BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua pada manusia pada hakekatnya merupakan proses yang alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi maupun psikologi. Kemunduran fisilogi yang terjadi pada lansia seperti menurunnya sarat dan otot, termasuk menurunnya kemampuan untuk menahan berkemih, yang kemudian mengalami inkontinensia urine (Mubarak,2006).
Laporan WHO tahun 2013 menyebutkan bahwa sekitar 200 juta penduduk di seluruh dunia mengalami inkontinensia urin, tetapi angka yang sebenarnya tidak diketahui karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Hanya kurang dari 40% penderita inkontinensia urin yang mencari pertolongan karena masalah ini dianggap sebagai suatu hal yang memalukan, merupakan hal yang wajar dari proses menua, penyakit yang sudah tidak dapat diobati, atau bahkan dokter menganggap sebagai suatu masalah kesehatan yang tidak serius dan tidak perlu diobati.
United States Department of Health and Human Services (Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat) melaporkan tahun 2010 terdapat 13 juta penduduk Amerika Serikat yang menderita inkontinensia urin dan 85% diantaranya adalah perempuan. Data prevalensi inkontinensia di Indonesia sampai saat ini belum tersedia urin pada usia lanjut secara menyeluruh (Setiati, 2010). Survei yang pernah dilakukan hanya di Poliklinik Usia Lanjut
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan angka inkontinensia urin sebesar 10%, pada tahun 2005 meningkat menjadi 12%, dan semakin meningkat pada tahun 2006 yaitu sebesar 21%, kemudian menurun pada tahun 2007 sebesar 9%, dan naik lagi pada tahun 2008 sebesar 18%.
Mengingkatnya angka kejadian gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada lansia, maka dibutuhkan penatalaksanaan yang efektif agar inkontinensia urin yang dialami dapat diobati, atau paling tidak tingkat keparahannya dapat dikurangi karena pada dasarnya inkontinensia urin mempunyai kemungkinan yang besar untuk dihambat. Salah satu terapi untuk menurunkan inkontingensi urin adalah dengan melakukan senam kegel bagi lansia. Latihan senam kegel dapat menurunkan frekuensi inkontinensia urin (Darmojo, 2006).
menyatakan bahwa masih dapat mengatur atau mempetahankan berkemih dengan baik.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh latihan senam kegel terhadap frekuensi berkemih pada lansia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian ringkas dalam latar belakang maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah “Adakah pengaruh latihan senam kegel
terhadap frekuensi berkemih pada lansia?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh latihan senam kegel terhadap frekuensi berkemih pada lansia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Mengetahui Karakteristik lansia
2. Mengetahui frekuensi berkemih pada lansia sebelum diberi latihan senam kegel
3. Mengetahui frekuensi berkemih pada lansia setelah diberi latihan senam kegel.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi 1. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan penulis khususnya dalam keperawatan gerontik dan berkaitan dengan manfaat senam kegel bagi lansia 2. Lansia
Hasil penelitian ini dapat memberikan bahan masukan kepada lansia dalam frekuensi urin dengan melakukan latihan senam kegel, sehingga lansia dapat mencapai derajat kesehatan dan mutu kehidupannya untuk mencapai masa tua yang sehat, mandiri dan produktif.
3. Panti Wredha
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi program kesehatan lansia khususnya dalam memperpanjang frekuensi berkemih pada lansia di Panti Wredha Darma Bhakti Pajang Surakarta.
E. Keaslian Penelitian
menunjukkan ada latihan senam kegel efektif dalam menurunkan frekeunsi urine rentention dan kejadian edema di Puskesmas Pembantu Dauh Puri Denpasar dan Ruang Dara PN RSUD Wangaya Denpasar.
Persamaan penelitian : penggunaan variabel senam kegel
Perbedaan: tempat, waktu, jumlah sampel, subyek penelitian, alat analisis data
2. Septiastri, A (2012) Latihan Kegel dengan Penurunan Gejala Inkontinensia Urin pada Lansia. Penelitian menggunakan metode quasi eksperimen. Sampel terdiri dari 13 orang dalam kelompok intervensi dan 13 orang lansia dalam kelompok control. Analisis data menggunakan menggunakan uji statistik independent t-test. Hasil uji paired t-test pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa gejala inkontinensia urin berbeda antara pre-post latihan kegel ( t= 17,725, p= 0,000). Uji independent t-test, menunjukkan bahwa penurunan gejala inkontinensia urin pada kelompok intervensi berbeda dengan kelompok kontrol (t= -3,215, p=0,004). Kesimpulan penelitian adalah latihan kegel efektif terhadap penurunan gejala inkontinensia urin pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Balita Wilayah Binjai dan Medan.
3. Prasetyawan (2011), “Perbedaan Frekuensi Berkemih Sebelum Dan Sesudah Bladder Retraining Pada Pasien Gangguan Persyarafan Di RSUD Dr Moewardi”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan frekuensi berkemih Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantatif dengan rancangan penelitain pre test-post test one group design. Uji hipotesa penelitian menggunakan alat analisis uji paired t-test sample. Hasil penelitian pasien sebelum menggunakan bladder retraining menunjukkan rata-rata berkemih sebesar 15,125 kali dalam 24 jam.. Hasil uji statistic paired t-test sample menunjukkan nilai t hitung = 57,608 dengan p-value = 0,0000 Disimpulkan terdapat perbedaan frekuensi berkemih sebelum dan sesudah bladder retraining pada pasien persyarafan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Persamaan penelitian analisis statistik.