• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Overeducation Dan Undereducation Dalam Pasar Kerja Wanita Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fenomena Overeducation Dan Undereducation Dalam Pasar Kerja Wanita Di Kota Medan"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

41 SKRIPSI

FENOMENA OVEREDUCATION DAN UNDEREDUCATION DALAM PASAR KERJA WANITA DI KOTA MEDAN

OLEH

Sari Fitriyani

120501163

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

42

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah yang Insya Allah akan selalu diberikan pada setiap hamba-Nya. Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam kegelapan ke alam terang benderang.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini teristimewa dipersembahkan kepada Bapak dan Mama tercinta serta adik penulis yang selalu memberikan curahan kasih sayang dan do’a.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac.Ak, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE,M.Soc.Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Rujiman, MA, selaku Dosen Pembimbing saya yang telah memberikan bimbingan dan panduan untuk menyelesaikan skripsi ini.

(3)

43

6. Ibu Ilyda Sudradjat, S.Si M.si, selaku Dosen Pembanding II saya yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan staf Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

8. Seluruh pegawai dan staf administrasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan. 9. Kepada teman-teman dan semua pihak yang turut membantu penyelesaian

skripsi ini, namun tidak dituliskan pada lembaran ini, penulis mohon maaf dan tidak mengurangi rasa terima kasih penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya. Amin

Medan, November 2015

Penulis,

(4)

i Abstract

. The phenomenon of overeducation and under education is an event where

a workforce earn a position in a job that is not in accordance with the level of

education attained. The phenomenon of overeducation and undereducation also

shows the labor market imbalance of demand and supply side. This study uses

primary data obtained directly from the workforce are in the formal labor market

in the city of Medan. The results showed significant relationship between the level

of education of the phenomenon of overeducation and undereducation. In

addition, there needs to be a policy of labor exploitation through unfair wage

system to work so that the phenomenon of overeducation and undereducation will

positively impact the workforce and the company concerned. Labor also need to

improve education in accordance with the expertise that the company needs

investment in education is done is not in vain.

(5)

ii Abstrak

Fenomena overeducation dan undereducation adalah suatu kejadian

dimana seorang tenaga kerja mendapatkan posisi dalam suatu pekerjaan yang

tidak sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Fenomena overeducation

dan undereducation juga menunjukkan adanya ketidakseimbangan pasar kerja

dari sisi permintaan dan penawaran. Penelitian ini menggunakan data primer yang

didapatkan langsung dari tenaga kerja yang berada pada pasar kerja formal di

Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan

antara tingkat pendidikan terhadap fenomena overeducation dan undereducation.

Selain itu, perlu adanya kebijakan eksploitasi tenaga kerja melalui sistem

pengupahan yang tidak adil bagi kerja sehingga fenomena overeducation dan

undereducation akan berdampak positif bagi tenaga kerja dan perusahaan yang

bersangkutan. Tenaga kerja juga perlu meningkatkan keahlian sesuai dengan

pendidikan yang dibutuhkan perusahaan agar investasi pendidikan yang dilakukan

tidak sia-sia.

(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Manfaat Penelitian 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 9

2.1.1 Over Education dan Under Education 9

2.1.2 Pasar Kerja 11

2.1.3 Angkatan kerja 13

2.1.4 Angkatan Kerja Wanita 14

2.1.5 Kesempatan Kerja 15

2.1.6 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja 18

2.1.7 Pendidikan Tenaga Kerja 20

2.1.8 Upah Tenaga Kerja 21

2.1.9 Jam Kerja Pada Tenaga Kerja 24

2.1.10 Usia Tenaga Kerja 24

2.1.11 Penelitian Terdahulu 25

2.2 Kerangka Konseptual 29

2.3 Hipotesis 30

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 31

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 31

3.3 Defenisi Operasional 31

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian 32

3.4.1 Populasi 32

3.4.2 Sampel 33

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel 34

3.5 Jenis Data 34

3.6 Metode Pengumpulan Data 35

3.7 Teknik Analisis Data 35

3.7.1 Alat Analisis Data 35

(7)

iv BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi objek penelitian 41

4.1.1 Letak Geografis 41

4.1.2 Kependudukan 41

4.1.3 Ketenagakerjaan 43

4.2 Karakteristik Responden 43

4.2.1 Responden Menurut Tingkat pendidikan 44

4.2.2 Responden Menurut Gaji 44

4.2.3 Responden Menurut jam Kerja 45

4.2.4 Responden menurut Usia 46

4.2.5 Responden Menurut Over Education dan

Under Education 46

4.3 Metode Analisis 47

4.3.1 Uji KoefisienDeterminasi (R2) Overeducation 47

4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) 48

4.3.3 Uji Signifikan Individual ( Uji Statistik t ) 49

4.3.4 Uji Multikolineritas 51

4.3.5 Uji Heteroskedasitas 52

4.3.6 Uji KoefisienDeterminasi (R2) Undereducation 53

4.3.7 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) 54

4.3.8 Uji Signifikan Individual ( Uji Statistik t ) 55

4.3.9 Uji Multikolineritas 57

4.3.10Uji Heterokedasitas 58

4.4 Pembahasan 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 65

(8)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Keatas 4

Tabel 1.2 Persentase Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi 5

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan dan Jenis Kelamin 42

Kota Medan Tahun 2013 Tabel 4.2 Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan 44

di Kota Medan Tahun 2015 Tabel 4.3 Jumlah Responden Menurut Gaji 45

di Kota Medan Tahun 2015 Tabel 4.4 Jumlah Responden Menurut Jam Kerja 45 di Kota Medan Tahun 2015 Tabel 4.5 Jumlah Respon Menurut Usia 46 di Kota Medan Tabel 4.6 Jumlah Responden Menurut Kesenjangan 46

Di Kota Medan Tahun 2015 Tabel 4.7 Uji Koefisien Determinasi (R2) Overeducation 48

Tabel 4.8 Uji F 49

Tabel 4.9 Uji T 50

Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolineritas 51

Tabel 4.12 Uji Koefisien Determinasi (R2) Undereducation 54 Tabel 4.13 Uji F 55

Tabel 4.14 Uji T 56

(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja 19

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 29

Gambar4.1 Hasil Uji Heteroskedasitas Overeducation 53

Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedasitas Undereducation 59

(10)

i Abstract

. The phenomenon of overeducation and under education is an event where

a workforce earn a position in a job that is not in accordance with the level of

education attained. The phenomenon of overeducation and undereducation also

shows the labor market imbalance of demand and supply side. This study uses

primary data obtained directly from the workforce are in the formal labor market

in the city of Medan. The results showed significant relationship between the level

of education of the phenomenon of overeducation and undereducation. In

addition, there needs to be a policy of labor exploitation through unfair wage

system to work so that the phenomenon of overeducation and undereducation will

positively impact the workforce and the company concerned. Labor also need to

improve education in accordance with the expertise that the company needs

investment in education is done is not in vain.

(11)

ii Abstrak

Fenomena overeducation dan undereducation adalah suatu kejadian

dimana seorang tenaga kerja mendapatkan posisi dalam suatu pekerjaan yang

tidak sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Fenomena overeducation

dan undereducation juga menunjukkan adanya ketidakseimbangan pasar kerja

dari sisi permintaan dan penawaran. Penelitian ini menggunakan data primer yang

didapatkan langsung dari tenaga kerja yang berada pada pasar kerja formal di

Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan

antara tingkat pendidikan terhadap fenomena overeducation dan undereducation.

Selain itu, perlu adanya kebijakan eksploitasi tenaga kerja melalui sistem

pengupahan yang tidak adil bagi kerja sehingga fenomena overeducation dan

undereducation akan berdampak positif bagi tenaga kerja dan perusahaan yang

bersangkutan. Tenaga kerja juga perlu meningkatkan keahlian sesuai dengan

pendidikan yang dibutuhkan perusahaan agar investasi pendidikan yang dilakukan

tidak sia-sia.

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbaikan dalam bidang pendidikan dapat secara positif mempengaruhi

suatu bangsa dalam produktivitas, GDP, dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

ekonomi merupakan gambaran dari kegiatan ekonomi dimana adanya arus barang

dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan mengakibatkan

peningkatan pendapatan (PDRB). Dalam hal ini faktor-faktor produksi yang

menunjang peningkatan arus pendapatan yaitu, sumber daya alam, sumber daya

modal, kewirausahaan dan tenaga kerja.

Salah satu yang menjadi elemen kunci dalam pertumbuhan ekonomi

adalah tenaga kerja. Seperti yang diketahui banyak permasalahan yang terdapat

pada tenaga kerja yakni, rendahnya kualitas dan daya saing tenaga kerja tersebut.

Ini disebabkan karena kurang adanya perhatian dari individu maupun pemerintah

terhadap pendidikan. Permintaan tenaga kerja tidak hanya ditentukan oleh upah

tetapi juga tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja

(Firdausy, 2004: 12; Subri, 2003: 64).

Tinggi rendahnya human capital yang dimiliki akan menentukan besar

kecilnya kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa. Human capital tidak

dapat diperoleh dengan sendirinya tanpa ada investasi pendidikan secara formal

maupun non formal, maka dari itu pendidikan merupakan suatu proses kegiatan

(13)

2

Tenaga kerja yang diterima dalam suatu pekerjaan tidak sesuai dengan

tingkat pendidikan yang dimiliki, ini akan menimbulkan mismatch baik berupa

overeducation maupun undereducation. Yang dikatakan mismatch adalah

kesenjangan antara jumlah pekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan dengan kebutuhan pekerja untuk jenis jenis pekerjaan dan tingkat

pendidikan (keahlian) tertentu di pasar kerja.

Fenomena ini terjadi dikarenakan adanya transformasi pasar kerja di

Indonesia pada dekade terakhir. Transformasi pertama, terjadi pada awal tahun

1990an yang ditandai oleh perubahan sektor primer ke sektor sekunder dalam

pasar kerja (Feridhanusetyawan & gaduh 2000;Manning, 2000). Kondisi ini

seiring dengan adanya transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor

industri. Terjadi penurunan permintaan tenaga kerja dari sektor pertanian dan

beralih pada sektor industri (Hill, Resosudarmo & Vidytama, 2008).

Transformasi kedua, terjadi pada awal tahun 2000-an. Pengembangan

teknologi informasi dan ilmu pengetahuan yang cepat ini berakibat adanya

peningkatan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa. Fenomena ini pada sisi

permintaan sedangkan pada sisi penawaran juga mengalami perubahan yang besar

dengan adanya pertumbuhan penduduk yang pesat serta peningkatan level

pendidikan.

Peningkatan level pendidikan tenaga kerja merupakan dampak dari

semakin besarnya akses pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Tetapi salah satu

pertanyaan nya adalah Sudahkah terdapat keseimbangan antara peningkatan level

(14)

3

Faktanya, terjadi kesenjangan antara jumlah pekerja menurut tingkat

pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan kebutuhan pekerja untuk jenis-jenis

pekerjaan dan tingkat pendidikan (keahlian) tertentu di pasar kerja. Hal inilah

yang menimbulkan overeducation dan undereducation dalam pasar tenaga kerja

yang salah satu menjadi fenomena ketenagakerjaan yang paling penting karena

erat kaitanya dengan strategi perencanaan pendidikan nasional (Sugiharso dan

Suhasil, 2004: 4).

Fenomena overeducation dan undereducation menunjukkan adanya

ketidakseimbangan pasar kerja dari sisi permintaan dan penawaran. Ditinjau dari

jangka panjang, ini menjadi sebuah dilema karena akan menimbulkan

pengangguran terbuka, masalah pendapatan, peraturan ketenagakerjaan dan

kebijakan pendidikan (Safuan dan Nazara, 2005).

Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam pasar kerja yang overeducation

dan undereducation, maka penulis bermaksud untuk mengkaji Apakah fenomena

ini terjadi dalam pasar kerja wanita. Seperti yang diketahui selama ini studi-studi

terdahulu membahas tentang pasar kerja secara umum.

Penduduk kota Medan berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan

kerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin tahun 2013

(15)

4

Tabel 1.1 Penduduk Kota Medan berumur 15 tahun ke atas yang termasuk

angkatan kerja menurut pendidikan tertinggi yang di tamatkan dan jenis kelamin tahun 2013.

NO Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Tidak Sekolah/belum tamat SD/ Sekolah Dasar

80.443 63267 143.710

2 SMP 100.395 48.530 148.925

3 SMA 240.568 121.647 362.215

4 SMK 106.569 58.509 165.078

5 Diploma I/II/III 11.033 16.403 27.436

6 .Akademi/ Universitas 92.136 65.399 157.535

Jumlah 631.144 373.755 1.004.899 Sumber : BPS-Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustus 2013

Seperti pada tabel 1.1 diatas, jumlah penduduk kota Medan yang

termasuk angkatan kerja menurut tingkat pendidikan terdapat perbedaan yang

tidak jauh berbeda antara laki-laki dan wanita. Karena jumlah penduduk kota

Medan yang bergender wanita sekitar 1.082.123 jiwa dan jumlah partisipasi

wanita berumur 15 tahun yang merupakan angkatan kerja sekitar 373.755

disinilah diketahui adanya partisipasi wanita yang cukup besar dalam pasar kerja

dalam setiap tingkat pendidikan yang di tamatkan.

Dengan ini Kota Medan dapat menikmati fase bonus demografi karena

limpahan penduduk usia produktif dan juga masuknya peran wanita dalam pasar

kerja. Syarat tercapainya bonus demografi adalah penduduk yang berkualitas,

(16)

5

angkatan kerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Sumatera

Utara tahun 2008-2013 dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut.

Tabel 1.2 Persentase Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan di Sumatera Utara Tahun 2008-2013.

Tahun

Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan

SD SLTP SLTA

Universitas/ Akademi

2008 27,90 23,70 29,27 6,37

2009 21,81 23,25 31,99 6,62

2010 21,19 24,13 32,26 7,32

2011 22,93 24,32 32,52 7,33

2012 22,34 23,97 32,73 8,40

2013 22,06 24,49 34,16 8,56

Sumber: BPS-Survei Angkatan Kerja Nasional 2008-2013 (diolah)

Pada tabel 1.2 menunjukkan struktur pendidikan tenaga kerja di Sumatera

Utara. Dalam jangka pendek antara tahun 2008 – 2009 terlihat dari perubahan

komposisi angkatan kerja dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Tahun 2008,

jumlah angkatan kerja dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) sekitar 27,90

persen dari total angkatan kerja di Sumatera Utara. Pada tahun 2009, terjadi

penurunan menjadi 21,81 persen. Begitupula dengan pendidikan SLTP 23,70

persen ditahun 2008 dan menurun ditahun 2009 menjadi 23,25 persen.

Sedangkan komposisi angkatan kerja pada level pendidikan yang lebih tinggi dari

SD dan SLTP mengalami peningkatan. Bukan hanya terjadi pada jangka pendek

melainkan dalam jangka panjang pendidikan SLTA dan universitas/akademi juga

(17)

6

persen pada tahun 2013 yaitu 34,16 persen. Pada level universitas/akademi pada

tahun 2008 sekitar 6,37 persen dan pada tahun 2013 sekitar 8,56 persen.

Proporsi pencari kerja dengan tamatan pendidikan SLTA dan

universitas/akademi lebih banyak dari pencari kerja dengan tamatan pendidikan di

bawahnya, hal ini menunjukkan adanya peningkatan level pendidikan angkatan

kerja yang merupakan dampak dari semakin besarnya akses pendidikan angkatan

kerja tersebut. Namun, Sudahkah pasar kerja memenuhi keseimbangan

peningkatan level pendidikan dengan pasar kerja terkhususnya bagi wanita.

Faktanya, peningkatan mutu tenaga kerja belum diikuti oleh distribusi antara

jumlah pekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan

distribusi tingkat pendidikan yang dibutuhkan menurut jenis pekerjaan (Safuan

dan Nazara, 2005). Oleh karena itu, penulis ingin meneliti adanya Fenomena over

education dan under education dalam pasar kerja wanita di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penelitian ini dibatasi oleh

indikator yang berpengaruh terhadap fenomena overeducation dan unde education

dalam pasar kerja wanita. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap overeducation dan

undereducation dalam pasar kerja wanita?

2. Apakah gaji berpengaruh terhadap overeducation dan undereducation

(18)

7

3. Apakah jam kerja berpengaruh terhadap overeducation dan

undereducation dalam pasar kerja wanita?

4. Apakah usia berpengaruh terhadap overedecation dan undereducation

dalam pasar kerja wanita?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap over

education dan under education dalam pasar kerja wanita.

2. Untuk mengetahui adanya pengaruh gaji terhadap over education dan

under education dalam pasar kerja wanita.

3. Untuk mengetahui adanya pengaruh jam kerja terhadap over education dan

under education dalam pasar kerja wanita.

4. Untuk mengetahui adanya pengaruh usia terhadap over education dan

(19)

8 1.4 Manfaat Penelitian

1. Membantu Pemerintah untuk melihat adanya kesenjangan pendidikan di

dalam pasar kerja serta kedepannya menempatkan tenaga kerja sesuai

dengan pendidikan yang di tamatkan.

2. Sebagai acuan bagi Pemerintah agar memfasilitasi atau mendorong akses

pasar kerja wanita untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan.

3. Memahami hubungan antara pendidikan dan pasar tenaga kerja tidak

hanya penting untuk siswa, tetapi juga untuk pendidik, ekonom, dan

(20)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Overeducation dan Undereducation

Istilah ini pada situasi overeducation di mana seorang individu memiliki

tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari yang diperlukan untuk pekerjaan

tertentu. Meskipun lingkup fenomena ini bervariasi di seluruh negara dan

tergantung pada pendekatan database dan pengukuran yang digunakan, telah jelas

menunjukkan bahwa proporsi yang signifikan dari pekerja yang overeducated

menunjukkan bahwa dalam tingkat pendidikan yang sama, pekerja overeducated

berpenghasilan kurang dari rekan-rekan mereka.

Banyak faktor yang dapat terjadi dalam kasus ini, sehingga pekerja

overeducated mendapat penghasilan dibawah pendidikan yang ditamatkan

misalnya pengalaman bekerja, keahlian dan lamanya mencari kerja serta kurang

tersedianya lapangan pekerjaan. Human capital sangat berperan dalam ekonomi

terutama di bidang pendidikan karena permintaan tenaga kerja sangat

membutuhkan keahlian tenaga kerja. Jika tenaga kerja tidak memiliki keahlian

dapat menimbulkan terjadinya overeducation dan undereducation. Peningkatan

permintaan tenaga kerja yang memiliki keahlian dan tingkat pendidikan

menimbulkan kebijakan bagi suatu negara untuk menetapkan peningkatan

(21)

10

Mason (1996) menyebutkan bahwa dengan peningkatan tingkat

pendidikan, lulusan perguruan tinggi yang dipekerjakan pada pertengahan

administrasi posisi di mana di masa lalu posisi ini biasanya dipegang oleh pekerja

dengan tingkat menengah pendidikan. Oleh karena itu, tingkat yang diperlukan

pendidikan perlu diperbarui secara teratur oleh analis dengan melihat kondisi yang

telah modern dan memiliki teknologi yang cukup tinggi. Jika tidak maka akan

dianggap usang atau tidak berlaku lagi.

Oberai (dalam Tobing, 2003: 3) secara spesifik melakukan studi mengenai

perubahan-perubahan penting dalam pasar ketenagakerjaan selama proses

pembangunan ekonomi. Menurut Oberai, angkatan kerja cenderung bergeser ke

arah sektor dan pekerjaan yang memiliki tingkat upah yang tinggi seperti

manufaktur berskala besar, jasa modern, transportasi dan konstruksi. Juga

dikemukakan bahwa perolehan gaji pada setiap lapangan pekerjaan meningkat

bersamaan dengan pekerjaan yang menuntut syarat-syarat pendidikan dan

keterampilan yang tinggi.

Menurut Freeman merupakan masalah yang sangat dinamis dalam jangka

pendek terutama bagi perusahaan. Hal ini diakibatkan karena perusahaan memilih

tenaga kerja dengan menggunakan metode produksi dengan menggunakan lebih

banyak tenaga kerja yang ahli sehingga dapat meningkatkan pengembalian

terhadap investasi pendidikan yang telah dilakukan. Jika terjadi kelebihan

investasi dapat menimbulkan kelebihan penawaran tenaga kerja, sehingga

berdampak pada tenaga kerja itu sendiri. Kelayakan dan keefektifan di dalam

(22)

11

lain overeducation cenderung terjadi karena kemampuan tenaga kerja kurang,

produktivitas rendah sehingga menimbulkan upah yang diterima rendah.

Undereducated terjadi jika pendidikan yang ditamatkan tidak adanya kesesuaian

dengan pekerjaan yang dilaksanakan.

Hal ini mengakibatkan perusahaan melaksanakan kewajiban untuk

melakukan estimasi terhadap tingkat pendidikan yang diwajibkan di dalam

pelaksanaan pekerjaan dan dalam prakteknya pendidikan (kualitas pendidikan)

penting terhadap pekerjaan yang dilaksanakan individu. Bagian dari tujuan

melakukan pendidikan adalah untuk meningkatkan tingkat produktivitas individu

dan dengan demikian meningkatkan pendapatan.

Jadi, itu adalah kesesuaian dan efektivitas keputusan investasi ini bahwa

konsep mengacu pada overeducation. Pendidikan menghasilkan manfaat

non-uang lainnya yang mungkin lebih membenarkan keputusan individu untuk

memperoleh pendidikan terlepas dari efek pada upah mereka. Persyaratan

overeducation dan undereducation yang salah dapat menunjukkan bahwa alokasi

antara pekerja dan pekerjaan tidak efisien.

2.1.2 Pasar Kerja

Pasar kerja merupakan aktivitas dari para pelaku yang tujuannya adalah

mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja (Sumarsono, 2009). Pasar

kerja juga bisa disebut tarik-menarik antara permintaan tenaga kerja dengan

jumlah tenaga kerja yang di tawarkan. Faktor utama naik turunnya jumlah

permintaan dan penawaran tenaga kerja biasanya adalah besar kecilnya gaji yang

(23)

12

tenaga kerja. Proses mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja ternyata

memerlukan waktu lama. Dalam proses ini, baik pencari kerja maupun pengusaha

dihadapkan pada suatu kenyataan sebagai berikut :

1. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan

dan sikap pribadi yang berbeda. Di pihak lain, setiap lowongan yang

tersedia mempunyai sifat pekerjaan yang berlainan. Pengusaha

memerlukan pekerjaan dengan pendidikan, keterampilan, kemampuan,

bahkan mungkin dengan sikap pribadi yang berbeda. Tidak semua

pelamar akan cocok untuk satu lowongan tertentu, dengan demikian tidak

semua pelamar mampu dan dapat diterima untuk satu lowongan tertentu.

2. Setiap pengusaha atau unit usaha menghadapi lingkungan yang berbeda

seperti output, input, manajemen, teknologi, lokasi dan pasar sehingga

mempunyai kemampuan berbeda dalam memberikan tingkat upah,

jaminan sosial dan lingkungan pekerjaan. Di pihak lain, pencari kerja

mempunyai produktivitas yang berbeda dan harapan-harapan mengenai

tingkat upah dan lingkungan pekerjaan. Oleh sebab itu, tidak semua

pencari kerja bersedia menerima pekerjaan dengan tingkat upah yang

berlaku di suatu perusahaan, sebaliknya tidak semua pengusaha mampu

serta bersedia memperkerjakan seorang pelamar dengan tingkat upah dan

harapan yang dikemukakan oleh pelamar tersebut.

3. Baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi

yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan dalam butir (1) dan

(24)

13

yang cukup lama melakukan seleksi guna mengetahui calon yang paling

tepat untuk mengisi lowongan yang ada.

Di Indonesia sendiri, penyelenggaraan pasar tenaga kerja ditangani oleh

Departemen Tenaga Kerja. Perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja

menyampaikan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan beserta

persyaratannya ke Departemen Tenaga Kerja. Kemudian Depnaker akan

mengumumkan kepada masyarakat umum tentang adanya permintaan tenaga kerja

tersebut.

2.1.3 Angkatan Kerja

Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang

bekerja maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab, seperti

petani yang sedang menunggu panen atau hujan, pegawai yang sedang cuti, sakit,

dan sebagainya. Angkatan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Golongan Bekerja (employment) adalah angkatan kerja yang benar-benar

mempunyai pekerjaan atau sudah diserap oleh permintaan kerja.

Golongan ini dibagi lagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Yang bekerja penuh (full employment)

b. Yang bekerja tidak penuh/setengah menganggur

2. Golongan Pengangguran (unemployment) adalah angkatan kerja yang

ingin bekerja, tetapi belum mendapat pekerjaan.

Menurut UU No. 20 tahun 1999 pasal 2 ayat 2, yang termasuk angkatan

kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke atas). Sementara menurut

(25)

14

kerja dipengaruhi pula oleh struktur penduduk berdasarkan : jenis kelamin, usia

penduduk, dan tingkat pendidikan.

Sementara usia penduduk berpengaruh terhadap jumlah angkatan kerja

dalam suatu negara. Semakin besar jumlah penduduk yang berusia produktif,

maka semakin tinggi pula angkatan kerjanya. Semakin rendah tingkat pendidikan

penduduk suatu negara, maka akan makin rendah pula angkatan kerjanya, karena

saat ini tingkat pendidikan merupakan salah satu syarat untuk memasuki dunia

kerja.

2.1.4 Angkatan Kerja Wanita

Marlene Arthur Pinks dan Anna Bell Wilkinson menyebutkan setiap tahun

semakin banyak perempuan memasuki angkatan kerja. Pada kenyataannya, bahwa

lebih dari setengah dari semua orang dipekerjakan di negeri ini adalah perempuan.

Penelitian lebih lanjut mengungkapkan sebagai berikut:

1. Perempuan yang dipekerjakan lebih dari satu-setengah yaitu semua

wanita dewasa.

2. Enam dari sepuluh wanita menikah bekerja di luar rumah mereka.

3. Sebagian besar wanita (83 persen) di Amerika adalah seorang ibu.

Mengapa wanita memilih untuk bekerja. Wanita biasanya memiliki dua

pekerjaan meskipun dia dibayar untuk hanya satu pekerjaan. Ketika dia pergi

untuk bekerja di luar rumahnya, dia menambahkan pekerjaan dan tidak mengubah

satu untuk yang lain. Tuntutan pada waktu dan energi yang sangat meningkat

begitu banyak sehingga dorongan untuk bekerja harus kuat. Wanita bekerja

(26)

15

ekonomi adalah alasan utama perempuan bekerja. Banyak perempuan menjadi

kepala rumah tangga mereka sendiri.

Wanita yang menikah pada posisi telah bekerja untuk mengisi kesenjangan

antara pendapatan suami mereka dan apa yang dibutuhkan untuk bahkan standar

moderat hidup. Ini adalah penghasilan tambahan yang diperlukan untuk

kelangsungan hidup keluarga individu sebagai unit ekonomi. Akhirnya, beberapa

wanita sangat berkomitmen untuk pekerjaan profesional yang sangat terampil atau

karier bisnis yang sangat menguntungkan. Dimana faktor pendidikan tidak lagi

menjadi penentu wanita dalam memilih pekerjaan karena wanita lebih memilih

pekerjaan yang fleksibel di dalam pasar kerja.

2.1.5 Kesempatan Kerja

Sagir (1982) menyebutkan perluasan kesempatan kerja atau pemerataan

kesempatan kerja serta hak untuk menikmati kehidupan yang layak, harus menjadi

sasaran strategi dalam pembangunan nasional, oleh karena ketahanan suatu

bangsa atau Negara, akan sangat tergantung pada ketangguhan sumber daya

manusianya. Tolok ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan, bukan saja di

ukur dari keberhasilan laju pertumbuhan produksi fisik untuk pangan, sandang

dan papan tetapi juga harus diukur dari kesempatan kerja yang berhasil diciptakan

oleh adanya pembangunan itu sendiri. Dengan menjadikan pembangunan manusia

sebagai titik sentral pembangunan nasional, maka diperlukan adanya perubahan

orientasi pembangunan dari orientasi pada output atau laju pertumbuhan kepada

(27)

16

Lokakarya tentang “Perluasan Kesempatan Kerja” berpendapat bahwa

kesempatan kerja yang merupakan kondisi dimana seorang penduduk dapat

melakukan kegiatan untuk memperoleh imbal jasa ataupun penghasilan dalam

jangka waktu tertentu. Menurut Mankiw edisi keenam tahun 2006, para pekerja

tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang paling

cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena ada ketidakcocokan yang mendasar

antara jumlah pekerja yang menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang

tersedia. Masalah Masalah Pokok Dalam Perluasan Kesempatan Kerja.

1. Oleh karena itu, kesempatan kerja yang dimiliki setiap individu semakin

kecil karena adanya kekurangan lapangan pekerjaan yang tersedia serta

semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk serta dengan kecilnya

lapangan pekerjaan yang ada makin ketat persaingan angkatan kerja

untuk memperoleh pekerjaan dalam pasar kerja. Mas Pertumbuhan

Angkatan Kerja

Pertumbuhan angkatan kerja merupakan penawaran dalam pasar kerja

lebih besar dari pada daya serap kesempatan yang tersedia. Pertumbuhan

angkatan kerja dalam Pelita I dan II diperkirakan menunjukan bahwa

pertumbuhan 1,5 kali dari kemampuan daya serap kesempatan kerja yang

tersedia.

2. Rendahnya Tingkat Produktivitas Angkatan Kerja

Rendahnya tingkat produktivitas pada umumnya dilatarbelakangi oleh

(28)

17

a. Rendahnya tingkat pendidikan, baik tingkat pendidikan umum,

kejuruan maupun keterampilan.

b. Rendahnya tingkat gizi masyarakat yang berakibat pula

rendahnya daya tahan terhadap penyakit.

c. Rendahnya tingkat teknologi dalam proses produksi yang dapat

dikuasai oleh tenaga kerja.

d. Tingginya tingkat absenssisme (bolos kerja) dan labor turnover

(pindah lapangan pekerjaan, bosan dalam suatu pekerjaan

tertentu).

e. Rendahnya tingkat pendapatan atau balas jasa bagi tenaga kerja,

sebagai pencerminan dari besarnya penawaran tenaga kerja

terhadap permintaan dalam pasar kerja.

3. Rendahnya tenaga beli masyarakat pada umumnya

Distribusi pendapatan kelompok masyarakat menunjukkan bahwa

80% dari penduduk Indonesia memperoleh tingkat pendapatan rata

rata per kapita di bawah pendapatan per kapita nasional (BPS 1976);

keadaan tersebut mengakibatkan rendahya tenaga beli masyarakat

terhadap produksi dalam negeri. Pasaran yang sempit untuk produksi

dalam negeri tersebut kemudian ditambah dengan masih rendahnya

daya saing terhadap produk import, mempersempit kemungkinan

perluasan kesempatan kerja di dalam negeri.

(29)

18

Belum adanya kebijaksanaan yang terpadu dan konsisten, diantaranya

dapat tercermin dalam :

a. Masalah perpajakan, upah, penetapan harga belum merupakan

unsur pendorong untuk para penanam modal dalam turut serta

memperluas kesempatan kerja.

b. Rendahnya mobilitas angkatan kerja, terutama sebagai akibat

masih kurangnya prasarana yang memungkinkan terhambatnya

mobilitas angkatan kerja.

c. Masalah penempatan bagi tenaga kerja asing, terutama terlihat

dari segi jangka waktu ijin menetap dan kemungkinan alih

teknologi bagi tenaga kerja Indonesia.

2.1.6 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja berhubungan dengan fungsi tingkat upah. Semakin

tinggi tingkat upah, maka semkain kecil permintaan pengusaha akan tenaga kerja.

Jadi dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi-rendahnya upah

yang berlaku dalam masyarakat, atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang

bersangkutan (Suroto, 1992).

Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan

jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk di tawarkan. Jumlah

satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada (1) besarnya penduduk, (2)

persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, (3) jam kerja

(30)

19

tergantung pada tingkat upah. Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya

permintaan dalam masyarakat. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja

atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan

permintaan tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga

kerjadipengaruhi oleh tingkat upah. Apabila tingkat upah naik maka jumlah

penawaran tenaga kerja akan meningkat. Sebaliknya jika tingkat upah meningkat

maka permintaan tenaga kerja akan menurun. Berikut Gambar 2.1 yang

menunjukkan adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga

kerja.

W

SL

We

0 Ne N

[image:30.595.200.410.358.524.2]

Sumber : Mulyadi Subri, 2003 Gambar 2.1

Kurva Keseimbangan Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja

Keterangan Gambar :

SL : Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL : Permintaan tenaga kerja (demand for labor) W : Upah riil

N : Jumlah tenaga kerja

Ne : Jumlah tenaga kerja yang diminta We : Tingkat Upah

(31)

20

Berdasarkan Gambar 2.1 diketahui bahwa jumlah orang yang menawarkan

tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta,

yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan

demikian titik-titik keseimbangan adalah titik E. Di sini tidak ada excess supply of

labor maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah keseimbangan We

maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang

yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat

upah We tersebut. Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan

kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran

tenaga kerja pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa:

1. Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja

(excess supply of labor).

2. Lebih besarnya permintaan dibanding penawaran terhadap tenaga kerja

(excess demand for labor).

2.1.7 Pendidikan Tenaga Kerja

Sistem pendidikan maupun latihan harus berorientasi kepada kebutuhan

pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan menuntut bukan saja keterampilan dan

keahlian tetapi juga sikap dan motivasi. Hal-hal ini membutuhkan penyesuaian

dan peningkatan mutu dari sistem pendidikan dan latihan yang ada. Investasi

pendidikan adalah salah satu modal yang ada pada tenaga kerja untuk mencari

pekerjaan pada pasar tenaga kerja.

Selain pendidikan tenaga kerja juga didukung oleh keahlian tersendiri

(32)

21

lainnya. Semakin berkurangnya kesempatan kerja menjadikan persaingan antar

angkatan kerja sangat ketat. Dari masalah ini menimbulkan pengangguran pada

angkatan kerja yang belum terserap di lapangan pekerjaan. Ketidakinginan hidup

menjadi penganggur ini berujung pada pemikiran untuk bekerja apa saja dengan

mengabaikan latar belakang pendidikan yang dimiliki dalam ketenagakerjaan

umumnya disebut dengan tenaga kerja mismatch.

Investasi dalam pendidikan memiliki hubungan dengan permintaan tenaga

kerja yang berpendidikan. Sehingga investasi dalam pendidikan merupakan syarat

awal untuk mendapatkan perolehan upah sesuai dengan pendidikan yang telah

ditamatkan. Selain itu pendidikan didukung oleh keahlian individu untuk

mendorong tenaga kerja mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kriterianya.

2.1.8 Upah Tenaga Kerja

Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk

uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau

buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja

atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau akan

dilakukan.

Dalam teori ekonomi, upah merupakan pembayaran atas jasa-jasa fisik

maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada pengusaha. Dengan

demikian dalam teori ekonomi tidak dibedakan di antara pembayaran kepada

(33)

22

Di dalam teori ekonomi kedua jenis pendapatan pekerja dinamakan upah. Ahli

ekonomi membedakan pengertian upah menjadi dua, yaitu upah uang dan upah

riil.Upah uang adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha

sebagai pembayaran ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja yang digunakan

dalam proses produksi.

Upah riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan

upah tersebut membeli barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan para pekerja (Sukirno, 2006). Sumarsosno (2003, dalam Fadliilah dan

Atmanti, 2012) menjelaskan bahwa tingkat upah akan mempengaruhi biaya

produksi. Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya produksi perusahaan,

selanjutnya akan meningkatkan harga per unit barang yang diproduksi. Konsumen

biasanya akan memberikan respon yang cepat apabila terjadi kenaikan harga

barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak mau membeli barang yang

bersangkutan.

Akibatnya banyak produk yang tidak terjual dan terpaksa produsen

menurunkan jumlah produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan

berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan, Penurunan jumlah tenaga kerja yang

dibutuhkan karena pengaruh turunnya skala produksi disebut dengan efek skala

produksi atau scale effect. Apabila tingkat upah naik (asumsi harga dari barang

modal lainnya tidak berubah) maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan

teknologi padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan kebutuhan

(34)

23

penggunaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena penggunaan mesin

disebut efek substitusi atau substitution effect.

Manning (1994:103) juga mendorong beberapa riset mengenai upah. Satu

diantaranya masalah perbedaan upah yang disebutnya sebagai subjek yang besar

dan penting, baik perbedaan upah antar tingkat pendidikan, antardaerah,

antargender maupun antarsektor. Dari sisi teori, studi penentuan upah terdapat

adanya dua perspektif teori, yaitu teori upah Neo Klasik (teori upah kompetitif)

dan teori upah nonkompetitif yang salah satunya adalah teori upah efisiensi.

Perbedaan dasar dua teori tersebut antara lain teori upah Neo Klasik

meramalkan harga (upah) bisa berbeda dalam jangka pendek tetapi dalam jangka

panjang pelaku ekonomi akan mendekati harga yang sama pada tingkat

keseimbangan. Sebaliknya, teori upah efisiensi meramalkan bahwa dalam jangka

panjang upah akan tetap berbeda-beda antar industri dan pengusaha tidak

berusaha untuk melakukan penyesuaian menuju kesamaan harga. Dalam

penentuan upah, pemerintah sangat berkepentingan dengan kebijakan

pengupahan, disatu pihak untuk tetap dapat menjamin standar kehidupan tenaga

kerja, meningkatkan produktivitas dan meningkatnya daya beli masyarakat.

Di lain pihak, kebijaksanaan pengupahan harus mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta mampu menahan laju

inflasi. Kenaikan upah harus diikuti dengan adanya kenaikan produktivitas karena

akan berdampak sulitnya pengusaha untuk memperluas usaha atau melakukan

investasi baru dan mempertahankan kondisi perusahaan. Disinilah perlu adanya

(35)

24

meningkatkan produktivitas tersebut. Investasi pendidikan tenaga kerja misalnya

kursus ataupun keahlian lainya yang dibutuhkan perusahaan akan menunjang

kinerja produktivitas lebih baik. Kondisi inilah memungkinkan kenaikan upah

dapat terjadi menyeimbangi investasi pendidikan yang dilakukan tenaga kerja

untuk perusahaan tersebut.

2.1.9 Jam Kerja Pada Tenaga Kerja

Berdasarkan hukum The Law Diminishing of return, dengan bertambahnya

jam kerja pada suatu titik akan menurunkan pendapatan. Keadaan ini sesuai

dengan kurva yang bersifat backward banding supply curve dimana pada jam

kerja (titik tertentu), pekerja tidak dapat lagi menambah jumlah jam kerja karena

pada titik ini pendapatan tidak akan bertambah (Polacheck dan Siebert, 1993:101).

Semakin tinggi jam kerja seseorang akan mengakibatkan pendapatan yang

diperoleh akan semakin menurun. Hal ini di sebabkan oleh sektor tertentu,

kelebihan jam kerja tidak diperhitungkan sebagai tambahan penghasilan bagi

pekerja. Keadaan ini menunjukan tenaga kerja belum dihargai dengan baik.

2.1.10 Usia Tenaga Kerja

Meningkatnya usia kerja diiringi dengan semakin meningkatnya posisi

atau jabatan yang berimplikasi pada semakin tinggi pendapatan yang diperoleh.

Usia meningkat biasanya akan meningkatkan pengalaman kerja dan dapat

meningkatkan pendapatan. Pada titik usia tertentu penghasilan mereka akan lebih

rendah dari penghasilan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Terdapat juga

(36)

25

memilih pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan mereka, ini dapat terjadi karena

kebutuhan ekonomi keluarga dan semakin menyempitnya lapangan pekerjaan.

Tenaga kerja akan lebih memilih bekerja dengan titik usia tertentu tanpa

memikirkan investasi pendidikan yang telah dilakukan dari pada menjadi seorang

pengangguran. Kesimpulannya kurangnya lapangan pekerjaan dan permintaan

upah yang tinggi para tenaga kerja terdidik mengakibatkan adanya kesenjangan

yang terjadi dipasar tenaga kerja.

2.1.11 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya

yang terkait tentang fenomena overeducation dan undereducation dalam pasar

kerja wanita. Beberapa penelitian tersebut antara lain :

1. Ratna Juwita (2011)

Judul : Analisis Pengaruh Undereducation Terhadap Pendapatan

Tenaga Kerja Sektoral Di Kota Palembang. Hasil penelitian sebagai

berikut :

a. Pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan. Hal

ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Becker (1993: 29)

serta Polachek dan Siebert bahwa jika pendidikan meningkat

maka penghasilan juga meningkat.

b. Usia mempengaruhi pendapatan secara positif. Meningkatnya

usia pekerja diiringi dengan semakin meningkatnya posisi atau

(37)

26

diperoleh. Usia meningkat biasanya akan meningkatkan

pengalaman kerja dan meningkatkan penghasilan.

c. Jam kerja memiliki koefisien negatif berarti semakin tinggi jam

kerja seseorang akan mengakibatkan pendapatan yang diperoleh

semakin menurun. Hal ini disebabkan pada sektor tertentu

kelebihan jam kerja tidak diperhitungkan sebagai tambahan

penghasilan bagi pekerja.

d. Koefisien jenis kelamin bernilai negatif menunjukan rata-rata

pendapatan laki-laki sama dengan rata-rata pendapatan

perempuan. Dengan demikian tidak terdapat diskriminasi antara

laki-laki dan perempuan, karena yang dinilai adalah hasil kerja

yang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan keahlian yang

dimiliki oleh tenaga kerja.

2. Wiko Saputra dan Junaidi (2011)

Judul : Fenomena Over Education dan under Education dalam pasar

kerja wanita di Sumatera Barat. Hasil penelitian sebagai berikut :

Secara deskriptif hasil penelitian yaitu terdapat fenomena

overeducation dan undereducation dalam pasar kerja wanita bila

dilihat dari posisi pekerjaan utama, yaitu tenaga kerja bagian produksi

dan tenaga kerja bagian penjualan. Pada dua posisi terdapat 100

persen gejala tersebut. Posisi yang sedikit mengalami fenomena

overeducation dan undereducation adalah tenaga kerja profesional,

(38)

27

Dari hasil uji regresi, terdapat pengaruh pendapatan/upah terhadap

fenomena overeducation dan undereducation dalam pasar kerja

wanita di Sumatera Barat ditunjukan dari tiga aspek, yaitu :

a. Over education diinterpretasikan sebagai penunjuk atau bukti

adanya penurunan dari tingkat pengambilan secara ekonomis

(economic return) di bidang pendidikan. Economic return di

pendidikan lebih tinggi menurun secara relatif terhadap

pendidikan yang rendah.

b. Over education diasosiasikan dengan terjadinya credential

education yaitu penelitian lebih dari masyarakat terhadap suatu

jenis pendidikan yang tidak terkait dengan peningkatan keahlian

yang dibutuhkan oleh suatu lapangan dan jenis pekerjaan

tertentu.

c. Over education merupakan salah satu indikator adanya

occupational mismatch atau adanya pekerja yang tidak

memperoleh pekerjaan yang dapat memaksimalkan tingkat

pendidikan dan keahlian yang dimilikinya.

3. Chun - Hung A. Lin dan Chun-Hsuan Wang (2005)

Judul : The Incidence and Wage Effects Of Overeducation: The Case

Of Taiwan. Hasil penelitian sebagai berikut : Semua pengamatan

dibagi menjadi empat kelompok dalam analisis empiris kami: lulusan

universitas dengan gelar sarjana atau tingkat pendidikan yang lebih

(39)

28

tinggi (perguruan tinggi junior, dengan 14 tahun pendidikan), Senior

lulusan SMA (dengan 12 tahun pendidikan) dan SMP atau lulusan

sekolah dasar (dengan 9 tahun pendidikan atau kurang). Sebuah

analisis durasi digunakan untuk menganalisis data yang terkait dengan

durasi pengangguran untuk masing-masing kelompok.

Dengan beberapa pengamatan yang terjadi selama periode

pengangguran, yang disurvei jangka waktu pengangguran mereka

dianggap benar disensor, sehingga kita mempekerjakan model regresi

disensor dengan distribusi log normal untuk memperkirakan efek dari

kelebihan pendidikan durasi pengangguran. Sebuah variabel untuk

menunjukkan apakah durasi pengangguran 'tidak disensor' (0), kiri

disensor '(1), atau' benar-disensor '(1) diciptakan untuk model. Regresi

kami juga dianggap karakteristik individu sosial ekonomi, industri dan

pendudukan kategori dan tingkat pertumbuhan ekonomi makro selama

periode data.

Untuk mengakomodasi kemungkinan bahwa data pengangguran di

sampel kami mungkin ditandai dengan dalam kelompok (yaitu, tren

waktu dan tempat kerja) korelasi serial, kami memperkirakan model

disensor menggunakan 230 cluster, yang dibuat menggunakan 10

tahun dan 23 kabupaten.

Dibandingkan dengan pekerja tepat berpendidikan, menunjukkan

bahwa pekerja lebih terdidik harus bertahan pengangguran untuk

(40)

29

lebih tinggi. Mereka yang lulus dari perguruan tinggi junior yang

menganggur untuk jangka waktu lama 52,01%. Undereducation juga

berkorelasi positif dengan durasi pengangguran, akuntansi untuk

59,99% dan 69,21% dari pekerja yang lulus dari sekolah SMA dan

SMP atau SD, masing-masing.

2.2 Kerangka Konseptual

[image:40.595.133.482.312.598.2]

Kerangka konseptual penelitian dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Tingkat pendidikan (X1)

Gaji (X2)

Jam Kerja (X3)

Usia (X4)

Overeducation dalam pasar kerja wanita (Y)

Tingkat pendidikan (X1)

Gaji (X2)

Jam Kerja (X3)

Usia (X4)

(41)

30 2.3 Hipotesis

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap overeducation dan

undereducation dalam pasar kerja wanita.

2. Terdapat pengaruh gaji terhadap overeducation dan undereducation

dalam pasar kerja wanita.

3. Terdapat pengaruh jam kerja terhadap overeducation dan

undereducation dalam pasar kerja wanita.

4. Terdapat pengaruh usia terhadap overeducation dan undereducation

(42)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif.

Penelitian deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk membuat

deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat

populasi daerah tertentu Dirjen Dikti, 1981 (dalam Suryana, 2010). Penelitian ini

mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi overeducation dan

undereducation dalam pasar kerja wanita di Kota Medan, maka data yang

digunakan adalah data kuantitatif atau data primer yang diperoleh langsung dari

objek penelitian.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dan memfokuskan pada

masyarakat yang berumur 15 tahun keatas dan yang sedang bekerja dalam suatu

pekerjaan formal. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai

dengan Oktober 2015.

3.3 Definisi Operasional

1. Overeducation dan undereducation dalam pasar kerja wanita.

Merupakan kesenjangan antara pendidikan tenaga kerja dengan pendidikan

yang dibutuhkan oleh perusahaan yang kemungkinan dapat terjadi pada

tenaga kerja wanita dalam pasar kerja. Di ukur dengan satuan,

(43)

32

rata pendidikan. Undereducation, pendidikan pekerja yang bekerja di

lapangan usaha < rata rata pendidikan.

2. Tingkat pendidikan

Menyatakan waktu yang ditempuh dalam menyelesaikan pendidikan

dengan tingkat pendidikan SD, SMP, SMA, D3, UNIVERSITAS.

Indikator jenjang pendidikan dinyatakan dalam SD = 6, SMP = 9, SMA

=12, D3= 15, S1= 16. Diukur dalam satuan tahun.

3. Gaji

Merupakan penghasilan yang di dapat dalam suatu pekerjaan dalam satu

bulan, diukur dengan satuan rupiah.

4. Jam Kerja

Merupakan lamanya suatu tenaga kerja wanita bekerja dalam perusahaan.

Di ukur dengan satuan jam.

5. Usia

Merupakan umur tenaga kerja wanita yang produktif dalam pasar kerja. Di

ukur dengan satuan tahun.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1 Populasi

Menurut Teguh (2005), populasi menunjukkan keadaan dan jumlah

objek penelitian secara keseluruhan yang memiliki karakteristik

tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja wanita

dalam kisaran umur 15 tahun ke atas yang telah bekerja di Kota Medan

(44)

33 3.4.2 Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi tertentu yang menjadi

perhatian (Suharyadi dan Purwanto, 2008:12). Untuk menentukan

ukuran sampel dari populasi dengan menggunakan formula Slovin,

1960 (dalam Consuelo et al., 2007), dengan rumus :

n = �

1+��2

Keterangan :

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = nilai kritis yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian

karena kesalahan pengambilan sampel populasi.

Berdasarkan rumus di atas ditentukan besarnya populasi dengan batas

kesalahan adalah 10%.

n = 373.755

1+373.755(10 %)2

n = 99,973

(45)

34 3.4.3 Tekhnik pengambilan sampel

Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini :

Purposive sampling atau judgmental sampling merupakan penarikan

sampel yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang

diterapkan peneliti.

3.5 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau

objek yang diteliti atau ada hubungannya dengan objek yang diteliti.

Wawancara langsung dengan kuesioner yang ditanyakan kepada tenaga

kerja wanita yang telah bekerja dengan umur 15 tahun keatas di Kota

Medan. Data primer yang akan dikumpulkan meliputi data tentang usia,

tingkat pendidikan, upah, jam kerja untuk mengetahui adanya gejala

overeducation dan undereducation dalam pasar kerja wanita di Kota

Medan.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari

instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik Kota Medan. Data yang

dikumpulkan untuk penelitian ini berupa data tentang kependudukan,

ketenagakerjaan, pendidikan serta kumpulan data statistik terkait yang

lainnya. Untuk lebih melengkapi pemaparan hasil penelitian, digunakan

rujukan dan referensi lainnya yang relevan, misalnya dari laporan hasil

(46)

35 3.6 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode:

1. Metode Kuesioner

Menurut Murni Daulay, kuesioner adalah usaha mengumpulkan

informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk

dijawab secara tertulis oleh responden.

2. Metode Library Research (Penelitian Studi Pustaka)

Cara pengumpulan data baik kuantitatif maupun kualitatif melalui

sumber-sumber seperti jurnal-jurnal, buku-buku ilmiah, website, dan

penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

3.7 Teknik Analisis Data 3.7.1 Alat Analisis Data

Alat analisis data yang digunakan dalam menganalisis data penelitian yaitu :

1. Dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and

Service Solution).

2. Analisis Regresi Linier Berganda, adalah analisis asosiasi yang

digunakan secara bersamaan untuk meneliti pengaruh dua atau

lebih variabel bebas terhadap satu variabel tergantung dengan skala

(47)

36

Y = b0 + b1X1 + b2X2+ b3X3 + b4X4 + e

Keterangan :

Y = Overeducation dan Undereducation Dalam Pasar

Kerja Wanita

B0 = Intersep/ Konstanta

B1,B2,B3,B4 = Koefisien Regresi

X1 = Tingkat Pendidikan (Tahun)

X2 = Upah (Rupiah)

X3 = Jam Kerja (jam)

X4 = Umur (tahun)

e = variabel pengganggu

3.7.2 Metode Analisis Data 1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien

determinasi adalah diantara nol atau satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan

variable-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen

terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

(48)

37 1. Uji signifikan simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel bebas (X) yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel terikat (Y). Dengan langkah pengujian :

a. H0 : b1 = 0, artinya suatu variabel bebas bukan merupakan variabel

penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.

b. Ha : b1 ≠ 0, artinya suatu variabel bebas merupakan variabel penjelas

yang signifikan terhadap variabel terikat.

Kriteria dalam pengambilan keputusan:

H0 diterima jika Fhitung < Ftabel pada α = 5%

Ha diterima jika Fhitung > Ftabel pada α = 5%

Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan 95% adalah H0

diterima jika Fhitung < Fα dan H0 ditolak jika Fhitung > Fα.

Dimana :

R2 = Koefisien korelasi berganda

K = Banyaknya variabel

(49)

38 2. Uji Signifikan Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh satu variabel penjelas secara

individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.

Dengan langkah pengujian :

a. H0 : b1 = 0

Artinya: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan dari

variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

b. Ha : b1 ≠ 0

Artinya: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari

variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

Kriteria pengambilan keputusan pada penelitian ini menggunakan α = 5% dan

derajat kebebasan (n-k), kemudian dibandingkan dengan thitung.

Ho diterima: thitung < ttabel

(tidak ada pengaruh yang nyata antara X1, X2, X3, X4dan Y).

Ha diterima: thitung > ttabel

(ada pengaruh yang nyata antara X1, X2X3, X4dan Y).

�ℎ����� = r�(n−2)

√1− �2

Dimana :

r : koefisien korelasi

(50)

39 3. Uji Asumsi Klasik

Menurut Alfigari, model regresi yang diperoleh dari metode kuadratter

kecil biasa (Ordinary Least Square OLS) merupakan metode regresi yang

menghasilkan estimator linier tidak bias (Best Linier Unbias Estimator /BLUE).

Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi,yang disebut asumsi klasik,

sebagai berikut:

a. Multikolenniaritas, artinya antar variabel independen yang satu dengan

independen yang lainnya dalam model regresi tidak saling berhubungan

secara sempurna. Menurut Rahayu (2004), umumnya multikoleniaritas

dapat diketahui dari nilai dari Variance Inflation Factor (VIF) atau

tolerance value. Batas tolerance value adalah 10. Apabila hasil analisis

menunjukkan nilai VIF dibawah nilai 10 dan tolerance value diatas nilai

0,10 maka tidak terjadi multikoleniaritas sehingga model reliable sebagai

dasar analisis.

b. Heteroskedastisitas, artinya varians semua variabel adalah konstan (sama).

Heteroskedastisitas dilakukan untuk mengamati ada tidaknya perubahan

varian residu dari satu sampel ke sampel yang lain. Deteksi adanya

Heteroskedastisitas dengan melihat kurva Heteroskedastisitas atau

diagram pencar (chart), dengan dasar pemikiran sebagai berikut :

1)Jika titik-titik terikat menyebar secara acak membentuk pola tertentu

yang beraturan (bergelombang), melebar kemudian menyempit maka

(51)

40

2)Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar baik di bawah

atau di atas 0 ada sumbu Y maka hal ini tidak terjadi

(52)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Kota Medan terletak antara 3º 27´ - 3º 47´ Lintang Utara dan 98º 35´ - 98º

44´ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut dengan

luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 atau 0,37 persen dari total luas

daratan Provinsi sumatera Utara. Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli

serdang di sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur.

4.1.2 Kependudukan

Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada

adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya

tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan

dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana

penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya. Pada tahun 2013,

penduduk Kota Medan mencapai 2.135.516 jiwa. Dibanding hasil proyeksi 2013,

terjadi pertambahan penduduk sebesar 12.712 jiwa (0,6%). Dengan luas wilayah

mencapai 265,10 km², kepadatan penduduk mencapai 8.055 jiwa/km². Adapun

jumlah penduduk berdasarkan Kecamatan dan jenis kelamin Kota Medan dapat

(53)
[image:53.595.134.507.167.507.2]

42 Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin Kota Medan Tahun 2013

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Medan Tuntungan 40.97 42.437 82.534

2 Medan Johor 62.331 64.336 126.667

3 Medan Amplas 57.918 59.004 116.922

4 Medan Denai 71.750 71.100 142.850

5 Medan Area 48.054 49.200 97.254

6 Medan Kota 35.422 37.700 73.122

7 Medan Maimun 19.524 20.379 39.903

8 Medan Polonia 26.460 27.413 53.873

9 Medan Baru 17.667 22.150 39.817

10 Medan Selayang 49.525 51.532 101.057

11 Medan Sunggal 55.717 57.927 113.644

12 Medan Helvetia 71.586 74.805 146.391

13 Medan Petisah 29.526 32.701 62.227

14 Medan Barat 34.931 36.406 71.337

15 Medan Timur 52.906 56.539 109.445

16 Medan Perjuangan 45.405 48.683 94.088

17 Medan Tembung 65.761 68.882 134.643

18 Medan Deli 86.937 85.014 171.951

19 Medan Labuhan 57.635 55.679 113.314

20 Medan Marelan 75.066 73.131 148.197

21 Medan Belawan 49.175 47.105 96.280

Jumlah 1.053.393 1.082.123 2.135.516 Sumber : BPS Kota Medan 2013 (diolah)

Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kota Medan jika

dilihat dari jenis kelamin, Kecamatan Medan Deli yang padat penduduknya

mencapai 86.937 jiwa laki-laki dan 85.014 jiwa perempuan. Beberapa kecamatan

di Kota Medan setara dengan kepadatan penduduknya di Kecamatan Medan Deli

seperti Medan Marelan mencapai 75.066 jiwa laki-laki dan 73.131 jiwa

perempuan, Medan Helvetia mencapai 71.586 jiwa laki-laki dan 74.805

perempuan, Medan Denai mencapai 71.750 laki-laki dan 71.7100 perempuan,

(54)

43

mencapai 62.331 jiwa laki-laki dan 64.336 perempuan, Medan Amplas mencapai

57.918 jiwa laki-laki dan 59.004 jiwa perempuan, Medan Sunggal mencapai

55.717 jiwa laki-laki dan 57.927 jiwa perempuan, Medan Labuhan mencapai

57.635 jiwa laki-laki dan 55.679 jiwa perempuan, Medan Timur mencapai 52.906

jiwa laki-laki dan 56.539 jiwa perempuan dan selanjutnya Medan Selayang

mencapai 49.525 jiwa laki-laki dan 51.532 jiwa perempuan.

4.1.3 Ketenagakerjaan

Berdasarkan data dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, sebanyak

159 pencari kerja pada tahun 2013 menyampaikan permohonan izin untuk

menjadi tenaga kerja asing. Lapangan usaha jasa kemasyarakatan, sosial dan

perorangan merupakan yang paling diminati. Jumlah pencari kerja secara

keseluruhan sebesar 8.273 orang dengan status sudah dipenuhi sebesar 605 orang.

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pencari kerja di Kota Medan paling

banyak adalah sarjana.

4.2 Karakteristik Responden

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 responden. Dengan

karakteristik responden yang berkaitan dengan fenomena overeducation dan

undereducation dalam pasar kerja wanita di kota medan, meliputi : tingkat

pendidikan, gaji, jam kerja dan usia.

4.2.1 Responden Menurut Tingkat Penddikan

Pendidikan adalah salah satu faktor yang paling penting dalam mencari

pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar pula

(55)
[image:55.595.129.514.168.270.2]

44 Tabel 4.2

Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan Di Kota Medan Tahun 2015

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase

SMA 27 27%

DIPLOMA 45 45%

SARJANA 28 28%

Jumlah 100 100%

Sumber: hasil penelitian, Agustus (2015)

Menurut tabel 4.2 menunjukkan responden berpendidikan diploma yang

paling tinggi di dominasi sebesar 45%. Diikuti oleh responden yang

berpendidikan sarjana sebesar 28%. Sementara responden yang paling sedikit

adalah yang berpendidikan SMA hanya sebesar 27%.

4.2.2 Responden Menurut Gaji

Gaji merupakan upah yang diberikan kepada tenaga kerja setiap bulannya.

Maka dari itu gaji merupakan salah satu hal penting yang menjadi pertimbangan

untuk memasuki pasar kerja.

Tabel 4.3

Jumlah Responden Menurut Gaji Di Kota Medan Tahun 2015

Gaji Jumlah Responden Persentase

Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 32 32%

Rp. 2.000.000 – Rp. 3.000.000 39 39%

Rp. 3.000.000 – Rp. 4.000.000 16 16%

Rp. 4.000.000 – Rp. 5.000.000 13 13%

Jumlah 100 100%

[image:55.595.121.518.588.691.2]
(56)

45

Pada tabel 4.3 dapat terlihat responden dengan gaji sebesar Rp. 2.000.000

– Rp. 3.000.000 memiliki persentase yang lebih dominan yaitu 39% dan

responden yang memiliki gaji sebesar Rp. 4.000.000 – Rp. 5.000.000 memiliki

persentase terendah dari jumlah responden yang diambil, yaitu sebesar 13%.

4.2.3 Responden Menurut Jam Kerja

Jam kerja merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan bagi

tenaga kerja wanita yang memiliki peran ganda dalam rumah tangga untuk

[image:56.595.123.519.390.495.2]

memasuki pasar kerja.

Tabel 4.4

Jumlah Responden Menurut Jam Kerja Di Kota Medan Tahun 2015

Jam kerja Jumlah Responden Persentase

5 3 3%

7 12 12%

8 59 59%

9 15 15%

10 11 11%

Jumlah 100 100%

Sumber: hasil penelitian, Agustus (2015)

Dalam tabel 4.4 responden dengan jam kerja 8 jam mendominasi paling

tinggi jumlah persentase, yaitu : 59% dan responden dengan jam kerja 5 jam

memiliki persentase paling rendah dari jumlah responden, yaitu 3%.

4.2.4 Responden Menurut Usia

Usia seseorang merupakan salah satu menjadi tolak ukur dan pertimbangan

tenaga kerja dalam memasuki pasar kerja serta menunjukan kemampuan dan

(57)
[image:57.595.123.520.168.267.2]

46 Tabel 4.5

Jumlah Responden Menurut Usia Di Kota Medan Tahun 2015

Usia Jumlah Responden Persentase

18 – 22 22 22%

23 – 27 40 40%

28 – 32 17 17%

33 – 37 5 5%

38 – 57 16 16%

Sumber: hasil penelitian, Agustus (2015)

Berdasarkan tabel 4.5 dapat terlihat usia dengan range 33 – 37 memiliki

persentase yang paling rendah yaitu 5% dan usia 23 -27 memiliki persentase

paling tinggi yaitu 40% dari jumlah responden.

4.2.5 Responden Menur

Gambar

Tabel 1.1 Penduduk Kota Medan berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja menurut pendidikan tertinggi yang di tamatkan dan jenis kelamin tahun 2013
Tabel 1.2 Persentase Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Sumatera Utara Tahun 2008-2013
Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Permintaan Dan Penawaran
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat kurangnya kadar hormon insulin dalam

and effective method, K-means unsupervised classification method, is adopted to perform training process and the class clustering centers are determined for each class. In the

DPA- SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program

DPA- SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program

Jadi, yang dimaksud dengan Bluetooth secara umum adalah sebuah teknologi komunikasi wireless (tanpa kabel) yang beroperasi dalam pita frekuensi 2,4 GHz unlicensed ISM

Sleman Nomor 38.1 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati. Sleman Nomor 21 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah

Data Direction Register port D (DDRD) harus disetting terlebih dahulu sebelum Port D digunakan. Bit-bit DDRD diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port D yang

Tujuan penelitian ini yaitu (1) Untuk mengetahui efektivitas metode permainan dengan pendekatan konstruktivisme terhadap prestasi belajar matematika siswa materi