• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pertumbuhan dan bioaktivitas antibakteri spons laut petrosia nigricans yang ditransplantasikan pada lingkungan perairan yang berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian pertumbuhan dan bioaktivitas antibakteri spons laut petrosia nigricans yang ditransplantasikan pada lingkungan perairan yang berbeda"

Copied!
393
0
0

Teks penuh

(1)

DITRANSPLANTASIKAN PADA LINGKUNGAN PERAIRAN

YANG BERBEDA

SUPARNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Pertumbuhan dan Bioakvitas Antibakteri Spons Laut Petrosia nigricans yang Ditransplantasikan pada Lingkungan Perairan yang Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Suparno

(3)
(4)

Marine Sponge Petrosia nigricans in Different Waters Environment. Under direction of DEDI SOEDHARMA, NEVIATY PUTRI ZAMANI, and RACHMANIAR RACHMAT.

Sponges are marine animals known to produce bioactive compounds that are useful as antibiotics, antifungal, antivirus, anticancer, antiinflammation, antioxidant that has continued to be explored. The purpose of this study were (1) to analyze the growth rate and survival rate of transplanted sponges P. nigricans in different water conditions, and (2) to analyze the antibacterial bioactivities of sponges P. nigricans (including chemistry antibacterial component) from nature and transplanted sponges in different water condition. Analysis of variance showed that the survival rate of sponges P.nigricans showed a significant difference between the depth of the location and time of observation. P. nigricans sponge survival rate ranged 90.0-100.0%. The average of survival sponges rate in Pari Island waters higher than in Pramuka Island waters. Average of length growth rate sponge P. nigricans is 4.42±0.066-6.15±0.88% per month. The average of survival sponge rate at 15 meters depth was higher than in 7 meters depth. P. nigricans sponge survival rate was high compared to some sponge transplant research before. Based on toxicity tests with brine shrimp lethsality method (LC50), the result was range between 36.95-73.76 µg/ml. This P.

nigricans was toxic sponges and have the potential development for pharmaceutical ingredients. P. nigricans crude extracts sponges naturally from Pari Island waters was larger inhibition zone than in Pramuka Island waters. Analysis of inhibition zone variance bacteria showed very different results in different locations Pramuka and Pari and not significantly different month observation. P. nigricans bioactivity sponges have the higher inhibition potential to Staphylococcus aureus and Escherichia coli on total organic matter rich waters. The results of inhibition analysis showed the sponge transplants E. coli and S. aureus was different results and significantly differences in location and depth, both Pari and Pramuka sponges observation. Inhibition zone average sponge transplants of E. coli bacteria content 15 mg/ml ranged from 4.53±1.01-5.81±1.21mm and S. aureus bacteria between 8.31±2.12-12.08±2.32 mm. Bioactivity of transplants sponge is lower than natural sponges. Research result showed that there were tight relation between age of sponge P. nigricans and bioactive compound from sponges’s crude extract in different depth at Pari and Pramuka Island seawater with high correlation coefficient value. Correlation value of age and bioactive compound from sponges’s crude extract was about 0.953-0.981. Identification of active compounds based on Gas Chromatography analysis from transplants sponge retention time 5.84 of 7.82% presentations area be fathomed compounds from 2-pentanone, 4-hydroxy-4-méthyl (CAS) and for natural with a retention time 8.59 of 11.54% presentations area be fathomed compounds from cyclohexan-2-1-one, 3,5,5-trimethyl. High growth rate and survival, and the contents of bioactive compounds indicate that P. nigricans sponge is promising candidates for further cultivation in natural habitats and ponds.

(5)
(6)

nigricans yang Ditransplantasikan pada Lingkungan Perairan yang Berbeda. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA, NEVIATY PUTRI ZAMANI, dan RACHMANIAR RACHMAT.

Spons merupakan hewan laut yang diketahui dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang bermanfaat sebagai antibiotik, antijamur, anti virus, anti kanker, anti imflamasi, antioksidan yang selama ini terus dieksplorasi. Senyawa bioaktif tersebut jika terbukti bermanfaat, kemudian dikembangkan guna memperoleh “lead compound”, kemudian disintesis sebagai obat-obatan bagi manusia, akan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Spons merupakan filum yang paling banyak dieksplorasi karena memiliki banyak senyawa bioaktif dari berbagai tipe. Spons yang dipilih dalam penelitian ini adalah P. nigricans, dengan pertimbangan spons ini mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bioaktivitas antibakteri yang tinggi. Penelitian mencari hubungan bioaktivitas antibakteri spons yang ditransplantasikan dengan parameter lingkungan perairan belum banyak dilakukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisa laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup spons P. nigricans yang ditransplantasikan pada kondisi perairan yang berbeda, (2) Menganalisa bioaktivitas antibakteri spons P. nigricans (termasuk komponen kimia yang bersifat antibakteri) yang diperoleh dari alam dan hasil transplantasi pada kondisi perairan yang berbeda.

Penelitian dilakukan diperairan Pulau Pari dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu serta di laboratorium selama satu setengah tahun, yaitu bulan Juli 2007 sampai Januari 2009. Metode transplantasi spons yang dipakai adalah metode transplantasi dengan cara spons dilewatkan pada seutas tali polyetilen (diameter 4 mm) ditengahnya. Fragmen dipotong berbentuk kubus dengan ukuran (5 cm x 5 cm x 5 cm) dan berat sekitar 30 gram. Setelah fragmen ditransplantasikan pada seutas tali, fragmen bertali tersebut kemudian diikatkan pada kerangka besi berukuran 1m x 1 m. Fragmen bertali yang sudah dirangkai pada kerangka besi kemudian diletakkan pada posisi horizontal pada dasar perairan pada Pulau Pari dan Pulau Pramuka dengan masing-masing kedalaman 7m dan 15m.

Spons hasil transplantasi dilihat tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spons, toksisitas, uji bioaktivitas antibakteri dan analisa kandungan awal senyawa bioaktif. Analisis dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen THP IPB, Laboratorium Biologi Laut Departemen ITK IPB, Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Departemen MSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Laboratorium PPLH-IPB, dan isolasi senyawa dengan GC-MS di Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta.

(7)

lebar, dan tebal antara kedalaman lokasi dengan uji beda nyata terkecil (P< 0.05 ) diperoleh laju pertumbuhan yang berbeda nyata antara semua kedalaman. Uji beda nyata terkecil (BNT) terhadap laju pertumbuhan panjang, lebar dan tebal menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan semua bulan pengukuran spons. Berdasarkan rata-rata laju pertumbuhan panjang, lebar dan tebal spons, laju pertumbuhan panjang dan lebar hampir sama, sedangkan laju pertumbuhan tebal spons lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan panjang dan lebarnya. Laju pertumbuhan panjang spons pada perairan Pari 7m, Pari 15m, Pramuka 7m dan Pramuka 15m berturut-turut 5.53 ±0.75%/bulan, 6.15±0.88%/bulan, 4.42±0.66%/bulan, dan 4.90±0.71%/bulan. Laju pertumbuhan lebar spons pada perairan Pari 7m, Pari 15m, Pramuka 7m dan Pramuka 15m berturut-turut sebesar 5.50±0.69%/bulan, 6.15±0.78%/bulan, 4.41±0.62%/bulan, dan 4.88±0.67%/bulan. Sedangkan laju pertumbuhan tebal spons pada perairan Pari 7m, Pari 15m, Pramuka 7m dan Pramuka 15m berturut-turut 3.67±0.44%/bulan, 4.38±0.57%/bulan, 2.80±0.27%/bulan, dan 3.15 0.35%/bulan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rata-rata kelangsungan hidup spons P. nigricans menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedalaman lokasi dan waktu pengamatan (P<0.05). Kelangsungan hidup spons P. nigricans berkisar 90.00-100.00%. Kelangsungan hidup spons P. nigricans setelah 1 tahun transplantasi berkisar 90.0-100.0%, rata-rata kelangsungan hidup spons perairan Pulau Pari lebih tinggi dari pada perairan Pulau Pramuka dengan nilai pada lokasi Pari 7m (94.61±2.09%), Pari 15m (100±0.00%), Pramuka 7m (91.28±2.78%) dan Pramuka 15m (97.44±1.40%). Rata-rata kelangsungan hidup spons kedalaman 15m lebih tinggi dari pada kedalaman 7m. Kelangsungan hidup spons P. nigricans termasuk tinggi dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian transplantasi spons.

Ekstrak kasar spons P. nigricans alam dari perairan Pari memperlihatkan diameter zona hambat yang lebih besar jika dibandingkan dengan spons di perairan Pulau Pramuka. Hasil analisis ragam terhadap zona hambat bakteri menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada perbedaan lokasi Pramuka dan Pari (p<0.05) dan tidak berbeda nyata terhadap bulan pengamatan (p>0.05). Rata-rata diameter zona hambat Escherichia coli di Pramuka dan Pari adalah 7.00±0.62 mm dan 8.42±0.38 mm, sedangkan rata-rata diameter zona hambat Staphylococcus aureus pada perairan Pramuka dan Pari adalah 17.39±0.52 mm dan 18.83±0.37 mm. Bioaktivitas spons P. nigricans terhadap bakteri S. aureus dan E. coli memiliki potensi penghambatan yang lebih tinggi pada perairan yang kaya bahan organik.

Bioaktivitas spons P. nigricans dengan konsentrasi 15 mg/ml mempunyai zona hambat yang lebih tinggi pada bakteri S. aureus dan E.coli di perairan yang kaya bahan organik dibandingkan perairan yang rendah bahan organik. Hasil analisis ragam terhadap zona hambat bakteri dan E. coli dan S. aureus menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap perbedaan kedalaman lokasi dan bulan pengamatan spons Pramuka dan Pari (p <0.05). Rata-rata zona hambat spons transplantasi pada konsentrasi ekstrak kasar 15 mg/ml pada bakteri E. coli berkisar antara 4.53±1.01-5.81±1.21 mm. Zona hambat spons ekstrak kasar pada bakteri S. aureus rata-rata berkisar antara 8.31±2.12-12.08±2.32 mm. Bioaktivitas spons hasil transplantasi mempunyai penghambatan yang lebih rendah dari pada spons alam.

(8)

Hasil pengujian dengan Kromatografi Lapis Tipis (TLC) mengindikasikan keberadaan senyawa bioaktif yang ditunjukkan oleh nilai Rf (retardaction fraction). Nilai Rf yang diperoleh dari fraksi spons hasil transplantasi adalah 0.60, 0.69, 0.81, dan 0.82 dan fraksi dari alam pada nilai 0.60, 0.69. 0.67, 0.80 dan 0.81. Hasil uji bioautografi terhadap fraksi hasil TLC dan Kromatografi Kolom menunjukkan keaktifannya dalam menghambat bakteri S. aureus dan E. coli.

Identifikasi senyawa aktif dengan kromatografi gas menunjukkan keberadaan fraksi aktif spons hasil transplantasi pada waktu retensi 5.84 dengan presentasi area 7.82 % diduga senyawa 2-Pentanone,4-hydroxy-4-methyl (CAS) dan spons dari alam pada waktu retensi 8.59 dengan persentasi area 11.54 % diduga senyawa 2-Cyclohexan-1-one, 3,5,5-trimethyl.

Hasil penelitian selama 1 tahun, terdapat hubungan yang erat antara usia spons dengan kandungan senyawa aktif ekstrak kasar spons P. nigricans, makin lama usia spons dibudidayakan, makin tinggi kandungan senyawa aktifnya. Nilai korelasi usia dan kandungan senyawa aktif ekstrak berkisar 0.953-0.981. Korelasi positif yang tinggi usia dan kandungan senyawa aktif menunjukkan bahwa pertambahan usia spons diikuti dengan kenaikan kandungan senyawa aktif ekstrak kasar spons.

(9)
(10)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(11)
(12)

PADA LINGKUNGAN PERAIRAN YANG BERBEDA

SUPARNO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Suharsono

(14)

Nama : Suparno NIM : C661040041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA. Ketua

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc. Prof. Dr. Rachmaniar Rachmat, Apt. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(15)
(16)

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunianya-Nya sehingga disertasi” Kajian Pertumbuhan dan Bioaktivitas Antibakteri Spons Laut Petrosia nigricans yang Ditransplantasikan Pada Lingkungan Perairan Yang Berbeda ” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pari dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu selama satu setengah tahun, yaitu bulan Juli 2007 sampai Januari 2009.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc dan Prof. Dr. Rachmaniar Rachmat, Apt selaku anggota komisi pembimbing yang banyak sekali memberikan arahan dan bimbingan disertasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pengelola Program Penelitian Hibah Pasca IPB yang telah memberikan bantuan dana dalam disertasi ini.

Penghargaan Penulis sampaikan kepada Dr Nicole J.De Voogd (Curator/Researcher Porifera, National Museum of Natural History, Leiden, Netherlands) yang telah mengirim banyak artikel tentang biologi dan ekologi spons untuk menjadi rujukan dalam disertasi ini. Ucapan terima kasih tak lupa Penulis sampaikan kepada saudara Dondi Arafat, S.Pi,M.Si sebagai buddy (mitra) selam selama penelitian, Windhyka Priyatmoko S.Pi dan Iis Triyulianyi, S.Pi, M.Si atas bantuan di laboratorium, serta saudaraku Dr. Tjahjo Winanto, M.Si, Dr. Ir. M. Hatta, M.Si dan rekan-rekan Pascasarjana IPB angkatan 2004 atas motivasi yang diberikan. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada orang tuaku, Bapak Ponijan Djojo Pranoto dan Ibu Mustiah di Kediri Jawa Timur, kedua mertuaku, Bapak Mardi dan Ibu Raflizar, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih tak terhingga kepada Istriku Eliza Mardi A.Mk dan anakku M.Hilmi, M.Reza dan Nadia Fadhila, terima kasih atas segala pengorbanan, dorongan dan kasih sayang selama ini.

Penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, namun Penulis sadar disertasi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan sumbang saran sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2012

(17)
(18)

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1969 di Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Ponidjan Djojo Pranoto dan Ibu Mustiah. Penulis lulus dari SMAN I Kediri tahun 1988, melalui jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK) diterima di IPB tahun 1988 dan lulus Sarjana Perikanan tahun 1993. Semasa kuliah pernah menjadi asisten dosen di mata kuliah Ichtiologi pada tahun 1990-1993. Penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Ilmu Kelautan IPB dengan beasiswa BPPS Ditjen Dikti tahun 1996 dan lulus tahun 1999. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan Program Doktor di IPB di Program Studi Ilmu Kelautan dengan Beasiswa BPPS.

Penulis sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kopertis Wilayah X (UPT Kemendikbud) dipekerjakan sebagai Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta Padang sejak tahun 1994 diangkat melalui jalur beasiswa TID IPB. Penulis pernah menjadi karyawan tambak udang PT. Dipasena Citra Darmadja sebagai staf Litbang mikrobiologi di Kabupaten Lampung Utara pada tahun 1993-1994. Penulis pernah menjabat Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Universitas Bung Hatta (tahun 2000- 2004), anggota senat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2001-2004 dan Pembina Club Diving (Selam) Mahasiswa Universitas Bung Hatta.

Pada tanggal 14 Juni 1996, Penulis menikah dengan Eliza Mardi A.Mk di Padang dan telah dikaruniai tiga anak yang bernama Muhammad Hilmi (lahir 27 Februari 1997), Muhammad Reza (lahir 18 Oktober 2000) dan Nadia Fadhila (24 Oktober 2004).

(19)
(20)

Halaman

DAFTAR TABEL……….. ... xxi

DAFTAR GAMBAR………. ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN………... xxvii

PENDAHULUAN……….. ... 1

Latar Belakang………... 1

Tujuan Penelitian………... ... 5

Hipotesa... 5

Manfaat Penelitian... 5

Ruang Lingkup Penelitian...

5

TINJAUAN PUSTAKA... 9

Klasifikasi Hewan Uji... 9

Morfologi Spons... 10

Makanan dan Cara Makan... 14

Kualitas Air ... 16

Transplantasi Spons... 21

Pertumbuhan Transplantasi Spons... 23

Komponen Bioaktif dari Spons... 24

Senyawa Bioaktif yang Diisolasi dari Spons Indonesia... 26

Komponen Bioaktif Petrosia sp... 30

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP SPONS Petrosia nigricans PADA LINGKUNGAN PERAIRAN YANG BERBEDA Abstrak... 33

Pendahuluan... 33

Metode Penelitian... 35

Hasil dan Pembahasan... 42

Simpulan... 65

Daftar Pustaka... 65

BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERI SPONS Petrosia nigricans PADA LINGKUNGAN PERAIRAN YANG BERBEDA Abstrak... 71

Pendahuluan... 71

Metode Penelitian... 73

Hasil dan Pembahasan... 85

Simpulan... 113

Daftar Pustaka... 114

PEMBAHASAN UMUM………... 119

SIMPULAN DAN SARAN………... ... 127

DAFTAR PUSTAKA... 129

(21)

1. Perbandingan laju pertumbuhan spons (% per tahun) pada

beberapa metode transplantasi... 24

2. Metabolit baru dari organisme laut yang ditemukan dalam

1986-1987 (Faulkner 1998)... 25

3. Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut (Soest dan

Braekman 1999)... 27

4. Senyawa bioaktif yang diisolasi dari spons Indonesia... 29

5. Parameter kualitas air, metode dan tempat pengukuran... 38

6. Jumlah sampel dalam rak transplantasi untuk pengukuran

pertumbuhan... 40

7. Rata-rata hasil pengukuran kualitas air selama penelitian di

perairan Pulau Pari dan Pulau Pari... 43

8. Regenerasi fragmen spons P. nigricans... 52

9. Jumlah sampel dalam rak transplantasi untuk uji bioaktivitas

antibakteri... 75

10. Spesifikasi dan kondisi alat GC-MS... 83

11. Hasil uji BSLT ekstrak spons P. nigricans dari alam dan

transplantasi berumur 1 bulan... 86

12. Nilai Rf fraksi organik ekstrak kasar spons P. nigricans... 97

13. Nilai Rf fraksi hasil pemurnian Column Chromatography ekstrak spons P. nigricans ... 99

14. Kelompok senyawa hasil identifikasi GC-MS menggunakan database Wiley 7n.1 untuk fraksi aktif spons hasil transplantasi

perairan Pari 15m ... 103

15. Kelompok senyawa hasil identifikasi GC-MS menggunakan database Wiley 7n.1 untuk fraksi aktif hasil spons alam

Pari 7m... ... 106

16. Koefisien determinan dan koefisien korelasi hubungan usia

dan kandungan senyawa aktif spons P. nigricans... 109

(22)
(23)

1. Roadmap penelitian... 4

2. Bagan pendekatan masalah penelitian... 8

3. P.nigricans dari perairan Pulau Pari... 9

4. Penampang melintang tubuh spons berdasarkan susunan tubuhnya (Myers 2001)... 12

5. Dinding sel spons (Rigby et al. 1993) ... 13

6. Hubungan antara kekayaan spesies spons dan kedalaman... 20

7. Hubungan antara kelimpahan spons dan kedalaman pada tiga tipe senyawa bioaktif (Voogd 2005) ... ... ... 20

8. Peta lokasi penelitian di perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta... 36

9. Metode transplantasi rak spons... 39

10. Metode transplantasi dengan melewatkan tali nilon pada fragmen

(Duckworth et al.1999)... 39

11. Pemotongan dan peletakkan spons dalam rak transplantasi pada

hari pertama... 51

12. Perkembangan fragmen spons dari hari 1 sampai 1 tahun.di Perairan Pulau Pari... 53

13. Laju perumbuhan panjang spons P. nigricans (%) per bulan... 55

14. Laju pertumbuhan lebar spons P. nigricans (%) per bulan ... 56

15. Laju pertumbuhan tebal spons P. nigricans (%) per bulan ... 56

16. Analisis komponen utama kualitas air A. Korelasi antara variabel pada sumbu 1 dan sumbu 2. B. Distribusi stasiun

penelitian pada sumbu 1 dan sumbu 2... 57

17. Kelangsungan hidup spons setelah 1 tahun... 63

18. Kelangsungan hidup spons di Perairan Pulau Pramuka dan Pari pada pada kedalaman 7m dan 15m... 63

19. Penempelan dan kompetisi ruang spons dengan makroalga pada

kedalaman 7m di perairan Pulau Pari... . 64

20. Kematian spons di Perairan Pulau Pramuka pada bulan ke tiga... 64

(24)

23. Diagram alur uji toksisitas dengan A. salina... 79

24. Diagram alur proses fraksinasi... ... 80

25. Diagram alur proses fraksinasi GC-MS... 82

26. Alat kromatografi gas GC-MS... 83

27. Toksisitas spons di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Pari pada

kedalaman 7m dan 15m... 87

28. Kultur A. salina pada media air laut steril dan uji toksisitas

menggunakan A. salina... 87

29. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari alam terhadap

E. coli (15mg/ml)... 89 30. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari alam terhadap

S. aureus (15mgm/l)... 89 31. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari transplantasi

terhadap E. coli (15mg/ml)... 91 32. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari transplantasi

terhadap S. aureus(15mg/ml)... 91

33. Hasil uji ekstrak kasar spons P. nigricans terhadap E. coli setelah

berumur 1 tahun di perairan Pramuka dan Pari... 90

34. Hasil uji ekstrak kasar spons terhadap S. aureus setelah berumur

1 tahun di perairan Pramuka dan Pari... 93

35. Grafik Analisis Komponen Utama kualitas air dan kandungan senyawa aktif ekstrak kasar spons transplantasi. A. Korelasi antara variabel pada sumbu 1 dan sumbu 2. Distribusi stasiun

penelitian pada sumbu 1 dan sumbu 2... 91

36. Contoh hasil kromatografi lapis tipis (TLC) dengan sinar UV pada

panjang gelombang 254 nm pada spons transplantasi [Pi15m(37-47)] 98

37. Hasil uji bioautografi fraksi pada pelarut heksan etil asetat pada

bakteri S. aureus pada spons... 98

38. Hasil uji bioaktivitas fraksi spons transplantasi ([Pi15m]1-[Pi15m]6)

Hasil pemurnian kolom kromatografi terhadap bakteri S.aureus... 100

39. Hasil uji bioaktivitas fraksi spons alam ([Pi]1-[Pi]4) hasil pemurnian

kolom kromatografi terhadap bakteri S.aureus... 101

(25)

41. Spektrum massa senyawa 2-Pentanone, 4-hydroxy-4-methyl

(CAS)...

104

42. Struktur molekul senyawa 2-Pentanone, 4-hydroxy-4-methyl (CAS) dengan rincian padanan nama lainnya menurut database Wiley

7n.1... 105

43. Kromatogram hasil GC-MS fraksi aktif spons alam perairan

Pulau Pari 7 meter... 106

44. Spektrum massa senyawa 2-Cyclohexan-1-one,3,5,5-trimethyl... 107

45. Struktur molekul senyawa 2-Cyclohexan-1-one, 3,5,5-trimethyl dengan rincian padanan nama lainnya menurut database

Wiley 7n.1... 105

46. Hubungan usia spons dan kandungan senyawa aktif

di Pulau Pari 7m... 111

47. Hubungan usia spons dan kandungan senyawa aktif di Pulau

Pari 15m... 112

48. Hubungan usia spons dan kandungan senyawa aktif di Pulau

Pramuka 7m... 112

49. Hubungan usia spons dan kandungan senyawa aktif (%) ekstrak

spons P. nigricans di perairan di Pulau Pramuka 15m... 113

(26)
(27)

1. Hasil pengukuran suhu (oC)... 142

2. Hasil uji t berpasangan pengukuran suhu... 142

3. Hasil pengukuran salinitas (‰)... 143

4. Hasil uji t berpasangan pengukuran salinitas... 143

5. Hasil pengukuran kecerahan (m)... 143

6. Hasil uji t berpasangan pengukuran kecerahan... 144

7. Hasil pengukuran kecepatan arus permukaan (m/dt)... 144

8. Hasil uji t berpasangan pengkuran kecepatan arus permukaan... 144

9. Hasil pengukuran pH... 144

10. Hasil uji t berpasangan pengukuran pH... 145

11. Hasil pengukuran TSS (mg/l)... 145

12. Hasil uji t berpasangan pengukuran TSS... 145

13. Hasil pengukuran TOM (mg/l)... 146

14. Hasil uji t berpasangan pengukuran TOM... 146

15. Hasil pengukuran DO... 146

16. Hasil uji t berpasangan pengukuran DO... 147

17. Hasil pengukuran fosfat (mg/l)... 147

18. Hasil uji t berpasangan pengukuran fosfat... 147

19. Hasil pengukuran nitrat (mg/l)... 148

20. Hasil uji t berpasangan pengukuran nitrat... 148

21. Pengukuran panjang spons (cm)... ... 148

22. Pertambahan panjang spons (cm)... 149

23. Pengukuran lebar spons (cm) P. nigricans... 149

24. Pertambahan lebar spons (cm) P. nigricans... 149

25. Pengukuran tebal spons (cm) P nigricans... 150

(28)

28. Analisis varian laju pertumbuhan panjang spons P. nigricans... 151

29. Uji beda nyata terkecil pertumbuhan panjang spons P.nigricans

terhadap perlakuan kedalaman... 151

30. Uji beda nyata terkecil pertumbuhan panjang spons P.nigricans

terhadap perlakuan waktu pengamatan (bulan) ... 152

31. Laju pertumbuhan lebar spons P nigrican (%/ bulan)... 153

32. Analisis varian laju pertumbuhan lebar spons P. nigricans... 153

33. Uji beda nyata terkecil pertumbuhan lebar spons P.nigricans

terhadap perlakuan kedalaman... 153

34. Uji beda nyata terkecil pertumbuhan lebar spons P.nigricans

terhadap perlakuan waktu pengamatan (bulan)... 154

35. Laju pertumbuhan tebal spons P nigrican (%/ bulan) ... 155

36. Analisis varian laju pertumbuhan tebal spons P. nigricans... 155

37. Uji beda nyata terkecil laju pertumbuhan tebal spons P.nigricans

terhadap perlakuan kedalaman ... 155

38. Uji beda nyata terkecil pertumbuhan tebal spons P.nigricans

terhadap perlakuan waktu pengamatan (bulan)... 156

39. Hasil uji t berpasangan laju pertumbuhan panjang, lebar dan tebal

spons... 157

40. Hasil analisis komponen utama parameter kualitas air dan laju

pertumbuhan spons... 157

41. Kelangsungan hidup spons P. nigricans (%)... 158

42. Analisis varian kelangsungan hidup spons P. nigricans... 159

43. Uji beda nyata terkecil kelangsungan spons P.nigricans terhadap

perlakuan kedalaman... 159

44. Uji beda nyata terkecil kelangsungan hidup spons P.nigricans

terhadap waktu pengamatan (bulan) ... 160

45. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari alam terhadap

bakteri E. Coli (mm) pada kosentrasi 15 mg/ml... 161

46. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari alam terhadap

bakteri S.aureus (mm) pada kosentrasi 15 mg/ml... 161

(29)

48. Analisis varian diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari

alam terhadap bakteri E. coli... 162

49. Analisis varian diameter zona hambat ekstrak kasar spons dari

alam terhadap bakteri S. aureus... 162

50. Analisis varian diameter zona hambat ekstrak kasar spons hasil

transplantasi terhadap bakteri E. coli... 162

51. Uji beda nyata terkecil diameter zona hambat ekstrak kasar spons

hasil transplantasi pada bakteri E.coli terhadap kedalaman lokasi.. 160

52. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons hasil transplantasi

terhadap bakteri E.coli (mm) pada kosentrasi 15 mg/ml... 163

53. Diameter zona hambat ekstrak kasar spons hasil transplantasi

terhadap bakteri S.aureus (mm) pada kosentrasi 15 mg/ml... 164

54. Uji beda nyata terkecil diameter zona hambat ekstrak kasar spons hasil transplantasi pada bakteri E.coli terhadap waktu pengukuran

(bulan)... 163

55. Analisis varian diameter zona hambat ekstrak kasar spons hasil

tranplantasi terhadap bakteri S. aureus... 165

56. Uji beda nyata terkecil diameter zona hambat ekstrak kasar spons

hasil transplantasi pada bakteri S.aureus terhadap kedalaman... 165

57. Uji beda nyata terkecil diameter zona hambat ekstrak kasar spons hasil transplantasi pada bakteri S.aureus terhadap waktu

pengukuran(bulan)... 166

58. Berat (gr) dan kandungan senyawa aktif ekstrak kasar spons alam. 166

59. Hasil analisis komponen utama parameter kualitas air dan kandungan senyawa aktif... 167

60. Berat (gr) dan kandungan senyawa aktif ekstrak kasar ekstrak

kasar spons transplantasi (%)... 168

61. Data kematian larva A. salina... 169

62. Probit Uji Toksisitas dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test... 169

63. Contoh perhitungan LC50... 170

(30)

Latar Belakang

Spons dimasukkan ke dalam filum Porifera yang dibagi menjadi 4 kelas yaitu Calcarea, Hexactinellida, Archaeocyatha (punah) dan Demospongiae. Kelas Demospongiae terdiri dari 90% dari sekitar 4500-5000 spesies dari total spesies yang hidup di dunia. Kelas ini dibagi menjadi 3 subkelas, 13 ordo, 71 famili dan 1005 genera, meskipun hanya 507 genera yang dinyatakan masih ada, 481 genera hidup diperairan laut dan 26 genera hidup di air tawar (Hooper 2000). Kelas Demospongiae adalah spons yang paling banyak ditemukan dan tersebar luas yang terdiri dari jenis-jenis yang paling beragam dan telah mendapatkan perhatian relatif paling banyak dari para ahli biokimia.

Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif. Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit.

(31)

(Soest dan Braekman 1999) dan beberapa sifat lainnya (Uriz et al. 1991 dalam Pronzato et al. 1999).

Sekarang pusat-pusat riset kelautan bertaraf internasional giat dalam penelitian obat-obatan dengan mengisolasi senyawa bioaktif spons. Proyek Novel Marine Technologies (NOMATEC) yang didanai European Commision merencanakan program kerja diantaranya penelitian data dasar spons, identifikasi dan ekstraksi komponen bioaktif spons, pengembangan budidaya laut, desiminasi dan perdagangan produk baru serta evaluasi peluang pasarnya (Treeck et al. 2003). Di Amerika Serikat dua lembaga ternama, Scrips Institution of Oseanography, San Diego dan University of Hawai, University of Dusseldorf, Jerman dan Australian Institute of Marine Science (AIMS), Townville, Australia, sedang memfokuskan risetnya di bidang farmasi berbahan baku spons.

Penelitian spons sekarang ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai metode transplantasi dan mencari senyawa bioaktif baru. Meskipun bahan bioaktif spons telah banyak ditemukan, namun hanya beberapa yang telah dikomersialkan. Konsentrasi bioaktif spons umumnya rendah (Unson et al. 1994), dengan kandungan bioaktif spons (invertebrata) relatif sangat kecil sekitar 10-6 %/bobot basah (Rachmat 2008). Kebutuhan biomassa dalam jumlah besar merupakan salah satu hambatan dalam komersialisasi spons karena umumnya biomassa di alam sangat sedikit. Penggunaan metode transplantasi untuk produksi senyawa bioaktif merupakan salah cara untuk menanggulangi hambatan diatas. Osinga et al. (1999) menyatakan transplantasi di alam masih merupakan cara yang terbaik untuk sediaan bioaktif spons.

(32)

Penelitian transplantasi spons untuk sediaan bioaktif di Indonesia belum banyak dilakukan, hingga saat ini diantaranya dilakukan oleh Haris (2004) dengan jenis Aaptos aaptos di Pulau Barrang Lompo dan Pulau Samalona di Sulawesi Selatan dan Voogd (2007) transplantasi spons jenis Callyspongia (Euplacella) biru di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Pertumbuhan dan bioaktivitas antibakteri spons dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mencari hubungan laju pertumbuhan, kelangsungan hidup dan bioaktivitas antibakteri spons yang ditransplantasikan dengan parameter lingkungan perairan.

Program Studi Ilmu Kelautan IPB telah mendapatkan penelitian Hibah Pasca IPB dari Ditjen Dikti dengan judul “Teknik Reproduksi Spons Laut Kelas Demospongiae untuk Sediaan Senyawa Bioaktif dari Laut” (Soedharma 2007). Penelitian “ Kajian Pertumbuhan dan Bioakvitas Antibakteri Spons laut Petrosia nigricans yang Ditransplantasikan pada Lingkungan Perairan yang berbeda” merupakan bagian dari penelitian Hibah Pasca IPB. Penelitian Hibah Pasca ini dimulai dari survey : Distribusi dan kelimpahan spons di Kepulauan Seribu, serta penelitian antibakteri spons alam. Dari survey di alam didapatkan spons unggulan jenis Aaptos aaptos dan Petrosia nigricans. Setelah didapatkan spons unggulan, kemudian dilakukan penelitian transplantasi spons dan uji bioaktivitas antibakteri spons. Penelitian berikutnya dilanjutkan dengan fragmentasi buatan dan reproduksi seksual spons Aaptos aaptos dan Petrosia nigricans dalam upaya perbanyakan stok koloni di alam. Roadmap penelitian ini terlihat pada Gambar 1.

Spons yang dipilih dalam penelitian ini adalah Petrosia nigricans, dengan pertimbangan spons ini umum terdapat di semua lokasi Perairan Indonesia termasuk Kepulauan Seribu (Voogd dan Cleary 2008; Estradivari et al. 2007). Rachmat (2005) menyatakan Petrosia sp merupakan spons yang potensial untuk diteruskan analisa dan identifikasi bioprospektingnya. Nursid et al. (2006) menyatakan spons P. nigricans memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel tumor Hela dengan nilai LC50 sebesar 11,9 µg/ml. Ashour (2005) dari Universitas

(33)

---

---

KEGIATAN/ INPUT

PRODUK/OUTPUT

TEKNIK PRODUKSI MASSAL

SENYAWA-SENYAWA BIOAKTIF PENTING

TUJUAN AKHIR

Distribusi dan kelimpahan

Ekstraksi spons (Karjo Kardono Handojo 2006)

Bioaktivitas antibakteri spons di alam (Susanna 2006)

• Kelimpahan spons di alam

• Diketahui spons yang memiliki potensi bioaktivitas awal

Penapisan senyawa aktif spons Aaptos aaptos dan Petrosia nigricans (Meutia S. Ismet 2007) Transplantasi spons Aaptos aaptos dan Petrosia nigricans (Beginer Subhan 2009)

• Teknik transplantasi terbaik

• Mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan spons

• Spons Unggulan

Fragmentasi buatan dan

reproduksi seksual spons Aaptos aaptos untuk perbanyakan stok di alam (Mujizat Kawaroe 2009)

• Dasar pemijahan buatan

[image:33.595.57.488.57.830.2]

• Teknik reproduksi spons

Gambar 1 Roadmap Penelitian Kajian pertumbuhan dan bioakvitas

antibakteri spons laut Petrosia nigricans yang ditransplantasikan pada lingkungan perairan yang berbeda ( Suparno 2012)

• Parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan spons

• Bioaktivitas antibakteri spons

• Hubungan kandungan senyawa aktif dengan usia spons

(34)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisa laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup spons P. nigricans yang ditransplantasikan pada kondisi perairan yang berbeda.

2. Menganalisa bioaktivitas antibakteri spons P. nigricans (termasuk komponen kimia yang bersifat antibakteri) yang diperoleh dari alam dan hasil transplantasi pada kondisi perairan yang berbeda.

Hipotesa

1 Perbedaan kualitas lingkungan perairan di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Pari akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup spons.

2. Perbedaan kualitas lingkungan perairan spons akan mempengaruhi bioaktivitas antibakteri spons di alam dan yang ditransplantasikan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang laju pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup spons dan pemilihan lokasi yang cocok untuk budidaya spons di alam. Penelitian ini dapat memberikan informasi keterkaitan kualitas air dengan laju pertumbuhan spons.

Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi bioaktivitas antibakteri spons di alam dan yang ditransplantasikan untuk penyediaan senyawa aktif. Informasi keterkaitan kandungan senyawa aktif dengan kualitas air dan usia spons dapat dijelaskan dalam penelitian ini.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian spons laut meningkat terutama mencari senyawa bioaktif baru

yang memiliki bioaktivitas tertentu. Pengumpulan spons untuk pemanfaatan

tersebut, pada umumnya diambil secara langsung dari alam dan sangat sedikit

yang berasal dari hasil budidaya. Pengambilan spons jika dilakukan secara terus

menerus diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan populasi spons secara

signifikan. Pada umumnya kandungan bioaktif spons jumlahnya kecil sehingga

(35)

komersial. Untuk itu diperlukan usaha-usaha pengembangan budidaya spons

sebagai bahan penyedia bioaktif.

Eksploitasi secara langsung di alam untuk pemanfaatan sebagai sumber senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa bioaktif tertentu merupakan masalah utama yang dihadapi dan perlu untuk dikendalikan agar ketersediaan stok koloni spons tetap tersedia. Pengendalian ini dapat dilakukan jika diimbangi dengan upaya perbanyakan stok dengan budidaya.

Pertumbuhan dan bioaktivitas antibakteri spons dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya kualitas air. Kualitas air yang mempengaruhi kehidupan spons adalah kedalaman, intensitas cahaya, pasang surut, kecepatan arus oksigen, makanan dan substrat (Voogd 2005; Yi et al. 2005).

Kedalaman perairan mempengaruhi ketersediaan makanan, proses-proses kimia fisika perairan dan bioaktif spons. Lesser (2005) menyatakan bahwa spons bertambah ukuran dan pertumbuhannya dengan bertambahnya kedalaman, karena meningkatnya ketersediaan bahan bahan organik. Wilkinson dan Trott (1985) menyatakan spons di Daviest Reef (Great Barrier Reef) mempunyai total biomassa mencapai maksimum pada kedalaman 20m. Voogd (2005) kekayaan jenis spons meningkat dengan bertambahnya kedalaman untuk semua kelompok bioaktif spons (lemah, sedang dan kuat) dan mencapai optimum pada kedalaman 10-15m.

Penelitian laju pertumbuhan dan bioaktivitas spons P. nigricans yang ditransplantasikan pada perairan yang berbeda, diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengembangan budidaya spons di masa mendatang, terutama untuk menghasilkan senyawa bioaktif. Kemudian dengan adanya pengembangan budidaya melalui transplantasi spons ini, diharapkan aktivitas pengambilan spons secara langsung dari alam dapat dikurangi secara berangsur-angsur, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Berkaitan penelitian laju pertumbuhan dan bioaktivitas spons P. nigricans yang ditransplantasikan pada perairan yang berbeda, diperlukan tahapan kajian sebagai berikut (Gambar 2):

(36)
(37)
[image:37.595.85.487.77.662.2]

Gambar 2 Bagan pendekatan masalah penelitian Penyediaan Biomassa

Untuk Senyawa Bioaktif

Transplantasi Spons

P.Pari Kualitas Air

P.Pramuka

Kedalaman 7m

Kedalaman 15m

Kedalaman 7m

Kedalaman 15m

Bioaktivitas Antibakteri P1

Spons Alam

P2

Identifikasi Senyawa Bioaktif Spons Transplantasi di

P.Pramuka Kedalaman

7m

Kedalaman 15m

Spons Transplantasi di P.Pari

Kedalaman 7m

Kedalaman 15 m Pramuka

Pari

P1 : Penelitian Tahap I : Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Spons P. nigricans yang ditransplantasikan pada Lingkungan Perairan yang Berbeda

(38)

Klasifikasi Hewan Uji

Berdasarkan klasifikasi (Hooper 2000) spons laut Petrosia nigricans adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae Ordo : Haplosclerida

Famili : Petrosidae Genus : Petrosia

Spesies : Petrosia nigricans

Gambar 3 P. nigricans dari Perairan Pulau Pari

(39)

Genus Petrosia banyak ditemukan di perairan terumbu karang Indonesia. Voogd dan Soest (2002) menemukan 7 spesies spons Petrosia di Sulawesi Selatan yaitu Petrosia alfiani, Petrosia corticata, Petrosia hoeksemai, Petrosia strongylata, Petrosia lignosa, Petrosia plana dan Petrosia nigricans. Karakteristik Petrosia dengan tubuh yang keras dan kokoh, warna bagian luar tubuh coklat atau kombinasi warna coklat dan warna lain (coklat kemerahan, coklat kehitaman, coklat keemasan dan coklat kekuningan) dengan bentuk pertumbuhan menyerupai tabung, vas, mangkuk, lembaran dan membulat.

P. nigricans bentuknya menyerupai lembaran, mangkok dan tabung. Ukuran spons ini bisa mencapai 150 cm tingginya dan diameternya mencapai 200 cm. P. nigricans berwarna coklat kegelapan dan coklat kehitaman. Spiculnya berbentuk oxea dan strongylota dengan 3 kategori ukuran: 240-305 X 8-16 mµ , 120-188 x 9-10 mµ , dan 57-85 x 5 mµ. Habitatnya mulai kedalaman 3 sampai 45 meter. Distribusi penyebarannya di wilayah Indo-Australia (Voogd dan Soest 2002).

Morfologi Spons

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri dari tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Haywood dan Wells 1989; Sara 1992; Amir dan Budiyanto 1996; Rachmat 1996; Romimohtarto dan Juwana 1999), sedangkan menurut (Warren 1982); Ruppert dan Barnes 1991) Filum Porifera terdiri dari empat kelas, yaitu Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia.

(40)

dan Brusca 1990; Amir dan Budiyanto 1996; Romihmohtarto dan Juwana 1999). Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan di terumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren 1982; Ruppert dan Barnes 1991).

Spons terbagi menjadi tiga kelompok utama sesuai dengan cara bagaimana tubuhnya tersusun. Spons sederhana adalah asconoid, mempunyai bentuk seperti tabung sederhana yang dipenuhi oleh lubang-lubang porus (ostia). Bagian internal yang terbuka pada tabung disebut spongocoel yang terdiri dari sel-sel leher (collars), selain itu terdapat pula satu bagian yang terbuka keluar yang disebut oskulum. Kelompok yang lebih kompleks adalah syconoid yang berukuran relatif lebih besar dibanding asconoid, mempunyai bentuk tubuh tubular dengan oskulum tunggal tetapi dengan dinding tubuh yang lebih kurus dan ukuran porus yang lebih panjang berpenetrasi ke dalam membentuk sebuah sistem kanal sederhana. Kanal-kanal tersebut dipenuhi oleh sel-sel leher (collars), flagella yang menggerakkan air ke dalam spongocoel dan keluar melalui oskulum. Kategori ketiga adalah organisasi tubuh yang disebut leuconoid, merupakan spons terbesar dan paling kompleks. Spons ini terdiri dari sejumlah kamar kecil yang digarisi oleh sel-sel berflagel. Pergerakan air melewati kanal ke dalam kamar-kamar tersebut dan ke luar melalui kanal pusat dan oskulum (Myers 2001).

(41)

Bentuknya dipengaruhi oleh lingkungan kimia dan lingkungan fisik seperti kedalaman, arus, ombak dan sedimentasi (Rachmat et al. 2001).

Gambar 4 menunjukkan contoh sederhana penampang melintang dari suatu spons berdasarkan kategori saluran serta susunan tubuh yaitu asconoid, syconoid, dan leuconoid.

Asconoid

Syconoid

Leuconoid

Gambar 4 Penampang melintang tubuh spons berdasarkan susunan tubuhnya (Myers 2001)

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30.5 cm. Jenis-jenis spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya (Romimohtarto dan Juwana 1999).

(42)

disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut zoochlorellae yang terdapat didalamnya (Romimohtarto dan Juwana 1999). Warna spons tersebut sebagian dipengaruhi oleh fotosintesis mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons umumnya adalah cyanophyta (cyanobacteria dan eukariot alga seperti dinoflagellata atau zooxanthella). Beberapa spons memiliki warna yang berbeda walaupun dalam satu jenisnya. Beberapa spons juga memiliki warna dalam tubuh yang berbeda dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup di lingkungan yang gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada lingkungan yang cerah (Wilkinson 1980).

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis seperti yang dijumpai pada marga leucosolenia, atau masif bentuknya dan agak tidak teratur. Spons juga banyak terdiri dari segumpal jaringan yang tidak tentu bentuknya, mengkerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan dan pada benda-benda inilah mereka menempel (Rigby et al. 1993). Dinding sel spons terlihat dalam Gambar 5.

Gambar 5 Dinding sel spons (Rigby et al. 1993)

Keterangan gambar :

(43)

2. Archaeocyte : Sel yang memproduksi spikula dan serat spongin, penting juga dalam mengidentifikasi jenis, memelihara bentuk spons, dan kemungkinan mencegah serangan predator

3. Sclerocyte : Sel-sel aktif spons yang mempunyai banyak mitokondria, mikrofilamen sitoplasmik, dan vakuola kecil, dan bertanggung jawab untuk memproduksi spikula kalkareus dan silikon pada spons.

4. Mesenchyme : Disebut juga mesohil yang merupakan suatu matrik protein yang terletak antara pinacoderm dan choanoderm, dimana bahan rangka ditemukan dengan semua tipe sel lainnya. 5. Pinacocyte : Lapisan pinacoderm yang terletak di permukaan bagian luar

spons yang terdiri dari satu lapisan sel.

6. Choanocyte : Berperan utama pada fagositosis dan pinakosis, karena dia mempunyai vakuola makanan, berfungsi untuk membuat arus dan mengarahkan air oleh flagella yang dikelilingi oleh sel-sel leher (collars).

7. Porocyte : Sel-sel yang terdapat pada pinacoderm dan kontraktil yang dapat membuka dan menutup lubang, mengatur diameter ostia.

8. Pore/Ostium : Bukaan bagian luar pada saluran porocytes atau disebut juga lubang pemasukan (incurrent pore).

9. Canal : Saluran tempat pertukaran air dan oksigen dan tempat masuknya makanan dan nutrien.

10. Flagellum : Berfungsi menciptakan arus masuk melalui sistem saluran pada spons dengan cara memukul-mukulnya secara terus-menerus.

11. Collar : Berfungsi menangkap partikel makanan dan dibawa ke sel tubuh dengan cara membuat gerak mengombak pada selnya dan juga berfungsi membuang sisa makanan yang tidak tercerna.

Makanan dan Cara Makan

(44)

(ostia) yang terbuka dalam air, dan di bawa ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang berflagella. Arus air yang masuk melalui sistem saluran dari spons diciptakan oleh flagella choanocytes yang memukul-mukul secara terus menerus. Choanocytes juga mencerna partikel makanan, baik disebelah maupun di dalam sel leher (collars). Sebuah vakuola makanan terbentuk dan di vakuola ini pencernaan terjadi. Sisa makanan yang tidak tercerna dibuang ke luar dari dalam sel leher (collars). Makanan itu dipindahkan dari satu sel ke sel lain dan barangkali diedarkan dalam batas tertentu oleh sel-sel amebocytes yang terdapat di lapisan tengah. Penting bagi spons untuk hidup dalam air bersirkulasi, karenanya kita temukan hewan ini dalam air yang jernih, bukannya air yang keruh. Karena arus air yang lewat melalui spons membawa serta zat buangan dari tubuh spons, maka penting agar air yang keluar melalui oskulum dibuang jauh dari badannya, karena air ini tidak berisi makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi hewan tersebut (Romimohtarto dan Juwana 1999).

Spons dapat menyaring partikel yang sangat kecil yang tidak tersaring oleh hewan-hewan laut lainnya (Bergquist 1978). Partikel yang berukuran antara

2-5 μm (protozoa, ultraplankton, detritus organik) ditangkap oleh archaeocytes, yang bergerak ke batas saluran pemasukan (incurrent canal), sementara partikel yang berukuran antara 0.1-1.5 μm (bakteri, molekul organik) ditangkap oleh

flagella sel-sel leher (collars). Gerak mengombak pada gerakan sel leher (collars) menangkap partikel makanan dan dibawa ke sel tubuh choanocytes, dimana mereka dicerna secara fagositosis atau pinositosis. Spons juga dapat mengambil dalam jumlah yang signifikan bahan organik terlarut (dissolved organic matter, DOM) secara pinositosis dari dalam air pada sistem saluran (Brusca dan Brusca 1990). Menurut penelitian (Reiswig 1976, diacu dalam Brusca dan Brusca 1990) 80 % bahan organik terlarut diambil oleh jenis spons Jamaika, dan 20 % adalah bakteri dan dinoflagellata. Menurut Bell et al. (1999) jenis ultraplankton yang dimakan oleh spons pada umumnya adalah jenis bakteri heterotropik, Prochlorococcus sp, Synechococcus sp, cyanobakteri, dan picoeukaryotes autotropik.

(45)

tubuhnya per hari. Spons yang lebih kompleks, tipe leuconoid mempunyai jumlah choanocytes yang lebih besar, yaitu 18.000 per millimeter kubik.

Kualitas Air

Suhu

Perubahan suhu air secara nyata akan mempengaruhi hampir seluruh proses-proses biokimia, proses fisilogis dan ekologis dari spons laut. Pertumbuhan spons berhubungan dengan suhu air laut untuk beberapa spesies daerah empat musim. Pertumbuhan spons Latrunculia wellingtonensis lebih besar pada musim dingin dan Polymastia croceus pada musim semi (Duckworth dan Battershill 2001). Suhu air pada penelitian transplantasi spons jenis Auletta sp di Teluk Labuange Kabupaten Barru Sulawesi berkisar 29.9-31.5oC (Masak 2003). Penelitian tranplantasi spons jenis A. aaptos di terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Makasar, suhu perairan yang terukur berkisar 26.3-29.7oC (Rani dan Haris 2005).

Salinitas

Salinitas merupakan salah satu variabel yang menentukan kehidupan organisme akuatik terutama berkaitan dengan keseimbangan osmotik antara protoplasma medium air lingkungannya. Penelitian Masak (2003) salinitas air laut pada transplantasi spons jenis Auletta sp di Teluk Labuange Kabupaten Barru di Sulawesi berkisar 30.50-33.10‰. Penelitian Rani dan Haris (2005) tranplantasi spons jenis Aaptos aaptos di terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Makasar, salinitas perairan yang terukur berkisar 29.0-32.3‰. Penelitian Voogd (2005) tentang distribusi bioaktif spons di Kepulauan Spermonde bahwa kelimpahan spons dengan kelompok bioaktif kuat berbeda nyata dan berasosiasi negatif dengan fluktuasi tingkat salinitas. Salinitas di daerah penelitian berkisar antara 28-34 ‰.

Bahan Organik

(46)

bakteriplankton. Menurut Benner menyatakan (2000) partikel bahan organik kandungannya hanya kurang dari 3% dari total bahan organik. Hampir 97% bahan organik terdiri dari bahan organik terlarut sebagai stok karbon di perairan laut.

Menurut Ribes et al. (2003) bahan organik di perairan terumbu karang dibagi 3 jenis. Pertama dalam bentuk bahan organik terlarut (dissolved organic matter) diantaranya terdiri dari simbiotik bakteri. Banyak spons didalam tubuhnya mengandung simbiotik bakteria (Ribes et al. 2003; Yahel et al. 2003). Kedua adalah jenis partikel bahan organik hidup (live particulated organic matter) diantaranya dari sel-sel plankton (Ribes et al. 2003; Reiswig, 1971). Tipe ketiga adalah partikel bahan organik tak hidup (non living particulate organic matter) diantaranya detritus. Detritus sangat penting sebagai sumber makanan spons (Ribes et al. 2003; Wilson et al. 2003).

Bahan organik terlarut berkisar antara 12.21-23.31mg/l yang cukup tinggi berasosiasi dengan tingginya pertumbuhan transplantasi spons jenis A. aaptos (Rani dan Haris 2005). Total bahan organik dari hasil penelitian (Suharyanto 2001) pada penelitian beberapa aspek biologi spons di Perairan Pulau Barrang Lompo berkisar antara 0.6-4.1 mg/l. Menurut Brusca dan Brusca (1990), spons dapat mengkonsumsi bahan organik terlarut dalam jumlah yang signifikan pada sistem saluran airnya. Ketersediaan makanan yang banyak dalam bentuk bahan organik terlarut akan memicu pertumbuhan spons yang lebih tinggi.

Penelitian budidaya tiga spons di Teluk Awarange, Kabupaten Barru di Sulawesi Selatan, yaitu Callyspongia sp, Callyspongis basilana, dan Haliclona sp dengan perbedaan ukuran transplantasi, pertumbuhan spons tinggi dengan nilai TOM 11.21- 16.00 mg/l. Tingginya kandungan TOM digunakan spons sebagai sumber makanan dengan filter feeder (Rosmiati et al. 2002). Umumnya spons, lamella branchia dan ascidians tumbuh optimal pada kondisi bahan organik 15.00 – 20 mg/l air laut (Jorgensen 2008).

Tingginya biomassa spons di Karibia menggambarkan tingginya konsentrasi bahan organik. Biomassa populasi spons di Belize Karibia lima kali lebih tinggi dibandingkan di Great Barrier Reef. Perbedaan ini disebabkan spons di Karibia mengkonsumsi sepuluh kali lebih bahan organik dibandingkan spons di Great Barrier Reef (Wilkinson dan Anthony 1990).

(47)

karang. Tingginya biomassa spons menunjukkan indikator adanya bahan organik yang tinggi pada perairan. Tingginya biomassa spons heterotropik menunjukkan indikator awal adanya polusi bahan organik di perairan (Wilkinson dan Anthony 1990).

Kecepatan Arus

Tingkat arus laut mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan biomassa spons yang ditransplantasikan. Setelah 9 bulan ditransplantasikan, spons jenis Latrunculia wellingtonensis di pesisir selatan Wellington, New Zealand, pada lokasi yang terbuka dengan kecepatan arus 0.19-0.46 m/detik dan pada lokasi yang terlindung dengan kecepatan arus 0.13 m/detik. Jenis spons yang ditransplantasikan pada perairan terbuka mempunyai biomassa dan pertumbuhan mendekati tiga kali lebih besar dari pada lokasi terlindung (Duckworth dan Battershill 2003). Tingginya pergerakan air umumnya mempengaruhi pertumbuhan spons dan berpengaruh terhadap ketersediaan makanan (Duckworth et al. 2004).

Penelitian tranplantasi spons jenis A. aaptos di terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Makasar, kecepatan arus yang terukur berkisar 0.040-5.39 cm/det. Pengaruh arus yang kuat (1.90-5.39 cm/det) terhadap rendahnya pertumbuhan spons yang ditransplantasikan diduga karena arus yang kuat dapat mengangkat sedimen dan meningkatkan kekeruhan pada daerah berpasir yang akhirnya dapat menutupi permukaan tubuh spons (Rani dan Haris 2005).

Fosfat dan Nitrat

(48)

Kedalaman Perairan

Penelitian tentang makanan dan pertumbuhan spons Callyspongia vaginalis, Angelas conifera dan Aplysina fistularis dari Florida dan Bahama terdapat perbedaan yang nyata dan lebih besar hasil transplantasi spons terhadap biomassa, pertumbuhan dan makanan dengan bertambahnya kedalaman. Penelitian dilakukan di kedalaman 7 m, 15 m, 23 m dan 30 m. Spons mengkonsumsi 65-93% partikel bahan organik dari makanannya dari semua stasiun penelitian. Spons bertambah ukuran dan pertumbuhannya dengan bertambahnya kedalaman, hal ini dikarenakan adanya bertambahnya ketersediaan makanan dan berbeda nyata proses- proses di dasar perairan yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan spons (Lesser 2005).

Penelitian spons di Daviest Reef (Great Barrier Reef) bahwa total biomassa spons mencapai maksimum pada kedalaman 20 m. Semua lokasi penelitian yang diteliti di Great Barrier Reef populasi spons menurun pada perairan yang dangkal (<10m) dibandingkan pada perairan yang lebih dalam. Cahaya dalam bentuk radiasi UV adalah faktor pembatas perairan dangkal kurang dari 10 m ( Wilkinson dan Trott 1985).

Spons di perairan Karibia menunjukkan peningkatan biomassa dan keragaman sampai kedalaman 50m. Beberapa lokasi di perairan Karibia, spons bertambah ukuran, pertumbuhan dan ketersediaan makanan dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman yang berbeda mempengaruhi ketersediaan makanan dan laju makan. Beberapa penelitian menunjukkan bertambahnya biomassa, pertumbuhan dan keragaman spons dengan bertambahnya kedalaman. Perbedaan persaingan, hidrodinamik, dan pemangsaan spons dengan perbedaan kedalaman ditemukan. Bintang laut, ikan, dan penyu sebagai predator spons, memangsa spons pada perairan yang dangkal (Lesser 2005). Kondisi hidrodinamik diantaranya dipengaruhi arus yang semakin membesar pada spons di perairan dangkal (Palumbi 1986).

(49)
[image:49.595.76.483.38.836.2]

untuk semua kelompok bioaktif spons (lemah, sedang dan kuat) dan mencapai optimum pada kedalaman 10-15 m (Gambar 6 dan Gambar 7). Kelompok bioaktif berbeda nyata dan berasosiasi positif dengan kedalaman.

Gambar 6 Hubungan antara kekayaan spesies spons dan kedalaman pada tiga tipe senyawa bioaktif (Voogd 2005)

Gambar 7 Hubungan antara kelimpahan spons dan kedalaman pada tiga tipe senyawa bioaktif (Voogd 2005)

Spons bertambah ukuran dan bertambah pertumbuhannya pada kedalaman lebih besar dari 10m (Lesser 2005). Komposisi alga dan karang menurun dengan bertambahnya kedalaman (Gardner et al. 2003). Pertumbuhan dan kelangsungan hidup spons transplantasi Psammocinia hawere di New Zealand lebih tinggi pada kedalaman 17m daripada 10m (Duckworth et al. 1997).

Intensitas sinar matahari yang tinggi di perairan dangkal pada spons hasil transplantasi meningkatkan penempelan alga. Alga dapat menyebabkan spons mati (Kaandrorp dan Kluijver 1992); alga dapat mengurangi penyembuhan luka

Kedalaman (m) Kedalaman (m)

Kelim

p

ahan

(ind/m

2 )

Kelimp

ahan

(ind/m

(50)

spons (Hoppe 1998); penempelan alga memberi kontribusi pada tingginya kematian P. hawere pada kedalaman 5 m (Duckworth et al. 1997).

Kedalaman lokasi budidaya spons mempengaruhi pertumbuhan spons Latrunculia wellingtonensis dan Polymastia croceus, dan terdapat interaksi antara musim dan aliran air (Duckworth et al. 2004). Penelitian pengaruh kedalaman pada pertumbuhan dan kelangsungan spons transplantasi memperlihatkan adanya pengaruh intensitas cahaya dan pergerakan air. Arus yang lambat menjadi faktor pembatas spons transplantasi (Wilkinson dan Vacelet 1979). Tingginya kematian spons dan pertumbuhan yang negatif spons transplantasi P. hawere pada kedalaman 5m diakibatkan oleh tingginya instensitas sinar matahari (Duckworth et al. 1997). Pengaruh sinar ultraviolet di perairan dangkal menyebabkan kerusakan jaringan spons Mycale cecilia dan menimbulkan kematian (Jokiel 1980).

Beberapa faktor seperti turbulensi, kompetisi, radiasi ultraviolet dan pemangsaan adalah hal yang sering terjadi pada kondisi spons perairan dangkal (Wilkinson dan Evans 1989). Kompetisi ruang dengan organisme bentik seperti karang dan alga di perairan dangkal, menyebabkan spons kalah dalam kompetisi ini. Pengaruh pemangsaan mengurangi kelimpahan spons diperairan dangkal, sebagai contoh penyu dan beberapa spesies ikan diketahui memakan spons di perairan berkarang di Karibia (Wilkinson dan Anthony 1990).

Transplantasi Spons

(51)

sintasannya berbeda nyata, dimana sintasan tertinggi didapatkan pada metode pertama, yaitu fragmen ditempatkan pada jaring. Laju pertumbuhan pada kedua jenis spons, yang didapatkan pada metode pertama relatif bagus dengan pertumbuhan berat rata-rata 1.2 gram selama 95 hari penelitian, dan sintasan mencapai 100 % pada L. brevis dan 97.5 % pada P. croceus (40 fragmen).

(52)

setelah 120 hari pemeliharaan tidak berbeda pada substrat BP, PV dan PH masing-masing dengan nilai 70.83, 75.00 dan 76.67 %.

Metode transplantasi spons oleh Voogd (2005) di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan dengan metode menembusnya dengan tali poliethylen pada jaringan spons dan dibentangkan rangka besi segi empat berukuran 70 x 100 cm2. Dari Sembilan jenis spons yang ditransplantasikan: Aaptos suberitoides, Acanthostrongylophora sp, Amphimedon paraviridis, Callyspongia (Euplacella) biru, Hyrtios reticulatus, Ircinia ramosa, Petrosia hoeksemai, Petrosia nigricans dan Pseudoceratina purpurea. Dari sembilan spesies, tujuh spesies yang diseleksi untuk dibudidayakan. Angka kelulusan hidupnya, tinggi untuk semua spesies. Angka kelulusan hidup 80% untuk A. paraviridis dan 92% untuk I. ramosa. Kematian tinggi terjadi pada transplan P. purpurea.

Penelitian Hibah Pasca IPB (Soedharma et al. 2007) spons P. nigricans melimpah di perairan Pulau Pari dan Pramuka. Penelitian transplantasi spons Petrosia sp selama 1 bulan di perairan Pulau Pari dihasilkan spons dengan kelangsungan hidup berkisar 95.12-100%. Sedangkan kelangsungan hidup spons A. aaptos selama transplantasi 1 bulan berkisar 36.54-88.46%.

Pertumbuhan Transplantasi Spons

Penelitian budidaya spons sebagai spons bahan antikanker, antibakteri dan antitumor di Selandia Baru dengan jenis Latrunculia wellingtonensis dan Polymastia croceus pada perairan yang terbuka dan terlindung dengan volume awal rata-rata 25.0 cm3 dan 23.4 cm3. Hasil penelitian menyatakan pertumbuhan (biomassa) berbeda nyata dipengaruhi oleh lokasi dan metode transplantasi. Pertumbuhan rata-rata spons L. wellingtonensis metode tali pada perairan yang terbuka selama 9 bulan sebesar 241 cm3 atau terjadi peningkatan volume awal 960%. Sedangkan spons P. croceus pada metode tali pada perairan terbuka setelah 9 bulan penelitian mencapai pertumbuhan volume sebesar 170 cm3 terjadi peningkatan volume 730% (Duckworth dan Battershill 2003).

(53)
[image:53.595.70.485.149.811.2]

Pertumbuhan spons Aaptos aaptos selama transplantasi 1 bulan berkisar 0.33-1.94 cm3. Perbandingan laju pertumbuhan spons (% per tahun) pada beberapa metode transplantasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan laju pertumbuhan spons (% per tahun) pada beberapa metode transplantasi

Spesies dan Referensi Metode

Laju Pertumbuhan (% per tahun) Hippiospongia dan Spongia spp (Moore 1908) Dilekatkan beton 100 Hippiospongia dan Spongia spp (Moore 1908) Ditusuk kawat 100 Hippiospongia lachne (Crawshay 1939) Dilekatkan beton 150 Spongia agaricina (Verdenal dan Vacelet 1990) Ditusuk kawat 38-90 Spongia agaricina (Verdenal dan Vacelet 1990) Ditusuk kawat 150 Raspailia agminata (Duckworth 1997) Kantong jaring 35

Geodia cydonium (Muller et al. 1999) Jaring 380

Latrunculia wellingtonensis (Duckworth dan

Battershill 2003) Tali 700

Latrunculia wellingtonensis (Duckworth dan

Battershill 2003) Jaring 270

Polymastia croceus (Duckworth dan Battershill

2003) Tali 360

Polymastia croceus (Duckworth dan Battershill

2003) Jaring 130

Sumber: Duckworth dan Battershill (2003)

Komponen Bioaktif dari Spons

(54)

aktivitas biologi lain. Hal ini memerlukan penelitian interdisiplin lebih lanjut dengan peran utama peneliti para ahli mikrobiologi.

Di bidang farmakologi, penelitian produk alami laut pada 30 tahun telah berkembang ke arah penemuan senyawa-senyawa sitotoksik, antitumor, antikanker, antibiotika, antivirus, antiparasitosis dan penyakit-penyakit akibat gangguan fisik dan gangguan fungsi organ. Dari hasil-hasil pemanfaatan pada satu tahun terakhir (1986 -1987) dari kurun waktu 10 tahun (1977-1987) dapat dikemukan bahwa penelitian terhadap spons cenderung naik. Penelitian organisme laut di bidang biomedik sampai sekarang masih tetap didominasi oleh spons (Faulkner 1998). Jumlah metabolit baru dari organisme laut yang telah ditemukan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Metabolit baru dari organisme laut yang ditemukan dalam waktu 1986-1987 (Faulkner 1998)

Organisme Jumlah Metabolit Baru Ditemukan

Algae 289 36%

Spons 186 23%

Coelenterata 177 22% Echinodermata 105 13%

Tunica 19 2%

Bryozoan 14 2%

Mikroba 11 2%

Jumlah 801 100%

Spons secara alami mengeluarkan metabolit sekunder sebagai respon terhadap lingkungan. Harper et al. (2001) dalam dekade terakhir, dilaporkan bahwa sebanyak 50% senyawa bioaktif yang ditemukan dalam invertebrata berasal dari filum porifera. Produksi metabolit sekunder dari spons merupakan kompensasi akibat interaksi dengan lingkungan biotik, abiotik dan sebagai senjata kimia terhadap predator. Salah satu pemicu produksi senyawa terpen, poliketida dan alkoloid oleh spons adalah kompetisi dengan koral dan untuk mencegah infeksi bakteri. Senyawa 7-deacetoxyolepupuane dari spons Dysidea sp menyebabkan kematian spons Cacospongia sp dan senjata kimia terhadap predator ikan Promacanthus imperator.

(55)

perairan Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Papua, dan Maluku. Pada tahun 2004 telah dikumpulkan 65 jenis spons dari perairan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dengan kandungan metabolit sekunder 38 spesies mengandung terpenoid, 20 spesies mengandung steroid dan 33 spesies mengandung alkoloid. Empat jenis spons:Callyspongia azurea, Ircinia sp, Acanthostrongylaophora ingens dan Callyspongia samurensis diteruskan ke tahap isolasi dan identifikasi. Penelitian tahun 2005 di perairan Sulawesi ditemukan 103 spesies spons yang mengandung 60% alkaloid, 50% steroid dan 20% mengandung steroid. Jenis spons yang potensial untuk diteruskan analisa dan identifikasi bioprospektingnya adalah Xestopongia sp, Petrosia sp, Crella calypta, Anomoianthella rubra, Callyspongia azurea dan Angelas ceylonica.

Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis: Discodermia kiiensis, Cliona celata, Lanthella basta, Lanthella ardis, Psammaplysila purpurea, Agelas sceptrum, Phakelia .flabellata. Senyawa antijamur telah diisolasi dari

spons laut jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, dan Geodia sp. Senyawa anti tumor dan anti kanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina fistularis, A. aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis: Cryptotethya crypta, dan Ircinia variabilis. Senyawa sitotoksik diisolasi dari spons laut jenis: Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis, Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, dan Ircinia sp. Senyawa antienzim tertentu telah diisolasi dari spons laut jenis: Psammaplysilla purea (Ireland et al.1989; Munro et al. 1989).

Kimura et al.(1998) mengisolasi senyawa 1-Methyherbipoline dari Halisulfate-1 dan Suvanin sebagai inhibitor protease serin dari sponge jenis Coscinoderma mathewsi. Komponen bioaktif alami yang merupakan peptida makrosiklik berhasil diisolasi dari spons jenis Theonella swinhoei yang berasal dari perairan Jepang. Komponen ini dikenal dengan nama Cyclotheonamida A dan B yang menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap serin protease seperti thrombin dan mempunyai dua bentuk utama yaitu cyclothonamida A (C36H45N9O81) serta cyclotheonamida B (C34H47N9O8) yang mengandung

vinylogous tyrosine dan alpa-ketoarginin residu yang merupakan jenis asam amino yang belum diketahui secara pasti di alam.

(56)

ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti: Halichondria sp, Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp dan Auletta sp (Suryati et al. 1996). Beberapa spons yang belum diketahui jenisnya, yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aures, Bacillusubtilis, dan Vibrio cholerae Eltor (Rachmat 1996).

[image:56.595.93.506.297.754.2]

Bioaktifitas antijamur ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis seperti: Auletta sp yang aktif terhadap jamur Aspergillus fumigatus, Clathria sp yang aktif terhadap Aspergillus sp, Aspergillus fumigatus dan Fusarium sp, Theonella cylindrica yang aktif terhadap Aspergillus sp, Aspergillus fumigatus dan Fusarium sp dan Fusarium solani (Muliani et. al. 1998). Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh beberapa spons laut dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut (Soest dan Braekman 1999)

Senyawa Kelompok Spons

Peroxy-polyketides Homosclerophorida (9)

Steroid amines Plakina- Corticium (2)

Saponines Astrophorida (8)

Triterpenes Stelletta (4)

Penaresidins Penares (2)

Sulfated sterol Pachastrellidae (2)

Aaptamines Subberetidae (3)

4,8,12- trimethyl tridecanoid acid Spirastrellidae/ Clionidae (2)

Clionamides Cliona (2)

Peroxy-sesterterpenoids Latrunculiidae (4)

Pyrrologuinoline alkaloids Latrunculiidae (5)

Pyrrole-2-carboxylic derivates Axinellidae-Agelasidae- Ceratoporellidae (26)

Isocyanoterpene Axinellidae-Bubaridae-Halichondridae (32)

Sulfated sterol Halichondriidae (9)

Cyclic diterpenes Desmoxydae (3)

Linear diterpenes Myrmekioderma (2)

Sesquiterpenes phenols Didiscus (2)

Topsentins Spongosorities (4)

Di-dan sesquiterpenes Agelas (6)

(57)

K e t e r a

Gambar

Gambar 1  Roadmap Penelitian
Gambar 2 Bagan pendekatan masalah penelitian
Gambar 6  Hubungan antara kekayaan spesies spons dan kedalaman pada tiga
Tabel 1  Perbandingan laju pertumbuhan spons (% per tahun) pada beberapa
+7

Referensi

Dokumen terkait

The aims of this research are to describe the negative construction that have negative equivalent, to describe the syntactic features that may expose the existence of

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Lingkungan

Apakah terdapat pengaruh berbagai konsentrasi dari larutan propolis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans penyebab

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara penambahan konsentrasi starter dan madu terhadap kadar protein, organoleptik dan daya terima yoghurt

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya-Nya kepada penulis, sehingga atas ridho-Nya penulis dapat

Dari keseluruhan hasil pengukuran tersebut, kecerahan perairan teluk Saleh masih memenuhi baku mutu air laut yang ditetapkan yaitu &gt;3 meter berdasarkan Kepmeneg LH, 2004

Widodo tidak mempedulikan argumen Muryati, dia semata-mata hanya berpatokan pada pandangan masyarakat yang dipercayainya benar, yaitu: bahwa istri yang baik adalah istri yang senang

Untuk menangani isu-isu ini dengan lebih berkesan pendokong gerakan Islam perlu melihat dan mempelajari kerangka dan sistem yang ada; bukan menghentam dan