengan tanpa perasaan apapun dan sama sekali tidak memberi kesenangan apapun baginya. Shoko – seperti halnya Maki – mulai terjebak dengan kehidupan khas Yanki. Minggat dari rumah, ditemukan, diseret pulang, dan dipukuli ayah. Ia akan menunggu lukanya sembuh dan kemudian minggat lagi.

(43)

Dalam suasana buruk seperti itu, Shoko malah mulai mencoba narkoba. Dia menjalaninya masih dengan alasan agar dikatakan “dewasa”. Hampir saja dia kembali menjadi korban pelecehan seksual akibat kecanduan narkoba. Sayangnya, hal buruk itu belum akan berakhir. Maejima – seorang rentenir yang telah banyak meminjami ayahnya uang – memanfaatkan urusan utang dengan ayahnya untuk menundukkan Shoko dalam lingkaran narkoba dan seks. Shoko terjebak dalam lingkaran setan narkoba dan seks. Segera ia menjadi budak seks Maejima.

(44)

Kejadiannya saat itu mereka berdua telah dua hari berada di hotel mesum itu. Shoko ingin pulang ke rumahnya, sebab beberapa hari sebelumnya rumah keluarganya resmi disita oleh lembaga kepailitan. Keluarganya terlantar dan pindah ke rumah yang sangat kecil. hal ini sangat menyedihkan bagi Shoko. Niatnya untuk pulang itu tidak disukai oleh Maejima. Maejima memukul wajahnya, menendang rusuknya, menjambak rambutnya, kemudian menariknya ke lantai.

Setelah itu, Maejima menusukkan amfetamin dosis tinggi ke lengan Shoko. Pada saat jarum suntik dicabut, wajah Shoko berkeringat dan tubuhnya terasa lengket. Dadanya seperti terpanggang, dan Shoko menekankan tangannya ke jantung untuk menenangkannya, tapi tak ada gunanya. Shoko pingsan dan tidak bisa bernafas. Melihat Shoko yang menderita seperti itu, Maejima malah kabur. Dua hari kemudian Shoko sekarat di apartemennya merindukan jarum suntik narkoba. Dia mengalami halusinasi terus-menerus. Akhirnya setelah tiga hari halusinasi itu berakhir, dan nafsu makannya kembali.

Saat itulah Shoko memutuskan untuk membebaskan diri dari narkoba selamanya. Adapun Maejima, kurang dari sebulan setelah meninggalkan Shoko di hotel mesum, dia meninggal dunia akibat pendarahan paru-paru. Setelah terbebas dari narkoba, Shoko melanjutkan bekerja. Beruntung dia mendapatkan pekerjaan sebagai hostes di mana saat itu situasi ekonomi di Jepang cukup baik.

(45)

Shoko sangat royal dalam mengeluarkan uang mereka. Malangnya, justru perusahaan Shin malah mengalami kebangkrutan sehingga dia tidak bisa lagi mengirimi Shoko uang. Namun, Shoko tetap mencintainya meski Shin sedang bangkrut. Sementara itu, Orang tuanya dan Na-Chan pindah ke kontrakan kecil, dan kakak laki-lakinya pindah ke apartemen di dekat kontrakan tersebut. Penghasilan orang tuanya amat kecil. Ayahnya bekerja sebagai buruh kasar, sedangkan ibunya menjadi pegawai kebersihan di hotel mesum.

Berikutnya, Shoko sempat berkenalan dengan Kuramochi – pelanggannya – namun Shoko tidak berminat untuk memiliki ikatan dengannya sebab masih terikat pada Shin. Kemudian, sekali lagi Shoko berkenalan dengan seorang lelaki yang mengaku masih bujangan, bernama Ito. Malangnya, ternyata Ito berbohong padanya. Ito telah beristri. Namun, Shoko terlalu mudah memaafkan, sehingga sekali lagi dia menjalani peran sebagai simpanan.

Suatu ketika, Shoko mengalami kejadian buruk lagi dengan Ito. Shoko mengalami kekerasan oleh Ito, dan kekerasan itu semakin menjadi-jadi. Seperti halnya Maejima di masa lalunya, Ito pun selalu mengatakan bahwa dia mencintai dan meminta maaf pada Shoko setiap ia selesai menyiksanya. Tentu saja Shoko tidak mudah percaya lagi. Shoko sampai harus masuk rumah sakit akibat kekerasan Ito. Sejak itu, Shoko memutuskan untuk merubah jalan hidupnya.

(46)

kasar dari laki-laki yang mencintainya. Sejak ia ditato, sikap dia terhadap pekerjaan pun berubah. Ia tidak lagi bekerja tanpa tujuan. Ia menjadi bergairah dalam bekerja dan lebih serius dalam menjalaninya.

Kemudian, Shoko bertemu dengan Takamitsu, seorang yakuza yang berusia empat tahun lebih tua darinya. Pertemuan dengan Taka ini berlanjut dengan keputusan Shoko untuk menikah dengannya. Perkenalan Taka dengan keluarganya sangat lancar, dan Taka diterima dengan baik oleh keluarga Shoko. Suatu ketika, Ito – mantan kekasihnya – tiba-tiba menyerang ke rumah Shoko saat Taka tidak di rumah. Ito menyakiti Shoko habis-habisan dan memperkosanya hingga ia harus dibawa ke rumah sakit. Taka yang mengetahui kejadian ini mengejar Ito dan menghabisinya. Keputusan itu ia ambil dengan mengorbankan pula statusnya sebagai yakuza.

(47)

Ketika umur Shoko menginjak tiga puluh dua tahun, Na-Chan memutuskan untuk menikah dengan sorang pria baik-baik. Karirnya sebagai hostes pada saat itu sedang memuncak. Demikianlah, memoar seorang putri yakuza. Kisah ini hanyalah satu potret kecil dari kehidupan kelam keluarga yakuza di Jepang. Otobiografi Shoko Tendo mengungkapkan dengan jelas bahwa dunia yakuza tidak bisa dipahami dengan sederhana.

Kesalahan dalam menilai kehidupan keluarga yakuza hanya akan menyeret pada sikap merendahkan dan mengucilkan kehidupan yakuza. Demikian juga ketika mencoba memahami kehidupan seorang remaja putri yang terjebak dalam dunia

Yanki, narkoba dan seks. Kenyataannya, Shoko sendiri tidak bisa dikatakan

menikmati kehidupan itu dengan benar. Banyak kesalahan persepsi yang fatal dalam memahami dunianya.

(48)

3.2. Analisis Psikologis Tokoh Shoko Tendo yang Terdapat Dalam

Novel Yakuza Moon

Cuplikan hal 4,5

Orangtuaku selalu bersikap lembut, tetapi mereka tak bias dibantah dalam urusan tata karma. Bahkan, pembantu kami pun dilarang memanjakan kami. Kami tidak dibolehkan menonton televisi selagi makan, lalu selesai makan, kami harus membersihkan sendiri piring kami. Meskipun dididik dalam tata krama kuno, aku menyukainya.

Beberapa hari setelah itu, ayah terlilit perkara dan dijebloskan ke dalam penjara. Kami tidak pernah punya urusan dengan tetangga kiri-kanan sejak kami pindah rumah, tetapi tiba-tiba setiap orang menggunjingkan kami-dan semuanya menjijikkan. Inilah pengalaman pertama kami dilecehkan, tetapi itu bukan yang terakhir.

Suatu saat, ketika ku menggambar di depan rumah, salah seorang perempuan yang melintas di jalanan mendekati aku. Ia membungkuk dan membisikan sesuatu di telingaku, “ Shoko-chan, tahukah kamu bahwa kakakmu yang paling tua bukan kakak kandungmu? Ibumu sudah punya anak sebelum bertemu dengan ayahmu.”

(49)

dipelakukan sebagai orang buangan. Masa pendidikanku di sekolah dasar berubah menjadi enam tahun penindasan.

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat ditarik analisis bahwa tokoh utama yaitu Shoko Tendo adalah orang yang menyukai keteraturan dan tata krama karena dia menyukai aturan yang dibuat oleh orang tuanya. Shoko Tendo juga memiliki hati yang tulus dan ikhlas dalam menerima anggota keluarganya walaupun dia tahu bahwa kakak lelaki nya bukan saudara kandung. Shoko Tendo justru menyalahkan orang yang menyampaikan hal ini kepadanya karena dia tidak senang kejelekan anggota keluarganya dibicarakan oleh orang lain.

Dari cuplikan di atas kelihatan sekali bagaimana Shoko merasa tidak nyaman dengan lingkungan tetangganya. Ini terlihat dari cuplikan ‘ tetapi tiba-tiba setiap orang menggunjingkan kami-dan semuanya menjijikkan.’ Dalam hal ini struktur kepribadian Super ego menjadi lebih dominan karena tokoh dapat membedakan yang mana yang baik dan yang tidak baik.

(50)

keinginan untuk berusaha mencari jalan keluar dari penindasan itu yang menurut dia sangat lama sekali. Dengan cara mencari tempat dan orang - orang yang dapat menerima keberadaannya apa adanya walaupun tidak jelas apakah lingkungan itu dapat membuat dirinya menjadi lebih baik atau tidak.

Cuplikan (hal. 7, 32)

Namun, akibatnya, karena aku tidak pernah bercerita kepada siapa pun, penindasan yang ditujukan kepadaku menjadi rutin. Pakaian dan sepatu senamku dicampakkan ke tungku. Ketika tugas bersih-bersih, aku selalu menjadi satu-satunya yang harus membersihkan lantai. Selebihnya, aku nyaris sepenuhnya diabaikan sehingga rasanya aku tidak pernah ada. Yang paling banyak menindas dan melecehkan aku adalah anak-anak pintar yang orang tuanya memiliki pekerjaan terhormat.

Cara mereka menyakitiku sungguh licik dan cerdik sehingga guru-guru tidak mengetahuinya, kecuali aku melakukan perlawanan. Aku sadar, tak ada gunanya menceritakan kepada siapa pun; itu hanya akan membuat urusan makin runyam. Para penggangguku akan melakukan segala cara agar tidak ketahuan di lain waktu. Tetapi, peduli setan dengan apa yang mereka lakukan padaku, aku tidak pernah menangis atau mangkir dari sekolah, kecuali aku benar-benar sakit.

Satu-satunya temanku hanyalah pensil dan buku catatan. Aku menghabiskan waktu makan dan istirahat dengan menggambar apa saja dan mengabaikan segala ejekan teman-teman sekelasku.

(51)

“Aku yakin ayahmu tak akan mengambil rapor karena ia dalam penjara!” “Apa salahnya menjadi yakuza?’ balasku; satu-satunya yang membuatku tak tahan adalah mendengar orang tuaku dilecehkan. Dan, sekalipun menjadi puteri yakuza tidak berarti aku terus diperlakukan sebagai sampah, aku memutuskan untuk tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain, sekadar demi mendapatkan teman.

“Tanda tangan di sini!” katanya menyorongkan kertas ke depan hidungku. Aku tidak bereaksi. Sebanyak apapun ia memintaku, aku hanya duduk membatu.

“Aku tahu kau anak kepala bajingan. Kau sama sekali dengan ayahmu. Pasti kau ini seorang pelacur.”

Sangat ironis kupikir. Begitu dia gagal menginterogasiku, ia menyeret-nyeret ayahku. Aku tidak tahan lagi. Hanya satu hal yang aku tahu, apa pun yang aku katakan, itu hanya akan memberatkanku.

Analisis

Demikianlah bebera cuplik percakapan yang terjadi ketika Shoko Tendo masih di sekolah dasar. Shoko Tendo terlahir sebagai anak dari seorang Yakuza, seorang mafia Jepang. Ia memiliki dua orang kakak dan seorang adik. Serta seorang ibu yang lemah lembut dan sangat baik, khas yamato nadeshiko (wanita sempurna ala Jepang). Dengan kehidupan mewah, aman, dan tenteram karena hasil dari bisnis yang dimiliki ayahnya. Ia bahkan dengan memelihara seekor anjing dan kucing, serta ikan

(52)

Dari cuplikan di atas juga kelihatan bahwa penindasan terhadap tokoh masih berlanjut dan bahkan menjadi lebih rutin. Tokoh masih merasa terabaikan dan hanya memiliki teman pensil dan buku catatan saja. Tokoh tidak berani mengadukan hal ini kepada guru atau mungkin juga pihak yang berwajib Karena dia tidak memiliki kepercayaan kepada mereka. Guru-gurunya juga sudah pernah mengejek dan menjelekkan tokoh dengan cara yang lebih halus.

Apabila berurusan dengan polisi mungkin keluarga mereka juga akan berhadapan dengan hukum karena status keluarganya yang yakuza. Mendengar ayahnya yang yakuza dihina oleh temannya dan juga opsir penjara membuat tokoh menjadi emosi karena tokoh tidak dapat menerima kenyataan orang tuanya juga dilecehkan.

Dikaitkan dengan sistim kepribadian Sigmund Freud, Ego menjadi dominan atau lebih menguasai tokoh karena tokoh melaksanakan dorongan-dorongan dari Id untuk melakukan perlawanan terhadap perkataan temannya. Tokoh tidak perlu berpura-pura atau tidak menjadi diri sendiri demi mendapatkan teman karena tokoh menyadari kenyataan yang dihadapi yang sedang terjadi. Dalam melaksanakan tugasnya Ego selalu berpegang pada prinsip kenyataan atau reality principle.

Culikan (hal. 8)

(53)

menemukan ibu di dekatku. Aku memanggil-manggilnya, tetapi ia tidak menjawab. Aku berlari ke jalanan tanpa alas kaki untuk mencarinya. Akhirnya aku menemukannya sedang melangkah pulang dari toko.

Aku tidak bisa menjelaskan ketakutanku. Selama aku sakit, ibu selalu membawakan makanan untukku ke tempat tidur. Aku tidak pernah bisa tahu betapa pendek waktu untuk menjalani saat-saat menyenangkan itu bersama ibu.

Analisis

Dari cuplikan di atas sangatlah jelas bahwa tokoh sangat menyayangi ibu dan demikian juga hal nya dengan ibu yang juga sangat menyayangi tokoh Shoko. Tokoh hanya mempercayai dan sangat nyaman bersama ibu dan sangat takut sekali kehilangan ibu suatu saat. Dalam hal ini sistim kepribadian Id lebih dominan.

Adanya dorongan-dorongan hati yang cemas dan takut akan kehilangan akan sosok ibu dari hidupnya membuat tokoh segera mencari ibu kemana-mana demi memuaskan rasa puas dan tenang jika sudah bertemu dan dekat dengan sang ibu. Id selalu terlaksana mengikuti Pleasure Principle yaitu bertugas untuk secepatnya melaksanakan dorongan hati agar tercapai rasa senang dan puas jika sudah terpenuhi.

Cuplikan (hal. 9, 12, 21)

(54)

remasannya, tetapi aku sangat takut, tubuhku gemetar, dan aku hamper muntah. Beberapa hari kemudian, mizuguchi ditangkap karena kasus obat terlarang. Sejak itu, aku tidak bisa lagi mempercayai orang-orang dewasa.

Aku tahu bahwa ayah bekerja keras untuk kami. Namun, saat aku merangkak ke kasurku di malam hari, yang terpikir olehku adalah hanyalah bagaimana ia pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan membantingi apa saja. Dalam kegelapan malam, aku memandangi urat-urat kayu di langit-langit. Lalu, beberapa waktu kemudian, akan muncul paras muka mengerikan yang membuat aku dihantui perasaan takut. Saat ibu membaringkan tubuhnya ke tempat tidur dan tidur di kasur sebelahku, diam-diam aku selalu memperhatikan wajahnya. Saat itulah, aku baru merasa tenang dan bias memejamkan mata. Pada hari-hari itu, aku tidak pernah bias tidur nyenyak dan nyaris tidakmungkin bagiku untuk mengikutisepenuhnya pelajaran di sekolah. Terus terang saja, aku tidak yakin akan bias menangkap pelajaran dengan baik.

Dan, kemudian setelah enam tahun penuh penderitaan, pendidikanku di sekolah dasar akhirnya rampung.

Yuya menanggalkan pakaianku seperti ia telah melakukannya jutaan kali sebelumnya dan menciumku. Tiba-tiba kenangan mengerikan dari masa kanak-kanak menyelinap di kepalaku. Tangan Yuya merambat turun dari payudaraku, dan aku tak sangsi lagi apa yang akan terjadi

(55)

gemetar. Kemudian, aku sadar. Suara menakutkan itu berbisik di tempurung kepalaku, “Shoko-chan, kau sudah besar sekarang…..”

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat ditarik analisis bahwa dengan pengalaman pertama tokoh hampir diperkosa oleh anak buah yakuza dari ayahnya pada waktu umur Shoko Tendo masih sangat muda, tokoh mengalami trauma sehingga ia tidak dapat mempercayai orang dewasa lagi. Seperti dikatakan Freud, trauma memang tidak muncul secara spontan. Neurosis traumatik dengan jelas menunjukkan bahwa fiksasi terhadap traumatik jelas tergantung pada akarnya.

Pengalaman traumatik adalah pengalaman dalam jangka waktu pendek memaksa pikiran untuk melakukan peningkatan stimulus melebihi yang bisa dilakukan dengan cara normal sehingga hasilnya adalah gangguan terus-menerus pada distribusi energi pada pikiran.

Analogi ini juga memungkinkan mengklasifikasikannya sebagai pengalaman yang sangat berkesan pada perasaan terdalam para pasien. Tokoh juga mengalami trauma dengan sang ayah karena sebagai anak yang masih muda sekali tokoh sudah melihat di depan mata kepala sendiri sang ayah pulang ke rumah dalam keadaan mabuk bersama hostes-hostes. Selain itu sang ayah juga apabila mengamuk akan melempari apa saja kepada siapa saja yang di rumah, bahkan sering melakukan kekerasan terhadap sang ibu.

(56)

masalah baginya. Ia bahkan membela ayahnya yang di penjara. Terbukti dari kata-kata pembelaan seperti yang disebutkan di awal. Tetapi ketika ia memasuki kelas empat sekolah dasar, tibalah saat ayahnya dibebaskan. Adalah saat yang seharusnya menjadi kebahagiaan bagi keluarganya.

Namun sebaliknya, setelah keluar dari penjara, tingkah sang ayah malas berbalik menjadi pemarah dan pemabuk. Ayahnya menjadi suka memukuli ibunya. Membuat Na-chan, adik Shoko selalu dirundung ketakutan. Sedangkan Shoko selalu sebagai pihak yang harus menenangkan semua orang.

Trauma yang ke tiga adalah ketika ia ingin menunjukkan kepada anggota geng yanki bahwa dia sudah dewasa dengan cara berhubungan badan tapi pada saat tangan Yuya, sang pacar sudah mulai beraksi membuka baju nya, tokoh tiba-tiba teringat saat pertama dia diperkosa dan ia menjadi ketakutan, tetapi ia takut menunjukkannya pada Yuya. Dan bahkan dari cuplikan di atas Shoko lebih takut dan merasa seram dan gemetar ketika dia juga mendengar suara orang yang menyelamatkan dia dari pemerkosaan antar geng mengucapkan hal yang sama ketika ia diperkosa pertama kali.

Bahkan dia lebih takut daripada perkelahian antar geng yanki yang bisa merenggut nyawa daripada menghadapi kata-kata yang membuatnya teringat masa kanak-kanaknya. Dalam hal ini teori Freud adalah trauma kesadaran

Cuplikan (hal. 39, 41,43)

(57)

pelajaran yang bisa memahami betapa pentingnya kebebasan itu. Aku tahu apa yang dikatakan ayah di pengadilan itu adalah benar. Kita harus bertanggung jawab atas perbuatan kita sendiri. Jika kita melakukan hal-hal yang buruk, maka inilah yang terjadi. Hanya aku satu-satunya orang d antara semua peserta perkelahian yang dijebloskan ke sekolah anak nakal, tetapi itu oke-oke saja. Jika mereka membebaskan aku begitu saja dari rumah tahanan, pastilah aku tidak pulang ke rumah, aku akan keluyuran lagi bersama teman-teman. Jadi, ini hanyalah soal waktu, sebab cepat atau lambat aku tetaplah akan dikirim ke tempat ini.

Sepanjang waktu itu, aku sering memikirkan air mata ibu yang menetes di punggung tanganku di ruang sidang, dan betapa sedihnya orangtuaku saat melihat aku dibawa petugas. Aku memahami kepedihan yang kutimpakan pada setiap orang, tetapi aku masih belum bisa mengambil pelajajaran dari sana.

Kedua orangtuaku sudah masuk ke dalam rumah, membiarkan pintu tetap terbuka untukku. Mereka berdiri di ambang pintu, tidak terucap sepatah kata pun, hanya sorot mata mereka yang memintaku mengikuti mereka. Ketika membalikkan badan tanpa menginjakkan kaki di rumah sama sekali, aku merasa mata kedua orangtuaku mengebor punggungku. Hatiku merasa berat, tetapi aku belum cukup dewasa untuk melawan panggilan untuk bersenang-senang.

Analisis

(58)

sudah tidak bisa dilakukannya lagi akhirnya bisa menyadarkan konsekuensi dari perbuatannya sendiri. Apalagi setelah melihat dan menyadari dia telah membuat orang yang dikasihinya menangis sedih, Shoko semakin menyadari kesalahannya. Namun, walaupun dia sudah menyadari arti kebebasannya setelah pulang dari penjara, Shoko masih belum bisa melawan godaan hatinya untuk bergabung dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Dia melupakan janjinya kepada diri sendiri akan menjadi anak yang baik, tetapi semua nya terkalahkan oleh kesenangan yang akan dia dapat. Dalam sistim kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, Super Ego Shoko Tendo dikalahkan oleh Id yang selalu lebih banyak berbicara dalam hati Shoko, agar segera dilaksanankan kesenangan-kesenangan itu. Hal ini jelas terlihat dari ungkapan “…hatiku merasa berat, tetapi aku masih belum cukup dewasa untuk melawan panggilan untuk bersenang-senang.”

Cuplikan (hal. 47)

Fujiwa-san adalah orang dewasa yang bicara padaku tanpa menghakimi penampilanku. Ngobrol dengan nyonya tua ini saat kami berjalan-jalan di taman kecil rumah sakit membuat perasaanku tenang.

Analisis

(59)

Fujiwasan adalah seorang orang tua yang menurut tokoh bisa mengerti dan menerima dirinya tanpa menghakimi penampilan dan latar-belakang dirinya seperti yang biasa dilakukan orang-orang di sekelilingnya.

Cuplikan (hal.48)

Suatu hari, aku pergi membeli soda kalengan dari otak mesin dan melihat sebuah dompet tergeletak di lantai dekatku. Aku memeriksa isinya dan menemukan uang tunai dalam jumlah besar: 180 yen. Ketika aku masih kecil, orang tuaku biasa mmeberiku uang saku untuk membeli pensil dan alat-alat sekolah, tetapi sejak aku menjadi Yanki mereka tidak memberiku apa-apa lagi. Uang itu besar sekali jumlahnya, dan aku ingin sekali menyimpannya. Namun, aku merasa bahwa Tuhan sedang mengawasiku di suatu tempat, maka aku menyerahkan uang itu ke ruang perawat. Segera setelah itu, aku sedang duduk bersama ayah di kafetaria, telah ditemukakan sejumlah uang di dekat mesin penjualan makanan. Tak lama kemudian, seorang perawat mendekati kami sambil mendorong kursi roda. Di kursi itu, duduk seorang lelaki berbalut piyama, kira-kira seusia ayah. Lelaki itu tampak tercengang melihat bahwa seorang yanki sepertiku mengembalikan dompet yang berisi banyak uang.

Analisis

(60)

maka Super Ego menang karena hakim dalam hatinya mengalahkan Id yang menginginkan uang itu. Hal ini terlihat jelas dalam ungkapan “Namun, aku merasa Tuhan mengawasiku di suatu tempat, maka aku mengembalikan uang itu kepada perawat”, selain itu Shoko juga berfikir pemiliknya pasti sedang terbaring sakit di rumah sakit ini juga sama halnya seperti ayahnya dan pasti membutuhkan uang ini untuk biaya perawatan rumah sakit.

Cuplikan (hal. 71, 73, 84)

Salah seorang temanku menjadi sangat kacau karena kecanduan sehingga ia mengalami delusi. Ia menanam keyakinan bahwa pacarnya menghianati dia, dan ia kemudian membakar rumah gadis itu. Ia juga meyakini bahwa pori-pori kulitnya penuh belatung, dan ia menyayat kulitnya sendiri dengan pisau. Bejam-jam ia menekan bintik-bintik di kulitnya, yang biasa muncul pada para pecandu, sampai kulitnya rusak dan bernanah. Ia meyakini bahwa seseorang sedang mengawasinya sehingga ia menutup semua jendela di rumahnya dengan selotip. Ia merasa bisa mendengar para tetangga menjelek-jelekkan dirinya, karena itu ia merangsek pintu depan dengan kaki telanjang dan mengancung-ancungkan pisau, tetapi begitulah, tak ada seorang pun disana.

Aku tidak mau mendengar itu, aku tidak mau melihat itu, aku tidak mau tidak tahu tentang itu. Aku tidak mau mereka tahu mengenai aku. Aku tidak mau menjadi salah satu dari mereka.

(61)

merindukan darah megalir di tabung suntikan. Hanya dengan itu, aku segera terbebas dari kenyataan.

Gadis kecil yang selalu diganggu di sekolah, anak-anak naïf yang hampir diperkosa Mizuguchi, anak patuh yang selalu membantu ibu membersihkan lantai setelah ayah mengamuk, anak-anak yang selalu berhati-hati agar tidak membuat ayah marah, itu semua bukan aku yang sebenarnya. Aku terbiasa memikirkan segala peristiwa di masa anak-anakku seolah-olah semua terjadi pada orang lain. Lebih menentramkan begitu. Berkali-kali, aku menciptakan diriku yang baru, dan tidak mungkin lagi mengatakan siapa Shoko sebenarnya. Aku bisa memisahkan hati dan pikranku dari tubuh kemudian melenyapkan diriku dalam pesona yang kudapat dari Maejima dan amfetamin. Namun, setiap kali kencan yang dilandasi bubuk putih dengan maejima berkhir dan segala pesona menghilang, yang tersisa adalah kekosongan emosi, dan perasaan bersalah terhadap Shin.

Kenanganku mulai berbaur dengan kenyataan yang jorok. Mula-mula, pikiranku melayang-layang bahagia saat aku terbaring di ranjang bundar hotel mesum, tetapi tiba-tiba aku kepayahan saat aku terbenam ke tempat yang lebih suram dan menakutkan.

Analisis

(62)

untuk melakukan seks narkoba. Walaupun tokoh menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah bukan keinginan dan hanya karena keadaan terpaksa, tetapi kelihatan jelas bahwa tokoh berusaha membohongi diri sendiri dan merasa tidak berdaya. Id tokoh merasa sangat bersalah terhadap Ego dan Super Ego. Hal ini terlihat jelas dengan ungkapan tokoh “Melayang bersama Maejima membantuku

menyingkirkan penderitaan yang membelit rumahku. Kapan pun aku diam di rumah,

melihat ibuku terisak-isak saat penagih utang menggedor pintu, dan Na-chan

memelukku ketakutan, aku akan merindukan darah megalir di tabung suntikan.

Hanya dengan itu, aku segera terbebas dari kenyataan.”

Cuplikan (hal.80)

(63)

Analisis

Dari cuplikan paragraf di atas

Cuplikan (hal 98,99)

Malam itu, aku bermimpi aneh tentang kakek. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tetapi aku yakin itu dia. Ia berdiri di tengah kabut biru di puncak bukit, mengenakan kimono putih. Ia menunjukkan wajah sedih dan berseru, “Shoko, Shoko,” dan memberi isyarat agar aku datang kepadanya. Aku tersentak bangun. Apakah kakek begitu cemas karena aku memakai obat dan tidur dengan lelaki beristri sehingga kakek muncul dalam mimpiku? Apakah ia mengatakan kepadaku bahwa jika aku terus begitu, aku mungkin akan menyusulnya? Dadaku terasa sesak , dan aku tidak bisa bernapas. “Kakek, aku minta maaf,” aku berbisik. Namun hatiku yang terombang-ambing antara Shin dan Maejima, remuk berkeping-keping, dan aku tdak tahu bagaimana memperbaiki kerusakan itu.

Kini, aku tidak mungkin menyentuh pohon itu dan memberi makan ikan-ikan lagi. Aku tidak akan pernah kembali lagi ke rumah tempat kami duduk, tertawa-tawa, dan makan bersama. Rasanya, seolah rumah itu roboh di depan mata kami. Aku beruntung aku sudah memiliki tempat untuk ditinggali, tetapi hal ini tetap saja menjadi pukulan keras. Kenyataanya, peristiwa inilah yang kelak menyadarkan arti penting kelurga bagiku. Ia menjadi alarm yang mengingatkan aku untuk meninggalkan narkoba untuk selamanya.

(64)

Menurut Freud, dalam mengulas arti mimpi, ia menekankan perbedaan antara makna yang jelas dari suatu mimpi itu (makna lahiriah) dengan arti yang terpendam atau tersirat. Pada permukaannya, mimpi kelihatan seperti sesuatu yang mustahil. Bila kita kaji secara lebih rinci dan cermat, mungkin kita melihat satu logikadalam yang berhubungan dengan unsur-unsur tersebut. Kebanyakan mimpi hanyalah merupakan sisa-sisa dari pengalaman sehari-hari yang dialami seseorang. Tetapi bila kita meneliti isi mimpi itu, terdapat satu tema pokok yang kelihatan berbeda dari pengalaman hidup sehari-hari. Ini sebenarnya terjadi akibat desakan hati yang mewujudkan mimpi itu. Ini kerapkali merupakan desakan larangan, sesuatu yang tidak dapat dimengerti secara sadar. Walaupun di dalam mimpi, hal ini biasanya tersembunyi di balik suatu fenomena yang lebih dapat diterima. Namun demikian, ia tetap hadir, yakni sebagai harapan yang tertekan, yang disempurnakan lewat mimpi.

Demikian hubungannya dengan mimpi Shoko. Tokoh Shoko ingin sekali meninggalkan dan menjauhi semua hal-hal atau perbuatan yang dilakukanya yang dirasakannya sebagai dosa yang berat yang selalu membelenggu hidupnya. Dia merasa akan dihukum oleh Tuhan yang dipercayainya dengan segera meninggal dunia dan menyusul kakeknya yang sudah meninggal dunia. Kakek bagi tokoh adalah orang yang sangat dia sayangi karena kakeknya juga sangat menyayangi tokoh

Cuplikan (hal. 149)

Gambar

Gambar: Shoko Tendo dengan Tatonya Dari tampilan depan
Gambar 2 : Cover Novel Yakuza Moon
Gambar 4 : Soko Tendo dengan keponakannya
Gambar 7 : Para anggota Yakuza dengan Tato ditubuhnya

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Intersubjektivitas yang terjadi dalam The Egmont Group, sebagai transgovermental organization, terkait dengan penanganan pendanaan terorisme kemudian terlihat dari

Sidak yang juga diikuti oleh jajaran direksi PT Angkasa Pura II ini adalah salah satu bentuk atau wujud dari komitmen bersama untuk memberantas praktik- praktik yang

[r]

[r]

[r]

Selain itu juga, melalui organisasi gerakan pramuka, siswa dapat belajar untuk selalu bersikap menurut nilai-nilai pancasila, baik itu dalam mengikuti latihan

Berdasarkan ketersediaan data dan cakupan penelitian yang dilakukan pada tahun 2010, dimensi yang digunakan untuk mengetahui keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan