• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Hasil Persilangan Ayam Merawang Kampung Dan Pelung Dengan Ayam Ras Pedaging Pada Umur 0 Sampai 12 Minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Hasil Persilangan Ayam Merawang Kampung Dan Pelung Dengan Ayam Ras Pedaging Pada Umur 0 Sampai 12 Minggu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

FARAH FADHILAH AN NABAA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

PERFORMA HASIL PERSILANGAN AYAM MERAWANG KAMPUNG

DAN PELUNG DENGAN AYAM RAS PEDAGING

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Hasil Persilangan Ayam Merawang Kampung dan Pelung dengan Ayam Ras Pedaging pada Umur 0 sampai 12 Minggu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

(4)
(5)

ABSTRAK

FARAH FADHILAH AN NABAA. Performa Hasil Persilangan Ayam Merawang Kampung dan Pelung dengan Ayam Ras Pedaging pada Umur 0 sampai 12 Minggu. Dibimbing oleh ASEP GUNAWAN dan SRI DARWATI.

Ayam merawang, kampung, dan pelung memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi penghasil daging unggulan, namun produktivitasnya masih rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitasnya yaitu persilangan dengan ayam ras pedaging karena memiliki pertumbuhan yang cepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa hasil persilangan ayam merawang (M), kampung (K), dan pelung (P) dengan ayam ras pedaging (B) pada umur 0-12 minggu. Jumlah ayam pada penelitian ini adalah MB 41 ekor, KB 33 ekor, dan PB 61 ekor. Rancangan acak kelompok (RAK) terdiri dari 3 jenis ayam dan 5 periode penetasan. Peubah yang diamati adalah bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, dan mortalitas. Semua variabel dilakukan pengukuran setiap minggu selama 12 minggu. Bobot badan umur 12 minggu paling tinggi pada jantan ditunjukkan oleh ayam MB (1 755.30 g), dan betina ditunjukan oleh ayam KB (1 439.00 g). Konsumsi pakan dan konversi pakan sama. Persentase mortalitas paling tinggi ditunjukkan oleh PB. Ayam MB memiliki performa yang lebih baik dan berpotensi untuk dikembangkan.

Kata kunci: ayam kampung, ayam merawang, ayam pelung, performa pertumbuhan, persilangan

ABSTRACT

FARAH FADHILAH AN NABAA. Growth Performance of Crossing Chicken Merawang Kampung and Pelung with Meat Type Chicken at Age of 0 until 12 Weeks. Supervised by ASEP GUNAWAN and SRI DARWATI.

Merawang, kampung, and pelung chicken has potential to developed as featured producer of meat, but their productivity are still low. One way to enhance productivity is by doing crosses with the broiler because it has a fast growth. This study aimed to examine the performance of crossbred chicken merawang (M), kampung (K) and pelung (P) with meat type (B) at age of 0-12 weeks. The number of chickens which were used namely chicken MB 41, KB 33, and PB 61 birds. The randomized complete block (RAK) consists of three types of chicken and 5 hatching periods. The parameters measured were body weight, body weight gain, feed intake, feed conversion, and mortality. All variables were measured every week for 12 weeks. The highest body weight 12 weeks old in shown by MB cocks (1 755.30 g), and KB hens (1 439.00 g). Feed intake and feed conversion chicken same. The highest mortality percentage is PB. Chicken MB has better performance and potential for development.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERFORMA HASIL PERSILANGAN AYAM MERAWANG KAMPUNG

DAN PELUNG DENGAN AYAM RAS PEDAGING

PADA UMUR 0 SAMPAI 12 MINGGU

FARAH FADHILAH AN NABAA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Performa Hasil Persilangan Ayam Merawang Kampung dan Pelung dengan Ayam Ras Pedaging pada Umur 0 sampai 12 Minggu. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan umatnya yang beriman hingga akhir zaman.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr agr Asep Gunawan, SPt MSc dan Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi selaku pembimbing yang sudah mengarahkan dan membimbing hingga akhir penelitian dan terselesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih pula kepada Ibu Dr Ir Hj Komariah, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan dan memberikan motivasi, Ibu Dr Ir Niken Ulupi, MS selaku dosen penguji seminar dan sidang skripsi, dan Ibu Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku dosen penguji sidang skripsi, serta Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc dan seluruh staf di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak khususnya Bapak Dadang yang telah banyak memberikan saran selama pelaksanaan penelitian.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ayah Nana Sukamana dan Ibu Rita Farida berserta Amalia Kautsar dan keluarga besar Wawan Suwanta dan Rd. Suganda Wijaja atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya. Selain itu, terima kasih kepada teman kelompok penelitian (Fira, Koerul, Irwan, Ali, Fadillah, Robby, Fauzia, Teh Ika, dan Dina) yang telah banyak membantu dan bekerjasama selama penelitian. Tak lupa untuk sahabat terbaik penulis Imelda, bang Ronny, bang Lilo, bang Gio, Maldi, Nail, Asri, Ana, LATESA (Adit, Bahrul, Nurlia, Aisyah, Gumanti, Shovi, Jeanita, Rinaldi, Khoer, dan Feni). PAQIELL (Tifah, Ajeng, Ayu, Puspita, dan Nuni), ERR (Amelia, Shifa, Laela, Putri, dan Nunu), KOPROLERS dan TORERO 49 serta semua teman-teman atas bantuan dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Pengumpulan dan Penetasan Telur 3

Pemeliharaan 4

Pemberian Pakan 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Bobot Badan 6

Pertambahan Bobot Badan 7

Konsumsi Pakan 10

Konversi Pakan 12

Mortalitas 14

SIMPULAN DAN SARAN 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah indukan dan anakan yang digunakan 3

2 Kandungan nutrisi pakan yang digunakan 4

3 Rataan dan simpangan baku bobot badan MB, KB, dan PB umur 0

7 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan MB, KB, dan PB umur 1

sampai 4 minggu 10

8 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan MB, KB, dan PB umur 5

sampai 12 minggu 11

9 Rataan dan simpangan baku konversi pakan MB, KB, dan PB umur 1

sampai 4 minggu 12

10 Rataan dan simpangan baku konversi pakan MB, KB, dan PB umur 5

sampai 12 minggu 13

11 Persentase mortalitas MB, KB, dan PB umur 1 sampai 4 minggu 14 12 Persentase mortalitas MB, KB, dan PB umur 5 sampai 12 minggu 14

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva laju pertumbuhan pada MB ♂ optimal, MB ♂; KB ♂ optimal,

KB ♂; PB ♂ Optimal, PB ♂ 9

2 Kurva laju pertumbuhan pada MB ♀ optimal, MB ♀; KB ♀ optimal,

KB♀; PB ♀ Optimal, PB ♀ 10

3 Dokumentasi ayam persilangan yang mati: (a) ayam MB unsex umur 1 minggu; (b) ayam KB unsex umur 1 minggu; (c) ayam PB ♀ umur 5

minggu 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Performa ayam penelitian umur 12 minggu (A) ayam MB ♂, (B) ayam KB ♂, (C) ayam PB ♂, (D) ayam MB ♀, (E) ayam KB ♀, dan (F)

ayam PB ♀ 19

2 Analisis ragam bobot badan ayam MB, KB, dan PB umur 2 minggu 19 3 Analisis ragam pertambahan bobot badan ayam jantan MB, KB, dan

PB umur 6 minggu 20

4 Analisis ragam konsumsi pakan ayam betina MB, KB, dan PB umur 9

minggu 20

5 Analisis ragam konversi pakan ayam jantan MB, KB, dan PB umur 12

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani semakin hari semakin meningkat, seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Produk unggas merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sumber protein hewani, salah satunya adalah ayam lokal Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2011-2014 tingkat konsumsi daging ayam pada tahun 2013 sebesar 4.119 kg kapita-1 tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebesar 4.487 kg kapita-1 tahun (Pusdatin 2015).Di

Indonesia tersebar beberapa ayam lokal yang terdiri dari beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang berbeda dan khas daerah asalnya. Ayam merawang, kampung, dan pelung merupakan bentuk keragaman ayam lokal khas Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangbiakkan dan memiliki potensi untuk ditingkatkan mutu genetiknya.

Ayam merawang dapat dibudidayakan secara komersial untuk memenuhi gizi masyarakat. Ayam kampung merupakan ayam penghasil daging dan telur yang tahan terhadap penyakit, memiliki nilai ekonomis yang tinggi dengan keragaman genetik yang cukup tinggi, namun produktivitasnya masih rendah dari segi pertumbuhan, produksi telur, dan reproduksi (Sulandari et al. 2007). Ayam pelung mempunyai berat tubuh yang besar dibandingkan ayam lokal lainnya sehingga banyak dikembangkan sebagai sumber daging bagi masyarakat (Rusdin 2007). Mulyantini (2011) menyatakan ayam ras pedaging yang baik yaitu sehat, berbulu baik, berkualitas baik, perbandingan antara tulang, dan daging seimbang (proporsional), serta memiliki daya produktivitas tinggi. Disamping kelebihan yang dimiliki, ayam ras pedaging mempunyai kelemahan yaitu rentan terhadap penyakit dan pemeliharaannya harus dalam suhu serta kelembaban yang sesuai.

Potensi yang dimiliki ayam merawang, kampung, dan pelung diantaranya kemampuan bertahan dan berkembangbiak dengan baik meskipun kondisi kualitas pakan rendah serta tahan terhadap beberapa penyakit merupakan keunggulan yang dapat dikembangkan. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu genetik produktivitas ayam merawang (M), kampung (K), dan pelung (P) yaitu dengan melakukan persilangan dengan ayam ras pedaging (B) sehingga dapat dijadikan solusi dalam menghasilkan bibit unggul yang lebih baik dari tetuanya.

(16)

2

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji performa hasil persilangan ayam merawang, kampung, dan pelung dengan ayam ras pedaging pada umur 0 sampai 12 minggu.

Ruang Lingkup Penelitian

Penggunaan pejantan lokal yang berbeda (merawang, kampung, dan pelung) disilangkan dengan betina ras pedaging untuk pengamatan performa pertumbuhan hasil persilangan pada umur 0 sampai 12 minggu. Parameter performa meliputi bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, dan mortalitas. Keturunan dari persilangan tersebut diharapkan mempunyai kombinasi genetik dan dapat dijadikan solusi dalam penyediaan bibit ayam persilangan yang lebih unggul dari ayam lokal lainnya.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai Februari 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah persilangan ayam jantan merawang, kampung, dan pelung dengan betina ras pedaging yang dapat dilihat pada Tabel 1. Rataan bobot badan dewasa ayam jantan merawang, kampung, dan pelung masing-masing sebesar 2 315 g, 2 193 g, dan 2 412 g. Ayam ras pedaging yang digunakan merupakan parent stock dengan strain Cobb untuk pembibit, mempunyai rataan bobot badan 3 011 g pada umur 35 minggu. Ayam MB unsex 6 ekor, KB unsex 10 ekor, dan PB unsex 12 ekor karena ayam mati sebelum dikelompokkan menurut jenis kelamin pada minggu ke-5.

(17)

3 Tabel 1 Jumlah indukan dan anakan yang digunakan

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang ayam indukan berupa kandang koloni dan kandang umbaran yang dibagi dalam 4 sekat. Kandang berukuran 1.5 m  1.5 m yang disekat menjadi 4 untuk DOC hingga berumur 4 minggu. Kandang bambu untuk ayam yang berumur 5-12 minggu.

Peralatan untuk makan dan minum terdiri dari tempat minum galon kapasitas 5 L sebanyak 10 buah dan 1 L sebanyak 20 buah, tempat pakan besar sebanyak 20 buah dan tempat pakan kecil sebanyak 10 buah. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan digital OSUKA dengan ketelitian 0.5 g, lampu, ember, nampan plastik, gayung, kabel, egg tray, thermometer, dan mesin tetas.

Prosedur Pengumpulan dan Penetasan Telur

(18)

4

Sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas, telur diberi keterangan berdasarkan persilangannya. Saat telur menetas, DOC ditimbang dan dipasang wing band untuk memudahkan pencatatan.

Pemeliharaan

Kandang dipersiapkan dan dibersihkan terlebih dahulu. Pemeliharaan ayam silangan dimulai dari umur 0-12 minggu dilakukan pada kandang koloni dibedakan berdasarkan kelompok persilangan dan periode penetasan selama 4 minggu, kemudian dipisahkan berdasarkan jenis kelamin sejak ayam berumur 5-12 minggu. Sexing dilakukan dengan cara membedakan warna dan bentuk jengger. Jengger pada jantan berwarna merah dan besar, sedangkan pada betina berwarna agak pucat dan kecil,

Alas kandang berupa sekam diganti setiap 1 minggu atau saat sekam sudah basah dan menggumpal. Vaksin ND La sota diberikan melalui tetes mata untuk vaksin aktif pada saat ayam berumur 3 hari dan injeksi subkutan untuk vaksin inaktif dosis 0.1 mL dilakukan pada saat ayam berumur 3 minggu dan 3 bulan. Pemberian Vita Chick dicampurkan ke dalam air minum sampai ayam berumur 3 minggu dan seteleh dilakukan penimbangan dengan dosis 5 g per 7 L. Ayam yang cidera atau sakit dipindahkan ke kandang lain untuk pengobatan hingga ayam kembali pulih.

Pemberian Pakan

Pakan dan minum diberikan ad libitum, pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari selama pemeliharaan. Pakan komersial diberikan pada anak ayam umur sehari (DOC) sampai umur 3 minggu, ayam berumur 3-4 minggu diberikan Pakan 1, ayam berumur 4-5 minggu diberikan Pakan 2, dan ayam berumur 5-12 minggu diberikan Pakan 3. Kandungan nutrisi pakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan nutrisi pakan yang digunakan

Analisis Data

(19)

5 Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% dan 99% (Steel dan Torrie 1995). Rancangan percobaan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:

Rumus laju pertumbuhan untuk menduga pertumbuhan optimal menurut Brody (1945) sebagai sebagai berikut:

Wt = Wo × ekt

Keterangangan: Wt = bobot badan umur t (g) ; Wo = bobot badan umur 0 (awal) (g); t = umur (minggu);

k = koefisien laju pertumbuhan; dan e = konstanta (bilangan natural = 2.7183).

Rumus laju pertumbuhan relatif (k) menurut Brody (1945) sebagai berikut: k = ln Wt – ln Wo 2. Bobot badan (g ekor-1minggu-1) dilakukan penimbangan bobot badan pada

setiap minggu pemeliharaan;

3. Pertambahan bobot badan (g ekor-1 minggu-1)= bobot badan saat

penimbangan – bobot badan pada minggu sebelumnya; 4. Konversi pakan = J a a a

J a PBB ; dan

5. Mortalitas (%)= J a aya a

(20)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Badan

Rataan bobot badan MB, KB, dan PB umur 0-4 minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Bobot badan MB, KB, dan PB saat DOC berbeda nyata (P<0.05). Rataan bobot badan DOC ayam KB lebih tinggi dari MB dan PB masing masing sebesar 41.81 g, 40.38 g, dan 39.24 g. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Hardini (2003) untuk bobot DOC merawang sebesar 32 g, sedangkan pelung 29.58 g dan kampung 32.47 g (Darwati dan Martojo 2001) dan bobot DOC KB jantan sebesar 36.4 g dan betina 28.31 g (Pratiwanggana 2014).

Tabel 3 Rataan dan simpangan baku bobot badan MB, KB, dan PB umur 0 sampai 4 minggu

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman (KK) kurang dari 20%. Hal tersebut menunjukkan bahwa MB, KB, dan PB mendekati seragam. Menurut Kurnia (2011) jika koefisien keragaman masih tinggi maka perlu dilakukan seleksi.

Bobot badan MB, KB, dan PB masing-masing sebesar 310.10 g, 326.56 g, dan 297.41 g pada umur 4 minggu. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari penelitian Kurnia (2011) bahwa bobot ayam kampung umur 4 minggu adalah 260 g. Penelitian Darwati dan Martojo (2001) menyebutkan bahwa bobot badan ayam kampung 198.11 g dan pelung 208.54 g, dan merawang sebesar 220.24 g (Hardini 2003) pada umur 4 minggu. Namun lebih rendah dari hasil penelitian Pratiwanggana (2014) yaitu ayam KB jantan (426.0 g) dan KB betina (347.0 g) pada umur 4 minggu.

(21)

7 yang berbeda (Muir 2003). Rataan bobot badan MB, KB, dan PB umur 5-12 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan dan simpangan baku bobot badan MB, KB, dan PB umur 5 sampai 12 minggu

Rataan bobot badan ayam jantan MB, KB, dan PB berbeda nyata (P<0.05) pada umur 9-12 minggu, sedangkan pada betina MB, KB, dan PB umur 5-12 minggu menunjukkan bobot badan yang berbeda nyata (P<0.05). Rataan bobot badan pada minggu ke-12 ayam jantan MB, KB, dan PB masing-masing sebesar 1 755.30 g, 1 544.70 g, dan 1 416.80 g, sedangkan pada ayam betina MB, KB, dan PB masing-masing sebesar 1 347.20 g, 1 439.00 g, dan 1 086.10 g. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan bobot badan ayam merawang jantan 903.8 g dan betina 734.1 g (Kusuma 2002), ayam kampung jantan 629.3 g dan betina 538 g (Kurnia 2011) dan ayam pelung jantan 1 161.7 g dan betina 990.2 g (Rivai 2001). Namun lebih rendah dari penelitian Pratiwanggana (2014) yang melaporkan bahwa bobot badan KB jantan sebesar 2 290.0 g dan betina sebesar 1 833.0 g.

Perbedaan bobot badan ini disebabkan oleh faktor genetik yang diturunkan tetua melalui persilangan. Komposisi darah ayam MB, KB, dan PB mengandung 50% darah ayam ras pedaging yang memiliki pertumbuhan yang cepat, namun pejantan yang berbeda yaitu merawang, kampung, dan pelung. Faktor yang mempengaruhi besarnya bobot badan yaitu galur, mutu pakan, jenis kelamin, sistem pemeliharaan, dan kondisi lingkungan (North dan Bell 1990).

Pertambahan Bobot Badan

(22)

8

Tabel 5 Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan MB, KB, dan PB umur 1 sampai 4 minggu

Nilai koefisien keragaman (KK) pada Tabel 5 menunjukkan KK pertambahan bobot badan rendah hanya bekisar 5.96% pada PB umur 3 minggu dan paling tinggi 14.72% pada MB umur 1 minggu. Hal ini berarti PBB ayam persilangan MB, KB, dan PB mendekati seragam.

PBB pada umur 1-4 minggu ayam MB, KB, dan PB tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan performa PBB antar ketiga jenis ayam. Total pertambahan bobot badan pada umur 1-4 minggu ayam KB (284.75 g) lebih tinggi dibandingkan MB (269.72 g), dan PB (258.17 g). PBB MB, KB, dan PB baik jantan maupun betina umur 5 sampai 12 dapat dilihat pada Tabel 6.

(23)

9 lebih tinggi dari MB (1 306.82 g) dan PB (1 046.86 g). Rendahnya PBB ayam PB diduga karena ayam pelung tumbuh lambat sehingga ekspresi bobot badan masih rendah sampai umur 12 minggu. Rataan PBB ayam jantan MB, KB, dan PB berbeda nyata (P<0.05) pada minggu ke-5 dan 12, sedangkan pada betina MB, KB, dan PB pada minggu ke-5, 7, dan 8 berbeda nyata (P<0.05). Perbedaan ini terjadi karena persilangan dapat meningkatkan pasangan gen heterozigot. Menurut Noor (2008) crossbreding mengakibatkan peningkatan performa keturunan yang lebih baik dibandingkan rataan penampilan tetuanya untuk sifat tertentu. North dan Bell (1990) menambahkan bahwa persilangan ayam yang berbobot besar dengan ayam berbobot ringan akan menghasilkan keturunan dengan bobot diantara kedua tetuanya.

Soeparno (2005) menyatakan faktor penyebab perbedaan laju pertumbuhan pada ternak adalah nutrisi, jenis kelamin, dan hormon. Menurut Leeson and Summers (2001) bahwa PBB sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan untuk mencapai pertumbuhan yang maksimal. Kusnadi (2009) menambahkan bahwa hormon tiroid ikut berperan penting dalam pengaturan pertumbuhan pada ayam.

PBB ayam MB, KB, dan PB jantan lebih tinggi dibandingkan ayam betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Nalbandov (1990) bahwa hormon androgen pada jantan menyebabkan pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan betina. Menurut Herren (2012) hormon testosteron pada testis berfungsi menstimulasi pertumbuhan otot pada hewan jantan sedangkan estrogen berfungsi menstimulasi pertumbuhan tulang dan daging pada hewan betina. Hewan jantan mengandung estrogen dalam jumlah sedikit dan hewan betina mengandung sedikit androgen di dalam tubuhnya (Kumar 2013). Perubahan hormonal seperti peningkatan kadar estrogen atau androgen dapat menyebabkan timbulnya gejala maskulinisasi pada betina dan feminisasi pada jantan (Kumar 2013). Beberapa penelitian terbaru menyatakan bahwa estrogen memiliki peran langsung dalam regulasi spermatogenesis, proses fertilitas, membantu kekuatan tulang, maturasi seksual dan metabolisme kolesterol (Kumar 2013).

Menurut Brody (1945) salah satu pendugaan pertumbuhan dapat diketahui dengan laju pertumbuhan relatif. Kurva laju pertumbuhan optimal pada MB, KB, dan PB jantan dapat dilihat pada Gambar 1 dan betina pada Gambar 2.

(24)

10 ke-11 mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan pendugaan pertumbuhan optimal MB jantan (Wt= Wo × e0.315t) dan KB jantan (Wt= Wo × e0.300t). Ayam PB mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat sampai minggu ke-10 dibandingkan pendugaan pertumbuhan optimal PB jantan (Wt= Wo × e0.293t).

Gambar 2 Kurva laju pertumbuhan pada MB ♀ optimal, MB ♀; KB ♀ optimal, KB♀; PB ♀ Optimal, PB ♀

Ayam MB, KB, dan PB betina mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat sampai minggu ke-12 dibandingkan pendugaan pertumbuhan optimal MB betina (Wt= Wo × e0.290t), KB betina (Wt= Wo × e0.297t) dan PB betina (Wt= Wo × e0.277t).

Hal ini dikarenakan adanya faktor persilangan dan faktor lain yang berpengaruh dalam pertumbuhan. Ayam silangan ini masih tumbuh dan bertambah bobot badan pada minggu selanjutnya karena belum mencapai dewasa tubuh.

(25)

11 Hasil penelitian menunjukkan bahwa MB, KB, dan PB terjadi peningkatan jumlah konsumsi pakan sampai minggu ke-4. Hal ini dikarenakan konsumsi pakan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan sehingga kebutuhan nutrisi harus terpenuhi selama produksi (Ensminger 1992).

Secara keseluruhan konsumsi pakan umur 0-4 minggu ayam KB (464.56 g) lebih tinggi dibandingkan dengan PB (449.04 g) dan MB (406.63 g). Konsumsi pakan ayam kampung sebesar 440.61 g, pelung 460.43 g (Darwati dan Martojo 2001) dan broiler 687.03 g (Fajri 2012) sampai umur 4 minggu. Menurut Hardini (2003) total konsumsi pakan ayam merawang sampai 4 minggu sebesar 255.41 g. Konsumsi ransum pada MB jantan minggu ke-8, 10, dan 12 berbeda nyata (P<0.05). Rataan konsumsi pakan MB, KB, dan PB dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan MB, KB, dan PB umur 5

sampai 12 minggu

Konsumsi pakan total umur 5-12 minggu menunjukkan bahwa ayam jantan MB, KB dan PB masing-masing sebesar 2 133.33 g, 2 170.17 g dan 1 900.74 g lebih banyak mengonsumsi pakan daripada ayam betina MB, KB, dan PB masing masing sebesar 1 866.89 g, 2 149.63 g, dan 1 898.65 g. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasnelly dan Kuntoro (2006) bahwa ayam jantan mengonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan ayam betina. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari konsumsi pakan ayam merawang sebesar 1 703.76 g (Sidadolog dan Yuwanta 2009). Namun lebih rendah dari penelitian Majid (2002) yang melaporkan bahwa konsumsi ayam merawang sebesar 3 466.7 g, ayam kampung dan pelung sebesar 2 406.4 g dan 2 808.2 g (Rivai 2001) serta ayam KB jantan sebesar 5 341 g dan betina 4 592 g pada umur 5-12 minggu (Pratiwanggana 2014).

Perbedaan ini diduga disebabkan oleh komposisi pakan yang diberikan berbeda. Pakan yang digunakan pada penelitian Majid (2002) mengandung 15% protein dengan EM 2 700 kkal kg-1 sedangkan Rivai (2001) pakan pada umur 5-6 minggu mengandung 21% protein dengan EM 3 000 kkal kg-1 dan umur 7-12

(26)

12

Sidadolog (2006) bahwa semakin rendah kandungan nutrisi pakan maka konsumsi pakan akan meningkatkan sampai kebutuhan protein-energi terpenuhi. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh umur, kesehatan, bobot badan, nutrisi ransum, suhu dan kelembaban, kecepatan pertumbuhan (Wahju 2004), jenis kelamin, dan sistem pemberian pakan, frekuensi pakan, sifat genetik, dan palatabilitas (Rasyaf 2008). Nilai koefisian keragaman (KK) konsumsi pakan ayam MB, KB, dan PB minggu ke 1-12 kurang dari 20% yang berati mendekati seragam.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan tolak ukur untuk menilai efisiensi penggunaan pakan untuk meningkatkan satu unit berat hidup. Rataan konversi pakan MB, KB, dan PB umur 1-4 minggu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan dan simpangan baku konversi pakan MB, KB, dan PB umur 1 sampai 4 minggu

Ayam MB memiliki nilai konversi pakan yang paling rendah yaitu 1.98 (Tabel 9). Hal ini berarti ayam MB memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengubah pakan menjadi daging. Menurut Amrullah (2004) semakin rendah nilai konversi pakan maka penggunaan ransum semakin efisien.

Konversi pakan MB, KB, dan PB pada minggu ke-1 dan 4 menunjukan konversi pakan berbeda nyata (P<0.05). Faktor yang mempengaruhi nilai konversi pakan adalah stres, penyakit, kadar amoniak, cara dan waktu pemberian pakan, bentuk fisik pakan, air, faktor dari anti nutrisi, kebisingan, cahaya, dan suhu (Bell dan Weaver 2002).

(27)

13 Tabel 10 Rataan dan simpangan baku konversi pakan MB, KB, dan PB umur 5

sampai 12 minggu

Ayam jantan dan betina MB pada umur 5-12 minggu memiliki nilai konversi pakan yang paling efisien yaitu 2.02 dan 2.54. Hal ini diduga karena ayam merawang mempunyai konversi pakan yang lebih rendah jika dibandingkan ayam kampung dan pelung sehingga ayam MB memiliki konsumsi pakan yang rendah dengan PBB yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sopian (2014) bahwa adanya perbedaan nilai konversi pakan dari setiap bangsa disebabkan adanya variasi genetik pada ayam yang digunakan dan perbedaan jenis pakan. Konversi pakan pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan konversi pakan ayam kampung pada umur 5-12 minggu sebesar 3.26, pelung 3.36 (Rivai 2001), merawang 2.76 (Sidadolog dan Yuwanta 2009), KB jantan sebesar 2.96 dan betina 3.76 (Pratiwanggana 2014). Namun lebih tinggi dari ras pedaging yang memiliki nilai konversi pakan dibawah 2 (Sinurat et al. 2006).

(28)

14

Mortalitas

Mortalitas merupakan kematian pada ayam selama pemeliharan. Jumlah ayam yang dipelihara akan mempengaruhi % mortalitas. Jumlah ayam yang sedikit akan meningkatkan persentase mortalitas jika terjadi kematian. Persentase mortalitas MB, KB, dan PB umur 1-4 minggu dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Persentase mortalitas MB, KB, dan PB pada umur 1 sampai 4 minggu

Persentase mortalitas umur 1-4 minggu ayam KB (30.30%) lebih tinggi dibandingkan PB (19.67%) dan MB (14.63%). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan mortalitas ayam kampung sebesar 26.3% (Iskandar et al. 1998), dan KB pada penelitian Pratiwanggana (2014) sebesar 7.5%. Mortalitas MB, KB, dan PB banyak terjadi pada umur 1-4 minggu dikarenakan pada umur tersebut ayam masih belum bisa beradaptasi dengan baik sehingga rentan terhadap serangan penyakit dan diduga karena kurang meratanya panas pada brooder yang digunakan sehingga menyebabkan stres pada ayam. Menurut Mulyantini (2011) anak ayam tidak bisa mengatur dan mempertahankan suhu tubuhnya secara konstan. Persentase mortalitas umur 5-12 minggu dapat dilihat pada Tabel 12.

(29)

15

Gambar 3 Dokumentasi ayam persilangan yang mati: (a) ayam MB unsex umur 1 minggu; (b) ayam KB unsex umur 1 minggu; (c) ayam PB ♀ umur 5 minggu

Mortalitas umur 5-12 minggu ayam jantan PB (32.43%) lebih tinggi dibandingkan KB (7.69%) dan MB (5%). Persentase mortalitas ayam betina PB sebesar 33.33%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan mortalitas ayam KB jantan sebesar 2.5% pada penelitian Pratiwanggana (2014) dan penelitian Rivai (2001) yang menyatakan bahwa mortalitas ayam kampung sebesar 0.53% dan pelung sebesar 1.08%. Namun lebih rendah dari penelitian Majid (2002) yang melaporkan bahwa mortalitas ayam merawang sebesar 15%.

Tingginya mortalitas PB diduga karena ayam pelung memiliki ketahanan tubuh yang lebih rendah dibandingkan ayam merawang dan kampung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gunawan et al. (1998), Iskandar et al. (1998), Gunawan dan Sartika (2001) bahwa ayam silangan-pelung memiliki mortalitas yang lebih tinggi masing-masing sebesar 15%, 28.1%, dan 6.36%. Rivai (2001) menambahkan bahwa mortalitas ayam pelung (3.79%) lebih tinggi dibanding ayam kampung (3.75%).

Menurut Indaryati et al. (2005) faktor yang mempengaruhi mortalitas adalah bobot badan, bangsa, tipe ayam, dan lingkungan. Faktor lainnya adalah penyakit, kekurangan pakan, dan minum serta temperatur (Bell dan Weaver 2002). Penyakit yang sering menyerang ternak disebabkan oleh cekaman (stres), defisiensi pakan, parasit, penyakit yang disebabkan oleh protozoa, bakteri, virus, dan cendawan (Suprijatna et al. 2005). Dokumentasi ayam persilangan yang mati dapat dilihat pada Gambar 5.

(30)

16

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bobot badan umur 12 minggu paling tinggi ditunjukkan oleh ayam jantan MB (1 755.30 g) dan betina KB (1 439.00 g). Performa pertumbuhan ayam jantan lebih baik dibandingkan ayam betina. Ayam MB, KB, dan PB mempunyai konsumsi dan konversi pakan sama. Ayam MB lebih efisien dalam mengkonversi ransum menjadi daging. Pertambahan bobot badan ayam PB lebih rendah dan memiliki nilai mortalitas yang lebih tinggi. Ayam MB memiliki performa yang lebih baik dan berpotensi untuk dikembangkan dalam meningkatkan produksi daging ayam lokal.

Saran

Ayam MB sangat baik untuk dikembangkan dibandingkan ayam KB dan PB. Perlu penelitian lanjutan pada fase remaja dan selanjutnya mengetahui produksi telur dan reproduksinya dari persilangan ini serta pada generasi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunungbudi.

Bell DD, Weaver Jr WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Ed ke-5. New York (US): Springer Science Business Media.

Brody S. 1945. Bioenergetics and Growth. New York (US): Reinhold.

Darwati S, Martojo H. 2001. Pertumbuhan persilangan pelung x kampung pada pemeliharaan intensif. Med Petern. 24:8-11.

Ensminger. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. Danville (US): Interstate.

Fajri N. 2012. Pertambahan berat badan konsumsi dan konversi pakan broiler yang mendapat ransum mengandung berbagai level tepung daun katuk (Sauropus androgynus) [skripsi]. Makasar (ID): Universitas Hasanudin. Gunawan B, Sartika T. 2001. Persilangan ayam pelung jantan x kampung betina

hasil seleksi generasi kedua (G2). JITV. 6(1):21-27.

Gunawan B, Zainuddin D, Sartika T, Abubakar. 1998. Persilangan ayam pelung jantan dengan ayam buras betina untuk meningkatkan ayam buras pedaging. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

(31)

17 Hasnelly Z, Kuntoro AN. 2006. The effect of quality improvement and time feeding on growth of merawang. Seminar National Teknologi Peternakan dan Veteriner 2:639-645.

Herren R. 2012. The Science of Animal Agriculture. Ed ke-4. New York (US): Delmar.

Indaryati A, Sjofjan O, Widodo E. 2005. Pengaruh penambahan sari lempuyang dalam pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Iskandar S, Desmayati Z, Sastrodihardjo S, Sartika T, Setiadi P, Susanti T. 1998. Growth response of kampung and pelung cross chickens to diet differed in protein content. JITV. 3(1):8-14.

Kumar R. 2013. Dasar Dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang (ID): Binarupa Aksara.

Kurnia Y. 2011. Morfometrik ayam sentul, kampung dan kedu pada fase pertumbuhan dari umur 1–12 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kusnadi E. 2009. Pengaruh berbagai cekaman terhadap beberapa sistem hormonal serta kaitannya dengan produksi pada ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Kusuma AS. 2002. Karakteristik sifat kuantitatif dan kualitatif ayam merawang dan ayam kampung umur 5-12 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.

Muir WM. 2003. Incorporating molecular information in breeding programs, applications and limitations. In: Muir WM, Aggrey S (Ed.). Poultry Breeding and Biotechnology. Cambridge (AU): CABI Pr.

Mulyantini. 2011. Produksi Ternak Unggas. Bogor (ID): IPB Pr.

Nalbandov AV. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Jakarta (ID): UI Pr.

Noor RR. 2008. Genetika Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New York (ID): Avi Book, Nostrand Reinhold.

Pratiwanggana AT. 2014. Performa produksi F1 antara broiler × kampung dan kampung × broiler pada umur 0-12 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. ISSN 1907-1507: Daging Ayam. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian RI.

(32)

18

Rusdin M. 2007. Analisis fenotipe, genotipe dan suara ayam pelung di Kabupaten Cianjur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sidadolog JHP, Yuwanta T. 2009. Pengaruh konsentrasi protein‐energi pakan terhadap pertambahan berat badan, efisiensi energi dan efisiensi protein pada masa pertumbuhan ayam merawang. Anim Produc. 11(1):15‐22.

Sidadolog JHP. 2006. Penyesuaian waktu pemberian pakan dan kandungan protein‐energi yang berbeda terhadap efisiensi pakan dan pertumbuhan ayam broiler. Bul Petern. 30(3):23-37. Sinurat AP, Purwadaria T, Bintang IAK, Pasaribu T. 2006. Evaluation on the nutritive values of solid heavy phase to replace corn in broilers diet. JITV. 11(3):167-174.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Pr. Sopian Y. 2014. Performa F1 antara ayam sentul x kampung dan ayam pelung x

sentul pada umur 0-12 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID); Gramedia Pustaka Utama.

Sulandari S, Zein MSA, Payanti S, Sartika T, Astuti M, Widyastuti T, Sujana E, Darana S, Setiawan I, Garnida D. 2007. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi. Bogor (ID): Lembaga Pengetahuan Ilmu Indonesia.

Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

(33)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Performa ayam penelitian umur 12 minggu (A) ayam MB ♂, (B) ayam KB ♂, (C) ayam PB ♂, (D) ayam MB ♀, (E) ayam KB ♀, dan (F) ayam PB ♀

Lampiran 2 Analisis ragam bobot badan ayam MB, KB, dan PB umur 2 minggu

Sumber Keragaman db JK KT Fhit P

Jenis ayam 2 1 565.1 782.54 0.85 0.4292

Periode 4 10 978.2 2 744.56

Galat 104 95 430.5 917.60

Total 110 107 973.8

(34)

20

Lampiran 3 Analisis ragam pertambahan bobot badan ayam jantan MB, KB, dan PB umur 6 minggu

Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah; Fhit= Fhitung

Lampiran 4 Analisis ragam konsumsi pakan ayam betina MB, KB, dan PB umur 9 minggu

Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah; Fhit= Fhitung

Lampiran 5 Analisis ragam konversi pakan ayam jantan MB, KB, dan PB umur 12 minggu

Keterangan: db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat tengah; Fhit= Fhitung

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Farah Fadhilah An Nabaa dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 April 1994. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Ayah Nana Sukmana dan Ibu Rita Farida. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Kuntum Mekar tahun 1999, SDN Sempur Kaler tahun 2000, SDN Margajaya 1 tahun 2003, SMPN 14 Bogor tahun 2006, MAN 1 Bogor tahun 2009. Pada Tahun 2012 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN tulis pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP).

Gambar

Tabel 1 Jumlah indukan dan anakan yang digunakan
Tabel 2  Kandungan nutrisi pakan yang digunakan
Tabel 4  Rataan dan simpangan baku bobot badan MB, KB, dan PB umur 5
Tabel 5  Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan MB, KB, dan PB umur 1 sampai 4 minggu
+5

Referensi

Dokumen terkait

PELUNG X MERAWANG UMUR 12-22 IWNGGKJ DENGAN SUBSTITUSI DEDAK*.

Adanya kombinasi dari persilangan ayam kampung dengan ayam ras pedaging yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dan resiprokalnya pada penelitian ini diperoleh F1

Performa reproduksi telur hasil ayam persilangan ayam lokal dengan ayam ras pedaging yang diamati saat penelitian adalah fertilitas telur, daya tetas telur, mortalitas

Ayam jantan dari hasil persilangan ayam lokal dengan ayam ras pedaging memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan hasil persilangan sesama ayam lokal..

Performa reproduksi telur hasil ayam persilangan ayam lokal dengan ayam ras pedaging yang diamati saat penelitian adalah fertilitas telur, daya tetas telur, mortalitas

Penelitian dilakukan untuk mengkaji pertumbuhan hasil persilangan antara ayam merawang jantan dengan ayam arab betina dan ayam arab jantan dengan ayam merawang betina pada

Hasil yang tidak berbeda nyata pada ayam KB jantan dengan BK jantan dan ayam KB betina dengan BK betina karena persilangan resiprokal mempunyai perbandingan gen setiap induknya

Adanya kombinasi dari persilangan ayam kampung dengan ayam ras pedaging yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dan resiprokalnya pada penelitian ini diperoleh F1