• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Sebagai Bahan Pengisi Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (Areca Catechu L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Sebagai Bahan Pengisi Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (Areca Catechu L.)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL SEBAGAI

BAHAN PENGISI TABLET EKSTRAK ETANOL

SABUT BUAH PINANG (Areca catechu L.)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara gelar Sarja

na Fas Fs Sumatera Utar

OLEH:

NOLA AWAL LUKITA

NIM 121524082

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL SEBAGAI

BAHAN PENGISI TABLET EKSTRAK ETANOL

SABUT BUAH PINANG (Areca catechu L.)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara gelar Sarja

si pada Fakultas Fs Sumatera Utar

OLEH:

NOLA AWAL LUKITA

NIM 121524082

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL SEBAGAI

BAHAN PENGISI TABLET EKSTRAK ETANOL

SABUT BUAH PINANG (Areca catechu L.)

OLEH:

NOLA AWAL LUKITA NIM 121524082

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 20 Maret 2015

Pembimbing I,

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S.,Apt. NIP 195504241983031003

Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt NIP 195406081983031005

Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002

Medan, April 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan 1,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Sebagai Bahan Pengisi

Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.)”. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S.,

Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta

saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Kepada Bapak Dekan

Fakultas Farmasi Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. dan Ibu Wakil Dekan 1

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. yang telah memberikan fasilitas, sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Kepada Bapak Prof. Dr. Muchlisyam,

M.Si., Apt. selaku Ketua Program Ekstensi Sarjana Farmasi USU Medan. Kepada

Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt. dan

Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan

kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada

Ibu Dr. Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, M.Si., Apt. selaku pembimbing

akademik yang telah membimbing selama masa perkuliahan hingga selesai.

Kepada Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi USU atas ilmu dan

pendidikan yang telah diberikan. Kepada Ibu Dra. Aswita Hafni, M.Si., Apt.

(5)

Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. selaku kepala Laboratorium Teknologi Sediaan

Farmasi II Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas selama

melakukan penelitian.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus dan

tak terhingga kepada kedua orang tua tersayang Bapak Drs. Budhi Parmono dan

Ibu Runaila, S.Pd. serta kedua adikku Nola Dwiayu Adinda dan Nola Tria

Handayani atas doa, motivasi, nasihat dan dukungan baik moril maupun materil.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Farmasi Ekstensi

2012 dan rekan-rekan penelitian serta semua pihak yang telah membantu

penyelesian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, Maret 2015 Penulis,

(6)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL

SEBAGAI BAHAN PENGISI TABLET EKSTRAK ETANOL SABUT BUAH PINANG (Areca catechu L.)

ABSTRAK

Sabut buah pinang (Areca catechu L.) termasuk limbah yang mengandung selulosa, dapat diisolasi dan dibuat menjadi bentuk kristal. Selulosa mikrokristal merupakan bahan tambahan yang paling sering digunakan dalam pembuatan tablet dengan metode cetak langsung. Zat berkhasiat yang digunakan pada pembuatan tablet adalah ekstrak etanol sabut buah pinang (Areca catechu L.) yang mempunyai efek sebagai antidiare. Tujuan penelitian ini adalah membuat selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan mengaplikasikannya sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tablet ekstrak etanol sabut buah pinang.

Pembuatan ekstrak etanol sabut buah pinang dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 80%, maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator. Selulosa mikrokristal sabut buah pinang diperoleh dengan cara memanaskan sabut buah pinang dengan NaOH 4%, diputihkan dengan NaOCl 2,5% dan dipanaskan dengan NaOH 17,5%. Alfa selulosa yang terbentuk dihidrolisis dengan HCl 2,5 N untuk mendapatkan selulosa mikrokristal. Selulosa mikrokristal sabut buah pinang yang diperoleh dikarakterisasi dan dibandingkan dengan Avicel PH 102, selanjutnya dibuat sediaan tablet.

Hasil selulosa mikrokristal sabut buah pinang mempunyai rendemen sebesar 22,92%. Hasil karakterisasi selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan Avicel PH 102 untuk uji organoleptik berupa serbuk berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa; pH 6,1 dan 6,3; susut pengeringan 5,38 dan 4,75%; kadar abu total 0,45 dan 0,01%; kelarutan zat dalam air 0,019 dan 0,08%; bobot jenis nyata 0,338 dan 0,41 g/cm3; bobot jenis mampat 0,384 dan 0,48 g/cm3; bobot jenis benar 1,43 dan 1,46 g/cm3; indeks Hausner 1,13 dan 1,15; indeks kompresibilitas 13,6 dan 15,86%; porositas; 76,4 dan 71,51%. Analisis FT-IR selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan Avicel PH 102 yaitu menunjukkan spektrum yang sama dan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bentuk tidak beraturan dengan tekstur permukaan yang tidak rata. Hasil evaluasi tablet ekstrak etanol sabut buah pinang dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan Avicel PH 102 untuk uji kekerasan diperoleh 4,27 dan 4,62 kg; uji friabilitas sebesar 0,77 dan 0,68%; uji waktu hancurnya 3 menit 12 detik dan 2 menit 34 detik. Berdasarkan hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dibuat dari sabut buah pinang dan diaplikasikan sebagai bahan pengisi tablet ekstrak etanol sabut buah pinang.

(7)

THE UTILIZATION OF MICROCRISTALLINE CELLULOSE AS FILLER OF ARECA NUT HUSK (Areca catechu L)

ETHANOLIC EXTRACT TABLETS

ABSTRACT

Areca nut husk (Areca catechu L.) is a waste containing cellulose that can be isolated and crytallized. Microcrystalline cellulose is the most common used excipient in the preparation of tablets by direct compression. Areca nut husk is used as an active substance in tablets as it has an antidiarrhea effect. The purpose of this research was to prepare microcrystalline from areca nut husk (Areca catechu L.) and apply it as a filler in the preparation of areca nut husk ethanolic extract tablets.

Preparation of extract was done by maceration with ethanol 80%, macerate obtained was concentrated by rotary evaporator and dried by freeze dryer. Microcrystalline cellulose areca nut husk was obtained by heating the areca nut husk powder with 4% NaOH, bleached with 2.5% NaOCl, then heated with 17.5% NaOH. Alfa cellulose obtained was hydrolyzed with 2.5 N HCl. Microcrystalline cellulose areca nut husk obtained were characterized, compared to Avicel PH 102 and prepared to tablets.

The result of microcrystalline cellulose areca nut husk obtained was 22.92%. The results of characterization of microcrystalline cellulose areca nut husk and Avicel PH 102 included organoleptic: both were white, odourless and tasteless; pH 6.1and 6.5; loss on drying 5.38 and 4.75%; level of total ash was 0.45 and 0.01%; solubility in water was 0.019 and 0.08%; bulk density 0.338and 0.41 g/cm3; tap density 0.384 and 0.48 g/cm3, true density 1.43and 1.46 g/cm3; hausner index 1.13 and 1.15; compressibility index 13.6 and 15.86%; porosity 76.4 and 71.51%. FT-IR analysis of microcrystalline cellulose areca nut husk and Avicel PH 102 showed similar spectrum; SEM analysis both showed irregular shapes and uneven surface texture. The result of evaluation of areca nut husk ethanolic extract tablets on hardness were 4.27 and 4.62 kg; friability 0.77 and 0.68%; disintegration time 3 minutes 12 second and 2 minutes 34 second. Microcrystalline cellulose can obtained from areca nut husk and applied as filler of areca nut husk ethanolic extract tablets.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tumbuhan Pinang ... 5

2.1.1 Morfologi tumbuhan ... 5

2.1.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan ... 5

2.1.3 Klasifikasi tumbuhan ... 5

(9)

2.1.5 Manfaat tumbuhan ... 6

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Selulosa Mikrokristal ... 8

2.3.1 Rumus empiris dan berat molekul ... 8

2.3.2 Struktur kimia ... 8

2.3.3 Uraian umum selulosa mikrokristal ... 9

2.4 Sediaan Tablet ... 9

2.4.1 Uraian umum ... 9

2.4.2 Bahan tambahan formula tablet ... 11

2.4.3 Metode pembuatan tablet ... 13

2.4.4 Uji preformulasi ... 15

2.4.5 Evaluasi tablet ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat-alat ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 19

3.3.1 Pengambilan sampel ... 19

3.3.2 Identifikasi sampel ... 19

3.3.3 Pengolahan sampel ... 19

3.4 Pembuatan Ekstrak ... 19

3.5 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.5.1 Pereaksi Bouchardat ... 20

3.5.2 Pereaksi Mayer ... 20

(10)

3.5.4 Pereaksi Molish ... 20

3.5.5 Larutan asam klorida 2 N ... 21

3.5.6 Larutan asam sulfat 2 N ... 21

3.5.7 Larutan timbal (II) asetat ... 21

3.5.8 Larutan besi (III) klorida ... 21

3.5.9 Larutan natrium hidroksida 4% ... 21

3.5.10 Larutan natrium hidroksida 17,5% ... 21

3.5.11 Larutan HCl 2,5 N ... 21

3.5.12 Pereaksi natrium hipoklorit 2,5% ... 21

3.5.13 Air bebas karbondioksida ... 22

3.6 Karakterisasi Ekstrak ... 22

3.6.1 Penetapan kadar air ... 22

3.6.2 Penetapan kadar abu total ... 23

3.6.3 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam ... 23

3.6.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 23

3.6.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 23

3.7 Skrining Fitokimia ... 24

3.7.1 Pemeriksaan alkaloid ... 24

3.7.2 Pemeriksaan glikosida ... 24

3.7.3 Pemeriksaan saponin ... 25

3.7.4 Pemeriksaan flavonoid ... 25

3.7.5 Pemeriksaan tanin ... 25

3.7.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 26

(11)

3.9 Karakterisasi Selulosa Mikrokristal ... 27

3.9.1 Uji organoleptik ... 27

3.9.2 Penetapan pH ... 27

3.9.3 Kelarutan zat dalam air ... 27

3.9.4 Penetapan kadar abu total ... 27

3.9.5 Susut pengeringan ... 28

3.9.6 Bobot jenis nyata ... 28

3.9.7 Bobot jenis benar ... 28

3.9.8 Bobot jenis mampat ... 29

3.9.9 Indeks kompresibilitas ... 29

3.9.10 Indeks Hausner ... 30

3.9.11 Porositas ... 30

3.9.12 Analisis FT-IR ... 30

3.9.13 Scanning Electron Microscopy ... 31

3.10 Pembuatan Tablet EESBP ... 31

3.11 Uji Preformulasi ... 32

3.11.1 Sudut diam ... 32

3.11.2 Penetapan waktu alir ... 32

3.11.3 Penetapan indeks kompresibilitas ... 32

3.12 Evaluasi Tablet ... 33

3.12.1 Pemeriksaan keseragaman bobot tablet ... 33

3.12.2 Pemeriksaan friabilitas tablet ... 33

3.12.3 Uji kekerasan tablet ... 34

(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (EESBP) ... 35

4.2 Hasil Skrining Fitokimia EESBP ... 36

4.3 Hasil Pembuatan Selulosa Mikrokristal Sabut Buah Pinang (SMSBP) ... 37

4.4 Hasil Karakterisasi SMSBP ... 38

4.5 Hasil Analisis Gugus Fungsi SMSBP ... 40

4.6 Hasil Analisis Morfologi SMSBP ... 42

4.7 Hasil Uji Preformulasi ... 43

4.8 Hasil Evaluasi Tablet EESBP ... 44

4.8.1 Hasil uji keseragaman bobot tablet EESBP ... 44

4.8.2 Hasil uji kekerasan tablet EESBP ... 45

4.8.3 Hasil uji friabilitas tablet EESBP ... 45

4.8.4 Hasil uji waktu hancur tablet EESBP ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Persyaratan keseragaman bobot ... 16

3.1 Persyaratan indeks kompresibilitas ... 30

3.2 Persyaratan indeks Hausner ... 30

3.3 Formula tablet EESBP ... 31

3.4 Persyaratan keseragaman bobot tablet ... 33

4.1 Hasil karakterisasi EESBP ... 35

4.2 Hasil skrining fitokimia dari EESBP ... 36

4.3 Data karakteristik SMSBP dan Avicel PH 102 ... 38

4.4 Data uji preformulasi massa granul ... 43

4.5 Data hasil uji keseragaman bobot tablet EESBP ... 44

4.6 Data hasil uji kekerasan tablet EESBP ... 45

4.7 Data hasil uji friabilitas tablet EESBP ... 45

4.8 Data hasil uji waktu hancur tablet EESBP ... 46

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur selulosa mikrokristal ... 8

4.1 Hasil spektrum IR SMSBP ... 40

4.2 Hasil spektrum IR Avicel PH 102 ... 41

4.3 Hasil SEM SMSBP dan Avicel PH 102 dengan perbesaran

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi sampel ... 53

2 Gambar tumbuhan pinang, biji pinang, sabut buah pinang dan simplisia sabut buah pinang ... 54

3 Gambar serbuk, ekstrak etanol, α-selulosa dan selulosa mikrokristal sabut buah pinang (Areca catechu L.) ... 55

4 Flowsheet prosedur kerja ... 56

5 Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol sabut buah pinang ... 59

6 Perhitungan rendemen α-selulosa dan SMSBP ... 62

7 Perhitungan hasil karakterisasi selulosa mikrokristal sabut pinang (SMSBP) ... 63

8 Perhitungan konversi dosis ... 68

9 Pembuatan tablet ekstrak etanol sabut buah pinang (EESBP) ... 69

10 Gambar tablet EESBP ... 70

11 Perhitungan hasil preformulasi tablet EESBP ... 71

12 Perhitungan hasil evaluasi tablet EESBP ... 73

13 Gambar alat-alat uji karakteristik SMSBP ... 75

(16)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL

SEBAGAI BAHAN PENGISI TABLET EKSTRAK ETANOL SABUT BUAH PINANG (Areca catechu L.)

ABSTRAK

Sabut buah pinang (Areca catechu L.) termasuk limbah yang mengandung selulosa, dapat diisolasi dan dibuat menjadi bentuk kristal. Selulosa mikrokristal merupakan bahan tambahan yang paling sering digunakan dalam pembuatan tablet dengan metode cetak langsung. Zat berkhasiat yang digunakan pada pembuatan tablet adalah ekstrak etanol sabut buah pinang (Areca catechu L.) yang mempunyai efek sebagai antidiare. Tujuan penelitian ini adalah membuat selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan mengaplikasikannya sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tablet ekstrak etanol sabut buah pinang.

Pembuatan ekstrak etanol sabut buah pinang dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 80%, maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator. Selulosa mikrokristal sabut buah pinang diperoleh dengan cara memanaskan sabut buah pinang dengan NaOH 4%, diputihkan dengan NaOCl 2,5% dan dipanaskan dengan NaOH 17,5%. Alfa selulosa yang terbentuk dihidrolisis dengan HCl 2,5 N untuk mendapatkan selulosa mikrokristal. Selulosa mikrokristal sabut buah pinang yang diperoleh dikarakterisasi dan dibandingkan dengan Avicel PH 102, selanjutnya dibuat sediaan tablet.

Hasil selulosa mikrokristal sabut buah pinang mempunyai rendemen sebesar 22,92%. Hasil karakterisasi selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan Avicel PH 102 untuk uji organoleptik berupa serbuk berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa; pH 6,1 dan 6,3; susut pengeringan 5,38 dan 4,75%; kadar abu total 0,45 dan 0,01%; kelarutan zat dalam air 0,019 dan 0,08%; bobot jenis nyata 0,338 dan 0,41 g/cm3; bobot jenis mampat 0,384 dan 0,48 g/cm3; bobot jenis benar 1,43 dan 1,46 g/cm3; indeks Hausner 1,13 dan 1,15; indeks kompresibilitas 13,6 dan 15,86%; porositas; 76,4 dan 71,51%. Analisis FT-IR selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan Avicel PH 102 yaitu menunjukkan spektrum yang sama dan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bentuk tidak beraturan dengan tekstur permukaan yang tidak rata. Hasil evaluasi tablet ekstrak etanol sabut buah pinang dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal sabut buah pinang dan Avicel PH 102 untuk uji kekerasan diperoleh 4,27 dan 4,62 kg; uji friabilitas sebesar 0,77 dan 0,68%; uji waktu hancurnya 3 menit 12 detik dan 2 menit 34 detik. Berdasarkan hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dibuat dari sabut buah pinang dan diaplikasikan sebagai bahan pengisi tablet ekstrak etanol sabut buah pinang.

(17)

THE UTILIZATION OF MICROCRISTALLINE CELLULOSE AS FILLER OF ARECA NUT HUSK (Areca catechu L)

ETHANOLIC EXTRACT TABLETS

ABSTRACT

Areca nut husk (Areca catechu L.) is a waste containing cellulose that can be isolated and crytallized. Microcrystalline cellulose is the most common used excipient in the preparation of tablets by direct compression. Areca nut husk is used as an active substance in tablets as it has an antidiarrhea effect. The purpose of this research was to prepare microcrystalline from areca nut husk (Areca catechu L.) and apply it as a filler in the preparation of areca nut husk ethanolic extract tablets.

Preparation of extract was done by maceration with ethanol 80%, macerate obtained was concentrated by rotary evaporator and dried by freeze dryer. Microcrystalline cellulose areca nut husk was obtained by heating the areca nut husk powder with 4% NaOH, bleached with 2.5% NaOCl, then heated with 17.5% NaOH. Alfa cellulose obtained was hydrolyzed with 2.5 N HCl. Microcrystalline cellulose areca nut husk obtained were characterized, compared to Avicel PH 102 and prepared to tablets.

The result of microcrystalline cellulose areca nut husk obtained was 22.92%. The results of characterization of microcrystalline cellulose areca nut husk and Avicel PH 102 included organoleptic: both were white, odourless and tasteless; pH 6.1and 6.5; loss on drying 5.38 and 4.75%; level of total ash was 0.45 and 0.01%; solubility in water was 0.019 and 0.08%; bulk density 0.338and 0.41 g/cm3; tap density 0.384 and 0.48 g/cm3, true density 1.43and 1.46 g/cm3; hausner index 1.13 and 1.15; compressibility index 13.6 and 15.86%; porosity 76.4 and 71.51%. FT-IR analysis of microcrystalline cellulose areca nut husk and Avicel PH 102 showed similar spectrum; SEM analysis both showed irregular shapes and uneven surface texture. The result of evaluation of areca nut husk ethanolic extract tablets on hardness were 4.27 and 4.62 kg; friability 0.77 and 0.68%; disintegration time 3 minutes 12 second and 2 minutes 34 second. Microcrystalline cellulose can obtained from areca nut husk and applied as filler of areca nut husk ethanolic extract tablets.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Selulosa ditemukan pada tahun 1838 oleh Anselme Payne, yang didapat

dari hasil isolasi tanaman dan ditentukan rumus kimianya. Selulosa merupakan

polisakarida yang berbentuk kristal, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri

2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik (Oyeniyi

dan Itiola, 2011).

Awal tahun 1960-an selulosa mikrokristal diperkenalkan sebagai bahan

eksipien (pengikat, pengisi dan penghancur) dalam pembuatan tablet secara cetak

langsung yang akan menghasilkan tablet dengan kekerasan yang baik, tidak

mudah rapuh dan mempunyai waktu hancur yang singkat serta dapat memperbaiki

sifat aliran granul (Bhimte dan Tayade, 2007; Voigt, 1994). Selulosa mikrokristal

dapat dibuat dengan cara hidrolisis terkontrol dari alfa selulosa dengan larutan

asam encer (Rowe, dkk., 2009).

Salah satu selulosa mikrokristal yang ada di perdagangan dikenal dengan

nama Avicel PH 101 (serbuk) yang kemudian dikembangkan menjadi Avicel

PH 102 (granula). Namun avicel merupakan pengisi yang relatif mahal dan masih

diimport dari luar negeri, sehingga perlu dicari sumber selulosa alami sebagai

alternatif pengganti avicel yang stabil, aman dan inert (Siregar dan Wirakarsa,

2010; Ejikeme, 2007). Sabut buah pinang yang selama ini menjadi limbah dapat

dijadikan sebagai alternatif sumber selulosa mikrokristal. Menurut Panjaitan

(19)

sehingga dapat dibuat menjadi selulosa mikrokristal yang akan digunakan sebagai

bahan tambahan dalam pembuatan tablet.

Pinang mudah tumbuh di daerah tropis dan biasa ditanam di pekarangan,

taman, atau dibudidayakan. Pinang memiliki banyak kegunaan mulai dari biji,

sabut, daun, hingga pelepahnya. Sabut pinang dapat digunakan sebagai bahan

pembuat papan dan kain. Sabut buah pinang secara tradisional digunakan untuk

mengobati gangguan pencernaan (dyspepsia), sembelit, edema dan beri-beri

(Dalimartha, 2009). Sabut buah pinang mengandung flavonoid, alkaloid (Cyriac,

dkk.,2012), pektin air, pektin oksalat, hemiselulosa, selulosa dan pektin (Rajan,

dkk., 2005). Dengan adanya kandungan pektin dan flavonoid, maka sabut buah

pinang dapat dimanfaatkan sebagai antidiare. Flavonoid berkerja dengan cara

menghambat motilitas usus dan menghambat pelepasan asetilkolin di saluran

cerna sedangkan pektin bekerja sebagai adsorben di dalam usus (Di Carlo, dkk.,

1993).

Berdasarkan masalah di atas dan karena belum adanya penelitian

mengenai pembuatan selulosa mikrokristal dari sabut buah pinang, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembuatan tablet ekstrak etanol

sabut buah pinang sebagai obat antidiare yang menggunakan selulosa mikrokristal

yang diisolasi dari sabut buah pinang dengan metode cetak langsung.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah:

(20)

2. apakah hasil karakterisasi dari selulosa mikrokristal sabut buah pinang

mempunyai karakteristik yang sama dengan Avicel PH 102?

3. apakah sediaan tablet antidiare ekstrak etanol sabut buah pinang

menggunakan eksipien selulosa mikrokristal memenuhi persyaratan

preformulasi dan evaluasi tablet?

1.3Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. selulosa mikrokristal dapat diisolasi dari sabut buah pinang.

2. hasil karakterisasi dari selulosa mikrokristal sabut buah pinang mempunyai

kemiripan karakteristik dengan Avicel PH 102.

3. sediaan tablet antidiare ekstrak etanol sabut buah pinang yang dibuat

menggunakan selulosa mikrokristal memenuhi persyaratan prefomulasi dan

evaluasi tablet.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengisolasi selulosa mikrokristal dari sabut buah pinang.

2. mengetahui karakteristik selulosa mikrokristal dari sabut buah pinang dan

membandingkannya dengan Avicel PH 102.

3. membuat sediaan tablet antidiare ekstrak etanol sabut buah pinang yang

menggunakan eksipien selulosa mikrokristal memenuhi persyaratan

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh selulosa mikrokristal

sabut buah pinang yang baik, stabil dan aman serta dapat diaplikasikan sebagai

bahan tambahan dalam tablet antidiare ekstrak etanol sabut buah pinang dengan

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Pinang 2.1.1 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman-taman atau

dibudidayakan, dapat ditemukan tumbuh liar di tepi sungai dan tempat-tempat

lain, dapat tumbuh pada ketinggian 1-1.400 meter di atas permukaan laut. Pohon

berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 meter, diameter 15-20 cm, tidak

bercabang dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip, tumbuh

berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk

tabung, panjang 80 cm dan tangkai daun pendek. Panjang helai daun 1-1,8 m,

anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm dengan ujung sobek dan

bergigi (Dalimartha, 2009).

Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak

berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Bidang irisan biji mempunyai perisperm

berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang

berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).

2.1.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan

Tumbuhan pinang memiliki nama daerah seperti pineng, pineung (Aceh),

pinang (Gayo), batang mayang (Karo), pining (Toba), batang pinang

(Minangkabau), dan jambe (Sunda, Jawa) (Depkes RI, 1989).

2.1.3 Klasifikasi tumbuhan

(23)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophytha

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Arecales

Suku : Arecaceae/Palmae

Marga : Areca

Jenis : Areca catechu L.

2.1.4 Kandungan kimiatumbuhan

Kandungan kimia yang terdapat pada pinang antara lain pelepah pinang

mengandung selulosa (Kalita, dkk., 2006); biji buah pinang mengandung alkaloid,

tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah dan lignin

(13-26%), pektin dan protopektin (Naveenkumar dan Thippeswamy, 2013; Rajan,

dkk, 2005).

2.1.5 Manfaat tumbuhan

Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) telah lama dikenal dan hampir

semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan. Biji pinang berkhasiat sebagai

antielmintik, penenang, mengobati luka, memperbaiki pencernaan, meluruhkan

dahak dan malaria. Sabut buah pinang dapat digunakan untuk mengatasi

gangguan pencernaan (dispepsia), sulit buang air besar (sembelit), edema dan

beri-beri karena urin sedikit (Dalimartha, 2009). Berbagai penelitian telah

dilakukan untuk menguji manfaat sabut buah pinang, diantaranya sebagai

(24)

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang

terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak

atsiri, alkaloida dan flavonoida dan lain-lain. Beberapa metode ekstraksi dengan

menggunakan pelarut antara lain (Ditjen POM, 2000):

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi

(25)

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada

temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40-500 C.

6. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980 C)

selama waktu tertentu (15-20 menit).

7. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.3 Selulosa Mikrokristal

2.3.1 Rumus empiris dan berat molekul (C6H10O5)n ≈ 36000

Dimana n ≈ 220

2.3.2 Struktur kimia

(26)

2.3.3 Uraian umum selulosa mikrokristal

Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan dan telah

mengalami depolimerisasi parsial, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan

berupa serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang berpori (Gohel dan

Jogani, 2005). Selulosa mikrokristal dapat diproduksi dari beberapa bahan alam

diantaranya tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005), kulit jeruk

(Ejikeme, 2008) dan buah labu (Achor, dkk., 2014) telah terbukti stabil, aman dan

inert. Selulosa mikrokristal sering digunakan pada industri makanan, kosmetik

dan farmasi sebagai bahan pengemulsi, pendispersi, pengental, pengembang dan

salah satu bahan pengisi terbaik untuk tablet kempa langsung (Achor, dkk., 2014).

Selulosa mikrokristal untuk kempa langsung tersedia dalam beberapa produk,

diantaranya Avicel PH 101. Avicel PH 101 merupakan produk asli, sedangkan

Avicel PH 102 lebih teraglomerasi dan memiliki ukuran partikel yang lebih besar

sehingga alirannya sedikit lebih baik dan tidak ada penurunan ketermampatan

yang signifikan (Siregar dan Wirakarsa, 2010).

2.4 Sediaan Tablet 2.4.1 Uraian umum

Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam

bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Ditjen

POM, 1979). Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tablet dengan

kualitas yang baik antara lain:

(27)

tetap baik selama pabrikasi/pengemasan dan distribusi ke konsumen.

b. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.

c. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.

d. Mempunyai penampilan yang menarik, dari segi bentuk, warna dan rasanya.

Sediaan tablet memiliki banyak keuntungan dibandingkan bentuk sediaan

lain diantaranya (Banker dan Anderson, 1994):

a. Merupakan bentuk sediaan yang utuh dan mempunyai ketepatan ukuran serta

variabilitas kandungan yang paling rendah dari pada bentuk yang lain.

b. Merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan kompak.

c. Merupakan bentuk sediaan yang mudah dan murah dalam pembuatan,

pengemasan dan pengiriman.

d. Merupakan sediaan oral yang paling mudah pemakaiannya.

Beberapa kerugian tablet antara lain (Banker dan Anderson, 1994):

a. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak tergantung

pada keadaan amorfnya, flokulasinya atau rendahnya berat jenis.

b. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukup atau tinggi,

absorpsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari

sifat di atas akan sukar atau tidak mungkin diformulasikan dan dipabrikasi

dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan biovaibilitas obat cukup.

c. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan atau

obat yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu pengkapsulan

atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan

(28)

2.4.2Bahan tambahan formula tablet

Bahan tambahan adalah komponen lain dari suatu sediaan obat selain

bahan aktif. Bahan tambahan memiliki banyak fungsi antara lain untuk membantu

proses produksi, membantu disolusi, meningkatkan kestabilan, bioavailabilitas,

keamanan dan keefektifan obat (Gangurde, dkk., 2013).

Komposisi tablet umumnya terdiri atas bahan aktif dan eksipien atau

bahan tambahan (ada sejumlah kecil tablet yang dapat dibuat tanpa eksipien).

Eksipien ditambahkan dengan berbagai fungsi dan tujuan spesifik sebagai pengisi,

pengikat, penghancur (disintegrant), pelincir (lubricant), anti lengket (anti

adhesive), pelicin (glidant), pembasah (wetting/surface active agent), zat warna

(colours), peningkat rasa (flavors) dan lain-lain. Pemilihan eksipien untuk

formulasi tablet tergantung pada bahan aktif, tipe tablet, karakteristik yang

dibutuhkan dan proses pembuatan yang akan diaplikasikan (Agoes, 2008).

a. Bahan pengisi

Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang

ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet bertujuan untuk penyesuaian

bobot, ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan

dalam pembuatan tablet, meningkatkan mutu dan kekuatan mekanis tablet

(Mattsson, 2000; Siregar dan Wirakarsa, 2010). Bahan pengisi dapat juga

ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi, sehingga dapat dikempa langsung

atau untuk memacu aliran. Bahan pengisi yang bisa digunakan antara lain sukrosa,

laktosa, dekstrosa, manitol, sorbitol, selulosa mikrokristal dan bahan lain yang

cocok (Chan dan Chew, 2007). Pemilihan bahan pengisi haruslah berdasarkan

(29)

langsung. Persyaratan dasar fungsional adalah dapat dikempa (compaction), sifat

aliran baik (flowability), lubrikasi dan disintegrasi (Gohel dan Jogani, 2005).

b. Bahan pengikat

Bahan pengikat atau adhesif ditambahkan ke dalam formulasi tablet

bertujuan untuk menambah kohesivitas serbuk, sehingga memberi ikatan yang

penting untuk membentuk granul dan apabila dikempa akan membentuk suatu

massa kohesif atau kompak yang disebut tablet (Siregar dan Wirakarsa, 2010).

c. Bahan pelicin

Berdasarkan fungsinya, bahan pelicin dibagi menjadi 3 macam yaitu Chan

dan Chew, 2007):

1) Lubrikan berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul pada antar

permukaan tablet dan dinding lubang kempa selama pengempaan dan

pengeluaran tablet dari lubang kempa.

2) Glidan berfungsi untuk meningkatkan sifat alir granul dari hopper ke ruang

cetakan (die) untuk menghasilkan keseragaman bobot tablet.

3) Antiadheren berfungsi sebagai pencegah melekatnya tablet pada die dan

permukaan punch.

Bahan pelicin yang sering digunakan adalah talk, amilum, asam stearat,

garam-garam stearat, logam stearat dan lain-lain (Chan dan Chew, 2007).

d. Bahan penghancur

Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet di dalam tubuh

setelah obat digunakan. Tablet diharapkan dapat segera melepaskan bahan

obatnya, terlarut dan dapat diabsorpsi oleh tubuh untuk mendapatkan efek yang

(30)

2.4.3 Metode pembuatan tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering dan

kempa langsung.

a. Granulasi basah

Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk

atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan

yang akan menghasilkan granul. Pembasahan serbuk ini dapat bertindak sebagai

suatu pembawa bahan tertentu, sehingga meningkatkan karakteristik dan

sifat-sifat granulasi yang baik (Siregar dan Wirakarsa, 2010).

Keuntungan metode granulasi basah yaitu:

1) sifat alir yang lebih baik,

2) meningkatkan kompresibilitas,

3) distribusi zat warna dan zat aktif lebih baik,

4) dapat mencegah pemisahan campuran serbuk.

Kerugian metode granulasi basah yaitu:

1) proses pembuatan yang rumit dan adanya proses validasi,

2) biaya yang cukup tinggi,

3) stabilitas menjadi perhatian untuk zat aktif yang peka lembap (Siregar dan

Wirakarsa, 2010).

b. Granulasi kering

Granulasi kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi

basah, karena tidak stabil atau peka terhadap pemanasan, kelembapan atau

keduanya dan juga tidak mungkin dikempa langsung menjadi tablet, karena zat

(31)

dikempa langsung (Banker dan Anderson, 1994).

Keuntungan metode granulasi kering yaitu:

1) peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin

pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu,

2) baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab,

3) mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat.

Kekurangan metode granulasi kering yaitu:

1) memerlukan mesin cetak khusus untuk membuat slug,

2) tidak dapat mendistribusi zat warna seragam,

3) proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya

kontaminasi silang (Andayana, 2009).

c. Kempa langsung

Kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet

dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai

(Gangurde, dkk., 2013). Pemilihan eksipien sangat penting dalam memformulasi

tablet kempa langsung. Eksipien kempa langsung harus memiliki sifat

kompresibilitas dan fluiditas yang baik (Siregar dan Wirakarsa, 2010; Gohel dan

Jogani, 2005).

Keuntungan proses kempa langsung yaitu lebih ekonomis, prosesnya

singkat, tenaga dan mesin yang digunakan sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif

yang tidak tahan panas dan lembab serta waktu hancur dan disolusi lebih baik

(Gohel dan Jogani, 2005). Kerugian metode kempa langsung yaitu kesulitan

dalam pemilihan eksipien dan biaya eksipien yang lebih mahal (Siregar dan

(32)

2.4.4 Uji preformulasi

Uji preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan

tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap. Pengujian waktu alir

dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong. Waktu yang

diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika melebihi waktu yang telah ditentukan,

maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat

diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Carstensen, 1977).

Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan

mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut,

kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan

semakin kecil sudut diam, maka semakin baik aliran granul tersebut (Voigt,

1994). Granul yang mempunyai sifat yang baik mempunyai sudut diam lebih kecil

dari 350 (Carstensen, 1977).

Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah sebuk

atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat

volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke

atas dan ke bawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap

kurang dari 20% (Carstensen, 1977).

2.4.5 Evaluasi tablet a. Keseragaman bobot

Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya

penyimpangan bobot tiap bobot tablet terhadap bobot rata-rata dari sejumlah

tablet yang masih diperbolehkan menurut syarat yang telah ditentukan. Menurut

(33)

dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan

tidak boleh satu pun tablet menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga

yang ditetapkan dalam kolom B.

Persyaratan keseragaman bobot tablet dapat dilihat pada Tabel 2.1 di

bawah ini.

Tabel 2.1 Persyaratan keseragaman bobot

Bobot rata-rata Penyimpangan

A B

Ketahanan tablet terhadap goncangan saat pengangkutan, pengemasan dan

peredaran bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan yang lebih tinggi

menghasilkan tablet yang bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan

berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang

mengakibatkan lamanya waktu hancur. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu

4-8 kg, tablet hisap 10-20 kg, tablet kunyah 3 kg (Parrot, 1971)

c. Friabilitas

Friabilitas tablet merupakan indikasi kekuatan mekanis dari suatu sediaan

tablet. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, dengan menjatuhkan tablet

sejauh 6 inci pada setiap putaran, yang dijalankan sebanyak 100 putaran

(Gangurde, dkk., 2013). Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari

(34)

d. Waktu hancur

Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel

kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi. Waktu hancur menyatakan waktu

yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan

lewatnya seluruh partikel melalui saringan mesh-10 (Banker dan Anderson,

1994).

Waktu hancurnya tablet dapat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan

pada saat granulasi, kekerasan tablet dan porositas tablet (Parrot, 1971). Tablet

memenuhi syarat jika waktu hancurnya tidak lebih dari 15 menit (Ditjen POM,

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi

pengambilan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, isolasi selulosa

mikrokristal, karakterisasi selulosa mikrokristal, pembuatan ekstrak etanol,

pembuatan sediaan tablet ekstrak etanol , uji preformulasi dan evaluasi tablet.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah mesin pencetak tablet single punch

(Erweka), Disintegration Tester (Copley), Friabilator (Copley), Strong Cobb

Hardness Tester (Copley), alat uji sudut diam dan waktu alir (Copley), hot plate,

neraca listrik (Sartorius), oven, desikator, Fourier-Transform Infrared

Spectrophotometer (Shimadzu), Scanning Electron Microscopy (TM3000

Hitachi), pH indikator (Merck), pH meter (Hanna), tanur (Noberthem), pompa

vakum, lemari pengering, termometer, ayakan bertingkat dan alat-alat gelas.

3.2 Bahan-bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan adalah sabut buah pinang sedangkan

bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisis:

pereaksi Mayer, Dragendorff, Bouchardat, Molish, besi (III) klorida, serbuk Mg,

amil alkohol, natrium hidroksida, akuades, natrium hipoklorit, asam klorida

pekat, asam sulfat, kloroform, etanol, toluen, magnesium stearat, talkum,

(36)

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya tanpa

membandingkan sampel dengan sampel dari daerah lain. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sabut buah pinang yang diambil dari daerah

Simalingkar B, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor.

3.3.3 Pengolahan sampel

Sampel yang digunakan adalah sabut buah pinang yang telah matang dan

berwarna kuning kemerah-merahan. Kulit beserta sabutnya dilepas dari biji

pinang, kemudian sabut buah pinang dicuci, dikering anginkan dan dimasukkan

ke dalam lemari pengering pada suhu ± 40o C. Sabut buah pinang yang telah

kering ditimbang, lalu digunting kecil-kecil dan diblender hingga diperoleh serbuk

simplisia.

3.4 Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 1000 g serbuk simplisia sabut buah pinang dimasukkan ke

dalam wadah kaca berwarna gelap, ditambahkan dengan 8500 ml etanol 80%.

Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali

diaduk, kemudian disaring. Ampas dipindahkan ke dalam wadah, ditambahkan

dengan 1500 ml etanol 80% dan ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari

(37)

diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40oC

sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.5 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi Bouchardat, Mayer, Dragendorff, Molish,

asam klorida 2 N, asam sulfat 2 N, timbal (II) asetat 0,4 M dan besi (III) klorida

(Depkes RI, 1995).

3.5.1 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 gram kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling dan

sebanyak 2 gram iodium ditimbang, dilarutkan dalam larutan kalium iodida dan

dicukupkan hingga 100 ml.

3.5.2 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,359 gram raksa (II) klorida ditimbang, dilarutkan dalam air

suling hingga 60 ml. Pada wadah lain kalium iodida ditimbang sebanyak 5 gram,

dilarutkan dalam 10 ml air suling, kemudian dicampurkan dan ditambahkan air

suling hingga 100 ml.

3.5.3 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 gram bismuth (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml

asam nitrat pekat, pada wadah lain dilarutkan 27,2 gram kalium iodida dalam 50

ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan memisah.

Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.5.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 gram α-naftol diimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N

(38)

3.5.5 Larutan asam klorida 2 N

Sebanyak 7,293 ml asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga

100 ml.

3.5.6 Larutan asam sulfat 2 N

Sebanyak 9,808 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling

secukupnya hingga volume 100 ml.

3.5.7 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat ditimbang, dilarutkan dalam air

suling bebas karbondioksida sehingga diperoleh larutan 100 ml.

3.5.8 Larutan besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, dilarutkan dalam air suling

hingga 100 ml.

3.5.9 Larutan natrium hidroksida 4%

Sebanyak 4 gram natrium hidroksida dilarutkan dalam air bebas

karbondioksida secukupnya hingga 100 ml.

3.5.10 Larutan natrium hidroksida 17,5%

Sebanyak 17,5 gram natrium hidroksida dilarutkan dalam air bebas

karbondioksida secukupnya hingga volume 100 ml.

3.5.11 Larutan HCl 2,5 N

Sebanyak 208,4 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling

secukupnya hingga volume 1000 ml.

3.5.12 Pereaksi natrium hipoklorit 2,5%

Sebanyak 20,8 ml larutan pekat natrium hipoklorit (12%) diencerkan

(39)

3.5.13 Air bebas karbondioksida

Air suling yang telah dididihkan selama 5 menit atau lebih didiamkan

sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara.

3.6 Karakterisasi Ekstrak

Karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu

total, pemeriksaan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari

yang larut dalam etanol dan penetapan kadar sari yang larut dalam air (Depkes RI,

1995).

3.6.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen).

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima 10 ml.

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, kemudian didestilasi selama 2 jam. Toluen didinginkan selama 30

menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml

(volume I). Ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai

mendidih, didestilasi dengan kecepatan 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar

air terdestilasi. Kecepatan destilasi ditingkatkan hingga 4 tetes tiap detik setelah 2

jam didestilasi (semua air terdestilasi), kemudian bagian dalam pendingin dibilas

dengan toluen yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,

kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Volume air

(40)

dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel yang telah dikeringkan.

3.6.2 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g ekstrak ditimbang seksama, dimasukkan dalam krus platina

atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara. Pemijaran dilakukan perlahan-lahan

pada suhu 600°C selama 3 jam sampai arang habis, kemudian didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara.

3.6.3Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,

dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu

yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara

3.6.4Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g ekstrak dilarutkan dengan etanol secukupnya, lalu disaring.

Fitrat sebanyak 20 ml diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang

berdasar rata yang telah ditara. Sisa filtrat dipanaskan pada suhu 105°C hingga

diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung dalam persen

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.6.5Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g ekstrak ditambahkan 100 ml air kloroform (2,5 ml

kloroform dalam air suling 1000 ml), kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 ml

(41)

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105° hingga diperoleh bobot tetap. Kadar sari

yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara.

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia ekstrak etanol sabut buah pinang (Areca catechu L.)

berdasarkan Depkes RI (1995) alkaloid, glikosida, saponin; (Ditjen POM, 1979)

tanin; Farnsworth, (1966) flavonoid dan steroid/triterpenoid.

3.7.1 Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,

didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

b. diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

c. diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

Alkaloid dinyatakan positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit

pada 2 tabung reaksi dari percobaan di atas.

3.7.2 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g ekstrak ditimbang, lalu ditambahkan dengan 10 ml asam

klorida 2 N, kemudian direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat

sebanyak 20 ml ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M,

dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3

bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol dan dilakukan berulang sebanyak

(42)

dilarutkan dalam 2 ml metanol. Sebanyak 0,1 ml larutan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, diuapkan di penangas air, sisanya dilarutkan dalam 2 ml air suling

dan 5 tetes pereaksi Molish. Secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat

pekat melalui dinding tabung. Glikosida dinyatakan positif jika terbentuk cincin

berwarna ungu.

3.7.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan

10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.

Tanin dinyatakan positif jika terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang

dari 10 menit, setinggi 1 – 10 cm dan setelah penambahan 1 tetes asam klorida

2 N buih tidak hilang.

3.7.4 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 5 g ekstrak dilarutkan dengan etanol secukupnya, kemudian

ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam

keadaan panas. Filtrat sebanyak 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml

asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.

Flavonoid dinyatakan positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan

amil alkohol.

3.7.5 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambahkan dengan 10 ml air suling, lalu

disaring. Filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Larutan

diambil sebanyak 2 ml, lalu ditambahkan 1- 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%.

(43)

3.7.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g ekstrak ditambahkan 20 ml n-heksana, lalu disaring. Filtrat

diuapkan dalam cawan penguap, sisanya ditambahkan 2 tetes asam asetat

anhidrid dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbulnya warna biru atau hijau

menunjukkan adanya steroid jika timbul warna merah, pink atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoid.

3.8 Isolasi Selulosa Mikrokristal

Sebanyak 100 gram sabut buah pinang dimasukkan ke dalam beaker

glass, ditambahkan 1,5 l NaOH 4% dan dipanaskan selama 2 jam pada suhu

100ºC, lalu disaring. Residu dicuci hingga pH netral, kemudian diputihkan

dengan cara direndam dengan natrium hipoklorit 2,5% sebanyak 1 l selama 24

jam pada suhu kamar, lalu disaring. Residu dicuci dengan air suling sampai pH

netral, kemudian dilanjutkan dengan penambahan NaOH 17,5% sebanyak

650 ml, dipanaskan pada suhu 80ºC selama 1 jam, kemudian disaring dan residu

dicuci hingga pH netral. Residu diputihkan kembali dengan natrium hipoklorit

2,5% sebanyak 500 ml dan dipanaskan pada suhu 100ºC selama 5 menit, disaring

dan residu dicuci sampai pH netral. Residu yang telah netral dikeringkan pada

suhu 60ºC. Hasil yang didapat disebut α-selulosa (Herawan, dkk., 2013).

Serbuk α-selulosa dihidrolisis menggunakan asam klorida 2,5 N dengan

cara dididihkan selama 10-15 menit, kemudian disaring. Residu yang diperoleh

dinetralkan dengan akuades, lalu dikeringkan dan dihaluskan secara mekanik.

Selulosa mikrokristal yang dihasilkan diayak dengan ayakan mesh 60 dan 100

(44)

3.9 Karakterisasi Selulosa Mikrokristal

Karakterisasi selulosa mikrokristal meliputi uji organoleptik, penetapan

pH, kadar abu total, susut pengeringan, kelarutan zat dalam air, bobot jenis nyata,

bobot jenis benar, bobot jenis mampat, indeks Hausner, indeks kompresibilitas,

porositas, analisis FT-IR dan Scanning Electron Microscopy.

3.9.1 Uji organoleptik

Uji organoleptik meliputi pemeriksaan bau, warna dan rasa dari selulosa

mikrokristal sabut buah pinang yang dibandingkan dengan Avicel PH 102.

3.9.2 Penetapan pH

Penetapan pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter. Caranya:

alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram

zat yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 ml. Elektroda pH

meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, jarum pH meter dibiarkan

bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukkan jarum pH meter

dicatat (Suardi, dkk., 2008).

3.9.3 Kelarutan zat dalam air

Sebanyak 5 gram sampel dicampur dengan ± 80 ml air selama 10 menit,

disaring dengan vakum melalui kertas saring Whatman 42. Filtrat dipindahkan ke

beaker yang telah ditara, lalu diuapkan hingga kering pada suhu 105o C selama

1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perbedaan antara berat residu

dan berat beaker kosong tidak lebih dari 12,5 mg (0,25%) (USP, 2007).

3.9.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram sampel yang telah digerus dan ditimbang seksama

(45)

diratakan. Pemijaran dilakukan perlahan-lahan sampai arang habis pada suhu

600o C selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh

bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.9.5 S usut pengeringan

Botol timbang dangkal bersumbat kaca dikeringkan di oven selama

30 menit pada suhu 100o-105o C, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Pekerjaan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan. Sebanyak 1 gram

selulosa mikrokristal ditimbang dalam botol timbang kemudian digoyangkan

perlahan hingga rata, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 1050 C

selama 1 jam. Pada waktu pemanasan di oven, tutup botol timbang dibuka dan

saat pengambilan botol timbang segera ditutup dan dibiarkan dalam desikator

sampai mencapai suhu kamar, lalu ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan sampai

diperoleh berat yang konstan (Ditjen POM, 1995).

3.9.6 Bobot jenis nyata

Sebanyak 100 g zat uji (W) dikeringkan hingga bobotnya konstan,

kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml, permukaan zat uji diratakan

dan dicatat volume serbuk (V). Bobot jenis dihitung dengan persamaan (Ben,

dkk., 2007):

Bobot jenis nyata = W

V

3.9.7 Bobot jenis benar

Penentuan bobot jenis benar dilakukan menggunakan piknometer dan

pelarut yang tidak melarutkan sampel yaitu benzen. Piknometer kosong yang telah

(46)

ditimbang beratnya (c) (Voigt, 1994).

Bobot jenis benzen dihitung dengan persamaan:

ρ benzen = c-b

a

Serbuk sebanyak 2 g yang telah dikeringkan hingga berat konstan

dimasukkan ke dalam piknometer, ditimbang (d), lalu ditambahkan benzen ke

dalam piknometer sampai jenuh dan ditimbang kembali beratnya (e) (Ben,

dkk.,2007)

Bobot jenis benar = d-b

(d-b)+(c-e) x ρ benzen

3.9.8 Bobot jenis mampat

Sebanyak 100 g zat uji (W) dikeringkan hingga bobotnya konstan, lalu

dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml, permukaan zat uji diratakan, kemudian

gelas ukur dihentakkan sebanyak 1250 kali, catat volumenya (Vt). Dilakukan

hentakan lagi sebanyak 1250 kali dan dicatat volumenya (Vtl). Jika selisih Vt dan

Vtl tidak lebih dari 2 ml maka dipakai Vt (Ben, dkk., 2007).

Bobot jenis mampat= W Vt

3.9.9 Indeks kompresibilitas

Indeks kompresibilitas zat uji dihitung menggunakan persamaan:

Indeks kompresibilitas= berat jenis mampat-berat jenis nyata

berat jenis nyata x 100%

Adapun persyaratan indeks kompresibilitas dapat dilihat pada Tabel 3.1 di

(47)

Tabel 3.1 Persyaratan indeks kompresibilitas

Indeks Kompresibilitas (%) Sifat Aliran

<10 sangat Baik

> 38 sangat sangat buruk

3.9.10 Indeks Hausner

Indeks Hausner dihitung menggunakan data bobot jenis mampat dan

bobot jenis nyata seperti yang diperoleh di atas.

Indeks Hausner= bobot jenis mampat bobot jenis nyata

Adapun persyaratan indeks Hausner dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Persyaratan indeks Hausner

Indeks Hausner Sifat Aliran

< 1,25 baik

1,25-1,5 sedang

>1,5 jelek

3.9.11 Porositas

Porositas zat uji dihitung menggunakan persamaan: (Carstensen, 1977).

Persen Porositas=1- berat jenis nyata

berat jenis benar x 100%

3.9.12 Analisis FT-IR

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan instrumen

spektrofotometer FT-IR (Shimadzu) di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

(48)

3.9.13 Scanning Electron Microscopy

Analisis morfologi selulosa dilakukan menggunakan Scanning Electron

Microscopy (TM3000 Hitachi) di Laboratorium Terpadu MIPA Universitas

Sumatera Utara.

3.10 Pembuatan Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (EESBP)

Pembuatan tablet ekstrak etanol sabut buah pinang dilakukan secara cetak

langsung dengan bobot tablet 650 mg dan diameter 13 mm. Dibuat dua formula

dengan bahan tambahan yaitu selulosa mikrokristal dari sabut buah pinang dan

sebagai pembanding digunakan Avicel PH 102. Formula tablet yang dibuat dapat

dilihat pada Tabel 3.3.

R/ EESBP 0, 200

Aerosil 1%

Mg. Stearat 1%

Talkum 1%

Avicel PH 102/ SMSBP q.s

Tabel 3.3 Formula tablet EESBP

Komposisi F1 F2

EESBP (mg) 200 200

Aerosil (mg) 6,5 6,5

Mg. stearat (mg) 6,5 6,5

Talkum (mg) 6,5 6,5

SMSBP (mg) 430,5 -

Avicel PH 102 (mg) - 430,5

keterangan :

(49)

3.11 Uji Preformulasi

Uji preformulasi tablet EESBP meliputi pengujian sudut diam, penetapan

waktu alir dan indeks kompresibilitas.

3.11.1 Sudut diam

Tiap formula dituang pelan-pelan lewat corong, sementara bagian bawah

corong ditutup, kemudian penutup dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar.

Diukur tinggi dan jari-jari kerucut yang terbentuk, kemudian ditentukan sudut

diamnya. Granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut

diam antara 20o – 40o (Lachman, dkk., 1994).

tangen θ = 2h D

keterangan: h = tinggi kerucut, D = diameter

3.11.2 Penetapan waktu alir

Granul yang akan dicetak dimasukkan kedalam corong alir, lalu dialirkan

hingga seluruh granul mengalir. Waktu alir ditentukan hingga seluruh formula

mengalir keluar.Syarat waktu alir yang baik adalah kurang dari 10 detik.

3.11.3 Penetapan indeks kompresibilitas

Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml dan diukur volume

awalnya (V1), lalu dihentakkan sehingga volume akhirnya (V2) konstan. Indeks

tap dihitung dengan rumus: (Carstensen, 1977).

I = V1-V2

V1 x 100%

dimana : VI = volume sebelum hentakan, V2 = volume setelah hentakan

(50)

3.12 Evaluasi Tablet

3.12.1 Pemeriksaan keseragaman bobot tablet

Dimasukkan 20 tablet dan dibersihkan dari debu kemudian ditimbang.

Dihitung bobot rata-rata tiap tablet, kemudian ditimbang satu persatu dan diambil

3 berat tablet yang berdeviasi tinggi (Ditjen POM, 1979).

Deviasi= bobot tablet - bobot rata-rata

bobot rata-rata x 100%

Persyaratan keseragaman bobot tablet dapat dilihat pada Tabel 3.4 di

bawah ini:

Tabel 3.4 Persyaratan keseragaman bobot tablet

Bobot rata-rata Penyimpangan

A B

Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang diterapkan pada kolom A dan

tidak boleh 1 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang

ditetapkan pada kolom B (Ditjen POM, 1979).

3.12.2 Pemeriksaan friabilitas tablet

Sebanyak 20 tablet ditimbang, misalkan beratnya ”a” gram, dimasukkan

ke dalam alat friabilator, lalu tekan tombolnya sehingga alat berputar selama 4

menit (100 kali putaran). Tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang

beratnya, misalnya ”b” gram. Friabilitas tablet dapat dihitung dengan rumus :

F= a

(51)

3.12.3 Uji kekerasan tablet

Alat yang digunakan adalah Strong Cobb Hardness Tester (Copley).

Sebuah tablet diletakkan ditengah besi penahan, kemudian alat dijalankan

sehingga besi penahan menekan tablet. Kekerasan tablet dapat dilihat pada skala

yang muncul di monitor. Pemeriksaan kekerasan tablet dilakukan sebanyak lima

tablet dan dihitung rata-ratanya (Parrot, 1971).

3.12.4 Uji waktu hancur tablet

Alat yang digunakan adalah Disintegration Tester (Copley). Pengujian

dilakukan terhadap enam tablet. Satu buah tablet dimasukkan ke dalam

masing-masing tabung dari keranjang. Dimasukkan satu cakram pada tiap tabung

dan jalankan alat. Digunakan air bersuhu 37o C ± 2o C sebagai media, kemudian

alat dijalankan. Waktu hancur tablet dicatat yaitu sejak tablet dinaikturunkan

sampai tablet hancur. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang

tertinggal dikasa. Syarat waktu hancur tablet yaitu tidak boleh lebih dari 15 menit

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah

tumbuhan pinang (Areca catechu L.) dari suku Arecaceae. Hasil dapat dilihat pada

Lampiran 1 halaman 53.

Penyarian terhadap sabut buah pinang dilakukan secara maserasi dengan

pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa kimia yang terkandung di

dalamnya dapat tersari. Hasil pengumpulan sampel sebanyak 10 kg menghasilkan

1,2 kg simplisia dan dari 1 kg simplisia diperoleh ekstrak etanol sebanyak 85

gram. Rendemen yang didapat sebesar 8,5%.

4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (EESBP) Hasil pemeriksaan karakterisasi EESBP dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi EESBP

No Karakterisasi ekstrak Hasil

(%)

1 Kadar air 9,30

2 Kadar sari yang larut dalam air 41,79

3 Kadar sari yang larut dalam etanol 42,14

4 Kadar abu total 5,39

5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 2,06

Penetapan kadar air dilakukan untuk memberi batasan atau rentang

besarnya kandungan air di dalam ekstrak, karena apabila tingginya kandungan air

(53)

aktifnya (penguraian secara kimia). Penetapan kadar sari larut dalam air dan

etanol untuk mengetahui banyaknya senyawa polar yang larut dalam air dan

etanol. Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk

bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa anorganik dalam simplisia,

misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg dan silika (Ditjen POM, 2000).

4.2 Hasil Skrining Fitokimia EESBP

Hasil skrining fitokimia terhadap EESBP diperoleh golongan senyawa

kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia dari EESBP

No Golongan Senyawa Hasil

1. Alkaloid -

2. Flavonoid +

3. Steroid/Triterpenoid -

4. Tanin -

5. Glikosida +

6. Saponin -

keterangan: (+) : mengandung senyawa, (-): tidak mengandung senyawa

Penentuan golongan senyawa kimia terhadap EESBP dilakukan untuk

mendapatkan informasi tentang golongan senyawa metabolit sekunder yang

terdapat di dalamnya. EESBP yang ditambah dengan pereaksi Dragendorff tidak

memberikan endapan warna jingga kecoklatan, dengan pereaksi Bouchardat tidak

memberikan endapan warna kuning kecoklatan dan dengan pereaksi Mayer tidak

terbentuk endapan putih dan kekeruhan, ini menunjukkan bahwa tidak adanya

senyawa alkaloid (Depkes RI, 1995). Flavonoid ditentukan dengan penambahan

serbuk Mg dan HCL 2 N, memberikan warna kuning pada lapisan amil alkohol

Gambar

Gambar  tumbuhan  pinang,  biji   pinang, sabut  buah  pinang
Gambar 2.1 Struktur selulosa mikrokristal (Rowe, dkk., 2009)
Tabel 2.1 Persyaratan keseragaman bobot
Tabel 3.2 Persyaratan indeks Hausner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 58.. 3.5

Efektivitas ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu Linn) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara in vitro.. Efek campuran minyak atsiri daun cengkeh dan kulit

Hasil determinasi biji buah pinang (Areca catechu L)... Spektrum Ultraviolet-Visible Beberapa Standart

Judul : Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang ( Areca catechu L.. Mimpin Ginting, M.S

Hasil uji aktivitas anti-inflamasi menunjukkan bahwa ketiga kelompok dosis uji ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.) memberikan efek anti- inflamasi.. Hal

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji pinang ( Areca catechu L.) memiliki efek antelmintik pada semua konsentrasi dan yang mempunyai efek

Pada jurnal penelitian yang dilakukan oleh [9], dilakukan uji efek antelmintik dari ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.) terhadap cacing Ascaris lumbricoides

Maka untuk pembuatan tablet dibuat menjadi 6 tablet dengan masing-masing tablet mengandung ekstrak etanol kulit batang sikkam 235 mg (6 tablet = 1410 mg), dengan demikian