• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI DAN APLIKASI ELEKTROMAGNETIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TEKNOLOGI DAN APLIKASI ELEKTROMAGNETIK"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TEKNOLOGI DAN APLIKASI

ELEKTROMAGNETIK

DR. RAMADONI SYAHPUTRA

(3)

TEKNOLOGI DAN APLIKASI ELEKTROMAGNETIK

Penulis : Dr. Ramadoni Syahputra Editor : Dr. Indah Soesanti @2015 LP3M UMY Yogyakarta

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Diterbitkan pertama kali oleh

Penerbit LP3M UMY Yogyakarta September 2015

Anggota IKAPI

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin tertulis dari penerbit.

Dicetak oleh Percetakan CV Kaliwangi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA Pasal 72:

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(4)

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah buku ajar berjudul “Teknologi dan Aplikasi Elektromagnetik”. Dengan penulisan buku ajar ini diharapkan dapat membantu para pembaca khususnya mahasiswa Program

Studi Teknik Elektro untuk lebih mengenal dan memahami konsep

elektromagnetik dan apikasinya dalam berbagai bidang. Buku ajar ini dapat

digunakan sebagai acuan utama oleh mahasiswa dan dosen khususnya Program

Studi Teknik Elektro dalam proses pembelajaran matakuliah Elektromagnetik.

Buku ajar ini dapat juga digunakan sebagai acuan tambahan untuk mata-mata

kuliah yang berhubungan dengan aplikasi elektromagnetik seperti Dasar

Telekomunikasi, Mesin-mesin Listrik, Teknologi Gelombang Mikro, Antena dan

Perambatan Gelombang, dan lain-lain.

2. Hilman Latief, M.A., Ph.D, sebagai Kepala LP3M UMY,

3. Jazaul Ikhsan, ST., MT., Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Teknik UMY,

4. Ir. Agus Jamal, M.Eng., sebagai Ketua Program Studi Teknik Elektro

Fakultas Teknik UMY,

5. Budi Nugroho, S.Sos., selaku Kepala Divisi Penerbitan LP3M UMY yang

telah banyak membantu sehingga ISBN buku ini dapat diperoleh,

6. Seluruh dosen, karyawan, dan mahasiswa Program Studi Teknik Elektro

Fakultas Teknik UMY, yang telah banyak membantu dan memberikan

masukan kepada penulis dan dalam mengemban tugas-tugas yang

(5)

7. Isteriku tercinta Dr. Indah Soesanti, S.T., M.T., yang telah banyak

membantu dan memberikan masukan yang sangat berguna dalam

penyelesaian buku ajar ini,

8. Ibunda yang selalu mendoakan penulis dan ayahanda (alm), dan

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per

satu.

Semoga semuaya tercatat sebagai amal shalih yang mendapatkan balasan di

dunia dan akhirat kelak, amin ya robbal ‘alamin.

Penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari sempurna. Untuk

itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan

lapang dada. Akhirnya, semoga buku ajar ini dapat bermanfaat dalam proses

pembelajaran khususnya pada Program Studi Teknik Elektro.

Yogyakarta, September 2015

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

PRAKATA ……… iii

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ……… xi

1. ANALISIS VEKTOR ……… 1

1.1.Pendahuluan ……… 1

1.2.Aljabar Vektor ……… 1

1.2.1. Perkalian titik ……… 2

1.2.2. Perkalian silang ……… 3

1.3.Sistem-sistem Koordinat ……… 5

1.3.1. Sistem koordinat kartesian ……… 5

1.3.2. Sistem koordinat tabung ……… 9

1.3.3. Sistem koordinat bola ……… 13

2. HUKUM COULOMB DAN INTENSITAS MEDAN LISTRIK …… 19

2.1. Hukum Eksperimental Coulomb ……… 19

2.2. Intensitas Medan Listrik ……… 21

2.3. Medan Listrik dari n Muatan Titik ……… 22

2.4. Medan Distribusi Muatan ……… 23

2.4.1. Medan muatan volume ……… 23

2.4.2. Medan muatan garis ……… 25

2.4.3. Medan muatan bidang ……… 27

3. KERAPATAN FLUKS LISTRIK, HUKUM GAUSS, DAN DIVERGENSI ……… 31

(7)

3.2. Hukum Gauss ……… 33

3.3. Pemakaian Hukum Gauss pada Distribusi Muatan Simetris………... 36

3.4. Pemakaian Hukum Gauss pada Unsur Volume Diferensial …… 37

3.5. Divergensi ……… 39

3.6. Persamaan Pertama Maxwell (Elektrostatika) ……… 41

3.7. Operator Vektor  dan Teorema Divergensi ……… 41

4. ENERGI DAN POTENSIAL LISTRIK ……… 45

4.1. Energi untuk Menggerakkan Muatan Titik dalam Medan Listrik …… 45

4.2. Beda Potensial dan Potensial ……… 47

4.3. Medan Potensial Sebuah Muatan Titik ……… 49

4.4. Medan Potensial Sistem Muatan ……… 50

4.5. Gradien Potensial ……… 52

4.6. Energi dalam Medan Elektrostatik ……… 53

5. KAPASITANSI DAN BAHAN DIELEKTRIK ……… 57

5.1. Polarisasi dan Permitivitas Relatif ……… 57

5.2. Kapasitansi ……… 59

5.3. Medan Listrik pada Kondisi Tegangan Tetap ……… 61

5.4. Medan Listrik Pada Kondisi Muatan Tetap ……… 61

5.5. Energi Tersimpan dalam Kapasitor ……… 62

5.6. Bumi Sebagai Kapasitor Alami ……… 64

6. PERSAMAAN POISSON DAN LAPLACE ……… 67

6.1. Pendahuluan ……… 67

6.2. Persamaan Poisson dan Laplace ……… 67

6.3. Teorema Keunikan ……… 69

7. MEDAN MAGNETIK TUNAK ……… 73

7.1. Pendahuluan ……… 73

(8)

7.3. Hukum Integral Ampere ……… 77

7.4. Kurl ……… 78

7.5. Teorema Stokes ……… 83

7.6. Fluks Magnetik dan Kerapatan Fluks Magnetik ……… 84

7.7. Potensial Magnetik Skalar dan Vektor ……… 86

8. GAYA MAGNETIK, BAHAN MAGNETIK, DAN INDUKTANSI ……… 89

8.1. Pendahuluan ……… 89

8.2. Gaya pada Muatan Bergerak ……… 89

8.3. Gaya pada Unsur Arus Diferensial ……… 90

8.4. Gaya antar Unsur Arus Diferensial ……… 93

8.5. Gaya dan Torka dalam Medan Magnetik ……… 94

8.6. Magnetisasi dan Permeabilitas ……… 95

8.7. Rangkaian Magnetik ……… 96

8.8. Energi dalam Medan Magnetik ……… 98

8.9. Induktansi dan Induktansi Saling ……… 99

8.10 Aplikasi Medan Magnet: Magnetic Levitation (Maglev) …………. 101

9. GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ……… 105

9.1. Gerak Gelombang dalam Ruang Hampa ……… 105

9.2. Gerak Gelombang dalam Dielektrik Sempurna ……… 111

9.3. Gelombang Datar dalam Dielektrik Merugi ……… 114

9.4. Vektor Poynting dan Peninjauan Daya ……… 116

9.5. Penjalaran dalam Konduktor ……… 118

10. APLIKASI ELEKTROMAGNETIK ……… 123

10.1. Magnetic Levitation (MAGLEV) ……… 123

10.2. Microwave Oven ……… 135

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Perkalian Titik antara Vektor Satuan dalam Sistem Koordinat

Kartesian dan Sistem Koordinat Tabung ……… 13

Tabel 1.2. Perkalian Titik antara Vektor Satuan dalam Sistem Koordinat

(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Penjumlahan vektor secara grafik ……… 1 Gambar 1.2. Arah A x B sesuai dengan arah majunya sekrup putar kanan …… 4 Gambar 1.3. Sistem koordinat kartesian, (a). Sumbu x, y, dan z dari koordinat

kartesian, (b).Letak titik P (1, 2, 3) dan Q (2, -2, 1), dan (c). Elemen volume diferensial dalam koordinat kartesian ……… 6 Gambar 1.4. Komponen vektor dan vektor satuan. (a). Vektor x, y, dan z dari

vektor r, (b). Vektor satuan dari sistem koordinat katresian, dan

(c). Vektor RPQ sama dengan beda vektor rQ rP ……… 8 Gambar 1.5. Sistem koordinat tabung. (a).Ketiga bidang saling tegak lurus,

(b). Ketiga vektor satuan dalam sistem koordinat katresian, dan

(c). Volume diferensial dalam koordinat tabung ……… 10 Gambar 1.6. Hubungan antara peubah koordinat kartesian dan peubah

koordinat tabung ……… 11

Gambar 1.7. Sistem koordinat bola. (a).Ketiga koordinat bola, (b). Ketiga bidang yang saling tegak lurus pada sistem koordinat bola, (c). Ketiga vektor satuan koordinat bola, dan (d) Elemen volume diferensial pada

sistem koordinat bola ……… 14

Gambar 2.1. Arah vektor gaya F2 pada Q2 sama dengan arah

vektor R12 ……… 20

Gambar 2.2. Penjumlahan vektor dari medan listrik yang ditimbulkan oleh

Q1 dan Q2 ……… 23

Gambar 2.3. Muatan total di dalam tabung lingkaran ……… 24 Gambar 2.4. Muatan garis yang memanjang sepanjang sumbu z ……… 26 Gambar 2.5. Penentuan medan di titik P oleh satu lembaran muatan menggunakan

persamaan dEs dyar /20R ……… 28 Gambar 3.1. Fluks listrik di antara dua bola sepusat konsentris yang

bermuatan ……… 31

(13)

Gambar 3.3. Pemakaian hukum Gauss untuk medan muatan titik pada

permukaan bola ……….….... 34

Gambar 3.4. Permukaan Gauss berukuran diferensial dengan titik P dipakai

untuk menyelidiki laju perubahan ruang dari D di sekitar P …… 37 Gambar 3.5. Ilustrasi tentang teorema divergensi ……… 42 Gambar 4.1. Lintasan umum antara titik B dan A dalam medan muatan

tiitk Q di titik asal ……… 49

Gambar 4.2. Medan potensial muatan garis serbasama yang berbentuk

Cincin ……… 51

Gambar 4.3. Titik A dan B yang berdekatan di dalam daerah V ……….…… 52 Gambar 5.1. Proses polarisasi bahan dielektrik dalam medan listrik …… 57 Gambar 5.2. Dua penghantar yang dipisahkan oleh bahan dielektrik …… 59 Gambar 5.3. Bumi dengan permukaan konduksi elektrosfer dan ionosfer …… 64 Gambar 7.1. Ilustrasi tentang hukum Biot-Savart ……… 74 Gambar 7.2. Filamen lurus yang panjangnya tak berhingga dialiri arus

searah I ……… 74

Gambar 7.3. Garis-garis intensitas medan magnetik di sekitar seutas filamen yang panjangnya tak berhingga dialiri arus I yang arahnya masuk ke

bidang kertas ……… 76

Gambar 7.4. Intensitas medan magnetik yang ditimbulkan oleh filamen arus yang

panjangnya berhingga ……… 77

Gambar 7.5. Konduktor yang dialiri arus listrik I, dengan lintasan a dan b memenuhi hukum integral Ampere, sedang lintasan c tidak

memenuhi ……… 78

Gambar 7.6. Pertambahan lintasan tertutup dalam koordinat kartesian untuk pemakaian hukum integral Ampere guna menentukan laju

perubahan H ……… 79

Gambar 7.7. Ilustrasi dari suatu daerah S dan permukaan S ……… 84 Gambar 8.1. Dua filamen sejajar berjarak d yang dialiri arus yang sama

besar tetapi berlawanan arah mengalami gaya

(14)

Gambar 8.2. Bagian kumparan yang menunjukkan pertautan

fluks parsial ……… 100

Gambar 8.3. Levitasi magnetik oleh magnet-magnet permanen: (a) kalang belitan-tunggal (single-turn loop), (b) kalang yang (b) ditunjukkan pada bagian persilangan, dan (c) kalang di atas lembaran konduktor ……… 101

Gambar 9.1(a) Gelombang medan listrik, (b) Gelombang medan magnetik …… 111

Gambar 9.2. Kerugian daya dalam konduktor ……… 121

Gambar 10.2. Sistem Maglev ……… 125

Gambar 10.3 Susunan Rel Maglev Train ……… 126

Gambar 10.4 Rel super konduktor ……… 128

Gambar 10.5 Konstruksi mesin maglev ……… 128

Gambar 10.6 Maglev Transrapid di Shanghai ……… 129

Gambar 10.7 Electromagnetic Suspension (EMS) ……… 131

Gambar 10.8 Electrondynamic Suspension (EDS) ……… 131

Gambar 10.9 Inductrack System ……… 132

Gambar 10.10 Magnet Levitation ……… 132

Gambar 10.11 Microwave oven ……… 135

Gambar 10.12 Magnetron ……… 136

Gambar 10.13 Skema Magnetron ……… 137

Gambar 10.14 Waveguide dalam Microwave Oven ……… 137

(15)
(16)

BAB I

ANALISIS VEKTOR

1.1 PENDAHULUAN

Skalar ialah besaran yang hanya mempunyai besar (magnitudo) [1]-[2]. Skalar dapat dinyatakan dengan sebuah bilangan nyata. Notasi x, y, dan z yang dipakai dalam aljabar dasar adalah skalar, dan besaran yang dinyatakannya juga merupakan skalar. Besaran skalar lainnya ialah massa, kerapatan, tekanan, dan volume. Vektor merupakan besaran yang mempunyai besar (magnitudo) dan arah dalam ruang. Gaya, kecepatan, percepatan, intensitas medan elektrik, dan intensitas medan magnetik merupakan contoh-contoh dari vektor. Masing-masing besaran tersebut dikarakteristikkan dengan besar dan arahnya.

Dalam buku ini vektor dituliskan dengan memakai simbol huruf yang ditebalkan, misalnya A dan vektor satuan dituliskan dengan huruf kecil yang ditebalkan, misalnya ax. Jika ditulis tangan atau diketik manual, untuk menyatakan

vektor dan vektor satuan biasanya dengan menambahkan garis atau anak panah di atas besarannya, misalnya A atau A dan a atau X aX.

1.2 ALJABAR VEKTOR

Penjumlahan vektor mengikuti hukum jajaran genjang dan dapat diselesaikan secara grafik. Gambar 1.1 menunjukkan penjumlahan dua buah vektor

A dan B. Dapat dilihat bahwa penjumlahan vektor mengikuti hukum komutatif,

yaitu A + B = B + A. Penjumlahan vektor juga memenuhi hukum asosiatif, yaitu A + (B + C) = (A + B) + C.

Gambar 1.1. Penjumlahan vektor secara grafik A + B

A

B

A + B

(17)

Pengurangan vektor mengikuti aturan penjumlahan vektor, karena pengurangan vektor A B dapat dinyatakan sebagai A + ( B) yaitu tanda dan arah vektor kedua dibalik, kemudian vektor ini dijumlahkan dengan vektor yang pertama.

Vektor dapat dikalikan dengan sebuah skalar, besar vektor tersebut berubah tetapi arahnya tetap jika skalar tersebut positif. Vektor akan berbalik arahnya jika dikalikan dengan skalar negatif. Perkalian vektor dengan skalar mengikuti hukum asosiatif dan distributif dari aljabar sebagai berikut:

(r + s) (A + B) = r(A + B) + s(A + B) = rA + rB + sA + sB

Pembagian sebuah vektor dengan sebuah skalar berarti perkalian vektor tersebut dengan kebalikan dari skalar tersebut.

Dua vektor disebut sama jika selisihnya adalah nol, atau:

A = B jika A B = 0

1.2.1 Perkalian Titik

Tinjaulah dua vektor A dan B, hasil perkalian skalarnya atau perkalian titiknya didefinisikan sebagai perkalian dari besar A dan besar B, dikalikan dengan kosinus sudut antara kedua vektor tersebut (ambil sudut terkecil antara A dan B).

A . B = |A| |B| cos AB ……..…(1.1)

Perkalian titik atau perkalian skalar juga merupakan skalar, seperti dinyatakan oleh salah satu namanya, dan mengikuti hukum komutatif,

A . B = B . A ……..…(1.2)

karena tanda sudutnya tidak mempengaruhi suku kosinus. Pernyataan A . B dibaca "A titik B" atau "A dot B".

(18)

ax . ay = ay . ax = ax . az = az . ax = ay . az = az . ay = 0

Tiga suku lainnya mengandung perkalian titik vektor satuan dengan dirinya sendiri, sehingga hasilnya ialah satuan. Jadi perkalian titik dua vektor dapat dituliskan:

A . B = AxBx + Ay By + Az Bz ……..…(1.3) Perkalian titik antara vektor dengan dirinya sendiri menghasilkan kuadrat dari besar vektor tersebut, atau

A . B = A2 = |A|2 ……..…(1.4) dan tiap vektor satuan dikalikan dengan dirinya sendiri menghasilkan satuan, aA .

aA = 1.

Contoh 1.2. Diberikan vektor

A = 2ax– 3 ay + az dan vektor B = – 4ax– 2 ay + 5 az.

Hitunglah A . B. Jawab:

A . B = [(2)(–4) + (–3)( –2) + (1)(5)] = – 8 + 6 + 5 = 3

1.2.2 Perkalian Silang

Perkalian silang vektor A dan B dituliskan dengan tanda silang antara kedua vektor tersebut, A x B, dan biasanya dibaca "A silang B" atau "A cross B". Perkalian silang A x B merupakan sebuah vektor. Besar A x B sama dengan besar

A dikalikan dengan besar B dan kemudian dikalikan dengan sinus sudut terkecil

antara A dan B. Arah A x B tegak lurus pada bidang datar tempat A dan B terletak, dan arahnya sesuai dengan arah maju sekrup putar kanan yang diputar dari A ke B, seperti terlihat pada gambar 1.2. Rumusan perkalian silang adalah:

A x B = aN |A| |B| sin AB ……..…(1.5)

(19)

Gambar 1.2. Arah A x B sesuai dengan arah majunya sekrup putar kanan.

Membalik urutan vektor A dan B menghasilkan vektor satuan yang berlawanan arahnya dengan semula, sehingga perkaliannya tidak komutatif karena

B x A = (A x B).

Jika definisi perkalian silang dikenakan pada vektor satuan ax dan ay maka

didapatkan ax x ay = az, karena masing-masing vektor besarnya satu dan arahnya saling tegak lurus dan perputaran ax ke ay menghasilkan arah sumbu z positif,

sesuai dengan definisi sistem koordinat putar kanan. Dengan cara yang serupa didapatkan ay x az = ax, dan az x ax = ay.

Mencari perkalian silang dapat dilakukan dengan lebih mudah menguraikan perkalian silang dari dua vektor A dan B sebagai jumlah dari sembilan perkalian silang sederhana yang mengandung dua vektor satuan.

A x B = Ax Bx ax x ax + Ax By ax x ay + Ax Bz ax x az + Ay Bx ay x ax + Ay By ay x ay + Ay Bz ay x az + AzBxaz x ax + Az By az x ay + Az Bz az x az

(20)

A x B = (AyBz– Az By) ax + (AzBx– Ax Bz) ay + (AxBy– Ay Bx) az .…(1.6)

atau dapat juga ditulis dalam bentuk determinan yang mudah diingat yaitu,

A x B =

Guna menyatakan sebuah vektor dengan tepat maka harus diketahui panjangnya, arahnya, sudutnya, proyeksinya, atau komponennya. Ada tiga metode sederhana untuk menyatakan vektor tersebut dan yang paling sederhana adalah sistem koordinat kartesian.

(21)

menyatakan sumbu x, y dan z. Gambar 1.3(a). menunjukkan sistem koordinat kartesian putar kanan.

Gambar 1.3. Sistem koordinat kartesian, (a). Sumbu x, y, dan z dari koordinat kartesian, (b). Letak titik P (1, 2, 3) dan Q (2, -2, 1), dan (c). Elemen volume diferensial dalam koordinat kartesian.

Sebuah titik ditentukan letaknya dengan memberikan koordinat x, y, dan z dari titik tersebut. Besaran itu menyatakan jarak dari titik asal (origin) ke perpotongan dari garis lurus yang ditarik dari titik tersebut tegak lurus pada sumbu x, kemudian y dan z. Metode lain untuk mengartikan harga koordinat tersebut dan metode yang harus dipakai dalam mengartikan sistem koordinat yang lain adalah

(22)

menganggap titik yang ditinjau sebagai perpotongan dari tiga bidang yaitu bidang x = tetapan, y = tetapan, dan z = tetapan. Tetapan itu merupakan harga koordinat untuk titik tersebut.

Gambar 1.3(b). menunjukkan titik P dan Q yang koordinatnya adalah (1, 2, 3) dan (2, -2, 1). Titik P merupakan titik potong dari bidang x = 1, y = 2, dan z = 3, sedang titik A terletak pada perpotongan bidang x = 2, y = -2, dan z = 1.

Bayangkan tiga bidang perpotongan di titik P yang koordinatnya x, y dan z, kemudian tambahkan masing-masing koordinat tersebut dengan besaran diferensial untuk mendapatkan bidang baru yang bergeser sedikit dari bidangs emula. Perpotongan bidang baru ini dinamakan titik P' yang koordinatnya x + dx, y + dy, dan z + dz. Keenam bidang tersebut membentuk sebuah balok yang volumenya dv = dx dy dz, permukaannya dS yang terdiri dari dx dy, dy dz, dan dz dx, dan jarak dL dari P ke P' yang merupakan garis diagonal dari balok tersebut yang panjangnya (dx)2 (dy)2 (dz)2 . Elemen volume dalam sistem koordinat kartesian ditunjukkan pada gambar 1.3(c). Dalam gambar tersebut diperlihatkan titik P', sedang titik P terletak pada sudut yang tidak terlihat.

Guna menyatakan sebuah vektor dalam sistem koordinat kartesian, tinjau sebuah vektor r yang arahnya ke luar dari titik asal. Vektor-vektor komponen dari vektor r ialah x, y, dan z, dan penjumlahan ketiga vektor komponen tersebut r = x + y + z, seperti terlihat pada gambar 1.4(a).

Suatu vektor satuan yakni vektor dengan harga absolut satu dinyatakan dengan notasi a dan arahnya dinyatakan oleh subskrip yang bersangkutan. Dalam sistem koordinat kartesian, vektor-vektor satuannya adalah ax, ay, dan az.

Vektor-vektor tersebut sejajar dengan sumbu x, y, dan z sesuai dengan subskripnya sepeti terlihat pada gambar 1.4(b).

Jika vektor y besarnya dua satuan dan arahnya searah dengan bertambahnya harga y, maka ditulis y = 2 ay. Sebuah vektor rP yang arahnya

ditentukan oleh penghubung antara titik asal dengan titik P (1, 2, 3) dapat ditulis rP

(23)

ke titik P ditambah dengan vektor dari titik P ke titik Q sama dengan vektor dari

(b). Vektor satuan dari sistem koordinat katresian, dan (c). Vektor RPQsama

(24)

Suatu vektor B dapat dituliskan sebagai B = Bx ax + By ay + Bz az. Vektor komponennya ialah Bx ax, By ay, dan Bz az. Besar B dapat ditulis sebagai |B| atau B dan dapat dinyatakan sebagai:

|B| = BX2 BY2 BZ2 ……..…(1.8)

Vektor satuan dalam arah B dapat dinyatakan sebagai:

aB =

satuan yang mengarah dari titik asal ke titik B. Jawab:

Suatu vektor satuan yang mempunyai arah dari titik asal ke titik B (2, 2, 1) didapatkan dengan menyatakan vektor B dari titik asal ke titik B (2, 2, -1), yaitu B = 2 ax– 2 ay– az.

Kemudian besar |B| dicari, yaitu |B| = (2)2 (2)2 (1)2 = 3. Akhirnya didapatkan vektor satuannya sebagai berikut:

aB = X Y Z

(25)

Dalam sistem koordinat tabung, tiap titik dipandang sebagai perpotongan dari tiga bidang yang saling tegak lurus. Ketiga bidang tersebut terdiri atas bidang tabung lingkaran ( = tetapan), bidang datar ( = tetapan), dan bidang datar lainnya (z = tetapan). Ketiga bidang koordinat tabung ini ditunjukkan dalam gambar 1.5(a). Dapat dilihat bahwa ketiga bidang seperti itu dapat melalui setiap titik kecuali jika titik tersebut terletak pada sumbu z, dalam hal ini hanya satu bidang saja yang diperlukan.

Gambar 1.5. Sistem koordinat tabung. (a).Ketiga bidang saling tegak lurus, (b). Ketiga vektor satuan dalam sistem koordinat katresian, dan

(c). Volume diferensial dalam koordinat tabung.

Tiga vektor satuan dalam sistem koordinat tabung yaitu a, a, dan az.

Vektor satuan a pada titik P(1, 1, z1) arahnya menjauhi titik asal, normal pada

(26)

satuan a normal pada bidang =1 , mempunyai arah yang sama dengan arah

bertambahnya , terletak pada z=z1 dan menyinggung permukaan tabung =1.

Vektor satuan az sama dengan vektor satuan az dalam koordinat kartesian. Gambar

1.5(b) memperlihatkan tiga vektor satuan dalam koordinat tabung.

Volume diferensial dalam koordinat tabung diperoleh dengan menambah ,

, dan z dengan pertambahan diferensial d, d, dan dz. Dua buah tabung berjejari

 dan  + d, dua buah bidang radial pada sudut  dan  + d, dan dua buah bidang horizontal pada ketinggian z dan z + dz membatasi volume kecil seperti terlihat pada gambar 1.5(c). yang berbentuk potongan kayu. Jika volumenya sangat kecil maka bentuknya seperti kotak yang panjang sisi-sisinya d, d, dan dz. Luas permukaannya  d d, d dz, dan  d dz. dan volumenya menjadi  d d dz.

Peubah (variabel) dalam koordinat kartesian dan koordinat tabung dapat dicari hubungannya. Dengan menunjuk pada gambar 1.6 dapat dilihat bahwa:

x =  cos  ..……..…(1.10)

y =  sin  ..……..…(1.11)

z = z ..……..…(1.12)

Gambar 1.6. Hubungan antara peubah koordinat kartesian dan peubah koordinat tabung.

(27)

 = x2  y2 ( 0) .………..(1.13)

Dengan menggunakan persamaan (1.10) dan persamaan (1.11) fungsi skalar yang dinyatakan dalam suatu sistem koordinat dapat ditransformasikan ke sistem koordinat lainnya. Suatu fungsi vektor memerlukan dua langkah untuk mentransformasikannya ke sistem koordinat lain, karena diperlukan himpunan vektor komponen yang berbeda.

dengan masing-masing komponen merupakan fungsi dari , , dan z.

Komponen dari sebuah vektor dapat dicari dengan mengambil perkalian titik antara vektor tersebut dengan vektor satuan dalam arah yang diinginkan. Jadi,

A = A . a dan A = A . a

Dengan menguraikan perkalian titik tersebut kita dapatkan:

A = (Axax + Ay ay + Az az)a = Ax ax . a + Ay ay . a .……..…(1.16) A = (Ax ax + Ay ay + Az az)a = Axax . a + Ay ay . a .……..…(1.17) Az = (Axax + Ay ay + Az az)az = Azaz . az .……..…(1.18) karena az . adan az . a adalah nol.

(28)

Tabel 1.1. Perkalian Titik antara Vektor Satuan dalam Sistem Koordinat Kartesian dan Sistem Koordinat Tabung

a a az

ax . cos  - sin  0

ay . sin  cos  0

az . 0 0 1

Contoh 1.4. Transformasikan vektor B = yax x ay + z az ke koordinat tabung. Jawab:

Komponen dalam sistem koordinat tabungnya adalah: B = B .a = y (ax . a) – x (ay . a)

= y cos  – x sin  =  sin cos  – cos sin  = 0 B = B . a = y (ax . a) – x (ay . a)

= – y sin – x cos  = – sin2cos –  cos2 = – Jadi,

B = – a + z az

1.3.3 Sistem Koordinat Bola

(29)

menghubungkan titik asal dengan titik yang ditinjau pada bidang z = 0. Besarnya sesuai dengan sudut bujur, hal yang berbeda adalah sudut  bertambah ke arah timur. Permukaan  = tetapan ialah sebuah bidang datar yang melalui garis  = 0 (atau sumbu z).

Dalam sistem koordinat bola terdapat tiga bidang yang saling tegak lurus yaitu bola, kerucut, dan bidang datar seperti terlihat pada gambar 1.7(b). Gambar 1.7(c) menunjukkan tiga vektor satuan dalam koordinat bola. Ketiga vektor satuan tersebut saling tegak lurus dan dalam sistem koordinat putar kanan berlaku ar x a

= a.

(30)

Elemen volume diferensial dapat dibangun dalam koordinat bola dengan memperhatikan pertambahan r, , dan  dengan dr, d, dan d seperti terlihat pada gambar 1.7(d).Jarak antara dua permukaan bola dengan jejari r dan r + dr ialah dr, jarak antara dua permukaan kerucut dengan sudut puncak yang ditentukan oleh  dan  + d ialah r d, dan jarak antara dua bidang datar radial pada sudut  dan  + d didapatkan r sin  d dengan menggunakan cara trigonometri. Permukaan batasnya mempunyai luas r dr d, r sin  dr d, dan r2 sin  d d. Volumenya ialah r2 sin  dr d d.

Transformasi skalar dari sistem koordinat kartesian ke koordinat bola dapat dilakukan dengan memperhatikan gambar 1.7(a) yang menghubungkan kedua himpunan peubah: Sudut tersebut ditentukan kuadrannya sesuai dengan hanya x, y, dan z.

Tabel 1.2. Perkalian Titik antara Vektor Satuan dalam Sistem Koordinat Kartesian dan Sistem Koordinat Bola

ar aa

ax . sin  cos  cos  cos  - sin 

ay . sin  sin  cos  sin  cos 

(31)

Transformasi vektor memerlukan harga perkalian dari vektor satuan dalam koordinat kartesian dengan vektor satuan dalam koordinat bola, dengan memperhatikan gambar 1.7(c). Karena perkalian titik antara vektor satuan dalam koordinat bola dengan vektor satuan dalam koordinat kartesian menghasilkan komponen vektor satuan bola dalam arah vektor satuan kartesian, maka perkalian dengan az menghasilkan:

az . ar = cos 

az . a = - sin 

az . a = 0

Perkalian titik vektor satuan dalam koordinat bola dan koordinat kartesian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.2.

Contoh 1.4. Transformasikan vektor G = (xy/z)ax ke dalam koordinat bola. Jawab:

(32)

Latihan:

1.1. Diberikan vektor-vektor A = 2ax– 5 ay + 3 az, B = – 5ax– 3 ay + 5 az, dan

C = ax + 3 ay + 5 az. Tentukan (A . B) x C dan (A x B) . C.

1.2. Diketahui P(6, 125, -3) dan Q(3, -1, 4). Tentukan jarak dari (a) P ke titik asal,

(b) Q tegak lurus pada sumbu z, dan (c) P ke Q.

1.3. Diketahui P(6, 110, 125) dan Q(3, -1, 4). Tentukan jarak dari (a) Q ke titik asal,

(b) P ke bidang y = 0, dan (c) P ke Q.

1.4. Nyatakan medan vektor W = (x y) ay dalam koordinat: (a) tabung di (6, 60,

(33)
(34)

BAB X

APLIKASI ELEKTROMAGNETIK

10.1 MAGNETIC LEVITATION (MAGLEV)

10.1.1 Pendahuluan

Salah satu aplikasi penting elektromagnetik adalah ditemukannya kereta maglev (magnetic levitation). Beberapa negara maju telah memanfaatkan kekuatan elektromagnetik untuk mengembangkan kereta berkecepatan tinggi tersebut. Maglev (magnetic levitation) mengandung pengertian bahwa kereta ini akan mengambang di sepanjang lintasan menggunakan prinsip dasar magnet yang menggantikan roda dan rel kereta [6]. Penelitian dan pengembangan maglev, yang memanfaatkan teknologi superkonduktor telak dilaksanakan sejak 1970. Perkembangan maglev secara teknis dimulai pada tahun 2000. Pada Desember 2003, telah dicapai kecepatan maksimum 581 km/jam dari kereta maglev. Maglev, sebuah perpaduan teknologi magnet superkonduktor dan motor linear, mampu merealisasikan kecepatan super tinggi, keamanan, kecilnya dampak terhadap lingkungan dan perawatan yang minimum.

(35)

magnet. Kereta tersebut didorong oleh lintasan itu sendiri dengan mengubah-ubah medan magnetnya. Elektromagnet bergerak di sepanjang lintasannya.

10.1.2 Efek Meissner

Effek meisner (ditemukan tahun 1933) adalah efek yang dalam superkonduktor yakni material yang memiliki resistansi nol pada suhu dibawah suhu kritisnya. Medan magnet eksternal yang seharusnya melakukan penetrasi dalam bahan menjadi terblokade dan mengalir diluar bahan dan dekat permukaan bahan sampai kedalaman London (London depth).

10.1 Ilustrasi Efek Meissner

(36)

yang terkenal dengan nama hukum Lenz. Hukum tersebut menyatakan, perubahan fluks magnet dalam ruang yang dikelilingi sistem kawat yang membentuk kumparan tertutup akan mengakibatkan terciptanya medan magnet yang melawan perubahan fluks magnet dalam sitem itu. Hal tersebut terjadi karena alam, dalam hal ini kumparan tertutup itu, ingin mempertahankan kondisi awal fluks magnet yang dimiliki ruang dalam lingkaran kawat tertutup tersebut. Hukum itu juga sering disebut kelembaman magnetik. Hukum tersebut kemudian digunakan menciptakan medan magnet yang cukup besar. Medan magnet itu diperhadapkan dengan medan magnet lain yang akan menciptakan gaya tarik, jika kedua kutub magnet yang berhadapan berlawanan arah atau gaya tolak jika kedua kutub magnet tersebut berlawanan, seperti terlihat pada Gambar 10.2.

Gambar 10.2. Sistem Maglev

10.1.3 Struktur Sistem Maglev

(37)

pendinginan terbuat dari aluminium) dan kapal lainnya (kasus vakum terbuat dari paduan aluminium). Setiap kapal batin didukung dan tetap ke luar kapal melaluiperisai radiasi dengan berbagai struktur pendukung mekanik (tipe kerucut, jenis batang, dansilinder tipe-batang). Kumparan superkonduktor memiliki bentuk seperti arena pacuan kuda di atletik lapangan.

Gambar 10.3 Susunan Rel Maglev Train

(38)

Sedangkan insinyur Jepang sedang mengembangkan versi bersaing Maglev kereta api yang menggunakan elektrodinamika suspensi (EDS) sistem, yang didasarkan pada kekuatan memukul mundur magnet. Perbedaan utama antara Jepang dan Jerman Maglev kereta api adalah bahwa Kereta api Jepang menggunakan elektromagnet superkonduktor super dingin. Jenis-jenis elektromagnet dapat menghantarkan listrik bahkan setelah pasokan daya listrik telah dimatikan. Di sistem EMS, yang menggunakan elektromagnet standar, kumparan hanya menghantarkan listrik ketika power supply hadir. Dengan mendinginkan kumparan pada suhu dingin, japanis Sistem menghemat energi. Perbedaan lain antara sistem adalah bahwa kereta api Jepang melayang hampir 4 inci (10 cm) di atas relnya. Satu potensi kelemahan dalam menggunakan sistem EDS adalah bahwa kereta Maglev harus bergulir ban karet hingga mencapai kecepatan lepas landas dari sekitar 62 mph (100 kph). Insinyur Jepang mengatakan roda adalah keuntungan jika kegagalan daya menyebabkan shutdown sistem. Transrapid kereta Jerman dilengkapi dengan baterai cell untuk keadaan emergency.

10.1.4 Prinsip Kerja MagLev Train

. Sesuai dengan namanya, kereta ini bekerja berdasarkan prinsip gaya angkat magnetis. Sehingga sewaktu berjalan, kereta ini tidak menyentuh rel, melainkan melayang diatasnya sekitar10mm. Hampir 98% bahan penyusun relnya terbuat dari magnet superkonduktor. Sehingga kereta sebesar ini bisa tetap lengket dengan relnya walau pada kecepatan 500km/jam.

(39)

Gambar 10.4 Rel super konduktor

Gaya dorong superkuat itulah yang menyebabkan kereta ini dapat mencapai kecepatan 650 km/jam. Bila di Indonesia ada kereta ini, jarak antara Surabaya-Bogor dapat ditempuh hanya dalam kurun waktu 1 jam 15 menit.

Gambar 10.5 Konstruksi mesin maglev

(40)

Jenis Teknologi Maglev terdiri dari:

1. Magnet superkonduktivitas (suspensi elektrodinamik)

2. Elektromagnetik terkontrol (suspensi elektromagnetik)

3. Magnet permanen (Inductrack)

Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan motor linear.Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw; Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil.

Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain. Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks.

Gambar 10.6 Maglev Transrapid di Shanghai

(41)

berada di gerbong; secara horizontal untuk menciptakan daya angkat, dan secara vertikal untuk memberikan kestabilan. Sekumpulan kabel putar berada di rel. Magnet dan gerbong tidak membutuhkan tenaga, kecuali untuk pergerakan gerbong. Inductrack pada awalnya dikembangkan sebagai motor magnetik dan penopang untuk "flywheel" untuk menyimpan tenaga. Dengan sedikit perubahan, penopang ini diluruskan menjadi jalur lurus. Inductrack dikembangkan oleh fisikawan Wiliiam Post di Lawrence Livermore National Laboratory.

Inductrack menggunakan array Halbach untuk penstabilan. Array Halbach adalah pengaturan dari magnet permanen yang menstabilisasikan putaran kabel yang bergerak tanpa penstabilan elektronik. Array Halback mulanya dikembangkan untuk pembimbing sinar dari percepatan partikel. Mereka juga memiliki medan magnet di pinggir rel, dan mengurangi efek potensial bagi penumpang. Sekarang ini, NASA melakukan riset penggunaan sistem Maglev untuk meluncurkan pesawat ulang alik. Untuk dapat melakukan ini, NASA harus mendapatkan peluncuran pesawat ulang alik maglev mencapai kecepatan pembebasan, suatu tugas yang membutuhkan pewaktuan pulse magnet yang rumit (lihat coilgun) atau arus listrik yang sangat cepat, sangat bertenaga (lihat railgun).

10.1.5 Electromagnetic Suspension (EMS)

(42)

Gambar 10.7 Electromagnetic Suspension (EMS)

10.1.6 Electrondynamic Suspension (EDS)

Metode ini menggunakan tenaga magnet superkonduktor. Tenaga ini mampu mengangkat kereta sejauh 100 hingga 150 milimeter. Cara ini jauh lebij stabil ketimbang cara yang pertama. Daya angkat yang dihasilkan tidak hanya melalui guideway saja, tetapi juga dari kereta itu sendiri. Magnet superkonduktor ini harus selalu didinginkan dengan alat pendingin pada kereta maglev agar tidak mudah rusak. Biasanya menggunakan helium cair yang sangat dingin.

(43)

10.1.5 Inductrack System

Merupakan penemuan metode paling terbaru yang memanfaatkan rel sebagai magnet yang permanen sehingga lebih ekonomis secara operasional namun mahal di perancangan.

Gambar 10.9 Inductrack System

Gambar 10.10 Magnet Levitation

(44)

Kereta maglev didesain dengan dimensi manusia yang normal. Berarti, orang setinggi 1,8 meter bisa masuk kereta tanpa harus menunduk. Lingkungan dalam kereta dilengkapi pemanas dan pendingin suhu serta dilengkapi ruang yang bertekanan udara nyaman. Kereta maglev tersebut juga dilengkapi peralatan antigetar. Getaran yang diakibatkan motor kereta bisa diredam sedemikian rupa. Sehingga, setiap penumpang bisa menulis layaknya menulis di atas meja kerja di darat. Sambil bekerja atau santai, setiap penumpang juga bisa menikmati pemandangan di luar kereta dengan sangat nyaman. Sebab, gerbong kereta dilengkapi kaca panjang dan lebar.

Tentunya, sangat tidak efisien kereta membawa batang magnet yang berkekuatan besar yang nanti digunakan untuk mengangkat kereta tersebut. Karena itu, kita harus berterima kasih kepada fisikawan berkebangsaan Estonia, Lenz. Fisikawan yang hidup pada 1804-1865 itu berhasil menjelaskan fenomena magnetisme dan merumuskannya dalam sebuah hukum yang terkenal dengan nama hukum Lenz.

Hukum tersebut menyatakan, perubahan fluks magnet dalam ruang yang dikelilingi sistem kawat yang membentuk kumparan tertutup akan mengakibatkan terciptanya medan magnet yang melawan perubahan fluks magnet dalam sitem itu. Hal tersebut terjadi karena alam, dalam hal ini kumparan tertutup itu, ingin mempertahankan kondisi awal fluks magnet yang dimiliki ruang dalam lingkaran kawat tertutup tersebut. Hukum itu juga sering disebut kelembaman magnetik.

Hukum tersebut kemudian digunakan menciptakan medan magnet yang cukup besar. Medan magnet itu diperhadapkan dengan medan magnet lain yang akan menciptakan gaya tarik, jika kedua kutub magnet yang berhadapan berlawanan arah atau gaya tolak jika kedua kutub magnet tersebut berlawanan.

(45)

sebising kereta konvensional karena tidak ada gesekan roda dan rel seperti pada kereta konvensional. Pada radius 100 m Magev menimbulkan noise sebesar 69 dB. Pada radius yang sama lalu lintas jalan di pusat kota menimbulkan noise 80 dB. Akan tetapi, kebisingan akibat gesekan dengan udara tetap ada.

Kereta maglev melayang di udara mengurangi gesekan. Kurangnya gesekan dan desain aerodynamic kereta memungkinkan kereta sebagai transportasi darat dengan kecepatan yang tak pernak diperkirakan, yaitu berkecepatan lebih dari 500 km per jam atau dua kali kereta tercepat Amtrak. Sebagai perbandingan, BOEING 777 yang digunakan untuk penerbangan jarak jauh dapat mencapai kecepatan tertinggi sekitar 905 km per jam.

Ditinjau dari segi elektromagnetnya, kereta maglev juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

a. Intensitas medan magnet yang ditimbulkan sangat rendah, bahkan lebih kecil dari yang biasa ditimbulkan oleh alat-alat rumah tangga seperti pengering rambut, pemanggang dan gergaji mesin.

b. Menggunakan energi 30 % lebih kecil daripada kereta berkecepatan tinggi saat berjalan dengan kecepatan yang sama (sepertiga kali lebih kuat dengan konsumsi energi yang sama). Hal ini dapat ditunjukkan oleh tabel 10.1.

Tabel 10.1 Perbandingan kecepatan kereta

(46)

kereta akan selalu berjalan pada sinkronisasi dan dengan kecepatan yang sama. Di samping itu, dari segi bahan yang digunakan juga mengakibatkan kereta ini lebih tahan terhadap panas/ api karena menggunakan bahan nonpvc yang tidak dapat terbakar dan merupakan penghantar panas yang buruk. Maglev yang tidak memerlukan bahan bakar juga meningkatkan ketahanan terhadap resiko terbakar.

Kereta ini juga lebih ramah terhadap lingkungan. Lintasan maglev membutuhkan ruang yang lebih kecil dan kereta ini dapat berjalan pada kemiringan yang lebih besar dibandingkan kereta konvensional. Hal ini dapat mengurangi penebangan yang berarti akan mengurangi kerusakan struktur kota karena pembangunan lintasan.

10.2 MICROWAVE OVEN

Microwave adalah sebuah gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang antara 1 milimeter sampai 1 meter dan berfrekuensi antara 300 megahertz sampai 300 gigahertz [7]. Oven adalah sebuah peralatan dapur yang digunakan untuk memasak atau memanaskan makanan. Microwave oven adalah adalah sebuah peralatan dapur yang menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memasak atau memanaskan makanan.

(47)

Sebuah microwave oven terdiri dari berbagai komponen, antara lain sebagai berikut :

a. Magnetron b. Waveguide

c. Microwave Stirrer

10.2.1 Magnetron

Magnetron merupakan bagian inti dari microwave oven. Komponen ini akan mengubah energi listrik menjadi radiasi gelombang mikro. Pada bagian dalam magnetron, elektron dipancarkan dari sebuah terminal central yang disebut katode. Kutub positif yang disebut anode mengelilingi katode menarik elektron-elektron. Selama perjalanan pada garis lurus, magnet permanen memaksa elektron untuk bergerak dalam jalur melingkar. Seiring elektron-elektron melewati resonansi di dalam ruangan oven, elektron-elektron tersebut menghasilkan gelombang medan magnet yang terus-menerus.

(48)

Gambar 10.13. Skema Magnetron

10.2.2 Waveguide

Waveguide adalah sebuah komponen yang didesain untuk mengarahkan gelombang. Untuk tiap jenis gelombang waveguide yang digunakan tidak sama. Waveguide untuk gelombang mikro dapat dibangun dari bahan konduktor. Wavegide dalam suatu microwave oven diperlihatkan pada Gambar 10.14.

(49)

10.2.3 Microwave Stirrer

Komponen yang menyerupai baling-baling ini digunakan untuk menyebarkan gelombang mikro di dalam microwave oven. Biasanya dikombinasikan dengan sebuah komponen seperti piringan yang dapat diputar pada bagian bawah. Kombinasi ini memungkinkan kecepatan tingkat kematangan yang merata saat memasak. Microwave Stirrer dalam suatu microwave oven diperlihatkan pada Gambar 10.15.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Edminister, J.A., Murjono (penerjemah), 1993, "Teori dan Soal-soal Elektromagnetika", Seri Buku Schaum, Erlangga, Jakarta.

[2] Hayt, W.H., Liong, T.H. (penerjemah), 1986, “Elektromagnetika Teknologi”, Edisi ke-4, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

[3] Hayt, W.H., Liong, T.H. (penerjemah), 1986, “Elektromagnetika Teknologi”, Edisi ke-4, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

[4] Kraus, J.D., 1992, "Electromagnetics”, McGraw-Hill, Singapore. [5] Schwab, A.J., "Field Theory Concepts”, Springer-Verlag, Berlin.

[6] Yaghoubi, H., 2012, “Practical Applications of Magnetic Levitation Technology” Iran Maglev Technology, September 2012.

[7] Anonim, “Microwave Oven”, Whirlpool, 2013.

[8] R. Syahputra, Robandi, I., and Ashari, M., 2014, “Optimal Distribution Network Reconfiguration with Penetration of Distributed Energy Resources”, in Proceeding of ICITACEE 2014, Semarang, Indonesia.

[9] R. Syahputra, “Fuzzy Multi-Objective Approach for the Improvement of Distribution Network Efficiency by Considering DG”, IJCSIT, Vol. 4, No. 2, pp. 57-68, 2012.

[10] R. Syahputra, Robandi I, Ashari M. Distribution Network Efficiency Improvement Based on Fuzzy Multi-objective Method. IPTEK Journal of Proceedings Series. 2014; 1(1):224-9.

[11] R. Syahputra, Robandi, I., and Ashari, M., “Optimization of Distribution Network Configuration with Integration of Distributed Energy Resources Using Extended Fuzzy Multi-objective Method”, International Review of Electrical Engineering (IREE), vol.9, no.3, pp. 629-639, 2014.

[12] R. Syahputra, Robandi I, Ashari M. Modeling and Simulation of Wind Energy Conversion System in Distributed Generation Units. International Seminar on APTECS. 2011; 290-6.

[13] R. Syahputra, Robandi, I., and Ashari, M., “Performance Analysis of Wind Turbine as a Distributed Generation Unit in Distribution System”, International Journal of IJCSIT, Vol 6, No 3, pp. 39-56, 2014.

[14] R. Syahputra, Robandi, I., and Ashari, M., 2015, “Performance Improvement of Radial Distribution Network with Distributed Generation Integration Using Extended Particle Swarm Optimization Algorithm”, International Review of Electrical Engineering (IREE), vol.10, no.2, 2015. pp.293-304. [15] R. Syahputra, Robandi, I., and Ashari, M., 2015b, “Reconfiguration of

Distribution Network with DER Integration Using PSO Algorithm”, TELKOMNIKA, vol.13, no.3, 2015. pp.759-766.

[16] R. Syahputra, Robandi, I., and Ashari, M., 2015, “PSO Based Multi-objective Optimization for Reconfiguration of Radial Distribution Network”, International Journal of Applied Engineering Research (IJAER), vol.10, no.6, pp. 14573-14586.

[17] R. Syahputra, 2012, “Distributed Generation: State of the Arts dalam Penyediaan Energi Listrik”. LP3M UMY, Yogyakarta, 2012.

(51)

[19] T. Gonen, 1986, “Electric Power Distribution System Engineering”, McGraw-Hill, New York.

[20] Y. Lei, A.Mullane, G.Lightbody, and R.Yacamini, “Modeling of the Wind

Turbine With a Doubly Fed Induction Generator for Grid Integration Studies,” IEEE Transactions on Energy Conversion, Vol. 21(1), pp.257-264, 2006.

[21] Zuhal, 1996, “Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya”, Gramedia, Jakarta.

[22] Syahputra, R., Soesanti, I. (2016). DFIG Control Scheme of Wind Power Using ANFIS Method in Electrical Power Grid System. International Journal of Applied Engineering Research (IJAER), 11(7), pp. 5256-5262.

[23] Soesanti, I., Syahputra, R. (2016). Batik Production Process Optimization Using Particle Swarm Optimization Method. Journal of Theoretical and Applied Information Technology (JATIT), 86(2), pp. 272-278.

[24] Syahputra, R., Soesanti, I. (2016). Design of Automatic Electric Batik Stove for Batik Industry. Journal of Theoretical and Applied Information Technology (JATIT), 87(1), pp. 167-175.

[25] Syahputra, R. (2016). Application of Neuro-Fuzzy Method for Prediction of Vehicle Fuel Consumption. Journal of Theoretical and Applied Information Technology (JATIT), 86(1), pp. 138-149.

[26] Jamal, A., Suripto, S., Syahputra, R. (2016). Performance Evaluation of Wind Turbine with Doubly-Fed Induction Generator. International Journal of Applied Engineering Research (IJAER), 11(7), pp. 4999-5004.

[27] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M. (2015). Performance Improvement of Radial Distribution Network with Distributed Generation Integration Using Extended Particle Swarm Optimization Algorithm. International Review of Electrical Engineering (IREE), 10(2). pp. 293-304.

[28] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M. (2015). Reconfiguration of Distribution Network with DER Integration Using PSO Algorithm. TELKOMNIKA, 13(3). pp. 759-766.

[29] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M. (2015). PSO Based Multi-objective Optimization for Reconfiguration of Radial Distribution Network. International Journal of Applied Engineering Research (IJAER), 10(6), pp. 14573-14586.

[30] Syahputra, R. (2015). Simulasi Pengendalian Temperatur Pada Heat Exchanger Menggunakan Teknik Neuro-Fuzzy Adaptif. Jurnal Teknologi, 8(2), pp. 161-168.

[31] Syahputra, R. (2015). Characteristic Test of Current Transformer Based EMTP Shoftware. Jurnal Teknik Elektro, 1(1), pp. 11-15.

[32] Jamal, A., Suripto, S., Syahputra, R. (2015). Multi-Band Power System Stabilizer Model for Power Flow Optimization in Order to Improve Power System Stability. Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 80(1), pp. 116-123.

(52)

[34] Jamal, A., Syahputra, R. (2014). Power Flow Control of Power Systems Using UPFC Based on Adaptive Neuro Fuzzy. IPTEK Journal of Proceedings Series. 2014; 1(1): pp. 218-223.

[35] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M. (2014). Optimization of Distribution Network Configuration with Integration of Distributed Energy Resources Using Extended Fuzzy Multi-objective Method. International Review of Electrical Engineering (IREE), 9(3), pp. 629-639.

[36] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M. (2014). Performance Analysis of Wind Turbine as a Distributed Generation Unit in Distribution System. International Journal of Computer Science & Information Technology (IJCSIT), Vol. 6, No. 3, pp. 39-56.

[37] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M., (2014), “Distribution Network Efficiency Improvement Based on Fuzzy Multi-objective Method”. IPTEK Journal of Proceedings Series. 2014; 1(1): pp. 224-229.

[38] Syahputra, R., (2013), “A Neuro-Fuzzy Approach For the Fault Location Estimation of Unsynchronized Two-Terminal Transmission Lines”, International Journal of Computer Science & Information Technology (IJCSIT), Vol. 5, No. 1, pp. 23-37.

[39] Jamal, A., Syahputra, R. (2013). UPFC Based on Adaptive Neuro-Fuzzy for Power Flow Control of Multimachine Power Systems. International Journal of Engineering Science Invention (IJESI), 2(10), pp. 05-14.

[40] Syahputra, R., (2012), “Fuzzy Multi-Objective Approach for the Improvement of Distribution Network Efficiency by Considering DG”, International Journal of Computer Science & Information Technology (IJCSIT), Vol. 4, No. 2, pp. 57-68.

[41] Jamal, A., Syahputra, R. (2012), “Adaptive Neuro-Fuzzy Approach for the Power System Stabilizer Model in Multi-machine Power System”, International Journal of Electrical & Computer Sciences (IJECS), Vol. 12, No. 2, 2012.

[42] Jamal, A., Syahputra, R. (2011), “Model Power System Stabilizer Berbasis Neuro-Fuzzy Adaptif”, Semesta Teknika, Vol. 14, No. 2, 2011, pp. 139-149. [43] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M., (2013), “Distribution Network

Efficiency Improvement Based on Fuzzy Multi-objective Method”. International Seminar on Applied Technology, Science and Arts (APTECS). 2013; pp. 224-229.

[44] Syahputra, R., Soesanti, I. (2015). “Control of Synchronous Generator in Wind Power Systems Using Neuro-Fuzzy Approach”, Proceeding of International Conference on Vocational Education and Electrical Engineering (ICVEE) 2015, UNESA Surabaya, pp. 187-193.

[45] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M. (2014). “Optimal Distribution Network Reconfiguration with Penetration of Distributed Energy Resources”, Proceeding of 2014 1st International Conference on Information Technology, Computer, and Electrical Engineering (ICITACEE) 2014, UNDIP Semarang, pp. 388 - 393.

(53)

Conference on Information Technology, Computer, and Electrical Engineering (ICITACEE) 2014, UNDIP Semarang, pp. 404 – 408.

[47] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M., (2012), “Reconfiguration of Distribution Network with DG Using Fuzzy Multi-objective Method”, International Conference on Innovation, Management and Technology Research (ICIMTR), May 21-22, 2012, Melacca, Malaysia.

[48] Jamal, A., Syahputra, R., (2011), “Design of Power System Stabilizer Based on Adaptive Neuro-Fuzzy Method”. International Seminar on Applied Technology, Science and Arts (APTECS). 2011; pp. 14-21.

[49] Syahputra, R. (2010). Fault Distance Estimation of Two-Terminal Transmission Lines. Proceedings of International Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (2nd APTECS), Surabaya, 21-22 Dec. 2010, pp. 419-423.

[50] Syahputra, R., (2015), “Teknologi dan Aplikasi Elektromagnetik”, LP3M UMY, Yogyakarta, 2016.

[51] Syahputra, R., (2014), “Estimasi Lokasi Gangguan Hubung Singkat pada Saluran Transmisi Tenaga Listrik”, Jurnal Ilmiah Semesta Teknika Vol. 17, No. 2, pp. 106-115, Nov 2014.

[52] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M., (2011), “Modeling and Simulation of Wind Energy Conversion System in Distributed Generation Units”. International Seminar on Applied Technology, Science and Arts (APTECS). 2011; pp. 290-296.

[53] Jamal, A., Syahputra, R. (2016). Heat Exchanger Control Based on Artificial Intelligence Approach. International Journal of Applied Engineering Research (IJAER), 11(16), pp. 9063-9069.

[54] Syahputra, R., Robandi, I., Ashari, M., (2011), “Control of Doubly-Fed Induction Generator in Distributed Generation Units Using Adaptive Neuro-Fuzzy Approach”. International Seminar on Applied Technology, Science and Arts (APTECS). 2011; pp. 493-501.

(54)

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap Dr. Ramadoni Syahputra, S.T., M.T.

Jabatan Fungsional Asisten Ahli

Tempat dan

Tanggal Lahir

Galang, Deli Serdang, Sumatera Utara,

10 Oktober 1974

Agama Islam

Pekerjaan Staf Pengajar di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pendidikan S1: Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Medan, Medan, 1993-1998 S2: Program Studi Ilmu Teknik Elektro

Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1999-2002

S3: Program Studi Ilmu Teknik Elektro

Program Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2011-2015

Alamat Rumah Perum Popongan No. AA1, Jl. Magelang Km 5 Sinduadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta 55284

Nomor HP 081215526565

Alamat Kantor Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UMY

Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183

Nomor Telepon/Faks

0274-387656/ 0274-387646

Gambar

Gambar 1.2. Arah A x B sesuai dengan arah majunya sekrup putar kanan.
Gambar 1.3. Sistem koordinat kartesian, (a). Sumbu x, y, dan z dari koordinat kartesian,                               (b)
Gambar 1.4. Komponen vektor dan vektor satuan. (a). Vektor x, y, dan z dari vektor r,           (b)
Gambar 1.5. Sistem koordinat tabung. (a).Ketiga bidang saling tegak lurus,                                     (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Načelo razlike predvideva razdeljenost nekaterih primarnih socialnih dobrin v korist najbolj deprivilegiranih, tako da ne kaznuje privilegiranih zaradi izhodiščnih

Kalender tersebut sering disebut dengan Pranata Mangsa , yang membagi satu tahun dalam dua belas periode yang tidak sama atau hampir sama panjangnya, tetapi lebih pada

Mengingat struktur punggung bawah yang sangat berdekatan dengan organ lain yang terletak di dalam rongga perut serta rongga pelvis, dan juga mengingat banyaknya faktor penyebab

Kelimpahan dan jumlah jenis ikan pada Stasiun bervegetasi lamun (Wawatoe dan P. Wowonii) menunjukkan rata-rata yang relatif lebih tinggi dibandingkan Stasiun tanpa

• Selaku Ketua Deputi Pemberdayaan Wanita DPW PKS Provinsi Sumatera Utara Masa Bakti 2006-2010. Universitas

Namun apabila terdapat nilai yang sama dengan proporsi jumlah jawaban benar dan jawaban salah juga sama, maka akan diberikan 1 pertanyaan uraian yang akan dinilai oleh

Kebersediaan untuk menerima bahwa suatu asersi adalah benar tanpa memperhatikan apakah argumen valid atau tidak atau apakah asersi tersebut benar atau tidak... Asersi Asersi Asersi

 Merupakan penimbunan dari hormon somatotrof dalam tubuh.  Hormon ini dihasilkan selama masa pertumbuhan sampai dengan masa pubertas, setelah melewati mas pubertas,