• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Usahatani Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu Di Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendapatan Usahatani Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu Di Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPATAN USAHATANI PADI MELALUI PENGELOLAAN

TANAMAN TERPADU DI DESA PURWASARI, KECAMATAN

BANJARSARI, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

RIDHA FIRLANA KHAIRUNNISA NUR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendapatan Usahatani Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)
(5)

ABSTRAK

RIDHA FIRLANA KHAIRUNNISA NUR. Pendapatan Usahatani Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan sebuah inovasi teknologi yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian yang dapat dimanfaatkan oleh petani dalam meningkatkan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan derajat penerapan PTT dan pendapatan usahatani padi di Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari. Penelitian dilakukan pada bulan September hingga Oktober tahun 2015, penentuan sampel dengan cara purposive, dengan jumlah responden 30 petani PTT dan 30 petani non PTT. Hasil penelitian tingkat penerapan teknologi PTT masih tergolong rendah yaitu 79.11 persen, meskipun demikian PTT mampu meningkatkan hasil produksi petani PTT yaitu 4.79 ton per hektar lebih besar daripada petani non PTT yaitu 4.34 ton per hektar. Produksi yang tinggi mempengaruhi tingkat pendapatan petani PTT Rp9152 082.67(R/C: 1.55) dan petani non PTT Rp7 473 663.55(R/C: 1.47), namun berdasarkan hasil uji statistik tidak terdapat perbedaan pendapatan petani PTT dan non PTT pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Kata kunci : pendapatan usahatani, penerapan PTT, PTT jasa (tangible, responsivene

ss,

ABSTRACT

RIDHA FIRLANA KHAIRUNNISA NUR. Rice Farm Income Through Integrated Crop Management in Purwasari Village, Banjarsari, Ciamis District, West Java. Supervised by NETTI TINAPRILLA.

Integrated crop management(ICM) isaninnovativetechnology developedby the Ministryof Agriculturethatcan be used byfarmers toincrease productivity. This research aimed to determinelevel of PTT implementation and farm income in Purwasari Village, Banjarsari..A research from September until October 2015 that was purposive choosen, the sum of respondents 30 PTT farmers and 30 non PTT farmers.The result showed that the PTT technology implementation level is still low at 79.11 percent, nevertheless PTT is able to increase the production of PTT farmers which is 4.79 tons per hectare is larger than that of non PTT farmers is 4.34 tons per hectare. High production affects the level of income PTT farmers Rp9 152 082.67(R/C: 1.55) and non PTT farmers Rp7 473 663.55(R/C: 1.47),But based on result statistic test no differences income PTT farmers and non PTT farmers at 95% confidence level.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PENDAPATAN USAHATANI PADI MELALUI PENGELOLAAN

TANAMAN TERPADU DI DESA PURWASARI, KECAMATAN

BANJARSARI, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

RIDHA FIRLANA KHAIRUNNISA NUR

PROGRAM ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul Pendapatan Usahatani Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla MM selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran. Terima kasih penulis sampaikan kepada Tintin Sarianti SP MM selaku Dosen Evaluator pada saat kolokium dan Saudari Ai Ema sebagai pembahas pada saat seminar hasil yang telah memberikan saran dan kritik. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Burhanuddin MM selaku Dosen Penguji Utama dan Rahmat Yanuar SP MSi selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran dalam penyempurnaan pembuatan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Banjarsari, khususnya Ibu Ani selaku penyuluh Desa Purwasari, Bapak Darus dan Bapak Jajang selaku kepala dan sekertaris Desa Purwasari, ketua kelompok tani dan anggota kelompok yang menjadi petani sampel di Desa Purwasari yang telah membantu dalam pengumpulan data, serta rekan-rekan Alih Jenis IV Agribisnis yangtelahmembantu dalam penyelesaian skripsi.Ungkapan terima kasih disampaikan penulis kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Persentase Derajat Ketepatan Penerapan Komponen Program PTT 8 Pendapatan Usahatani Padi Terkait Penerapan Program PTT 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teori 11

Pengelolan Tanaman Terpadu (PTT) 11

Analisis Pendapatan dan Ukuran Usahatani 14

Peran Teknologi Terhadap Produksi 15

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data 19

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Pengumpulan Sampel 20

Metode Pengolahan dan Analsisi Data 20

Derajat Penerapan Program PTT 20

Analisis Pendapatan dan Keuntungan Usahatani 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Gambaran Lokasi Penelitian 23

Karakteristik Petani Responden 26

Penggunaan Input Produksi 30

Persentase Derajat Ketepatan Penerapan Komponen Program PTT 32

Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Padi 37

Analisis Uji-T test 43

SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 49

(14)

DAFTAR TABEL

1 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan di Jawa Barat tahun 2013 1 2 Rata-rata jumlah petani yang menerapan PTT di Kecamatan Banjarsari pada

tahun 2014 5

3 Kandungan N, P2O5 dan K2O pada bahan organik 13

4 Perhitungan pendapatan dan keuntungan usahatani 22 5 Populasi penduduk Desa Purwasari menurut umur tahun 2014 24 6 Jumlah penduduk Desa Purwasari menurut pekerjaan tahun 2014 25 7 Kelompok tani tanaman pangan di Desa Purwasari Tahun 2014 25 8 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman bertani padi di Desa

Purwasari tahun 2015 26

9 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman sekolah lapang PTT padi di

Desa Purwasari tahun 2015 27

10 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Purwasari

tahun 2015 28

11 Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia di Desa Purwasari tahun 2015 28 12 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan di Desa Purwasari tahun 2015 29 13 Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan di Desa

Purwasari tahun 2015 29

14 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan petani di Desa

Purwasari tahun 2015 30

15 Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi di Desa Purwasari per

hektar per satu musim tanam 32

16 Persentase rata-rata penerapan teknologi PTT di Desa Purawasari Tahun 2015 33 17 Penerimaan rata-rata usahatani padi petani PTT dan non PTT per satu musim

tanam di Desa Purwasari tahun 2015 38

18 Biaya total rata-rata usahatani padi petani PTT per hektar per satu musim

tanam di Desa Purwasari Tahun 2015 39

19 Biaya total rata-rata usahatani padi petani non PTT per hektar per satu musim

tanam di Desa Purwasari Tahun 2015 40

20 Pendapatan dan keuntungan rata-rata usahatani padi petani PTT dan petani non PTT per satu musim di Desa Purwasari tahun 2015 42

DAFTAR GAMBAR

1 Produktivitas padi di Jawa Barat pada tahun 2009-2014 2 2 Produktivitas padi di beberapa Kabupaten di Jawa Barat tahun 2009-2013 3 3 Tingkat pemahaman petani terhadap teknologi pertanian tanaman tangan Padi

di Kecamatan Banjarsari tahun 2010-2014 6

(15)

5 Pergeseran kurva total physical product (TPP) ke atas akibat perubahan teknologi 17

6 Perubahan teknologi dan fungsi produksi 17

7 Kerangka pemikiran operasional 19

8 Benih bersertifikat 34

9 Sistem jajar legowo 6:1 di Desa Purwasari 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produk domestik regional bruto sektor pertanian di provinsi jawa barat atas

dasar harga berlaku tahun 2013 49

2 Produktivitas padi pada setiap provinsi di Pulau Jawa tahun 2013 49 3 Peningkatan produksi padi nasional dari tahun 2005-2015 49 4 Luas panen dan produksi padi menurut Kecamatan di Kabupaten Ciamis

Tahun 2013 50

5 Produktivitas padi di Desa Purwasari tahun 2009 - 2014 50 6 Anjuran penerapan teknologi PTT di Desa Purwasari 51 7 Tingkat penerapan responden terhadap teknologi PTT di Desa Purwasari

tahun 2015 51

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama di Jawa Barat sebagai penggerak perekonomian masyarakat. Kondisi alam, iklim dan keadaan topografi yang mendukung untuk ditanami berbagai macam tanaman pertanian. Sektor pertanian meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Salah satu sektor pertanian yang banyak dilirik oleh petani Jawa Barat adalah tanaman pangan, yang apabila dilihat berdasarkan ketenagakerjaan di Jawa Barat sebagian besar penduduk bekerja pada sektor ini yaitu 66.84 persen pada tahun 2013 (BPS 2014).

Tanaman pangan memberikan kontribusi terhadap PDRB Jawa Barat sebesar 74.06 persen pada tahun 2013. Angka tersebut merupakan angka tertinggi dari beberapa sektor pertanian di Jawa Barat (Lampiran 1). Salah satu tanaman pangan yang menjadi komoditas unggulan adalah padi. Padi dapat diolah menjadi beras yang merupakan makanan pokok dan sumber karbohidrat bagi masyarakat, sehingga tidak heran apabila sebagian besar penduduk di Jawa Barat bekerja pada sektor tanaman pangan, terutama bercocok tanam padi sebagai mata pencaharian utama yang dapat dilihat berdasarkan luas panen pada Tabel 1.

Tabel1 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan di Jawa Barat tahun 2013

Komoditas Padi Jagung Ubi Kayu Kedelai Kacang

Hijau

Sumber: BPS Jawa Barat, 2014 (Diolah)

(18)

kegiatan impor dari negara asing seperti Thailand, Vietnam, Cina, Pakistan dan Amerika Serikat, serta menjadi kendala pemerintah terhadap swasembada beras yang sedang dicanangkan saat ini1. Rata-rata produktivitas padi di Jawa Barat yang masih rendah dan diikuti dengan fluktuasi padi dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Produktivitas padi di Jawa Barat pada tahun 2009-2014

Sumber: BPS Jawa Barat(2014)

Berdasarkan Gambar 1, Rata-rata produktivitas padi di Jawa Barat dari tahun 2009 hingga tahun 2014 berada pada kisaran 5.7 – 5.8 ton per hektar. Rata-rata produktivitas padi mengalami fluktuasi setiap tahun, salah satunya dapat disebabkan kondisi lingkungan yang tidak menentu, seperti yang terjadi saat ini yaitu kekeringan panjang yang sedang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Kekeringan panjang yang disebabkan oleh El Nino diprediksi akan berlangsung hingga bulan November yang mengakibatkan terjadinya gagal panen, namun menurut Menteri Pertanian (2015) kekeringan yang melanda lahan pertanian di Indonesia tidak banyak memberikan pengaruh terhadap produksi padi karena pemerintah telah melakukan antisipasi dan tindakan, seperti menyediakan pompa air. Berdasarkan data BPS Nasional apabila dibandingkan dengan produksi pada tahun 2014, terjadi peningkatan sebesar 6.25 persen ARAM I pada tahun 2015. Kenaikan produksi yang terjadi pada tahun ini merupakan sejarah, karena angka tersebut merupakan angka kenaikan tertinggi selama sepuluh tahun terakhir2 (Lampiran 3). Meskipun terjadi kekeringan, namun produksi padi tetap meningkat dan diharapkan mampu mencapai target pemerintah akan swasembada.

Pemerintah terus menciptakan sebuah inovasi teknologi untuk mencapai target produksi dan swasembada, seperti teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang mulai diperkenalkan oleh pemerintah pada tahun 2008 melalui sekolah lapang. PTT merupakan sebuah inovasi teknologi yang digunakan dalam memecahkan berbagai permasalahan pada usahatani padi terutama pada musim

1

http://m.kompasiana.com/www.kompasianakhoiri.com/mewujudkan-indonesia-sebagai-lumbung-padi-dunia-1_552a4438f17e61b872d623d8 (16 September 2015, 13:52)

2

Menteri Pertanian. 2015. Kekeringan Tak Pengaruhi Produksi Pangan. Sinartani Membangun Kemandirian Agribisnis. Edisi 15-21 Juli No. 3615 Tahun XLV Hal 12.

5.806

5.760

5.922

5.874

5.953

5.893

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(19)

kemarau, karena salah satu komponen PTT yaitu pengaturan air secara berselang dapat diterapkan pada saat musim kemarau, selain itu PTT mampu meningkatkan produktivitas padi, pendapatan petani dan efisiensi usahatani (Kinanthi et al. 2014). Teknologi PTT terdiri dari 13 komponen yang penerapannya disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan mampu menekan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani (Haryani 2009). Teknologi PTT sudah banyak diterapkan di seluruh wilayah indonesia, meskipun penerapannya belum sesuai anjuran PTT, seperti yang dilakukan oleh petani di Jawa Barat yaitu petani di Tasikmalaya, Sukabumi, Bandung, Cianjur, Subang, Ciamis, Karawang, Kuningan, Garut, Indramayu dan Majalengka menerapkan teknologi ini untuk meningkatkan produktivitas (BPTP Jawa Barat 2013).

Komponen teknologi PTT pada masing-masing kabupaten masih belum seutuhnya diterapkan, tetapi teknologi ini sudah dapat diterima oleh beberapa petani, seperti 37.5 persen petani di Kabupaten Subang sangat setuju terhadap penerapan teknologi PTT (BPTP Jawa Barat 2013), begitupula dengan petani di Kabupaten Cianjur sebesar 43.08 persen (Kinanthi et al. 2014). Pengenalan dan penyaluran teknologi PTT tidak mudah untuk diterima langsung oleh petani, sehingga melalui kegiatan gelar teknologi dan sosialisasi langsung kepada petani dan menunjuk salah satu lokasi untuk menerapkan teknologi dapat mempercepat penyebaran teknologi PTT, meningkatkan pemahaman petani dan petugas lapang. Berdasarkan beberapa kabupaten di Jawa Barat yang menerapkan teknologi PTT, tingkat produktivitas yang dihasilkan dari tahun 2009 hingga tahun 2013 masih mengalami peningkatan dan penurunan (Gambar 2).

Gambar 2 Produktivitas padi di beberapa Kabupaten di Jawa Barat tahun 2009-2013

Sumber : BPS Jawa Barat (2014)

Berdasarkan Gambar 2, produktivitas padi di beberapa kabupaten di Jawa Barat berada pada kisaran angka 5-6 ton per hektar. Penerapan teknologi PTT dianggap mampu meningkatkan produktivitas, namun penerapan teknologi yang

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Produktivitas Padi di Beberapa Kabupaten

(Ton/Ha)

2009

2011

(20)

belum optimal atau sesuai dengan anjuran akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan (Tiominar 2015).Beberapa kabupaten yang menerapkan teknologi PTT mengalami peningkatan produksi, antara lain Bandung, Cianjur, Karawang, Indramayu dan Majalengka. Hal tersebut terjadi karena lingkungan dan sumber daya yang ada mendukung penerapan PTT, seperti tersedianya sumber air dari sungai citarum, kondisi kesuburan tanah, serangan OPT yang relatif rendah di Kabupaten Bandung dan tersampaikan teknologi tepat guna di Kabupaten lainnya (BPTP Jawa Barat 2013). Penyampaian teknologi oleh petugas lapang masih sangat rendah untuk diadopsi petani, karena keterbatasan pengetahuan dan pemahaman petani mengenai teknologi PTT (Ismilaili 2015), seperti yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Kuningan, Majalengka dan Subang yang mengalami fluktuasi produktivitas yang diduga karena penerapan teknologi yang belum sesuai anjuran. Salah satu masalah utama adalah lemahnya pembina lapang yang mengakibatkan petani pemilik, penggarap, dan buruh tani tidak memiliki pemahaman, keyakinan dan keterampilan terhadap penerapan teknologi PTT padi yang terjadi di Kabupaten Garut terutama tanam jajar legowo 2:13.

Pada tahun 2015 Kabupaten Ciamis sebagai provinsi yang menerapkan teknologi PTT merupakan salah satu wilayah pemasok beras nasional sebanyak 180 ribu ton atau 43.37 persen dari total produksi sebanyak 415 ribu ton4. Kondisi pertanian di Kabupaten Ciamis sama hal nya dengan kondisi di wilayah lain yang saat ini sedang dilanda kekeringan panjang, namun Kabupaten Ciamis berhasil melakukan panen raya. Keberhasilan panen raya di musim kemarau panjang ini berkat adanya pompa air dan perbaikan irigasi yang dilakukan pemerintah Kabupaten Ciamis. Irigasi teknis menjadi faktor pendukung proses produksi padi, dimana tanah sawah irigasi teknis terluas berada di wilayah tenggara Kabupaten yaitu Kecamatan Banjarsari, Lakbok, Pamarican dan Purwadadi. Penggunaan irigasi teknis di Kecamatan tersebut mempengaruhi hasil produksi padi yang tinggi pula(Lampiran 4), karena dengan adanya irigasi yang baik maka proses pengairan lahan sawah dapat dilakukan secara efektif dan efisien sesuai anjuran teknologi PTT yang saat ini sudah diterapkan (Kinanthi et al. 2014). Setiap Kabupaten di Jawa Barat terus melakukan gelar teknologi PTT melalui sekolah lapang, pelatihan dan penyuluhan kepada petani dan petugas lapang untuk meningkatkan produktivitas padi.

Rumusan Masalah

Kecamatan Banjarsari sebagai wilayah sawah dengan irigasi teknis dan penghasil potensial padi di Kabupaten Ciamis, memiliki jumlah desa paling banyak diantara kecamatan yang berada di Kabupaten Ciamis yaitu 21 desa dengan luas panen dan produksi cukup besar yaitu 6 800 hektar dan 46 928 ton

3

Temu Aplikasi Teknologi Pertanian Dalam Percepatan Penerapan Inovasi Teknologi Jajar Legowo 2:1. http://jabar.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/component/content/article/4-info-aktual/421-garut (14 September 2015, 10:15)

4

(21)

pada tahun 2014. Begitupula dengan ketenagakerjaan di Kecamatan Banjarsari sebesar 73.24 persen masyarakat bekerja pada sektor pertanian. Petani di Kecamatan Banjarsari terus melakukan budidaya padi sesuai kapasitas dan kemampuan yang dimiliki untuk dapat memenuhi permintaan masyarakat dan membantu pemerintah dalam mencapai swasembada beras dengan mengikuti sekolah lapang PTT.

Komponen teknologi PTT yang dianjurkan oleh pemerintah sebanyak tiga belas komponen yaitu varietas unggul baru (VUB), benih bermutu dan berlabel, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pengendalian OPT, pengaturan populasi tanam, pupuk organik, pengelolaan tanah sesuai musim dan pola tanam, penanaman bibit muda kurang dari 21 hari, tanam 1-3 bibit per rumpun, pengairan secara efektif dan efisien, penyiangan gulma menggunakan gasrok, panen tepat waktu dan perontokan gabah sesegera mungkin.Berdasarkan komponen anjuran PTT, BP3K Kecamatan Banjarsari melakukan perubahan dengan menjadikan sebelas komponen PTT yang diterapkan sesuai dengan pertimbangan kondisi dan kemampuan petani disana yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel2 Rata-rata jumlah petani yang menerapan PTT di Kecamatan Banjarsari pada tahun2014

6. Pemupukan urea berdasarkan BWD dan pemupukan P & K

10. penyiangan gulma menggunakan

gasrok 100 100 100

11. Panen dan Pasca Panen 61 63 62

Rata-rata penerapan PTT 56.9 58.7 57.9

Sumber: BP3K Kecamatan Banjarsari(2015)

(22)

konvensional menjadi metode organik yang membutuhkan waktu adaptasi yang cukup lama. Sasaran penerapan teknologi PTT pada tahun 2014 belum dapat tercapai secara keseluruhan, meskipun terdapat tiga komponen yang sudah mencapai sasaran, yaitu pemupukan urea, NPK, pupuk organik dan penyiangan gulma menggunakan gasrok. Sasaran penerapan teknologi PTT pada tahun 2014, delapan komponen diantaranya hanya mampu mencapai sasaran sebesar 50 persen. Hal ini karena masih banyak tantangan dan pertimbangan petani, seperti pengunaan benih bermutu dan berlabel yang digunakan petani ketika gabah hasil panen sebelumnya sudah tidak dapat digunakan sebagai bibit untuk penanaman selanjutnya, sertakegiatan penanamandenganjumlah benih padi setiap lubangnya masih berjumlah banyak karena kekhawatiran petani akan serangan hama keong dan jarak tanam legowo yang dirasa belum maksimal karena banyak lahan yang kosong dan sayang apabila tidak ditanami.

Tingkat penerapan petani mengenai pemberian pupuk menggunakan urea, NPK dan pupuk organik sangat rendah dibandingkan dengan komponen lain, meskipun sasaran pada tahun 2014 tercapai. Pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sangat penting dalam menjalankan teknologi, karena mampu menunjang tingkat keberhasilan penerapan teknologi PTT. Pelaksanaan teknologi PTT belum mampu mencapai angka 100 persen, meskipun demikian dari tahun ke tahun terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani akan adanya teknologi pertanian, seperti yang digambarkan pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Tingkat pemahaman petani terhadap teknologi pertanian tanaman tangan Padi di Kecamatan Banjarsari tahun 2010-2014

Sumber : BP3K Kecamatan Banjarsari (2015)

Berdasarkan Gambar 3, tingkat pemahaman petani terhadap penerapan teknologi pertanian memperoleh respon baik dari petani di Kecamatan Banjarsari. Pengetahuan, keterampilan dan sikap petani akan teknologi pertanian terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga tahun 2014, dimana terdapat hubungann dengan komponen teknologi PTT. Komponen pengendalian OPT sangat ditekankan oleh petani hingga tingkat pemahamannya mencapai angka 60 persen. Hama dan penyakit merupakan masalah yang sering dihadapi oleh petani

0 10 20 30 40 50 60 70

2010 2011 2012 2013 2014

Tingkat Pemahaman Petani Terhadap Teknologi Pertanian (%)

(23)

setiap tahunnya, karena serangan hama dan penyakit sangat berpengaruh pada proses produksi. Selain pengendalian OPT, Pemahaman petani terhadap penggunaan benih bersertifikat terus meningkat setiap tahunnya, terlihat dari banyaknya penggunaan benih bersertifikat dengan varietas benih yang digunakan seperti Ciherang, IR dan Hibrida. Setiap varietas memiliki keunggulan masing-masing, pada umumnya petani menggunakan benih varietas Ciherang karena varietas ini memiliki porduksi yang tinggi, mudah dalam pemeliharaannya dan memiliki pangsa pasar yang tinggi (Pertiwi et al.2011).

Pemahaman petani akan penggunaan pupuk organik yang masih sangat rendah. Ketersediaan dan manfaat pupuk organik yang tidak terlihat secara langsung, menjadikanpenggunaan pupuk anorganik menjadi prioritas utama karena manfaat yang dihasilkan terlihat secara langsung. Penggunaan pupuk anorganik seperti NPK dan Urea masih belum sesuai dengan dosis yang di tetapkan. Penggunaan dosis pupuk yang belum sesuai dengan anjuran PTT dan tidak berimbang mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh petani masih sangat tinggi. Pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sangat penting untuk melakukan manajemen teknis dalam menentukan dan menggunakan input produksi sesuai kebutuhan dan digunakan secara efisien yang mampu menekan biaya produksi (Haryani 2009).

Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani dalam penerapan teknologi pertanian seperti PTT dapat digambarkan melalui tingkat keberhasilan petani dalam melakukan usahatani dengan membandingkan jumlah produksi dan pendapatan petani padi PTT dan petani konvensional. Dengan adanya sebuah pembanding maka akan terlihat metode mana yang sebaiknya digunakan oleh petani, yang nantinya akan menjadi rekomendasi kepada petani dalam melakukan budidaya. Berdasarkan pemaparan yang ada, sebaiknya dilakukan identifikasi seberapa besar penerapan masing-masing komponen teknologi PTT yang mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani di Kecamatan Banjarsari dengan memperhatikan;

1 Seberapa besar tingkat derajat penerapan PTT pada usahatani padi di Desa Purwasari Kecamatan Banjarsari?

2 Berapa besar pendapatan usahatani padi yang menerapkan PTT di Desa Purwasari Kecamatan Banjarsari?

Tujuan Penelitian

1 Menentukan derajat penerapan PTT pada usahatani padi di Desa Purwasari Kecamatan Banjarsari.

2 Menganalisis pendapatan usahatani padi terkait dengan penerapan PTT di Desa Purwasari Kecamatan Banjarsari.

Manfaat Penelitian

(24)

Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan kepada semua pihak. Manfaat bagi penulis adalah sebagai menambah pengetahuan dan wawasan mengenai budidaya padi dengan penerapan teknologi PTT, bagi penyuluh sebagai masukan dalam memberikan pengarahan dan pendampingan kepada petani di lapangan dan bagi petani sebagai masukan dan memberikan motivasi dalam menjalankan usahatani dengan teknologi PTT sehingga menghasilkan produksi padi yang optimal. Manfaat bagi akademisi dan peneliti sebagai bahan pustaka dalam melakukan penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah usahatani padi dengan menggunakan teknologi PTT, yang kemudian menentukan persentase derajat ketepatan penerapan teknologi PTT dari masing-masing komponen yang mempengaruhi pendapatan petani di Desa Purwasari. Komponen PTT terdiri dari VUB, benih bermutu dan berlabel, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pengendalian OPT, pengaturan populasi tanam, pupuk organik, pengelolaan tanah sesuai musim dan pola tanam, penanaman bibit muda kurang dari 21 hari, tanam 1-3 batang per rumpun, pengairan secara efektif dan efisien, penyiangan gulma menggunakan gasrok, panen tepat waktu dan perontokan gabah sesegera mungkin. Analisis produksi padi dilakukan satu musim tanam dalam satu tahun.

TINJAUAN PUSTAKA

Persentase Derajat Ketepatan Penerapan Komponen Program PTT Program pemerintah dalam meningkatkan pertanian di Indonesia khususnya tanaman pangan seperti padi dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi. Penerapan teknologi pertanian mampu meningkatkan produktivitas secara Optimal dengan sumber daya yang tersedia (Zakaria 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adnyana dan Kariyasa (2006), Tiominar (2015), Musyarofah (2013), Zakaria (2014) dan Kinanthi et al. (2014) penerapan komponen PTT dimasing-masing wilayah belum seluruhnya dilakukan dan persentase penerapan masing-masing komponen PTT pun belum mencapai 100 persen. Teknologi PTT terdiri dari dua komponen, yakni komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan.

(25)

dilakukan oleh oleh Adnyana dan Kariyasa (2006), dimana pengairan secara berselang belum hanya dilakukan 85-92 persen karena terbatasnya ketersediaan air dan lokasi sawah relatif dekat dengan saluran air sekunder dan tersier.

Komponen penting lainnya adalah penggunaan benih varietas unggul baru (VUB) yang penerapannya mencapai 95 persen(Kinanthi et al. 2014). Penerapan benih VUB relatif lebih mudah diterapkan, tidak memerlukan biaya tambahan dan mudah didapatkan, namun penerapan benih bermutu dan bersertifikat bagi petani merupakan hal yang sulit karena memerlukan biaya yang tinggi dan kualitas benih dianggap kurang maksimal, sehingga tingkat penerapannya hanya mencapai 60 persen (Kinanthi et al. 2014). Meskipun petani telah menggunakan VUB bermutu dan bersertifikat, namun penggunaan bibit muda berumur kurang dari 21 hari menjadi tantangan bagi para petani, dimana tingkat penerapannya sangat rendah yaitu 65 persen (Kinanthi et al. 2014) karena bibit muda dianggap lebih beresiko terhadap serangan hama keong dan memerlukan pemeliharaan intens. Berbeda dengan penelitian Tiominar (2015) yang tingkat penerapannya hingga mencapai 91.94 persen, karena bibit muda mampu mengoptimalkan pertumbuhan bibit di lahan tanam, lebih tahan terhadap stres akibat pencabutan di pesemaian, pengangkutan dan penanaman kembali. Selain itu, bibit muda memiliki kadar nitrogen yang lebih tinggi pada daun (Tiominar 2015).

Dalam melakukan budidaya padi komponen pengaturan populasi tanaman, jumlah bibit per lubang dan pengaturan jarak tanam perlu diperhatikan. Pengaturan populasi tanam yang dilakukan petani berada pada tingkat penerapan 73persen dengan jumlah per lubang 1-3 bibit (Musyarofah 2013), namun masih terdapat petani yang menanam padi dengan jumlah per lubang lebih dari 3 bibit. Hal tersebut dilakukan karena petani menghindari serangan hama keong, sehingga petani lebih memilih menanam dengan jumlah rumpun yang lebih banyak (Kinanthi et al. 2014). Komponen pilihan lain yang diterapkan petani adalah pengaturan jarak tanam yang sering muncul dengan istilah jajar legowo yang diterapkan oleh petani hanya 43-45 persen, dimana sebagian petani lebih memilih menanam dengan jarak tegel (Tiominar 2015). Berdasarkan persepsi petani, pengaturan jarak tanam menggunakan jajar legowo tidak terlalu signifikan dan membutuhkan biaya buruh tanam yang lebih tinggi, hal tersebut pun sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kinanthi et al. (2014), karena jarak tanam legowo membutuhkan jumlah tenaga kerja yang banyak dan memiliki kemampuan tanam tersebut.

(26)

dilakukan petani masih sangat rendah dengan tingkat penerapan hanya 46.7 persen (Musyarofah 2013) dan 47.18 persen (Tiominar 2015), sebab masih banyak para petani yang mengandalkan pestisida kimiawi yang mengakibatkan tanaman resisten terhadap obat-obatan yang diberikan, begitupula dengan petani yang penerapannya hanya 15 persen karena dianggap pestisida kimiawi lebih praktis penggunaannya (Kinanthi et al. 2014).

Komponen pemeliharaan selanjutnya adalah penyiangan gulma menggunakan landak yang penerapannya masih sangat rendah hanya 15 persen (Kinanthi et al. 2014), dimana petani lebih memilih penyiangan gulma dengan cara manual yaitu menggunakan tangan, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan petani dengan cara mencabut gulma secara manual oleh tenaga kerja wanita (Musyarofah 2013). Komponen teknologi PTT yang terakhir adalah pengelolaan panen dan pasca panen yang harus dilakukan oleh petani yang terdiri dari dua indikator yaitu panen tepat waktu dan perontokan gabah secara langsung. Teknologi pilihan panen tepat waktu dan perontokan gabah secara langsung belum diterapkan oleh petani (Kinanthi et al. 2014), karena kesulitan tenaga kerja panen dan kebutuhan ekonomi yang mendesak, namun terdapat beberapa petani yang menerapkan komponen pengelolaan panen dan pasca panen dengan tingkat penerapan mencapai 50.40 persen, karena panen yang tidak tepat waktu mengakibatkan tidak seluruh gabah dapat dirontokkan. Adapula petani yang tidak melakukan panen tepat waktu karena petani sudah melakukan kontrak dengan tengkulak sebelum padi panen (Tiominar 2015).

Pendapatan Usahatani Padi Terkait Penerapan Program PTT

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas secara optimal dengan penggunaan input produksi yang tersedia sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan input-input produksi secara tepat guna akan mempengaruhi jumlah biaya produksi yang harus dikeluarkan, sebab melalui pendekatan PTT penggunaan saprodi dapat dihemat (Kusmiatunet al.2012) karena penggunaan input lebih sedikit (Musyawaroh 2013) sehingga mampu menekan biaya produksi yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan bersih petani (Haryani 2009 dan Hidayat et al. 2012).

Pendapatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan usahatani, dengan melihat jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan output dikalikan dengan harga jual yang berlaku. Pendapatan petani yang menerapkan PTT lebih besar dibandingkan petani non PTT, yaitu rata-rata pendapatan petani PTT Rp14 826 995.4 sedangkan rata-rata pendapatan petani non PTT Rp11 865 498.39 (Kusmiatun et al. 2012). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Haryani (2009) dan Ratmini dan Herwenita (2014), bahwa penerapan PTT lebih menguntungkan dibandingkan non PTT dengan pendapatan yang diperoleh lebih tinggi 38.67 persen daripada non PTT, sebab biaya input yang dikeluarkan berbeda untuk masing-masing perlakuan.

(27)

dan Aswani et al.(2014), dengan membandingkan jenis benih yang digunakan, yaitu petani yang menggunakan benih sesuai anjuran PTT yaitu VUB seperti Inpari dan Cigeulis menghasilkan gabah dan kualitas beras yang meningkat, sehingga memperoleh pendapatan lebih besar yaitu petani PTT VUB Rp17 410 000 per hektar, petani PTT non VUB Rp13 488 806 per hektar dan petani non PTT Rp9 885 625 per hektar atau terjadi peningkatan sebesar 29.07 persen sampai 76.12 persen. Efisiensi (R/C) usahatani padi petani PTT adalah 1.87 lebih tinggi dibandingkan petani non PTT yaitu 1.66 (Kinanthi et al. 2014), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Aswani et al.(2014) yang tingkat efisieni mencapai 3.15 petani PTT dan 2.34 petani non PTT.

Berdasarkan uji beda antara pendapatan petani PTT dan petani non PTT dengan taraf nyata 95 persen yaitu nilai probabilitas kurangdari 5 persen atau sig. t = 0.000 (< 0.05) berarti terima H1 artinya terdapat perbedaan nyata antara pendapatan bersih usahatani penerapan PTT dengan usahatani padi non PTT (Kusmiatun et al. 2012), sama hal nya dengan petani sebelum menerapkan PTT dan sesudah menerapkan PTT yaitu terdapat perbedaan nyata antara pendapatan bersih yang berdasarkan Tabel t hitung menunjukkan t hitung 6.59 > t Tabel 2.11 (Sig 2-tailed) (Siregar 2013). Hal tersebut karena terdapat peningkatan biaya produksi, peningkatan produktivitas hasil panen dan berimbas terhadap peningkatan pendapatan petani (Mulyani dan Jumiati 2014).

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teori Pengelolan Tanaman Terpadu (PTT)

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan sebuah inovasi teknologi yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian yang mulai dikenalkan kepada petani tahun 2008 pada komoditas tanaman pangan padi, jagung dan kedelai. Sudah cukup banyak paket teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan oleh petani dalam meningkatkan produktivitas, kualitas dan kapasitas produksi, namun paket teknologi masih belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh masyarakat petani, karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh petani (Kementan 2009). PTT merupakan paket teknologi yang terdiri dari dua komponen yaitu komponen teknologi PTT dasar dan komponen teknologi PTT pilihan. Komponen teknologi PTT dasar dapat diterapkan di semua lokasi, sedangkan komponen teknologi PTT pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan dan kemampuan (Ditektorat Jenderal Tanaman Pangan 2015).

(28)

komponen teknologi PTT dasar dan pilihan menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat (2011) berikut ini:

A.Komponen teknologi PTT dasar

Komponen ini mudah diterapkan dan memberikan pengaruh besar terhadap kenaikan hasil dan pendapatan petani. Komponen teknologi dasar terdiri atas 6 komponen, yaitu:

1. Varietas unggul baru (VUB)

VUB adalah varietas yang mempunyai ketahanan terhadap biotik dan abiotik dan mempunyai hasil produksi tinggi dengan mutu beras yang lebih baik. Pemilihan varietas baik inbrida dan hibrida berdasarkan hasil pengkajian spesifik lokasi terhadap ketahan OPT, rasa nasi, permintaan pasar dan harga pasar yang tinggi. Agar mengurangi risiko hama dan penyakit, hindari penggunaan varietas yang sama secara terus-menerus. Contoh jenis varietas unggul baru antara lain varietas ciherang memiliki umur panen 115-125 hari dan produktivitas 5-8 ton/ha, varietas INPARI-1 memiliki umur panen 108 hari dan produktivitas 7.3-10 ton per ha, varietas INPARI-2 memiliki umur panen 115 hari dan produktivitas 5.8-7.3 ton/ha, varietas INPARI-3 memiliki umur panen 110 hari dan produktivitas 6-7.5 ton per ha dan varietas Cibogo memiliki umur panen 115-125 hari dan produktivitas 7-8.1 ton per ha.

2. Benih bermutu dan berlabel

Benih bermutu adalah benih berlabel dengan tingkat kemurnian dan daya tahan tubuh yang tinggi yang sudah lulus proses sertifikasi. Benih ini akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak dan lebih tahan terhadap serangan hama. Manfaat penggunaan benih ini adalah mempertahankan sifat-sifat unggul termasuk daya hasil yang tinggi. Jumlah pemakaian per hektar lebih hemat yaitu 10-15 kg per ha dari 20-25 kg per ha.

3. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah

Pemberian pupuk bervariasi berdasarkan lokasi, musim tanam dan jenis padi yang digunakan. Pupuk yang digunakan adalah N, P dan K yang dosisnya berdasarkan BWD (bagan warna daun) untuk N dan PUTS ( perangkat uji tanah sawah) untuk P dan K.

4. Teknik Pengendalian OPT

Pengendalian OPT dilaksanakan berdasarkan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (HPT) dengan melakukan identifikasi jenis dan populasi hama yang sebaiknya dilakukan secara alamiah. Jenis hama padi yang utama adalah tikus sawah, wereng coklat, penggerek batang padi dan keong mas, sedangkan jenis penyakit padi yang utama adalah bercak, blas, busuk, pelepah, tungro dan hawar daun bakteri.

5. Pengaturan populasi tanam

Pengaturan populasi tanam dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan petani yaitu sistem jajar legowo:

(29)

Jumlah rumpun yang Optimal akan menghasilkan lebih banyak malai per meter persegi dan berpeluang untuk mencapai hasil yang tinggi.Pertumbuhan yang sehat dan seragam mempercepat penutupan permukaan tanah, sehingga menekan pertumbuhan gulma.

6. Pupuk organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan organik yaitu dari sisa tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau dan kompos padat atau cair. Pemberian pupuk dalam jumlah yang sesuai sangat penting bagi keberlanjutan lahan sawah. Sumber bahan organik yang utama dan banyak tersedia pada tanaman padi adalah jerami. Kandungan unsur hara pada beberapa bahan organik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel3 Kandungan N, P2O5dan K2O pada bahan organik

No Jenis Bahan Organik N (%) P2O5 (%) K2O (%)

1 Jerami Padi 0.5 – 0.8 0.15 – 0.26 1.2 – 1.7 2 Kotoran Sapi 0.8 – 1.2 0.44 – 0.88 0.4 – 0.8 3 Kotoran Kambing/domba 2.0 – 3.0 0.88 2.1 4 Kotoran ayam 1.5 – 3.0 1.15 – 2.25 1.0 – 1.4 5 Kompos 0.5 – 2.0 0.44 – 0.88 0.4 – 1.5

Sumber : BPTP Jawa Barat (2011)

B.Komponen teknologi PTT pilihan

1. Pengelolaan tanah sesuai musim dan pola tanam

Pengelolaan tanah hingga berlumur dan rata agar pertumbuhan baik dan seragam bagi tanaman, serta upaya pengendalian gulma. Pengelolaan dapat dilakukan dengan traktor atau ternak.

2. Penanaman bibit muda kurang dari 21 hari

Bibit kurang dari 21 hari lebih tahan lama menghadapi stres akibat pencabutan bibit di pesemaian, pengangkutan dan penanaman kembali, serta memiliki bahan makanan cadangan untuk pertumbuhan bibit.

3. Tanam 1-3 batang per rumpun

Penanaman bibit dengan jumlah per lubang leboh banyak akan meningkakan persaingan antar bibit dalam rumpun yang sama.

4. Pengairan secara efektif dan efisien

Pengairan dengan teknik berselang, gilir-giring, gilir glontor, macak-macak dan basah kering. Pemberian air dihemat hingga 30 persen tanpa menurunkan hasil panen.

a. Pengairan berselang yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian.

b. Pengairan gilir-giring yaitu dilakukan 4-5 hari sekali apabila debit air sungai sekitar 40 persen.

c. Pengairan gilir-glontor yaitu dilakukan 2-3 hari apabila debit air sungai sekitar 40-60 persen.

(30)

5. Penyiangan menggunakan gasrok

Penyiangan dilakukan menjelang hari ke 21 setelah tanam. Manfaatnya adalah ramah lingkungan dan hemat tenaga kerja, meningkatkan jumlah udara dalam tanah, serta merangsang pertumbuhan akar lebih baik.

6. Panen tepat waktu

Panen tanaman padi berbeda-beda sesuai dengan varietas padi. Pada saat panen perlu diperhatikan umur tanaman, cara pemanenan, tinggi pemotongan tanaman sekitar 20 cm dari permukaan tanah. Panen terlalu awal menyebabkan gabah hampa, gabah hijau dan butir kapur lebih banyak. Terdapat tiga macam sistem pemanenan padi, yaitu:

- Individual atau keroyokan adalah sistem pemanenan padi dengan

jumlah pemanen tidak terbatas, siapa saja boleh ikut panen tanpa ikatan satu dengan lainnya.

- Ceblokan atau Sromo adalah sistem pemanenan padi dengan jumlah

pemanen terbatas, orang lain tidak boleh ikut panen tanpa seijin penceblok yang sebelumnya ikut merawat tanaman (penyiangan) tanpa dibayar.

- Kelompok adalah sistem pemanenan padi dengan jumlah tenaga

pemanen terbatas dengan sistem kerja beregu (kelompok) dan perontokannya menggunakan mesin perontok.

7. Perontokan gabah sesegera mungkin

Perontokan adalah melepaskan butir gabah dari malainya dengan cara memberi tekanan pada malai. Proses perontokan gabah sesegera mungkin, paling lama 1-2 hari setelah panen. Untuk menghasilkan mutu gabah yang baik maka sebaiknya gabah secepatnya dijemur. Kematangan gabah sangat menentukan rendeman, tingkat keilangan hasil dan mutu beras.

Analisis Pendapatan dan Ukuran Usahatani

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu (Seokartawi 1995). Usahatani pada skala besar umumnya memerlukan modal yang besar, penerapan teknologi, manajemen modern dan bersifat komersial, sedangkan usahatani pada skala kecil umumnya modal yang diperlukan sedikit atau pas-pasan, penerapan teknologi tradisional dan bersifat memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri. Sebagian besar petani dengan skala kecil tergolong pada semi subsisten, yaitu tidak sepenuhnya komersil, sehingga mereka mempunyai hubungan dengan pasar dan memperoleh sebagian dari pendapatannya dengan dalam bentuk uang (Soekartawi et al.1986). Dalam melakukan kegiatan usahatani memerlukan biaya yang digunakan untuk membeli kebutuhan input-input yang akan menghasilkan output dan memperoleh pendapatan usahatani.

(31)

usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi dan modal milik sendiri.

Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Terdapat dua pengeluaran usahatani, yaitu pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. Pengeluaran tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan pengeluaran tidak tunai adalah pengeluaran yang diabaikan dalam perhitungan, seperti penyusutan, tenaga kerja dalam keluarga dan benih dari musim tanam sebelumnya. Penyusutan adalah penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan. Komponen bunga modal milik sendiri atau yang dipinjam dari orang lain tidak dihitung sebagai pengeluaran(Soekartawi et al.1986).

Setelah diperoleh nominal dari setiap komponen, sebaiknya menilai penampilan usahatani kecil, yaitu menentukan penghasilan bersih usahatani, imbalan kepada modal petani, imbalan kepada seluruh modal dan imbalan kepada tenaga kerja keluarga. Penghasilan bersih diperoleh daripenerimaan usahatani dikurangi bunga modal pinjaman. Ukuran ini menggambarkan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam usahatani. Modal usahatani dapat diperoleh dari modal sendiri dan modal pinjaman. Untuk melihat seberapa besar imbalan terhadap total modal petani, maka perlu diketahui selisih antara pendapatan bersih usahatani dan nilai tenaga kerja keluarga yang diukur berdasarkan tingkat upah yang berlaku dan hasilnya dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh modal.

Imbalan terhadap modal petani diperoleh dari selisih penghasilan bersih dan tenaga kerja keluarga. Hasil dari perhitungan, dinyatakan dalam persen terhadap nilai modal petani. Selanjutnya, menghitung imbalan terhadap tenaga kerja keluarga, yaitu selisih antara penghasilan bersih usahatani dan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani dan dapat dibandingkan dengan upah kerja luar keluarga. Dapat pula diketahui seberapa efisien usahatani dengan menghitung rasio antara penerimaan dan biaya atau R/C (Return Cost Ratio). Apabila nilai R/C lebih dari satu maka usahatani dikatakan menguntungkan.

Peran Teknologi Terhadap Produksi

PTT adalah sebuah inovasi teknologi baru yang dikenalkan oleh pemerintah kepada para petani. Proses penerapan teknologi sangat dipengaruhi oleh tingkat inovasi dalam pengambilan keputusan. Teknologi memiliki peranan yang penting dalam usahatani yaitu mensubstitusikan input dan mengubah outputyang dihasilkan yang akhirnya berpengaruh terhadap proses produksi (Doll dan Orazem 1984). Tahapan adopsi inovasi melalui beberapa tahapan yaitu kesadaran (awareness), minat (interest), evaluasi (evaluation), percobaan (trial) dan pemahaman serta percobaan petani (adoption) (Soekartawi 1988). Bagi para petani teknologi adalah hal baru, sehingga proses penerapan teknologi masih sangat rendah.

(32)

berbeda tetapi input yang digunakan sama akan diperoleh hasil yang berbeda. Keberhasilan usahatani sangat tergantung pada upaya dan kemampuan manajer (Suratiyah 2009). Banyak faktor yang menjadi pertimbangan petani untuk melakukan adopsi, oleh karena itu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi PTT digunakan teori inovasi (Soekartawi 1998) yang dapat dilihat dari faktor ekternal dan faktor internal. Faktor ekternal yang mempengaruhi proses adopsi adalah macam-macam adopsi, sifat adopsi inovasi, saluran komunikasi, ciri-ciri sistem sosial dan kegiatan promosi, sedangkan faktor intrenal yang mempengaruhi proses adopsi adalah faktor sosial, faktor kebudayaan, faktor personal dan faktor situsional (Soekartawi 1988).

Manajemen sebagai sumber daya juga sangat penting karena sangat menentukan keberhasilan suatu usaha. Sebagai contoh terdapat dua orang petani dengan luas lahan dan kondisi yang sama, pada saat yang sama memperoleh hasil yang berbeda. Hal ini karena manajemen yang berbeda, dengan demikian manajemen dapat dikatakan sebagai faktor produksi yang tidak kentara atau tidak dapat diperhitungkan dengan pasti.

Gambar 4 Perbedaan produksi akibat dari perbedaan manajemen

Sumber : Suratiyah (2009)

Gambar 4 menunjukkan bahwa kemampuan dalam memikirkan permasalahan yang berbeda, pengambilan keputusan yang berbeda dan tindakan yang berbeda akan menghasilkan produksi yang berbeda pula, meskipun faktor produksi yang lain sama. Hal ini jelas bahwa manajemen yang baik dan tepat mampu meningkatkan produksi. Manajemen yang dijalankan oleh petani dengan menerapkan teknologi dalam usahatani mampu mempengaruhi produksi (Seitz et al.1994).

Produksi (Rp)

Modal (Rp) Performance Gap

Manajer C

Performance Gap

Manajer B

(33)

P

Value Marginal Product Output

Input

Gambar 5Pergeseran kurva total physical product (TPP) ke atas akibat perubahan teknologi

sumber : Seitz et al.(1994)

Pergeseran kurva TPP pada gambar 5, akibat adanya penerapan teknologi, yaitu kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah output yang dihasilkan dengan salah satu input variabel, dengan asumsi penggunaan input variabel lainnya tetap. Dengan adanya teknologi maka akan lebih efisien dengan menggeser kurva TPP menjadi TPP’ menggambarkan bahwa teknologi mampu meningkatkan jumlah output dengan penggunaan input yang sama (Seitz et al.1994). Selain berpengaruh terhadap output, teknologi berpengaruh terhadap biaya (Doll dan Orazem 1984).

Gambar 6Perubahan teknologi dan fungsi produksi

TPP’

TPP Output

Input

P’ Output

Harga Input

(Rp)

(34)

Sumber : Doll dan Orazem (1984)

Petani dengan menerapkan teknologi baru dan lama memiliki kurva produksi yang sama, dengan penerapan teknologi baru yang menggantikan teknologi lama dapat dikatakan sebagai teknologi yang menurunkan biaya produksi ( titik P bergeser ke titik P’).

Kerangka Pemikiran Operasional

Padi merupakan komoditas utama di Kecamatan Banjarsari, yang sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani. Budidaya padi dilakukan pada alam terbuka dengan hamparan lahan yang luas, sehingga kemungkinan terjadinya gangguan dari lingkungan yang mampu menimbulkan fluktuasi produksi. Salah satu program pemerintah yang mulai diterapkan oleh petani di Kecamatan Banjarsari adalah teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Teknologi PTT ini merupakan inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan menggunakan sumberdaya yang ada secara efisien dan efektif. Teknologi PTT sudah dapat diterapkan oleh seluruh petani padi, meskipun penerapannya belum mencapai 100 persen. Pengetahuan, keterampilan dan sikap petani terhadap teknologi pertanian sangat penting, karena mampu mempercepat proses penerapan teknologi.

(35)

Gambar 7 Kerangka pemikiran operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data

Kegiatan penelitian mengenai pendapatan usahatani padi dengan penerapan teknologi PTT padi dilakukan di Desa Purwasari Kecamatan Banjarsari. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi penelitian adalah purposive atau sengaja dengan pertimbangan peneliti, yaitu Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan yang memiliki jumlah desa paling banyak diantara kecamatan yang ada di Kabupaten Ciamis dan menjadi salah satu sentra penghasil padi, serta Desa Purwasari adalah salah satu desa yang sedang melakukan program pemerintah yaitu penerapan teknologi PTT melalui sekolah lapang selama satu musim tanam pada bulan Mei hingga Agustus tahun 2015.Kegiatan penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada bulan September hingga Oktober tahun 2015.

Teknologi PTT

1. Penggunaan varietas unggul benih 2. Benih bermutu dan berlabel

3. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara

4. Pengendalian OPT 5. Pengaturan populasi tanam 6. Pupuk organik

7. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam

8. Penananaman bibit muda < 21 hari 9. Tanam 1-3 batang per rumpun 10.Pengairan secara efektif dan efisien 11.Penyiangan menggunakan landak 12.Panen tepat waktu

13.Perontokan gabah sesegera mungkin Produksi Padi di Kecamatan Banjarsari

Pendapatan Usahatani Padi Faktor Produksi

Lahan, Benih, Pupuk Organik, pupuk Anorganik dan Tenaga Kerja

Derajat Penerapan Teknologi PTT

Petani PTT Petani Non PTT

(36)

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lokasi penelitian dengan melakukan survey dan penyebaran kuisioner mengenai penerapan teknologi PTT, faktor-faktor produksi yang digunakan, proses produksi, hasil produksi usahatani padi serta data lain yang sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Kantor Kecamatan Banjarsari, Kantor Kelurahan Desa Purwasari, laporan penelitian terdahulu, buku dan melakukan penelusuran melalui internet. Data sekunder yang digunakan seperti produksi, luas panen dan Produktivitas padi di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan Kecamatan, tingkat penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT), konsumsi tanaman pangan per kapita, jumlah ketenagakerjaan, profil kecamatan dan desa di Banjarsari, serta data penelitian terdahulu yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Metode Pengumpulan Sampel

Unit analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah usahatani padi di Desa Purwasari dengan menerapkan teknologi PTT. Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan metode purposive samplingatau berdasarkan pertimbangan peneliti yaitu responden yang melakukan budidaya usahatani padi dengan menerapkan teknologi PTT dan konvensional pada musim tanam bulan Mei hingga Agustus tahun 2015. Sampel yang diambil sebanyak 30 petani baik petani PTT maupun petani non PTT.

Metode Pengolahan dan Analsisi Data

Metode pengolahan dan analisis data merupakan bagian dari metode penelitian yang pasti ada. Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan data kualitatif dilakukan secara deskriptif dengan menggambarkan petani di Desa Purwasari, sedangkan pengelolaan data kuantitatif menggunakan software microsoft excel danSPSS versi 15 for windows. Berdasarkan data-data yang diperoleh, tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan derajat ketepatan penerapan program PTT dalam bentuk persentase, kemudian melihat perbedaan pendapatan usahatani padi dengan membandingkan antara petani yang menerapkan program PTT dan petani non PTT.

Derajat Penerapan Program PTT

(37)

belum semua komponen dapat diterapkan oleh petani. Tingkat penerapan dari masing-masing komponen masih berada dibawah angka 100 persen, sehingga dengan menggunakan rumus perhitungan persentase dilakukan perhitungan derajat ketepatan penerapan teknologi PTT pada masing-masing komponen, yang mampu melihat seberapa besar penyimpangan terjadi dari anjuran PTT. Berikut merupakan rumus perhitungan persentase (Tiominar 2015):

Persentase Penerapan PTT = %

Keterangan:

Persentase Penerapan PTT : Persentase derajat ketepatan penerapan teknologi PTT masing-masing komponen

Nilai Aktual : Nilai yang diperoleh berdasarkan survey di lapangan Nilai SOP : Nilai yang menjadi acuan perhitungan (SOP)

Hasil dari perhitungan persentase penerapan PTT diklasifikasikan menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang dan tinggi. Rumus yang digunakan adalah rumus distribusi frekuensi dengan menentukan rentang nilai terlebih dahulu yaitu mengidentifikasi nilai tertinggi dan terendah. Selanjutmya, menentukan jumlah interval kelas dan lebar kelas, yang dikenal dengan aturan Sturges (Arikunto 1995), sehingga dapat diperoleh rumus sebagai berikut:

R = X max – X min

k = r / i i = r / k

Keterangan:

r = Selisih nilai terbesar dengan nilai terkecil X max = Nilai terbesar

X min = Nilai terkecil

k = Jumlah interval kelas i = Interval kelas

Berdasarkan rumus diatas, maka diperoleh interval kelas sebesar 8.22 persen yang disesuaikan dengan golongan yaitu sebagai berikut:

Rendah : 71.79 – 80.01 Sedang : 80.02 – 88.23 Tinggi : 88.24 – 96.45

Analisis Pendapatan dan Keuntungan Usahatani

(38)

Biaya (TC) = Biaya tunai + biaya non tunai Penerimaan (TR) = Yi . Pyi

Pendapatan (Pd) = TR – TC

Keterangan:

Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan TC = Biaya total

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Pyi = Harga output

Selanjutnya, melihat keuntungan usahatani dengan menghitung imbalan terhadap seluruh modal petani yang dibandingkan dengan bunga bank dan imbalan terhadap tenaga kerja yang dibadingkan dengan upah TKLK yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel4 Perhitungan pendapatan dan keuntungan usahatani

Komponen Perhitungan

A Penerimaan total (Total Farm Return) Nilai produksi total x Harga

B Pengeluaran total (Total Farm Expenses) Nilai semua masukan yang habis

dipakai baik tunai dan non tunai

C Pendapatan bersih (Net Farm Income) A-B

D Bunga modal pinjaman Bunga pinjaman x modal

pinjaman

E Bunga modal sendiri Bunga deposito x modal sendiri

F Penghasilan bersih (Net FarmEarning) C-D

G Imbalan seluruh modal (Return to Capital) C-TKDK

H Imbalan modal petani (Return to Farm Equity) F-TKDK

G Imbalan tenaga kerja keluarga ( Return to

Family Labor)

F-Bunga modal petani

Setelah diperoleh pendapatan usahatani padi dari masing-masing kelompok PTT dan non PTT, dilakukan perhitungan efisiensi dengan melihat rasio antara penerimaan dan biaya. Apabila R/C>1 usahatani dikatakan menguntungkan dan R/C<1 usahatani dikatatakan tidak menguntungkan (Soekartawi et al. 1986).Interpretasi R/C ratio adalah setiap pengeluaran biaya sebesar 1 satuan maka akan memperoleh penerimaan sebesar 1 satuan. Rumus perbandingan penerimaan dan biaya adalah sebagai berikut:

R/C rasio = TR/TC

Keterangan:

TR = Total Penerimaan usahatani (Rp) TC = Total Biaya Usahatani (Rp)

(39)

semakinkecil taraf nyata maka data semakin akurat. Rumus uji beda adalah sebagai berikut (Kusmiatun et al. 2012):

ℎ = = − + −

± −

Keterangan:

X1 = Pendapatan petani PTT X2 = Pendapatan petani non PTT n1 = Jumlah Sampel petani PTT n2 = Jumlah Sampel petani non PTT S1 = Standar deviasi petani PTT S2 = Standar deviasi petani non PTT

Kriteria pengujian adalah

Apabila t hitung > t Tabel (α 5 persen ) maka H1 Terima dan apabila t hitung <t Tabel (α 5 persen ) maka H1 ditolak

Hipotesis:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara petani PTT dan petani

non PTT

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara petani PTT dan petani non

PTT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Lokasi Penelitian

Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ciamis yang terletak di wilayah bagian selatan. Kecamatan Banjarsari memiliki luas wilayah 16 262 hektar, yang terdiri dari lahan sawah 3 140 hektar dan lahan darat 13 122 hektar. Kecamatan Banjarsari berada pada iklim sedang yaitu 25 °C hingga 29°C dengan rata-rata curah hujan tertinggi pada bulam November yaitu 437.5 mm dan rata-rata curah hujan terbanyak pada bulan Januari yaitu 20.2 hari hujan.

(40)

terutama pada proses distribusi dimana Kecamatan Banjarsari masuk kepada kelas jalan satu atau utama yang dilewati oleh jalan provinsi, kabupaten yang mempermudah akses kendaraan.

Sebagian besar wilayah digunakan untuk lahan sawah, yang menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani. Salah satu desa di Kecamatan Banjarsari yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani adalah Desa Purwasari. Desa Purwasari memiliki luas wilayah sebesar 237.043 hektar yang terdiri dari 230.087 dataran dan 6.956 pegunungan. Jarak dari Desa Purwasari ke ibu kota kecamatan adalah 4 kilometer dan 38 kilometer ke ibu kota Kabupaten. Desa Purwasari dibatasi oleh beberapa wilayah, antara lain sebelah utara dibatai oleh Desa Sindangasih, sebelah timur dibatasi oleh Desa Sindangjaya Kecamatan Mangunjaya, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Ratawangi dan Desa Ciherang, serta sebelah barat dibatasi oleh Desa Sindanghayu. Penggunaan lahan di Desa Purawasi digunakan untuk berbagai peruntukkan, antara lain pemukiman 52 hektar, perkebunan 23 hektar, perkebunan 6.9 hektar, kolam 2.4 hektar, hutan rakyat 31 hektar, persawahan 105 hektar dan sisanya 16.74 hektar digunakan untuk lainnya seperti jalan dan irigasi.

Desa Purwasari memiliki pH tanah agak masam yaitu 5-6, kemiringan tanah kurang dari delapan persen dan ketinggian tempat berada pada rejimsuhu panas yaitu kurang dari 750 meterdiatas permukaan laut dengan rata-rata suhu lingkungan minimum maksimum berada pada 25°C – 29°C. Rata-rata curah hujan dalam satu tahun yaitu 6.9 bulan basah, 4.1 bulan kering dan 1.0 bulan lembab, hal ini mempengaruhi intensitas pertanian dalam melakukan penanaman padi di Desa Purwasari. Proses penanaman padi hanya dapat dilakukan pada 2 musim tanam dengan pola padi-padi-sayuran, karena sebagian lahan sawah merupakan sawah tadah hujan yang ketika terjadi musim kemarau panjang tidak dapat dilakukan penanaman padi maupun hortikultura, meskipun Desa Purwasari telah memiliki saluran air Ciputrahaji sepanjang 3 kilometer dan Cibatukurung sepanjang 2 kilometer.

Jumlah penduduk Desa Purwasari adalah 4 535 jiwa yang terdiri dari 2 287 jiwa laki-laki dan 2 248 jiwa perempuan dengan rata-rata kepadatan penduduk adalah 2006.64 jiwa per km2. Penduduk Desa Purwasari terdiri dari balita, anak-anak, remaja, dewasa dan manula dengan jumlah umur yang bervariasi serta perbandingan jumlah umur antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu berbeda, seperti yang dapat dilihat pada Tabel5.

Tabel5 Populasi penduduk Desa Purwasari menurut umur tahun 2014

No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Total Persentase (%) Laki-laki Perempuan

1 0-15 646 540 1186 26.15

2 16-39 724 777 1501 33.10

2 40-69 805 793 1598 35.24

3 >70 112 138 250 5.51

Total 2287 2248 4535 100

(41)

Berdasarkan data pada Tabel5, jumlah umur penduduk Desa Purwasari terbagi secara merata dari setiap kisaran umur. Rata-rata penduduk berada pada usia produktif bekerja (16-69 tahun), balita, anak-anak dan remaja (0-15 tahun), serta orang tua (>70 tahun). Kondisi dilapangan sebagian besar petani Desa Purwasari baik laki-laki maupun perempuan berada pada usia produktif, sehingga masih mampu melakukan kegiatan bertani dan memiliki banyak pengalaman, karena kegiatan bertani sudah dilakukan sejak remaja bahkan sejak kecil karena mengikuti orang tua. Banyaknya jumlah penduduk, sesuai dengan penggunaan lahan desa yang sebagian besar digunakan sebagai lahan sawah yang menggambarkan bahwa penduduk Desa Purwasari banyak yang bekerja sebagai petani, seperti yang dapat dilihat pada Tabel6.

Tabel6 Jumlah penduduk Desa Purwasari menurut pekerjaan tahun 2014

No Bidang Pekerjaan

Pelaku

Sumber : BP3K Kecamatan Banjarsari (2015)

Berdasarkan data pada Tabel6, penduduk di Desa Purwasari yang bekerja pada sektor pertanian sebagian besar berada pada tanaman pangan yaitu sebesar 73.95 persen sebagai pelaku utama dan 61.11 persen pelaku usaha. Pelaku utama adalah orang yang berkontribusi di on farm, sedangkan pelaku usaha adalah orang yang berkontribusi di off farm. Sektor pertanian menjadi mata pencaharian unggulan bagi penduduk Desa Purwasari, sehingga peran lembaga pertanian sangat penting untuk membantu keberlangsungan pertanian Desa Purwasari. Lembaga pertanian yang dibentuk pemerintah ditingkat Kecamatan adalah BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) yang memiliki tujuan merumuskakan program pertanian, monitoring dan melakukan evaluasi pertanian untuk dapat meningkatkan produktivitas. BP3K membentuk sebuah gabungan kelompok tani (GAPOKTAN) yang terdiri dari beberapa kelompok tani pada setiap desa dengan menyediakan satu pendamping lapang atau penyuluh.

Tabel7 Kelompok tani tanaman pangan di Desa Purwasari Tahun 2014

No Nama Kelompok Tani Luas lahan (Ha) Anggota

(42)

Berdasarkan data pada Tabel7, Desa Purwasari memiliki enam kelompok tani yang masing-masing diketuai oleh satu orang yang dipercaya mampu menjadi pemimpin. Kemampuan dari masing-masing kelompokyang terdiri dari jumlah anggota yang berbeda-beda, terbagi menjadi kelas-kelas tertentu. Kelompok tani Leuwueng Kolot Wetan dan Tajimalela merupakan kelas utama sebagai kelas yang memiliki tingkatan paling rendah, kelompok tani Marsudisiwi dan Leuweung Kolot Kulon merupakan kelas madya sebagai kelompok yang berada satu tingkatan lebih tinggi dari kelas utama, serta kelompok tani Rukun Sawargi dan Balabak merupakan kelas lanjut yang merupakan kelas paling tinggi. Hal yang membedakan kelas dari masing-masing kelompok adalah kemampuan dalam membuat perencanaan, kemampuan pemupukan modal, kemampuan meningkatkan hubungan kelembagaan antara kelompoktani dengan koperasi dan kemampuan menerapkan teknologi serta pemanfaatan informasi. Kemampuan kelompok tani dalam menumbuhkan modal dan pemanfaatan dalam kelompok masih rendah, karena kesadaran dan rasa memiliki kelompokmasing-masing anggota berbeda. Tingkat kesadaran yang masih rendah, mengakibatkan hubungan antara kelompok tani dengan koperasi belum seluruhnya terealisasikan. Salah satu peran kelompok tani di Desa Purwasari sebagai penyedia pupuk, namun masih banyak anggota yang membeli pupuk melalui tengkulak, karena ketersedian pupuk yang lambat dari kelompok.

Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani padi di Desa Purwasari digunakan untuk mengetahui kondisi dan keadaan petani. Hal tersebut mampumenggambarkan bagaimana pola fikir petani dalam melakukan budidaya dengan memilih, menggunakan dan menerapkan input pertanian yang akan digunakan untuk menghasilkan output yang maksimal.Saat ini petani padi di Desa Purwasari sedang menghadapi kekeringan panjang, yang mengakibatkan produksi padi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan musim tanam sebelumnya, meskipun sebagian besar petani padi telah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam bertani padi yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel8 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman bertani padi di Desa Purwasari tahun 2015

No Pengalaman bertani (Tahun)

(43)

Berdasarkan data pada Tabel8, pengalaman bertani padi di Desa Purwasari bervariasi pada setiap petani. Sebagian besar petani memiliki pengalaman bertani padi sudah cukup lama, bahkan terdapat petani yang memiliki pengalaman lebih dari 50 tahun baik petani PTT maupun petani non PTT. Petani yang memiliki pengalaman bertani lebih lama biasanya telah melakukan bertani padi sejak kecil karena mengikuti orang tuanya. Rata-rata pengalaman bertani padi berada pada kisaran 41 hingga 50 tahun yaitu sebanyak 26.67 persen petani PTT dan 30 persen petani non PTT. Lamanya pengalaman bertani mampu menumbuhkan kebiasaan petani dalam melakukan budidaya yang kadang sulit untuk menerima perubahan budidaya akibat adanya teknologi, namun semakin lama pengalaman bertani semakin mudah pula untuk petanimenghadapi masalah dan kendala yang ada.

Bagi petani sebuah teknologi pertanian yang secara perlahan merubah cara budidaya bertani merupakan hal yang sulit untuk diterapkan, karena pengalaman petani lebih diyakini dan dipercaya. Pemerintah memperkenalkan sebuah inovasi teknologi yang merubah cara budidaya padi konvensional menjadi padi organik secara perlahan melaluisekolah lapang, yaitu teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT).Sekolah lapang diberikan kepada petani melalui kontribusi kelompok tani yang ada di masing-masing desa di Kecamatan Banjarsari dengan bantuan dan bimbingan dari pihak penyuluh pertanian. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman sekolah lapang petani dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel9 Karakteristik responden berdasarkanpengalaman sekolah lapang PTT padi di Desa Purwasari tahun 2015

Pengalaman sekolah lapang

(Tahun)

Petani PTT Petani Non PTT Jumlah

(44)

Tabel10 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Purwasari tahun 2015

No Tingkat Pendidikan

Petani PTT Petani Non PTT Jumlah

Berdasarkan Tabel10, pendidikan merupakan hal penting bagi petani di Desa Purwasari. Tingkat pendidikan petani PTT 53.33 persen adalah lulusan Sekolah dasar atau sekolah rakyat pada saat itu, begitupula dengan petani non PTT 73.33 persen memiliki tingkat pendidikan sama. Petani dengan tingkak pendidikan SD atau SR sudah mampu membaca dan menulis, sehingga mempermudah pihak penyuluh pertanian dalam memberikan informasi dan arahan mengenai teknologi pertanian. Selain Pengalaman dan tingkat pendidikan petani, umur menjadi salah satu karakteristik petani. Sejalan dengan pengalaman bertani padi konvensional maupun bertani padi organik yang cukup lama hingga puluhan tahun, semakin bertambah pula umur petani. Semakin tua umur petani maka jumlah pengalaman bertani padi cukup lama, namun tidak menutup kemungkinan kalau petani tersebut memiliki pengalaman bertani yang sedikit. Semakin bertambah umur petani maka semakin berkurang tenaga petani untuk melakukan kegiatan budidaya padi, karena dalam melakukan budidaya membutuhkan tenaga yang kuat untuk mencangkul, menanam, memanen dan membawa peralatan pertanian yang cukup berat. Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel11Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia di Desa Purwasari tahun 2015

No Kelompok Usia (Tahun)

Petani PTT Petani Non PTT Jumlah

(45)

tahun. Pada usia tersebut, petani masih mampu turun ke sawah untuk melakukan kegiatan usahatani meksipun tidak seluruhnya dilakukan sendiri. Terdapat pula petani yang memiliki umur lebih dari 70 tahun, dimana dalam melakukan kegiatan usahatani sebagian besar dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga dengan memberikan upah dari setiap kegiatan. Hal tersebut dilakukan karena tenaga petani sudah berkurang untuk melakukan kegiatan usahatani, apalagi bagi petani yang memiliki lahan yang luas. Semakin luas lahan sawah yang digarap maka semakin banyak pula tenaga kerja atau hari kerja yang dibutuhkan.Karakteristik responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel12 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan di Desa Purwasari tahun 2015

No Luas Lahan (Ha)

Petani PTT Petani Non PTT Jumlah

Berdasarkan Tabel 12, luas lahan sawah di Desa Purwasari masih kecil yaitu kurang dari satu hektar. Petani PTT 83.33 persen memiliki lahan kurang dari 0.5 hektar dan petani non PTT 53.33 persen memiliki lahan yang sama. Terdapat beberapa petani saja yang memiliki lahan lebih dari satu hektar, karena kebutuhan hidup yang terus meningkat dan adanya pembagian warisan sehingga terjadi pemindahan kepemilikan lahan. Kepemilikan lahan yang terus berkurang dan bertambah tidak mempengaruhi kemauan dan kemampuan petani untuk terus bertani.Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel13 Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan di Desa Purwasari tahun 2015

No Status kepemilikan lahan

Petani PTT Petani Non PTT Jumlah

(46)

maupun bukan anggota keluarga tidak mempengaruhi penggunaan input pokok pertanian. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan petani dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel14 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan petani di Desa Purwasari tahun 2015

No Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)

Petani PTT Petani Non PTT Jumlah

Berdasarkan Tabel 14, jumlah tanggungan petani PTT dan non PTT di Desa Purwasari bervariasi. Jumlah orang yang menjadi tanggungan kepala keluarga yang bekerja sebagai petani berada pada kisaran 1-5 orang, yang rata-rata jumlah tanggungan sebanyak 2 orang. Semakin banyak tanggungan petani maka biaya yang dikeluarkan akan semakin banyak untuk kebutuhan hidup, tetapi alokasi biaya untuk usahatani padi tetap tidak berkurang. Hal tersebut karena dalam penyediaan input produksi seperti benih dan pupuk dapat diperoleh dengan cara utang. Setiap petani padi di Desa Purwasari memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga memberikan gambaran yang bervariasi terhadap pemilihan input pertanian.

Penggunaan Input Produksi

Input merupakan komponen penting dalam melakukan usahatani, karena input dapat ditranformasikan menjadi output. Input yang digunakan dalam usahatani padi meliputi lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Jumlah input yang digunakan oleh setiap petani dapat berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan luas lahan.

1. Lahan

Gambar

Gambar 1  Produktivitas padi di Jawa Barat pada tahun 2009-2014
Gambar 2 Produktivitas padi di beberapa Kabupaten di Jawa Barat tahun 2009-
Tabel2 Rata-rata jumlah petani yang menerapan PTT di Kecamatan Banjarsari
Gambar 3 Tingkat pemahaman petani terhadap teknologi pertanian tanaman
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitan ini antara model threshold paling baik yang digunakan untuk identifikasi daerah bekas terbakar dari citra Landsat 8

Pra siklus Siklus I Siklus II 1. Siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa dapat memahami materi dengan lancar. Siswa dapat menjawab pertanyaan dengan lancar.

Pada LW mundur, main gate dan tail gate dibuat terlebih dulu pada blok lapisan batubara yang ingin ditambang, dengan panjang lorong dan lebar area penggalian ditentukan

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini, konsentrasi ekstrak daun Bintaro ( Cerbera odollam ) yang ditambahkan pada pakan (daun cabai rawit) yang

Jadi kesimpulannya adalah cross member yang bengkok dapat menyebabkan getaran dan Jadi kesimpulannya adalah cross member yang bengkok dapat menyebabkan getaran

Seperti tampak pada Gambar 8, setelah diketahui hasil dari BER saat hanya terkena AWGN maka dapat dibandingkan dengan saat citra terletak pada kanal transmisi

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan tuntunannya yang begitu luar biasa sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis yang

Selain itu, jumlah CMC- Na yang tidak terlalu besar dalam formula dengan perbandingan 30:70 menjadikan formula dengan perbandingan ini tidak mempunyai viskositas yang