PENGARUH PENGETAHUAN PRIA PASANGAN USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI KONDOM DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP
PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN HUTAIMBARU
KOTA PADANGSIDIMPUAN
TESIS
Oleh
LUMONGGA SARI HARAHAP 107032162/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN PRIA PASANGAN USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI KONDOM DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP
PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN HUTAIMBARU
KOTA PADANGSIDIMPUAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LUMONGGA SARI HARAHAP 107032162/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN PRIA
PASANGAN USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI KONDOM DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN HUTAIMBARU KOTA PADANGSIDIMPUAN
Nama Mahasiswa : Lumongga Sari Harahap Nomor Induk Mahasiswa : 107032162
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma. M.Kes) Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada tanggal : 15 Januari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH PENGETAHUAN PRIA PASANGAN USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI KONDOM DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP
PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN HUTAIMBARU
KOTA PADANGSIDIMPUAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2013
ABSTRAK
Partisipasi pria dalam program keluarga berencana merupakan keterlibatan dan kesertaan berperilaku yang sehat dan aman bagi pasangannya maupun keluarganya. Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Padangsidimpuan pencapaian peserta keluarga berencana pria di Kecamatan Hutaimbaru sebesar 2,8% masih di bawah target yang diharapkan program Pembangunan Nasional adalah 5%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan pria pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi kondom dan dukungan sosial terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian menggunakan pendekatan cross sectional.
Populasi adalah jumlah seluruh pria pasangan usia subur yang terdaftar dan tinggal bersama istri serta memiliki anak satu sampai tiga orang di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan tahun 2011 sebanyak 1.334 orang. Sampel berjumlah 121 orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria pasangan usia subur yang berpengetahuan baik tentang alat kontrasepsi kondom kemungkinan untuk berpartisipasi dalam keluarga berencana sebesar 5 kali lebih besar dibandingkan dengan pria pasangan usia subur yang berpengetahuan kurang. Pria pasangan subur yang mendapat dukungan sosial berpeluang untuk berpartisipasi dalam keluarga berencana sebesar 21 kali dibandingkan dengan pria yang kurang mendapat dukungan sosial. Variabel pengetahuan pria dan dukungan sosial bisa menjelaskan pengaruhnya terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana sebesar 81,8%.
Disarankan perlu sosialisasi melalui penyuluhan, ceramah yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kota Padangsidimpuan khususnya di Kecamatan Hutaimbaru agar meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pria pasangan usia subur untuk berpartisipasi dalam keluarga berencana.
ABSTRACT
Male participation in family planning constitutes healthful and safe participation and behavior for his spouses and families.
This study aimed to analyze the influence of knowledge of male of productive aged couples about condoms as contraception devices and the influence of social support on male participation in family planning at Hutaimbaru Subdistrict, Padangsidimpuan City. This study was a survey, using cross sectional approach. The population was 1,334 male of productive aged couples registered and lived with their wives and had one to three children at Hutaimbaru Subdistrict, Padangsidimpuan City, in 2012. One hundred and twenty one (121) of them were taken as the samples, using simple random sampling technique. The data were analyzed by using Chi Square and multiple logistic regression.
The result showed that male of productive aged couples with good knowledge about condoms as contraception devices had a five times greater possibility to participate in family planning than that of with poor knowledge. Male of productive aged couples who got social support had 21 times greater possibility to participate in family planning than male who did not get social support. The variable of knowledge and social support possibly influenced male participation in family planning was 81.8%.
It is recommended that the socialization through counseling and discussion performed by Women Empowerment and Family Planning Board at Padangsidimpuan City, especially at Hutaimbaru Subdistrict, should increase knowledge and awareness of male of productive aged couples to participate in family planning.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Pria Pasangan Usia
Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom dan Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan
Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Dr.Ir.Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran
dalam penyelesaian tesis ini.
5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota
Komisi pembimbing Drs.Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes atas segala
ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan,
dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis
ini selesai.
6. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D dan dr. Yostoto Kaban, Sp.OG, selaku tim
penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian
selama penulisan tesis.
7. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota
Padangsidimpuan yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan
kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
8. Camat Hutaimbaru dan Tenaga Kesehatan Keluarga berencana Hutaimbaru
yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis
dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
9. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada
Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.
10.Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda H. Marajuddin
Harahap dan Ibunda Almr Ratna Ermaini serta keluarga besar yang telah
memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani
pendidikan
11.Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Alm H. Mursal Pulungan
dan HJ. Rosmina serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan
moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan
12.Teristimewa buat suami tercinta Idham Halid Pulungan, S.E dan ananda
Humairo Halid Pulungan, Fatimah Azzahra Pulungan berkat merekalah
penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.
13.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, April 2013
Penulis
Lumongga Sari Harahap
RIWAYAT HIDUP
Lumongga Sari harahap, lahir pada tanggal 8 Maret 1979 di Rantau Prapat
Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak pertama
dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Marajuddin Harahap dan Ibunda
Almr Ratna Ermaini Lubis dan Bertempat tinggal di Rantau Prapat. Penulis beragama
Islam dan bertempat tinggal di Jl. Ade Irma Kota Padangsidimpuan.
Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SDN Rantau Prapat tamat
pada tahun 1991, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di Rantau
Prapat tamat pada tahun 1994 dan melanjutkan pendidikan Sekolah Perawat
Kesehatan Rantau Prapat tamat pada tahun 1997. Dan pada tahun 1998 penulis
melanjutkan pendidikan D-III Kebidanan di Akademi Kebidanan Departemen
Kesehatan RI Padangsidimpuan, tamat pada tahun 2001. Tahun 2002 penulis
melanjutkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan tamat pada tahun 2003.
Penulis menikah pada tanggal 22 Januari 2006 dengan Idham Halid, S.E anak
dari Bapak Alm H. Mursal Pulungan dan Ibunda Hj Rosmina Dan dikaruniai dua
orang putri dan satu orang putera. Penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan mulai tahun 1999 sampai
Kemudian pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Hipotesis ... 9
1.5 Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Pengertian Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 11
2.2 Program Keluarga Berencana ... 12
2.3 Alat Kontrasepsi Kondom ... 14
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 18
2.5 Pengaruh Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 19
2.6 Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 22
2.7 Landasan Teori ... 24
2.8 Kerangka Konsep ... 28
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 29
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
3.3 Populasi dan Sampel ... 29
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31
3.4.1 Data Primer... 31
3.4.2 Data Sekunder ... 32
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 35
3.5.1 Variabel Penelitian ... 35
3.5.2 Defenisi Operasional ... 35
3.6 Metode Pengukuran ... 36
3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen ... 36
3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Independen ... 36
3.7 Metode Analisis Data ... 38
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 39
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
4.1.1 Keadaan Geografis ... 39
4.1.2 Kependudukan ... 39
4.1.3 Sarana Kesehatan... 40
4.1.4 Pelaksanaan Program Keluarga Berencana ... 40
4.2 Analisis Univariat ... 42
4.2.1. Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana Kondom ... 42
4.2.2 Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom ... 42
4.2.3 Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 44
4.3 Analisis Bivariat... 46
4.3.1 Hubungan Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 46
4.3.2 Hubungan Dukungan Sosial dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 47
4.4 Hubungan Variabel Confounding dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 48
4.4.1 Hubungan Variabel Umur, Pendidikan dan Jumlah Anak dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 48
4.5 Analisis Multivariat ... 49
4.6 Pemeriksaan Interaksi ... 51
4.7 Pemeriksaan Confounding... 52
BAB 5. PEMBAHASAN ... 56
5.1 Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 56
5.2 Pengaruh Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 57
5.3. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 62
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
6.1 Kesimpulan ... 66
6.2 Saran ... 67
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padang Sidimpuan Tahun 2011... 31
3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom ... 33
3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Dukungan Sosial ... 34
4.1 Data Daftar Nama Desa, Luas dan Jumlah Penduduk Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan Tahun 2011 ... 40
4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Kota Hutaimbaru Padangsidimpuan Tahun 2012 ... 42
4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom Berdasarkan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan Tahun 2012 ... 43
4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom berdasarkan Jawaban Pernyataan Pengetahuan di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan ... 44
4.5 Distribusi Dukungan Sosial Berdasarkan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan Tahun 2012 ... 44
4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Dukungan Sosial di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan ... 45
4.8 Hubungan Dukungan Sosial dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan ... 48
4.9 Hubungan Variabel Confounding dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan ... 50
4.10 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda Pengaruh Variabel Independen Utama (Pengetahuan dan Dukungan Sosial) terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Padangsidimpuan ... 51
4.11 Pemeriksaan Interaksi ... 53
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Landasan Teori Lawrence Green (1980) ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Surat Persetujuan Sebagai Subjek Penelitian ... 73
2. Kuesioner Penelitian ... 75
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Pengetahuan dan Dukungan Sosial ... 79
4. Master Data Penelitian ... 83
5. Tabel Random ... 88
6. Hasil Analisis Univariat ... 98
7. Hasil Analisis Bivariat ... 104
8. Hasil Analisis Multivariat ... 115
9. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 122
ABSTRAK
Partisipasi pria dalam program keluarga berencana merupakan keterlibatan dan kesertaan berperilaku yang sehat dan aman bagi pasangannya maupun keluarganya. Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Padangsidimpuan pencapaian peserta keluarga berencana pria di Kecamatan Hutaimbaru sebesar 2,8% masih di bawah target yang diharapkan program Pembangunan Nasional adalah 5%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan pria pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi kondom dan dukungan sosial terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian menggunakan pendekatan cross sectional.
Populasi adalah jumlah seluruh pria pasangan usia subur yang terdaftar dan tinggal bersama istri serta memiliki anak satu sampai tiga orang di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan tahun 2011 sebanyak 1.334 orang. Sampel berjumlah 121 orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria pasangan usia subur yang berpengetahuan baik tentang alat kontrasepsi kondom kemungkinan untuk berpartisipasi dalam keluarga berencana sebesar 5 kali lebih besar dibandingkan dengan pria pasangan usia subur yang berpengetahuan kurang. Pria pasangan subur yang mendapat dukungan sosial berpeluang untuk berpartisipasi dalam keluarga berencana sebesar 21 kali dibandingkan dengan pria yang kurang mendapat dukungan sosial. Variabel pengetahuan pria dan dukungan sosial bisa menjelaskan pengaruhnya terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana sebesar 81,8%.
Disarankan perlu sosialisasi melalui penyuluhan, ceramah yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kota Padangsidimpuan khususnya di Kecamatan Hutaimbaru agar meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pria pasangan usia subur untuk berpartisipasi dalam keluarga berencana.
ABSTRACT
Male participation in family planning constitutes healthful and safe participation and behavior for his spouses and families.
This study aimed to analyze the influence of knowledge of male of productive aged couples about condoms as contraception devices and the influence of social support on male participation in family planning at Hutaimbaru Subdistrict, Padangsidimpuan City. This study was a survey, using cross sectional approach. The population was 1,334 male of productive aged couples registered and lived with their wives and had one to three children at Hutaimbaru Subdistrict, Padangsidimpuan City, in 2012. One hundred and twenty one (121) of them were taken as the samples, using simple random sampling technique. The data were analyzed by using Chi Square and multiple logistic regression.
The result showed that male of productive aged couples with good knowledge about condoms as contraception devices had a five times greater possibility to participate in family planning than that of with poor knowledge. Male of productive aged couples who got social support had 21 times greater possibility to participate in family planning than male who did not get social support. The variable of knowledge and social support possibly influenced male participation in family planning was 81.8%.
It is recommended that the socialization through counseling and discussion performed by Women Empowerment and Family Planning Board at Padangsidimpuan City, especially at Hutaimbaru Subdistrict, should increase knowledge and awareness of male of productive aged couples to participate in family planning.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemahaman tentang keluarga berencana sebagian besar masih berkonotasi
hanya kaum wanita saja yang dianjurkan memakai kontrasepsi. Kaum suami yang
berstatus sebagai kontributor kehamilan nyaris tak punya peran signifikan dalam
upaya mengatur jumlah kelahiran anak. Sesungguhnya partisipasi pria memiliki nilai
strategis dalam meningkatkan cakupan program keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi, yakni partisipasi pria dalam praktik keluarga berencana, pemeliharaan
kesehatan ibu dan anak, serta pencegahan kematian maternal (BKKBN, 2005).
Berbagai perubahan lingkungan strategis baik nasional, regional maupun
internasional, telah memberi pengaruh pada program keluarga berencana nasional di
Indonesia. Perubahan paradigma kependudukan dan pembangunan dunia seperti yang
telah dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD)
Cairo tahun 1994, serta kesepakatan para pemimpin negara di Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) tahun 2000 tentang Millenium Development Goals (MDG’s),
perkembangan globalisasi, kerjasama regional ASEAN dan Asia Pasific (APEC),
serta tuntunan perubahan dalam masa reformasi di tanah air tentang penegakan hak
azasi, demokratisasi dan transparansi telah memberi nuansa baru dan perubahan
mendasar dalam pengelolaan dan pelaksanaan program keluarga berencana nasional
perubahan paradigma yaitu tidak lagi semata-mata untuk mencapai sasaran demografi
namun ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan sosial. Reorientasi
ini dilaksanakan dengan menjamin kualitas pelayanan keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi berwawasan gender melalui upaya pemberdayaan perempuan
serta peningkatan partisipasi pria (BkkbN, 2010).
Diperkirakan 358.000 kematian ibu terjadi di seluruh dunia. Ini berarti bahwa
setiap hari sekitar 1.000 perempuan meninggal dunia karena komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Dua daerah, Sub-Sahara Afrika
angka kematian ibu tertinggi dari 640 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup,
diikuti oleh Asia Selatan (Childinfo, 2012).
Penurunan angka kematian ibu di Indonesia merupakan salah satu tantangan
besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RJPM) 2004-2009 pemerintah telah menetapkan sasaran
pencapaian angka kematian ibu sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup di tahun
2009. Sejalan dengan deklarasi millennium seperti tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup (Bapenas, 2007).
Kesertaan pria dalam kesehatan reproduksi dan keluarga berencana sangat
penting dalam upaya penurunan angka kematian ibu melahirkan. Upaya-upaya
menghindari fenomena tiga terlambat yaitu terlambat memutuskan untuk mencari
pertolongan baik secara individu dan keluarga, terlambat mencapai fasilitas
bisa dilepaskan dari tanggung jawab para suami. Kesertaan pria dalam berkeluarga
berencana yang berkontribusi terhadap penurunan kematian ibu melahirkan juga
menuntut tanggung jawab dan partisipasi pria.
Upaya penurunan angka kematian ibu serta peningkatan derajat kesehatan
ibu tetap merupakan salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam mencapai sasaran tersebut adalah program
keluarga berencana, sehingga dikatakan bahwa program keluarga berencana
merupakan kunci pencapaian sasaran Pembangunan Milenium MDGs (BkkbN, 2009a).
Secara global, jenis alat kontrasepsi yang paling umum digunakan adalah
kontrasepsi yang jangka panjang (vasektomi dan tubektomi) sebanyak 34%. Alat
kontrasepsi modern pada wanita yang memilih sterilisasi, IUD sebanyak 25%.
Hampir sepertiga memilih antara pil atau kondom. Penggunaan kontrasepsi oleh pria
masih relatif kecil dari tingkat prevalensi di atas. Metode pria dibatasi untuk
sterilisasi vasektomi dan kondom (World Health Organization, 2011).
Kondom merupakan metode kontrasepsi kedua yang paling umum di Eropa,
mendekati 30 persen dari penggunaan kontrasepsi modern. Mereka mencapai kurang
dari 20 persen dari penggunaan kontrasepsi di setiap wilayah lainnya. Data terakhir
prevalensi kondom di Afrika 8%, Asia 12%, Eropa 28%, Amerika latin 14%,
Amerika Utara 18%, dan di Osenia 19% (Earth Policy Institute, 2012).
Menurut penelitian Abraham et al (2010) di Ethopia, prevalensi penggunaan
sebesar 89%. Alasan utama pria tidak menggunakan alat kontrasepsi adalah keinginan
untuk memiliki anak 29%, dilarang istri 10%, takut efek samping 9%, ketidaktahuan
tentang jenis alat kontrasepsi pria 10%, dan tidak ada respon dari pria 8%.
Penelitian Iribhobge et al (2011) di Nigeria menunjukkan metode alat
kontrasepsi kondom 85,9% adalah kontrasepsi pria yang paling umum digunakan.
Secara meyakinkan kondom adalah kontrasepsi pria yang paling dapat diterima. Pria
perlu diberikan informasi yang benar tentang penggunaan kondom karena mereka
memainkan peran besar dalam melindungi kesehatan perempuan mengendalikan
populasi.
Penelitian Saluja et al (2011) di India menunjukkan sumber informasi
tentang alat kontrasepsi kondom dari tenaga kesehatan 43%, sumber informasi
mengenai kondom dari media 70%, pria yang menggunakan alat kontrasepsi kondom
dari hasil wawancara hanya 5%, sikap positif pria terhadap alat kontrasepsi kondom
26%, dan sikap negatif pria terhadap alat kontrasepsi kondom 76%. Alasan pria tidak
menggunakan alat kontrasepsi yaitu takut efek samping 20%, penolakan dari pria
untuk menggunakan alat kontrasepsi 28%, ingin hamil lagi 45%.
Pencapaian peserta keluarga berencana pria di Indonesia masih sangat rendah
dari hasil SDKI 2002-2003 dilaporkan bahwa kesertaan keluarga berencana pria baru
mencapai 1,3% (kondom 0,9%), sedangkan berdasarkan hasil SDKI 2007 mencapai
1,5% (kondom 1,2%), lebih dari 95% peserta keluarga berencana adalah wanita
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, ditemukan bahwa akseptor keluarga
berencana kondom di perkotaan 1,6% dan akseptor keluarga berencana kondom di
perdesaan 0,4%. Dengan kelompok umur yang terbanyak akseptor keluarga
berencana kondom yaitu kelompok umur 35-39 tahun. Latar belakang pendidikan
yang terbanyak akseptor keluarga berencana kondom yaitu tamat perguruan tinggi
dengan latar belakang pekerjaan pegawai negeri sipil.
Sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam Program Pembangunan
Nasional (PROPENAS) untuk angka kesertaan keluarga berencana pria sebesar 5%
pada tahun 2009, maka usaha peningkatan partisipasi pria dalam keluarga berencana
perlu diintensifkan kembali (BkkbN, 2010).
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2010, pencapaian akseptor kondom aktif sebesar 5%. Pencapaian peserta Keluarga
Berencana pria Provinsi Sumatera Utara per Kabupaten/Kota dengan pencapaian
peserta keluarga berencana pria terendah yaitu salah satunya Kota Padangsidimpuan
(Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Berdasarkan Data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
Kota Padangsidimpuan tahun 2011 yaitu cakupan akseptor kondom aktif sebesar 4%
dengan jumlah pasangan usia subur 28.188. Sedangkan target yang diharapkan untuk
akseptor keluarga berencana pria 5%.
Menurut data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
Kota Padangsidimpuan, Kecamatan Hutaimbaru adalah salah satu kecamatan yang
dan pencapaian peserta keluarga berencana kondom aktif masih rendah yaitu
sebanyak 2,8% sedangkan target yang harus dicapai 5%.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam keluarga
berencana yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri
(pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan
yaitu sosial budaya, dukungan istri, masyarakat (tokoh masyarakat) dan keluarga/istri,
keterbatasan informasi dari tenaga kesehatan dan aksesabilitas terhadap pelayanan
keluarga berencana pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria disertai masih adanya
persepsi di masyarakat mengenai keluarga berencana pria (BkkbN, 2010).
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih banyaknya para pria yang
kurang perduli terhadap kesertaan keluarga berencana, keputusan untuk
menggunakan kontrasepsi diserahkan sepenuhnya kepada istri dan bukan keputusan
mereka bersama. Disisi lain, pihak perempuan seringkali keputusannya dalam
pemakaian kontrasepsi justru kurang mendukung partisipasi pria, karena perempuan
lebih banyak mengalah. Selain itu, masih ada hambatan kultural dalam masyarakat
yang menganggap keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan
anak adalah urusan perempuan yang hamil dan melahirkan, selain itu kebiasaan
perempuan untuk menerima perilaku sosial tersebut sebagai hal yang wajar, pilihan
kontrasepsi pria hanya dua, yaitu: kondom dan vasektomi, serta kurangnya dukungan
dari para tokoh masyarakat/agama/adat yang seharusnya menjadi contoh bagi
Masalah kesetaraan gender dalam program keluarga berencana nasional
merupakan salah satu fokus penting yang harus mendapat perhatian serius. Oleh
karena itu melalui pengembangan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi berwawasan gender diharapkan suami dan istri secara bersama-sama akan
dapat memenuhi kebutuhan, hak dan tanggung jawab untuk memperoleh akses
manfaat dalam pelayanan keluarga berencana (BkkbN, 2009c).
Green (1980) dalam Notoatmodjo mengemukakan adanya dua determinan
masalah kesehatan, yaitu behavioral factor (faktor perilaku) dan non behavioral factor (faktor non perilaku). Faktor perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu, faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Dari ketiga
faktor tersebut partisipasi pria dalam keluarga berencana dipengaruhi oleh
pengetahuan pria pasangan usia subur mengenai alat kontrasepsi kondom dan
dukungan sosial dari istri, tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat.
Petugas kesehatan di desa memberikan penjelasan kepada suami yang tidak
bersedia memakai alat kontrasepsi kondom hal ini merupakan tanggung jawab pria
dalam menggunakan kondom, karena istri tidak cocok menggunakan alat kontrasepsi
dan pria disarankan memakai alat kontrasepsi kondom. Pria tidak mengerti
penggunaan alat kontrasepsi kondom untuk keluarga berencana. Oleh sebab itu pria
tidak menggunakan alat kontrasepsi kondom (UNFPA 2007).
Dari beberapa penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa
sebagian besar pria berpartisipasi dalam keluarga berencana dipengaruhi oleh faktor
hubungan antara pengetahuan tentang alat kontrasepsi, sikap istri, dan sikap teman
terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana (Budisantosa 2009, Simanjuntak
2007, Dewi 2009). Penelitian Nurwanti di Sragen yang dikutip oleh Ekarini tidak ada
pengaruh pengetahuan pria tentang alat kontrasepsi terhadap keikutsertaan pria dalam
keluarga berencana.
Survei pendahuluan pada 10 orang pria pasangan usia subur yang
berdomisili di Kecamatan Hutaimbaru, ditemukan 1 orang (10%) pria pasangan usia
subur yang memakai alat kontrasepsi kondom, bukan memakai alat kontrasepsi
tradisional 7 orang (70%), dan istri pasangan usia subur akseptor keluarga berencana
suntik 1 orang (10%), dan istri pasangan usia subur yang akseptor keluarga
berencana implant 1 orang (10%), ketika ditanya pengetahuan mengenai alat
kontrasepsi kondom sebanyak 7 orang (70%), menyatakan tahu tentang alat
kontrasepsi kondom dan manfaat alat kontrasepsi kondom. Sebanyak 6 orang (60%)
pria pasangan usia subur yang menyatakan didukung istri untuk menjadi akseptor
keluarga berencana, tenaga kesehatan telah memberikan penyuluhan dan informasi
mengenai alat kontrasepsi kondom, tokoh masyarakat menganjurkan dan
menghimbau pria untuk menjadi akseptor keluarga berencana tetapi pria pasangan
usia subur tidak berpartisipasi dalam keluarga berencana sehingga cakupan akseptor
keluarga berencana pria masih di bawah target nasional.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, diperoleh gambaran bahwa
peran pria dalam mengikuti program keluarga berencana belum optimal, maka perlu
tentang alat kontrasepsi kondom dan dukungan sosial terhadap partisipasi keluarga
berencana pria di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan.
1.2Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dan
penelitian adalah masih rendahnya pencapaian akseptor keluarga berencana pria di
bawah target nasional dan belum diketahui apakah ada pengaruh pengetahuan pria
pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi kondom dan dukungan sosial terhadap
partisipasi pria dalam keluarga berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota
Padangsidimpuan.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan pria
pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi kondom dan dukungan sosial terhadap
partisipasi pria dalam keluarga berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota
Padangsidimpuan.
1.4Hipotesis
Ada pengaruh pengetahuan pria pasangan usia subur tentang alat
kontrasepsi kondom dan dukungan sosial terhadap partisipasi pria dalam keluarga
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan bagi Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga
Berencana Kota Padangsidimpuan dalam membuat kebijakan yang berkaitan
dengan pelayanan Keluarga Berencana pria khususnya di Kecamatan Hutaimbaru
Kota Padangsidimpuan.
2. Bagi petugas kesehatan dan petugas keluarga berencana dapat meningkatkan
pelayanan keluarga berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan
sehingga dapat meningkatkan cakupan akseptor keluarga berencana pria. Karena
dalam peningkatan pelayanan selama ini belum mencapai standar yang di
inginkan.
3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan
pengembangan pengetahuan tentang partisipasi pria dalam keluarga berencana.
4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Partisipasi pria dalam program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
adalah tanggung jawab pria dalam keterlibatan dan kesertaan berkeluarga berencana
dan kesehatan reproduksi serta perilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya
pasangannya dan keluarganya (BkkbN, 2010).
Menurut BkkbN (2009c), bentuk nyata dari partisipasi pria tersebut adalah:
1. Partisipasi dalam program keluarga berencana yang meliputi : sebagai peserta
keluarga berencana, mendukung dan memutuskan bersama isteri dalam
penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator keluarga berencana, merencanakan
jumlah anak dalam keluarga.
2. Partisipasi dalam kesehatan reproduksi yang meliputi : membantu
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu hamil, merencanakan
persalinan yang aman dan mengantar memeriksakan kehamilan ke tenaga
kesehatan, menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis,
membantu perawatan ibu dan bayi setelah persalinan, tidak melakukan kekerasan
terhadap perempuan, mencegah/menghindari penularan infeksi menular seksual
2.2 Program Keluarga Berencana
Dalam konteks Indonesia, definisi family planning dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan adalah
upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Dalam era reformasi dewasa ini program keluarga berencana nasional menjadi
perhatian dan komitmen pemerintah sehingga program ini masih tercantum dan
diamanatkan pula dalam Peraturan Presiden RI No. 7 tahun 2005, tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Di dalam
Peraturan Presiden ini disebutkan bahwa pembangunan program keluarga berencana
nasional diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, serta meningkatkan
pelembagaan keluarga kecil berkualitas (BKKBN, 2005).
Badan koordinasi keluarga berencana Nasional seiring dengan perubahan
paradigma di masyarakat dalam pengelolaan keluarga berencana nasional, ingin
menyesuaikan dengan kondisi disekitar. Pembangunan di Indonesia sejak awal
reformasi, hingga era desentralisasi dan globalisasi, serta good government, akan banyak mewarnai program keluarga berencana ke depan (Meilani, 2010).
Perubahan lingkungan strategis dan tuntutan terhadap pencapaian sasaran
33 Januari 2007. Perubahan tersebut dimulai dari perubahan filosofi BkkbN yang
sejak awal diarahkan untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam keluarga berencana. Perubahan filosofi tersebut diikuti dengan visi yang baru, yaitu: “Seluruh
Keluarga Ikut KB”. Melalui visi ini BkkbN diharapkan dapat menjadi inspirator,
fasilitator dan penggerak program keluarga berencana nasional sehingga di masa
depan seluruh keluarga Indonesia menerima ide keluarga berencana. Ini berarti bahwa
setiap pasangan suami istri harus melakukan perencanaan keluarga secara matang dan
bertanggung jawab sehingga mereka menjadi keluarga-keluarga yang bahagia dan
sejahtera (BkkbN, 2009a).
Sedangkan misi BkkbN dibangun untuk mengemban tugas membangun
keluarga Indonesia sebagai keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Untuk itu, maka misi yang diemban oleh BkkbN tidak lain adalah: “Mewujudkan Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera”. Dengan fokus melalui Grand Strategy yang akan dilakukan
meliputi: Pertama yaitu menggerakkan dan mamberdayakan seluruh masyarakat
dalam program keluarga berencana, Kedua yaitu menata kembali pengelolaan
program keluarga berencana, Ketiga yaitu memperkuat sumber daya manusia (SDM)
operasional program keluarga berencana, Keempat yaitu meningkatkan ketahanan
dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan keluarga berencana dan Kelima yaitu
2.3 Alat Kontrasepsi Kondom
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti “mencegah” atau “melawan” dan
konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan
sperma tersebut. Kondom adalah salah satu alat kontrasepsi yang terbuat dari
karet/lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan dimana salah satu ujungnya
tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma (BKKBN, 2006).
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai
bahan, diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani)
yang dipasang pada penis saat hubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintesis
yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung
berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu. Berbagai bahan telah
ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya
penambahan spermisida) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual (Saifuddin,
2003).
Kondom dalam keluarga berencana berfungsi yaitu menghalangi terjadinya
pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung
karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam
saluran reproduksi perempuan, mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk
HIV/AIDS) dari satu pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks
Indikasi dalam menggunakan kondom yaitu bila hubungan seksual dilakukan
pada saat istri sedang dalam masa subur, bila istri tidak cocok dengan semua jenis
alat/metode kontrasepsi, setelah vasektomi kondom perlu dipakai sampai enam
minggu, sementara menunggu penggunaan metode/alat kontrasepsi lainnya, bagi
calon peserta pil keluarga berencana yang sedang menunggu haid, apabila lupa
minum pil keluarga berencana dalam jangka waktu lebih dari 36 jam, apabila salah
satu dari pasangan suami istri menderita penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS, dalam keadaan tidak ada kontrasepsi lain yang tersedia atau yang dipakai
pasangan suami istri, sementara menunggu pencabutan implant/susuk keluarga
berencana/alat kontrasepsi bawah kulit bila batas waktu pemakaian implant telah
habis (BKKBN, 2006).
Adapun kelebihan kondom yaitu efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai
dengan baik dan benar, murah dan mudah di dapat tanpa resep dokter, praktis dan
dapat dipakai sendiri, tidak ada efek hormonal, dapat mencegah kemungkinan
penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS, mudah dibawa, dan dapat
menambah frekuensi hubungan seksual dan secara psikologis menambah kenikmatan.
Sedangkan keterbatasan kondom yaitu kadang-kadang ada pasangan yang alergi
bahan karet kondom, kondom hanya dapat dipakai satu kali, secara psikologis
kemungkinan mengganggu kenyamanan, kondom yang kadaluwarsa mudah sobek
dan bocor (BKKBN, 2006).
Efektifitas kondom yaitu efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik
digunakan pada waktu istri dalam periode menyusui (Lactation Amenorrhae Method),
akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan sistem kalender (BKKBN, 2006).
Menurut BKKBN (2006) cara pemakaian kondom dengan baik dan benar
adalah:
1. Pegang bungkus kondom dengan kedua belah tangan kemudian dorong kondom
dengan jari anda ke posisi bawah. Tujuannya agar tidak tersobek saat membuka
bungkusnya. Selanjutnya sobek bungkus kondom.
2. Dorong kondom dari baawah agar keluar dari bungkusnya, kemudian pegang
kondom dan perhatikan bagian yang menggulung harus berada disebelah luar.
3. Pencet ujung kondom agar tidak ada udara yang masuk dan letakkan pada kepala
penis.
4. Baik pihak suami atau istri dapat memasangkan kondom ke penis. Pada saat
kondom dipasang, penis harus selalu dalam keadaan tegang. Pasanglah kondom
dengan menggunakan telapak tangan untuk mendorong gulungan kondom hingga
panggal penis (jangan menggunakan kuku karena kondom dapat robek).
5. Jika pelicin yang ada pada kondom dirasa kurang (terutama untuk hubungan
awal), gunakan pelican kondom tambahan seperti jelly yang dapat dibeli di
apotik.
6. Jangan ada kontak penis dengan vagina sebelum penggunaan kondom.
7. Segera setelah ejakulasi, cabut penis dari vagina, pegang pangkal penis dan
lepaskan kondom dengan hati-hati selagi masih tegang (jangan sampai ada cairan
8. Ikat kondom agar cairan sperma tidak dapat keluar dan buang di tempat yang
aman, jangan buang kondom bekas pakai pada WC karena dapat menyumbat.
9. Pilih kondom yang paling cocok dengan selera dan ukuran penis anda.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan kondom adalah:
a. Periksalah tanggal kadaluarsa pada bungkus kondom.
b. Periksalah kondisi bungkus kondom, jangan menerima atau membeli kondom
yang bungkusnya sudah rusak, ada gelembung udara didalamnya dan
berlubang.
c. Gunakan kondom baru setiap bersenggama.
d. Simpanlah kondom ditempat yang sejuk dan kering. Jauhkan kondom dari
sinar lampu neon, dan letakkan di tempat yang tidak terkena matahari
langsung atau di tempat yang panas.
e. Sebaiknya tidak meletakkan kondom di saku celana karena suhu tubuh dapat
mempengaruhi kualitas kondom.
f. Sebaiknya memiliki persediaan kondom lebih dari satu dan jangan sampai
kehabisan.
g. Jangan menggunakan pelicin tambahan yang terbuat dari minyak, seperti
minyak goreng, mentega, body lotion dan lain-lain karena dapat merusak kondom.
h. Hati-hati dalam memasang dan melepaskan kondom bagi mereka yang
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49
tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan
seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. Pasangan usia
subur diharapkan secara bertahap menjadi peserta keluarga berencana yang aktif
lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi. Pasangan usia subur
yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49 tahun atau pasangan suami-istri berumur
kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi
masih haid (BkkbN, 2009a).
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam keluarga
berencana yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri
(pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan
yaitu sosial budaya, dukungan istri, masyarakat (tokoh masyarakat) dan keluarga/istri,
keterbatasan informasi dari tenaga kesehatan dan aksesabilitas terhadap pelayanan
keluarga berencana pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria disertai masih adanya
persepsi di masyarakat mengenai keluarga berencana pria (BkkbN, 2010).
Penelitian Dewi (2009) di Indonesia yang meneliti mengenai faktor-faktor
yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi menyatakan ada hubungan pengetahuan dengan partisipasi pria dalam
tinggi dari pasangan kelompok yang memiliki empat anak atau lebih dibandingkan
mereka yang memiliki anak lebih sedikit. Ada hubungan cara memperoleh kondom
dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Hasil penelitian Barus (2009) di Kabupaten Karo menyatakan ada hubungan
variabel pengetahuan pria pasangan usia tentang alat kontrasepsi, sikap pria pasangan
usia subur terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana. Hasil Penelitian Rizki
(2010) di Kecamatan Medan Maimun, menyatakan ada hubungan variabel persepsi
mengenai alat kontrasepsi keluarga berencana dengan partisipasi pria pasangan usia
subur dalam keluarga berencana.
Menurut penelitian Suprihastuti (2002) sebagaimana dikutip oleh Budi
Santosa (2009) yang menyatakan pengambilan keputusan bersama antara suami istri
dapat meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi pria. Tingkat pendidikan, agama,
tempat tinggal, aspek wilayah memberikan pengaruh cukup bermakna pada
penggunaan alat kontrasepsi termasuk alat kontrasepsi pria.
2.5 Pengaruh Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers 1974 dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses
a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Penelitian Rogers dalam Notoatmojo (2007) menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau
adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran
dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif dengan 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya).
d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan
suatu kriteria yang telah ada.
Hal ini diperkuat oleh penelitian Budisantosa (2009) di Bantul bahwa ada
hubungan pengetahuan pria pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi dengan
partisipasi pria dalam keluarga berencana. Sejalan dengan penelitian Ekayanthi
(2005) dikutip oleh Budisantosa yang menyatakan ada hubungan antara pengetahuan
tentang metode kontrasepsi pria dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana.
Ekarini (2008) dalam penelitiannya di Kabupaten Semarang menyatakan ada
hubungan pengetahuan pria pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi keluarga
berencana dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana. Penelitian Purwoko
menentukan pengambilan keputusan untuk memilih alat kontrasepsi tertentu.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi, maka makin meningkat
pula perannya sebagai pengambil keputusan.
2.6 Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan melalui istri,
petugas kesehatan dan tokoh masyarakat baik formal dan informal. Menurut Karr
(1988) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan ada lima faktor penentu perilaku
yaitu adanya niat untuk bertindak sehubungan dengan stimulus di luar diri seseorang,
dukungan dari masyarakat sekitar, tersedianya informasi yang berkaitan dengan
tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kebebasan pribadi untuk mengambil
keputusan, dan kondisi situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Partisipasi pria
dalam keluarga berencana juga dipengaruhi oleh kelima faktor tersebut.
Sarason dalam Sarafino (2006) lebih jauh lagi mengatakan bahwa dukungan
sosial selalu mencakup 2 hal penting, yaitu persepsi bahwa ada sejumlah orang yang
dapat diandalkan oleh individu pada saat ia membutuhkan bantuan dan derajat
kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa
kebutuhannya terpenuhi.
Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan
sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini
paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman
tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa individu akan mendapatkan dukungan
sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan
sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.
Menurut Sarafino (2006), sumber - sumber dukungan sosial, yaitu :
a. Sumber artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui
berbagai sumbangan sosial.
b. Sumber natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial
dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya,
misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat
non-formal.
Hasil penelitian Zaeni (2006) dengan penelitian kualitatif di Kecamatan
Grinsing Kabupaten Batang Jawa Tengah terhadap 15 informan ada pengaruh dari
tokoh panutan seperti tokoh agama, dimana ia menyatakan bahwa keluarga berencana
itu hukumnya MUTASYABIHAT (samar-samar, tidak halal dan tidak haram) yang
ditunjukkan dengan menolak kedatangan petugas keluarga berencana dan bidan desa
jelas sekali mempengaruhi kebijakan. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya
kemampuan melakukan komunikasi (konseling) keluarga berencana bagi petugas
Hasil penelitian Simanjuntak (2007) di kalangan prajurit di Medan
menemukan bahwa ada hubungan dukungan istri dengan partisipasi pria dalam
keluarga berencana istri. Penelitian Ningsih (2011) di Bengkulu menyatakan ada
hubungan antara kesepakatan pria dengan pasangan dengan partisipasi pria dalam
pemakaian alat kontrasepsi. Kesepakatan yang diambil melalui musyawarah dan
keterbukaan antara pasangan suami istri dalam menentukan kontrasepsi.
2.7 Landasan Teori
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati
secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:
aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai
gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang
ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan
sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan
emosi juga merupakan perilaku manusia.
Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner maka Perilaku kesehatan
pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan
seseorang diselenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan
Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang
bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap),
bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan
kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini
menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan,
dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna
fasilitas, petugas, dan obat-obatan. Perilaku seseorang di pengaruhi oleh beberapa
faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor
tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar,
lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010b).
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh 2 faktor pokok, yaitu :
a. Faktor perilaku (behavioral causes)
b. Faktor diluar perilaku (non behavioral causes)
Selanjutnya faktor perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu
faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).
Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Hal di atas dapat berkaitan dengan partisipasi
pria dalam keluarga berencana. Sebagai contoh partisipasi pria dalam keluarga
berencana, akan dipermudah jika pria pasangan usia subur mengetahui manfaat
menjadi akseptor keluarga berencana. Demikian juga, penerimaan perilaku baru atau
adopsi melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran,dan sikap yang
positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung untuk
mewujudkan perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut dengan faktor pendukung
atau faktor pemungkin. Misalnya termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti
puskesmas, rumah sakit.
Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, dan
undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang
terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan
hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas
terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Demikian juga halnya dengan partisipasi
pria dalam kelurarga berencana perlu dukungan istri, dan dukungan petugas
berpartisipasi dalam keluarga berencana. Sebagai contoh dalam partisipasi pria dalam
keluarga berencana yang menjadi penguat adalah dukungan sosial yang meliputi
dukungan istri, tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat.
[image:49.612.109.523.200.570.2]
(2008)
Gambar 2.1 Landasan Teori Lawrence Green (1980)
Faktor Predisposing : - Pengetahuan - Sikap
- Nilai
- Kepercayaan - Variabel demografi
Faktor Reinforcing : - Dukungan Istri - Dukungan tenaga
kesehatan
- Dukungan Tokoh masyarakat
Perilaku Kesehatan Faktor Enabling :
- Sumber-sumber yang tersedia / ketersediaan fasilitas
2.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
[image:50.612.111.530.214.484.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Dukungan Sosial
Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi
Kondom
Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Variabel Counfounding : -Umur
-Pendidikan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, dengan menggunakan
pendekatan metode cross sectional merupakan penelitian dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan
dependen sekali waktu (Notoatmodjo, 2010a).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan.
Adapun alasan pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan akseptor keluarga
berencana pria terendah di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan yaitu
sekitar (2,8% ).
Waktu penelitian mulai Februari 2012 sampai Januari 2013. Tahapan
dilaksanakan mulai pra survei, pembuatan proposal penelitian dan konsultasi dosen
pembimbing sampai dengan ujian komprehensif.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh pria pasangan usia subur
yang terdaftar dan tinggal bersama istri serta memiliki anak minimal satu sampai tiga
orang di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan tahun 2011 sebanyak 1.334
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pria pasangan usia subur yang
terdaftar dan tinggal bersama istri serta memiliki anak minimal satu sampai tiga orang
di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan.
Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus
besar sampel untuk uji hipotesis data proporsi satu populasi yang dikutip oleh
Hidayat (2010) sebagai berikut:
n=
2
2
1 0 0 2
1 / 1 1
o a a P P P Pa Z P P Z
Keterangan:n = Besar sampel minimal
Z -α/2 = Nilai deviasi standard pada α 5% =1,96
Z -β = Nilai deviasi standard pada β 20% = 0,842
P = Proporsi keluarga berencana pria sebesar 0,028% (Data BPPKB
Kecamatan Hutaimbaru 2011)
Pa = Proporsi peserta keluarga berencana pria yang diharapkan 0,078%
Pa- P = Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi 5%
Berdasarkan rumus perhitungan sampel diatas maka diperoleh besar sampel
minimal dalam penelitian ini adalah 121 orang. Penentuan besar sampel tiap desa di
[image:53.612.122.524.267.440.2]Kecamatan Hutaimbaru dengan metode proporsional random sampling dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padang Sidimpuan Tahun 2011
Pengambilan sampel terpilih dari setiap desa dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu mengambil secara acak dengan menggunakan tabel random C.Survey sampai memenuhi besar sampel yang diinginkan dengan cara berurutan ke
bawah sebanyak 10 desa dengan jumlah 121 pria pasangan usia subur.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara kepada responden
dengan berpedoman kuesioner yang telah disiapkan mencakup variabel pengetahuan
pria pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi kondom dan dukungan sosial
No Nama Desa Jumlah PUS Perhitungan Besar Sampel
1. Hutapadang 152 152/1334x121 14
2. Hutaimbaru 217 217/1334x121 19
3. Lebah Lubuk Manik 111 111/1334x121 10
4. Lubuk Raya 118 118/1334x121 11
5. Palopat Maria 167 167/1334x121 15
6. Partihoman 87 87/1334x121 8
7. Sabungan Jae 162 162/1334x121 15
8. Sabungan 147 147/1334x121 13
9. Singali 119 119/1334x121 11
10. Tinjoman 54 54/1334x121 5
terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana dimana sebelumnya sudah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder penelitian diperoleh dari laporan-laporan dan catatan mengenai
keluarga berencana pria dari data yang tersedia di Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana Kota Padangsidimpuan khususnya data keluarga berencana
pria di Kecamatan Hutaimbaru yang berhubungan dengan penelitian.
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas
Kelayakan dalam menggunakan instrument yang akan dipakai untuk
penelitian diperlukan uji validitas dan realibilitas. Validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kemaknaan suatu alat ukur
(instrument) dalam mengukur suatu pertanyaan, bahwa instumen dikatakan valid, apabila instumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian
juga kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa yang akan diukur. Uji validitas
suatu instumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar
skor variabel atau item denga