TESIS
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMBALI KADAR BILIRUBIN SERUM SETELAH FOROTERAPI TUNGGAL DENGAN FOTOTERAPI GANDA
WIDYASTUTI 077103021/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMBALI KADAR BILIRUBIN SERUM SETELAH FOROTERAPI TUNGGAL DENGAN FOTOTERAPI GANDA
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M. Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
WIDYASTUTI 077103021/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – KONSENTRASI ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : Perbandingan Peningkatan Kembali Kadar Bilirubin Serum Setelah Fototerapi
Tunggal dengan Fototerapi Ganda Nama Mahasiswa : Widyastuti
Nomor Induk Mahasiswa : 077103021
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Ketua
Dr. Supriatmo, SpA(K) Anggota
Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS
Tanggal Lulus: PERNYATAAN
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMBALI KADAR BILIRUBIN SERUM SETELAH FOTOTERAPI TUNGGAL DENGAN FOTOTERAPI GANDA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Maret 2011
Tanggal lulus :
Telah diuji pada tanggal:
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) ………
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir
pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU
/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak
di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta , SpA(K), dan dr.
Supriatmo, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
2. dr. Emil Azlin, SpA, dr. Pertin Sianturi, SpA, dr. Bugis Mardina Lubis, SpA, dr.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dr. Hj.
Melda Deliana, SpA (K) dan Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
Spesialis Anak FK-USU sebelumnya Prof dr. H. Munar Lubis, SpA (K), yang
telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP
H. Adam Malik Medan Prof dr. H. Munar Lubis, SpA (K), dan Ketua
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H.
Adam Malik Medan sebelumnya dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), yang telah
memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP
H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan
sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syahril pasaribu, DTM&H,
M.Sc(CTM), Sp.A(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya
Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dan Dekan FK-USU yang
telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter
Spesialis Anak di FK-USU
7. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah
memberi sarana pendidikan selama ini
8. Seluruh perawat di bagian Perinatologi RSUP H. Adam Malik dan RS Dr.
Pirngadi Medan yang ikut membantu penelitian ini sehingga dapat terlaksana
9. Teman-teman sejawat yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah
membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis
ini, Nanda Susanti Milyana, Ari Kurniasih, Winra Pratita. Terima kasih untuk
kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis
ini.
Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orang tua saya dr. Wirsal
Hasan, MPH dan dr. Hj. Sundari Syarif atas pengertian serta dukungan yang sangat
besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya dan memberikan bantuan moril
dan materil. Begitu juga suami saya Fauzan Rahman, ST, MSc yang selalu
mendo’akan dan memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga
budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Medan,
3.9. Identifikasi Variabel 20
3.10. Definisi Operasional 20
3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 21
BAB 4. HASIL 22
BAB 5. PEMBAHASAN 27
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 39
1. Lembar Penjelasan Mengikuti Penelitian
2. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
3. Lembar Kuesioner Penelitian
4. Lembar Persetujuan Komite Etik
5. Data Pengamatan Fototerapi
6. Riwayat Hidup
7. Radiometer merk dale 40
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP) untuk
penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan
cukup bulan 8
Tabel 2.2. Rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP) untuk
penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus prematur (sehat
& sakit) 8
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 23
Tabel 4.2. Distribusi rata-rata kadar bilirubin serum pada fototerapi
tunggal dan fototerapi ganda 24
Tabel 4.3. Penurunan kadar bilirubin serum selama fototerapi dan
setelah fototerapi dihentikan selama 24 jam 25
Tabel 4.4. Jumlah responden yang mengalami peningkatan kembali
Kadar bilirubin serum setelah 24 jam fototerapi dihentikan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Metabolisme bilirubin 6
Gambar 2.2. Mekanisme Fototerapi 7
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian 13
Gambar 4.1. Alur Penelitian 25
Fototerapi Ganda lampiran 7
Radiometer merk Dale 40 lampiran 8
DAFTAR SINGKATAN
AAP : American Academy of Pediatrics
ASI : Air Susu Ibu
cm : Centimeter
cm2 : Centimeter bujur sangkar
DAFTAR LAMBANG
α : Kesalahan tipe I
β : Kesalahan tipe II
n : Jumlah subjek/sampel
n1 : Jumlah sampel kelompok A
n2 : Jumlah sampel kelompok B
X1-X2 : Perbedaaan kadar bilirubin yang diinginkan
z α : Deviat baku normal untuk α
z β : Deviat baku normal untuk β
Sd : Standar deviasi
> : Lebih besar dari
≥ : Lebih besar sama dengan
< : Lebih kecil dari
ABSTRAK
Latar belakang: Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Fototerapi merupakan terapi standar yang digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada neonatus. Fototerapi intensif dapat menurunkan kadar bilirubin serum lebih cepat dibandingkan fototerapi standar, kemungkinan yang lebih besar
terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum (rebound) dapat saja
terjadi.
Tujuan: Untuk mengetahui kejadian peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dan fototerapi ganda dihentikan dan untuk membandingkan nilai peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dan fototerapi ganda
Metode: Uji klinis terbuka, dilakukan di RS.H.Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010 terhadap 81 neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan yang menderita hyperbilirubinemia indirek. Dilakukan pemeriksaan dan pemantauan kadar bilirubin total awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi dihentikan.
Peningkatan kembali kadar bilirubin serum atau rebound adalah peningkatan
kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihentikan.
Hasil: Dari hasil pemantauan 24 jam setelah fototerapi tunggal dihentikan, Dijumpai 1 neonatus (2.7%) yang memiliki peningkatan kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihentikan. Dan pada kelompok fototerapi ganda dijumpai 4 neonatus (10.8%) yang memiliki peningkatan kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi. Dengan menggunakan uji fisher exact tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum pada kedua kelompok
Kesimpulan: Peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dan ganda dapat saja terjadi pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan peningkatan produksi bilirubin yang terus berlangsung. Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal maupun fototerapi ganda
ABSTRACT
Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common clinical phenomenon found in newborns. Phototherapy is standart treatment for lowering bilirubin levels in neonates. Intensive phototherapy produces a more rapid decline in the bilirubin serum levels than standard phototherapy, it is possible a greater rebound might occur.
Objectives: To determine the outcome of post-phototherapy rebound after single and double phototherapy are discontinued, and to establish the comparison between post-phototherapy bilirubin rebound after single phototherapy and double phototherapy.
Methods: An open randomized controlled trial was conducted at H. Adam Malik hospital and Dr. Pirngadi hospital Medan in August 2009 until January 2010 and was performed on 81 neonates with indirect hyperbilirubinemia. Measurement and observation of plasma total bilirubin level were conducted within 12 hours and after 24 hours after phototherapy is discontinued. Rebound bilirubin serum level is the increment of bilirubin serum level of about 1 – 2 mg/dL after the phototherapy is discontinued
Results: Based on 24 hour observation after single phototherapy is discontinued, it is found that 1 neonate (2.7%) has billirubin serum level increase of about 1 – 2 mg/dL after phototherapy is discontinued. On the other hand, observation for double phototherapy group shows that 4 neonates (10.8%) have billirubin serum level increase of about 1 – 2 mg/dL after phototherapy is discontinued. Fisher Exact Test did not reveal any
significant difference to rebound bilirubin serum levels in both groups (P =
0.358)
Conclusions: Rebound bilirubin serum levels after single and double phototherapy may occur in some cases associated with increased bilirubin production that keep on going. There were no significant differences of
rebound bilirubin serum levels found after single or double phototherapy.
ABSTRAK
Latar belakang: Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Fototerapi merupakan terapi standar yang digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada neonatus. Fototerapi intensif dapat menurunkan kadar bilirubin serum lebih cepat dibandingkan fototerapi standar, kemungkinan yang lebih besar
terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum (rebound) dapat saja
terjadi.
Tujuan: Untuk mengetahui kejadian peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dan fototerapi ganda dihentikan dan untuk membandingkan nilai peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dan fototerapi ganda
Metode: Uji klinis terbuka, dilakukan di RS.H.Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010 terhadap 81 neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan yang menderita hyperbilirubinemia indirek. Dilakukan pemeriksaan dan pemantauan kadar bilirubin total awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi dihentikan.
Peningkatan kembali kadar bilirubin serum atau rebound adalah peningkatan
kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihentikan.
Hasil: Dari hasil pemantauan 24 jam setelah fototerapi tunggal dihentikan, Dijumpai 1 neonatus (2.7%) yang memiliki peningkatan kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihentikan. Dan pada kelompok fototerapi ganda dijumpai 4 neonatus (10.8%) yang memiliki peningkatan kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi. Dengan menggunakan uji fisher exact tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum pada kedua kelompok
Kesimpulan: Peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dan ganda dapat saja terjadi pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan peningkatan produksi bilirubin yang terus berlangsung. Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal maupun fototerapi ganda
ABSTRACT
Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common clinical phenomenon found in newborns. Phototherapy is standart treatment for lowering bilirubin levels in neonates. Intensive phototherapy produces a more rapid decline in the bilirubin serum levels than standard phototherapy, it is possible a greater rebound might occur.
Objectives: To determine the outcome of post-phototherapy rebound after single and double phototherapy are discontinued, and to establish the comparison between post-phototherapy bilirubin rebound after single phototherapy and double phototherapy.
Methods: An open randomized controlled trial was conducted at H. Adam Malik hospital and Dr. Pirngadi hospital Medan in August 2009 until January 2010 and was performed on 81 neonates with indirect hyperbilirubinemia. Measurement and observation of plasma total bilirubin level were conducted within 12 hours and after 24 hours after phototherapy is discontinued. Rebound bilirubin serum level is the increment of bilirubin serum level of about 1 – 2 mg/dL after the phototherapy is discontinued
Results: Based on 24 hour observation after single phototherapy is discontinued, it is found that 1 neonate (2.7%) has billirubin serum level increase of about 1 – 2 mg/dL after phototherapy is discontinued. On the other hand, observation for double phototherapy group shows that 4 neonates (10.8%) have billirubin serum level increase of about 1 – 2 mg/dL after phototherapy is discontinued. Fisher Exact Test did not reveal any
significant difference to rebound bilirubin serum levels in both groups (P =
0.358)
Conclusions: Rebound bilirubin serum levels after single and double phototherapy may occur in some cases associated with increased bilirubin production that keep on going. There were no significant differences of
rebound bilirubin serum levels found after single or double phototherapy.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur
bayi atau lebih dari persentil 90.1 Hiperbilirubinemia merupakan salah satu
fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.2
Peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) merupakan masalah
yang sering terjadi pada minggu pertama kehidupan.3 Lebih dari 85% bayi
cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan
disebabkan oleh keadaan ini.1 Bilirubin terbagi dua yaitu bilirubin direk dan
bilirubin indirek.4 Manifestasi klinis sering ditemukan dan tergantung pada
keadaan yang menyebabkannya, apakah yang meningkat bilirubin direk atau
indirek.5 Peningkatan bilirubin indirek (lebih dominan dibandingkan bilirubin
indirek) terjadi akibat produksi yang berlebihan, gangguan pengambilan
bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin.4
Gejala paling mudah diidentifikasi dari kedua bentuk adalah ikterus,
yang didefenisikan sebagai “kulit dan selaput lendir menjadi kuning”. Pada
neonatus yang nyata jika kadar bilirubin serum 5 sampai 7 mg/dL.2-6 Insidensi
hiperbilirubinemia ditemukan sebanyak 25% sampai 60% pada neonatus
Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya,
sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia
tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada
minggu pertama. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari
beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross sectional yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto
Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada
bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin diatas 5 mg/dL dan 29,3%
dengan kadar bilirubin diatas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.8
Hiperbilirubinemia dapat diterapi dengan tiga cara yaitu transfusi
tukar, fototerapi, dan farmakoterapi.9 Fototerapi merupakan terapi standar
untuk pengobatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia yang telah
digunakan selama empat dekade.10 Setelah fototerapi dihentikan, kadar
bilirubin sering meningkat sedikit, keadaan ini disebut rebound.11 Sejak
ditemukannya fototerapi intensif sebagai terapi hiperbilirubinemia yang dapat
menurunkan kadar bilirubin serum total lebih cepat dibandingkan fototerapi
konvensional, kemungkinan terjadinya rebound yang lebih besar dapat saja
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah, yaitu:
1.2.1. Apakah terdapat perbedaan kejadian peningkatan kembali kadar
bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dengan fototerapi ganda
1.2.2. Bagaimana perbandingan nilai peningkatan kembali kadar bilirubin
serum setelah fototerapi tunggal dengan fototerapi ganda
1.3. Hipotesis
1.3.1 Terdapat perbedaan kejadian peningkatan kembali kadar bilirubin
serum setelah fototerapi tunggal dengan fototerapi ganda
1.3.2 Terdapat perbedaan nilai peningkatan kembali kadar bilirubin serum
setelah fototerapi tunggal dengan fototerapi ganda
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.4.1 Untuk mengetahui adanya perbedaan kejadian peningkatan kembali
kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dengan fototerapi ganda
S1.4.2. Untuk mengetahui besar perbedaan nilai peningkatan kembali kadar
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Di bidang akademik/ilmiah adalah meningkatkan pengetahuan peneliti
di bidang perinatologi, khususnya dalam tatalaksana fototerapi
1.5.2. Di bidang pelayanan masyarakat adalah meningkatkan pelayanan
kesehatan neonatus
1.5.3. Di bidang pengetahuan adalah memberikan masukan terhadap bidang
perinatologi, khususnya dalam tata laksana fototerapi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metabolisme Bilirubin
Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta
ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem
retikuloendotelial.5,13-15 Bilirubin merupakan pigmen kristal berwarna jingga ikterus
yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
oksidasi reduksi. Tujuh puluh lima persen produksi bilirubin berasal dari katabolisme
hemoglobin dari eritrosit. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin,
sisanya 25% berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak
efektif pada sumsum tulang. Bayi baru lahir akan memproduksi 8 sampai 10
mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3 – 4 mg/kgBB/hari. Peningkatan
produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih
pendek (70 sampai 90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari).4,5,7,13
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat
dengan albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan
kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.4,5,7,13
Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membran plasma hepatosit,
abumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y). Bilirubin tak terkonjugasi
dikonversi ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum
endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronyl transferase
(UDPG-T).4,5,7,13
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui
feses.1-3,5 Sedangkan molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum
endoplasma untuk rekonjugasi berikutnya. Proses dimana bilirubin diserap kembali
dari saluran gastrointestinal dan dikembalikan ke dalam hati untuk dilakukan
Gambar 2.1. Metabolisme bilirubin13
2.2. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin
Keuntungan dari fototerapi pertama kali diketahui dari observasi yang dilakukan
oleh sister J Wards pada tahun 1956, yaitu seorang perawat yang bertugas di unit
bayi prematur di Rochford General Hospital Essex Jerman, dengan menggunakan
paparan sinar matahari terhadap neonatus yang kuning. Kemudian seorang residen
anak R. J Creamer melakukan penelitian terhadap bayi kuning yang diberikan
paparan sinar matahari mendapatkan penurunan kadar bilirubin. Selanjutnya
Creamer dkk membuat unit fototerapi yang terdiri dari 8 buah tabung fluorescent
biru berukuran 24 inci dan memaparkannya pada 9 neonatus. Pada akhirnya
diperoleh penurunan kadar bilirubin dan dengan demikian teknologi fototerapi
ditemukan.11,16 Fototerapi telah dievaluasi dalam sejumlah penelitian sejak tahun
1960 sampai awal 1990.17
Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan
umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus
kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi AmericanAcademy of Pediatrics (AAP)
Tabel 1. Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup
bulan berdasarkan American Academy of Pediatrcs (AAP)13
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL[µmol/L])
Intensif Gagal Intensif
25 – 48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)
49 - 72 ≥ 15 (260) ≥ 18 (310) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
>72 ≥ 17 (290) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
Tabel 2. Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan
bayi baru lahir relatif sehat 13
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL)
Sehat Sakit
Berat Badan Fototerapi Transfusi Tukar Fototerapi Transfusi Tukar
Kurang bulan
< 1000 g 5 – 7 Bervariasi 4 – 6 Bervariasi
1001 – 1500 7 – 10 Bervariasi 6 – 8 Bervariasi
1501 – 2000 10 – 12 Bervariasi 8 – 10 Bervariasi
2001 – 2500 12 – 15 Bervariasi 10 – 12
Cukup bulan
> 2500 g 15 – 18 20 – 25 12 – 15 18 – 20
Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan konsentrasi dari bilirubin yang
bersirkulasi ataupun untuk mencegah peningkatannya. Fototerapi bekerja dengan
mengkonfersinya menjadi molekul – molekul yang dapat diekskresikan melalui
empedu atau urin.8,17
Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya
bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan plasma melalui empedu. 8,17-20
Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar
pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya
menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin.8 Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung dapat diekskresikan melalui
empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin. 8,17-20
2.3. Efektivitas fototerapi
Efektivitas fototerapi tergantung pada intensitas sinar yang dihasilkan sumber
cahaya.Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat
permukaan tubuh yang terpapar (µW/cm2/nm).Fototerapi standarharus memberikan
intensitas sinar 8 sampai 10 µW/cm2/nm dan panjang gelombang 430 sampai 490
nm. AAP mendefinisikan fototerapi intensif sebagai fototerapi yang menghasilkan
intensitas sinar sedikitnya 30 sampai 40 µW/cm2/nm dan panjang gelombang yang
dapat mencakup seluruh permukaan tubuh neonatus.17
Dan sejak tahun 2004 AAP merekomendasikan fototerapi intensif sebagai
terapi hiperbilirubinemia pada neonatus.21 Faktor faktor yang mempengaruhi
Intensitas sinar adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan,
desain fototerapi, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus
yang disinari. 9,11,16,17
Efek samping dari fototerapi antara lain adalah ketidakstabilan suhu tubuh,
peningkatan peristaltik usus, diare, berkurangnya interaksi ibu dengan bayi, dan
2.4. Fototerapi Ganda
AAP mendefinisikan fototerapi intensif sebagai fototerapi yang mengunakan
intensitas sinar sedikitnya 30 µW/cm2/nm sampai 40 µW/cm2/nm dan panjang
gelombang yang dapat mencakup seluruh permukaan tubuh neonatus.17 Intensitas
sinar dapat ditingkatkan dengan pemberian fototerapi ganda atau double
fototerapi.11,23 Hal ini dapat dicapai dengan meletakkan sumber sinar di atas dan di bawah neonatus. Penggunaan fototerapi intensif dapat menurunkan kadar bilirubin
30% sampai 40 % atau bilirubin serum total 1 sampai 2 mg/dL dalam waktu 4
sampai 6 jam.17
2.5. Peningkatan Kembali Kadar Bilirubin
Fototerapi digunakan di seluruh dunia sebagai terapi jaundice pada neonatus. Kebutuhan dilakukannya transfusi tukar menurun secara signifikan sejak
ditemukannya fototerapi. Fototerapi merupakan metode yang efektif, noninvasif,
mudah digunakan, dan tidak mahal. Namun demikian penambahan waktu fototerapi
tidak disarankan karena memiliki efek samping jangka pendek dan jangka panjang.
Selain itu dapat menimbulkan lamanya waktu perawatan dan memberikan pengaruh
negatif terhadap interaksi ibu dan bayi, disaat yang sama fototerapi yang dihentikan
terlalu cepat dapat menyebabkan kadar bilirubin meningkat ke level yang tidak dapat
Tidak ada standar untuk penghentian fototerapi. Kadar bilirubin serum total
untuk dihentikannya fototerapi tergantung dari usia kapan fototerapi dimulai dan
tergantung dari penyebab hiperbilirubinemia. Untuk neonatus yang dirawat kembali
setelah perawatan kelahiran di rumah sakit, fototerapi dapat dihentikan bila kadar
bilirubin di bawah 13 – 14 mg/dL.25 Pada neonatus yang mendapat fototerapi
intensif, bila kadar bilirubin kurang dari 13 – 14 mg/dL fototerapi dihentikan.13
Merupakan hal yang sudah sangat dipercaya secara luas bahwa
penghentian fototerapi berhubungan dengan rebound hiperbilirubinemia.10 Rebound
hiperbilirubinemia biasanya menunjukkan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari
1 – 2 mg/dL, walaupun demikian kejadian rebound setelah fototerapi dihentikan signifikan secara klinis dapat terjadi.11 Penundaan pemulangan neonatus tidak perlu
dilakukan untuk mengetahui kejadian rebound.25 Sejak ditemukannya fototerapi intensif sebagai terapi hiperbilirubinemia yang dapat menurunkan kadar bilirubin
serum total lebih cepat dibandingkan fototerapi konvensional, kemungkinan
2.6. Kerangka Konseptual
Hiperbilirubinemia indirek Jenis sinar
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan uji klinis acak secara terbuka untuk mengetahui insiden
peningkatan kembali kadar bilirubin setelah fototerapi tunggal dan fototerapi ganda,
dan untuk membandingkan nilai peningkatan kadar bilirubin setelah fototerapi
tunggal dengan fototerapi ganda.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di unit Perinatologi RS. H. Adam Malik Medan dan RS.Dr.
Pirngadi Medan.Waktu penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, mulai Agustus 2009
– Januari 2010
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan yang
mengalami hiperbilirubinemia indirek. Populasi terjangkau adalah populasi target
yang dirawat inap di unit Perinatologi RS. H. Adam Malik Medan dan RS.Dr.
Pirngadi Medan selama Agustus 2009 – Januari 2010. Sampel adalah populasi
3.4.Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus data numerik untuk 2 proporsi yang
berbeda:
2 ( Z α + Z β)S) n = n = 2 1 2 ( X 1 – X2 )
n = sampel
Zα = nilai baku normal dari variabel z yang besarnya tergantung pada nilai α
yang ditentukan. Untuk α = 0,05 Æ Zα = 1,96
Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β
yang ditentukan. Untuk β = 0,10 Æ Zβ = 1,282
Sd = simpangan baku bilirubin pada kelompok intervensi = 2
X1-x2 = perbedaan kadar bilirubin yang diinginkan = 1,5
2
n1= n2 = 2 (1,96 + 1,282) 2
1,5
2
n1= n2 = 2 3,242 x 2 = 37
Maka diperoleh jumlah sample untuk masing-masing kelompok adalah 37 bayi
si dan Eksklusi
- Neonatus yang menderita hiperbilirubinemia indirek sesuai dengan kriteria
secara tertulis
- Neonatus dengan anomali kongenital multipel
- Neonatus yang menderita penyakit hemolitik
- Neonatus dengan kadar bilirubin indikasi dilakukan transfusi tukar 1,5
dengan cara consecutive sampling
3.5. Kriteria Inklu
Kriteria inklusi:
American Academy of Pediatrics
- Mendapat izin orang tua
Kriteria Eksklusi
- Neonatus yang menderita hiperbilirubinemia direk
Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan
penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian fototerapi pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia indirek dan pemeriksaan kadar bilirubin. Formulir penjelasan
terlampir dalam usulan penelitian ini.
3.7. Etika Penelitian
jui oleh komite etik dari Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
arah kapiler sebanyak 5 cc pada awal penelitian
merk
Toshiba 20WT52) posisi paralel dengan panjang gelombang 452 sampai 475
nm, dengan jarak antara sumber cahaya dengan basinet adalah 40 cm Penelitian ini disetu
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
1. Sampel secara klinis terlihat ikterik dan sesuai dengan kriteria inklusi, dilakukan
pemeriksaan darah rutin, bilirubin total, direk, indirek, kultur darah, uji coombs , dan albumin yang diambil dari d
2. Sampel dibagi 2 kelompok dengan cara randomisasi sederhana dengan
menggunakan amplop tertutup
3. Fototerapi dilakukan apabila kadar serum bilirubin total pada neonatus sesuai
dengan kriteria American Academy of Pediatrics
4. Kelompok A adalah sampel yang mendapat fototerapi tunggal, menggunakan
5. Kelompok B adalah sampel yang mendapat fototerapi ganda dimana unit
fototerapi dan panjang gelombang sama dengan kelompok A, fototerapi
diletakkan 40 cm di atas basinet dan 10 cm di bawah basinet bayi
6. Pemeriksaan kadar bilirubin serum dilakukan setelah 12 jam fototerapi, 24
jam fototerapi, dan setelah 24 jam fototerapi dihentikan dengan
menggunakan alat Cobas 6000 dan Integra 400
7. Pemeriksaan intensitas sinar dengan menggunakan radiometer merk Dale 40
dilakukan diawal fototerapi, 12 jam fototerapi , 24 jam fototerapi
8. Sampel pada kelompok A dan kelompok B diberi penambahan cairan
sebanyak 10% dari total kebutuhan cairannya secara oral atau intravena
9. Selama mendapat fototerapi sampel diberi penutup mata dengan lapisan
pelindung mata, diperiksa temperatur dan tanda-tanda dehidrasi secara
berkala
10. Fototerapi dihentikan bila kadar bilirubin sudah mencapai normal sesuai dengan
kriteria American Academy of Pediatrics, atau apabila ditemukan gejala efek samping dari fototerapi seperti dehidrasi, hipertermia, kelainan kulit, letargi, dan
11. Alur Kerja
Populasi terjangkau
Fototerapi Tunggal Fototerapi Ganda
Kriteria inklusi
Randomisasi Keluar dari
penelitian Kriteria esklusi
Penurunan kadar bilirubin serum
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Fototerapi tunggal nominal dikotom
Fototerapi ganda nominal dikotom
Variabel tergantung Skala
Kadar bilirubin numerik
Intensitas sinar numerik
3.10. Definisi Operasional
3.10.1. Hiperbilirubinemia pada neonatus adalah peningkatan kadar bilirubin serum
sesuai kriteriaAmerican Academy of Pediatrics.13
3.10.2. Fototerapi tunggal adalah terapi sinar standar dengan menggunakan satu
unit fototerapi, intensitas sinar 8 sampai 10 µW/cm2/nm, panjang gelombang 430
sampai 490 nm.17
3.10.3. Fototerapi ganda adalah terapi sinar intensif dengan menggunakan dua unit
fototerapi yang yang diletakkan di atas dan dibawah neonatus, intensitas sinar ≥ 30
µW/cm2/nm.17
3.10.5. Peningkatan kembali kadar bilirubin serum atau rebound adalah peningkatan kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihentikan.11
3.10.6. Radiometer adalah alat untuk mengukur intensitas sinar fototerapi.
3.11. Analisa Data
Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan
program komputer SPSS for windows 14.0. Untuk melihat perbedaan kadar bilirubin serum sebelum fototerapi, 12 jam fototerapi, 24 jam fototerapi, dan 24 jam setelah
fototerapi dihentikan digunakan uji t-independen.Untuk melihat adanya perbedaan
peningkatan kadar bilirubin setelah fototerapi dihentikan memakai fisher exact test.
BAB 4. HASIL
Dari kedua lokasi peneitian, diperoleh 83 neonatus yang menderita
hiperbilirubinemia, dua neonatus dieksklusikan karena kelainan kongenital
multipel dan hiperbilirubinemia direk dan akhirnya diperoleh 81 neonatus
yang memenuhi kriteria inklusi untuk kemudian dilakukan tindakan
pengacakan (randomisasi) dimana didapatkan 41 neonatus mendapat
fototerapi tunggal dan 40 neonatus mendapat fototerapi ganda.
(Gambar 4. 1)
Distribusi dan karakteristik sampel pada kedua kelompok terlihat pada
Tabel 4.1. Besar sampel pada kedua kelompok masing masing adalah
sebanyak 41 neonatus yang mendapat fototerapi tunggal dan 40 neonatus
yang mendapat fotototerapi ganda dengan karakteristik yang tidak jauh
berbeda yaitu berupa jenis kelamin, usia pada saat dilakukan fototerapi, usia
gestasi, berat badan, temperatur, albumin, hematokrit, serta kadar
hemoglobin di kedua kelompok
Tabel 4. 1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Fototerapi Tunggal
Usia saat difototerapi (hari)* 4.61 (1.38) 4.60 (1.22)
Pemberian minum peroral
Berat Badan (gram)* 2720.73 (228.30) 2657.75 (193.38)
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin serum pada
saat 12 jam, 24 jam pada saat fototerapi dilakukan dan setelah 24 jam
fototerapi dihentikan.
Tabel 4. 2. Distribusi rata-rata kadar bilirubin serum pada fototerapi tunggal dan fototerapi ganda
Dari hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum awal sebelum dilakukan
fototerapi terlihat kadar bilirubin serum secara statistik tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna (17.88 ± 1.80 mg/dL dan 17.46 ± 1.44 mg/dL, P =
0.2241). Dari seluruh pengamatan menunjukkan terjadi penurunan kadar
bilirubin serum yang bermakna pada kelompok neonatus yang mendapat
fototerapi tunggal maupun ganda (p < 0.05).
Penurunan kadar bilirubin serum pada tiap-tiap waktu pengamatan
terlihat pada Tabel 4. 3. Terdapat perbedaan bermakna penurunan kadar
Tabel 4.3. Penurunan kadar bilirubin serum selama fototerapi dan setelah
24 jam fototerapi dihentikan
Variabel Fototerapi setelah 24 jam fototerapi dihentikan (md/dL)
5.90 (1.87) 12.79 (4.14) 5.404 ; 8.380 0.0001
*nilai berupa mean (SD)
Penurunan kadar bilirubin serum lebih besar terdapat pada kelompok
neonatus yang mendapat fototerapi ganda untuk pengamatan 12 jam, 24
jam, dan 24 jam setelah fototerapi dihentikan dengan perbedaan yang
signifikan (p = 0.0001). Besarnya nilai penurunan kadar bilirubin serum
sebelum pemberian fototerapi sampai setelah 24 jam fototerapi dihentikan
adalah 5.90 ± 1.87 mg/dL untuk kelompok yang mendapat fototerapi tunggal
dan 12.79 ± 4.14 mg/dL pada kelompok fototerapi ganda.
Meskipun dari nilai rata-rata diperoleh bahwa terjadi penurunan kadar
bilirubin serum setelah penghentian fototerapi selama 24 jam namun
demikian masih dijumpai peningkatan kembali kadar bilirubin serum sebesar
Tabel 4.4. Jumlah responden yang mengalami peningkatan kembali kadar
bilirubin serum setelah 24 jam fototerapi dihentikan
Variabel Fototerapi Tunggal*
Fototerapi Ganda*
P
Rebound 1 (2.4) 4 (10) 0.358
Tidak rebound 40 (97.6) 36(90)
* n (%)
Dari hasil pemantauan 24 jam setelah fototerapi tunggal dihentikan, dijumpai
1 neonatus (2.7%) yang memiliki peningkatan kadar bilirubin serum 1 – 2
mg/dL setelah fototerapi dihentikan. Dan pada kelompok fototerapi ganda
dijumpai 4 neonatus (10.8%) yang memiliki peningkatan kadar bilirubin serum
1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihentikan. Dari tabel 4.4. diketahui bahwa
dengan menggunakan uji fisher exact tidak ditemukan adanya perbedaan
yang signifikan terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum atau
BAB 5. PEMBAHASAN
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir.2 Peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) merupakan masalah yang sering terjadi pada minggu
pertama kehidupan.3 Pada penelitian ini data karakteristik awal neonatus
kedua kelompok hampir memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda (Tabel
4.1). Rata–rata usia neonatus mulai dilakukan fototerapi adalah minggu
pertama kehidupan. Hal ini berkaitan dengan kejadian ikterus fisiologis yang
merupakan masalah yang sering pada bayi kurang bulan maupun cukup
bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekwensinya pada bayi
cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut 25% sampai 60% dan 80%.4-7
Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan konsentrasi dari bilirubin
yang bersirkulasi ataupun untuk mencegah peningkatannya.8,17 Fototerapi
diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada
neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang
bulan, sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP).13
Pada penelitian ini dijumpai perbedaan yang signifikan antara kadar bilirubin
serum awal, kadar bilirubin 12 jam, kadar bilirubin serum 24 jam dan kadar
bilirubin serum 24 jam setelah fototerapi dihentikan pada kedua kelompok (P
menunjukkan adanya kecenderungan kadar bilirubin serum yang semakin
menurun dibandingkan dengan hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum awal
(tabel 4.2).
Efektivitas fototerapi tergantung pada intensitas sinar yang dihasilkan
sumber cahaya. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per
sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan
menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka
semakin cepat penurunan kadar bilirubun serum.11,26,27 Intensitas sinar
ditentukan sebagai µW/cm2/nm. Intensitas sinar diukur dengan
menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28 Pada penelitian ini
digunakan alat radiometer merk Dale 40, pengukuran intensitas sinar
dilakukan pada awal fototerapi, 12 jam dan 24 jam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas sinar adalah jenis sinar,
panjang gelombang sinar yang digunakan, desain fototerapi, jarak sinar ke
neonatus dan luas permukaan tubuh yang disinari.9,11,16 Sinar yang
digunakan pada fototerapi adalah sinar tampak yang merupakan suatu
gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi
menurut frekwensi dan panjang gelombang yang menghasilkan spektrum
elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah,
orenye, kuning, hijau, biru, dan ungu yang masing – masing memiliki panjang
rentang panjang gelombang 400 sampai 500 nm, dengan puncak absorpsi
antara 450 sampai 460 nm. Panjang gelombang sinar yang paling efektif
untuk menyerap bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425
sampai 475 nm.9,16,27 Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara
sinar dan permukaan tubuh.29
Penelitian di Iran terhadap neonatus dengan hiperbilirubinemia indirek
yang menggunakan sinar biru dengan jarak sumber sinar ke neonatus 20 cm
dan 40 cm, mendapatkan penurunan kadar bilirubin serum yang lebih
signifikan pada kelompok neonatus dengan jarak sumber sinar ke neonatus
20 cm dibandingkan 40 cm.30
Penelitian di Kalifornia mendapatkan dengan menggunakan sinar biru,
jarak terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah 10 cm dengan
penurunan kadar bilirubin sekitar 58%, sedangkan dengan jarak 30 cm
diperoleh penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan dengan jarak 50 cm
diperoleh penurunan kadar bilirubin sekitar 13%. AAP merekomendasikan
jarak terbaik pada saat fototerapi adalah 10 cm kecuali jika menggunakan
sinar halogen.25,28,31,32
Intensitas sinar dapat ditingkatkan dengan pemberian fototerapi ganda
atau double phototherapy.11,23 Hal ini dapat dicapai dengan meletakkan
dapat menurunkan kadar bilirubin 30% sampai 40 % atau bilirubin serum
total 1 sampai 2 mg/dL dalam waktu 4 sampai 6 jam.17
Penelitian yang dilakukan oleh Sarici dkk pada neonatus cukup bulan
dengan hiperbilirubinemia indirek dengan menggunakan dua metode
fototerapi yaitu fototerapi tunggal dengan sinar biru dan jarak sumber sinar
30 cm dan fototerapi ganda yaitu fototerapi tunggal ditambah dengan
fiberoptic mendapatkan pada kelompok fototerapi ganda penurunan kadar bilirubin yang lebih cepat dan efektif sehubungan dengan tingginya intensitas
cahaya dan luas permukaan tubuh yang terpapar dibandingkan fototerapi
tunggal.33
Penelitian lain di Bangkok terhadap 60 neonatus cukup bulan dengan
hiperbilirubinemia indirek yang menggunakan sinar biru dengan intensitas
sinar 32.7 ± 1.7 µW/cm2/nm dan jarak sumber sinar 30 cm diatas neonatus
pada kelompok fototerapi tunggal, dan fototerapi ganda dengan
menggunakan sinar biru dengan intensitas sinar 33.7 ± 1.6 µW/cm2/nm jarak
sumber sinar 30 cm diatas neonatus dan 25 cm dibawah neonatus
didapatkan fototerapi ganda secara signifikan lebih efektif menurunkan kadar
bilirubin serum dibandingkan fototerapi tunggal.21
Penelitian lain di Brasil terhadap neonatus cukup bulan dengan
hiperbilirubinemia indirek yang menggunakan sinar biru dengan intensitas
intensitas sinar 11.7 ± 0.72 µW/cm2/nm pada fototerapi ganda mendapatkan
fototerapi ganda tidak lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin serum
dibandingkan fototarapi tunggal. Fototerapi ganda mungkin lebih efektif
dibandingkan dengan fototerapi tunggal pada neonatus dengan kadar
bilirubin yang lebih tinggi pada saat masuk rumah sakit.34
Pada penelitian ini pada kelompok fototerapi tunggal menggunakan
sinar biru (merk Toshiba 20WT52) dengan intensitas sinar sebesar 8.05 ±
1.09 µW/cm2/nm sampai 8.63 ± 4.88 µW/cm2/nm, jarak antara sumber sinar
ke neonatus 40 cm diatas basinet neonatus dan pada kelompok fototerapi
ganda menggunakan sinar biru dengan intensitas sinar sebesar 29.15 ± 0.66
µW/cm2/nm sampai 29.30 ± 0.82 µW/cm2/nm, jarak antara sumber sinar ke
neonatus 40 cm diatas basinet neonatus dan 10 cm dibawah basinet. Dari
seluruh pengamatan menunjukkan terjadi penurunan kadar bilirubin serum
yang lebih besar pada kelompok neonatus yang mendapat fototerapi ganda
dibandingkan fototerapi tunggal untuk tiap-tiap waktu pengamatan dengan
perbedaan yang signifikan (tabel 4.3)
Neonatus yang dirawat dengan kadar bilirubin yang tinggi juga
mengalami dehidrasi ringan dan mungkin membutuhkan tambahan asupan
cairan untuk memperbaiki keadaan dehidrasi.35 Peningkatan aliran darah ke
perifer dapat meningkatkan kehilangan cairan dan dapat mengubah
seperti rash, kulit kehitaman, terbakar dapat disebabkan oleh pemaparan
yang berlebihan dari emisi gelombang sinar fluorescent.35
Pemantauan terhadap suhu tubuh dan pemberian cairan dilakukan
secara ketat. Motivasi ibu untuk menyusui dengan ASI ad libitum, paling
kurang setiap 3 jam. Bila neonatus menerima cairan intravena atau ASI yang
telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10%
volume total per hari. Suhu tubuh neonatus diukur setiap 3 jam. Bila suhu
tubuh neonatus lebih dari 37,5°C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk
sementara neonatus dipindahkan dari unit fototerapi sampai suhu tubuh
antara 36,5°C - 37,5°C.36 Selama penelitian ini efek samping berupa
hipertermi (T>37.5ºC) kami dapati sebanyak 3 neonatus (0.07%) pada
fototerapi tunggal dan 5 neonatus (0.1%) neonatus pada fototerapi ganda.
Merupakan hal yang sudah sangat dipercaya secara luas bahwa
penghentian fototerapi berhubungan dengan rebound hiperbilirubinemia.10
Rebound hiperbilirubinemia biasanya menunjukkan peningkatan kadar
bilirubin tidak lebih dari 1 – 2 mg/dL, walaupun demikian kejadian rebound
setelah fototerapi dihentikan signifikan secara klinis dapat terjadi.11
Neonatus yang secara signifikan memiliki resiko rebound setelah fototerapi
dihentikan, yang memerlukan pemantauan diantaranya adalah neonatus
kurang bulan, neonatus yang memiliki penyakit hemolitik, dan neonatus yang
bilirubin yang diperoleh 24 jam setelah penghentian fototerapi dapat
mendeteksi kejadian rebound hiperbilirubinemia.11,16 Pada neonatus dengan
usia gestasi dibawah 37 minggu hal ini disebabkan oleh karena imaturitas
dari hati yang dapat menyebabkan gangguan konyugasi dan ekskresi
bilirubin.5
Beberapa penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan
kadar bilirubin setelah fototerapi telah dilakukan. Penelitian retrospektif di
Houston Texas tahun 1995 – 1996 terhadap 264 neonatus yang menderita
hiperbilirubinemia dengan tujuan untuk menentukan ada tidaknya kejadian
rebound setelah fototerapi dihentikan mendapatkan kejadian rebound lebih
rendah pada neonatus dengan berat badan > 1800 gram (hasil uji coombs
positif ataupun negatif). Dengan nilai rebound - 0,7 ± 1,5 mg/dL pada
neonatus dengan berat badan > 1800 gram, dan 0,3 ± 1,4 mg/dL pada
neonatus dengan berat badan 1000 – 1799 gram. Tidak dijumpai perbedaan
yang signifikan secara statistik pada neonatus dengan berat badan yang
lebih rendah apapun hasil dari uji coombsnya. Jarak antara waktu
dihentikannya fototerapi dengan pemeriksaan rebound pada penelitian ini
adalah 17 ± 6 jam. Pada penelitian ini neonatus sehat yang telah
mendapatkan fototerapi oleh karena hiperbilirubinemia tidak diperlukan tindak
Penelitianretrospektif lain di Saudi Arabia tahun 1999 - 2001terhadap
301 neonatus cukup bulan dengan tujuan untuk mengetahui kejadian
rebound setelah 24 jam fototerapi dihentikan mendapatkan kejadian rebound
setelah fototerapi dihentikan hanya sedikit terjadi pada neonatus sehat cukup
bulan. Nilai rebound – 4 ± 8 µmol/L, dengan Jarak antara waktu
dihentikannya fototerapi dengan pemeriksaan rebound pada penelitian ini
adalah 8,3 ± 5,3 jam. Pada penelitian ini pemeriksaan kadar bilirubin serum
setelah fototerapi dihentikan pada neonatus cukup bulan tidak diperlukan
karena hanya menambah pengeluaran, lamanya rawatan.24
Penelitian di Israel pada tahun 2002 terhadap 226 neonatus cukup
bulan dan hampir cukup bulan yang mendapat fototerapi dengan tujuan untuk
mengetahui kejadian rebound setelah fototerapi dihentikan mendapatkan rata
– rata kadar bilirubin serum total setelah fototerapi dihentikan sebesar 298
µmol/L, kejadian rebound secara klinis dapat terjadi terutama pada neonatus
kurang bulan, uji coombs positif dan neonatus berusia ≤72 jam, hal ini
menyebabkan pentingnya pemantauan setelah fototerapi dihentikan. Pada
penelitian ini rebound didefinisikan jika kadar bilirubin serum total setelah
fototerapi dihentikan ≥ 256 µmol/L.38
Sejak ditemukannya fototerapi intensif sebagai terapi
hiperbilirubinemia yang dapat menurunkan kadar bilirubin serum total lebih
yang lebih besar dapat saja terjadi.12 Fototerapi intensif pada neonatus
hiperbilirubinemia dapat menurunkan kadar bilirubin serum dengan cepat
dibawah ambang batas terapi. Walaupun demikian proses perubahan yang
mendasari produksi dan ekskresi dari bilirubin masih tetap berlangsung dan
dapat menyebabkan rebound setelah fototerapi dihentikan.39
Penelitian retrospektif di Amerika tahun 1996 – 1998 terhadap 158
neonatus cukup bulan dan neonatus hampir cukup bulan yang bertujuan
untuk mengetahui kejadian rebound setelah fototerapi intensif dihentikan dan
untuk membandingkan rebound pada neonatus yang mendapat fototerapi
selama rawatan setelah kelahiran dibandingkan bayi yang sudah pulang
kemudian datang kembali untuk fototerapi, didapatkan nilai rebound pada
neonatus yang mendapat fototerapi selama rawatan setelah kelahiran
sebesar 1,3 ± 2,0 mg/dL dan pada neonatus yang datang kembali untuk
fototerapi adalah 0,27 ± 1,46 mg/dL. Perbedaan nilai rebound pada kedua
kelompok ini menggambarkan penyebab hiperbilirubinemia dan riwayat
jaundice dari neonatus. Penelitian ini menyimpulkan tidak direkomendasikan
neonatus tetap berada di rumah sakit untuk memantau kejadian rebound,
kecuali pada neonatus dengan penyakit hemolitik, dianjurkan untuk dilakukan
pemantauan kadar bilirubin setelah 24 jam neonatus tersebut pulang dari
Penelitian di India pada tahun 2008 terhadap 245 neonatus
hiperbilirubinemia dengan usia gestasi ≥ 35 minggu yang menggunakan
fototerapi intensif dengan tujuan untuk mengetahui kejadian dan besarnya
nilai rebound setelah fototerapi dihentikan mendapatkan nilai rebound setelah
fototerapi dihentikan adalah sebesar 2,3 mg/dL dan faktor – faktor resiko
yang dapat menyebabkan terjadinya rebound setelah fototerapi dihentikan
adalah neonatus dengan usia gestasi dibawah 35 minggu, berat badan
dibawah 2000 gram, dan usia dibawah 60 jam. Diperlukan pemantauan
setelah fototerapi dihentikan terhadap neonatus dengan faktor – faktor resiko
tersebut.39
Neonatus yang mendapat ASI memiliki insidensi hiperbilirubinemia
lebih tinggi, dapat menyebabkan onset yang lebih cepat dan lamanya kondisi
ini dibandingkan dengan neonatus yang mendapat susu formula. Ada
hubungan yang kuat antara neonatus yang mendapat ASI dan jaundice pada
neonatus sehat di minggu pertama kehidupan. Adams dkk mendapatkan
insidensi hiperbilirubinemia pada neonatus yang mendapat ASI lebih tinggi
(12%) dibandingkan yang mendapat susu formula (2%). Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya hiperbilirubinemia pada neonatus yang
mendapat ASI diantaranya asupan cairan yang kurang, asupan kalori yang
kurang, peningkatan penurunan berat badan, dan peningkatan sirkulasi
yang diduga dapat meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Beberapa
hipotesa menyebutkan bahwa adanya UDP glucoronyiltransferase inhibitor,
beta-glucoronidase, dan faktor – faktor lain yang belum dapat diidentifikasi
dapat menghambat ekskresi bilirubin.7,40-42 Sebuah penelitian di Turki pada
tahun 2004 - 2005 terhadap 53 neonatus cukup bulan dengan non hemolitik
hiperbilirubinemia dengan tujuan untuk membandingkan efektivitas fototerapi
pada neonatus yang mendapat ASI dibandingkan dengan neonatus yang
mendapat ASI dan PASI serta kejadian rebound setelah fototerapi dihentikan
mendapatkan rata – rata penurunan konsentrasi bilirubin pada neonatus yang
mendapat ASI secara signifikan lebih rendah dibandingkan neonatus yang
mendapatkan ASI dan PASI. Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan
diantara kedua kelompok terhadap kejadian rebound setelah fototerapi
dihentikan.40
American Academy of Pediatrics tidak merekomendasikan neonatus
tetap berada di rumah sakit untuk mengetahui kejadian rebound setelah
fototerapi dihentikan.12 Pemulangan pasien tidak perlu ditunda untuk
mengetahui ada atau tidaknya rebound.7,25 Namun pada keadaan hemolitik,
neonatus dengan berat badan lahir rendah, neonatus kurang bulan,
terjadinya rebound tidak dapat dipastikan. Karena pada keadaan hemolitik
dapat terus berlangsung, kejadian rebound ini tidak hanya tergantung dari
efektivitas fototerapi tetapi juga dari produksi bilirubin.7
Pada penelitian ini, dari hasil pemantauan 24 jam setelah fototerapi
tunggal dihentikan, dijumpai 1 neonatus (2.7%) yang memiliki peningkatan
kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihen tikan. Usia gestasi
36 – 38 minggu, kadar bilirubin serum total pada saat fototerapi dihentikan
14,95 mg/dL, dan pada saat pemeriksaan 24 jam setelah fototerapi dijumpai
peningkatan kadar bilirubin serum sebesar 1,15 mg/dL. Pada kelompok
fototerapi ganda dijumpai 4 neonatus (10.8%) yang memiliki peningkatan
kadar bilirubin serum 1 – 2 mg/dL setelah fototerapi dihentikan. Usia gestasi
rata – rata 36 – 38 minggu, rata- rata kadar bilirubin serum pada saat
fototerapi dihentikan adalah 13,4 mg/dL, dan pada saat pemeriksaan 24 jam
setelag fototerapi dihentikan dijumpai rata – rata peningkatan kadar bilirubin
serum sebesar 1,2 mg/dL. Dari tabel 4.4. diketahui bahwa dengan
menggunakan uji fisher exact tidak ditemukan adanya perbedaan yang
signifikan terhadap peningkatan kembali kadar bilirubin serum atau rebound
pada kedua kelompok (p = 0.358)
Pada penelitian ini tidak dicari penyebab terjadinya peningkatan kembali
kadar bilirubin serum setelah fototerapi dihentikan, sehingga hal ini
BAB. 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal dan
ganda dapat saja terjadi pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan
peningkatan produksi bilirubin yang terus berlangsung
6.1.2. Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kembali
kadar bilirubin serum setelah fototerapi tunggal maupun fototerapi ganda
6.2. Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang lebih besar
dan mencari penyebab peningkatan kembali kadar bilirubin serum setelah fototerapi
dihentikan.
Dari hasil penelitian ini, kami sarankan untuk melakukan pengamatan setelah
fototerapi dihentikan.
LAMPIRAN 1
Yth. Bapak / Ibu……….
Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, saya dokter…………...,
bertugas di Divisi Perinatologi Departemen Iimu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.
ADAM MALIK Medan. Saat ini Departemen Kesehatan RI merekomendasikan
pelaksanaan fototerapi intensif pada bayi yang mengalami hiperbilirubinemi indirek,
karena akan lebih cepat turun kadar bilirubin indireknya dengan menggunakan 2
fototerapi dan kemudian akan mengambil sampel darah sebanyak 2 cc pada saat
12 jam dan 24 jam, dan 24 jam setelah fototerapi dihentikan untuk melihat apakah
ada peningkatan kembali kadar bilirubin serum. Selama fototerapi dilakukan.
Adapun efek samping dari fototerapi yaitu hipertermi, dehidrasi, mencret dan
muntah, tetapi hal itu jarang terjadi.
Jika bapak/ibu bersedia maka kami mengharapkan bapak / ibu menanda
tangani lembar persetujuan setelah penjelasan tersebut diatas.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian bapak / ibu kami
LAMPIRAN 2
LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN
Saya orang tua dari :
Nama : ...
Jenis kelamin : LK / PR
Umur : ...
Alamat : ...
Telp. : ………...
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya
mengenai : ” PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMBALI KADAR BILIRUBIN
SERUM SETELAH FOTOTERAPI TUNGGAL DAN FOTOTERAPI GANDA”.
Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya adanya risiko yang mungkin
terjadi pada saat fototerapi dilakukan, sehingga saya sebagai orang tua menyatakan
setuju pelaksanaan fototerapi tersebut dilakukan pada anak saya
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih
Medan, ...2009
Yang membuat pernyataan,
Saksi :
Perawat , Pemimpin Penelitian,
LAMPIRAN 3
KUISIONER PENINGKATAN KEMBALI KADAR BILIRUBIN SERUM SETELAH FOTOTERAPI TUNGGAL DENGAN FOTOTERAPI GANDA
No urut :
RS :
Pewawancara :
Nama : By ………..
Jenis kelamin : LK / PR
Tanggal lahir : ..../…./ 2009
Alamat lengkap : ………...
Telp : …………...
Pekerjaan orangtua : ……….
Umur ibu : ...Tahun.
Berat badan ibu : ...Kg.
Tekanan darah ibu : ...mm/Hg
Jumlah paritas : Gravida...Abortus... Partus...
Usia kehamilaN : ………minggu
Riwayat ibu mendapat obat selama kehamilan : ...
Berat badan lahir : ………. Gram
Panjang badan lahir : ………. Cm
Jenis persalinan : 1. Spontan
2. SC
3. Ekstraksi vakum
Apgar skor : 1 menit : …..
5 menit : …..
Caput succedaneum : + / -
Cephalhematoma : + / -
Perdarahan : + / - Lokasi : ...
Ikterus : + / - Daerah : ...
Temperatur : …….° C
Tipe susu : 1. ASI 2. PASI
Cairan infus : 1. Dextrose 5 %
2. Dextrose 10 %
3. Dextro 5% + NaCl 0,225 %
Ikterus timbul hari ke……….
Dehidrasi ( )
Mencret ( )
LAMPIRAN 5
Data Pengamatan Fototerapi Tunggal (Jarak sumber cahaya 40 cm di atas bayi)
CRP Coombs Kultur
Total direk Total direk Total direk Total direk Awal 12 jam 24 jam 1 Syahrida 5 pr melayu 2650 38 - 40 37,2 ASI 2.8 14.6 40% 2000 120,000 20.7 0.34 20,5 0.2 17,2 0.3 12.5 0,21 positif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 6 6 2 Sariani 7 pr jawa 2900 38 - 40 36,6 ASI 2.5 12.7 33% 4000 315,000 15.8 0.33 15,8 0.34 12,8 0.33 9,2 0,44 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 6 7 3 Emi Damanik 3 pr batak 2700 38 - 40 36,8 ASI 2.5 12.8 32% 6000 280,000 16.7 0.22 16,5 0.24 14,5 0.43 12,3 0,38 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 6 6 4 Ida R 4 lk jawa 2500 36 - 38 37 ASI 2.8 15.7 35% 5500 410,000 17.7 0.25 17,5 0.33 15,5 0.67 12,8 0,31 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 6 6 5 Herlina 4 lk jawa 2500 36 - 38 37 ASI+PASI 2.7 12.9 33% 3800 380,000 18.9 0.33 19 0.35 16,4 0.41 12,5 0,15 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 7 7 6 Endang 5 pr jawa 2600 38 - 40 37,3 ASI+PASI 2.3 13.5 35% 4100 315,000 19 0.56 18,9 0.37 17.2 0.37 13,8 0,19 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 6 6 7 Santi br. Juntak 6 lk batak 2850 38 - 40 37 ASI+PASI 2.6 14.2 30% 3700 410,000 17.8 0.47 17,6 0.41 15,3 0.41 11,9 0,11 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 6 6 8 Zulaita 3 pr melayu 3200 38 - 40 36,5 ASI 2.9 12.5 36% 3800 370,000 16.5 0.27 16,3 0.32 14,8 0.32 12,7 0,48 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 7 7 9 Masita 4 lk melayu 2700 36 - 38 36,4 ASI 2.9 15.7 32% 3100 270,000 17.3 0.25 17,2 0.12 14,9 0.12 12,9 0,51 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 6 6 10 Rahayu 7 lk jawa 2600 36 - 38 37 ASI+PASI 2.8 14.7 30% 4200 250,000 18.3 0.37 18,2 0.27 16,7 0.27 13,1 0,73 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 7 7 11 Rosmawati 5 lk melayu 2550 36 - 38 36,6 ASI+PASI 2.7 14.3 33% 5200 230,000 16.6 0.43 16,5 0.18 15,2 0.18 13,8 0,32 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 7 7 12 Desi 4 pr jawa 2750 38 - 40 37,2 ASI 2.8 13.8 33% 6000 340,000 15.7 0.17 15,5 0.17 14,9 0.17 13,7 0,41 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 8 8 13 Watini 3 lk jawa 2500 36 - 38 36,5 ASI 3 13.5 32% 3500 130,000 18.6 0.23 18,6 0.13 18 0.13 13.2 0,73 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 14 Juliana 6 lk jawa 2650 38 - 40 36,3 ASI 2.9 14.7 35% 8700 270,000 17.9 0.15 18 0.53 15,3 0.53 12,4 0,28 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 8 8 15 Ratna 6 pr jawa 2700 38 - 40 36,6 ASI+PASI 3 13.8 35% 9300 199,000 18.3 0.33 18,2 0.47 16,7 0.47 13,1 0,32 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 16 Roida 5 pr batak 2800 38 - 40 36,5 ASI+PASI 2.5 15.4 33% 4500 150,000 17.3 0.18 17,5 0.23 16,8 0.31 12,5 0,55 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 17 Dhiyauli 3 lk batak 2900 36 - 38 37 ASI 2.7 14.3 40% 3700 131,000 16,5 0.73 16,6 0.54 16.5 0.37 11.5 0,34 positif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 18 Basaria 4 lk madailing 2750 36 - 38 36,8 ASI 2.8 12.7 43% 4500 310,000 17,7 0.23 17,5 0.33 16.3 0.18 11,1 0,21 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 8 8 19 Nurma 6 lk batak 2550 36 - 38 36,5 ASI 2.9 13.5 37% 5500 450,000 15.3 0.35 15 0.87 13,5 0.37 9,8 0,14 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 20 Eimi 3 lk batak 2800 38 - 40 36,5 ASI+PASI 2.7 12.5 36% 5600 210,000 18.8 0.18 18,6 0.83 16,8 0.48 8,3 0,13 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 21 Marwiah 4 pr aceh 2450 36 - 38 36,8 ASI 2.6 13.7 32% 6100 213,000 20.3 0.54 19,9 0.71 17,8 0.35 12,1 0,27 positif negatif E. coli 9 9 8 22 Elvina 7 lk jawa 2850 38 - 40 36,8 ASI 2.9 15.2 40% 7200 370,000 16.3 0.44 16,5 0.55 14.2 0.88 13,4 0,44 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 8 8 23 Roma 5 pr batak 2900 38 - 40 36,5 ASI 2.8 12.8 38% 8500 320,000 18.4 0.63 18,7 0.43 17,5 0.71 11,4 0,31 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 24 Ermawati 5 lk mandailing 2550 38 - 40 37 ASI+PASI 3 12.9 37% 9900 285,000 19.3 0.23 19,3 0.39 17.2 0.84 14,3 0,73 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 25 Nelly 4 pr mandailing 2650 38 - 40 37 ASI 2.8 14.7 33% 9800 255,000 20.2 0.17 20 0.41 18.3 0.32 12,8 0,15 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 26 Sutinah 6 lk jawa 2850 38 - 40 37 ASI 2.9 14.8 40% 8300 243,000 18.7 0.91 18,7 0.87 15.3 0.23 9,1 0,48 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 8 8 27 Ana 7 lk jawa 2500 36 - 38 37,2 ASI+PASI 3 15.5 43% 8700 241,000 17.3 0.88 17,5 0.39 15.1 0.22 9,3 0,71 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 28 Tari 7 lk jawa 2900 38 - 40 36,5 ASI 2.7 15.6 37% 5700 345,000 15.9 0.25 15,9 0.22 12.7 0.17 8,4 0,83 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 8 8 8 29 Mariance 4 pr batak 3100 38 - 40 37 ASI 2.8 14.3 40% 6300 275,000 17.3 0.59 17,4 0.16 15.1 0,15 9,8 0,14 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 30 Taruli 5 pr batak 2650 36 - 38 36,9 ASI 2.9 13.7 35% 6700 260,000 15.4 0.71 15,3 0.19 13.7 0,13 7,2 0,35 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 31 Sri Wahyuni 2 pr jawa 2550 36 - 38 36,3 PASI 1,8 11,2 37% 1200 84000 17,4 0,35 17,0 0,42 14,3 0,15 10.4 0,15 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 8 32 Ana Martini Srg 3 pr batak 2600 34 - 36 36,5 PASI 1,9 10,5 33% 1000 50000 12,8 0,48 11,2 0,15 10,5 0,28 8.3 0,02 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 33 Delima 4 lk batak 2300 36 - 38 37,0 ASI+PASI 2,9 14,3 40% 5200 350000 18,0 0,62 17,5 0,38 PAPS PAPS PAPS PAPS PAPS negatif PAPS 8 9 9 34 Yusrina 4 lk jawa 2700 38 - 40 36,8 ASI 3,5 13,0 40% 6500 300000 19,2 0,25 18,6 0,85 16,2 0,43 12,5 0,19 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 8 9 35 Artha 5 pr batak 2100 36-38 36,3 ASI 3,0 12,5 29% 2500 120000 21,0 0,45 20,4 0,26 13.8 0,15 15,95 0,15 positif negatif E. coli 9 9 8 36 Rosmala 6 pr batak 3000 38 - 40 36,8 ASI 3,2 15,5 43% 4800 315000 18,3 0,15 17,3 0,16 15,3 0,32 13,3 0,31 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 9 37 Sarah 3 lk batak 3100 38 - 40 37,0 ASI/PASI 2,9 14,7 40% 7500 425000 19,1 0,48 18,2 0,73 14,5 0,48 tdk mau priksa lab lg tdk mau priksa lab lgtdk mau priksa lab lg negatif tdk mau priksa lab lg 8 9 9 38 Rumiyat 3 pr batak 2700 36 - 38 36,4 ASI 2,3 8,4 25% 1100 90000 17,4 0,72 15,9 0,15 16,8 0,31 12.1 0,25 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 8 9 39 Grace 4 lk batak 2200 36 - 38 36,8 ASI+PASI 3,2 14,8 40% 8500 285000 16,8 0,32 14,7 0,42 PAPS PAPS PAPS PAPS PAPS negatif PAPS 8 9 8 40 Zuraidah 3 pr jawa 3100 36 - 38 36,9 PASI 3,0 15,9 44% 6000 214000 22,1 0,64 21,5 0,72 19,8 0,43 tdk mau priksa lab lg tdk mau priksa lab lgtdk mau priksa lab lg negatif tdk mau priksa lab lg 9 8 9 41 Paulin 5 lk batak 3200 38 - 40 37,0 PASI 3,3 14,6 42% 7300 425000 20,8 0,55 18,6 0,25 16,7 0,13 14,1 0,77 negatif negatif tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 9 9 8
Bilirubin 24 jam setelah fototerapi dihentikan
L Tr
Temperatur ASI/PASI Albumin Hb Ht Bilirubin 24 jam Intensitas μw/cm
2/nm
No Nama Bayi a/d Hari ke Jenis Kelamin Suku Berat Badan Usia Gestasi Bilirubin Awal Bilirubin 12 Jam