• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sindrom Depresif pada Pasien Akne Vulgaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sindrom Depresif pada Pasien Akne Vulgaris"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SINDROM DEPRESIF PADA PASIEN AKNE VULGARIS

TESIS

SILVY AGUSTINA HASIBUAN 18034

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Tesis : Sindrom Depresif pada Pasien Akne Vulgaris Nama Mahasiswa : Silvy Agustina Hasibuan

No. CHS : 18034

Program : Spesialisasi

Konsentrasi : Ilmu Kedokteran Jiwa

Menyetujui,

Komisi Pembimbing I Pembimbing II

Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K) dr. Rointan Simanungkalit, Sp.KK(K) Ketua NIP :

Ketua Program Studi Ketua TKP-PPDS

(3)

Telah diuji pada

Tanggal: Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

(4)

PERNYATAAN

SINDROM DEPRESIF PADA PASIEN AKNE VULGARIS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis mengacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka. Bila terbukti ada maka saya rela gelar saya dicabut

Medan, 2010

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, karena atas berkah limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya maka penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya dan memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang ilmu Kedokteran Jiwa. Saya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

SINDROM DEPRESIF PADA PASIEN AKNE VULGARIS

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Syamsir Bs, Sp. KJ (K), selaku Ketua Departemen Psikiatri FK USU dan sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan spesialisasi.

(6)

3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K), selaku Ketua Program Studi PPDS- I Psikiatri FK USU, dan sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan spesialisasi, baik dalam pertemuan formal maupun informal.

4. dr. Harun T. Parinduri, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

5. Alm. dr. Marhanuddin Umar, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

6. dr. Rahardjo Suparto, Sp. KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengetahuan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

7. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ-AR (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi, terutama di bidang Psikiatri Anak.

8. dr. Elmeida Effendy, Sp. KJ, sebagai Sekretaris Program Studi PPDS I Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran USU Medan dan sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

(7)

10.dr. Rointan Simanungkalit, Sp.KK(K), sebagai guru dan senior PPDS Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin serta pembimbing penulis (konsultan ahli dermatolog), yang penuh kesabaran dan perhatian, pengetahuan, dorongan, dukungan dan masukan-masukan yang berharga, serta memberikan izin, kesempatan kepada saya untuk mengambil sampel penelitian dalam menyelesaikan tesis ini.

11.dr. Mustafa M Amin, Sp. KJ, sebagai sekretaris Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

12.dr. Vita Camellia, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

13.dr. M. Surya Husada, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

14.dr. Dapot P. Gultom, Sp. KJ, sebagai Direktur Badan Layanan Umum Daerah RSJ Propinsi Sumatera Utara dan guru penulis, yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk belajar dan bekerja sama mengikuti pendidikan spesialisasi.

(8)

16.dr. Mawar G. Tarigan, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

17.dr. Donald F. Sitompul, Sp. KJ, dr. Rosminta Girsang, Sp. KJ, dr. Artina R. Ginting, Sp. KJ, dr. Sulastri Effendi, Sp. KJ, dr. Mariati, Sp. KJ, dr. Evawati Siahaan, Sp. KJ. dr. Paskawani Siregar, Sp. KJ, dr. Citra J. Tarigan, Sp. KJ, dan dr. Vera RB. Marpaung, Sp. KJ, dr. Herlina Ginting, Sp. KJ, dr. Freddy S. Nainggolan, Sp. KJ, dr. Adhayani Lubis, Sp. KJ, dr. Yusak P. Simanjuntak, Sp. KJ, dr. Juwita Saragih, Sp. KJ, dr. Friedrich Lupini, Sp. KJ, dr. Rudyhard E. Hutagalung, Sp. KJ, dr. Laila S. Sari, Sp. KJ, dr. Evalina Perangin-angin, Sp. KJ, dr. Victor E. Pinem, Sp.KJ, dr. Siti Nurul Hidayati, Sp.KJ, dr. Lailan Sapinah Sp.KJ sebagai senior yang telah banyak memberikan masukan-masukan, bimbingan, literatur-literatur dan menjadi rekan diskusi selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

18.Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, Direktur RSU dr. Pirngadi Medan, Direktur RS Tembakau Deli Medan, Direktur RS Brimob Poldasu, yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk belajar dan bekerja sama mengikuti pendidikan spesialisasi.

(9)

20.Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi FK USU, dan dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K), selaku Ketua Program Studi Departemen Neurologi FK USU, dr. Kiking Ritarwan MKT, Sp.S dan dr. Puji P.O.S, Sp.S yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan kepada saya selama menjalani stase di Departemen Neurologi FK USU.

21.dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku Kepala Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU dan dr. Pirma Siburian, Sp.PD-K.Ger , yang telah menerima dan membimbing saya selama belajar di stase Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.

22.Prof. DR. Irma D. Roesyanto, SpKK(K), selaku Ketua Departemen Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin FK USU, dan dr. Chairiyah Tanjung, SpKK (K), selaku Ketua Program Studi Departemen Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin FK USU, yang telah memberikan izin dan dukungan, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk mengambil sampel penelitian dalam menyelesaikan tesis ini.

(10)

saya melalui diskusi-diskusi kritis baik dalam pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan yang membangkitkan semangat saya dalam menyelesaikan pendidikan spesialisasi.

24.Dokter Muda, Perawat, pegawai RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU. Dr. Pirngadi Medan, RSU. PTP II/ Tembakau Deli Medan, Badan Pelayanan Umum RSJ Provinsi Sumatera Utara, yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

25.Teman-teman di layanan digital perpustakaan USU : Evi Yulifimar, S.Sos, Yuli Handayani, S.Sos, Diani Hartati, S.Sos, M. Salim A.Md yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

26.Buat kedua orangtua yang sangat penulis hormati dan cintai : dr. H. Iskandar Hasibuan, Sp. KJ, MHA dan Hj. Fahrizar Harahap yang telah dengan susah payah membesarkan, mendidik, memberi rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis selama ini. Demikian juga kepada abang dan kakak ipar: Hotma Tongku Sati Hasibuan, ST dan dr. Utami Lindah Iriani serta keponakan: Atayasyah Halomoan Hasibuan yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat serta doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

(11)

Akhirnya saya hanya mampu berdoa dan bermohon semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga, sahabat dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2010

(12)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ... i

Ucapan Terima Kasih ... iv

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Singkatan dan Lambang... xv

Abstrak ... xvi 2.1. Stres psikososial dan kemampuan menghadapi gangguan kulit . 6 2.2. Depresif ... 10

2.3. Psikopatologi ... 12

2.4. Instrumen penilaian yang digunakan ... 15

2.5. Akne vulgaris ... 18

3.10. Definisi Operasional ... 33

3.11. Rencana Pengolahan ... 35

Bab 4. HASIL PENELITIAN ... 37

Bab 5. PEMBAHASAN... 47

(13)

Bab 7. RINGKASAN... 57

Daftar Rujukan ... 58

Lampiran 1. Surat Persetujuan Komite Etik ... 61

2. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian... 62

3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 64

4. Lembaran Status Dermatologi ... 65

5. Lembaran WHO-5 Well Being Index ( versi tahun 1998)... 70

6. Lembaran Respons Pasien Akne Vulgaris terhadap Pengaruh Psikososial Akne Vulgaris ... 71

7. Lembaran Beck Depression Inventory II ... 74

8. Riwayat Hidup Peneliti ... 79

(14)

DAFTAR TABEL

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengaruh faktor psikoendoktrin dan psikoimunologi

(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ACTH : andreno cortico tropic hormone CNS : central nervous system

DSM-IV : diagnostic and statistical manual of mental disorders, fourth

edition

Dkk : dan kawan-kawan

HPA : hypothalamic-pituitary-adrenal

OCD : obsessive-compulsive disorder

PPDGJI III : pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa indonesia edisi III

(SPSS) versi 15 : stistical package for social sciences versi 15

TNF- : tumor necrosis factor

WHO : world health organization ≥ : lebih sama dengan dari

(17)

ABSTRAK

Latar Belakang: Simtom-simtom depresif yang berhubungan dengan akne adalah reaksi yang sering terhadap keprihatinan kesan tubuh pada kaum remaja dan orang-orang muda. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara akne dan self-image yang buruk. Akne vulgaris adalah suatu penyakit kulit umum, yang mempengaruhi hampir 80% remaja dan dewasa muda yang berusia 11-30 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak proporsi pasien akne vulgaris mengalami sindrom depresif dengan menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory II (BDI II).

Metode : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan studi cross sectional. Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik, poliklinik Departemen penyakit Kulit dan Kelamin, praktek Spesialis Kulit dan Kelamin, jalan Wahid Hasim No. 94 Medan. Periode 01 September – 30 November 2010. Sampel penelitian adalah pasien yang di diagnosis akne vulgaris dengan gradasi akne vulgaris. Pemilihan sampel dengan cara consecutive sampling. Pasien diagnosis akne vulgaris yang di ambil sebagai subyek penelitian memenuhi kriteria inklusi. Dan subyek melihat gradasi akne vulgaris. Selanjutnya mengisi kuesioner WHO-5 well being index (skor <13 mengindikasikan keadaan tidak sejahtera dan dianjurkan untuk menjalani test BDI II) dan bersamaan subyek mengiisi kuesioner yang dilaporkan sendiri untuk melihat respons subyek terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris serta peneliti wawancara subyek untuk gambaran ciri kepribadian pada pasien akne vulgaris.

Hasil : Responden berjumlah 84 pasien akne vulgaris berdasarkan karakteristik demografik dari kelompok subyek paling banyak kelompok umur 18 – tahun sebanyak 48 orang (57,1%), perempuan sebanyak 62 orang (73,8%), pendidikan tamat SMA sebanyak 58 orang (69,0%), pekerjaan mahasiswa/mahasiswi sebanyak 54 orang (64,3%). gradasi ringan sebanyak 60 orang (71,4%), tidak sejahtera sebanyak 55 orang (65,5%). Median dari respons subyek terhadap pngaruh psikososial akne vulgaris adalah 34,0 dengan respons positif (median ≥ 34) dan negatif (median ≤ 34), ciri kepribadian anankastik/obsesif kompulsif sebanyak 29 orang (34,5%), sindrom depresif ringan paling banyak terjadi pada pasien akne vulgaris sebanyak 23 orang (41,8 %).

Kesimpulan : Terdapat gangguan kesejahteraan pada pasien akne vulgaris. Dan tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berdasarkan karakteristik demografik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), gradasi penyakit akne vulgaris, respons pasien akne vulgaris terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris, ciri-ciri kepribadian pada pasien akne vulgaris.

(18)

ABSTRAK

Latar Belakang: Simtom-simtom depresif yang berhubungan dengan akne adalah reaksi yang sering terhadap keprihatinan kesan tubuh pada kaum remaja dan orang-orang muda. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara akne dan self-image yang buruk. Akne vulgaris adalah suatu penyakit kulit umum, yang mempengaruhi hampir 80% remaja dan dewasa muda yang berusia 11-30 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak proporsi pasien akne vulgaris mengalami sindrom depresif dengan menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory II (BDI II).

Metode : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan studi cross sectional. Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik, poliklinik Departemen penyakit Kulit dan Kelamin, praktek Spesialis Kulit dan Kelamin, jalan Wahid Hasim No. 94 Medan. Periode 01 September – 30 November 2010. Sampel penelitian adalah pasien yang di diagnosis akne vulgaris dengan gradasi akne vulgaris. Pemilihan sampel dengan cara consecutive sampling. Pasien diagnosis akne vulgaris yang di ambil sebagai subyek penelitian memenuhi kriteria inklusi. Dan subyek melihat gradasi akne vulgaris. Selanjutnya mengisi kuesioner WHO-5 well being index (skor <13 mengindikasikan keadaan tidak sejahtera dan dianjurkan untuk menjalani test BDI II) dan bersamaan subyek mengiisi kuesioner yang dilaporkan sendiri untuk melihat respons subyek terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris serta peneliti wawancara subyek untuk gambaran ciri kepribadian pada pasien akne vulgaris.

Hasil : Responden berjumlah 84 pasien akne vulgaris berdasarkan karakteristik demografik dari kelompok subyek paling banyak kelompok umur 18 – tahun sebanyak 48 orang (57,1%), perempuan sebanyak 62 orang (73,8%), pendidikan tamat SMA sebanyak 58 orang (69,0%), pekerjaan mahasiswa/mahasiswi sebanyak 54 orang (64,3%). gradasi ringan sebanyak 60 orang (71,4%), tidak sejahtera sebanyak 55 orang (65,5%). Median dari respons subyek terhadap pngaruh psikososial akne vulgaris adalah 34,0 dengan respons positif (median ≥ 34) dan negatif (median ≤ 34), ciri kepribadian anankastik/obsesif kompulsif sebanyak 29 orang (34,5%), sindrom depresif ringan paling banyak terjadi pada pasien akne vulgaris sebanyak 23 orang (41,8 %).

Kesimpulan : Terdapat gangguan kesejahteraan pada pasien akne vulgaris. Dan tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berdasarkan karakteristik demografik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), gradasi penyakit akne vulgaris, respons pasien akne vulgaris terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris, ciri-ciri kepribadian pada pasien akne vulgaris.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bidang kesehatan psikodermatologi atau psikokutan berfokus pada interaksi antara pemikiran, otak, dan kulit. Kulit bukan hanya organ tubuh yang terluas tapi juga organ yang terlihat, dan hal ini merespons terhadap emosi- emosi dengan memerah, pucat, piloereksi, dan keringat. Otak dan kulit bersumber dari lapisan germ yang sama, embryonic ectoderm. Psikiatri difokuskan “internal invisible disease,” dan dermatologi difokuskan pada” external visible disease.” Interaksi antara otak, pemikiran, dan kulit adalah bervariasi, yaitu faktor-faktor psikopatologis bisa suatu berperan etiologis dalam perkembangan gangguan kulit, dan ekserbasi gangguan kulit yang sudah ada sebelumnya, ataupun pasien dermatologi bisa menderita konsekuensi psikososial dari gangguan penampilan. Beberapa studi telah melaporkan komorbiditas psikiatrik dan psikososial yang signifikan 30 persen pada pasien dermatologis.1

Akne memiliki hubungan yang jelas dengan depresi dan ansietas, yang mana dapat dipengaruhi kepribadian, emosi, kesan diri dan harga diri, perasaan isolasi sosial, dan kemampuan untuk membentuk hubungan. Beberapa angket telah digunakan dari waktu ke waktu untuk menentukan pengaruh psikologis dari akne.2

Selain dari keluhan kosmetik, akne mempengaruhi setiap aspek kehidupan seseorang : sosial, pekerjaan, dan akademik. Secara khusus akne bisa mengganggu interaksi sosial seperti berkencan, makan keluar, partisipasi dalam olahraga pada pasien-pasien yang berusia sekolah dan yang lebih tua. Pasien akne yang berat, secara rerata memiliki prestasi akademik yang lebih buruk dan angka pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita akne. Pasien-pasien dengan akne ringan sampai sedang memiliki skor depresi yang lebih tinggi daripada pasien dengan alopecia areata, atopic dermatitis atau psoriasis.3

(20)

psikokutaneus (psychocutaneous disorder dermatoses).Pada sampel yang diteliti, akne vulgaris adalah dermatosis yang paling sering ditemukan (28,9%), yang tidak diduga usia rerata pasien adalah 34 tahun, dimana akne ini secara khusus biasanya mempengaruhi orang muda. Kemudian vitiligo dan psoriasis, yang masing-masing menunjukkan 27,6%, dermatosis yang umum yang bisa mempengaruhi hingga 1% populasi umum. Pada sisi lain, fakta bahwa hanya 7% sampel yang menunjukkan dermatitis atopik bisa dijelaskan oleh batas usia yang lebih rendah dari 15 tahun, karena penyakit ini biasanya mempengaruhi anak-anak dan remaja.Durasi penyakit rerata adalah 107 bulan. Penting ditekankan bahwa 67% sampel terdiri dari wanita, kemungkinan karena wanita lebih sering mencari bantuan dermatologis daripada pria. Perhatian dengan estetika dan penampilan fisik adalah ciri feminim dalam kultur wanita dan lesi kondisi kulit yang terlihat secara estetika mengganggu sekali pada wanita.4

Akne vulgaris adalah suatu penyakit kulit umum, yang mempengaruhi hampir 80% remaja dan dewasa muda yang berusia 11-30 tahun.3,5-6 Angka keseluruhan kelihatannya mengalami peningkatan, khususnya di kalangan dewasa. Akne pernah dianggap sebagai penyakit remaja yang berhubungan dengan hormon, kini diakui sebagai suatu kondisi yang mempengaruhi manusia pada semua usia. Akne lebih lazim pada pria daripada wanita, dimana pria mencari pengobatan, bila dengan akne lebih berat. Wanita dengan akne, dilaporkan mempunyai tingkat rasa malu yang lebih tinggi secara signifikan, daripada pria. Akne mempengaruhi kesehatan emosional pada ke dua jenis kelamin. Satu studi telah menemukan bahwa skor depresi tidak berbeda secara signifikan antara jenis

kelamin.3 Prevalensi akne pada populasi remaja dilaporkan berkisar dari 81-95% pada pria dan dari 79-82% pada wanita.7

(21)

ketegasan sosial, obsesif kompulsif, ejekan (embarrassment), dan gangguan sosial. Selanjutnya akne juga berhubungan dengan beban psikologis lebih besar dari berbagai gangguan kronik lainnya.8

Penelitian kubota dan kawan-kawan, pada tahun 2008 dengan menggunakan kuesioner yang dilaporkan sendiri (self-report questionnaire) tentang pengaruh psikososial akne mendapati bahwa pernyataan dengan tingkat respons median 2,5 adalah: ”aku berpikir tentang jerawatku”; ”aku nyaman dalam situasi orang-orang melihat jerawatku”; ”aku dapat memiliki teman baru bahkan dengan jerawatku”; ”aku merasa bagus mengenai diriku bahkan dengan jerawat”; ”aku khawatir mengenai jelas dari jerawat. Mayoritas menunjukkan bahwa akne hampir tidak memiliki pengaruh pada hubungan interpersonal dari aktivitas sekolah. Namun, aspek yang menarik menunjukkan pada studi ini adalah kesadaran pada jejas yang tinggi. Jejas merupakan hal yang sulit diobati.7

Pelajar dengan akne lebih depresi secara signifikan dari pada mereka yang tanpa masalah kulit ( 63.1 ± 22.0 vs 71.2 ± 20.8, p < 0,01), selanjutnya pelajar dengan penyakit kulit lainnya menunjukkan depresi signifikan ( 64.4 ± 23,1 vs 71,2 ± 20.8, p < 0,01). Diantara mereka yang memiliki akne, anak wanita lebih depresi secara signifikan daripada anak laki-laki.7

Dalam pengamatan dasar oleh Gupta dan kawan-kawan dari 10 pasien dewasa (range usia 19-34 tahun) dengan akne wajah ringan sampai sedang telah diidentifikasi sebagai penderita depresi, menurut wawancara psikiatrik klinis, dan tujuh dari 10 pasien dewasa yang akne menunjukkan sejarah episode depresif berat yang di perburuk oleh kesadaran diri yang berkaitan dengan akne.9

Depresi klinis pada pasien dapat dimulai selama pertengahan remaja dan masa dewasa, yang dianggap sebagai masa rentan untuk perkembangan penyakit depresif.Penyebab-penyebab untuk simtom yang muncul bisa saja respons pasien terhadap perubahan perkembangan inti (misalnya, seputar kesan tubuh, seksualitas, pendidikan atau pilihan pekerjaan) yang mempengaruhi individu sampai masa dewasa.9

(22)

Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien (1,91 %) diantaranya merupakan pasien akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, berusia 0-12 tahun (8,41 %), berusia 13-35 tahun (90,6 %) dan berusis 36-65 tahun (0,93 %). Hal ini menggambarkan bahwa pasien akne vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa muda.

Di Indonesia hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk menilai sindrom depresif pada pasien akne vulgaris. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian sindrom depresif pada pasien akne vulgaris.

1. 2. Rumusan Masalah

 Apakah terdapat kesejahteraan yang terganggu pada pasien akne vulgaris?

 Apakah terdapat sindrom depresif pada pasien akne vulgaris?

 Apakah sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berbeda berdasarkan karakteristik demografik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) ?

 Apakah sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berbeda berdasarkan gradasi penyakit akne vulgaris?

 Apakah sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berbeda berdasarkan respons pasien terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris?

 Apakah terdapat perbedaan sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berdasarkan ciri kepribadian?

1. 3. Hipotesis

 Terdapat gangguan kesejahteraan pada pasien akne vulgaris.

 Terdapat perbedaan sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berdasarkan karakteristik demografik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan).

 Terdapat perbedaan sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berdasarkan gradasi penyakit akne vulgaris.

 Terdapat perbedaan sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berbeda berdasarkan respons pasien terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris.

(23)

1. 4. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk mengetahui berapa banyak proporsi pasien akne vulgaris mengalami sindrom depresif dengan menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory II(BDI II).

Tujuan Khusus

 Mengetahui jumlah pasien akne vulgaris mengalami gangguan kesejahteraan.

 Mengetahui jumlah sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berdasarkan karakteristik demografik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan).

 Mengetahui adanya perbedaan sindrom depresif pada pasien akne vulgaris berdasarkan gradasi penyakit akne vulgaris.

 Mengetahui respons pasien akne vulgaris terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris.

 Mengetahui ciri-ciri kepribadian pada pasien akne vulgaris.

1.5. Manfaat Penelitian

(24)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stres psikososial dan kemampuan menghadapi gangguan kulit

Pengalaman klinis dari para ahli kulit menunjukkan bahwa kebanyakan pasien mampu membuat penyesuaian yang tepat terhadap gangguan kulit mereka dan tidak menemukan distress. Namun demikian, beberapa pasien dengan penyakit kulit kronik dan kondisi mengubah penampilan dengan menjalani risiko distress sosial, psikologis, dan fisik. Pengalaman distress psikososial dari pasien ada bervariasi dan bergantung pada : (1) karakteristik gangguan kulit sendiri, (2) karakteristik individual dari pasien dan situasi kehidupannya, (3) perilaku kultural yang berhubungan dengan penyakit kulit (sering dinyatakan sebagai stigma).1

2. 1. 1. Karakteristik gangguan dermatologis

Reaksi emosional terhadap kondisi kulit tertentu bervariasi dan dipengaruhi oleh pemahaman sumbernya sendiri oleh pasien. Kondisi yang diperoleh sejak lahir seperti noda anggur dapat memicu reaksi yang berbeda, dibandingkan dengan yang dipicu oleh gangguan kulit yang diperoleh seperti penyakit yang disebarkan secara seksual, dermatitis kontak, lichen simplex, dan prurigo noduralis. Misalnya, dua yang terakhir dipicu oleh jejas dan dapat memicu rasa tanggung jawab serta perasaan bersalah.1

(25)

2. 1. 2. Karakteristik Individu

Usia dan jenis kelamin jelas panting sekali bila mempertimbangkan kemampuan seseorang menghadapi penyakit kronik. Wanita muda yang menderita psoriasis kemungkinan jauh lebih terganggu secara emosional dari pada pria yang lebih tua dengan kondisi serupa. Kepribadian bisa mempengaruhi reaksi pasien dan pengalaman subjektif penyakit dan kemampuan mengatasi. Pasien-pasien dengan kepribadian narsissistik bisa memiliki "harapan kekaguman dan perhatian, serta perhatian yang berlebihan mengenai bagaimana orang lain menganggap mereka. Pasien dengan kondisi ini dapat dipermalukan oleh penyakit kulit yang mengubah penampilan pribadinya. Pasien dengan gangguan kepribadian borderline dapat menganggap penyakit kulit sebagai ancaman terhadap self-image dan kebebasan (autonom) dan bereaksi dengan mood yang tidak stabil, ansietas yang berat, dan takut ditinggalkan. Jika seseorang memiliki sifat obsesif-kompulsif, gangguan kulit dapat mamicu perasaan tidak punya pengendalian pada tubuhnya dan jijik yang berlebihan dengan perasaan tidak bersih atau kotor karena lesi-lesi kulit dan pengobatan topikal. Adanya diagnosis gangguan psikiatrik pada aksis I seperti depresi, gangguan obsesif-kompulsif, atau psikosis dapat mempengaruhi kognitif pasien, pemikiran, dan kepercayaan tentang lesi-lesi kulit. Pasien dengan delusi parasitosis bisa memiliki kepercayaan delusi tentang eksposur terhadap parasit dan detail spesifik mengenai infestasi. Gangguan depresif mayor adalah salah satu gangguan psikiatrik yang paling umum ditemukan pada pasien-pasien dermatologi. Depresi bisa meningkatkan sensasi gatal dalam gangguan kulit pruritik seperti dermatitis atopik, psoriasis, dan urtikaria idiopatik kronik.1

2. 1. 3. Body image dan self-schema

(26)

ditunjukkan secara sosial (ideal-ideal yang ditunjukkan dari media, budaya, kelompok, dan keluarga), objective body dan tubuh ideal yang diinternalisir (kompromi antara objective body dan ideal yang ditunjukkan secara sosial). Makin besar kesenjangan antara tubuh yang dipersepsi dan tubuh ideal, makin besarlah kekecewaan body image, yang berhubungan dengan harga diri yang lebih rendah. Pada pasien dengan gangguan kulit yang merusak sacara kronik, persepsi self image dapat berbeda yang tergantung pada sifat episodik, penampilan, dan visibilitas lesi kulit. Perilaku yang menghindar dan sembunyi, ritual kompulsif, depresi, dan ansietas sosial dapat juga terjadi.1

2. 1. 4. Kesulitan Komunikasi

Studi-studi terbaru tentang hubungan antara gaya kelekatan dan membuka diri pada pasangan menunjukkan bahwa individu yang aman dan ansietas atau ambivalen dilaporkan lebih banyak penyingkapan diri dari pada dewasa yang menghindari. Pola komunikasi dari individu - individu dengan ikatan aman menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar dan resiprositas emosional pada berbagai masalah. Pada individu dengan penyakit kulit, perubahan dalam jaringan sosial pasangan dapat terjadi melalui interaksi yang menurun dengan orang lain dan peningkatan dalam kegiatan-kegiatan yang terikat di rumah. Penghindaran bisa memiliki fungsi protektif, tetapi itu bisa juga menimbulkan kehilangan kawan dan jaringan sosial yang terbatas. Studi Inggris melaporkan bahwa 84 persen dari 186 pasien psoriasis menyatakan bahwa isolasi sosial adalah aspek terburuk dari penyakit mereka, berdasarkan kesulitan sosialnya.1

2. 1. 5. Stigma mengenai penyakit kulit

(27)

dikelompokkan ke dalam enam dimensi: antisipasi dari penolakan (misalnya, saya merasa tidak menarik secara fisik dan seksual bila psoriasis saya buruk); sensitivitas terhadap pendapat orang lain (misalnya, kadang-kadang saya merasa ditolak karena psoriasis saya); perasaan cacat (misalnya, saya yakin orang lain berpikir bahwa pasien psoriasis adalah kotor); perasaan salah dan malu (misalnya, psoriasis saya adalah sumber hinaan yang dalam dan malu bagi saya dan keluarga); kerahasiaan (misalnya, saya mencoba untuk tidak membagi dengan anggota keluarga yang jauh dari saya bahwa saya mengalami psoriasis), dan sifat yang lebih positif yang tidak dipengaruhi oleh reaksi-reaksi negatif dari orang lain (misalnya, jika anakku harus berkembang dengan psoriasis, dia dapat mengembangkan kemampuan dirinya seakan-akan mengalami psoriasis). Pengalaman penolakan sebelumnya dipertimbangkan sebagai prediktor yang kuat dari keyakinan tersebut. Beberapa orang dengan gangguan kulit sering yakin bahwa kesulitan utama mereka muncul dari reaksi orang lain terhadap penyakit mereka, daripada penyakit itu sendiri.1

Orang dengan penyakit kulit cenderung mengkonsep dirinya sendiri sebagai yang tidak memiliki pengendalian permukaan tubuhnya. Studi-studi psikoanalitik telah menggambarkan kulit sebagai batasan self (diri), yang mencakup segala sesuatu yang diduga tertutup di dalam. Dalam istilah unconscious, kulit dianggap sebagai pembatas terhadap kotoran, yang muncul dari tubuh baik secara realitas maupun simbolis. Produk-produk tubuh dipersepsi sebagai yang berbahaya dan merusak. Sigmund Freud merujuk kotoran sebagai ” materi yang keluar dari tubuh.” Mereka yang dipegaruhi dengan lesi kulit dalam bentuk gundukan, kemerahan, kelupasan atau eksudat tidak mampu mengendalikan "kotoran milik mereka" dan "impuls-impuls yang kotor milik mereka" secara simbolis. Infeksi-infeksi yang berhubungan dengan penyakit kulit yang jelas diasumsikan bersifat seksual. Perasaan bersalah yang unconscious tentang desakan seksual dapat menyatakan kurangnya pengendalian simbolik atas batin yang kotor atau "pemikiran dan keinginan yang kotor" dan lesi-lesi kulit di persepsi sebagai tanda kotoran, perjangkitan, bahaya dan hukuman.1

(28)

akan dilihat dengan keheranan, takut atau memicu perasaan malu yang menyakitkan dan penghinaan. Orang dengan kulit normal pada umumnya cenderung menjauh secara fisik atau psikologis dari mereka yang menderita penyakit kulit. Menurut Iona Ginsburg menyarankan bahwa ini dapat melibatkan "identifikasi melarikan diri" dari orang yang menderita, yang diikuti oleh respons empati yang negatif. Lesi kulit yang jelas melambangkan betapa cacat dan rentannya seseorang, yang bila dipasangkan dengan perasaan malu dan keadaan memalukan yang diamati mencetuskan kilasan yang sebentar diikuti oleh penolakan dan kehilangan keharuan pada nyeri penderita dari kesadaran, menghasilkan penolakan dan menjauhi dari orang-orang penyakit kulit. Fenomena yang sama diamati pada pasien psoriasis, yang biasanya melaporkan bahwa mereka akan menghindari penderita psoriasis walaupun mereka tidak mengalami penyakit aktif.1

2. 2. Depresi

Depresi merupakan salah satu bentuk sindrom gangguan kesimbangan suasana perasaan (mood) yang sangat umum terjadi. Memang tidak semua kondisi depresi harus dikategorikan sebagai gangguan sakit. Ada yang pencetusnya jelas dan dapat teratasi sendiri. Adapula yang meskipun pencetusnya jelas namun simtom atau sindrom depresinya berkepanjangan. Demikian dekatnya hal tersebut dengan kehidupan sehari-hari, sehingga sering tidak dianggap sebagai suatu ”penyakit” atau kondisi sakit”. 10

Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-4 penyakit di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi.10

(29)

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) Indonesia Edisi III, depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood), yang mempunyai simtom utama: afek depresi, kehilangan minat, dan kegembiraan serta berkurangnya aktivitas, serta beberapa simtom lain, seperti konsentrasi dan perhatian yang berkurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur yang terganggu dan nafsu makan berkurang.11

Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV), merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menegakkan diagnosis depresi.10 Menurut revisi teks edisi ke empat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR), gangguan depresif mayor (berat) didefinisikan sebagai satu atau lebih episode depresif berat tanpa adanya riwayat episode manik, campuran, atau hipomanik. Suatu episode depresif mayor harus ada dialami sekurang-kurangnya selama 2 minggu, dan secara tipikal seorang pasien mengalami depresi dan / atau kehilangan minat dalam kebanyakan aktivitas. Seseorang dengan diagnosis episode depresif mayor harus juga mengalami paling sedikit 4 simtom dari kriteria yang mana termasuk perubahan nafsu makan dan berat badan, perubahan tidur dan aktivitas, pengurangan energi, perasaan bersalah, masalah pikiran dan dalam membuat keputusan, serta adanya pikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri.12,13

Dampak akne terhadap kesan tubuh dianggap sebagai faktor yang berkontribusi untuk depresi. Karena respons terhadap pengobatan akne adalah bervariasi dan restitutio ad integrum sering tidak segera dicapai, pengalaman penyakit pasien bisa sama dengan pengalaman peristiwa buruk yang tidak terkontrol. Menurut model ketidakberdayaan psikologis yang dipelajari oleh Seligman, pengalaman ini dapat juga mengakibatkan gangguan depresif.5

Temuan hubungan masalah akne yang dilaporkan sendiri dengan simtom depresif dan ansietas dapat dijelaskan dalam beberapa cara : 14

(30)

bisa mempersepsi lebih banyak penyakit kulit sehingga lebih mungkin melaporkannya dan menyatakan keparahannya. Atau kemungkinan keadaan jiwa individu mempengaruhi keparahan akne. Bahkan, telah dilaporkan bahwa aknemembaik pada pasien depresi yang diobati dengan Paroxetine.

b. Akne dapat menjadi faktor kontribusi terhadap depresi dan ansietas. Ini bisa dimodulasi dengan negative self-image, harga diri yang rendah dan gangguan sosial dan pekerjaan yang ditemukan pada pasien akne.

c. Ada faktor lain yang turut mempengaruhi angka akne dan simtom depresif dan ansietas, misalnya perubahan hormon yang terjadi selama puber bila angka akne dan gangguan afektif diketahui meningkat.

2. 3. Psikopatologi

Kerusakan yang timbul akibat akne bisa mengakibatkan konsekuensi emosional yang serius, termasuk depresi, fobia sosial, amarah, dan harga diri yang rendah. Satu studi melaporkan 5,6 % prevalensi ide bunuh diri pada remaja dan dewasa muda dengan akne wajah nonkistik. Pada studi yang luas dari 4.376 pasien dengan gangguan dermatologis, 53% pasien dengan akne dilaporkan bahwa ada hubungan kronologis yang dekat (latensi rerata 2 hari) antara stres emosional dan eksaserbasi lesi akne mereka.18

(31)

2. 3. 1. Simtom-simtom depresif yang berhubungan dengan akne

Simtom-simtom depresif yang berhubungan dengan akne adalah reaksi yang sering terhadap keprihatinan kesan tubuh (body image) pada kaum remaja dan orang-orang muda. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara akne dan self-image yang buruk. Dalam sebuah studi, pasien selalu menilai akne sebagai yang lebih berat dari pada yang dibuat oleh klinisan, dan mereka menilai kepuasannya dengan hasil pengobatan lebih rendah dari pada penilai dermatolog. Beda dengan psoriasis, keparahan aknebelum tentu berkorelasi dengan keparahan depresi, dan bahkan akneringan sampai sedang dan dihubungkan dengan depresi, ide bunuh diri, dan bunuh diri yang berhasil. Sering kali, adanya gangguan psikiatrik primer seperti obsessive-compulsive disorder (OCD), gangguan waham, atau gangguan makan bisa menambah terhadap keparahan dan kronik akne. Contoh yang baik adalah akne excoriee, di mana kebutuhan pasien untuk selalu menusuk lesi akne yang mengakibatkan kerusakan berat dari skar.18

Depresi dan bunuh diri terjadi pada remaja dan dewasa muda. Meskipun laporan kasus menyarankan hubungan antara isotretinoin dan depresi dan bunuh diri, studi observasi dan studi epidemiologik, yang teliti dengan desain berbeda tidak menunjukkan adanya pengaruh penggunaan isotretinoin dalam terjadinya depresi dan ide bunuh diri yang meningkat. Ini adalah bijaksana bagi praktisi untuk melanjutkan penggunaan isotretinoin untuk mengobati akne berat, meskipun pada saat sama menginformasikan pada pasien dan keluarganya bahwa simtom-simtom depresif seharusnya di nilai secara aktif pada setiap kunjungan, dan bila perlu rujuk pada ahli psikiater dan penghentian isotretinoin seharusnya dipertimbangkan.2

(32)

Uhlenhake E dan kawan-kawan, pada tahun 2010 menemukan depresi 2-3 kali lebih sering pada pasien-pasien akne dibandingkan populasi umum, dimana 8,8 % pasien akne memiliki depresi klinis. Mayoritas kasus depresi dan pengobatan antidepresan telah di observasi pada pasien usia ≥18 tahun dengan presentasi tertinggi pada kelompok usia 36-64 tahun. Sekitar 65,2 % populasi akne pada wanita dilaporkan 2 kali lebih banyak daripada depresi pada pria ( 10,6 % wanita vs 5,3 % pria). Keterbatasan penelitian ini, hanya melaporkaan pasien-pasien yang mencari pengobatan untuk akne mereka dan juga telah melaporkan depresi klinis. Ini mungkin prevelensi total akne dan hubungan depresi di bawah perkiraan dan associated depression.3

Aktan S dan kawan-kawan, pada tahun 2000 meneliti prevalensi akne pada remaja 2657 siswa sekolah menemukan 615 subjek (23, 1 %) dinilai memiliki akne. Prevalensi anak pria dan wanita adalah berturut-turut 16,1 % dan 29,2 % ( p < 0,01). Dua ratus dua puluh lima (15,8 %) dari 1424 pria dan hanya 109 (18,8 %) dari 1233 anak wanita memiliki akne yang sedang / berat / sangat berat ( p < 0,01). Kelompok akne dan kontrol menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang digunakan pada skor sub skala ansietas dan depresi pada Hospital Anxiety Depression Scale (HAD). Keparahan akne tidak berkorelaksi dengan skor sub skala ansietas / depresi berdasarkan HAD.29

Purvis D dan kawan-kawan, pada tahun 2006, penelitian analisis sekunder pada survei cross-sectional, menemukan masalah akne berhubungan dengan perubahan probabilitas simtom-simtom depresif dengan rasio 2,04; ansietas dengan rasio 2,3 dan percobaan bunuh diri dengan rasio 1,83 pada model logistik termasuk umur, jenis kelamin, etnik, sekolah dan status ekonomi. Hubungan akne dan percobaan bunuh diri menetap setelah di kontrol untuk simtom-simtom depresif dan ansietas dengan rasio 1,50 (1,21-1,86). 14

(33)

penyakit-penyakit memerlukan pengobatan (51,1 %), mereka dengan akne vulgaris (35,2 %) dan mereka yang telah mengalami setiap jenis masalah (47,3 %).8

2. 4. Instrumen penilaian yang digunakan.

Untuk mendukung dermatolog dalam tugas yang penting tapi sulit ini, kita menganalisa instrumen screening yang digunakan untuk mendeteksi depresi yang dapat digunakan pada pasien dewasa yang menderita akne. Dalam konteks ini, angka ideal screening diharapkan akan memberikan sensitivitas tinggi yaitu ≥ 90%, dikombinasikan dengan tingkat spesifitas yang tinggi. Selain itu, perlu upaya instrumen screening diterima oleh pasien, dan dapat segera diselesaikan tanpa kesulitan oleh pasien yang terdiri dari berbagai kelompok usia dan kemampuan intelektual. Selanjutnya, waktu yang dibutuhkan untuk pengkajian instrumen akan diusahakan seringkas mungkin.9

Instrumen self-rating lebih cocok untuk mengevaluasi tingkat penyakit pada pasien depresif sebagai screening pasien untuk simtom-simtom depresinya (misalnya, Beck Depression Inventory, atau the Carroll Rating Scale for Depression).9

World Health Organization – 5 Well Being Index terdiri dari 5 pertanyaan yang merefleksikan ada atau tidaknya sejahtera yang dihubungkan dengan perasaan sejahtera (lihat tabel 1). Pengukuran positif well being lebih dari simtom-simtom depresi, dipertimbangkan lebih mudah di terima oleh pasien kurangnya positif well being di percaya dapat mengetahui kemungkinan depresi. Jumlah well being index dengan tingkat 5 keseringan ( hampir sepanjang waktu lebih dari 2 minggu yaitu nilai 5; tidak pernah dalam 2 minggu akhir yaitu nilai 0). Nilai kasar di bawah 13 mengindikasikan keadaan tidak sejahtera dan diperlukkan adanya test untuk depresi.9

(34)

Tabel 1. WHO- 5 Well Being Index (versi tahun 1998)

1 Saya merasa gembira dan

memiliki semangat yang besar 5 4 3 2 1 0 2 Saya merasa rileks dan santai 5 4 3 2 1 0 3 Saya merasa aktif dan kuat 5 4 3 2 1 0 4 Saat saya bangun merasa cukup

istirahat 5 4 3 2 1 0 5 Saya merasa hari-hari saya diisi

dengan sesuatu yang menarik perhatian saya.

5 4 3 2 1 0

Penilaian :

 Nilai kasar yang dihitung di jumlahkan dari 5 jawaban rentang nilai rerata dari skor 0-25.

 Skor 0 menunjukkan kemungkinan terburuk dan skor 25 mewakili kemungkinan hal yang terbaik dalam kehidupan.

 Untuk mendapatkan nilai presentasi dari 0 hingga 100 maka nilai rerata dikali dengan 4. Nilai presentasi 0 menunjukkan kemungkinan terburuk, dimana nilai 100 menyatakan kemungkinan yang terbaik dalam kehidupan.

Intrepretasi

 Jika nilai rerata di bawah 13 atau jika jawab 0 hingga 1 dari 5 butir pertanyaan, maka direkomendasikan menggunakan mayor depression ICD-10 inventing.

 Nilai skor di bawah 13 mengindikasikan keadaan yang buruk dan dianjurkan untuk menjalani test untuk dapat menurut ICD-10.

Monitoring Perbaikan

 Dalam rangka memonitoring perbaikan dalam well being nilai persentasi biasa digunakan 10% perbedaan mengindikasikan perubahan yang penting.

Dikutip dari Henkel V, Moehrenschlager M, Hegerl U, Moeller HJ, Ring J, Worret WI. Screening

for depression in adult acne vulgaris patients: tools for the dermatologist. Journal of cosmetic

dermatology; 2002; 1; 202-7.

(35)

kehidupan sehari-hari yang diadaptasi dari laporan-laporan oleh Tan H dan kawan-kawan yaitu: 7,15

a) Aku berpikir tentang jerawatku.

b) Aku memiliki pengendalian terhadap jerawatku. c) Orang – orang mentertawakan aku karena jerawat.

d) Aku nyaman dalam situasi orang-orang melihat jerawatku. e) Aku dapat memiliki teman baru bahkan dengan jerawatku. f) Aku tidak merasa seperti menghilang.

g) Aku merasa bagus mengenai diriku bahkan dengan jerawat. h) Aku menyukai apa yang aku lihat di dalam cermin.

i) Aku terpengaruh oleh komentar mengenai jerawatku. j) Jerawat membuat aku merasa depresi.

k) Aku frustasi dengan jerawatku.

l) Aku khawatir mengenai jejas dari jerawat.

Skor yang lebih tinggi maka pengaruh psikososial lebih bermakna dalam kedua cara pandangan baik positif dan negatif.7

Beck Depression Inventory (BDI) dikembangkan untuk mengukur manifestasi perilaku depresi pada remaja dan dewasa. Alat ukurnya di desain untuk menstandarisasi penilaian keparahan depresi agar dapat memonitor perubahan sepanjang waktu atau untuk menjelaskan gangguannya secara sederhana. Pokok-pokok dalam BDI orisinilnya diperoleh dari observasi pasien- pasien depresi yang dibuat sepanjang perjalanan psikoterapi psikoanalitik. Sikap dan simtom-simtom yang muncul secara spesifik terhadap kelompok pasien ini dijelaskan oleh rentetan pernyataan, dan suatu nilai angka diberikan untuk setiap pemyataan.16

(36)

questionnaire).Nilai keparahan depresi dibuat dengan menyimpulkan nilai-nilai dari pokok-pokoknya yang disokong dari setiap pokoknya.16

Keuntungan dari BDI adalah mudah digunakan (di isi sendiri oleh pasien), menggunakan bahasa yang sederhana, dan mudah dinilai. Kerugiannya adalah bahwa ada bias-bias yang telah diketahui (misalnya, wanita, pendidikan yang rendah, remaja, orang tua, dan individu-individu yang memiliki komorbid diagnosis psikiatri cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi).16

Pada Tahun 1996 versi baru dari Beck Depression Inventory II (BDI II) dengan modifikasi dari items untuk mereflesikan kriteria DSM IV. Dan untuk mempermudahkan kata-kata yang dipublikasikan mencakupan waktu diperluas memasukkan kata” dua minggu akhir”. 16

Penggunaan BDI II biasanya dapat diselesaikan dalam waktu 5-10 menit. Beck Depression Inventory II adalah melengkapi kuesioner dengan menggunakan kertas dan pensil dan dapat dilakukkan sendiri atau dipersentasikan secara oral. Alat ukur ini terdiri dari 21 item yang di isi sediri terdiri dari 4 poin antara 0 – 3. Batas-batas nilai kasar antara 0-63, dan kemudian di ubah ke dalam klasifikasi berdasarkan cut scores. Total skor antara 0-13 dipertimbangkan minimal, 14-19 ringan, 20-28 sedang, 29-63 berat.17

2. 5. Akne Vulgaris 2. 5. 1. Definisi

Akne adalah inflamasi kelenjar pilosebasea dalam bagian-bagian tubuh tertentu (terutama melibatkan wajah dan badan) yang paling sering terjadi pada masa remaja dan manifestasi sendiri, sebagai comedones (comedonal acne), papulopostules, atau nodules and cysts (nodulocytic acne and acne conglobata). Komplikasi-komplikasi yang mungkin seperti skar atropi, depresi, atau hipertropik bisa muncul dari seluruh jenis, tapi khususnya pada acne nodulocystic dan conglobata acne.18

(37)

mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang paling padat; antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.1

2. 5. 2. Epidemiologi

Akne adalah gangguan kulit yang sangat umum diantara orang muda dan biasanya dimulai pada usia 10 - 17 tahun pada wanita dan 14 - 19 tahun pada pria. Perjalanan biasanya self-limiting, dan kebanyakan individu membaik dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Akne dapat bertahan sampai dekade ke dua atau ke tiga, khususnya pada wanita; dimana pria cenderung memiliki bentuk akne yang lebih berat. 1

Perkiraan prevalensi adalah sulit; data tetap berkisar antara 30 dan 85 % yang berusia 11-30 tahun. Studi epidemiologis representative di kota Jerman menunjukkan prevalensi akne 26,8 % pada sampel populasi umum. Prevalensi akne pada sampel representative wanita Prancis (usia 25-40 tahun) adalah 17 %. Pada pasien-pasien akne paska remaja, yaitu akne setelah usia 25 tahun, onset yang lambat terlihat pada 18,4 % wanita dan 8,3 % pria.5

Akne vulgaris lebih sering dijumpai pada populasi pria dibandingkan wanita pada usia remaja. Namun pada usia dewasa, akne vulgaris lebih sering dijumpai pada wanita. Akne vulgaris dapat timbul pada beberapa minggu dan bulan pertama kelahiran saat bayi masih berada di bawah pengaruh hormon maternal dan kadar hormon androgen yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal bayi masih sangat sedikit. Akne vulgaris pada neonatus ini dapat sembuh secara spontan. Akne vulgaris pada remaja biasanya dimulai sebelum onset pubertas, saat kelenjar adrenal mulai menghasilkan dan melepaskan lebih banyak hormon androgen. Akne vulgaris tidak hanya terbatas pada usia remaja. Pada usia 45 tahun, 5 % baik pria maupun wanita dapat memiliki akne vulgaris.1

Pada populasi barat akne vulgaris diperkirakan mengenai 79-95 % populasi usia remaja.19 Pada pria dan wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, 40-45 % diantaranya memiliki akne vulgaris pada wajah, dimana pada wanita 12 % dan pria 3 % menetap hingga usia pertengahan.20 Meskipun demikian, hanya

(38)

memiliki akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, (5,4 %) diklasifikasikan sebagai akne ringan, 40 % akne vulgaris sedang, dan 8,6 % akne vulgaris berat. 15

Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari-Desembar 2008, dari total 5.573 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien (1,91 %) diantaranya merupakan pasien akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, berusia 0-12 tahun (8,41 %), berusia 13-35 tahun (90,6 %) dan berusis 36-65 tahun (0,93 %).

2. 5. 3. Etiologi

Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada berbagai faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit.21

Akne memiliki etiologi multifaktor. Empat proses kontribusi yang telah diidentifikasi adalah : 22

 Sekresi sebum yang meningkat.

Follicular differentiation tidak normal yang mengakibatkan pemblokiran saluran pilosebasea(menimbulkan komedo).

 Kolonisasi saluran pilosebasea dengan propionibacterium acnes.

 Pelepasan mediator inflamasi.

Sekresi androgen adalah pemicu utama untuk akne remaja. Namun demikian, keparahan akne berbeda dari individu ke individu, dimana faktor lain yang akan di pertimbangkan, yaitu :22

 Faktor-faktor genetik (anggota keluarga pernah akne).

 Faktor-faktor endokrin (tingkat hormon androgenik yang lebih tinggi), karena :

Polycystic ovaries.

 kortikosteroid yang berlebihan (misalnya, pengobatan steroid dosis tinggi ataupun penggunaan jarang, penyakit Chusing).

 Stres psikologis dan depresi.

 Faktor-faktor lingkungan seperti :22

(39)

lauryl alcohol dan asam oleic).

 Minyak petroleum (yang mengakibatkan chloracne).

Physical occlusion dari headbands dan chin straps (misalnya under a violinist’s chin).

 Obat merupakan faktor penyebab atau yang memperburuk:22

Hormonal- systemic steroids, kontrasepsi [termasuk progestrone-only pill (POP), depo-provera, dan lai-lain].

 Antiepileptik (carbamazepine, phenytoin dan phenobarbital).  Terapi antituberculous (ethionamide, isoniazid dan rifampicin).  Lithium dan amoxapine.

Ciclosporin.  Vitamin B.

2. 5. 4. Pengaruh faktor psikoendokrin dan psikoimunologi terhadap timbulnya akne

Stres dicatat sebagai mengakibatkan akne dalam 50%. Sebanyak 67% dari siswa medis terhadap timbulnya akne tahun ke-6 menganggap “stres” sebagai faktor pengaruh yang penting. Walaupun stres emosional dicurigai mengeksaserbasi akne vulgaris, laporan-laporan sebelumnya yang menemukan pengaruhnya terhadap keparahan akne masih bersifat anecdotal. Hanya sedikit studi eksperimen yang membawa bukti dimana stres secara kenyataan mengeksaserbasi akne.5

(40)

tentang mengapa stres dapat memperburuk akne vulgaris. Studi-studi sekarang telah menunjukkan bahwa sebum manusia mengekspresikan reseptor fungsional pada hormon corticotropin-releasing, melanocortins, beta-endorphin, vasoactive intestinal polypeptide, neuropeptide Y dan calcitonin gene-related peptide. Setelah pengikatan ligand, reseptor-reseptor ini memodulasi produksi cytokines inflamasi, proliferation, differentation, lipogenesis dan metabolisme androgen dalam sebum. Dengan menggunakan aksiautokrin, parakrin dan endokrin, faktor-faktor neuroendoerine ini kelihatannya meneruskan stres yang di picu secara sentral ke kelenjar sebasea, akhirnya mempengaruhi masa klinis dari akne. Kortikosteroid dan androgen adrenal yang meningkat, kedua-duanya hormon yang diketahui memperburuk akne, dilepaskan selama periode-periode stres yang emosional. Zat P bisa menstimulasi lipogenesis kelenjar sebaseayang diikuti oleh proliferasasi Propionibacterium acnes, dan bisa menghasilkan pengaruh terhadap kelenjar sebasea oleh provokasi reaksi-reaksi inflamasi melalui mast cells. Akhirnya, stres psikologis dapat memperlambat penyembuhan lesi sampai 40%, yang dapat merupakan sebuah faktor dalam perbaikan lesi-lesi akne(gambar 2).5

Gambar 1. Pengaruh faktor psikoendokrin dan psikoimunologi terhadap timbulnya akne.

CNS = Central nervous system, ACTH : Adrenocorticotropin, TSH : Tyroid-stimulating hormone, STH : Somatrotropic hormone

(41)

2. 5. 5. Patofisiologi

(42)

Gambar 2. Patofisiologi akne

Dikutip dari : Zaenglein LA, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS, Acne vulgaris and acneiform eruptions. In: Wolff K, Goldsmith LA, Kaa SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitz patrick’s dermatology n general medicine. 7th ed. New York: Mc Graw- Hill Medical; 2008. p. 691.

2. 5. 6. Gambaran klinis

Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul yang tidak beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan pasien adalah keluhan estetis. Komedo adalah simtom patognomonik bagi akne berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo, open comedo). Sedang bila berwarna putih kerana letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, close comedo).21

(43)

Akne vulgaris onset lambat timbul setelah pubertas dan dapat dibagi menjadi 2, yaitu a) akne vulgaris pada dagu, yaitu akne inflamasi dengan lesi-lesi di sekitar mulut dan dagu. komedo jarang ditemukan, mengenai wanita dan mengalami eksaserbasi selama periode menstruasi, serta cenderung menjadi resisten terhadap pengobatan dan menghasilkan eritema paska inflamasi dengan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan skar, serta b) akne vulgaris sporadik, yaitu akne vulgaris yang timbul kemudian tanpa alasan yang jelas atau berhubungan dengan suatu penyakit sistemik. Jenis ini dapat berlokasi dimana saja. Pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun, lesi ini tampaknya lebih sering pada daerah badan dibandingkan wajah.23

Tidak diketahui alasan mengapa akne vulgaris persisten pada orang dewasa. Wanita dengan akne vulgaris persisten memiliki sekresi sebum yang lebih besar dibandingkan yang tanpa akne vulgaris, dan rokok tampaknya menjadi suatu faktor predisposisi bagi keadaan ini sedangkan faktor-faktor eksternal lain seperti kosmetik, obat-obatan, atau jenis pekerjaan tidak mempunyai pengaruh apapun.23 Akne vulgaris non inflamasi (dengan mikro dan makro komedo) dilaporkan lebih sering pada wanita perokok dibandingkan bukan perokok pada wanita usia 25-50 tahun (41,5% berbanding 9,7%)24, suatu fakta yang dikonfirmasi dari penelitian yang dilakukan oleh Schafer dan kawan-kawan, tahun 2001 yang menyatakan bahwa prevalensi akne vulgaris lebih besar terlihat pada perokok (40,8%) dibandingkan bukan perokok (25,5%).25 Merokok tampaknya menjadi suatu faktor yang berperan penting dalam, meningkatkan prevalensi dan menambah tingkat keparahan akne vulgaris. Kira-kira 50% pasien memiliki riwayat menderita akne vulgaris post adolescent dalam keluarga derajat pertamanya, suatu faktor yang diketahui meningkatkan risiko terkena akne Vulgaris pada usia dewasa sebesar 3,93 %.26

(44)

insulin. Mereka memiliki risiko lebih besar untuk terkena penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus.27 Pasien dengan keadaan seperti ini dan mereka dengan akne vulgaris onset lambat dapat memiliki gangguan metabolik androgen perifer, ovarium dan adrenal sehingga memerlukan pemeriksaan khusus.23

Berbagai riwayat pengobatan dalam keluarga harus benar-benar diteliti dan mengeksklusi faktor-faktor pencetus sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu obat-obatan, bahan kosmetik komedogenik, dan rokok.23,28

GRADASI

Gradasi yang menunjukkan ringan sampai berat penyakit diperlukan bagi pilihan pengobatan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yang dikemukanan.21

Menurut Wasitaatmadja pada tahun 1982 di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut: 21

1. Ringan : - Beberapa lesi tidak beradang pada 1 predileksi.

- Sedikit lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi.

- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi. 2. Sedang : - Banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi.

- Beberapa lesi tidak beradang pada lebih dari 1 predileksi.

- Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi.

- Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi. 3. Berat : - Banyak lesi tidak beradang pada lebih dari 1

- Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi predileksi.

(45)

2. 5. 7. Diagnosis banding

Pyschogenic excoration dicirikan oleh goresan yang berlebihan atau tusukan pada kulit normal atau kulit dengan irregularitas permukaan ringan. Itu diperkirakan terjadi pada 2% pasien dermatologis. Komorbiditas psikiatrik pada pasien dengan pyschogenic excoration, khususnya gangguan mood dan ansietas adalah umum. Pasien-pasien dengan pyschogenic excoration sering mengalami gangguan komorbid, termasuk gangguan obsessif-kompulsif, gangguan dismorfik tubuh, gangguan penyalahgunaan zat, gangguan makan, trichotillmania, compulsive buying, gangguan kepribadian obsessif-kompulsif dan gangguan kepribadian borderline. Ada sedikit studi pengobatan farmakologi terhadap pasien dengan psichogenic excoration. Studi-studi kasus, percobaan terbuka dan studi double blind kecil telah menunjukkan kemanjuran dari selective serotonin reuptake inhibitors ( SSRIs) pada psychogenic excoration. Belum ada percobaan terkontrol terhadap pengobatan perilaku ataupun pengobatan psikodinamis untuk psichogenic excoration. Sinonim pyschogenic excoration yaitu : neurotic excoriation, acne excoriee, pathological or compulsive skin picking, dan dermatotillomania.5

Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida, yodida, defenil, hidantoin, trimetadion, andrenocorticotropic hormone (ACTH), dan lainnya, klinis berupa erupsi papul pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua usia.21

Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.21

Rosasea merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan simtom eritema, pustul, telangiekstasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi, kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne.21

Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi, eritema, papul, pustul, di sekitar mulut yang terasa gatal. 21

(46)

terkena banyak ke ahli dermatolog atau bedah plastik untuk memperbaiki yang mereka persepsikan. Gangguan dismorfik tubuh adalah gangguan psikiatrik yang relatif umum, dimana pasien-pasien mendatangi bedah kosmetik untuk pengobatan defect yang mereka persepsikan atau bayangkan. Pengobatan secara pembedahan biasanya terbukti tidak memuaskan terhadap pasien dan terhadap praktisioner. Kadang-kadang, pasien dengan gangguan dismorfik tubuh dengan keluhan subjektif akne yang merusak penampilan secara berat. Pasien-pasien dengan gangguan dismorfik tubuh beresiko lebih besar untuk bunuh diri, 22% pasien dengan gangguan dismorfik tubuh telah mencoba bunuh diri. Sebagian besar orang dengan gangguan dismorfik tubuh mencari dan menerima pengobatan non psikiatri, walaupun pengobatan demikian jarang memperbaiki seluruh simtom gangguan dismorfik tubuh. Provider seharusnya memperhatikan gangguan dismorfik tubuh, persentase klinisnya dan pengobatan yang manjur (terapi SSRIs dan terapi perilaku kognitif).5

Kerangka Konsep

(47)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3. 1. Desain Penelitian

 Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan studi cross sectional,30,31 mengisi kuesioner WHO- 5 Well Being Index (pernyataaan seberapa dekat perasaan anda dalam 2 minggu terakhir ini). Subyek penelitian yang memiliki nilai well being index yang skor di bawah 13 mengindikasikan keadaan yang tidak sejahtera dan dianjurkan untuk menjalani test BDI II. untuk menilai apakah terdapat sindrom depresif pada pasien akne vulgarisdan apakah sindrom depresif pada pasien akne vulgaris tersebut berbeda berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, gradasi penyakit akne vulgaris, dan respons pasien akne

vulgaris terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris, serta ciri kepribadian.

3. 2. Tempat dan Waktu Penelitian III. 2. 1. Tempat penelitian :

 RSUP H. Adam Malik Medan, rawat jalan di Poliklinik Departemen penyakit Kulit dan Kelamin.

 Praktek Spesialis Kulit dan Kelamin, jalan Wahid Hasim No. 94 Medan. III. 2. 2. Waktu penelitian : 01 September- 30 November 2010

3. 3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi target : pasien aknevulgarisberumur 18 - 30 tahun. 3.3.2. Populasi terjangkau : pasien akne vulgaris berumur 18– 30 tahun

(48)

3.3.3. Sampel Penelitian : pasien yang di diagnosis aknevulgaris dengan gradasi penyakit akne vulgaris di RSUP H. Adam Malik Medan, dan rawat jalan di praktek Spesialis Kulit dan Kelamin, jalan Wahid Hasim no. 94 Medan

3.3.4. Cara pemilihan sampel : Pemilihan sampel dengan cara consecutive sampling yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.32

3. 4. Besar Sampel :

Sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi

Sepertinya halnya data numerik, estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi memerlukan 3 informasi yaitu: 33

n = 2

Zα = Nilai batas bawah dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan ; untuk nilai α = 0,05→ Zα= 1,96.

P = Proporsi simtom depresi pada pasien akne 30,7 %.8 Q = 1-p: 1-0,307=0,693

d = Tingkat ketepatan absolut yang dihendaki (ditetapkan) = 0,1.

3. 5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3. 5.1. Kriteria Inklusi :

• Pasien aknevulgaris yang di diagnosis menurut Wasitaatmadja. • Berumur 18-30 tahun.

(49)

3. 5.2. Kriteria Eksklusi :

• Memiliki gangguan psikiatri sebelum ikut penelitian.

• Memiliki kondisi penyakit medis umum, penyakit kulit dan kelamin lainnya.

• Menggunakan jenis kontrasepsi / mengkonsumsikan pil KB. • Wanita yang hamil .

• Wanita menstruasi yang ikut penelitian. • Mengkonsumsi obat isotretinoin.

3. 6. Persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent)

Semua subyek penelitian akan diminta mengisi persetujuan secara tertulis untuk ikut kedalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas. Selanjutnya subyek mengisi kuesioner WHO- 5 Well Being Index (pernyataaan seberapa dekat perasaan anda dalam 2 minggu terakhir ini), dan secara bersamaan subyek mengisi kuesioner yang dilaporkan sendiri ( self- report questionnaire) untuk melihat respons subyek terhadap pernyataan pengaruh psikososial akne vulgaris, serta peneliti wawancara subyek untuk gambaran ciri kepribadian. Subyek penelitian yang memiliki nilai well being index yang skor di bawah 13 mengindikasikan keadaan yang tidak sejahtera dan dianjurkan untuk menjalani test BDI II.

3. 7. Etika Penelitian

Penelitian ini masih dalam proses persetujuan dari Komite Etika penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. 8. Cara Kerja

(50)

vulgaris. Subyek penelitian yang memiliki nilai well being index yang skor di bawah 13 mengindikasikan keadaan yang tidak sejahtera dan dianjurkan untuk menjalani test BDI II. Selanjutnya subyek penelitian mengisi kuesioner BDI II yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hasil dari setiap kuesioner BDI II yang diisi oleh pasien kemudian dilihat apakah memiliki nilai depresi minimal, depresi ringan, sedang atau berat. Selanjutnya dilihat apakah terdapat perbedaan antara sindroma depresif yang dialami pasien dengan berdasarkan karakteristik demografik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan).

Kerangka Kerja

Kriteria eksklusi

Gradasi penyakit akne vulgaris Pasien akne vulgaris

Kriteria inklusi

Sindrom depresif

WHO-5 Well Being Index

Nilai well being index

Skor > 13 mengindikasikan

kedaan sejahtera

Ciri kepribadian pada pasien akne vulgaris Karekteristik demografik : -Umur

- Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan

Respons pasien akne vul-garis terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris

Nilai well being index

Skor < 13

mengindikasikan keadaan tidak sejahtera

(51)

3. 9. Identitas Variabel Variabel Bebas :

Pasien akne vulgaris, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, gradasi akne vulgaris, ciri kepribadian, respons pasien akne vulgaris terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris.

Variabel Tergantung :

WHO-5 Well Being Index, sindrom depresif yang dinilai dengan menggunakan kuesioner BDI II.

3. 10. Definisi Operasional

Akne vulgaris merupakan suatu gangguan dari unit pilosebasea yang

umum dijumpai, dapat sembuh sendiri dan terutama ditemukan pada remaja. akne vulgaris ditandai dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo) dan adanya papul inflamasi, pustul dan nodul bentuk yang berat. Akne vulgaris mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang paling padat; antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

Pasien aknevulgaris didiagnosis menurut Wasitaatmadja S.M.

Gradasi akne vulgaris sebagai berikut:

Ringan : - Beberapa lesi tidak beradang pada 1 predileksi

- Sedikit lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi

- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi. Sedang : - Banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi

- Beberapa lesi tidak beradang pada lebih dari 1 predileksi

- Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi

- Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi. Berat : - Banyak lesi tidak beradang pada lebih dari 1 predileksi

- Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi. Catatan : Sedikit: < 5, beberapa: 5-10, banyak : > 10 lesi

Tidak beradang : Komedo Putih, komedo hitam, papul.

(52)

World Health Organization – 5 Well Being Index ( WHO- 5) terdiri dari 5 pertanyaan yang merefleksikan ada atau tidaknya kesejahteraan yang dihubungkan dengan kualitas kehidupan.

 Jumlah well being index dengan tingkat 5 keseringan (hampir sepanjang waktu lebih dari 2 minggu yaitu nilai 5; tidak pernah dalam 2 minggu akhir yaitu nilai 0).

 Nilai kasar di bawah 13 mengindikasikan keadaan tidak sejahtera dan diperlukkan adanya test untuk depresi.

 Sejahtera adalah adanya kondisi memuaskan atau baik; keadaan yang dicirikan oleh sehat, kebahagian dan kemakmuran.

 Respons pasien akne vulgaris terhadap pengaruh psikososial akne vulgaris merupakan respons subyek terhadap pernyataan-pernyataan pengaruh psikososial akne vulgaris mencakup body image dan self-schema, kesulitan komunikasi dan stigma mengenai penyakit kulit.  Skala 5 point :

 Skala 1 : tidak pernah.  Skala 2 : jarang

 Skala 3 : kadang-kadang.  Skala 4 : sering.

 Skala 5 : sepanjang waktu.

Skor yang lebih tinggi maka pengaruh psikososial lebih bermakna dalam kedua cara pandangan baik positif dan negatif. Hal ukur ≥ median = negatif ; ≤ median = positif.

 Kepribadian sebagai suatu motivasi, emosi, gaya interpersonal, perilaku dan ciri (trait) yang bersifat pervasif dan bertahan lama pada sesseorang.

 Ciri kepribadian bersifat fleksibel, dan gambaran klinisnya tidak memenuhi kriteria atau pedoman diagnostik.

 Sindrom depresif adalah simtom depresif yang dinilai berdasarkan BDI II.

Gambar

Gambar 1. Pengaruh faktor psikoendokrin dan psikoimunologi   terhadap timbulnya akne. CNS = Central nervous system, ACTH : Adrenocorticotropin, TSH : Tyroid-stimulating hormone, STH : Somatrotropic hormone
Gambar 2. Patofisiologi akne
Tabel 4.1. Karakterisrik demografik berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan,                            pekerjaan
Tabel 4. 3. Distribusi WHO-5 well being index pada pasien akne vulgaris
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang bertolak dari ide awal, hasil pra survey, dan hasil diagnosis yang terkait dengan pemecahan masalah atau fokus tindakan

Suku-suku yang ada di Kabupaten Banggai Kepulauan antara lain:  Suku Banggai, Saluan dan Balantak merupakan suku asli yang terdapat.. hampir diseluruh wilayah

Dalam pemberian imunisasi pada bayi dan anak dapat dilakukan dengan.. beberapa imunisasi yang

Tidak ada kendala yang berarti artinya yang terkumpul di baznas tulungagung itu memang mayoritas dari pns terus kalau dari masyarakat sekitar itu menggunakan UPZ

Dalam analisis dampak penambahan dopan terhadap karakteristik pelet UO 2 sinter dalam rangka peningkatan ukuran butir menjadi lebih besar, pengaruh ukuran butir bila bahan bakar

Percobaan ekstraksi dan analisis diawali menggunakan standar, setelah mendapatkan parameter yang optimum digunakan untuk ekstraksi sampel PEB UMo/Al.Tujuan percobaan untuk