• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi dan Uji Kestabilan Warna Pigmen Antosianin dari Bunga Telang (Clitoria Ternatea L.) sebagai Bahan Pewarna Makanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi dan Uji Kestabilan Warna Pigmen Antosianin dari Bunga Telang (Clitoria Ternatea L.) sebagai Bahan Pewarna Makanan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI DAN UJI KESTABILAN WARNA PIGMEN ANTOSIANIN

DARI BUNGA TELANG (CLITORIA TERNATEA L.) SEBAGAI BAHAN

PEWARNA MAKANAN

Ir.Endang Mastuti*, Godeliva Fristianingrum

1

, Yohanes Andika

2

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta, Telp/Fax (0271) 632112

Email : godeliva_fristianingrum@yahoo.com

Abstrak

Bunga telang (Clitoria terna tea L.) sering dijumpai di lingkungan kita. Di dalamnya terkandung pigmen antosianin yang larut dalam air. Untuk mendapa tkan ekstrak zat warna antosianin tersebut, perlu dilakukan ekstraksi. Penelitian ini bertujuan mendapatkan waktu dan kecepatan pengadukan optimum agar proses ekstraksi berjalan maksimal. Selain itu, ekstrak zat warna yang memiliki nilai absorbansi tertinggi akan diuji kestabilannya dalam pengaruh kondisi penyimpanan, pH, penyinaran matahari, dan suhu pemanasan. Dalam percobaan ini digunakan suhu 60°C, karena di atas suhu itu zat warna akan mengalami denaturasi. Diperoleh hasil waktu optimum ekstraksi adala h 2,5 jam dan kecepatan pengadukan optimum 500 rpm. Ekstrak ini diuji kestabilannya dalam empat variabel. Pada pengaruh kondisi penyimpanan, ekstrak akan mengalami perubahan intensitas warna paling besar pada kondisi ruang (28°C) da ripada suhu dingin (6°C). Ditandai dengan penurunan nilai absorbansi yang lebih besar. Pada pengaruh pH, terjadi perubahan intensitas warna seiring dengan berubahnya pH. Pada pengaruh penyinaran matahari, semakin lama ekstrak terpapar sinar kestabilannya akan turun, ditandai dengan nilai absorbansi yang menurun. Pada pengaruh suhu pemanasan, makin tinggi suhu pemanasan makin turun nilai absorbansi ekstrak. Nilai absorbansi yang turun menandakan ekstrak tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Pada penelitian ini digunakan pewarna sintetis untuk membandingkan tingkat stabilitasnya dengan ekstrak bunga telang. Hasilnya, pewarna sintetis memiliki kestabilan pada semua variabel yang diujikan. Ditunjukkan dengan nilai absorbansi yang cenderung konstan.

Keywords : bunga telang , pigmen a ntosianin, ekstraksi.

Pendahuluan

Industri kecil makanan di Indonesia makin lama makin menjamur. Mulai dari kue, ketan, dan makanan lainnya. Hampir semua makanan menggunakan zat pewarna untuk memberi efek cerah padanya. Tidak semua pewarna dapat aman dikonsumsi tubuh kita. Ada yang menggunakan pewarna sintetik bahkan pewarna tekstil sebagai pewarna makanan. Dalam peraturan menteri kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/Menkes/Per/IX/88) sudah dijelaskan penggunaan pewarna makanan sebagai bahan tambahan makanan dan pewarna yang dilarang dalam industri makanan.

Di Indonesia, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan, misalnya zat warna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Pewarna sintetik dibuat dengan proses kimia yang bertahap sehingga menjadikannya lebih stabil (Winarno, 2002).

Masyarakat terbiasa dengan pewarna makanan yang umum, misalnya daun suji, pandan, kesumba, bunga Rosella, dan pewarna jamak lainnya. (Hanum, 2000). Bunga telang (Clitoria ternatea L ) termasuk dalam suku Papilionaceae atau Febaceae (polong-polongan). Bunga ini memiliki nama yang beraneka ragam pada setiap daerah di Indonesia, seperti di daerah Sumatera disebut bunga biru, bunga kelentit, bunga telang, di Jawa disebut kembang teleng, menteleng, di Sulawesi disebut bunga talang, bunga temen raleng, dan di Maluku disebut bisi, seyamagulele (Dalimartha, 2008).

(2)

Kandungan kimia yang terdapat pada mahkota bunga telang berdasarkan penelitian Kazuma (2003) : Tabel 1. Kadar Senyawa Aktif Mahkota Bunga Telang

Senyawa Konsentrasi (mmol/ mg bunga)

Flavonoid Antosianin Flavonol glikosida Kaempferol glikosida Quersetin glikosida Mirisetin glikosida

20.07 ± 0.55 5.40 ± 0.23 14.66 ± 0.33 12.71 ± 0.46 1.92 ± 0.12 0.04 ± 0.01

Gambar 1. Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)

Antosianin yang terkandung dalam bunga telang akan dilakukan ekstraksi pada variabel waktu dan kecepatan pengadukan optimum. Ana Zussiva (2012) sudah pernah melakukan penelitian ini dan diperoleh suhu 600C sebagai suhu optimum ekstraksi. Suhu inilah yang akan dijadikan suhu ekstraksi dalam penelitian ini. Ekstrak yang memiliki nilai absorbansi tertinggi akan diuji kestabilannya dalam empat jenis pengaruh, yaitu kondisi penyimpanan, pH, paparan sinar matahari, dan suhu pemanasan. Ditemukan pengaruh terhadap ekstrak dalam bentuk penurunan nilai absorbansi dan perubahan intensitas warna. Digunakan pula pewarna sintetis untuk membandingkan tingkat kestabilannya dengan zat warna alami.

Metodologi Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahkota bunga telang dan akuades. Sedangkan, bahan pendukungnya adalah pewarna sintetis warna biru berlian, asam sitrat anhidrat, dan natrium sitrat anhidrat. Bahan pembantu ini digunakan dalam uji kestabilan.

Gambar 2. Rangkaian Alat Ekstraksi

Cara kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Persiapan sampel

Sampel bunga telang dalam kondisi basah disortasi/dipilih yang masih baik/utuh kemudian dipotong-potong . 2. Analisa kadar air

a. Memanaskan cawan porselin dalam oven selama 1 jam.

b. Mendinginkan cawan porselin dalam desikator, kemudian memasukkan sampel sebanyak 3 gram ke dalam cawan porselin dan menimbangnya.

c. Memanaskan sampel dalam oven bersuhu 550C selama 2 – 3 jam, mendinginkan dalam desikator kemudian menimbang sehingga didapat berat konstan.

Kadar Air = x100% C

B

A

Dimana :

(3)

C = Berat sampel

3. Percobaan menentukan waktu proses ekstraksi untuk mendapatkan hasil optimum dari pengukuran nilai absorbansi tertinggi. Suhu operasi yang dipakai 600C dan perbandingan bahan dengan pelarut 3:100 = 6 gram : 200 mL (dari penelitian yang telah dilakukan Zussiva, 2012)

a. Mengambil bunga telang sebanyak 6 gram dan memasukkan ke dalam labu leher tiga. b. Mengambil 200 ml aquadest dan memasukkan kedalam labu leher tiga.

c. Mengatur pengadukan dengan kecepatan 200 rpm dan menjalankan proses ekstraksi pada suhu 600C.

d. Mengambil sampel 5 ml hasil ekstraksi pada variasi waktu 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit..

e. Mengukur nilai absorbansi hasil yang diperoleh dari masing-masing proses ekstraksi pada kondisi yang berbeda.

4. Percobaan menentukan putaran pengadukan proses ekstraksi untuk mendapatkan hasil optimum dari pengukuran nilai absorbansi tertinggi.

a. Mengambil bunga telang sebanyak 6 gram dan memasukkan ke dalam labu leher tiga. b. Mengambil 200 ml aquadest dan memasukkan kedalam labu leher tiga.

c. Mengatur pengadukan dengan kecepatan 200 rpm dan menjalankan proses ekstraksi pada suhu 600C . d. Melakukan proses ekstraksi yang sama dari langkah a-c untuk variasi kecepatan pengadukan 300 rpm, 400

rpm, 500 rpm.

e. Mengukur nilai absorbansi hasil yang diperoleh dari masing-masing proses ekstraksi pada kondisi yang berbeda.

5. Analisis Kestabilan

Pengukuran absorbansi terhadap filtrat pigmen hasil proses yang menghasilkan nilai absorbansi tertinggi, menggunakan Spektronik 21 D dengan panjang gelombang antara 574 nm.

a. Pengaruh suhu penyimpanan

1. Sampel disimpan pada suhu ruang (280C) dan suhu kulkas (60C) dalam rentang waktu 1 hari sampai 5 hari 2. Mengukur absorbansi dari larutan sampel.

3. Melakukan langkah yang sama untuk pewarna sintetik b. Pengaruh pH

1. Mengambil dan memasukkan 1 mL sampel ke dalam erlenmeyer dan menambahkan 9 mL larutan buffer sitrat untuk pH 3.

2. Melakukan langkah nomor 1 dengan larutan buffer sitrat untuk pH 4, pH 5 dan pH 6 3. Mengukur absorbansi sampel.

4. Melakukan langkah yang sama dari 1-3 untuk pewarna sintetik. c. Pengaruh sinar matahari

1. Mengambil dan memasukkan 1 mL sampel ke dalam Erlenmeyer dan menambahkan aquadest 9 mL. 2. Memasukkan ke dalam tabung reaksi.

3. Menjemur dibawah sinar matahari selama 4 jam (12.00-16.00) . 4. Mengukur absorbansi sampel setiap 1 jam.

5. Melakukan langkah yang sama untuk pewarna sintetik. d. Pengaruh suhu pemanasan

1. Mengambil dan memasukkan 1 mL sampel ke dalam erlenmeyer dan menambahkan aquadest sebanyak 9 mL.

2.Memanaskan sampel pada suhu 400C dengan menggunakan waterbath selama 30 menit. 3.Mengukur absorbansi sampel.

4. Melakukan langkah yang sama dari 1-3 dengan variasi suhu 550C, 700C, 850C. 5. Melakukan langkah yang sama dari untuk pewarna sintetik.

Hasil dan Pembahasan 1. Analisis kadar air

(4)

2. Ektraksi Bunga Telang untuk memperoleh waktu dan kecepatan pengadukan optimum

Tabel 2 Hasil Absorbansi Zat Warna Bunga Telang dengan Variasi Waktu dan Kecepatan Pengadukan

Gambar 3 Hubungan antara Hasil Absorbansi Zat Warna Bunga Telang pada Variasi Waktu dan Kecepatan

Pengadukan

Dari gambar 3, dapat disimpulkan bahwa nilai absorbansi ekstrak meningkat seiring dengan bertambahnya waktu dan kecepatan pengadukan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Zussiva et al, 2012) yang telah melakukan ekstraksi bunga telang dengan variasi waktu dan rasio bahan dan pelarut. Digunakan variasi waktu 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, dan 75 menit. Diperoleh kecenderungan nilai absorbansi yang paling tinggi pada waktu 75 menit. Pada penelitian ini, waktu yang dipilih hanyalah sampai 150 menit. Ini disebabkan selisih absorbansi pada waktu 120 menit dan 150 menit sangat kecil dan tidak terlalu signifikan kenaikannya, sehingga dianggap ekstrak telah terlarut sempurna dalam aquades.

3. Analisa Kestabilan

Ekstrak yang diperoleh pada waktu ekstraksi 150 menit dan kecepatan pengadukan 500 rpm digunakan sebagai sampel untuk diuji kestabilannya terhadap berbagai variabel. Ekstrak ini akan diuji kestabilannya dalam 4 kondisi, yaitu:

a. Pengaruh Kondisi Penyimpanan

Ekstrak zat warna alami dan pewarna sintetis dimasukkan ke dalam ruangan tertutup dan gelap, serta di dalam lemari es/ kulkas. Suhu ruangan dan suhu kulkas masing-masing adalah 28°C dan 6°C. Setiap hari, selama 5 hari berturut-turut, dilakukan pengamatan terhadap intensitas warna dan nilai absorbansinya. Diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 3 Hasil Pengujian Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami pada Suhu Kamar dan Suhu Kulkas

Hari

Ekstrak Zat Warna Alami

Suhu Kamar (28°C) Suhu Kulkas (6°C)

Warna Abs. Warna Abs.

1 ungu kebiruan 0,277 biru muda 0,210

2 ungu 0,272 biru muda 0,198

3 biru 0,260 biru muda 0,205

4 biru muda 0,226 biru muda 0,193 5 biru muda 0,207 biru muda 0,186

Tabel 4 Hasil Pengujian Absorbansi Zat Warna Sintetis pada Suhu Kamar dan Suhu Kulkas

Hari

Zat Warna Sintetis

Suhu Kamar (28°C) Suhu Kulkas (6°C)

Warna Abs. Warna Abs.

1 biru muda 0,213 biru muda 0,210

2 biru muda 0,207 biru muda 0,212

3 biru muda 0,207 biru muda 0,207

4 biru muda 0,205 biru muda 0,205

Waktu (menit)

Kecepatan Pengadukan

200 rpm 300 rpm 400 rpm 500 rpm

30 0,083 0,089 0,137 0,191

60 0,110 0,132 0,183 0,274

90 0,133 0,148 0,221 0,310

(5)

Gambar 4 Hubungan Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami terhadap Pengaruh Suhu Kamar dan Suhu Kulkas

Gambar 5 Hubungan Absorbansi Zat Warna Sintetis terhadap Pengaruh Suhu Kamar dan Suhu Kulkas Dari hasil tersebut, terlihat bahwa intensitas warna ekstrak yang disimpan di lemari es tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sebaliknya, ekstrak yang disimpan dalam suhu kamar dari hari ke hari intensitas warnanya semakin berkurang. Penurunan absorbansi terbesar terjadi pada saat ekstrak disimpan dalam suhu kamar. Penyimpanan di suhu kulkas menyebabkan penurunan absorbansi yang tidak terlalu besar. Hasil yang sama juga didapat Zussiva (2012) yang melakukan ekstraksi pada bunga telang dengan suhu penyimpanan kamar (300C) dan refrigerator (100C). Penurunan absorbansi terbesar adalah saat ekstrak disimpan dalam suhu kamar. Lydia et al. (2001) yang meneliti pengaruh kondisi penyimpanan terhadap intensitas warna ekstrak kulit buah rambutan juga mendapatkan hasil yang sama. Ekstrak yang disimpan pada suhu kamar dan kondisi gelap menghasilkan penurunan ekstrak warna sebesar 41% bila dibandingkan dengan ekstrak yang disimpan pada suhu dingin (15°C). Mc Lellan et al (1979) juga telah meneliti penyimpanan antosianin pada suhu 1,6°C, 18,3°C, dan 37,2°C, bahwa yang paling baik adalah penyimpanan pada suhu 1,6°C. Perubahan intensitas warna disebabkan oleh reaksi kopigmentasi dan diduga ekstrak masih negandung enzim polifenolase (Lydia et al, 2001).Enzim polifenolase mengoksidasi senyawa fenolik menjadi o-benzoquinon yang kemudian dapat mengalami kondensasi dengan antosianin sehingga terdegrasasi menjadi senyawa tidak berwarna (Andarwulan,2012). Hal ini yang mengakibatkan terjadinya perubahan intensitas zat warna yang cukup besar pada penyimpanan dalam kondisi kamar sedangkan pada kondisi dingin dapat menghambat terjadinya reaksi kopigmentasi dan kerja enzim polifenolase.

Pada pewarna sintetis, persentase penurunan nilai absorbansi kecil. Hal ini menandakan tidak terjadi perubahan yang signifikan atau bisa dibilang mempunyai nilai absorbansi yang relatif stabil karena pewarna makanan sintetik yang beredar di pasaran sudah diformulasi agar dapat tahan lama dan stabil pada berbagai macam kondisi (Cevallos, et al, 2004).

b. Pengaruh pH

Buffer yang dipakai adalah Natrium Sitrat dan Asam Sitrat. Konsentrasi natrium sitrat anhidrat dan asam sitrat anhidrat masing-masing adalah 0,1 M.

Tabel 5 Hasil Pengujian Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami dan Zat Warna Sintetis pada Berbagai

Variasi pH

Gambar 6 Hubungan Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami dengan Zat Warna Sintetis pada Berbagai Variasi

pH pH

Ekstrak zat warna alami

Zat warna sintetis

Warna Abs. Warna Abs.

3 ungu violet 0,179 biru muda 0,209

4 ungu

kebiruan

0,214 biru muda 0,211

5 biru

keunguan

(6)

Dari data di atas, kenaikan nilai absorbansi selalu terjadi pada pH 3, 4, dan 5. Akan tetapi, pada pH 6 nilai absorbansinya menurun. Dalam hal warna, semakin tinggi nilai pH warna ekstrak akan menjadi tak berwarna. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jackman et al (1996) yang menyatakan bahwa antosianin umumnya lebih stabil pada suasana asam dibandingkan pada suasana netral dan basa. Dalam keadaan asam, struktur dominan antosianin berada dalam bentuk inti kation flavilum yang terprotonisasi dan kekurangan elektron. Menurut Markakis (1982) pada pH di atas 5 pigmen antosianin mengalami kerusakan yang ditandai dengan perubahan warna menjadi tidak berwarna (terjadi pemucatan warna). Hanum (2000) juga menguatkan, bahwa kondisi konsentrat beras ketan hitam pada pH 5,5 menunjukkan penurunan kadar pigmen yang lebih besar atau paling tidak stabil dibandingkan dengan kondisi pH yang lebih asam yaitu pH 3,5 dan 4,5

Nilai absorbansi pewarna sintetis cenderung konstan pada pH 3, 4, 5, dan 6. Hasil ini diperkuat oleh Inayati (2011) yang melakukan uji kestabilan pewarna sintetis Red-3 pada pH 3, 4, dan 5. Diperoleh nilai absorbansi yang nyaris konstan pada ketiga pH tersebut. Ini disebabkan struktur kimia pewarna sintetis lebih stabil dibanding zat warna alami, sehingga tidak terjadi perubahan warna yang signifikan dalam rentang pH tersebut. Pewarna sintetis yang digunakan dalam penelitian ini berwarna Brilliant Blue yang masuk ke dalam golongan dyes. Menurut Wijaya (2009) ketahanan pewarna jenis ini terhadap pH baik tetapi ketahanan terhadap cahaya kurang baik. Lebih lanjut, Cahyadi (2008) menambahkan pada pH 3,5 – 9,5 pewarna sintetis memang stabil. Tetapi, di luar rentang itu lapisan alumina akan pecah, sehingga dyes yang terkandung di dalamnya akan terlepas.

c. Pengaruh Sinar Matahari

Dipilih waktu penyinaran selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam. Percobaan ini dilakukan pada pukul 12.00 – 16.00.

Tabel 6 Hasil Pengujian Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami dan Zat Warna Sintetis pada Berbagai

Variasi Waktu Lama Penyinaran Matahari Jam

ke-

Ekstrak zat warna alami

Zat warna sintetis

Warna Abs. Warna Abs.

1 biru muda 0,199 biru muda 0,221 2 biru muda 0,168 biru muda 0,217 3 biru muda 0,152 biru muda 0,216 4 biru muda 0,148 biru muda 0,223

Gambar 7 Hubungan Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami dengan Zat Warna Sintetis pada Berbagai

Variasi Lama Penyinaran Matahari

Dari data di atas, terlihat bahwa seiring dengan bertambahnya waktu penyinaran matahari nilai absorbansinya semakin menurun. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kearsley dan Rodriguez (1981) yang dikutip dalam Marwati (2011). Beliau melakukan uji kestabilan terhadap ekstrak kubis ungu yang mengandung antosianin terhadap faktor pencahayaan. Hasilnya, diperoleh pengurangan intensitas warna ekstrak sebesar 50%. Intensitas warna yang berkurang akan menurunkan nilai absorbansinya. Tetapi, nilai absorbansi pewarna sintetis tetap stabil selama 4 jam penyinaran. Ditandai dengan garis yang cenderung konstan.

d. Pengaruh Suhu Pemanasan

(7)

Nilai absorbansi akan cenderung turun seiring dengan kenaikan suhu pemanasan. Pada suhu 85°C, nilai absorbansi ekstrak zat warna paling kecil di antara variasi suhu yang lain. Menurut Markakis (1982), dalam Winarti dan Sarofa (2008), dijelaskan bahwa menurunnya nilai absorbansi ekstrak zat warna pada suhu tinggi disebabkan karena telah terjadi dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna). Adams J.B., (1973) mengungkapkan bahwa kenaikan temperatur menyebabkan lepasnya gugus glikosil dari antosianin karena hidrolisis ikatan glikosidik. Oleh karena itu, pemanasan yang terbaik adalah pada suhu 40°C, dimana nilai absorbansinya paling tinggi di antara ketiga suhu lainnya.

Zat warna sintetis menampilkan nilai absorbansi yang konstan pada berbagai suhu. Ini disebabkan oleh sifat ikatan kimia pewarna sintetis yang tahan pemanasan.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Absorbansi tertinggi diperoleh dari ekstraksi zat warna bunga telang pada kecepatan pengadukan 500 rpm dalam waktu 150 menit dengan pengenceran 1:10 dengan nilai absorbansi sebesar 0,319

2. Pengaruh kondisi penyimpanan, pH, sinar matahari, dan suhu pemanasan sebagai indikator kestabilan pigmen terhadap hasil ekstraksi zat warna bunga telang dan zat warna sintetis adalah sebagai berikut:

a. Kondisi penyimpanan mempengaruhi stabilitas zat warna ekstrak bunga telang. Pada kondisi dingin (60C) mampu mempertahankan warna namun nilai absorbansi zat warna ekstrak turun. Walaupun demikian tidak begitu besar dibandingkan di simpan pada kondisi kamar (280C) yang mampu mengubah warna.

b. Penambahan pH mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada ekstrak bunga telang yang diikuti dengan perubahan nilai absorbansi sesuai dengan warna yang dihasilkan.

c. Sinar matahari mempengaruhi stabilitas zat warna ekstrak. Semakin lama penyinaran maka nilai absorbansi zat warna ekstrak semakin turun.

d. Suhu pemanasan mampu mempengaruhi nilai absorbansi zat warna ekstrak. Semakin tinggi suhu pemanasan maka nilai absorbansi zat warna ekstrak semakin turun.

e. Pewarna sintetis cenderung memiliki warna tetap dan nilai absorbansi yang hamper stabil terhadap pengaruh kondisi penyimpanan, pH, sinar matahari, dan suhu pemanasan.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Jendral DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Daftar Pustaka

Cahyadi,S.,(2008), “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan”, Cetakan Pertama. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Cevallos-Casals, B. A.,and Cisneros-Zevallos.,(2004). L. Stability of anthocynin-based aqueos extracts of Andean purple corn and red-fleshed sweet potato compared to synthetic and natural colorant”, F ood Chemistry, Vol. 86, pp. 69-77. Elsevier.

Gambar 8 Hubungan Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami dengan Zat Warna Sintetis pada

Berbagai Variasi Suhu Pemanasan Tabel 7 Hasil Pengujian Absorbansi

(8)

Dalimartha,S.,(2008),“Atlas Tumbuhan Obat Indonesia”,Jilid 5.86-87,Jakarta, Wisma Hijau, diakses dari http://books.google.co.id/books?id=fMbggKgmphMC&pg=PA86&dq=bunga+telang&hl=id&sa=X&ei =pbDZU, tanggal 12 Desember 2012

Hanum,T.,(2000), “Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alam dari Katul Beras Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa)”. Bul. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XI, No.1. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian. Bandar Lampung, Universitas Lampung.

Inayati, Nurlela.,(2011), “Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdarifa L.)”,Valensi Vol.2 No.3, halaman 459-467. Jakarta, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

J. B. Adams. 1973. “Thermal degradation of anthocyanins with particular reference to the 3-glycosides of cyanidin. I. in acidified aqueous solution at 100 deg”, J. Sci. Food Agri. 24: 747-762.

Jackman, R. L. dan Smith J. L.,(1996). “Anthocyanins and Betalains”, Hendry G. A. P dan J.D. Houghton (Eds). Natural Food Colorants, 2nd Edition. Chapman and Hall, London.

Kazuma K, et al.,(2003), “Flavonoid composition related to petal color in different lines of Clitoria ternatea”, Phytochemistry University Bangkok, Thailand.

Kearsley M.W., Rodriguez N, (1981), “The stability and use of natural colors in foods: anthocyanin, β-carotene and riboflavin”, Journal of Food Technology 16: 421-431

Lee, H.S. and Walker.,(1991), “Anthocyanin Pigments in The Skin of Lyches Fruit”,Journal of Food Science. Lydia S. Wijaya1, Simon B. Widjanarko, Tri Susanto, (2001), “Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dari Kulit Buah

Rambutan (Nephelium Lappaceum)”, Var. Binjai Biosain, Vol. 1 No. 2, hal. 42-53 Markakis, P. (1982). Anthocyanin as Food Colors. New York: Academic Press

McLellan, M.R., and Cash, J.N,(1979), “Application of Anthocyanins as Colorants for Marasehino-Type Cherries Journal of Food Science 44(2), page 483-487

Wijaya, L.A., Marcel, P.S., Fenny, S.,(2009), “Mikroenkapsulasi Antosianin sebagai Pewarna Makanan Alami Sumber Antioksidan Berbasis Limbah Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.)”, Bogor, Institut Pertanian Bogor.

Wijaya, L. S., S. B. Widjanarko., dan T. Susanto,(2001),”Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dari Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum) var. BINJAI”, BIOSAIN. Vol. 1. No. 2. Agustus 2001 : 42-53. Winarno, F.G., (2002), Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Gambar

Tabel 1.  Kadar Senyawa Aktif Mahkota Bunga Telang Senyawa
Tabel 2   Hasil Absorbansi Zat Warna Bunga Telang dengan Variasi Waktu dan Kecepatan Pengadukan
Gambar 4 Hubungan Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami terhadap Pengaruh Suhu Kamar dan Suhu Kulkas
Gambar 7  Hubungan Absorbansi Ekstrak Zat Warna Alami dengan Zat Warna Sintetis pada Berbagai
+2

Referensi

Dokumen terkait

Peramalan yang objectif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik dan metode dalam penganalisaan data

Nilai posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang mempunyai nilai rata-rata tertinggi adalah kelas eksperimen ini membuktikan bahwa dengan

Teknologi Cloud Computing merupakan bentuk perkembangan teknologi informasi yang membantu manusia dalam memanajemen tempat penyimpanan data, penelitian ini bertujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek xylitol 1%, 5%, 10% dan lama pemberian terhadap nilai pH saliva pada tikus wistar jantan yang dipapar

Jepang: Gene Research Center, Ibaraki University, Ami Ibaraki 300-0393, dan Yogyakarta: Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.. Dyah Ayu

Informan dalam penelitihan ini adalah orang-orang yang terlibat ataupun terkait dengan penelitian ini. Informan adalah orang yang berfungsi memberikan informasi dan

repowering/retrofit dan pengadaan terbatas melalui sistem satu pintu. 3) Meningkatkan kemampuan prajurit melalui Pendidikan dan Latihan (Diklat) dengan sarana dan prasarana

Frame yang dibuat menjadi produk ini merupakan frame sepeda fixed gear dengan geometri seperti pada gambar di atas..